Dokumen tersebut membahas pentingnya pengaturan etika penyelenggara negara di Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Etika Penyelenggara Negara. Terdapat beberapa perdebatan yang menyebabkan pembahasan RUU ini molor, seperti ruang lingkup penyelenggara negara dan lembaga penegak etika. Diperlukan penajaman kembali perdebatan dan pembangunan sistem penegakan etika untuk mewujudkan penyelenggaraan
2. Membangun Etika Penyelenggara Negara
• SEJAK digulirkannya RUU tentang Etika Penyelenggara Negara oleh DPR
pada tahun 2014 silam, nasib RUU tersebut mengalami pasang surut antara
kebutuhan dan kebuntuan tegaknya semangat reformasi birokrasi
penyelenggara negara di berbagai bidang. Tuntutan terhadap perwujudan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, etis, amanah, berakhlak mulia,
serta mencegah niat dan praktik perbuatan yang menyimpang dari nilai,
norma, dan aturan dalam menjalankan tugas pemerintahan menjadi salah
satu tujuan dalam upaya mewujudkan etika penyelenggaraan negara yang
sesuai dengan prinsip dan cita-cita bangsa. Dalam rapat kerja Komite I DPD
dengan Kementerian PAN dan Rebiro, ditegaskan pentingnya pengaturan
dan penyusunan materi RUU Etika Penyelenggara Negara untuk segera
dibahas kembali antara DPR bersama pemerintah, guna memberikan
rambu-rambu yang tegas dan jelas dalam berperilaku bagi para aparatur
penyelenggara negara.
3. perdebatan
• Menurut pengamatan penulis, setidaknya ada tiga problematika
kebuntuan yang berakibat molornya pembahasan RUU Etika Penyelenggara
Negara. Pertama, ambiguitas ruang lingkup dan batasan pengertian
penyelenggara negara. Apabila mengacu kepada definisi Penyelenggara
Negara menurut UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN, cakupan dan batasan makna penyelenggara
pemerintahan sangat luas sekali karena mencakup tiga cabang kekuasaan
eksekutif, legislatif, yudikatif, serta lembaga negara lainnya termasuk
BUMN dan pejabat profesi. Kedua, perdebatan berkaitan dengan lembaga
yang berwenang menegakkan kode etik dan perilaku penyelenggara
negara. Apakah kewenangan penegakan kode etik akan diserahkan kepada
internal masing-masing penyelenggara negara, atau akan dibentuk satu
lembaga penegak kode etik, yang dapat menerima laporan atau pengaduan
atas seluruh pelanggaran kode etik, baik bagi pejabat negara, pejabat
negeri, maupun pejabat profesi.
4. Mewujudkannya
• Pengawasan terhadap etika penyelenggara negara menjadi sangat penting mengingat kondisi
bangsa saat ini. Lemahnya etika penyelenggara negara menjadi pintu masuk terhadap
penyelenggaraan pemerintahan koruptif yang jauh dari prinsip good governance dan clean
governance. Guna membendung perilaku yang demikian, diperlukan pola pikir dan cara
pandang yang profesional serta kesadaran untuk berubah menuju pengembangan praktik
governance yang baik yang dilandasi oleh kesadaran akan nilai-nilai moral dan etika birokrasi
yang berorientasi pada kepentingan publik. Untuk mewujudkan etika penyelenggara yang
berintegritas selain melalui pembangunan mental manusianya juga dapat dibangun melalui
sistem penegakan etika penyelenggara negara. Untuk itu diperlukan penajaman kembali
terhadap beberapa perdebatan, baik yang berkenaan dengan makna dan ruang lingkup
cakupan pengertian penyelenggara negara, lembaga yang memiliki otoritas menegakkan kode
etik, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur etika penyelenggara
negara lintas sektoral. Selain itu, perlu memberikan pemahaman terhadap segenap
penyelenggara negara bahwa dalam penyelenggaran pemerintahan selain harus berdasar pada
the rule of law, tidak kalah pentingnya juga memperhatikan the rule of ethics. Dalam konsepsi
the rule of law tercakup pengertian tentang kode hukum (code of law) atau kitab UU (book of
law) yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Dalam konsepsi
the rule of ethics tercakup pengertian kode etik (code of ethics) atau kode perilaku (code of
conduct) yang juga harus sejalan dengan pemahaman the rule of law.
5. Perbuatan melawan hukum
Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang
melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan
kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam
undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
6. Terima kasih
• Ini kata motivasi dari saya
• negeriku indonesia negerinya ibu petiwi jangan sekali sekali
melupakan jas merah