SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintahan di dalam suatu negara merupakan unsure yang
sangat penting. Pemerintahan merupakan sebuah unsure yang digunakan sebagai suatu syarat
berdirinya suatu negara. Tanpa pemerintahan, maka suatu negara tidak akan dapat terbentuk.
Pemerintah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital terutama didalam mengayomi dan
melayani masyarakat.
Pada makalah ini saya akan membahas fkungsi dan peran pemerintah menurut Van de
Spiegel. Van de Spiegel merupakan seorang ahli pemerintahan yang berasal dari negeri
Belanda. Menurut beliau, peran dan fungsi pemerintah sangat mulia, yaitu untuk memimpin
hidup bersama manusia ke arah kebahagian dunia dan akhirat yang sebesar-besarnya, tanpa
merugikan orang lain secara tidak sah di dalam tata kehidupan dan kebersamaan. Adapun
kebahagian dapat dibedakan dalam dua arti yaitu kebahagian rokhaniah (verstandijk
geluk) dan kebahagian jasmaniah (lichamelijk geluk). sedangkan kebahagiaan jasmaniah
suatu bangsa tergantung pada kebebasan (vrijheid), keamanan (veiligheid), kesehatan
(gezonheid) dan kemakmuran (overloed).
Untuk mewujudkan fungsi dan peran pemerintah menurut Van de Spiegel, maka terlebih
dahulu suatu pemerintahan tersebut haruslah bersih dan memiliki etika yang baik. Etika
merupakan sesuatu yang sangat pokok di dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan. Oleh
karena itu etika pemerintahan sangat berkaitan erat dengan fungsi dan oemerintah menurut
Van de Spiegel.
Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat menarik dibahas,
terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Kecenderungan atau
gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering
melanggar aturan main yang telah ditetapkan.
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas
dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri
yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan
atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi
berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi
tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk
dilakukan dan sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
Permasalahan yang muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi
itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana kondisi saat
itu dan daerah tertentu yang mengatakan bahwa sesuatu dianggap etis saja atau dapat
dibenarkan, namun di tempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat
tergantung pada seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya
dan pada saat yang bagaimana, serta sanksi apa yang akan diterapkan sanksi sosial atau moral
ataukah sanksi hokum. Semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait
juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.
Dalam penulisan ini kami akan mencoba membahas tentang apa yang dimaksudkan dengan
Etika, mengapa kita memerlukan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dari
mana Etika Birokrasi dibentuk dan sejauhmana peraturan Kepegawaian dapat menjadi bagian
dari penerapan Etika Birokrasi di negara kita.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau
secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam pengertian
kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan
karena kesusilaan dalam dirinya minta ditaati pula oleh orang lain.
Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi
Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata
Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian
kata Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa
akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan
Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari
moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari ilmu pengetahuan (cognitive) bukan
pada afektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan semangat kelompok masyarakat.
Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat
dan seyogyanya tidak ada masyarakat tanpa moral, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif
dalam masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal yang baik dan
yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam kontak sosial dengan masyarakat. Ini
berarti Etika tidak hanya sebatas moralitas individu tersebut dalam artian aparat birokrasi
tetapi lebih dari itu menyangkut perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani
masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis atau tidak.
Menurut Drs.Haryanto, MA, Etika merupakan instrumen dalam masyarakat untuk menuntun
tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral.
Ini berarti Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang dalam
bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dimasyarakat agar
dapat dikatakan tindakannya bermoral.
Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita
bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat
setempat. Dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normatif yang didalamnya
mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normatif tersebut dapat pula
dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut Etika Birokrasi.
ETIKA DALAM BIROKRASI.
Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapkan kita, pasti akan timbul kekecewaan,
begitulah yang terjadi ketika kita mengharapkan agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan
penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara kenyataan yang
terjadi mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan
adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam
melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang perlu diperhatikan
oleh aparat Birokrasi tadi.
Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan
pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel. Menurut Agus
Dwiyanto, alasan pertama adalah masalah – masalah yang dihadapi oleh birokrasi
pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas masyarakat yang
semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalah – masalah publik yang semakin
banyak dan kompleks dan harus diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan
masalah yang berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang
jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan
yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling
berbenturan satu sama lain.
Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi
seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih antara memperjuangkan
program pemerintah dan memperhatikan kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah
yang ada dalam ‘grey area’ seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring
dengan meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa
fungsional terutama dalam memberi ‘policy guidance’ kepada para pejabat birokrat untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan
perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya
menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap
perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa
melakukan adjustment itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan
direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan
pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari
penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan pemahaman yang
tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan
melalui pengembangan etika birokrasi.
Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi pengembangan birokrasi namun
belum banyak usaha dilakukan untuk mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan
dan kesehatan yang telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika
kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi para
professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan etika birokrasi ini
tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan praktisi administrasi publik dan semua
pihak yang menginginkan perbaikan kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia.
Dari alasan yang dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika
Birokrasi menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, hal
tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi itu sendiri yang seiring
dengan semakin kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan
fungsi pelayanan dari Birokrat itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat
yang dilayani, diatur dan diberdayakan.
Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku agar dapat dikatakan lebih beretika atau
bermoral di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan
main yang jelas dan tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan
berperilaku di tengah-tengah masyarakat.
NILAI-NILAI MASYARAKAT
Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam masyarakat yang
bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-tengah
masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam
masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat
birokrasi itu sendiri.
Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak
atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat sulit
bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang dilakukannya itu tidak etis
atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan malah manut saja melihat perilaku yang
adan dalam jajaran aparat birokrasi.
Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi atau
penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Dimana
pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi merasa paling berkuasa dan merasa dialah
yang mempunyai kewenangan untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya
menurut versi atau pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan aturan main di masyarakat.
Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung diseragamkan melalui
peraturan Kepegawaian yang telah diatur oleh Birokrasi tingkat atas atau pemerintah pusat,
sementara dalam pelaksanaan tugasnya dia berada di tengah-tengah masyarakat.
Pertanyaannya sekarang apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang
mengatur Aparat Birokrasi dapat dikatakan etis pula dalam masyarakat ataupun sebaliknya.
Drs. Haryanto,MA dalam makalahnya berpendapat “adalah sulit untuk menyetujui atau tidak
mengenai perlunya Etika tersebut diundangkan secara formal.”. Etika sebagaimana telah
dikatakan sebelumnya sangat terkait dengan moralitas yang mana di dalamnya memiliki
pertimbangan-pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang apa yang disebut
sebagai ‘kebenaran dan ketidakbenaran’ dan ‘kepantasan dan ketidakpantasan’.
Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan Etika
Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di
negara kita, sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang
lebih jauh lagi disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu
diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sanksi
yang jelas dan tegas, ini semua membutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri
untuk menaatinya.
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sebagaimana
telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sanksi yang menyertainya, karena Etika
pada umumnya tidak ada sanksi fisik atau hukuman tetapi berupa sanksi sosial, seperti
dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkungan masyarakat tersebut.
Sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan
(budaya Patron yang melekat).
Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para aparat
birokrasi mudah tergelincir atau terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang. Kondisi
lain, tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri turut menentukan perilaku tersebut. Untuk itu
perlu adanya penegasan payung hukum atau norma aturan yang perlu disepakati
bersama untuk dilakukan. Perlu juga diayomi dengan aturan hukum yang jelas dan sanksi
yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di
Indonesia. Seiring dengan itu Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang
dikutip oleh olehDrs. Haryanto, MA, terdapat tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari
oleh seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu :
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi
dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan.
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia melaksanakan transaksi
untuk kepentinagn dinas.
3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam tugas-
tugas sebagai pejabat pemerintah.
4. Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-
pihak yang tidak berhak.
5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam
menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin pemerintah.
Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku dan tindakan
oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan kerjanya, apakah ia
menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak. Untuk itu perlu aturan yang tegas dan
nyata, sebab berbicara tentang Etika biasanya tidak tertulis dan sanksinya berupa sanksi
sosial yang situasional dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut.
Untuk itu kami mencoba merekomendasikan Kode Etik Birokrasi mengacu kepada ketentuan
Peraturan kepegawaian bagi Pegawai Negeri di Indonesia.
IMPLEMENTASI ETIKA BIROKRASI
Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi.
Berbicara Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi
itu karena secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang
mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri. Birokrasi merupakan sebuah
organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah dan
memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hierarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait
dengan tingkah laku para aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil
maupun Militer, yang secara organisatoris dan hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi
masing-masing sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main organisasi Birokrasi atau Pegawai
Negeri yang kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, diatur oleh Undang-undang
Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta
Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (Sapta Prasetya KORPRI) dan di kalangan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Kode Etik itu dibaca secara
bersama–sama pada kesempatan tertentu yang kadang-kadang diikuti oleh wejangan dari
seorang pimpinanupacara yang disebut inspektur upacara (IRUP). Hal ini dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi–kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang
berpengalaman dan menumbuhkan sikap mental dan moral yang baik. Kode Etik tersebut
biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi
yang bersangkutan dan upacara–upacara nasional.
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih
mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai
sekarang belum diketahui sampai seberapa jauh dan juga belum dapat dipantau secara
jelas apakah perbuatan seseorang melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum
jelas batasannya dan apa sanksinya. Dengan demikian Kode Etik dapat benar-benar
dipergunakan sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat
Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak. Namun demikian, apapun maksud yang
hendak dicapai dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi
terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih
rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar dari perbuatan
tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.
Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha
dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang
melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode
Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta
Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan
sebagai aturan main para aparat Birokrasi.
Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri atau Aparat
Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan secara berdayaguna dan
berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan masyarakat adil dan makmur baik material
maupun spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara yang
penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih,
berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggungjawabnya. Dalam hubungan
ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk
mewujudkan Aparat Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur
kedudukan dan kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban dan langkah
usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian.
2. Aturan mengenai kedudukan Pegawai Negeri sipil
Pegawai Negeri sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang
dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah,
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat,
mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. Kesetiaan dan ketaatan
penuh tersebut mengandung pengertian bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah
aturan yang telah ditentukan.
3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil
Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah menunjukkan kesetiaan
dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang baik, dianggap berjasa bagi negara dan
masyarakat. Bentukpenghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda
jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya sesuai pangkat.
Tujuan penghargaan ini diharapkan agar menjadi contoh kepada yang lain dalam
melaksanakan tugas.
4. Keanggotaan Pegawai Negeri dalam Partai Politik
Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya agar lebih beretika dan
bermoral dan agar terhindar dari kepentingan partai politik, maka sebaiknya Pegawai
Negeri tidak masuk dalam politik praktis demi menjaga moralitas yang merupakan etika
aparat birokrasi.
5. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai
berikut : kewajiban, larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan
terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi
seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang
menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980, antara lain mengatur tentang :
- Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
- Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji
jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap menerima sanksinya.
- Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya.
- Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan negara.
- Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan material.
- Mentaati ketentuan jam kerja.
- Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
- Bersikap adil dan bijaksana terhadap bawahannya.
- Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya.
- Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan kariernya.
- Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap
masyarakat, sesama pegawai dan atasannya.
Sementara larangan bagi aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai Kode Etik Birokrasi,
yaitu larangan seperti :
- Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah
atau Pegawai Negeri sipil.
- Menyalahgunakan wewenangnya.
- Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara.
- Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun yang diketahui
atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan
Pegawai Negeri yang bersangkutan.
- Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai
negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
- Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
- Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat
pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintah.
- Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya
untukkepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat dipahami
oleh Pegawai Negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang
merupakan bagian dari Etika atau kode etik Pegawai Negeri.
Selain Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak
kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah sanksi atau hukuman yang setimpal
dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Jenis sanksi atau hukuman yang dapat
dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun
jenis sanksi tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :
1. Hukuman disiplin ringan antara lain teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak
puas secara tertulis.
2. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain penundaan kenaikkan gaji berkala untuk paling
lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu
tahun dan Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat
lebih rendah paling lama satu tahun, Pembebasan dari jabatan, Pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri sipil dan Pemberhentian dengan tidak
hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Dari sanksi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja pelanggar Etika atau
peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di atas, jelaslah bagi kita
beratnya sanksi atau hukuman yang telah ditentukan. Permasalahan sekarang kembali lagi
kepada penegakkan sanksi atas pelanggaran Etika tersebut, betul-betul dilaksanakan atau
ditegakkan kepada mereka yang melanggar atau hanya sebatas retorika ataupun sanksi sosial
saja. Sanksi sosial hanya efektif apabila aparat Birokrasi itu berada di tengah-tengah
masyarakat, sementara apabila dalam organisasi Birokrasi harus tegas berupa sanksi
hukuman sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.
BAB III
P E N U T U P
Uraian-uraian dari makalah yang disajikan diatas, hanya merupakan konsep ideal yang
diharapkan dari aparat pelaksana pemerintahan di Indonesia yang merupakan aparat birokrasi
di negara kita dengan tugas dan fungsi pokok untuk melayani masyarakat, mengatur
masyarakat dan memberdayakan masyarakat. Fungsi-fungsi ini dapat dilaksanakan dengan
baik apabila Aparat Birokrasi tersebut memiliki Etika dalam bekerja.
Etika Birokrasi bukan hanya sekedar retorika yang didengungkan baik lewat Sapta Pra Setya
Korpri maupun Sapta Marga dan sederetan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah
Tentang kepegawaian. Yang lebih penting bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut dapat
dihayati dan diamalkan dalam berperilaku sebagai Aparat Birokrasi dan yang tidak kalah
penting yaitu bagaimana penegakkan hukum atau sanksi yang tegas bagi para pelanggar
aturan yang telah disepakati dan ditentukan tersebut. Hukuman atau sanksi perlu ditegakkan
secara merata tanpa pandang bulu apakah dia atasan atau bawahan.
Masyarakat juga berhak menentukan kode Etik atau aturan dalam masyarakat yang juga turut
mengatur keberadaan seorang Aparat Birokrasi di lingkungannya. Kalau memang melanggar
harus ada komitmen bersama untuk mentaati aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Jadi yang disebut Etika Birokrasi merupakan norma aturan yang melekat pada anggota atau
aparat Birokrasi itu sendiri dimana pun dan kapan pun dia berada, baik di kantor maupun di
tengah-tengah masyarakat, dia terikat dengan aturan kepegawaian dan aturan norma dalam
masyarakat yang menjadi lansasan Etika dalam bertindak dan berperilaku dalam
melaksanakan tugasnya.
Ketika semua etika di dalam suatu birokrasi telah terimplementasikan dengan baik, maka
insyaallah cita-cita mulia dari Van de Spiegel tentang pemerintahan kita untuk membawa
kebahagiaan sebesar-besarnya baik dunia maupun akhirat tanpa merugikan pihak lain secara
tidak sah akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Fernanda, M.Soc.Sc, Drs.Desi. 2006.Etika Organisasi Pemerintah:Modul Pendidikan Dan
Pelatihan Prajabatan Golongan III.Jakarta.Lembaga Administrasi Negara.
Kencana, Inu. 1991, Sistem Pemerintahan Indonesia:Jakarta.Gema Insane Press.
http://aiardian.wordpress.com/2009/07/22/contoh-makalah-etika-pemerintahan/
http://politikana.com/baca/2011/03/05/etika-pemerintahan.html

More Related Content

What's hot

UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASNUU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASNKacung Abdullah
 
Uu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negara
Uu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negaraUu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negara
Uu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negaraWinarto Winartoap
 
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil NegaraUndang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil NegaraKetut Artayasa
 
Undang undang no 5 tahun 2014 tentang ASN
Undang undang no 5 tahun 2014 tentang ASNUndang undang no 5 tahun 2014 tentang ASN
Undang undang no 5 tahun 2014 tentang ASNid_tribudi
 
UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraUU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraZulfikri Armada
 
Nasionalisme gol iii-part ii
Nasionalisme gol iii-part iiNasionalisme gol iii-part ii
Nasionalisme gol iii-part iihadiarnowo
 
Pns sebagai perekat bangsa
Pns sebagai perekat bangsaPns sebagai perekat bangsa
Pns sebagai perekat bangsaAgus Dwiyanto
 
Etika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iii
Etika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iiiEtika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iii
Etika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iiiHettyPermatawati
 

What's hot (10)

UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASNUU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
 
Uu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negara
Uu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negaraUu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negara
Uu no 5-th 2014 tentang aparatur sipil negara
 
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil NegaraUndang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
 
Undang undang no 5 tahun 2014 tentang ASN
Undang undang no 5 tahun 2014 tentang ASNUndang undang no 5 tahun 2014 tentang ASN
Undang undang no 5 tahun 2014 tentang ASN
 
UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraUU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
 
Kepegawaian
KepegawaianKepegawaian
Kepegawaian
 
Nasionalisme gol iii-part ii
Nasionalisme gol iii-part iiNasionalisme gol iii-part ii
Nasionalisme gol iii-part ii
 
Uu5 2014 aparatursipilnegara
Uu5 2014 aparatursipilnegaraUu5 2014 aparatursipilnegara
Uu5 2014 aparatursipilnegara
 
Pns sebagai perekat bangsa
Pns sebagai perekat bangsaPns sebagai perekat bangsa
Pns sebagai perekat bangsa
 
Etika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iii
Etika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iiiEtika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iii
Etika publik latsar ciloto 27 28 juni 2019 gol iii
 

Similar to Makalah etika provesi pns

Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...
Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...
Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...Dede Anggraini
 
Etika administrasi publik 1
Etika administrasi publik 1Etika administrasi publik 1
Etika administrasi publik 1Andi Irawan
 
Government Ethics / Etika pemerintahan
Government Ethics / Etika pemerintahanGovernment Ethics / Etika pemerintahan
Government Ethics / Etika pemerintahanYuca Siahaan
 
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...Baim TwotauzZen'nTen
 
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...Baim TwotauzZen'nTen
 
BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....
BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....
BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....vanset98
 
2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...
2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...
2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...NovitaHerlissha
 
Etika dalam organisasi
Etika dalam organisasiEtika dalam organisasi
Etika dalam organisasidiannur10
 
BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...
BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...
BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...Edo Fitriansyah
 
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...rianafitri1
 
BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...
BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...
BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...Annisa Nurlestari
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem EtikaMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etikanorma 28
 
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...Muh Agus Priyetno
 
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...Muh Agus Priyetno
 

Similar to Makalah etika provesi pns (20)

54997172 etika-organisasi-pemerintah
54997172 etika-organisasi-pemerintah54997172 etika-organisasi-pemerintah
54997172 etika-organisasi-pemerintah
 
54997172 etika-organisasi-pemerintah
54997172 etika-organisasi-pemerintah54997172 etika-organisasi-pemerintah
54997172 etika-organisasi-pemerintah
 
Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...
Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...
Be&gg, dede anggraini, hapzi ali, philosophic ethics business, universita...
 
118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1
 
Etika administrasi publik 1
Etika administrasi publik 1Etika administrasi publik 1
Etika administrasi publik 1
 
Government Ethics / Etika pemerintahan
Government Ethics / Etika pemerintahanGovernment Ethics / Etika pemerintahan
Government Ethics / Etika pemerintahan
 
Etika Pemerintahan
Etika PemerintahanEtika Pemerintahan
Etika Pemerintahan
 
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
 
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
Analisis tindakan penegak hukum yang melanggar etika dipandang dari teori dan...
 
BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....
BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....
BE & GG, Ivan Setiawan, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Ethics & Conflict Interest....
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...
2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...
2, BE & GG, Novita Herlissha, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Concepts and ...
 
Etika dalam organisasi
Etika dalam organisasiEtika dalam organisasi
Etika dalam organisasi
 
BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...
BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...
BE & GG 14, Edo Fitriansyah, Hapzi Ali, conflict interest di perusahaan,Mercu...
 
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
 
BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...
BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...
BE GCG, Annisa Nurlestari, Hapzi Ali, Philosophical Ethics and Business di In...
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem EtikaMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
 
Koordinasi pkb
Koordinasi pkbKoordinasi pkb
Koordinasi pkb
 
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
 
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
BE & GG, Muh Agus Priyetno, Prof Dr Ir Hapzi, Philosophical Ethics and Busine...
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

Recently uploaded

Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa IndonesiaSalinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesiasdn4mangkujayan
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfjeffrisovana999
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANDevonneDillaElFachri
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptxASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptxAdrimanMulya
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptxAbidinMaulana
 

Recently uploaded (11)

Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa IndonesiaSalinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
 
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
 
Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotecAbortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptxASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
 

Makalah etika provesi pns

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintahan di dalam suatu negara merupakan unsure yang sangat penting. Pemerintahan merupakan sebuah unsure yang digunakan sebagai suatu syarat berdirinya suatu negara. Tanpa pemerintahan, maka suatu negara tidak akan dapat terbentuk. Pemerintah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital terutama didalam mengayomi dan melayani masyarakat. Pada makalah ini saya akan membahas fkungsi dan peran pemerintah menurut Van de Spiegel. Van de Spiegel merupakan seorang ahli pemerintahan yang berasal dari negeri Belanda. Menurut beliau, peran dan fungsi pemerintah sangat mulia, yaitu untuk memimpin hidup bersama manusia ke arah kebahagian dunia dan akhirat yang sebesar-besarnya, tanpa merugikan orang lain secara tidak sah di dalam tata kehidupan dan kebersamaan. Adapun kebahagian dapat dibedakan dalam dua arti yaitu kebahagian rokhaniah (verstandijk geluk) dan kebahagian jasmaniah (lichamelijk geluk). sedangkan kebahagiaan jasmaniah suatu bangsa tergantung pada kebebasan (vrijheid), keamanan (veiligheid), kesehatan (gezonheid) dan kemakmuran (overloed). Untuk mewujudkan fungsi dan peran pemerintah menurut Van de Spiegel, maka terlebih dahulu suatu pemerintahan tersebut haruslah bersih dan memiliki etika yang baik. Etika merupakan sesuatu yang sangat pokok di dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan. Oleh karena itu etika pemerintahan sangat berkaitan erat dengan fungsi dan oemerintah menurut Van de Spiegel. Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat menarik dibahas, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan. Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan. Permasalahan yang muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana kondisi saat itu dan daerah tertentu yang mengatakan bahwa sesuatu dianggap etis saja atau dapat
  • 2. dibenarkan, namun di tempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat tergantung pada seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sanksi apa yang akan diterapkan sanksi sosial atau moral ataukah sanksi hokum. Semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat. Dalam penulisan ini kami akan mencoba membahas tentang apa yang dimaksudkan dengan Etika, mengapa kita memerlukan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dari mana Etika Birokrasi dibentuk dan sejauhmana peraturan Kepegawaian dapat menjadi bagian dari penerapan Etika Birokrasi di negara kita.
  • 3. BAB II PEMBAHASAN PENGERTIAN ETIKA Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan dalam dirinya minta ditaati pula oleh orang lain. Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian kata Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri. Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari ilmu pengetahuan (cognitive) bukan pada afektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan semangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogyanya tidak ada masyarakat tanpa moral, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif dalam masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal yang baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam kontak sosial dengan masyarakat. Ini berarti Etika tidak hanya sebatas moralitas individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih dari itu menyangkut perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis atau tidak. Menurut Drs.Haryanto, MA, Etika merupakan instrumen dalam masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dimasyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral. Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat setempat. Dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normatif tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut Etika Birokrasi.
  • 4. ETIKA DALAM BIROKRASI. Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapkan kita, pasti akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketika kita mengharapkan agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang perlu diperhatikan oleh aparat Birokrasi tadi. Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel. Menurut Agus Dwiyanto, alasan pertama adalah masalah – masalah yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalah – masalah publik yang semakin banyak dan kompleks dan harus diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalah yang berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain. Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam ‘grey area’ seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi ‘policy guidance’ kepada para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika birokrasi. Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika
  • 5. kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Dari alasan yang dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi itu sendiri yang seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Birokrat itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani, diatur dan diberdayakan. Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaku di tengah-tengah masyarakat. NILAI-NILAI MASYARAKAT Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri. Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat sulit bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang dilakukannya itu tidak etis atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan malah manut saja melihat perilaku yang adan dalam jajaran aparat birokrasi. Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai kewenangan untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya menurut versi atau pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan aturan main di masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung diseragamkan melalui peraturan Kepegawaian yang telah diatur oleh Birokrasi tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan tugasnya dia berada di tengah-tengah masyarakat. Pertanyaannya sekarang apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang mengatur Aparat Birokrasi dapat dikatakan etis pula dalam masyarakat ataupun sebaliknya.
  • 6. Drs. Haryanto,MA dalam makalahnya berpendapat “adalah sulit untuk menyetujui atau tidak mengenai perlunya Etika tersebut diundangkan secara formal.”. Etika sebagaimana telah dikatakan sebelumnya sangat terkait dengan moralitas yang mana di dalamnya memiliki pertimbangan-pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang apa yang disebut sebagai ‘kebenaran dan ketidakbenaran’ dan ‘kepantasan dan ketidakpantasan’. Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan Etika Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita, sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih jauh lagi disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sanksi yang jelas dan tegas, ini semua membutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk menaatinya. Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sanksi yang menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sanksi fisik atau hukuman tetapi berupa sanksi sosial, seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkungan masyarakat tersebut. Sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat). Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para aparat birokrasi mudah tergelincir atau terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang. Kondisi lain, tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri turut menentukan perilaku tersebut. Untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum atau norma aturan yang perlu disepakati bersama untuk dilakukan. Perlu juga diayomi dengan aturan hukum yang jelas dan sanksi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia. Seiring dengan itu Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh olehDrs. Haryanto, MA, terdapat tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu : 1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan. 2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia melaksanakan transaksi untuk kepentinagn dinas. 3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam tugas- tugas sebagai pejabat pemerintah. 4. Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak- pihak yang tidak berhak. 5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin pemerintah.
  • 7. Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku dan tindakan oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak. Untuk itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang Etika biasanya tidak tertulis dan sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut. Untuk itu kami mencoba merekomendasikan Kode Etik Birokrasi mengacu kepada ketentuan Peraturan kepegawaian bagi Pegawai Negeri di Indonesia. IMPLEMENTASI ETIKA BIROKRASI Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi. Berbicara Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi itu karena secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri. Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah dan memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hierarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara organisatoris dan hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang telah ditetapkan. Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main organisasi Birokrasi atau Pegawai Negeri yang kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, diatur oleh Undang-undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (Sapta Prasetya KORPRI) dan di kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Kode Etik itu dibaca secara bersama–sama pada kesempatan tertentu yang kadang-kadang diikuti oleh wejangan dari seorang pimpinanupacara yang disebut inspektur upacara (IRUP). Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi–kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan menumbuhkan sikap mental dan moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan dan upacara–upacara nasional. Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai sekarang belum diketahui sampai seberapa jauh dan juga belum dapat dipantau secara jelas apakah perbuatan seseorang melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya dan apa sanksinya. Dengan demikian Kode Etik dapat benar-benar dipergunakan sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak. Namun demikian, apapun maksud yang
  • 8. hendak dicapai dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya. Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para aparat Birokrasi. Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat sebagai berikut : 1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggungjawabnya. Dalam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujudkan Aparat Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur kedudukan dan kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian. 2. Aturan mengenai kedudukan Pegawai Negeri sipil Pegawai Negeri sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan yang telah ditentukan. 3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang baik, dianggap berjasa bagi negara dan masyarakat. Bentukpenghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya sesuai pangkat. Tujuan penghargaan ini diharapkan agar menjadi contoh kepada yang lain dalam melaksanakan tugas.
  • 9. 4. Keanggotaan Pegawai Negeri dalam Partai Politik Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya agar lebih beretika dan bermoral dan agar terhindar dari kepentingan partai politik, maka sebaiknya Pegawai Negeri tidak masuk dalam politik praktis demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat birokrasi. 5. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai berikut : kewajiban, larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, antara lain mengatur tentang : - Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah. - Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap menerima sanksinya. - Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. - Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan negara. - Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material. - Mentaati ketentuan jam kerja. - Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. - Bersikap adil dan bijaksana terhadap bawahannya. - Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya. - Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan kariernya. - Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama pegawai dan atasannya. Sementara larangan bagi aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai Kode Etik Birokrasi, yaitu larangan seperti : - Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil. - Menyalahgunakan wewenangnya. - Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara. - Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
  • 10. - Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan. - Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya. - Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintah. - Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untukkepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat dipahami oleh Pegawai Negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari Etika atau kode etik Pegawai Negeri. Selain Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah sanksi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Jenis sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sanksi tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari : 1. Hukuman disiplin ringan antara lain teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis. 2. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain penundaan kenaikkan gaji berkala untuk paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun dan Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun. 3. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah paling lama satu tahun, Pembebasan dari jabatan, Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri sipil dan Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil. Dari sanksi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja pelanggar Etika atau peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di atas, jelaslah bagi kita beratnya sanksi atau hukuman yang telah ditentukan. Permasalahan sekarang kembali lagi kepada penegakkan sanksi atas pelanggaran Etika tersebut, betul-betul dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar atau hanya sebatas retorika ataupun sanksi sosial saja. Sanksi sosial hanya efektif apabila aparat Birokrasi itu berada di tengah-tengah masyarakat, sementara apabila dalam organisasi Birokrasi harus tegas berupa sanksi hukuman sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.
  • 11. BAB III P E N U T U P Uraian-uraian dari makalah yang disajikan diatas, hanya merupakan konsep ideal yang diharapkan dari aparat pelaksana pemerintahan di Indonesia yang merupakan aparat birokrasi di negara kita dengan tugas dan fungsi pokok untuk melayani masyarakat, mengatur masyarakat dan memberdayakan masyarakat. Fungsi-fungsi ini dapat dilaksanakan dengan baik apabila Aparat Birokrasi tersebut memiliki Etika dalam bekerja. Etika Birokrasi bukan hanya sekedar retorika yang didengungkan baik lewat Sapta Pra Setya Korpri maupun Sapta Marga dan sederetan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Tentang kepegawaian. Yang lebih penting bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut dapat dihayati dan diamalkan dalam berperilaku sebagai Aparat Birokrasi dan yang tidak kalah penting yaitu bagaimana penegakkan hukum atau sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan yang telah disepakati dan ditentukan tersebut. Hukuman atau sanksi perlu ditegakkan secara merata tanpa pandang bulu apakah dia atasan atau bawahan. Masyarakat juga berhak menentukan kode Etik atau aturan dalam masyarakat yang juga turut mengatur keberadaan seorang Aparat Birokrasi di lingkungannya. Kalau memang melanggar harus ada komitmen bersama untuk mentaati aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jadi yang disebut Etika Birokrasi merupakan norma aturan yang melekat pada anggota atau aparat Birokrasi itu sendiri dimana pun dan kapan pun dia berada, baik di kantor maupun di tengah-tengah masyarakat, dia terikat dengan aturan kepegawaian dan aturan norma dalam masyarakat yang menjadi lansasan Etika dalam bertindak dan berperilaku dalam melaksanakan tugasnya. Ketika semua etika di dalam suatu birokrasi telah terimplementasikan dengan baik, maka insyaallah cita-cita mulia dari Van de Spiegel tentang pemerintahan kita untuk membawa kebahagiaan sebesar-besarnya baik dunia maupun akhirat tanpa merugikan pihak lain secara tidak sah akan terwujud.
  • 12. DAFTAR PUSTAKA Fernanda, M.Soc.Sc, Drs.Desi. 2006.Etika Organisasi Pemerintah:Modul Pendidikan Dan Pelatihan Prajabatan Golongan III.Jakarta.Lembaga Administrasi Negara. Kencana, Inu. 1991, Sistem Pemerintahan Indonesia:Jakarta.Gema Insane Press. http://aiardian.wordpress.com/2009/07/22/contoh-makalah-etika-pemerintahan/ http://politikana.com/baca/2011/03/05/etika-pemerintahan.html