Analisis pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap inflasi di Kota Pontianak antara tahun 2009-2013 menunjukkan bahwa belanja pegawai, barang/jasa, dan modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di kota tersebut. Belanja pegawai memiliki pengaruh dominan karena alokasi belanja tidak proporsional.
Analisis Pengaruh Belanja Daerah terhadap Inflasi Daerah
1. AANNAALLIISSIISS PPEENNGGAARRUUHH
BBEELLAANNJJAA DDAAEERRAAHH
TTEERRHHAADDAAPP IINNFFLLAASSII DDAAEERRAAHH::
SSTTUUDDII KKAASSUUSS KKOOTTAA PPOONNTTIIAANNAAKK
TTAAHHUUNN 22000099--22001133
Disusun oleh:
Adi Saputra
Eko Wahyu Guntoro
Nauval Hafiluddin
Riski Prasetyo Putro
Yusuf Prihantoro
Kelas 9C
DIV Akuntansi Reguler
2. PENDAHULUAN
• Inflasi merupakan kenaikan harga barang/jasa
• kebijakan mengenai otonomi daerah dan
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah mempengaruhi penerimaan
dan pengeluaran pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD)
• peran belanja pemerintah daerah dalam
menjaga inflasi daerah
• Pemerintah kota Pontianak mendapatkan
penghargaan sebagai pemerintah daerah
terbaik sewilayah Indonesia bagian timur dalam
mengendalikan inflasi daerah tahun 2013
3. LANDASAN TEORI
• Teori Kuantitas Uang
• Model Inflasi Keynes
• Teori Produksi
4. TEORI KUANTITAS UANG
• Kelebihan permintaan (demand)
menyebabkan uang yang beredar di
masyarakat bertambah
• Persamaan Fisher
M.V = P.T
5. TEORI KUANTITAS UANG
• Mankiw (2007)
M.V = P.Y
• Dengan asumsi V konstan
P = M/Y
• Inflasi dipengaruhi oleh jumlah uang yang
beredar
6. MODEL INFLASI KEYNES
Masyarakat ingin hidup di luar batas
ekonomisnya, sehingga permintaan agregat
melebihi penawaran agregat sehingga
terjadi inflationary gap.
Kapasitas produksi tidak mampu
mengimbangi kenaikan permintaan
sehingga harga naik (inflasi).
7. MODEL INFLASI KEYNES
Inflasi disebabkan oleh faktor:
•konsumsi rumah tangga
•pengeluaran investasi
•pengeluaran pemerintah
•pajak
8. MODEL INFLASI KEYNES
• Pengeluaran Pemerintah
Kebijakan fiskal ekspansif (G)
mendorong perekonomian sektor riil
peningkatan permintaan peningkatan
harga (inflasi)
9. TEORI PRODUKSI
• Fungsi Produksi yang menghubungkan
antara input dan output
• Output dalam perekonomian bergantung
pada Faktor Produksi dan Kemampuan
• Fungsi Produksi:
Y = f(L, K)
10. PENELITIAN TERDAHULU
PENELITI JUDUL SIMPULAN
Marius Masri
(2010)
Analisis Pengaruh
Kebijakan Fiskal
Regional terhadap
Inflasi Di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
(Periode 2001 – 2008)
belanja pegawai, belanja
operasional, belanja modal,
dan dummy reformasi
desentralisasi fiskal
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi
regional
Bambang P.S
Brodjonegoro,
Telissa Falianty
dan Beta Y.
Gitaharie
(2005)
Determinant Factors of
Regional Inflation in
Decentralized Indonesia
Inflasi regional lebih
dipengaruhi determinan non-moneter
antara lain: PAD,
pengeluaran rutin pemerintah
daerah, dan biaya transportasi
berpengaruh positif dan
signifikan
11. PENELITIAN TERDAHULU
PENELITI JUDUL SIMPULAN
Darius Tirtosuharto
dan Handri Adiwilaga
(2013)
Decentralization and
Regional Inflation in
Indonesia
Desentralisasi berdampak
pada inflasi regional di
Indonesia, di mana
kenaikan desentralisasi
fiskal juga menaikkan
volatilitas inflasi regional
Hedwigis Esti
Riwayati dan Bellia
Novianti
(2012)
Analisis Pengaruh
Pengeluaran
Pemerintah, Cadangan
Devisa, dan Angka
Pengganda Uang
terhadap Jumlah Uang
Beredar di Indonesia
Pengeluaran pemerintah,
cadangan devisa, dan
angka pengganda uang
secara parsial mempunyai
pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap jumlah
uang beredar
12. HIPOTESIS
1. H0: Belanja pegawai tidak berpengaruh
signifikan terhadap inflasi regional
H1: Belanja pegawai berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi regional
2. H0: Belanja barang/jasa tidak berpengaruh
signifikan terhadap inflasi regional
H1: Belanja barang/jasa berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi regional
13. HIPOTESIS
3. H0: Belanja modal tidak berpengaruh signifikan
terhadap inflasi regional
H1: Belanja modal berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi regional
4. H0: Pengeluaran pemerintah daerah tidak
berpengaruh signifikan terhadap inflasi regional
H1: Pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap inflasi regional
15. KOEFISIEN DETERMINASI
GOODNESS OF FIT TEST (R2)
• Hasil regresi diperoleh nilai R² sebesar
0.785839 artinya bahwa 78 persen
variabel terikat inflasi mampu dijelaskan
oleh variasi variabel-variabel bebas X1,
X2, dan X3. Sedangkan 22 persen (100 –
78) sisanya dijelaskan oleh hal-hal lain
yang tidak dimasukkan ke dalam model
16. KOEFISIEN REGRESI PARSIAL
(UJI T)
• Dari uji t yang dilakukan, masing variabel
tidak memiliki pengaruh yang signifikan
secara parsial, berbeda dengan penelitain
sebelumnya, hal ini menunjukkan dalam
kasus Kota Pontianak ini ketiga belanja
tersebut berperan secara bersama
terhadap inflasi yang terjadi di daerah
Kota Pontianak.
17. PEMBAHASAN
• Belanja Pegawai (X1)
Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien
kemiringan dari belanja pegawai sebesar
0.047974 artinya bahwa adanya kenaikan
1 (satu) milyard Rupiah belanja pegawai
akan menyebabkan kenaikan inflasi
daerah sebesar 0.047974 persen
18. PEMBAHASAN
• Belanja Barang/Jasa (X2)
Hasil regresi menunjukkan bahwa
koefisien kemiringan dari belanja
barang/jasa sebesar 0.019844 artinya
bahwa adanya kenaikan 1 (satu) milyard
Rupiah belanja barang/jasa akan
menyebabkan kenaikan inflasi daerah
sebesar 0.019844 persen.
19. PEMBAHASAN
• Belanja Modal (X3)
• Hasil regresi menunjukkan bahwa
koefisien kemiringan dari belanja modal
sebesar 0.035396 artinya bahwa adanya
kenaikan 1 (satu) milyard Rupiah belanja
modal akan menyebabkan kenaikan inflasi
daerah sebesar 0.035396 persen
20. KESIMPULAN
• Belanja pegawai, belanja barang/jasa
(barang dan jasa), dan belanja modal
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi di Kota Pontianak hal ini
terjadi karena peningkatan permintaan
barang dan jasa, tidak dapat diantisipasi
oleh sisi penawaran, dengan kata lain
telah terjadi inflasi akibat meningkatnya
sisi permintaan (demand pull inflation).
21. KESIMPULAN
• Belanja Pegawai merupakan komponen
yang menyebabkan penambahan paling
dominan dalam peningkatan inflasi di Kota
Pontianak. Hal ini menandakan tidak
proporsional alokasi belanja pada Pemda
Kota Pontianak
22. SARAN
• Alokasi belanja yang lebih proporsional
antara belanja-belanja yang dilakukan oleh
Pemda Kota Pontianak.
• Hendaknya penelitian selanjutnya
menggunakan data time series yang lebih
banyak dari penelitian ini dan menggunakan
daerah lain sebagai pembanding atau data
panel untuk mengetahui tidak signifikannya
masing-masing variabel secara parsial
terhadap perubahan inflasi yang terjadi di
Kota Pontianak.