1. ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
OSTEOPOROSIS
DISUSUN OLEH:
AYU SELVYA (I31111)
DEVI OKTAVIA UTAMI (I31111)
DEVY PERMATA SARI (I31111)
EDWIN SAFRIANDA (I31111)
RIZKI NURHAFIZAH (I31111)
SRI ENDANG K. (I31111)
TRY MARDHANI (I31111)
YESIKA AGUSTIN (I31111)
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
TAHUN 2012
1
2. DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 2
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
C. Metode Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Osteoporosis .............................................................................. 3
B. Etiologi .................................................................................................... 4
C. Patofisiologi ............................................................................................ 6
D. Manifestasi Klinis ................................................................................... 7
E. Komplikasi .............................................................................................. 7
F. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 7
G. Penatalaksanaan ..................................................................................... 8
H. Asuhan Keperawatan ............................................................................ 10
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 17
B. Saran ..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
2
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Pada
umumnya penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, tetapi pria tetap
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit
osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami
menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.
Penderita osteoporosis sering di jumpai dengan gejala – gejala awal yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada penderita osteoporosis. Gejala – gejala awal
tersebut dapat berupa nyeri, perubahan bentuk tubuh, fraktur, hilangnya tinggi badan dan
lain – lain. Gejala – gejala tersebut dapat menimbulkan masalah – masalah keperawatan
yang baru misalnya immobilitas fisik, konstipasi, personal hygien serta masalah
keperawatan lainnya. Sehingga permasalahan ini sangat menarik untuk di bahas.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis
b. Mahasiswa mampu menjelaskan apa itu osteoporosis
c. Meningkatkan pengetahuan dan menemukan wawasan tentang keperawatan
khususnya Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan Sistem Skeletal
(Osteoporosis ).
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode studi
kepustakaan yaitu mempelajari buku – buku dan sumber – sumber lainya untuk
mendapatkan dasar – dasar ilmiah yang berikutnya dengan permasalahan dalam makalah
ini.
3
4. BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata “osto” yaitu tulang dan “porosis” yaitu rapuh.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang metabolik yang ditandai dengan penurunan
densitas (kepadatan) dan kualitas tulang sehingga menyebabkan tulang menjadi rapuh dan
mudah terjadinya fraktur. Pada kondisi ini terdapat perubahan pergantian tulang
homeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar daripada kecepatan
pembentukan tulang, yang mengakibatkan penurunan massa tulang total (Brunner &
Suddarth, 2000).
Struktur tulang penderita osteoporosis menjadi rapuh. Pengeroposan terjadi baik pada
tulang kompak maupun spons. Kerja osteoklas melebihi osteoblas sehingga kehilangan
massa tulang tidak dapat dihindari.
Gambar 1: Osteoporosis pada femur
Gambar 2: Osteoporosis pada vertebra
4
5. Jenis-jenis osteoporosis:
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer merupakan osteoporosis yang terjadi karena disebabkan oleh
faktor dari dalam tubuh manusia, yaitu terhentinya produksi hormon akibat faktor
usia, hal ini banyak dialami oleh para manula dan kaum perempuan.
a. Osteoporosis Post-menopausal (pada wanita)
“Menopause umumnya terjadi pada usia 50-an, hormon estrogen wanita akan
turun 2-3 tahun sebelum menopase timbul, dan terus berlangsung sampai 3-4
tahun setelah menopause” (Hans Tandra, 2009. 8)
b. Osteoporosis Senilis (pada pria atau wanita)
Sesuai dengan namanya osteoporosis senilis merupakan osteoporosis yang terjadi
pada saat lansia. Layaknya wanita, laki-laki juga mengalami hal yang sama
walaupun dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan wanita. Osteoporosis
pada pria umumnya adalah hipogonadism, dimana testoteron dalam tubuh
berkurang. Testoteron dalam tubuh berfungsi sama seperti estrogen, yaitu
menguatkan tulang dan mencegah pengeroposan tulang.
2. Osteoporosis Sekunder
“Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau bisa
pula akibat tindakan pembedahan atau pemberian obat yang mempercepat
pengeroposan tulang” (Hans Tandra, 2009. 8). Beberapa faktor yang bisa menyebab-
kan osteoporosis sekunder adalah:
a. Penyakit endokrin : tiroid, hyperparatiroid, hypogonadisme
b. Keganasan/kanker
c. Obat Cortico Steroid
d. Merokok dan minuman beralkohol
e. Kurang Aktivitas
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis idopatik relatif di temui pada wanita pra menopous dan pria pada usia
pertengahan bisa di karenakan karena nyeri pinggang yang hebat, penyebab
osteoporosis idiopatik tidak jelas.
B. Etiologi
5
6. Osteoporosis dapat disebabkan dari pembentukan massa puncak tulang yang
kurang maksimal selama massa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa
tulang setelah menopause.
Massa tulang akan meningkat secara konstan dan mencapai puncak pada saat
usia 30-35 tahun. Pada usia diatas 40 tahun, maka pertumbuhan tulang akan berhenti
dan hal ini menyebabkankecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif.
Semakin padat tulang sebelum osteoporosis, maka semakin kecil kemungkinan terjadi
osteoporosis.
Pada usia dekade keempat dan kelima, resorpsi tulang mulai melebihi
pembentukan tulang, dan pada wanita hal ini sering terjadi selama dan setelah
menopause. Estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi
osteoklas pada hormon paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen secara tidak
langsung menyebabkan peningkatan pada aktivitas osteoklas.
Osteopororsis kurang rentan dialami oleh pria karena pria memiliki tulang
yang lebih padat daripada wanita, aktivitas yang berbeda, dan kadar hormon
reproduktif masih tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80 tahun.
Faktor-faktor resiko utama pencetusosteoporosis yaitu sebagai berikut:
1. Usia
Seperti yang telah dijelaskan diatas, usia sangat berpengaruh pada proses
pembentukan dan resorpsi tulang. Semakin tua seseorang maka semakin menurun
kecepatan pembentukan tulang dibandingkan proses pembentukan tulang. Hal ini
disebabkan oleh berbagai kondisi yaitu:
Pertumbuhan tumbuh kembang tulang sudah berhenti (pada usia >40 tahun)
Kepadatan tulang mulai berkurang
Matriks tulang menjadi tipis, sedangkan tulangnya sendiri mudah rusak sehingga
mudah mengalami fraktur spontan
Seiring pertambahan umur, jaringan tulang cenderung kehilangan lebih banyak
kalsium daripada yang digantikan
2. Genetik
a. Etnis/ras
Resiko terkena osteoporosis dipengaruhi oleh pigmentasi kulit seseorang.
Semakin terang warna kulit seseoorang, maka semakin tinggi pula resiko terkena
osteoporosis. Contoh: wanita ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang yang
6
7. lebih padat, rangka tulang dan massa otot yang lebih besar dari wanita Asia-
Kaukasia.
b. Jenis Kelamin
“Wanita mempunyai resiko terkena osteoporosis lebih besar daripada pria. Sekitar
80% penderita adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteopororsi lebih
banyak daripada pria.” (Emma S. Hal 13.) hal ini terjadi karena massa tulang
wanita yaitu 800 gram umumnya lebih kecil daripada pria yaitu 1.200 gram.
c. Keturunan
Kecenderungan seseorang untuk menderita osteoporosis lebih tinggi jika
memiliki riwayat keluarga dengan penderita osteopororsis.
3. Lingkungan
a. Nutrisi
b. Pola Hidup
C. Patofisiologi
Jenis Kelamin, Usia, Lingkungan,
Etnik, Keturunan Nutrisi Etilogi Primer Etilogi sekunder
Pengaruh Hormon reproduksi Mempengaruhi pembentukan
dan PTH meningkat tulang osteoblast dan osteoklas
Resorpsi Ca tulang Menurun
Nyeri
Usia, Lingkungan
Penurunan Masa tulang
Kurang informasi
Kepadatan tulang
mengenai pengobatan
Pengeroposan Masa tulang berkurang
Fraktur Tulang Rapuh Resiko cedera
Usia, Lingkungan Usia, Lingkungan Usia, Lingkungan
Perubahan bentuk Osteoporosis Kurang informasi
tubuh mengenai pengobatan
Usia, Lingkungan
Px. Bedrest
Perubahan citra
Usia, Lingkungan Inefektif regiment
tubuh
pengobatan
7
8. Intoleransi aktivitas
Usia, Lingkungan
Dekubitus Konstipasi
Usia, Lingkungan Usia, Lingkungan
D. Manifestasi Klinis
Osteoporosis sering juga disebut silent killer karena penyakit ini tidak menunjukkan
tanda dan gejala yang jelas. Umumnya, para penderita tidak mengeluh sakit, kecuali nyeri
pada tulang. Gejala osteoporosis lainnya yang harus diwaspadai adalah:
1. Tinggi badan memendek
2. Sakit pinggang atau punggung
3. Tubuh bungkuk (kifosis)
E. Komplikasi
1. Fraktur
2. Penurunan fungsi
3. Kifosis
4. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Densitometri DXA (Dual-Energy X-Ray Absorbptiometry) merupakan
pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Klien tidak akan mengalami nyeri dan
hanya dilakukan sekitar 5-15 menit. DXA dapat digunakan pada wanita yang
mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang memiliki
ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan dalam
hasil pengobatan osteoporosis.Keuntungan dari penggunaan alat ini adalah dapat
menentukan kepadatan tulang dengan baik dan mempunyai paparan radiasi yang
sangat rendah. Namun alat ini juga membutuhkan koresi berdasarkan volume tulang
(secara bersamaan hanya menghitung dua dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan posisi
seseorang saat menggunakan alat ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
tersebut.
2. Pemeriksaan CT scan densitas tulang dapat memberikan gambaran akurat mengenai
tingkat massa tulang dan menentukan kecepatan penipisan tulang. Kelebihan pada
penggunaan alat ini adalah kepadatan tulang belakang dan patah tulang dapat diukur
8
9. dengan akurat. Akan tetapi pada tulang yang lain sulit diukur krpadatannya dan
ketelitian yang dimiliki tidak baik serta tingginya paparan radiasi.
3. Pemeriksaan radiologik. Caranya adalah dengan menganalisis komponen-komponen
yang berkorelasi cukup tepat dengan adanya osteoporosis. Namun, hasil pengukuran
ini masih sangat lemah (Emma S. 2008).
4. Pemeriksaan Radioisotop
Pemeriksaan ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat mendeteksi
densitas tulang dan ketebalan korteks tulang. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengukur vertebra dan kolum femoris (Emma S. 2008).
5. Pemeriksaan Quantitative Computerized Tamography (QCT)
QCT digunakan untuk mengukur mineral tulang karena dapat menilai secara
volumetrik trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra. Keuntungannya adalah QCT
tidak perlu memperhitungkan berat badan dan tinggi badan. Kerugiannya adalah
paparan radiasinya jauh lebih tinggi daripada pemeriksaan lainnya (Emma S. 2008).
6. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat mengukut struktur trabekuler tulang dan kepadatannya. Pemeriksaan ini
tidak memerlukan radiasi hanya paparan magnet. Namun pemeriksaan ini
memerlukan biaya yang mahal dan sarana yang banyak (Emma S. 2008).
7. Pemeriksaan Quantitative Ultra Sound (QUS)
Pemeriksaan ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus
tulang, kemudian dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melalui tulang yang
dinyatakan sebagai pita lebar ultrasonik dan kekakuan. Jika suara terasa lambat,
maka tulang yang dimiliki padat. Akan tetapi jika suara cepat, maka tulang kortikal
luar dan trabekular interior tipis. Keuntungannya adalah mudah dibawa kemana-
mana dan pengguna tidak terpapar radiasi dan kerugiannya adalah tidak dapat
mengetahui lokalisasi osteoporosis dengan tepat (Emma S. 2008).
8. Densitometer (X-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini menggunakan sinar X yang sangat rendah. Pengukuran dilakukan
pada tulang yang kemungkinan mudah patah, seperti tulang belakang, pinggung, dan
pergelangan tangan atau seluruh rangka tubuh (Emma S. 2008).
G. Penatalaksanaan
a. Terapi pengganti hormonal
9
10. Istilah terapi pengganti hormonal atau hormon replacement therapy ( HRT )
digunakan untuk terapi estrogen baik secara tunggal atau dalam bentuk kombinasi
estrogen dengan progesteron.
a) Estrogen
Estrogen memiliki sifat anti resorptif yang kuat pada sel tulang dan
penurunan kadar estrogen pada saat menopause merupakan penyebab utama
kehilangan masa tulang pada wanita. Pada umumnya pengaruh estrogen baru
terlihat setelah diberikan selama 5 tahun. Pada pasca menopause estrogen
diberikan selama 10 tahun, setelah 10 tahun hasilnya di evaluasi untuk
menentukan pengobatan selanjutnya bermanfaat dan aman untuk diteruskan.
Dosis yang diberikan dapat berupa estrogen terkonjugasi (preparin, wyeth
Ayers, tablet 0,625 mg) dan estradiol 2 mg.
b) Kombnasi estrogen dengan progesteron
Dalam dosis yang tinggi progesteron dapat menghambat resorpsi dan
merangsang formasi tulang. Beberapa preparat progesteron yang yang umum
digunakan antara lain :
a. Noretisteron (primolut N, Schering AG, tablet 5 mg). jika ada
b. Midroksiprogesteron asetat (Provera, Uphjohn, tablet 5 mg)
c) Testosteron
Terapi pengganti hormon testosteron bisa membantu dalam mencegah atau
memperlambat kehilangan masa tulang.Untuk mengatasi osteoporosis pada
pria dapat diberikan :
a. Ester testosterone (sustanon, organon, ampul 250 mg/ml IM)
b. Terapi non hormonal
a) Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang sehingga menurunkan kadar
kalsium plasma dengan cepat sehingga menyebabkan terjadinya
hiperparatiroidisme sekunder. Untuk mencegahnya sering kali pemberian
kalsitonin disertai dengan suplementasi kalsium dan vitamin D. Kalsitonin
umumnya diberikan dalam dosis 50 – 100 mg IM selama 14 hari. Efek
sampingnya nausea, muntah, diare dan nyeri lokal.
b) Bifosfonat
10
11. Penggunaan intermitten pada osteoporosis akan menurunan turn over tulang
dan mungkin dapat menyebabkan terjadinya sedikit peningkatan masa tulang.
Bifosfonat ( klodronat ) diberikan secara oral 400 mg selama 14 hari setiap 3
bulan. Pemberian ini harus disertai dengan suplementasi kalsium elemental
dalam dosis 800 – 1200 mg/ hari.
c) Kalsium
Pentingnya masukan kalsium pada seluruh fase kehidupan memang sudah
dibuktikan. Kalsium merupakan bahan dasar bagi pertumbuhan tulang secara
alamiah. Bagaimanapun masukan kalsium yang tinggi tidak akan
menggantikan terapi estrogen dalam mengurangi kecepatankehilangan tulang
selama masa klimakterium. Dosis minimal 800 mg kalsium perhari
disarankan untuk seluruh orang dewasa. Kebutuhan akan lebih banyak pada
anak-anak, remaja, kehamilan, menyusui dan usia tua.
c. Vitamin D dan metabolitnya
Vitamin D membantu penyerapan kalsium dari usus-usus. Kekurangan Vitamin D
menyebabkan resiko patang tulang meningkat. Vitamin D, bersama kalsium yang
cukup (1200mg elemental calcium) dapat meningkatkan kepadatan tulang dan
mengurangi patah tulang pada wanita postmenopause, namun tidak untuk wanita
premenopause atau perimeopause.
d. Steroid anabolik
Pemberian steroid anabolik ( nandrolon decanoat IM ) sudah terbukti dapat
meningkatkan masa tulang tetapi penggunaan steroid dalam jangka panjang
diketahui dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Obat ini merupakan pilihan
terakhir jika pasien tidak menunjukan perbaikan dengan obat – obatan yang lain.
H. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi biodata umum klien (nama, alamat, umur, jenis kelamin,
dan lain-lain), ras/suku bangsa, berat badan, dan faktor lingkunagan ( pekerja
berat )
b. Keluhan Utama
Adanya nyeri yang timbul pada daerah yang terkena. Nyeri bertambah jika
melakukan aktivitas atau bergerak. Terjadi penurunan tinggi badan dan adanya
11
12. kifosis. Rasa sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang, berat
badan menurun.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
“Adanya penyakit endokrin: diabetes melitus, hipertiroid, hiperparatiroid,
sindrom cushing, akromegali, hipogonadisme” (Suratun, dkk. 2006. 75)
e. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut
melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji
masalah-masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit
menyertainya. (Suratun, dkk. 2006. 75)
f. Pola Nutrisi
Kurangnya asupan kalsium, pola makan yang tiadak teratur, adanya riwayat
perokok dan riwayat mengkonsumsi alkohol serta riwayat minum – minuman
yang juga bersoda.
g. Pola eliminasi
Adanya keluhan konstipasi, konstipasi diakibatkan immobilitas fisik.
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal menyebabkan konstipasi,
abdominal distance.
h. Endokrin
Penurunan hormon estrogen pada wanita yang memasuki masa menopause. Pada
pria apakah terjadi hipogonadisme.
i. Pola Aktivitas
Keterbatasan gerak, riwayat malas berolah raga dan kelemahan serta aktvitas
yang berat.
j. Neurosensori
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan
halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi
vertebral
k. Pernapasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada
fungsional paru.
l. Skeletal
12
13. Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan
osteoporosis sering menunjukkan kiposis dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
2) Diagonsa dan Intervensi Keperawatan
1) Nyeri b.d fraktur dan spasme otot
Tujuan : nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria hasil : Klien tidak menunjukan adanya peningakatan skala nyeri, klien
merasa nyaman, ekspresi klien rileks
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji pencetus, kualitas, lokasi, skala dan waktu terjadinya nyerisecara
berkala.
Rasional: membantu dalam menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
b. Beri teknik manajemen nyeri melalui relaksasi, distraksi dan masasse
kepada klien.
Rasional: mengurangi rasa nyeri dan memberi rasa rileks dan nyaman
kepada klien
c. Atur posisi yang nyaman dan aman untuk klien.
Rasional: memberi rasa nyaman dan mencegah peningkatan skala nyeri
yang lebih berat
d. Libatkan klien dalam menentukan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan klien.
Rasional: membantu membina hubungan saling percaya antar perawat dan
klien.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgesik secara berkala
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan klien dengan lebih cepat
2) Resiko tinggi cedera (fraktur) b.d penurunan masa tulang, penurunan fungsi tubuh,
dampak sekunder perubahan skeletal.
Tujuan : Resiko cedera tidak menjadi aktual
Kriteria hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur.
Intervensi Keperawatan :
13
14. a. Observasi aktivitas klien selama dirumah sakit. Hindari membungkuk tiba-
tiba, gerakan mendadak, dan mengangkat berat.
Rasional: mencegah resiko terjadinya kecelakaan dan mencegah terjadinya
nyeri yang lebih berat.
b. Ajarkan penggunaan mekanik tubuh yang baik dan postur tubuh yang
benar saat duduk maupun berdiri.
Rasional: mempertahankan atau mengembalikan postur tubuh yang benar.
c. Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Rasional: mengurangi resiko kecelakaan dan skala nyeri bertambah
d. Beri lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien.
Rasional: mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi obat – obatan misalnya pemberian
terapi hormonal dan terapi non hormonal.
Rasional: memperbaiki kepadatan tulang.
3) Intoleransi aktivitas b.d disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kifosis),
nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampumelakukan
peningkatanmobilitas fisik secara efektif.
Kriteria : peningkatan fungsi fisiologis yang dapat ditolerir
Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
Intervensi Keperawatan :
a. Beri matras keras kepada klien saat tirah baring
Rasional: untuk membantu memperbaiki posisi tulang belakang
b. Bantu klien menggunakan alat bantu walker atau tongkat
Rasional: alat bantu walker atau tongkat berfungsi dalam membantu
mobilitas fisik klien
c. Beri dan ajarkan latihan rentang gerak aktif atau pasif secara berkala.
Rasional: untuk meningkatkan fungsi persendian dan mencegah kontraktur
d. Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, dan jelaskan tujuan
dari tindakan tersebut.
Rasional:untuk menyangga tulang dan otot-oto disekitarnya.
e. Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba dan mengangkat
beban berat
14
15. Rasional: menghindari resiko terjadinya fraktur dan nyeri.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik, estrogen, kalsium dan vitamin D
Rasional: membantu dalah proses penyembuhan klien.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium dan vitamin
D
Rasional: memembantu dalam proses penyembuhan klien.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake kalsium,
vitamin D, mineral inadekuat
Tujuan : intake adekuat
Kriteria Hasil : Berat badan ideal sesuai dengan indeks masa tubuh. Pesien
menunjukkan masukan kalsium dan vitamin D yang adekuat.
a. Kaji pola diet klien serta intake dan outake sehari-hari
Rasional: memengaruhi dalam proses asuhan keperawatan selanjutnya.
b. Pastikan bahwa pasien memperhatikan pengetahuan tentang makanan
tinggi kalsium : keju, susu, sayuran hijau, talur, kacang, biji wijen, tiram.
Berikan pasien daftar makanan, temasuk jumlah relatif kalsium di masing-
masing
Rasional:meningkatkan koordinasi klien dalam proses keperawatan
c. Libatkan pasien dalam merencanakan menu yang memberikan masukan
kalsium dan makanan diperkaya vitamin D yang cukup setiap hari
Rasional: meningkat kan kemampuan klien dalam melakukan koping
terhadap diri sendiri
d. Kolaborasi dalam menentukan pola diet yang sesuai dengan kondisi klien.
Rasional : memantau sekaligus memberikan intake yang sesuai dengan
kebutuhan klien.
5) Ansietas b.d perubahan status kesehatan, ancaman kematian, stres.
Kriteria hasil : Penilaian diri terhadap penghargaan diri meningkat
a. Bantu klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh
perhatian.
Rasional: perhatian sungguh-sungguh dapat meyakinkan klien bahwa
perawat bersedia membantu mengatasi masalahnya sehingga timbul
hubungan saling percaya.
15
16. b. Klarifikasi jika terjadi kesalahpahamn tentang proses penyakit dan
pengobatan yang telah diberikan.
Rasional: dapat meningkatkan koordinasi klien dalam proses keperawatan
c. Identifikasi bersama klien mengenai alternatif pemecahan masalah yang
positif.
Rasional: Hal ini akan dapat mengembalikan rasa percaya diri klien.
d. Dorong keluarga untuk meningkatkan komunikasi kepada klien
e. Rasional: dengan batuan keluarga ataupun orang terdekat klien, diharapkan
mampu memberi efek positif bagi kesembuhan klien.
f. Kolaborasi dengan ahli psikologi dalam mengurangi ansietas klien
Rasional: Mempercepat dalam mengurangi ansietas klien
6) Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurangnya
informasi tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
Tujuan : efektif penatalaksanaan regiment pengobatan
Kriteria hasil : Menggambarkan modifikasi diet, menyebutkan faktor resiko yang
dapat dimodifikasi atau dihilangkan
Intervensi :
a. Kaji tingkat pemahaman klien mengenai osteoporosis
Rasional: mempengaruhi dalam tidakan keperawatan selanjutnya.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang osteoporosis
Rasional: meningkatkan pemahaman klien mengenai penyakit yang di
hadapinya.
c. Diskusikan osteoporosis dengan menggunakan alat bantu pengajaran yang
sesuai dengan tingkat pengertian klien dan keluarga.
Rasional: membuat klien dan keluarga dapat memahami mengenai
penyakit secara lebih mudah.
d. Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur
Rasional: membantu dalam proses keperawatan dengan segera.
e. Pertegas penjelasan untuk terapi nutrisi, konsul dengan ahli diet bila ada.
Rasional: membantu meyakinkan pasien dalam proses keperawatan
f. Jelaskan kebutuhan peningkatan aktivitas fisik, pembatasan, dan
pentingnya kewaspadaan keamanan
16
17. Rasional: menjadikan pasien mengerti dan memberikan koping yang tepat
bagi dirinya.
g. Jelaskan terapi obat yang ditentukan, ditekankan pentingnya mematuhi
rencana dan mengerti kemungkinan efek samping.
Rasional: membantu meyakinkan pasien dalam proses keperawatan
h. Kolaborasi dengan ahli terapi, ahli gizi dan tim medis lain dalam
penatalaksanaan regimen terapeutik kepada kilen.
7) Resiko tinggi terhadap komplikasi (konstipasi, dekubitus) berhubungan dengan
tirah baring lama
Tujuan : menghindari tanda-tanda terjadinya komplikasi
Kriteria Hasil : sendi dapat bergerak bebas, feses lembek, tidak ada
ketidaknyamanan berkemih, kulit utuh
Intervensi:
a. Evaluasi kondisi kulit terutama pada tulang yang menonjol. Tentukan tahap
kerusakan kulit tersebut jika ada, sesuai dengan peraturan dan prosedurnya.
Rasional : untuk mendukung tindakan keperawatan selanjutnya
b. Ganti posisi dan berikan latihan gerakan
Rasional: perubahan posisi mengurangi tekanan pada daerah yang terkena
c. Berikan diet adekuat, makanan tinggi protein dan vitamin.
Rasional: Protein dan Vitamin penting untuk perbaikan jaringan
d. Jaga kebersihan kulit
Rasional : kulit yang bersih dapat mengurangi kerusakan kulit
e. Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
Rasional : mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan
bantuan yang diperlukan.
f. Berikan dorongan untuk mengkonsumsi diet tinggi serat, tingkatan masukan
cairan dan gunakan pelunak feces yang telah diresepkan
Rasional : meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan
mudah.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi sehari-hari
Rasional : menjaga nutrisi tubuh pasien dan menghindari terjadinya konstipasi
17
18. BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik pada tulang yang sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor tertentu seperti hormon, nutrisi, pola hidup, maupun genetik. Persentase
untuk wanita terkena osteoporosis adalah empat kali lebih besar daripada pria. Hal ini
dikarenakan wanita memiliki masa tulang yang lebih kecil dibanding pria dan rentang
waktu proses pertumbuhan tulang pada wanita lebih pendek daripada pria. Selain itu, usia
juga sangat berpengaruh dikarenakan semakin tua seseorang maka semakin menurun
kecepatan pembentukan tulang dibandingkan proses pembentukan tulang.
B. Saran
Osteoporosis juga disebut silent killer karena gejala-gejala awal osteoporosis sangat
susah untuk disadari sejak awal. Kebanyakan osteoporosis dapat didiagnosa setelah
melakukan pemeriksaan diagnostik terhadap klien atau setelah klien mengalami fraktur
atau rasa nyeri hebat saat bergerak. Oleh sebab itu diperlukan kesadaran mengenai
pentingnya menjaga kepadatan tulang sejak dini, karena osteoporosis tidak hanya terjadi
kepada lansia, tetapi remaja dan dewasa muda juga berpotensi untuk terkena penyakit ini
jika asupan nutrisi tidak terpenuhi.
18
19. DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabenth J. Buku Saku Patofisiologi. 2007. Jakarta. EGC.
Cosman, Felicia. OSTEOPOROSIS Panduan Lengkap Agar Tulang Anda Tetap Sehat.
Panduan Kesehatan Wanita
Herdmand, Heather. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011 Oleh
NANDA Internasional. 2010. EGC
Purwoastuti, Endang. Waspada Osteoporosis. 2009. Yogyakarta. Kanisius.
Suratun, dkk. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal Seri Asuhan Keperawatan.2006.
Jakarta. EGC.
Tandra, Hans. Segala Sesuatau yang harus Anda Ketahui Tentang OSTEOPOROSIS. 2009.
Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Wirakusumah, Emma S. Mencegah Osteoporosis. Penebar Plus.
http://osteoporosis.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=59
http://www.hidupkusehat.com/benarkah-merokok-menyebabkan-osteoporosis.html
http://med.unhas.ac.id/histologi/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=
1http://prodia.co.id/osteoporosis/osteocalcin
http://www.totalkesehatananda.com/osteoporosis7.html
19