Teori dakwah merupakan serangkaian variabel yang saling berhubungan yang menjelaskan usaha mengajak manusia menerima Islam, mengamalkan prinsip-prinsipnya, dan berhukum dengan syariat-Nya. Terdapat berbagai teori dakwah seperti teori citra da'i, teori medan dakwah, dan lainnya. Problematika dalam pembentukan teori dakwah adalah keterbatasan pengetahuan dan kompleksitas masalah
1. FILSAFAT DAN TEORI-TEORI DAKWAH
“Struktur Teori Dakwah dalam Unsur-Unsur Dakwah”
DISUSUN OLEH : KELOMPOK II
Khusnul Khatimah 50300119030
Munawwarah 50300119033
Mudfainna 50300119034
Muhsina 50300119038
Lucy Alfriana Rauf 50300119039
Nur Aisyah 50300119040
Salviana 50300119046
Syamraeni 50300119052
Rahmat Afriadi 50300119057
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM (KELAS B)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019/2020
2. i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberi rahmat dankarunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Struktur Teori Dakwah dalam Unsur-Unsur Dakwah”. Makalah ini
merupakan hasil tugas kuliah dari mata kuliah Filsafat dan Teori-Teori Dakwah oleh
Ibu Fatimah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempunaan serta
tidak luput dari kesalahan, mengingat karena penulis bukanlah manusia sempurna dan
keterbatasan pengetahuan penulis dalam menyusun makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan saran-saran penyempurnaan dan
kritikan dari semua pihak yang sifatnya produktif agar dalam pembuatan tugas
selanjutnya dapat lebih baik dari yang sebelumnya. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan yang positif bagi kita semua.
Sulawesi Selatan, Minggu, 21 Juni 2020
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulis ...............................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN .........................................................................................................3
A. Pengertian Teori Dakwah...............................................................................3
B. Ragam Teori Dakwah ....................................................................................5
C. Problematika yang dihadapi dalam Pembentukan Teori Dakwah .................7
D. Unsur-Unsur Dakwah ....................................................................................9
BAB III
PENUTUP..................................................................................................................17
A. Kesimpulan ...................................................................................................17
B. Saran .............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................18
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemapanan sebuah disiplin ilmu ditandai dengan teori-teori yang dimilikinya,
sama halnya dengan ilmu dakwah, tanpa teori dakwah, maka apa yang disebut ilmu
dakwah tidak lebih dari sekedar kumpulan pernyataan normatif tanpa memiliki kadar
analisis atas fakta dakwah atau sebaliknya hanya merupakan kumpulan pengetahuan atas
fakta dakwah yang tidak akan bisa dijelaskan hubungan kausalitasnya antar fakta dapat
memandu pelaksanaan dakwah dalam menghadapi masalah yang kompleks. Teori
dakwah menjadi subtansi ilmu dakwah sebab isi suatu ilmu itu adalah tentang teori
tentang objek kajiannya.
Secara akademik dengan adanya teori dakwah maka dapat dilakukan generalisasi
atas fakta-fakta dakwah, memandu analisis dan klasifikasi fakta dakwah, memahami an
antar variable dakwah, mejelaskan fakta dakwah (eksplanasi), menaksir kondisi dan
masalah dakwah baru seiring dengan perubahan sosial dimasa depan, serta
menghubungkan pengetahuan masa lalu, masa kini dan yang akan datang. Ketika mampu
mengeksplanasi gejala. Dengan adanya teori-teori dakwah yang telah menyebabkan
keberhasilan dakwah masa lalu dapat diuji kembali relevansi teori dengan fakta dakwah
yang ada pada saat sekarang, dan masa depan. Apa yang menyebabkan tidak berhasilnya
dakwah masa lalu, maka akan mampu membuat control dengan upaya-upaya antisipatif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori dakwah?
2. Apa saja ragam teori dakwah?
5. 2
3. Problematika apa yang dihadapi dalam pembentukan teori dakwah?
4. Apa saja unsur-unsur dakwah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian teori dakwah.
2. Untuk mengetahui ragam teori dakwah.
3. Untuk mengetahui problematika yang dihadapi dalam pembentukan teori dakwah.
4. Untuk mengetahui unsur-unsur dakwah.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Dakwah
Teori yaitu serangkain bagian, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang
dapat memberikan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan maksut menjelaskan fenomena alamiah. Dakwah bahasa
al-Qur’an, dakwah terambil dari kata da’a-yad’u-da’watan yang secara etimologi
memiliki makna menyeru atau memanggil. Sedangkan menurut terminologi adalah
sebuah usaha baik perkataan maupun perbuatan yang mengajak manusia untuk menerima
islam, mengamalkan dan berpegang teguh terhadap prinsip-psinsipnya, meyakini
aqidahnya serta berhukum dengan syari’at-Nya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori dakwah yaitu serangkaian
variabel yang sistematis dan saling berhubungan yang didalam nya menjelaskan suatu
usaha baik perkataan maupun perbuatan yang mengajak manusia untuk menerima islam,
mengamalkan dan berpegang teguh terhadap prinsip-prinsipnya, meyakini aqidah serta
berhukum dengan syari’at-Nya.
B. Ragam Teori Dakwah
Dalam pengembangan dakwah sebagai ilmu terasa sangat tidak mungkin tanpa
dibarengi dengan adanya penemuan dan pengembangan kerangka teori dakwah.tanpa
teori dakwah maka apa yang disebut dengan ilmu dakwah tidak lebih dari sekedar
kumpulan pernyatan normatif tanpa memiliki kadar analisa atas fakta dakwah atau
sebaliknya hanya merupakan kumpulan pengetahuan atas fakta sehingga mandul untuk
memandu pelaksanaan dakwah dalam menghadapi masalah yang kompleks. Dengan
7. 4
ditemukannya teori – teori dakwah yang telah menyebabkan keberhasilan dakwah masa
lalu( dengan penelitian reflektif- penafsiran maudhu’i ) dapat di uji kembali relevensi
teori dengan fakta dakwah yang ada pada saat sekarang (dengan metode riset dakwah
partisipatif) dan kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan (dengan metode riset
kecenderungan gerakan dakwah).
1) Teori Citra Da’i
Makna dakwah tidak hanya sekedar menyeru atau mengajak manusia, tetapi juga
mengubah manusia sebagai pribadi maupun kelompok agar dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan fitrahnya. Dalam rangka menegakkan dakwah sehingga
ajaran Islam diketahui, dipahami,dihayati dan dilaksanakan oleh umat diperlukan juru
dakwah yang berkualitas. Juru dakwah tersebut adalah orang yang mengerti hakikat
islam dan mengetahui apa yang sedang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Keberhasilan kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kualitas dan kepribadian
seorang da’i. Dengan kualitas dan kepribadian tersebut seorang da’I akan
mendapatkan kepercayaan dan citra yang positif di mata mad’u baik individu atau
masyarakat.
Kata citra pada pemahaman mayoritas seseorang adalah suatu kesan dan penilaian
terhadap seseorang, kelompok, lembaga dan lain-lain. Citra yang berhubungan
dengan seorang da’I dalam perspektif komunikasi sangat erat kaitanya dengan
kredibilitas yang dimilikinya. Kredibilitas sangat menentukan citra seseorang. Teori
citra da’I menjelaskan penilaian mad’u terhadap kredibilitas da’I apakah da’I
mendapat penilaian positif atau negatif, dimata mad’unya. Persepsi mad’u baik positif
maupun negatif sangat berkaitan erat dengan penentuan penerimaan informasi atau
8. 5
pesan yang disampaikan da’i. Semakin tinggi kredibilitas da’I maka semakin mudah
mad’u menerima pesan-pesan yang disampaikannya, begitu juga sebaliknya.
Kredibilitas seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya, tidak secara instan, tetapi
harus dicapai melalui usaha yang terus menerus, harus dibina dan dipupuk, serta
konsisten sepanjang hidup.
Seorang da’I harus sikap yang baik agar menjadi suri tauladan bagi ma’unya, bahkan
dari cara memperkenalkan dirinyapun dinilai, bertutur kata yang baik, menyampaikan
pesan dengan sistematis, efektif dan memiliki penguasaan materi, seperti dalam
firman Allah surat Al-Taubah : 122 :
َا
مَ
و َ
نَا
ك َ
نُى
ىِ
مْؤُ
مْلا ُوا
سِ
فْىَ
يِ
ل ً
ةّ
َ
فَاك ْالىَ
لَف َ
سَ
فَ
و ْهِ
م ّ
ِ
لُ
ك ٍ
ةَ
قْسِ
ف ْمُ
هْىِ
م ٌ
ةَ
فِ
ئَا
ط ُىا
هّ
َ
قَ
فَ
تَ
يِ
ل ِي
ف ِ
هّي
ِ
دال ُوا
زِ
رْىُ
يِ
لَو ْمُ
هَ
مْىَ
ق َا
ذِإ ُىا
عَ
جَ
ز
ْمِهْيَ
لِإ ْمُ
هّ
َ
لَعَ
ل َ
نُو
زَ
رْحَ
ي
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. ( Q.S. Al-Taubah : 122)
2) Teori Medan Dakwah
Teori Medan dakwah adalah teori yang menjelaskan situasi teologis, kultural dan
struktural mad’u saat pelaksanaan dakwah islam. Dakwah islam adalah sebuah ikhtiar
Muslim dalam mewujudkan islam dalam kehidupan pribadi , keluarga, komunitas,
dan masyarakat dalam semua segi kehidupan sampai terwujudnya masyarakat yang
terbaik ataudapat disebut sebagai khairul ummah yaitu tata sosial yang mayoritas
9. 6
masyarakatnya beriman, sepakat menjalan dan menegakkan yang ma’ruf dan secara
berjamaa’ah mencegah yang munkar. Setiap Nabiullah dalam melaksanakan dakwah
selalu menjumpai system dan struktur masyarakat yang di dalamnya sudah ada al-
mala yaitu penguasa masyarakat, al-mutrafin yaitu penguasa ekonomi masyarakat
konglomerat dan kaum al-mustad’afin yaitu masyarakat yang umumnya tertindas atau
di lemahkan hak-haknya.
Keinginan subjektif manusia atau disebut dengan nafsu yang menentukan semua
orientasi hidup biasanya dominan oleh keinginan subjektif al-malanya. Secara
Sunnatullah kekuasaan dalam masyarakat akan didominasi oleh seseorang atau
sekelompok orang yang dipandang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu menurut
masyarakat yang bersangkutan sampai membentuk kepemimpinan masyarakat yang
syah. Kekuatan dan kepemimpinan masyarakat akan mudah goyah jika tidak
memperoleh dukungan kaum aghniya yang mengendalikan roda perekonomian
masyarakat. Pola kerja sama antara kaum al-mala dan al-mutrafin melahirkan kaum
al-mustad’afin yang mereka adalah kaum yang serba kekurangan yang direkayasa
untuk tetap lemah. Dari struktur sosial di atas ketika merespon dakwah para
Nabiullah memiliki kecenderungan bahwa kaum al-mala dan al-mutrafin selalu
menolak dakwah islam.
Respon positif dalam dakwah islam biasanya diperoleh dari kaum al-musthad’afin.
Hal tersebut disebabkan oleh posisi mereka yang dilemahkan hak-haknya dan
kejernihan hatinya yang sedikit berpeluang melakukan kejahatan secara sengaja telah
menyebabkan hati mereka mudah menerima dakwah islam.
3) Teori Proses dan Tahapan Dakwah
10. 7
Ada beberapa tahapan dakwah Rasulullah dan para sahabatnya yang dapat dibagi
menjadi tiga tahapan. Pertama, tahap pembentukan (takwin). Kedua, tahap penataan
(tandhim). Ketiga, tahap perpisahan dan pendelegasian amanah dakwah kepada
kepada generasi penerus. Pada setiap tahapan memiliki kegiatan dengan tantangan
khusus dengan masalah yang dihadapi. Dalam hal ini dapat dinyatakan ada beberapa
model dakwah sebagai proses perwujudan realitas ummatan khairan.
- Model Dakwah dalam Tahap Pembentukan (Takwin)
Pada tahapan ini kegiatan utamanya adalah dakwah bil lisan (tabligh) sebagai
ihtiar sosialisasi ajaran tauhid kepada masyarakat Makkah. Interaksi Rasulullah
Saw dengan mad’u mengalami ekstensi secara bertahap: keluarga terdekat, ittishal
fardhi (QS. 26: 214-215) dan kemudian kepada kaum musyrikin, ittishal jama’i
(QS. 15: 94). Sasarannya bagaimana supaya terjadi internalisasi Islam dalam
kepribadian mad’u, kemudian apa yang sudah diterima dan dicerna dapat
diekspresikan dalam ghirah dan sikap membela keimanan (akidah) dari tekanan
kaum Quraisy. Hasilnya sangat signifikan, para elite dan awam masyarakat
menerima dakwah Islam.
- Tahap Penataan Dakwah (Tandzim)
Tahap tanzhim merupakan hasil internalisasi dan eksternalisasi Islam dalam
bentuk institusionalisasi Islam secara komprehensip dalam realitas sosial. Tahap
ini diawali dengan hijrah Nabi Saw ke Madinah (sebelumnya Yastrib). Hijrah
dilaksanakan setelah Nabi memahami karakteristik sosial Madinah baik melalui
informasi yang diterima dari Mua’ab Ibn Umair maupun interaksi Nabi dengan
jama’ah haji peserta Bai’atul Aqabah. Dari strategi dakwah, hijrah dilakukan
11. 8
ketika tekanan kultural, struktural, dan militer sudah sedemikian mencekam,
sehingga jika tidak dilaksanakan hijrah, dakwah dapat mengalami involusi
kelembagaan dan menjadi lumpuh.
Hijrah dalam proses dakwah Islam menjadi sunnatullah. Mad’u (masyarakat)
diajak memutus hubungan dari lingkungan dan tata nilai yang dhalim sebagai
upaya pembebasan manusia untuk menemukan jati dirinya sebagaimana kondisi
fitrinya yang telah terendam lingkungan sosio-kultural yang tidak Islami. Hal ini
berarti merupakan peristiwa “menjadi” muslim dalam sejarah sebagai perwujudan
“muslim” dalam dunia fitri. Semuanya menunjukkan bahwa tanpa hijrah secara
komprehensif maka kegiatan dakwah kehilangan akar alamiahnya: kembali ke
fitri.
- Tahap Pelepasan dan Kemandirian.
Pada tahap ini ummat dakwah (masyarakat binaan Nabi Saw) telah siap menjadi
masyarakat yang mandiri dan, karena itu, merupakan tahap pelepasan dan
perpisahan secara manajerial. Apa yang dilakukan Rasulullah Saw ketika haji
wada’ dapat mencerminkan tahap ini dengan kondisi masyarakat yang telah siap
meneruskan Risalahnya.
4) Teori Analisa Sistem Dakwah.
Penulis secara khusus meneliti dakwah islam dengan pendekatan teori sistem umum
(The general system theory) yang hasilnya antara lain menyatakan :
- Dakwah Islam adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang
saling berhubungan, bergantung dan berinteraksi dalam mencapai tujuan dakwah.
12. 9
- Dakwah Nabi Muhammad SAW berjalan menurut alur sistem dakwah yang
doarahkan Allah SWT yang menjadi sunnah Allah yang berlaku dalam dakwah
islam yang bersifat tetap, obyetktif dan universal.
- Dakwah islam sebagai suatu sistem memiliki masukan utama(raw input) berupa
materi pokok dakwah dari wahyu allah(al qur’an) dan assunnah ketika
dikonversikan menjadi keluaran baik dalam dataran pribadi, keluarga, kelompok,
masyarakat dan negara telah menimbulkan kemelut dan goncangan sosial yang
besar ditengah tata sosial, budaya dan peradapan yang telah mapan di tengah
masyarakat.
- Keberhasilan dakwah yang mendatangkan perubahan masyarakat yang signifikan
adalah dakwah yang dijalankan dalam sebuah sistem yang subsistem konversinya
berfungsi secara maksimal dalam mentransformasikan masukan menjadi
keluaran,yang ditopang oleh kepemimpinan yang kuat yang visioner berorentasi
pada tujuan dan perubahan lingkungan masyarakat.
- Sistem dakwah islam berjalan tepat guna ketika masukan sarana berupa
metode,peta,dana dan fasilitas dakwah tersedia secara memadai.pemilihan dan
penerapan metode yang tidak tepat dalam melakukan proses transformasi islam
akan melahirkan tatanan masyarakat berpandangan ganda disatu pihak
menyatakan beriman kepada Allah tetapi menolak menerapkan Syari’ah dalam
kehidupan bermayarakat dan bernegara .
- Momentum berkembangnya dakwah islam adalah karena adanya keluaran berupa
negara yang menjadikan syari’ah sebagai otoritas tertinggi dalam menilai dan
mengatur kehidupan masyarakat dan negara.
13. 10
- Balikan dari tanggapan lingkungan masyarakat(mad’u) terhadap harakah dakwah
islam sebagai suatu sistem melahirkan 4 pola dasar : Pertama informasi mengenai
medan dakwah,Kedua dukungan masyarakat yang menerima dakwah islam(umat
ijabah)maka akan menjadi faktor yang dominan dalam penguatan sistem
utamanya dalam masyarakat Ketiga hambatan masyarakat yang menolak dakwah
islam akan menjadi faktir penghambat dan proses konversi sistem dakwah islam
sebagai bentuk balikan negatif yang memerlukan penyelesaian secara
tuntas.Keempat kelompok masyarakat yang bersifat netral terhadap dakwah islam
tidak menerima dan tidak menolak dakwah islam secara tegas serta tidak
memberikan hambatan dakwah islam.
C. Problematika yang dihadapi dalam Pembentukan Teori Dakwah
Secara historis sudah hampir satu abad dakwah sebagai kegiatan mengajak umat
manusia masuk ke jalan Allah dan mewujudkan Islam dalam kenyataan masyarakat telah
menjadi kajian dalam dunia akademik pada fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar
Mesir. Perguruan Tinggi Islam di perlbagai belahan dunia Islam pun telah mengikuti
tradisi akademik al-Azhar tersebut dengan membuka Jurusan Dakwah di Fakultas
Ushuluddin atau Fakultas Dakwah yang berdiri sendiri. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) di Indonesia membuka Jurusan Dakwah pada fakultas Ushuluddin, dan pada 1971
Fakultas Dakwah pun berdiri sendiri di IAIN. Para alumni Jurusan Dakwah dan Fakultas
Dakwah sudah berjumlah ribuan, mereka mengabdi dalam perlbagai lapangan kegiatan
dakwah, termasuk di dunia akademik sebagai staff pengajar. Namun demikian, usia status
akademik yang telah begitu tua dan para alumninya diakui oleh pemerintah dan
masyarakat, ternyata masih menyimpan sebuah pertanyaan yang mendasar yang belum
14. 11
terjawab secara serius dan komprehensip. Pertanyaan itu menyangkut status keilmuan
dakwah, apakah dakwah itu ilmu atau hanya sekedar pengetahuan. Jika dakwah itu ilmu,
termasuk ilmu dalam kerangka paradigma yang mana; sebaliknya jika dakwah hanya
pengetahuan, apakah termasuk pengetahuan yang telah memiliki sistematikanya atau
hanya pengetahuan biasa yang tidak terstruktur dengan jelas.
Dalam memandang masalah di atas, para pakar studi keislaman memiliki kategori
jawaban yang beragam. Pertama, kelompok pakar yang menyatakan bahwa dakwah
sudah menjadi ilmu. Dalam kelompok ini terdapat tiga golongan: (1) pakar Dakwah yang
menyatakan bahwa dakwah adalah ilmu yang mewujudkan Islam dalam kenyataan hidup
bermasyarakat di semua segi kehidupan yang sedang mencari jatidiri, mengembangkan
metodologi serta diawali dengan kajian epistemologi dakwah. (2). Pakar komunikasi
yang menyatakan bahwa dakwah adalah ilmu lintas disiplin yang lebih dekat pada ilmu
komunikasi dalam paradigma logis. Golongan ini menyarankan jika dakwah adalah
“ilmu” dalam pengertian ilmu pengetahuan, harus mengembangkan pendekatan empiris.
(3) pakar Sosiologi yang menyatakan bahwa dakwah adalah ilmu dalam kategori
“ngelmu” yaitu suatu perangkat kepercayaan yang memberikan pedoman kepada manusia
bagaimana cara mengatur hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan
dengan makhluk lainnya. Kedua, kelompok pakar yang menyatakan bahwa dakwah
bukan ilmu tetapi hanya pengetahuan. Kelompok ini belum memberikan penolakan
secara ilmiah mengenai status keilmuan dakwah. Mereka baru berbicara dalam forum-
forum terbatas dengan hujjah yang tidak sistematis, apalagi dalam bentuk tulisan ilmiah.
Barangkali lebih tepat jika penilaian mereka disebut masih bersifat spekulatif.
15. 12
Pertanyaan yang muncul adalah kenapa kalangan akademik yang secara khusus
menyelenggarakan proses belajar mengajar dan penelitian mengenai dakwah Islam,
misalnya Fakultas Dakwah, masih langka dalam pengkajian dakwah sebagai ilmu.
Kelangkaan ini tercatat empat faktor penyebab; (1) ghirah (semangat) keilmuan belum
melembaga sebagai tradisi ilmiah di kalangan staff pengajar (dosen), (2). Kelangkaan
literatur yang mengkaji dakwah sebagai ilmu yakni sebagai kajian epistemologis, (3)
tiadanya dana penelitian ilmiah yang secara khusus untuk tujuan pengembangan dakwah
sebagai ilmu, dan (4) para sarjana dakwah baik yang didalam maupun di luar kampus
terbenam dalam rutinitas kegiatan yang menyebabkan kehilangan semangat untuk
berpikir reflektif dan ilmiah mengenai dakwah. Hal ini berarti kesadaran teoritik dan
metodologis para sarjana dakwah di manapun masih sangat kurang. Oleh itu, perlu
ditumbuhkan kesadaran dan semangat meneliti dalam civitas akademika dakwah-
terutama para dosen, peneliti, dan mahasiswa yang berkecimpung dalam dunia dakwah.
D. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap
kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra
dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar
(efek dakwah).
1) Da’i (Pelaku Dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun
perbuatan yang baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga.
Kata da’i ini secara umum sering disebut dengan mubaligh (orang yang
menyempurnakan ajaran islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit
16. 13
karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan
ajaran islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah),
dan sebagainya. Da’i juga harus tahu apa yang disajikan dakwah tentang Allah, alam
semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi,
terhadap prablema yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya
untuk menjadikan agar pemikiran dan prilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.
2) Mad’u (Penerima Dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran
dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak, atau dengan kata lain
manusia secara keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah QS. Saba’ 28:
ٓ
اَ
مَ
و َ
كََٰ
ىۡلَسۡزَ
أ َّا
ِلإ َّة
ٓف
اَ
ك
ٗ ِ
سَّا
ِّلى
ل ِيس
شَ
ب
ٗ
ا ِيس
رَوَ
و
ٗ
ا َّ
ِه
كََٰ
لَو َ
سَ
ثۡكَ
أ ِ
سَّا
ٱلى َا
ل َ
نُى
مَ
لۡعَ
ي ٨٢
Artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tiada yang mengetahui”. (QS. Saba’: 28)
3) Maddah (Materi Dakwah)
Unsur lain selalu ada dalam proses dakwah maddah atau materi dakwah. Ajaran
islam yang dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya dapat di kelompokkan
sebagai berikut:
a. Akidah, yang meliputi:
- Iman kepada Allah
- Iman kepada Malaikat-Nya
- Iman kepada kitab-kitab-Nya
17. 14
- Iman kepada rasul-rasul-Nya
- Iman kepada hari akhir
- Iman kepada qadha-qadhar
b. Syari’ah, meliputi:
- Ibadah (dalam arti khas)
- Muamallah
- Akhlaq, meliputi :
- Akhlaq terhadap khaliq
- Akhlaq terhadap makhluk.
4) Wasilah (Media Dakwah)
Unsur dakwah yang ke empat adalah wasilah (media dakwah), yaitu alat yang
dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u. Pada
dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indera-
indera manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin
tepat dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran
islam pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah. Media (terutama media massa)
telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan komunikasi dilakukan umat
manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio, televisi, internet
dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat tersebut telah melekat tak terpisahkan
dengan kehidupan manusia di abad ini.
5) Thariqah (Metode)
18. 15
Metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk
menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an
surat an-Nahl ayat 125
ُ
عۡدٱ َٰىَ
لِإ ِ
لِي
بَ
س َ
كِّ
َب
ز ِ
ةَ
مۡكِ
حۡلِٱ
ب ِ
ةَ
ظِ
عۡىَ
مۡلَٱ
و ِِۖ
ةَ
ىَ
سَ
حۡلٱ ُم
هۡلِدََٰجَ
و ِيتَّ
ِٱل
ب َ
يِه ُُۚ
هَ
سۡحَ
أ َّ
ِن
إ َ
كَّ
َب
ز َ
ىُ
ه ُ
مَ
لۡعَ
أ َه
مِ
ب َّ
َل
ض َه
ع ِۦ
هِ
لِي
بَ
س َ
ىُ
هَ
و
ُ
مَ
لۡعَ
أ َ
هِي
دَتۡهُ
مۡلِٱ
ب ٥٨١
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
- Bi al hikmah ( kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah
yang sesuai dengan keadaan penerima dakwah.Operasionalisasi metode dakwah bil
hikmah dalam penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah
pengajian, pemberian santunan kepada anak yatim atau korban bencana alam,
pemberian modal, pembangunan tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
- Mau’idzah hasanah, yaitu nasehat yang baik, berupa petunjuk ke arah kebaikan
dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat
diterima, berkenaan di hati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus dipikran,
menghindari sikap kasar dan tidak boleh mencaci/ menyebut kesalahan audience
sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti
ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah bukan propaganda yang
memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mujadalah atau diskusi apabila dua metode di atas tidak mampu diterapkan,
dikarenakan objek dakwah mempunyai tingkat kekritisan tinggi seperti seperti, ahli
19. 16
kitab, orientalis, filosof dan lain sebagainya. Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam
menerapkan metode ini perlu diterapkan hak-hak sebagai berikut:
Tidak merendahkan pihak lawan atau menjelek-jelekan, mencaci, karena tujuan
diskusi untuk mencapai sebuah kebenaran.
Tujuan diskusi semata-mata untuk mencapai kebenaran sesuai dengan ajaran
Allah.
Tetap menghormati pihak lawan sebab setiap jiwa manusia mempunyai harga diri.
20. 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori dakwah adalah serangkaian variabel yang sistematis dan saling
berhubungan yang didalam nya menjelaskan suatu aktivitas maupun perkaatan yang baik,
mengajak kepada jalan Allah untuk kesejahteraan dunia dan akhirat. Seorang mad’u
menilai da’I dari beberapa cara yaitu dari sikap da’I agar dapat menjadi suri tauladan bagi
mad’unya, cara seorang mad’u memperkenalkan diri begitu juga tutur kata yang baik,
menyampaikan pesan dengan sistematis, efektif dan memiliki penguasaan materi.
Seorang da’I juga harus memiliki kredibilitas yang baik agar pencitraannya pun positif
dimata para mad’unya, dari pencitraan yang positif tersebut maka dengan sendirinya para
mad’u akan menerima pesan-pesan yang disampaikan pen-da’i. Dalam medan dakwah
seorang da’I pasti menjumpai berbagai struktur masyarakat yang berbeda-beda, dalam hal
tersebut seorang da’I dituntut untuk dapat memiliki wawasan, ilmu, materi dan cara
menyampaikannya dengan baik, bersikap lemah lembut dan sabar dalam menghadapi
situasi apapun.
B. Saran
Kita sebagai mahluk Allah SWT dituntut untuk menjalankan yang ma’ruf (segala
perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah) dan mencegah yang munkar (segala
perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah). Seorang muslim juga memiliki kewajiban
untuk berdakwah, dalam berdakwah kita harus memiliki sikap, ucapan, etika yang baik,
dan penyabar agar dapat menjadi panutan bagi orang lain.
21. 18
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Ahmad, Di Medan Dakwah Bersama Dua Imam Ibnu Taimiyah Hasan Al-Banna
,Surakarta: Era Intermedia. 2000.
Ahmad tafsir ”Filsafat Pengetahuan Islam” dalam Pandangan Keilmuan UIN Wahyu Memandu
Ilmu, Bandung : Gunung Djati Press. 2008.
Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung : Widya Padjadjaran. 2009.
http:// id.wikipedia.org/wiki/Teori
http://www.kredibilitas da’i.com
Ilyas Ismail Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Perdaban Islam,
Jakarta :Kencana.2011.
Muhammad Hasan al-Jamsi, al-Du’at wa al-Da’wat al- Islamiyyahal-Muasirah, Damaskus: Dar
al Rasyid, tt.
Ahmad tafsir ”Filsafat Pengetahuan Islam” dalam Pandangan Keilmuan UIN Wahyu Memandu
Ilmu, (Bandung : Gunung Djati Press,2008), hlm. 48.
http:// id.wikipedia.org/wiki/Teori
Muhammad Hasan al-Jamsi, al-Du’at wa al-Da’wat al- Islamiyyahal-Muasirah,(Damaskus: Dar
al Rasyid, tt. ), hlm. 24.
Ilyas Ismail Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Perdaban Islam,
(Jakarta :Kencana 2011), hlm. 27.
Enjah AS dan Aliyah, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Bandung :Widya Padjadjaran, 2009), hlm.
120.
http://www.kredibilitas da’i.com
Enjah AS dan Aliyah, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Bandung :Widya Padjadjaran, 2009), hlm.
121.
Enjah AS dan Aliyah, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Bandung :Widya Padjadjaran, 2009), hlm.
125.
Abdul Halim Ahmad, Di Medan Dakwah Bersama Dua Imam Ibnu Taimiyah Hasan Al-Banna
,(Surakarta: Era Intermedia, 2000), hlm. 178-179.