Dokumen tersebut membahas tentang hadis Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya menjauhi perkara-perkara yang samar agar terhindar dari perbuatan dosa. Hadis ini menyatakan bahwa halal dan haram sudah jelas, namun ada perkara-perkara samar di antara keduanya yang sebaiknya dihindari.
4. TERJEMAH
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim Telah menceritakan kepada
kami Zakaria dari 'Amir berkata; aku mendengar An Nu'man bin Basyir
berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: “Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas.
Namun diantara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak
diketahui oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menjauhi diri dari
yang syubhat berarti telah memelihara agamanya dan kehormatannya.
Dan barangsiapa yang sampai jatuh (mengerjakan) pada perkara-
perkara syubhat, sungguh dia seperti seorang penggembala yang
menggembalakan ternaknya di pinggir jurang yang dikhawatirkan akan
jatuh ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batasan, dan
ketahuilah bahwa batasan larangan Allah di bumi-Nya adalah apa-apa
yang diharamkan-Nya. Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal
darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak
maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati”. (H.R. Bukhari
No. 50, Kitab: Iman, Bab: Keutamaan orang yang memelihara agamanya)
6. MAKSUD LAFADZ
“Yang halal sudah
jelas dan yang
haram juga sudah
jelas. Namun
diantara keduanya
ada perkara
syubhat (samar)
yang tidak diketahui
oleh banyak orang.
Maka barangsiapa yang
menjauhi diri dari
yang syubhat berarti telah
memelihara agamanya dan
kehormatannya. Dan
barangsiapa yang sampai jatuh
(mengerjakan) pada perkara-
perkara syubhat, sungguh dia
seperti seorang penggembala
yang menggembalakan
ternaknya di pinggir jurang
yang dikhawatirkan akan jatuh
ke dalamnya. Ketahuilah
bahwa setiap raja memiliki
batasan, dan ketahuilah bahwa
batasan larangan Allah di
bumi-Nya adalah apa-apa yang
diharamkan-Nya.
Dan ketahuilah pada
setiap tubuh ada
segumpal darah
yang apabila baik
maka baiklah tubuh
tersebut dan apabila
rusak maka rusaklah
tubuh tersebut.
Ketahuilah, ia adalah
hati”.
7. JENIS DAN KUALITAS
HADITS
Jenis hadits
Jenis hadits ini tergolong
hadits shahih yang
merupakan hadits riwayat
Bukhari No. 50 yang terdapat
dalam Kitab: Iman Bab:
Keutamaan orang yang
memelihara agamanya dan
terdapat juga dalam hadits
yang diriwayatkan Muslim No.
2996 dalam Kitab: Pengairan
Bab: mengambil yang halal
dan meninggalkan yang
haram, namun memiliki lafadz
yang sedikit berbeda.
Kualitas hadits:
Hadits ini merupakan hadits
shahih yang bisa diterima
oleh kalangan ulama hadits,
karena haditsnya tergolong
hadits maqbul. Adapun hadits
yang digolongkan maqbul
adalah jenis hadits shahih dan
hasan.
8. TASHIH dan
I’TIBAR
Dari segi sanad hadits ini muttasil dan sampai kepada Rasulullah saw. Sanad awal sampai
sanad akhir dalam keadaan muttasil, tidak ada yang munfashil.
An-Nu’man bin Basyir
bin Sa’ad
Amir bin syarahil
Zakariya bin Abi Za’idah
Khalid
Al Fadlol bin Dukain bin
Hammad bin Zuhair
Dari segi matan, hadits ini baik, tidak ada pertentangan dan hadits ini juga ditakhrijkan oleh Muslim
No. 2996, Tirmidzi No.1126, Ahmad No. 17624, Abu Daud No. 2892, dan Nasa’i No. 5614.
Dari segi Rawi akhir, hadits ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah
bin Bardizbah (Bukhari)
I’tibar: Terdapat dalam kitab shahih bukhari No. 50 Kitab: Iman Bab: Keutamaan
orang yang memelihara agamanya
9. TA’AMMUL HADITS
Dalam melakukan segala perbuatan jauhilah perkara
yang syubhat, karena perkara tersebut samar, tidak
dapat ditentukan apakah ada dosa atau mudharat di
dalamnya. Oleh karena itu, termasuk sikap wara’
adalah meninggalkan perkara syubhat. Banyak
melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang
kepada perbuatan haram dan hendaknya menjauhkan
diri dari perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat
menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
Selain itu, hendaknya memberikan perhatian terhadap
masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan
pertanda baiknya hati.
10. MUNASABAH
.... Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan melampaui batas (QS. Ali Imran: 112)
Mereka bertahap dalam bermaksiat, sampai akhirnya pada tahapan
membunuh para nabi. Kebiasaan mereka banyak berbuat durhaka terhadap
perintah Allah, senang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah dan
melanggar batasan Allah. Batasan Allah disini adalah batasan yang sudah
Allah tetapkan halal dan haramnya, adapun perkara yang syubhat, maka
hendaknya kita jauhi agar kita tidak melampaui batas.
11. ISTINBATH AHKAM
Penjelasan pembagian segala sesuatu dalam syariat ini kepada tiga bagian, halal
(yang jelas), haram (yang jelas), dan perkara yang samar berkisar di antara
keduanya.
Sesungguhnya perkara yang syubhat tidak diketahui oleh mayoritas orang, dan
hanya sebagian mereka saja yang mengetahui hukumnya dengan dalilnya.
Meninggalkan perkara yang syubhat sampai (benar-benar) diketahui
kehalalannya.
Perumpamaan digunakan untuk memahami perkara yang abstrak kepada perkara
yang kongkrit.
Sesungguhnya seseorang, jika ia terjatuh ke dalam perkara syubhat, ia akan
mudah meremehkan perkara-perkara yang jelas (haramnya).
Penjelasan agungnya kedudukan hati, dan seluruh anggota tubuh mengikutinya.
Seluruh anggota tubuh akan baik jika hatinya baik, dan akan buruk jika hatinya
buruk.
Sesungguhnya kerusakan lahir (seseorang) menunjukkan kerusakan batinnya.
Berhati-hati (dan menjauhi diri) dari perkara-perkara syubhat merupakan
penjagaan diri terhadap agama seseorang dari kekurangan, dan penjagaan
terhadap harga dirinya dari celaan-celaan.
12. HIKMAH
Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara
yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal
yang diharamkan. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan
haram serta haramnya sarana dan cara kearah sana. Hati-hati dalam
masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-
perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.
13. PROBLEMATIKA
TAFHIM DAN TATBIQ
Kategori perkara syubhat:
• Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah masih haram
hukumnya atau tidak.
• Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya
• Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua
kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal
semacam ini sebaiknya dihindari
“barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah
yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
• Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal
semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya
membuat dia berani melakukan hal yang haram,
• Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena
hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah
terjerumus kedalam perkara haram
16. TERJEMAH
Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Al
Walid berkata, telah bercerita kepadaku Ibnu Jabir berkata, telah
bercerita kepadaku 'Umair bin Hani' bahwa dia mendengar Mu'awiyah
berkata, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: “Senantiasa akan ada dari ummatku, (sekelompok) ummat
yang tegak di atas urusan agama Allah, tidak dapat membahayakan
mereka orang yang menghina mereka dan tidak pula orang yang
menyelisih mereka hingga datang ketetapan Allah atas mereka dan
mereka dalam keadaan seperti itu (tetap tegak dalam urusan agama
Allah)”. 'Umair berkata; "Maka Malik bin Yukhamir berkata; ' Muadz
berkata; "Mereka berada di negeri Syam". Lalu Mu'awiyah berkata; Ini
Malik, yang mengaku bahwa dia mendengar bahwa Mu'adz menyatakan
bahwa sekelompok ummat itu berada di negeri Syam". (H.R. Bukhari
No. 3369, Kitab: Perilaku budi pekerti yang terpuji,
Bab: Permintaan orang-orang Musyrik agar Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam memperlihatkan tanda kenabian)
17. TERJEMAH MUFRODAT
ٍُلاَزَيٍ َ:لSenantiasa akan
ada/masih ada
ٍيِتَّمٍُأْنِ:مdari ummatku
ٍةَّمُأٍِ ٍَّاّلل ِرْمَأِبٍةَمِئاَق :(sekelompok)
ummat yang tegak di atas
urusan agama Allah
ٍْمُهُّرُضَيٍ َ:لtidak dapat
membahayakan mereka
ٍْمُهَلَذَخٍْنَم:orang yang
menghina mereka
ٍْمُهَفَلَاخٍْنَم:orang yang
menyelisih mereka
ىَّتَح:hingga
ٍِ ٍَّاّللُرْمٍَأْمُهَيِتْأَي:datang ketetapan
Allah
18. MAKSUD LAFADZ
• “Senantiasa akan ada dari ummatku,
(sekelompok) ummat yang tegak di atas urusan
agama Allah”
• “tidak dapat membahayakan mereka orang yang
menghina mereka dan tidak pula orang yang
menyelisih mereka hingga datang ketetapan Allah
atas mereka dan mereka dalam keadaan seperti
itu (tetap tegak dalam urusan agama Allah)”.
19. JENIS DAN KUALITAS
HADITS
Jenis hadits
Haidts ini tergolong hadits
shahih yang merupakan
hadits riwayat Bukhari No.
3369, Kitab: Perilaku budi
pekerti yang terpuji, bab:
Permintaan orang-orang
Musyrik agar Nabi saw.
memperlihatkan tanda
kenabian.
Kualitas hadits:
Hadits ini merupakan hadits
shahih yang bisa diterima
oleh kalangan ulama hadits,
karena haditsnya tergolong
hadits maqbul. Adapun
hadits yang digolongkan
maqbul adalah jenis hadits
shahih dan hasan.
20. TASHIH
Dari segi sanad hadits ini muttasil dan sampai kepada Rasulullah saw. Sanad awal sampai
sanad akhir dalam keadaan muttasil, tidak ada yang munfashil.
Mu’awiyah bin Abu
Sufyan shakhr bin
Harb bin Umayyah
Umair bin Hani
Abdur Rahman bin
Yazid bin Jabir
Al Walid bin Muslim
Abdullah bin az
Zubair bin ‘Isa bin
‘Ubaidillah
Mu’awiyah bin Abu
Sufyan shakhr bin
Harb bin Umayyah
Malik bin Yakhamir Umair bin Hani
Abdur Rahman bin
Yazid bin Jabir
Al Walid bin Muslim
Abdullah bin az
Zubair bin ‘Isa bin
‘Ubaidillah
21. TASHIH DAN I’TIBAR
Dari segi matan, hadits ini baik, tidak ada pertentangan dan hadits ini juga
ditakhrijkan oleh Muslim No.3544 dan Ahmad No. 17433
Dari segi Rawi akhir, hadits ini diriwayatkan Muhammad bin Isma'il bin
Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah (Bukhari)
I’tibar: Terdapat dalam kitab shahih bukhari No. 50 Kitab: Iman Bab:
Keutamaan orang yang memelihara agamanya, dan hadits ini ditakhrijkan
pula oleh Muslim No.3544 dan Ahmad No. 17433.
22. TA’AMMUL HADITS
Sebagai ummat Rasulullah saw. akhir zaman, hendaknya
kita menjadi ummatnya yang selalu menegakkan
kebenaran, menyuruh kepada kebenaran dan melarang
kemunkaran. Tidak ada yang dapat memeberi mudharat
kepada mereka, sampai ketetapan Allah datang. Mereka
adalah golongan yang menolong agama Allah, maka Allah
akan menolongnya dan meneguhkan kedudukannya.
23. MUNASABAH
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. Ali-
Imran: 110)
24. MUNASABAH
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu
(QS. Muhammad: 7)
Dari keterangan ayat-ayat diatas dapat disimpulkan bahwa
penegak kebenaran ataupun amar ma’ruf nahi mungkar adalah
kaum muslimin. Ayat diatas juga menjelaskan bahwa ada
segolongan/sebagian umat Muslim ada yang berfungsi sebagai
penyeruh kebaikan dan ada yang mencegah kemungkaran. Allah
memberikan janji-Nya terhadap orang yang menegakkan
kebenaran, yakni Allah akan menolongnya dan meneguhkan
kedudukannya.
25. HIKMAH
Akan selalu ada golongan dari ummat Nabi Muhammad yang akan menegakkan
kebenaran.
Dan Tidak akan ada yang mampu memudharatkan orang yang menegakkan
agama Allah tersebut (selama mereka masih berada dalam keadaan seperti itu),
kecuali Allah menghendaki.
Allah akan menolong para penegak agama Allah, dan Allah akan memberikan
kedudukan yang kokoh bagi mereka.
26. PROBLEMATIKA
TAFHIM DAN TATBIQ
Tidak terdapat permasalahan yang rumit dalam memahami dan
men-syarah-kan hadits ini, karena kata-kata yang disampaikan
sangat mudah untuk dipahami.
29. TERJEMAH
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan
kepada kami Waki' dari Sufyan. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah keduanya dari
Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dan ini adalah hadits Abu Bakar, "Orang
pertama yang berkhutbah pada Hari Raya sebelum shalat Hari Raya didirikan ialah
Marwan. Lalu seorang lelaki berdiri dan berkata kepadanya, "Shalat Hari Raya
hendaklah dilakukan sebelum membaca khutbah." Marwan menjawab, "Sungguh,
apa yang ada dalam khutbah sudah banyak ditinggalkan." Kemudian Abu Said
berkata, "Sungguh, orang ini telah memutuskan (melakukan) sebagaimana yang
pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda:
"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah
kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya
dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.
Itulah selemah-lemah iman." Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib
Muhammad bin al-Ala' telah menceritakan kepada kami Abu Mua'wiyah telah
menceritakan kepada kami al-A'masy dari Ismail bin Raja' dari bapaknya dari Abu
Sa'id al-Khudri dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Abu Sa'id al-Khudri
dalam kisah Marwan, dan hadits Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
seperti hadits Syu'bah dan Sufyan." (HR. Muslim No. 70, Kitab: Iman, Bab:
Penjelasan bahwa mencegah kemunkaran adalah bagian dari iman, dan bahwa iman
itu bertambah dan berkurang)
30. TERJEMAH MUFRODAT
ٍْنَم : Barangsiapa
ىَأَر : melihat
ارَكْنُم : kemungkaran
ٍُه ْرَِيغُيْلَف : mencegah
kemungkaran
itu/merubahnya
ٍِهِدَيِب : dengan
tangannya
ٍْعِطَتْسَيٍْمَل : tidak mampu
ٍِهِناَسِلِب : dengan lisan
ٍِهِبْلَقِبَف : dengan hatinya
(doa)
ٍُفَعْضَأ : selemah-lemah
ٍِانَميِ ْال : iman
31. MAKSUD LAFADZ
Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya
(kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya ; dan
jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya”, maksudnya hendaklah ia mengingkari
perbuatan itu dalam hatinya. Hal semacam itu tidaklah dikatakan telah merubah atau
melenyapkan, tetapi itulah yang sanggup ia kerjakan. Dan kalimat “demikian itu
adalah selemah-lemah iman” maksudnya ialah paling sedikit hasilnya (pengaruhnya).
32. JENIS DAN KUALITAS
HADITS
Jenis hadits
Jenis hadits ini tergolong hadits
shahih yang merupakan hadits
riwayat Muslim No. 70, Kitab: Iman,
Bab: Penjelasan bahwa mencegah
kemunkaran adalah bagian dari
iman, dan bahwa iman itu
bertambah dan berkurang.
Kualitas hadits
Hadits ini merupakan
hadits shahih yang bisa
diterima oleh kalangan
ulama hadits, karena
haditsnya tergolong
hadits maqbul. Adapun
hadits yang digolongkan
maqbul adalah jenis
hadits shahih dan hasan
33. TASHIH
Dari segi sanad hadits ini muttasil dan sampai kepada Rasulullah saw. Sanad awal sampai
sanad akhir dalam keadaan muttasil, tidak ada yang munfashil.
Sa'ad bin Malik bin
Sinan bin 'Ubaid
Thariq bin Syihab
bin 'Abdu Syams bin
Hilal bin Salamah
bin 'Auf-
Qais bin Muslim
Sufyan bin Sa'id bin
Masruq
Waki' bin Al Jarrah
bin Malih-
Abdullah bin
Muhammad bin
Abi Syaibah Ibrahim
bin 'Utsman
Sa'ad bin Malik bin
Sinan bin 'Ubaid
Thariq bin Syihab
bin 'Abdu Syams bin
Hilal bin Salamah
bin 'Auf-
Qais bin Muslim
Syu’bah bin Al
Hajjaj bin al Warad
Muhammad bin
Ja’far
Muhammad bin Al
Mutsanna bin ‘Ubaid
Raja’ bin Rabi’ah
Isma’il bin Raja’
bin Rabi’ah
Sulaiman bin
Mihran
Muhammad bin
Khazim
Muhammad bin Al
‘Alaa’ bin Kuraib
34. TASHIH DAN I’TIBAR
Dari segi matan, hadits ini baik, tidak ada pertentangan dan hadits ini juga
ditakhrijkan oleh Abu Daud No. 963, Ahmad No. 10651, Ibnu Majah No. 1265
dan Tirmidzi No. 2098
Dari segi Rawi akhir, hadits ini diriwayatkan Muslim bin al Hajjaj bin Muslim
bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi (Muslim)
I’tibar: Terdapat dalam kitab shahih Muslim No. 70, Kitab: Iman, Bab:
Penjelasan bahwa mencegah kemunkaran adalah bagian dari iman, dan
bahwa iman itu bertambah dan berkurang
Sa'ad bin Malik bin
Sinan bin 'Ubaid
Thariq bin Syihab
bin 'Abdu Syams bin
Hilal bin Salamah
bin 'Auf-
Qais bin Muslim
Sulaiman bin
Mihran
Muhammad bin
Khazim
Muhammad bin Al
‘Alaa’ bin Kuraib
35. TA’AMMUL HADITS
Amar ma’ruf dan nahi mungkar yang dibebankan kepada setiap muslim, jika ia telah
menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka
pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia hanya diperintah menjalankan
amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak harus sampai bisa diterima oleh yang diberi
peringatan.
Para ulama berkata : “Tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak hanya menjadi
kewajiban para penguasa, tetapi tugas setiap muslim”. Yang diperintahkan melakukan
amar ma’ruf nahi mungkar adalah orang mengetahui tentang apa yang dinilai sebagai hal
yang ma’ruf atau mungkar. Bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar
seyogyanya dilakukan dengan sikap santun agar dapat lebih mendekatkan kepada tujuan.
Imam Syafi’i berkata: “Orang yang menasihati saudaranya dengan cara tertutup, maka
orang itu telah benar-benar menasihatinya dan berbuat baik kepadanya. Akan tetapi orang
yang menasihatinya secara terbuka, maka sesungguhnya ia telah menistakannya dan
merendahkannya”.
Hal yang sering diabaikan orang dalam hal ini, yaitu ketika mereka melihat seseorang
menjual barang atau hewan yang mengandung cacat tetapi ia tidak mau menjelaskannya,
ternyata mereka tidak mau menegur dan memberitahukan kepada pembeli atas cacat
yang ada pada barang itu. Orang-orang semacam itu bertanggung jawab terhadap
kemungkaran tersebut, karena agama itu adalah nasihat (kejujuran), maka barang siapa
tidak mau berlaku jujur atau memberi nasihat, berarti ia telah berlaku curang.
36. MUNASABAH
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang
sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah
mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya,
maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan (QS. Al Maidah: 105)
37. MUNASABAH
Maknanya adalah jika kalian telah melaksanakan
kewajiban kalian berupa amar ma'ruf dan nahi munkar
sesuai dengan kemampuan kalian, maka sungguh kalian
telah menunaikan apa yang diwajibkan atas kalian. Dan
setelah itu tidak dapat memadharratkan kalian kesesatan
orang-orang yang sesat jika kalian beri petunjuk.
Dan Syaikh (guru) kami Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-
Syinqithi rahimahullah tatkala menjelaskan ayat ini dalam
kitabnya Adhwaa-ul Bayaan memiliki perincian secara
teliti dan mendalam dalam permasalahan amar ma'ruf dan
nahi munkar. Dan akan sangat baik jika (para pembaca)
kembali kepada kitab tersebut agar mendapatkan faidah
(yang banyak).
38. ASBABUL WURUD
Muslim meriwayatkan Hadits ini dari jalan Thariq bin Syihab, ia berkata: Orang yang pertama kali
mendahulukan khutbah pada hari raya sebelum shalat adalah Marwan. Lalu seorang laki-laki
datang kepadanya, kemudian berkata: “Shalat sebelum khutbah?”. Lalu (laki-laki tersebut) berkata
: “Orang itu (Marwan) telah meninggalkan yang ada di sana (Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam)”. Abu Sa’id berkata : “Adapun dalam hal semacam ini telah ada ketentuannya. Saya
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : ‘Barang siapa di antaramu melihat
kemungkaran hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya(kekuasaannya); jika
ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya); dan jika tak sanggup juga, maka dengan
hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman’ “.
Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan semacam itu belum pernah dilakukan oleh siapa pun
sebelum Marwan.
Jika ada yang bertanya: “Mengapa Abu Sa’id terlambat mencegah kemungkaran ini, sampai laki-
laki tersebut mencegahnya?” Ada yang menjawab : “Mungkin Abu Sa’id belum hadir ketika Marwan
berkhutbah sebelum shalat. Lelaki itu tidak menyetujui perbuatan tersebut, lalu Abu Sa’id datang
ketika kedua orang tersebut sedang berdebat. Atau mungkin Abu Sa’id sudah hadir tetapi ia
merasa takut untuk mencegahnya, karena khawatir timbul fitnah akibat pencegahannya itu,
sehingga tidak dilakukan. Atau mungkin Abu Sa’id sudah berniat mencegah, tetapi lelaki itu
mendahuluinya, kemudian Abu Sa’id mendukungnya”. Wallaahu a’lam.
Ibnu Daqiqil ‘Ied. Syarhul arba’iina hadiitsan An-nawawiyah. Diterjemahkan oleh Muhammad
Thalib. Yogyakarta: Media Hidayah. Halaman: 50-53
39. ISTINBATH AHKAM
Amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah, sehingga jika telah
ada yang menjalankannya, maka yang lain terbebas. Jika semua orang meninggalkannya,
maka berdosalah semua orang yang mampu melaksanakannya, terkecuali yang ada
udzur. Kemudian ada kalanya menjadi wajib ‘ain bagi seseorang. Misalnya, jika di suatu
tempat yang tidak ada orang lain yang mengetahui kemungkaran itu selain dia, atau
kemungkaran itu hanya bisa dicegah oleh dia sendiri, misalnya seseorang yang melihat
istri, anak, atau pembantunya melakukan kemungkaran atau kurang dalam melaksanakan
kewajibannya.
Para ulama berkata : “Tanggung jawab amar ma’ruf dan nahi mungkar itu tidaklah terlepas
dari diri seseorang hanya Karena ia beranggapan bahwa peringatannya tidak akan
diterima. Dalam keadaan demikian ia tetap saja wajib menjalankannya. Allah berfirman:
“Berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin”.(QS. 51 :
55)
Para ulama berkata : “Orang yang menyampaikan amar ma’ruf nahi mungkar tidaklah
diharuskan dirinya telah sempurna melaksanakan semua yang menjadi perintah agama
dan meninggalkan semua yang menjadi larangannya. Ia tetap wajib menjalankan amar
ma’ruf nahi mungkar sekalipun perbuatannya sendiri menyalahi hal itu. Hal ini Karena
seseorang wajib melakukan dua perkara, yaitu menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar
kepada diri sendiri dan kepada orang lain.”
40. HIKMAH
Sepatutnya para pencari akhirat dan orang yang berusaha mendapatkan
keridhaan Allah memperhatikan masalah ini. Hal ini karena kemanfaatannya
amat besar, apalagi sebagian besar orang sudah tidak peduli, dan orang yang
melakukan pencegahan kemungkaran tidak lagi ditakuti, karena martabatnya
yang rendah. Allah berfirman : “Sungguh, Allah pasti menolong orang yang
menolong-Nya”. (QS. 22 :40)
Ketahuilah bahwa pahala itu diberikan sesuai dengan usahanya dan tidak
boleh meninggalkan nahi mungkar ini hanya karena ikatan persahabatan atau
kecintaan, sebab sahabat yang jujur ialah orang yang membantu saudaranya
untuk memajukan kepentingan akhiratnya, sekalipun hal itu dapat
menimbulkan kerugian dalam urusan dunianya. Adapun orang yang menjadi
musuh ialah orang yang berusaha merugikan usaha untuk kepentingan
akhiratnya atau menguranginya sekalipun sikapnya seperti dapat membawa
keuntungan duniawinya
41. PROBLEMATIKA
TAFHIM DAN TATBIQ
…Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk…(QS.
Al Maidah: 105). Menurut para ulama ahli tahqiq adalah bahwa
makna ayat tersebut ialah jika kamu sekalian melaksanakan apa
yang dibebankan kepadamu, maka kamu tidak akan menjadi rugi
bila orang lain menyalahi kamu. Hal ini semakna dengan firman
Allah: “Seseorang tidaklah menanggung dosa orang lain”. (QS. 6 :
164)
Inilah pendapat yang dipilih oleh sebagian besar ulama tahqiq.
42. PROBLEMATIKA
TAFHIM DAN TATBIQ
Syaikh Muhyidin berkata : “Ketahuilah bahwa sejak lama amar ma’ruf nahi
mungkar ini oleh sebagian besar orang telah diabaikan. Pada masa-masa ini hanyalah
tinggal dalam tulisan yang amat sedikit, padahal ini merupakan hal yang amat besar
peranannya bagi tegaknya urusan umat dan kekuasaan. Apabila perbuatan-perbuatan
buruk merajalela, maka orang-orang shalih maupun orang-orang jahat semuanya
akan tertimpa adzab. Jika orang yang shalih tidak mau menahan tangan orang yang
zhalim, maka nyaris adzab Allah akan menimpa mereka semua. Allah berfirman:
“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya khawatir tertimpa fitnah
atau adzab yang pedih”. (QS. 24 : 63)
44. MATAN DAN SANAD
َانَثَّدَحىَيْحَيٍُْنبٍَُّوبيَأٍُةَبْيَتُق َوٍْبٍُنٍيدِعَسٍُْنبا َوٍرْجُحواُلاَقٍَّدَحَانَثٍُليِعَمْسِإ
ٍَونُنْعَيٍَْنباٍرَفْعَجٍْنَعٍِء ََلَعْالٍْنَعٍِبَأٍِهيٍْنَعيِبَأٍَةَْريَرُهٍَّنَأٍُسَرٍَلوٍِ َّاّللىَّلَص
ٍُ َّاّللٍِهْيَلَعٍَمَّلَس َوٍَلاَقٍْنَماَعَدىَلِإٍدُهىٍَانَكٍُهَلٍْنِمٍِرْجَ ْاْلٍُلْثِمٍُجُأٍِورٍْنَم
ٍُهَعِبَتٍَلٍُصُقْنَيٍَكِلَذٍْنِمٍْمِه ِورُجُأٍْيَشائٍْنَم َواَعَدىَلِإٍةَل ََلَضٍَكٍَانٍِهْيَلَعٍْنِم
ٍِمْثِ ْالٍُلْثِمٍِامَثآٍْنَمٍُهَعِبَتٍَلٍُصُقْنَيٍَذٍَكِلٍْنِمٍْمِهِامَثآاْئيَش(رواهمسلم)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa'id dan
Ibnu Hujr, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il yaitu Ibnu
Ja'far dari Al 'Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: “Barang siapa mengajak
kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang
diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia
akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (H.R. Muslim No.
4831, Kitab: Ilmu, Bab: Barangsiapa membuat contoh baik)
46. MAKSUD LAFADZ
“Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala
sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun.” Lafadz Hadits di atas menjelaskan
bahwa orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat pahala
sebesar pahala orang yang mengerjakan ajakkannya tanpa dikurangi
sedikitpun.
“Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan
mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”. Begitu pula orang yang mengajak
kepada kesesatan akan mendapat dosa sebesar dosa orang yang
mengerjakannya tanpa dikurangi sedikit pun.
Tidak diragukan lagi bahwa hadis ini merupakan berita gembira bagi mereka
yang suka mengajak orang lain untuk mengerjakan kebaikan, Allah Swt
memberikan penghargaan tinggi bagi mereka yang suka mengajak kepada
kebaikan.
47. JENIS DAN KUALITAS
HADITS
Jenis hadits
Jenis hadits ini tergolong
hadits shahih yang
merupakan hadits riwayat
Muslim No. 4831, Kitab:
Ilmu, Bab: Barangsiapa
membuat contoh baik.
Kualitas hadits
Hadits ini merupakan
hadits shahih yang bisa
diterima oleh kalangan
ulama hadits, karena
haditsnya tergolong
hadits maqbul. Adapun
hadits yang digolongkan
maqbul adalah jenis
hadits shahih dan
hasan.
48. TASHIH
Dari segi sanad hadits ini muttasil dan sampai kepada Rasulullah saw. Sanad awal sampai
sanad akhir dalam keadaan muttasil, tidak ada yang munfashil.
Abdur Rahman bin
Shakhr
Abdur Rahman bin
Ya'qub
Al 'Alaa' bin
'Abdur Rahman bin
Ya'qub
Isma'il bin Ja'far
bin Abi Katsir
Yahya bin Ayyub
Abdur Rahman bin
Shakhr
Abdur Rahman bin
Ya'qub
Al 'Alaa' bin 'Abdur
Rahman bin Ya'qub
Isma'il bin Ja'far
bin Abi Katsir
Qutaibah bin Sa’id
bin Jamil bin Tharif
bin ‘Abdullah
Abdur Rahman bin
Shakhr
Abdur Rahman bin
Ya'qub
Al 'Alaa' bin
'Abdur Rahman bin
Ya'qub
Isma'il bin Ja'far
bin Abi Katsir
Ali bin Hajar bin
Iyas
49. TASHIH DAN I’TIBAR
Dari segi matan, hadits ini baik, tidak ada pertentangan dan hadits ini juga
ditakhrijkan oleh Tirmidzi No. 2598 dan Ibnu Majah No. 202.
Dari segi Rawi akhir, hadits ini diriwayatkan Muslim bin al Hajjaj bin Muslim
bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi (Muslim)
I’tibar: Terdapat dalam kitab shahih Muslim No. 4831, Kitab: Ilmu, Bab:
Barangsiapa membuat contoh baik.
50. TA’AMMUL HADITS
Hadits ini memberi motivasi terhadap orang beriman yang
senantiasa melakukan kebaikan agar ia dapat berlomba-
lomba dalam kebaikan, dengan mencontohkan suatu
perkara atau amal yang baik yang dapat dicontoh saudara
muslim lainnya.
51. MUNASABAH
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri? (Q.S. Fushilat: 33)
Orang yang mencontohkan dan menyeru untuk
mengerjakan amal saleh adalah orang yang tergolong baik
perkataannya. Jangan sampai kita memberikan contoh yang
melanggar syariat, yang kelak akan diikuti oleh orang yang
terdorong didalam hatinya untuk melakukan perbuatan
buruk tersebut, kita akan merugi, karena hal itu merupakan
amalan buruk (dosa jariyah).
52. ISTINBATH AHKAM
Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia
akan mendapat pahala sebanyak pahala yang
diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada
kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak
yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikitpun.
53. HIKMAH
Penyeru agama Allah adalah orang yang terbaik perkataannya. Sebagai faktor
yang membuat manusia bersungguh-sungguh melakukan dakwah kepada
agama Allah karena Allah mengangkat derajat ketempat yang paling tinggi.
Yakni, Allah menjadikan mereka sebagai manusia yang terbaik perkataannya.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Fushilat ayat 33.
Pahala yang besar bagi orang yang disebabkan usahanya orang lain
mendapat petunjuk.
Allah Ta’ala dan segala makhluk di langit dan dibumi bershalawat kepada
penyeru kebaikan kepada manusia. “Sesungguhnya Allah, Malaikat-Nya serta
penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya
sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia.” H.R. Tirmidzi No. 2609
54. PROBLEMATIKA
TAFHIM DAN TATBIQ
Tidak terdapat permasalahan yang rumit dalam memahami dan
men-syarah-kan hadits ini, karena kata-kata yang disampaikan
sangat mudah untuk dipahami.