Tulisan ini membahas kriteria ideal calon pemimpin provinsi Banten pada tahun 2017 berdasarkan Undang-Undang dan pandangan penulis. Kriteria utama meliputi aspek keagamaan, personalitas, intelektualitas, ekonomi, dan popularitas. Pemimpin Banten ideal diharapkan mampu mewujudkan provinsi yang maju melalui teladan dan semangat pembaruan.
1. KRITERIA CALON PEMIMPIN BANTEN
Mencari Format Ideal
Oleh:
BAEHAQI*
Dalam rentang dua tahun ke depan provinsi Banten akan memasuki era baru
kepemimpinan, yakni dilaksanakannya perhelatan akbar pemilukada calon gubernur Banten
pada Pebruari 2017 (KPU Prov. Banten-lihat. SatelitNews Selasa, 10 Maret 2015). Hajatan
politik dalam mentaruhkan citra diri parpol pengusung calon, sekaligus juga sebagai ajang
untuk mengukur tingkat kelayakan masing-masing calon gubernur Banten. Pesta lima
tahunan ini adalah pesta yang dinantikan oleh seluruh komponen masyarakat, disini
pertaruhan kelangsungan hidup masyarakat Banten selama lima tahun lamanya berada dalam
profil calon gubernur yang akan memimpin provinsi Banten kelak.
Sistem perpolitikan di Indonesia memang mengharuskan seorang calon pemimpin
daerah diusung melalui partai politik, walau kemudian Undang-undang juga memberi ruang
bagi calon independen. Bahkan lebih jauh lagi, Undang-undang juga mengatur beberapa
kriteria yang harus dipenuhi oleh calon yang diusung, antara lain; bertakwa, berpendidikan,
sehat jasmani rohani, tidak tersangkut masalah pidana dan perdata, tidak tercela, memiliki
kekayaan, dan lainnya. (lihat. UU no. 8 Tahun 2015 pasal 7).
Kriteria yang ditetapkan Undang-undang tersebut menandakan bahwa figur pemimpin
daerah haruslah memiliki kualitas yang terukur, memiliki derajat dan status sosial yang dapat
dipertanggungjawabkan, serta memiliki nilai akuntabilitas yang membumi. Dalam pengertian
lainnya, pemahaman penulis tentang kriteria yang dimaksud Undang-undang Nomor 8 Tahun
2015 pasal 7, adalah bahwa pemimpin daerah khususnya di provinsi Banten harus memenuhi
syarat-syarat yang meliputi; apek keagamaan, aspek personalitas, aspek intelektualitas, aspek
ekonomi, dan aspek populeritas.
Terasa sulit rasanya mencari profil seperti itu, terlebih provinsi Banten memiliki
beberapa keunikan tersendiri diantara provinsi lainnya di Indonesia. Sudah banyak label yang
disematkan kepada provinsi Banten kita yang hebat ini; yakni ‘Banten yang agamis’, ‘Banten
yang primordialis’ dan ‘Banten yang jawara’. Kesemua label tersebut didasarkan karena
provinsi Banten adalah penyangga utama Negara Kesatuan Republlik Indonesia, begitu
hebatnya Banten kita. Maka sudah sepatutnya provinsi yang hebat ini ditopang oleh
pemimpin yang hebat.
Pemimpin Banten tentunya seorang agamis yang lahir dari kultur agamis dan
2. mempraktikkan nilainilai agama dalam kehidupan kesehariannya, dengan kata lain pemimpin
Banten mesti lahir dari anak generasi asli Banten. Makna ‘asli’ disini adalah sebagai faktor
pendorong bukan faktor pembentuk (constitueif element), inilah kemudian menurut Ernest
Renan dalam teori nya le desire d’etre ensemble dinyatakan sebagai keasadaran moral
(conscicience morale). Beda hal nya jika makna ‘asli’ disini ditarik ke dalam konsep
geopolitik, maka diperlukan Community of character bukan mono-ethnic state. Community of
character sangat diperlukan dalam membangun nationale staat (lihat. Wawasan Nusantara
yang tercantum dalam GBHN tahun 1978 dan 1998), tetapi untuk kondisi sosio-kultur di
provinsi Banten pelabelan generasi ‘asli’ dapat menjadi faktor pembentuk (constitueif
element) sebagaimana hak konstitusi yang diberikan kepada masyarakat Papua (lihat. UU RI
No. 21 Tahun 2001). Maka aspek keagamaan dimaksud tentunya merujuk kepada agama
Islam, sebagai pemeluk mayoritas di provinsi Banten tanpa sedikitpun menghilangkan rasa
penghargaan dan penghormatan kepada pemeluk agama lainnya.
Karakter pemimpin Banten berikutnya haruslah memiliki aspek personalitas dan
intelektualitas yang dapat dibuktikan secara objektif. Menurut Gordon W Allpot aspek
personality adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci
pendapat ini terletak pada kata ‘penyesuaian diri’. Pemimpin Banten ke depan dituntut untuk
mampu menyesuaikan diri nya dengan kondisi sosio-kultur Banten dengan dasardasar; nilai
karakter (moral-ethic-perilaku keseharian), responsip atau cepat tanggap terhadap
lingkungan, responsibilitas (bertanggungjawab) terhadap tindak tanduk perbuatannya,
memiliki kemampuan komunikasi interpersonal (sosiabilitas) dan memiliki stabilitas emosi
yang baik (tidak tempramental). Pendapat Gordon diatas dikuatkan oleh pendapat Roucek
dan Warren, bahwa kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan
sosiologis yang mendasari perilaku seseorang.
Kebutuhan akan pemimpin yang memiliki nilai personalitas ini menurut KH. Bahrul
Ulum, Lc., MA pengasuh ponpes Darus Salam Porisgaga Batuceper kota Tangerang, harus
didasarkan pada landasan filosofis al-Qur’an yang terdapat di dalam surah Ali Imran ayat
159; “Maka disebabkan rahmat dari Allah SWT lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu”. Bahkan ditambahkan oleh beliau, akhlaq merupakan salah satu kriteria
yang wajib ditetapkan dalam memilih pemimpin, karena akhlaq dapat menentukan nilai
personalitas pemimpin dalam hal kompetensi nya dan kapabilitas nya. Hariytsu ‘alaikum bi
al-mukminina ra’uffun rahiema.
3. Aspek personalitas ini tentunya dapat memiliki nilai lebih jika ditopang oleh
kemampuan intelektual yang terukur. Intelektual atau intelegensi adalah interaksionisme
(Piaget) yang merupakan bentuk khusus dari kemampuan melakukan asimilasi (pengalaman,
pengamatan dan pemahaman terstruktur) dan akomodasi (kemampuan menyusun faktafakta)
yakni berfikir logis, memiliki kemampuan memecahkan masalah (hipotesis), serta dapat
diukur berdasarkan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat formalitas pendidikan maka
semakin dekat seseorang dengan cara berfikir yang logis dan kemampuan hipotesis.
Telah jelas dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 pasal 7 poin (c)
bahwa kriteria calon pemimpin (gubernur, bupati dan walikota) adalah “berpendidikan paling
rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat”. Tetapi perlu dipaparkan disini bahwa
secara objektif pemimpin Banten ke depan haruslah memiliki standar kualifikasi akademik
yang melampaui batasan Undang-undang tersebut, penulis beranggapan alangkah lebih baik
bila menempatkan kriteria pendidikan diatas standar Undang-undang dibanding kriteria yang
berada dibawah standar Undang-undang. Karena faktanya, ada tokohtokoh muda di provinsi
Banten yang masuk kategori layak menjadi pemimpin Banten berdasarkan kriteria
pendidikan. Bahkan saat ini tidak sedikit partai politik yang mensyaratkan calon pemimpin
partai nya berpendidikan diatas sekolah lanjutan tingkat atas, semisal ketua partai yang
bergelar Doktor (S3). Mungkin ini kriteria awal yang harus ditempuh untuk mewujudkan
provinsi Banten yang hebat.
Aspek berikutnya adalah aspek ekonomi dan aspek populeritas. Kedua aspek ini
terasa ‘menyulitkan’ bagi calon pemimpin daerah (cagub Banten) yang belum siap. Aspek
ekonomi telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 pasal 7 poin j bahwa
persyaratan calon kepala daerah haruslah dapat menyerahkan daftar kekayaan pribadi.
Kekayaan atau harta menurut KBBI adalah (1) barang (uang dsb) yg menjadi kekayaan;
barang milik seseorang; (2) kekayaan berwujud dan tidak berwujud yg bernilai dan yg
menurut hukum dimiliki perusahaan. Tentunya dibuktikan dengan buktibukti fisik berupa
surat-surat sah. Kekayaan yang memang didapat atas hasil kerja profesional.
Dalam pandangan Islamologi, harta termasuk lima asas yang wajib dilindungi bagi
setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
Dalam konteks kepentingan hidup manusia, harta hadir sebagai objek transaksi (jual beli,
sewa menyewa, partnership, atau transaksi ekonomi lainnya). Harta atau kekayaan atau al-
mal (jamak al-amwal), dianggap sebagai bagian dari aktivitas dan tiang kehidupan untuk
mengukur nilai akuntalibitas, akseptabilitas, serta populeritas masyarakat modern kini.
Terlebih untuk menjadi kepala daerah di tingkat provinsi, tentunya penopang untuk
4. menghindarkan diri dari perilaku negatif pemimpin (seperti; perilaku korupsi) adalah
kepemillikan harta kekayaan yang sah dan meyakinkan.
Kriteria pemimpin Banten sebagaimana yang penulis maksudkan diatas sepertinya
sangat idealis, begitu banyak ragam syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjadi kepala
daerah khususnya di provinsi Banten. Tetapi dengan kemauan untuk melahirkan pemimpin
yang teladan sesuai isi maksud tulisan ini, sejatinya kita sudah mewariskan tradisi model
pemimpin yang bertipologi penolong sejati (the aunthentic helper) dan humanis (the
humanist), bukan pesulap sejati (the based juggler). Efek transformasional model pemimpin
Banten seperti ini diharapkan dapat mengubah budaya dan menanamkan nilai-nilai baru yang
lebih rasional. Pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran,
rohani, dan jasmani (Ruslan Abdulghani: 1996).
Dengan demikian, untuk memilih calon pemimpin Banten harus diletakkan dalam
bingkai kerja budaya yang profesional bukan hasil instan yang diperoleh melalui caracara
yang inkonstitusional, sebagai cerminan dari nilai-nilai dan cara pandang yang ‘knowing
how’. Sehingga secara kolektif pemimpin dapat memberikan konstribusi maksimal bagi
kesejahteraan, keadilan dan keharmonisan berbangsa dan bernegara. Hudges (1992)
berpendapat: ”government organization are created by the public, for the public, and need to be
accountable to it.” Oleh karenanya, keteladanan pemimpin dalam service delivery, increase
efficiency dan improve governance tidak dapat terlaksana tanpa berlandaskan aspek keagamaan,
aspek personlitas, aspek intelektualitas, aspek ekonomi dan aspek polaritas.
Pemimpin dapat disebut memiliki keteladanan manakala ia memiliki; (a) kelebihan
dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia bisa memberi (b) memiliki keberanian dalam
memutuskan sesuatu, dan (c) memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa
bertindak arif bijaksana (Mubarak, 2009), konsepsi inilah sebagai peneguh aspekaspek
kriteria pemimpin Banten diatas. Secara sosial seorang pemimpin adalah penguasa, karena ia
memiliki otoritas dalam memutuskan sesuatu yang mengikat orang banyak yang
dipimpinnya. Akan tetapi menurut etika keagamaan, seorang pemimpin pada hakekatnya
adalah pelayan dari orang banyak yang dipimpinnya (sayyid al-qaumi khodimuhum).
Keteladanan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, tetapi juga
menjadi portofolio karir dalam birokrasi. Keteladanan adalah seperangkat nilai dan norma
tingkah laku yang tercermin dari kepribadian seseorang dengan menunjukkan perilaku uswah
hasanah (teladan yang baik - PHIW). Keteladanan adalah hidupnya ruhaniyah di alam modern
serta kaya dengan tradisi intelektual. Peran strategis pemimpin adalah menanamkan nilai-nilai
5. dan pengetahuan yang bersifat spiritual serta mengangkat derajat masyarakat dari keterbelakangan
dan kebodohan massif sambil terus memperbaiki diri dalam arus globalisasi.
Dalam tulisan ini penulis ingin menegaskan kembali secara rinci dan spesifik, bahwa
pemimpin ideal untuk provinsi Banten perlu memiliki ciriciri sebagai berikut; (a) memiliki nilai
religiusitas yang baik; (b) memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang mumpuni; (c) memiliki daya
tarik dan energisitas yang tinggi (wibawa fisik: ganteng, cantik, kuat dan muda); (d) memiliki
populeritas/populer sehingga dikenal oleh khalayak banyak; (e) memiliki kekuatan ekonomi yang
dapat dipertanggungjawabkkan; (f) memiliki semangat pembaruan bagi kebahagiaan hidupo
bersama; serta (g) memiliki keterbukaan atas setiap saran dan kritik yang membangun.
Semoga kelak di tahun 2017 provinsi Banten mampu melahirkan pemimpin yang dapat
diteladani. Amin
*Penulis adalah; Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Tangerang
6. dan pengetahuan yang bersifat spiritual serta mengangkat derajat masyarakat dari keterbelakangan
dan kebodohan massif sambil terus memperbaiki diri dalam arus globalisasi.
Dalam tulisan ini penulis ingin menegaskan kembali secara rinci dan spesifik, bahwa
pemimpin ideal untuk provinsi Banten perlu memiliki ciriciri sebagai berikut; (a) memiliki nilai
religiusitas yang baik; (b) memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang mumpuni; (c) memiliki daya
tarik dan energisitas yang tinggi (wibawa fisik: ganteng, cantik, kuat dan muda); (d) memiliki
populeritas/populer sehingga dikenal oleh khalayak banyak; (e) memiliki kekuatan ekonomi yang
dapat dipertanggungjawabkkan; (f) memiliki semangat pembaruan bagi kebahagiaan hidupo
bersama; serta (g) memiliki keterbukaan atas setiap saran dan kritik yang membangun.
Semoga kelak di tahun 2017 provinsi Banten mampu melahirkan pemimpin yang dapat
diteladani. Amin
*Penulis adalah; Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Tangerang