Dokumen tersebut membahas tentang identifikasi masalah sosial budaya dalam pembaharuan masyarakat pedesaan. Ia menjelaskan pentingnya mengidentifikasi masalah-masalah sosial budaya yang dihadapi masyarakat desa sebelum melakukan pembaharuan, seperti masalah sengketa agraria dan migrasi penduduk. Dokumen ini juga menyebutkan beberapa tokoh sosiologi dan pandangan mereka terkait konsep masyar
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Struktur&lembaga sos
1. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
VI. MASALAH SOSIAL BUDAYA DALAM
PEMBAHARUAN MASYARAKAT PEDESAAN
6.1. Mengapa Identifikasi Masalah Sosial Budaya Diperlukan?
Suatu langkah terpenting untuk diperhatikan sewaktu melakukan
pembaharuan terhadap masyarakat adalah melaksanakan identifikasi
masalah yang dihadapi sehingga solusi yang dikedepankan nantinya
relatif lebih tepat membidik sasaran. Dalam perspektif sosiologi, konsep
masyarakat diutarakan Parsons (1968) sebagai suatu sistem sosial yang
berswasembada (self subsistent) dengan ciri eksistensinya melebihi masa
hidup individu normal dan merekrut anggota secara reproduksi biologis
serta melakukan sosialisasi terhadap barisan generasi berikutnya. Tentu
batasan konsep masyarakat yang dikemukakan Parsons ini menguatkan
asumsi bahwa pada setiap kelompok masyarakat selalu ditemukam gerak
kedinamikaan.
Seorang tokoh sosiolog lain bernama Shils (1972) menambahkan
ciri masyarakat yang lebih spesifik diperhatikan yakni mencakup adanya
aspek pemenuhan kebutuhan sendiri dalam komponen yang berkaitan
dengan: pengaturan diri (self regulation), reproduksi sendiri (self
reproduction) dan penciptaan diri (self generation). Ketiga komponen
yang dibutuhkan bercorak heterogen, serba unik dan khas karena setiap
individu yang menjadi anggota warga masyarakat memiliki kaitan
kepentingan yang berbeda satu dengan lainnya. Dalam pemenuhan tiga
komponen kepentingan yang dijelaskan oleh Shils (1972) menguatkan
kepastian bahwa masyarakat selalu diwarnai ragam jenis masalah baik
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
83
2. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
berdimensi sosial, budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan,
teknologi, lingkungan, ideologi, pertahanan maupun keamanan. Dengan
mengacu pada rumusan konsep masyarakat yang berciri khusus seperti
diterangkan di atas, semakin dipahami ternyata tidak semua kelompok
individu dapat disebut masyarakat.
Dari sudut pandang lain, kajian sosiologi membedakan masyarakat
dalam dua pengertian yakni masyarakat dalam arti paguyuban atau lebih
dekat dengan makna konsep community dan masyarakat dalam arti
patembayan lebih dekat dengan konsep society. Pada konsep community
yang dikedepankan terkait dengan berbagai perbedaan hubungan sosial
yang mementingkan aspek emosi, sentimen, suara hati nurani dan ikatan
batin diantara sesama anggota masyarakat. Lain halnya dengan society
yang lebih mengarah pada ragam hubungan kerja yang bersifat lebih
rasional. Jika dikaitkan dengan konsep masyarakat yang dikemukakan
Parsons (1968) dan Shlis (1972) maka tampaknya makna masyarakat
yang dimaksud lebih dekat dengan konsep community (Soemardjan dan
Soemardi, 1964).
Masyarakat yang bermukim di daerah pedesaan juga mempunyai
kekhasan dalam mencerminkan ciri ditandai: kemampuan bertahan
melebihi masa hidup individu, penambahan semua atau sebagian warga
baru melalui proses reproduksi, loyalitas atau kesetiaan. Adapula
penekanan pada pembentukan sistem tindakan utama yang disepakati
bersama dan terdapat sistem tindakan utama bersifat swasembada. Pada
masyarakat pedesaan melekat kebersamaan yang diikat oleh kekuatan
yang intim antara solidaritas mekanik dengan conscience collective
seperti dinyatakan Durkheim (Abdullah dan Leeden, 1986).
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
84
3. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Sajogyo (1985) telah mengingatkan bahwa hakekat hidup dalam
suatu masyarakat ialah organisasi berbagai kepentingan perseorangan,
pengetahuan sikap orang yang satu terhadap yang lain dan pemusatan
individu dalam ragam kelompok guna merealisasikan tindakan bersama.
Rangkaian hubungan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dapat
dilihat sebagai suatu rencana atau sistem yang dinamakan struktur sosial.
Adapun bagaimana sebenarnya semua proses mekanisme kerja dari
berbagai hubungan sosial mengatur hidup antar individu mencerminkan
sifat masyarakat dikenal sebagai fungsi sosial. Struktur sosial dan fungsi
sosial mempunyai peran strategis dalam perkembangan masyarakat
sehingga tepat jika diibaratkan urat nadi masyarakat.
Tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang bermukim di kawasan
perkotaan, masyarakat di daerah pedesaan juga mengalami banyak
masalah khususnya saat menghadapi upaya pembaharuan baik yang
bersifat top down maupun bottom up. Dari kajian sosiologis dipandang,
masyarakat di pedesaan memiliki sederetan masalah sosial budaya
khususnya saat terintegrasi dalam proses pembaharuan. Pengungkapan
masalah sosial budaya penting dilakukan dalam pembaharuan
masyarakat di pedesaan karena dilatarbelakangi beberapa alasan berikut:
1. Ragam masalah sosial budaya merupakan sumber dari segala
sumber kemunculan berbagai faktor penyebab yang memicu
kegagalan pembaharuan dalam masyarakat pedesaan.
2. Melalui diagnosa yang cermat diketahui bahwa masalah sosial
budaya selalu memiliki akar persoalan yang perlu diidentifikasi
secara spesifik agar dapat ditangani secara tepat karena sangat
menghambat pencapaian tujuan pembaharuan masyarakat desa.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
85
4. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
3. Masalah sosial budaya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
kemunculan masalah berdimensi lain seperti: ekonomi, politik,
ideologi, lingkungan, pertahanan dan keamanan.
4. Daya pengaruh berbagai masalah sosial budaya yang menjadi
kendala proses pembaharuan masyarakat pedesaan berbeda.
Oleh karenanya, yang cenderung dikenal ialan masalah sosial
budaya primer, sekunder dan tertier.
5. Masalah sosial budaya mempunyai keterkaitan kuat dengan
sentuhan motif kepentingan sumberdaya manusia baik terhadap
figur individual, kelompok maupun warga masyarakat pada
umumnya. Jadi keberadaan masalah sosial budaya, yang bisa
saja menjadi batu kerikil penghambat kelancaran jalan bagi
upaya pembaharuan masyarakat di pedesaan. Keberadaan
masalah sosial budaya tidak dapat dibiarkan berlangsung terus
dalam tenggang waktu yang berlarut-larut.
6. Masalah sosial budaya yang ditemukan pada tatanan masyarakat
pedesaan mampu melukiskan potret liputan keterbelakangan dan
ketertinggalan dari berbagai kelemahan sumberdaya manusia
seperti: kebutuhan yang tidak tercukupi, aspirasi yang tidak
tersalurkan, konflik/sengketa, benturan antara budaya lokal
dengan budaya luar, ketimpangan sosial, ketidakseimbangan
pembagian peranan, perubahan budaya (cultural change),
pemudaran modal sosial dan kearifan lokal.
Dengan mencermati lingkup masalah sosial budaya masyarakat
pedesaan yang begitu luas menambah kepastian pentingnya mengenali
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
86
5. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
tentang keberadaan dan daya kekuatan pengaruhnya terhadap berbagai
upaya pembaharuan masyarakat. Tanpa melakukan langkah identifikasi
dan pengenalan terhadap cakupan masalah sosial budaya pada saat
pengadaan pembaharuan masyarakat pedesaan maka hasil yang dicapai
cenderung tidak memuaskan. Tujuan tak tercapai sehingga kegiatan
mubazir dan sia-sia karena tidak tepat mengenai sasaran yang
ditetapkan. Identifikasi masalah sosial budaya dibutuhkan dalam setiap
pelaksanaan pembaharuan. Langkah untuk mengungkap masalah secara
terinci sebaiknya dilakukan pada awal perencanaan ide atau program
pembaharuan sebagai bahan pertimbangan yang berharga dan berguna
untuk merumuskan ragam alternatif solusi yang bisa ditawarkan.
6.2. Identifikasi Beberapa Masalah Sosial Budaya
Adagium yang penting untuk selalu dipegang dalam memahami
eksistensi masyarakat dimanapun berada dan pada waktu kapanpun
semasa hidupnya selalu akan mengalami perubahan. Hanya saja gerak
perubahan yang terjadi bervariasi. Ada perubahan yang berlangsung
secara cepat (revolusioner) dan sebaliknya ada juga yang bergerak
dengan lambat (evolusioner). Khusus perubahan yang evolusioner,
biasanya sering terjadi dengan perlahan sekali sehingga tidak sempat
menggugah kesadaran setiap orang untuk yakin terjadi ragam bentuk
perubahan. Jikapun ada perubahan dinilai seolah-olah kurang berarti.
Dari berbagai perubahan yang berlangsung, mulai latar belakang
disertai proses lanjutan berikut dampaknya sebagian ada yang sangat
menarik perhatian terutama para peneliti dan pengamat masalah sosial.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
87
6. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Deretan perubahan yang menarik perhatian tersebut biasanya dinilai
mempunyai pengaruh besar terhadap pergeseran atau pergantian ragam
komponen sosial kemasyarakatan. Efek yang ditimbulkan diperkirakan
sampai menjangkau kepentingan masyarakat luas. Sebaliknya, ada juga
perubahan yang tidak menarik perhatian orang lain sebab dampak yang
ditimbulkan kurang nyata dan secara signifikan tak bersinggungan
dengan kepentingan orang banyak.
Sama dengan banyak pandangan orang luar (outsider), yang berani
menyatakan bahwa sebagian masyarakat pedesaan tidak mengalami
pembaharuan berarti atau nyaris statis. Mereka ibaratkan bagai tengah
jalan di tempat, tidak maju dan tidak berubah. Pernyataan ini tentu
tidaklah selalu benar atau karena hanya didasarkan hasil pengamatan
sepintas tanpa ketelitian cermat. Dengan pengamatan mendalam,
kesadaran semakin kuat untuk mengungkapkan bahwa tidak ada suatu
masyarakatpun yang stagnan atau terhenti sama sekali dalam gerak
perkembangannya sepanjang masa seperti ditegaskan Soemardjan dan
Soemardi (1974).
Dinamika pembaharuan merupakan inti dari penampilan jiwa
masyarakat. Sementara, sudah disadari bahwa dalam menggerakkan
poros dinamika masyarakat pedesaan selalu ditemukan ragam masalah
sosial budaya yang senantiasa berpengaruh luas dan rawan mengancam
pencapaian tujuan pembaharuan baik yang direncanakan maupun tidak
terencana secara sistematis. Masalah sosial budaya yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat bisa saja bersumber dari dalam sistem sosial lokal
atau dikenal sebagai masalah internal. Sebaliknya, dapat juga berasal
dari luar sistem sosial lokal atau disebut masalah eksternal.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
88
7. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Mengingat fungsi penting dari serangkaian masalah sosial budaya,
satu langkah awal paling penting dicermati sebelum memperbaharui
masyarakat pedesaan ialah segera mengenali dan mengidentifikasi
jenjang skala prioritas masalah sosial budaya dilengkapi informasi
pendukung. Atas kesadaran pengaruh masalah sosial budaya yang sangat
menentukan terhadap pencapaian rangkaian titik tujuan pembaharuan
masyarakat pedesaan, sejak lama telah memotivasi para ahli sosiolog
untuk berpartisipasi dalam pengungkapan potret masalah sosial budaya
yang ditemukan pada berbagai kalangan masyarakat pedesaan.
Sewaktu menelusuri perjalanan sejarah sosial masyarakat ternyata
suatu fenomena khusus sering mengimplikasikan masalah sosial budaya
yang jauh lebih mendalam. Pelzer (1991) menunjukkan masalah sosial
budaya yang menyangkut sengketa agraria antara pihak pengusaha
perkebunan melawan petani di Sumatera Timur pada masa kolonialisme.
Dengan tajam Pelzer (1991) membeberkan bahwa pada taraf teknologis,
pertentangan inheren makin terbukti ada antara pertanian perkebunan
padat karya versus pertanian ladang padat tanah.
Puncak pertentangan yang berintikan sengketa agraria ini telah
terlampiaskan melalui bangkitnya gelora emosi dan nafsu untuk saling
berdebat. Isi perdebatan terfokus pada penetapan kepastian berapa luas
lahan yang harus dilepaskan pihak perkebunan untuk penanaman bahan
pangan penduduk asli. Masalah sengketa agraria memberikan efek pada
taraf ekonomi dan taraf politik. Agar masalah dapat teredam, pengusaha
memutuskan bertindak membendung keterlibatan petani kecil dalam
pertanian perkebunan sebagai tanaman perdagangan.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
89
8. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Pada waktu bersamaan, didatangkan gelombang buruh dalam
jumlah yang sangat banyak dari tanah Jawa untuk jadi tenaga kerja di
perkebunan. Dengan memegang prinsip hubungan tawar menawar khas
yang berintikan pernyataan: dia menekan saya; saya menekan engkau
dan engkau menekan dia akhirnya mendorong gerakan ribuan penduduk
liar membanjiri perkebunan dan menuntut penyelesaian sengketa agraria
yang terjadi saat itu. Tanah perkebunan dialihfungsikan dengan paksa
oleh penduduk menjadi rumah tempat tinggal. Setelah tiba zaman
kemerdekaan, pihak perkebunan mencoba meminta bantuan pemerintah
untuk memindahkan penduduk liar dan memberi pagar pembatas lahan
perkebunan. Namun usaha ini tak berhasil jua. Traktor perkebunan
gagal melawan acungan cangkul petani yang marah. Solusi terakhir
yang ditempuh dijelaskan Pelzer (1991) ialah menggunakan kekuatan
militer atau tentara yang berhak mengambil fungsi lahan sekaligus
dipercaya untuk mengelolanya. Masalah sosial budaya pada masa
lampau seperti dilukiskan Pelzer (1991) menjadi isyarat atau sinyal yang
menandakan hal serupa bisa terjadi pada masa sekarang dan mendatang.
Menurut Chambers (1987) masalah sosial budaya yang umum
ditemukan pada masyarakat pedesaan lebih mengarah pada jalinan mata
rantai yang kadang-kadang disebut lingkaran setan, sindrom kemiskinan
atau perangkap kemiskinan. Dikemukakannya, terdapat lima perangkap
yang sering menjadi masalah serius dalam pembaharuan masyarakat
pedesaan. Kelima perangkap yang dimaksudkan meliputi: kemiskinan,
kelemahan fisik, kerawanan, ketidakberdayaan dan isolasi.
Dengan mengkaitkan kelima masalah tersebut ternyata diperoleh
20 pola kemungkinan yang membuktikan adanya hubungan kausal
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
90
9. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
dalam keadaan negatif membentuk semacam jaringan untuk menjebak
masyarakat pedesaan secara terus-menerus berada dalam belenggu
kemelaratan. Lebih jauh lagi, Chambers (1987) menunjukkan bahwa ke
20 pola hasil keterkaitan antar kelima masalah sosial budaya pada
masyarakat pedesaan yang mempunyai hubungan saling terkait satu
dengan lainnya dan bersifat kausal mempunyai kekuatan yang berbeda
dari tiap mata rantai seperti yang dapat tercermati pada Gambar 2.
Gambar 2. Perangkap Masalah Kemiskinan
Diadaptasi dari Chambers (1987)
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
91
KETIDAK-
BERDAYAAN
ISOLASI
KEMISKINAN
KERAWANAN
KELEMAHAN
FISIK
10. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Mengacu pada tampilan Gambar 2 maka diketahui simpul 20 pola
hasil keterkaitan antar kelima masalah sosial budaya pada masyarakat
pedesaan dijelaskan sebagai berikut:
(1) Ketidakberdayaan dengan kerawanan.
(2) Ketidakberdayaan dengan kelemahan fisik.
(3) Ketidakberdayaan dengan kemiskinan.
(4) Ketidakberdayaan dengan isolasi.
(5) Kerawanan dengan ketidakberdayaan.
(6) Kerawanan dengan kelemahan fisik.
(7) Kerawanan dengan kemiskinan.
(8) Kerawanan dengan isolasi.
(9) Kelemahan fisik dengan kemiskinan.
(10) Kelemahan fisik dan isolasi.
(11) Kelemahan fisik dengan ketidakberdayaan.
(12) Kelemahan fisik dengan kerawanan.
(13) Kemiskinan dengan isolasi.
(14) Kemiskinan dengan ketidakberdayaan.
(15) Kemiskinan dengan kerawanan.
(16) Kemiskinan dengan kelemahan fisik.
(17) Isolasi dengan ketidakberdayaan.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
92
11. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
(18) Isolasi dengan kerawanan.
(19) Isolasi dengan kelemahan fisik.
(20) Isolasi dengan kemiskinan.
Dengan demikian, tanpa keraguan Chambers (1987) menegaskan
bahwa suatu masalah vital yang paling menonjol dalam penghambatan
gerak kedinamikaan masyarakat pedesaan ialah kemiskinan. Masalah
kemiskinan merupakan faktor paling berpengaruh dibanding faktor lain
yang berkaitan langsung dengan kondisi rawan pangan dan gizi
seimbang yang mengakibatkan kelemahan jasmani. Pada tubuh yang
lemah mudah diserang berbagai jenis penyakit; sementara karena belitan
kemiskinan membuat anggota masyarakat kesulitan membayar biaya
pengobatan.
Masalah sosial budaya lain terungkap dari akses masyarakat
pedesaan yang masih rendah terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
kesehatan. Hasil penelitian Idanati dan Santoso (2003) menunjukkan
wanita dari kalangan masyarakat miskin di lingkungan pemukiman
pedesaan ternyata mempunyai riwayat kesehatan reproduksi yang rawan
terkena maternal death. Akses wanita miskin terhadap berbagai fasilitas
kesehatan reproduksi yang telah disediakan pemerintah sulit dijangkau
karena tekanan berbagai faktor misalnya: streotype yang berlaku sering
beranggapan bahwa fase hamil, fase melahirkan dan fase pasca partus
merupakan bagian hidup yang memang menjadi kodrat kaum wanita.
Faktor nilai budaya yang membuat rambu-rambu wanita hamil di
desa berpantang ragam jenis pangan bergizi untuk dikonsumsi juga turut
menjadi akar masalah rendahnya kesehatan reproduksi yang dicapai.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
93
12. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Faktor lain yang berpengaruh kuat adalah ketiadaan biaya periksa ke
bidan/petugas medis lain sehingga ada keengganan pergi ke puskesmas
ataupun pusat pelayanan kesehatan reproduksi lainnya. Akses wanita
miskin yang rendah terhadap pelayanan kesehatan reproduksi erat
kaitannya dengan faktor geografis yang dibuktikan dari lokasi mukim
mereka jauh dari jangkauan sarana transportasi. Kalangan warga ini
umumnya menetap tinggal di dusun ataupun grumbul yang terisolasi
secara geografis seperti pedesaan tepian hutan dengan kondisi jalan
belum diaspal dengan kemiringan yang tinggi.
Masyarakat pedesaan dikenal juga sebagai sebagai warga yang
paling dominan terlibat dalam pekerjaan pertanian. Geertz (1983)
menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya di beberapa pedesaan Jawa
terungkap bahwa akibat pertambahan penduduk yang semakin padat
menyebabkan pada satu wilayah persawahan beririgasi terdapat dua
ekosistem dengan dua pola pertanian yaitu pertanian padat modal dan
pertanian padat tenaga kerja. Hubungan kedua pola bersifat simbiosis
saling menguntungkan. Meskipun demikian, lebih jauh lagi ditegaskan
oleh Geertz (1983) bahwa perkembangan masyarakat di pedesaan telah
mendapat kerugian karena sudah banyak kehilangan corak tradisi lama
sementara corak tradisi baru yang modern belum berhasil diikuti.
Irama gerak perkembangan masyarakat pedesaan diumpamakan
Geertz menjadi seolah-olah terhenti pada taraf post traditional, yang
dicirikan oleh kondisi pola pertanian sawah dinilai macet atau mandeg
dan produktivitas per orang tidak naik karena menampung pertambahan
penduduk, yang tak diterima pada sektor non pertanian. Kondisi
kemandegan ditandai dengan gerak kemajuan yang berlangsung lambat.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
94
13. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Jikapun ada gerak misalnya hanya bagai orang berjalan atau berlari di
tempat sehingga kurang menghasilkan kemajuan yang berarti. Geertz
(1983) menyebutkan realitas ini dengan istilah involusi pertanian yakni
suatu bagian dari masalah sosial budaya yang perlu mendapat sorotan
perhatian paling utama dalam pemberdayaan masyarakat di pedesaan.
Masalah lain yang menyentuh dimensi sosial budaya masyarakat
menyangkut realitas peningkatan aksi kekerasan kolektif yang tampak
semakin rawan terjadi di pedesaan. Dari berbagai hasil penelitian yang
disarikan Mas’oed, et al., (2001) diterangkan bahwa intensitas masalah
kekerasan kolektif meningkat disebabkan kelompok-kelompok dalam
masyarakat termasuk di pedesaan tengah mengalami sindrom pergeseran
konfigurasi dari yang intersected menjadi consolidated.
Dari sisi perspektif sosiologis sendiri, Blau (1964) telah dengan
rinci menjelaskan konseptualisasi struktur pemilahan sosial (social
cleavages) dalam masyarakat, yang pada hakekatnya dapat berkembang
dalam dua pola konfigurasi yakni intersected dan intersected menjadi
consolidated. Pembentukan pola konfigurasi struktur pemilahan sosial
biasanya sesuai dengan irama gerak dinamika masyarakat.
Perlu dicermati, sesaat homogenitas masyarakat tinggi pada atribut
sosial tertentu maka konfigurasi pemilahan sosial cenderung mengarah
pada consolidated misalnya Etnis X dikenal ulet dalam menekuni profesi
sebagai nelayan dan rata-rata memeluk Agama A, Etnis Y sebagai warga
yang giat bekerja keras menjadi pedagang sekaligus penganut Agama B
sedangkan Etnis Z aktif bekerja sebagai buruh pabrik dengan beragama
Agama C. Lain halnya jika suatu kelompok masyarakat yang berciri
heterogenitas dalam berbagai atribut sosial seperti satu etnis memiliki
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
95
14. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
pola nafkah beraneka, menganut agama yang berbeda dan mempunyai
corak budaya campuran maka konfigurasi pemilahan sosial yang
terbentuk ialah intersected.
Pada kondisi struktural masyarakat tengah mempunyai konfigurasi
pemilahan sosial consolidated cenderung terjadi penguatan identitas
kelompok dan mendorong terciptanya kohesi yang kuat dan lebih tertata
kokoh. Sebagai konsekuensinya, ikatan kolektivitas dan solidaritas kian
tinggi dan potensial meningkatkan kesadaran konflik terutama terhadap
kelompok lain yang dianggap berbeda kelas, orientasi nilai budaya,
haluan keyakinan (agama), ideologi, etnis, status, kepentingan dan
berbagai jenis atribut lain. Dalam pemaparan selanjutnya, Mas’oed, et
al., (2001) juga menguraikan bahwa pada anggota masyarakat dengan
intensitas konflik tinggi cenderung lebih mudah menterjemahkan konflik
yang menyangkut kondisi objektif (konflik objektif) menjadi konflik
pribadi (konflik subjektif). Masalah sosial budaya berbentuk kekerasan
kolektif ini juga rawan ditemukan di berbagai kalangan masyarakat
pedesaan. seperti: kerusuhan massa akibat ketegangan agama dan sosial
di Situbondo, kasus tawuran warga antar desa saat pemilihan kepala desa
di Purbalingga, amuk massa di Cilacap dan Banyumas menyangkut
sengketa tanah, penjarahan massa terhadap tanaman produktif di
beberapa areal hutan milik Perhutani (Banyumas dan Cilacap).
Masalah sosial budaya lain yang menarik perhatian dan tengah
menjadi persoalan krusial pada masyarakat pedesaan menyangkut
ketahanan pangan yang masih lemah atau rawan terkena food insecurity.
Hasil penelitian Santoso (2006) menemukan realitas kerawanan pangan
yang menghimpit masyarakat miskin di pedesaan sebenarnya tidak
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
96
15. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
terlepas dari belenggu keterdesakan ekonomi dan ketergantungan yang
tinggi terhadap beras sebagai bahan pangan pokok. Kewajiban makan
nasi yang telah lama tersosialisasi dalam masyarakat membentuk
stereotype yang kuat untuk meyakini ‘kalau belum makan nasi maka diri
belum makan.’ Meski sebenarnya sudah mengkonsumsi jenis pangan
lain dari bahan non beras.
Proses sosialisasi makan nasi pada masyarakat pedesaan yang
semula mengkonsumsi pangan dari bahan ketela, jagung, sagu, ubi jalar
dan sebagainya merupakan hasil dari aktivasi peran interaksi sesuai
pemikiran Charles H. Cooley yang diuraikan lebih lanjut oleh Horton
and Hunt (1984) tentang konsep diri (self concept). Konsep diri dalam
masalah pilihan pangan beras terus berkembang melalui interaksi
dengan orang lain atau disebut juga dengan konsep looking glass self.
Artinya, setiap anggota masyarakat berpeluang besar memantulkan
perilaku diri sesuai tanggapan masyarakat terhadapnya termasuk dalam
soal penetapan pangan pokok berbahan baku beras. Ketergantungan
masyarakat pedesaan pada beras sebagai pangan pokok primadona
sekarang terusik oleh fakta kenaikan harga beras yang melaju terus
sampai tidak terimbangi jumlah pendapatan mereka yang stagnan atau
tak menentu. Masyarakat pedesaan terutama yang tergolong miskin
mengalami kesulitan mengkonsumsi nasi.
Berbagai strategi survival telah dilakukan misalnya: mengurangi
frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua atau satu kali sehari, mengirit
lauk pauk, membeli beras dengan berhutang/mencicil ke warung atau
kembali beralih makan pangan berbahan baku non beras. Namun
kesemuanya mengkondisikan masyarakat pedesaan makin rawan terkena
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
97
16. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
food insecurity seperti yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian
Santoso, et al., (2001). Masalah ancaman kerawanan pangan yang
dihadapi masyarakat pedesaan perlu diselesaikan secara serius sebab jika
tidak maka dampak yang ditimbulkan berpengaruh terhadap lemahnya
kualitas sumberdaya manusia di masa sekarang dan masa mendatang.
Bahkan, yang lebih dikhawatirkan lagi food insecurity akan dapat
menyebabkan persoalan lost generation atau suatu generasi hilang
karena mengalami keterbelakangan dan kelemahan baik pada aspek fisik
maupun mental sehingga tak mampu berpikir, berkarya dan bersaing
melanjutkan pembangunan nasional menapaki perkembangan zaman.
Setiap masalah sosial budaya yang dihadapi masyarakat pedesaan
tentu membutuhkan solusi atau pemecahan masalah yang tepat sasaran.
Beberapa masalah sosial budaya penting yang dominan menghambat
kemajuan masyarakat di pedesaan antara lain ialah:
1. Kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan
struktural merupakan kemiskinan yang diderita oleh segolongan
warga masyarakat dikarenakan kondisi struktur sosial yanga ada
tidak memungkinkan untuk menggunakan sumber-sumber
pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Soemardjan,
1980). Adapun yang dimaksud kemiskinan kultural yaitu
kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor-faktor non ekonomi
termasuk di dalamnya aspek kejiwaan, nilai-nilai budaya yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga
menjadikan mereka miskin. Misalnya, nilai budaya yang dimiliki
sebagian masyarakat desa masih beranggapan bahwa kondisi
hidup miskin adalah takdir atau sudah suratan tangan yang
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
98
17. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
ditetapkan Tuhan. Kemiskinan kultural mendorong masyarakat
tetap bersikap fatalism, apatis, masa bodoh, pasrah (nrimo), cepat
curiga dan enggan menanggung risiko.
2. Perilaku survival yang masih kurang adaptif dalam memenuhi
kebutuhan pokok.
3. Akses masyarakat pedesaan terhadap pemilikan, penguasaan dan
pemanfaatan fungsi lahan subur terus melemah.
4. Budaya kewirausahaan cenderung kurang berkembang sehingga
mempersempit peluang dan kesempatan melakukan ragam usaha
produktif.
5. Eksistensi dan fungsi kelembagaan lokal sulit berkembang untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di pedesaan.
Nugroho (2005) menyatakan bahwa ironisnya ditengah-tengah
era reformasi dengan segala ekses negatif yang menyertainya
saat ini, kurang tampak kiprah dan kontribusi fungsi serta peran
lembaga lokal dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang
ada. Dikemukakannya juga keberadaan lembaga lokal seakan-
akan tenggelam oleh arus euforia politik yang memunculkan
suatu persoalan krusial. Persoalan dilematis ini membutuhkan
penanganan atau penyelesaian secara cepat dan tuntas. Padahal
kelembagaan lokal yang berakar kuat dalam struktur masyarakat
pedesaan potensial berfungsi sebagai jembatan perantara atau
sarana penyeimbang dalam proses pembaharuan. Lembaga lokal
menjadi wadah pemuat nilai-nilai kebersamaan masyarakat desa
seperti: solidaritas dan ikatan kolektivitas.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
99
18. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
6. Ketahanan pangan dengan gizi seimbang pada tingkat individu
dan rumahtangga sulit ditingkatkan selama bahan pangan pokok
tetap berorientasi pada beras.
7. Minat dan ketertarikan masyarakat khususnya kalangan generasi
muda untuk menekuni kegiatan produktif pertanian menurun.
Padahal sesuai potensi sumberdaya alam lokal, kegiatan
pertanian mempunyai prospek besar sebagai sumber pendapatan
Tentu pertanian yang dimaksud disini dalam arti luas; tidak
hanya bercocok tanam tetapi juga membudidayakan ternak/ikan
dan mengelola agribisnis dan agroindustri pengolahan ragam
hasil pertanian. Pengembangan pertanian sebagai pola nafkah
utama paling strategis digiatkan untuk menolong membantu
mayoritas masyarakat desa terlepas dari keterdesakan ekonomi.
8. Kelangkaan tenaga kerja usia produktif di pedesaan karena fakta
menunjukkan ada kecenderungan kelompok umur ini lebih
memilih berurbanisasi.
9. Modal sosial dan nilai-nilai kearifan lokal yang seharusnya
berfungsi menjadi pondasi pembaharuan masyarakat di pedesaan
secara perlahan terus semakin menipis.
Antar masalah sosial budaya yang satu dengan yang lain saling
mempengaruhi keberhasilan pembaharuan masyarakat di pedesaan
dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan ke arah yang lebih
layak dan beradab. Agar lebih bermanfaat, identifikasi masalah yang
dilakukan harus mampu mengungkap pohon masalah bukan hanya
dasar permukaannya saja.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
100
19. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan A. C., van Der Leeden, 1986. Durkhaim dan
Pengantar Sosiologi Moralitas. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Blau, Peter. 1975. Approaches to the Study of Social Structure. Mac
Millan Publisher. London.
Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang.
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES). Jakarta.
Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di
Indonesia. Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan. Institut Pertanian
Bogor dan Yayasan Obor. Jakarta.
Horton, Paul B., dan Chester L., Hunt. 1984. Sociology. International
Student Edition. McGraw Hill. Tokyo.
Idanati, Rukna dan Imam Santoso. 2003. Identifikasi Kebutuhan-
Kebutuhan Gender Strategis untuk Peningkatan Kesehatan Reproduksi.
Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Mas’oed, Mohtar. Mochammad Maksum dan Moh Soehadha. 2001.
Kekerasan Kolektif: Kondisi dan pemicu. P3PK Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
101
20. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Nugroho, Heru. 2005. Memerangi Delegitimasi Institusi Lokal. Dimuat
dalam Jurnal Pembangunan Pedesaan. Volume 4 Nomor 3, Desember
2004-Maret 2005. Lembaga Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Parsons, Talcott. 1968. The Structure of Social Action. The Free Press.
Illinois.
Pelzer, Karl J., 1991.Sengketa Agraria. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Santoso, Imam. Tri Rini Windiastuti dan Rawuh Edy Priyono. 2001.
Kontribusi Peranan Wanita terhadap Pengembangan Strategi Survival
Rumahtangga Petani Miskin dalam Upaya Peningkatan Ketahanan
Pangan di Pedesaan Agraris. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga
Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Santoso, Imam. 2006. Pengembangan Model Alternatif Penanganan
Kerawanan Pangan Rumahtangga Petani Miskin di Pedesaan Tepian
Hutan. Dimuat pada Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Peksos. Volume 5
Nomor 1. Juni 2006. Terakreditasi dengan SK No. 39/Dikti/Kep/2004.
Instalasi Penerbitan STKS Press. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.
Bandung.
Shils, Edward. 1972. The Intellectuals and the Power. University of
Chicago Press. Chicago.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
102
21. Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi
Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1974. Setangkai Bunga
Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1980. Kemiskinan
Struktural dan Pembangunan. dalam Alfian et.al. Kemiskinan Struktural.
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta.
Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan
103