UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah bertujuan untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mencapai pemerataan layanan dan kesejahteraan di seluruh wilayah Indonesia. UU ini mengatur empat pilar utama yaitu penguatan kapasitas fiskal daerah, peningkatan kualitas belanja daerah, pengurangan ketimpangan antar daerah, dan harmonisasi kebijak
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
Bahan-Sosialisasi-HKPD.pptx
1. SOSIALISASI
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
1
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
2. Outline
01
03
04
05
06
Latar B
elakang UU HKPD
1. Konsep Desentralisasi Fiskal
2. CapaianDesentralisasiFiskal
3
. T
antanganDesentralisasi Fiskal
Kerangka Konseptual UU HKPD
Pilar II – Penguatan Local T
axingPower
Pilar I - Ketimpangan Vertikal Dan Horisontal
Yang Menurun
Pilar III – Peningkatan Kualitas
B
elanja Daerah
Pilar IV – Harmonisasi Belanja Pusat dan Daerah
02 1. Kerangka Kebijakan UU HKPD
2. Pilar UU HKPD
1
. P
ajak Daerah
2
. R
etribusi Daerah
1. Penganggaran, standarisasi, simplifikasi dan sinkronisasi
belanja serta silpa berbasis kinerja
2. Pedomanbelanja daerah, pengawasan apbd dan kualitas
SDM
1. DBH 4. Otsus, Dais, 5. P
embiayaanutang daerah
2. DAU Dandes, dan 6. Sinergi pendanaan
3. DAK Insentif Fiskal 7. Dana abadi daerah
1. P
enyelarasankebijakan fiskal pusat dandaerah
2. P
enetapanbataskumulatif Defisit danP
embiayaanUtang
APBD
3. Pengendaliandalam kondisi darurat
4. Sinergi BAS
UU HKPD
2
3. KONSEPSI DESENTRALISASIFISKAL
P
emerintahPusat P
emerintahanDaerah
Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal merupakan alat untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu pemerataan
kesejahteraan di seluruh pelosok NKRI
DE
S
ENTRALISASIFISKAL
Penyerahan
Sebagian Urusan
Pemerintahan
Konkuren kepada
Daerah
FiscalR
esourcesAllocation
KemampuanKeuanganYangAdil DanSelaras
SpendingQuality
BelanjaDaerahYangBerkualitasdanSinergis
LINGKUPUUHKPD
Pemerataan
Kesejahteraan
Di Seluruh
Pelosok NKRI
Mewujudkan
Alokasi
Sumber Daya
Nasional
yang Efektif
& Efisien
Penganggaran
Berkualitas
Dana Abadi
Daerah
Pengembangan Aparatur Harmonisasi
& Sinergi
Fiskal
Penguatan Pengawasan
Pengaturan lain tentang belanja daerah diatur UU 23/2014
3
4. CAP
AIAN DESENTRALISASIFISKAL
Indeks Pemerataan Keuangan Antar-daerah Rasio PDRD terhadap PDRB
0.332
0.288 0.273
0.223 0.23
2016 2017 2018 2019 2020
1.35 1.42 1.42 1.42
1.2
2016 2017 2018 2019 2020
69.7
75.8
Persentase LKPD dengan Opini WTP
89.5
81.7
2016 2017 2018 2019
Kesenjangan kemampuan keuangan
antar daerah (theil index) menunjukkan
tren semakin berkurang, menurun 0,10
dari 0,332 (2016) menjadi 0,230
(2020).
Penerimaan pajak daerah terhadap
Produk domestik regional bruto dari
tahun 2016-2019 mengalami
peningkatan. (tahun 2020
menurun karena
pandemicovid-19).
Pengelolaan administrasi keuangan
daerah semakin baik ditandai dengan
opini WTP yang terusnaik.
P
elaksanaan otonomi dan
desentralisasi fiskal telah berkontribusi
untuk perbaikan berbagai capaian
layanan publik dasar dan
kesejahteraan
Berbagai capaian desentralisasifiskal selama 20 tahun terakhir telah menunjukkan berbagai kinerja positif dan ikut
berkontribusi dalam pencapaian kinerja nasional.
4
5. T
ANT
ANGAN DESENTRALISASIFISKAL
Pemanfaatan TKDD
yang belumoptimal
Struktur belanja daerah
yang belummemuaskan
• Sebagian besar DAU
digunakan untuk
belanja pegawai
(30%-65%)
• Ketergantungan
daerah terhadap
DAK sebagai salah
satusumber belanja
modal
• Program& kegiatan
belumfokus(29.623
programdan263.135
kegiatan)
• Dominasi belanja
pegawai (32,4%)
• Belanja infrastruktur
sangat rendah (11,5% )
Localtax ratiomasih
cukup rendah
Pemanfaatan pembiayaan
yang masih terbatas
Meski penerimaan
PDRD mengalami
peningkatannamun
local tax ratio tertekan
di angka 1,2% pada
tahun2020 akibat
pandemi
• P
emanfaatanKPBU
masihterbatas
• T
otal pinjamandaerah
di Indonesia sangat
rendah(0.049% PDB)
dibandignkanrata-rata
pinjaman daerah di
negara berkembang
sebesar 5% PDB(2000);
Sinergi fiskal pusat -
daerah yang belum optimal
Masihterjadi mismatch
antara programpusat dan
daerah, misal KPBU SP
AM
Umbulan terkendala karena
pemda belummembangun
sambunganke masyarakat.
B
ELUM MERAT
A NY
A LA
Y
ANAN
PUBLIKANT
AR DAERAH
Meskipun telah menunjukkan kinerja-kinerja positif, pelaksanaan desentralisasi fiskal masih dihadapkan pada
berbagai tantangan.
IPM AKSESAIRMINUM LA
Y
AK APM SMP
Nasional: 71.94 Nasional: 89.27%
Tertinggi
• Kota Y
ogyakarta: 86.61
T
erendah
• Kab. Nduga: 31.55
Tertinggi
• Kota Magelang: 100%
T
erendah
• Kab. Lanny Jaya: 1.06%
Tertinggi
• Kab Humbang Hasundutan: 90,38%
Terendah
• Kab. Intan Jaya: 15.94%
Nasional: 80.02%
Sumber: BPS (2019-2020)
5
7. KEMENTERI
AN KEUANGAN REPUBLI
K I
NDONESI
A 7
KERANGKA PIKIR UU HKPD
PERB
AIKAN KUALITAS
OUTPUTDAN OUTCOME
LAYANAN
PEMERATAAN LA
YANAN
DAN KESEJAHTERAAN
&
UU HKPDdidesain untuk memperkuat desentralisasifiskal guna mewujudkan pemerataan layanan
dan kesejahteraan
UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSA
T DAN PEMERINTAHAN DAERAH
MENINGKATKAN KAPASITASFISKALDAERAH
(PAD Meningkat, Transfer yang Berkualitas, Perluasan
AksesPembiayaan)
MENINGKATKAN KUALITASBELANJA DAERAH
: Belanja Fokus& Optimal
+
HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL PUSA
T-DAERAH
8. PILAR HKPD
UU HKPD didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan kesejahteraan
Akuntabilitas berorientasi pada hasil, efisiensi, equality, certainty, universalitas
Pemerataan
Kesejahteraan Masyarakat di seluruh
Pelosok NKRI
Alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui HKPD
yang transparan dan akuntabel
Sistem informasi dan evaluasi keuangan pusat
daerah yang terintegrasi Pengawasan, monitoring dan evaluasi
Sumber daya manusia yang kompeten,
professional, dan berintegritas
HARMONISASI BELA
NJA
PUSA
T DAN DAERAH
PENGUATAN LOCAL
T
AXING POWER
KETIMPANGAN
VERTIKALDAN
HORISONTALYANG
MENURUN
PENINGKATAN
KUALITASBELANJA
DAERAH
8
10. DESAIN TRANSFER KEDAERAH
• Pagu mempertimbangkan tingkat kebutuhan
pendanaan dan target pembangunan
• Berbasisunitcostmemperhatikankebutuhandasar
pelayanan pemerintahan, target layanan (a.l. jumlah
penduduk), karakteristik wilayah (a.l. daerah kepulauan
dan daerah berbasis sektor tertentu seperti pariwisata,
pertanian, dan perikanan).
• P
enggunaan DAU dilakukan sesuai kinerja daerah
dalam pencapaian layanan publik.
• Earmarking untuk kelurahan
DANA OTSUSDAN DAIS DANA DESA
Redesain pengelolaan transfer ke daerah untuk mengurangi ketimpangan dan mendorong perbaikan
kualitas belanja yang efisien dan efektif, melalui TKDyang berbasis kinerja
DANA B
AGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS
• Alokasi untuk daerah penghasil,
daerah pengolah & nonpenghasil
terdampak eksternalitas negatif.
• Memperhatikan
penerimaan
kinerja
negara
dukungan
dan
pemulihan lingkungan
• Penggunaan sesuai prioritas daerah
dan diarahkan sebagiannya (mis
JKN, reboisasi dsb).
• Bersifat penugasan sesuai
prioritas nasional
• Fokus pada pencapaian
target kinerja
• Perancanaan
pengalokasian
disinergikan
pendanaan lain
&
dengan
Untuk daerah yang memiliki otonomi khususdan
keistimewaan dan dilaksanakan berdasarkan RPJMN dan
RPJMD, serta target kinerja.
• P
engalokasian memperhitungkan kinerja
• Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan
Dana Desa setiap tahunnya sesuai prioritas nasional
Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal bagi Pemda yang memiliki kinerja baik dalam memberikan layanan publik
10
11. PENGATURAN DAN DAMP
AK REDESAIN DANA B
AGI HASIL
DESAIN PER
UBAHAN
• Peningkatan porsi DBH CHT (2% ke 3%) dan DBH PBB (90% ke
100%)
• Perubahan porsi DBH eksisting & opsi penambahan DBH jenis
lainnya setelah berkonsultasi dengan DPR(termasuk terkait sawit).
• P
engalokasian berdasarkan realisasi T
-1.
• Dialokasikan kepada daerah penghasil, pengolah, dan
nonpenghasil yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil
• Pengalokasian memperhatikan kinerja daerah sehingga alokasi
DBH dilakukan 90% berdasarkan formula dan 10% berdasarkan
kinerja a.l mendukung penerimaan negara dan upaya pemulihan
lingkungan.
• Akuntabilitas pengelolaan DBHyang lebih baik karena prinsip
pengalokasian yang berbasis performance/result based.
Redesain DBHuntuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka mengurangi vertical imbalance, penguatan
aspekkepastianalokasi, dan mendorong kinerja daerah
Kondisi Eksisting
• Tingginya Deviasi antara Alokasi dan Realisasi DBHsehingga menimbulkan Kurang Bayar dan LebihBayar DBHdan berpotensi menimbulkan SiLPA.
• Alokasi DBHbelum mendorong Pemda untuk berpartisipasi dalam peningkatan pendapatan negara dan perbaikan lingkungan.
• Alokasi DBHbelum mempertimbangkan dampak eksternalitas negatif atas eksplorasi SDA terhadap daerah yang berbatasan langsung dan daerah pengolah.
DAMP
AK TERHADAPALOKASI
Adanya peningkatan bagi hasil bagi daerah terdampak
eksternalitas, termasuk daerah pengolah dan daerah yang
berbatasan langsung dengan daerah penghasil.
Pengalokasian berdasarkan realisasi T – 1 memberi kepastian
alokasi sehingga alokasi menjadi lebih presisi.
Alokasi berdasarkan kinerja sebagai apresiasi kepada daerah
yang memperhatikan aspek pemeliharaan lingkungan.
Daerah Naik (48,89%)*
• Provinsi: 3 Daerah
• Kab/Kota: 262 Daerah
Total kenaikan Kab/Kota: Rp3,85T*
Kab/kota penghasil naik Rp2,53T
Kab/kota lainnya naik Rp1,32T
* Simulasi menggunakan
realisasiDBHT
A 2021
11
12. PENGATURAN DAN DAMPAK REDESAIN DANA ALOKASI UMUM
12
DESAIN PER
UBAHAN
Kondisi Eksisting
Pemerataan kemampuan keuangan membaik, namun masih terjadi ketimpangan kinerja layanan publik
DAU justru mendorong dominasi belanja birokrasi (rata2 belanja pegawai 32,4% vs belanja infrastruktur publik 11,5%)
Meningkatkan tendensi pemekaran daerah (163 daerah sejak 2001-2019)
Penggunaan DAU belum memperhitungkan kinerja Pemda dalam memperbaiki layanan.
• DAU= CelahFiskal (KbF- P
otensiP
endapatanDaerah)
• KbF = Unit cost per layanan x target layanan x faktor penyesuaian
• PotensiPendapatan = Potensi PAD+ Alokasi DBH+ DAK Non Fisik
• Formulamemperhatikantarget layanan(a.l. jumlahpenduduk),karakteristik wilayah (a.l.
daerah kepulauan dan daerah berbasis sektor tertentu seperti pariwisata, pertanian, dan
perikanan), dan kebutuhan dasar penyelenggaraan pemerintahan (a.l. penggajian ASN).
P
AGU DAU
• Disesuaikan dengan kebutuhan pendanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dalam memenuhiSPMlayanan dasarpublik daerah (a.l.: Pendidikan,Kesehatan,
Infrastruktur), dengan tetap mempertimbangkan kemampuan keuangan negara
• DAU dihitung dengan pendekatan klaster/kelompok dengan pertimbangan
kewilayahan dan perekonomian
FORMULAAL
OKASI
• PenggunaanDAU disesuaikan dengan kinerja daerah dalam pencapaian SPM
• Earmarking untuk kelurahan
• Kinerja baik : Block Grants ; Kinerja sedang/buruk : Block & Specific Grants
UUHKPDmenjaminholdharmlessDAUselama5 tahun
PENGGUNAAN
DAMP
AK TERHADAPALOKASI
Daerah Naik (39,48%)
• Provinsi: 16 Daerah
• Kab/Kota: 198 Daerah
Daerah T
urun
• Provinsi: 0 Daerah
• Kab/Kota: 0 Daerah
IndeksTheil semakin menunjukkan
perbaikan ketimpangan
Tujuan:
• Pola belanja yang lebih fokus pada layanan publik
• Pengurangan ketimpangan fiskal antar-daerah
• P
ercepatan ekualisasi layanan publik antar-daerah melalui
pengutamaan penggunaan DAU sesuai kinerja daerah
13. PENGATURAN DAN DAMP
AK REDESAIN DANA ALOKASI KHUSUS
13
DESAIN PER
UBAHAN
Kondisi Eksisting
• DAKseharusnya menjadi skema penunjang, namun menjadi sumber utama belanja modal
• Sebagian besar DAK Fisik reguler untuk kegiatan rutin (pemenuhan SPM), yang idealnya dipenuhi melalui DAU.
• Belum terintegrasi/kurang bersinergi dengan belanja lainnya, seperti DAK Non Fisik, Hibah Daerah, Dekon/TP, atau pendanaan lain dari
pinjaman /Hibah LN.
Menggabungkan Hibah Daerah ke dalam DAK (DAK Fisik, Non
Fisik danHibah Daerah)
• Dialokasikan untuk mencapai target kinerja dan
dianggarkan secara tahunan
• Pengalihan pendanaan/ belanja K/L menjadi DAK bagi
daerah yang telah berkinerja baik dalam mengelola APBD
• Tidak ada kewajiban dana pendamping 10%
DAKdifokuskanpada penugasanuntukmencapaiprioritas
nasional yang menjadi urusan daerah dan kebijakan pemerintah
lainnya, sedangkan DAK R
eguler dilebur dalam formulasi DAU
agar dapat memboosting pencapaian pembangunan di daerah.
JenisDAK
Pengalokasian
Penggunaan
DAMP
AK TERHADAPALOKASI
Mendorongsinergibelanja Pusatdan Daerah,sehingga
menimbulkan keselarasan output-outcome Pusat dan Daerah.
Daerahdapat fokusuntukmencapaitargetoutputtahunan
dengan adanya sinergi DAK Fisik, DAK Nonfisik, Hibah Daerah,
Dekon T/P, atau pendanaah lain dari pinjaman/Hibah LN
Pencapaian prioritas nasional bisa lebih diselaraskan dengan
pembangunan di Daerah.
Penghapusan kewajiban dana pendamping sehingga menimbulkan
efisiensi belanja Daerah dan fokus pada belanja utama lainnya.
Tujuan
• Peningkatan sinergi & efisiensi belanja (pusat dan daerah)
• Pengejaran ketertinggalan layanan di kawasan tertinggal karena DAK lebih fokus
• Keselarasanoutput-outcomeantara pusat dandaerah
14. 14
14
DANA OTSUSDAN
KEISTIMEWAAN
DANA DESA INSENTIFFISKAL
Pengalokasian
menambahkan komponenindikator
kinerja desa dalampengalokasian
Penggunaan
P
emerintah dapat menentukan fokus
penggunaan Dana Desa setiap
tahunnya sesuai dengan prioritas
nasional
Pengalokasian
Berdasarkan
Organik
Undang-Undang
Perbaikan T
ata Kelola Otsus dan
Dana Keistimewaan DIY
P
engelolaan Dana Otsusdan
Dana Keistimewaan DIY
mengacu pada RPJMN, RPJMD
,
dan target kinerja
Dais dapat diserahkan kepada
Kab/Kota di wilayah DIY untuk
mendanai urusan keistimewaan
Dasar Pemberian
Pemerintahdapat memberikaninsentif
fiskal kepada Daerah atas pencapaian
kinerja berdasarkan kriteria tertentu.
Kriteria Pemberian
Kriteria tertentu berupa perbaikan
dan/atau pencapaian kinerja
PemerintahanDaerahantara lain
pengelolaan keuanganDaerah,
pelayanan umumpemerintahan,
pelayanan dasar
PENGATURAN TRANSFERKEDAERAH:
DANA OTSUS
, DANA KEISTIMEWAAN, DANA DESA, & INSENTIFFISKAL
15. PENGATURAN PEMBIAYAAN UT
ANG DAERAH
PERLUASAN S
KEMA
Konvensional dan Syariah
Instrumen Kebijakan:
Skema P
embiayaan Daerah:
• Pinjaman Daerah
• Obligasi Daerah
• Sukuk Daerah
PENGGUNAAN PEMBIA
Y
AAN
Pengutamaan Pemanfaatan
Instrumen Kebijakan:
P
enggunaan pembiayaan utang daerah
diutamakan untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur Daerah
PENGUA
T
AN PRUDENTIALITY
Mengutamakan Prinsip Kehati-hatian
Instrumen Kebijakan:
• Harus mendapatkan persetujuan DPRDdalam pembahasan RAPBD
(simplifikasi prosedur)
• Dapat melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah setelah mendapat
pertimbangan dari Menkeu, Mendagri, Menteri PPN/Ka Bappenas
• P
enarikan Pinjaman dari Pusat & penerbitan Obligasi & Sukuk
dilakukan setelah mendapatkan persetujuanMenkeudan
pertimbangan Mendagri
• Kewajiban penganggaran pembayaran kembali dalam APBDdan
adanya sanksi administrasi
• P
engendalian defisit & pembiayaan utang olehMenkeu
• Larangan pembiayaan langsung dari luar negeri
Dalam rangka akselerasi pembangunan, Daerah dapat melakukan Pembiayaan Utang Daerah dengan tetap mengutamakan
prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal.
Manfaat Kebijakan Baru Pembiayaan Utang Daerah
A. Pengintegrasian persetujuan DPRDdengan
pembahasan RAPBD Simplifikasi prosedur, tanpa
mengurangi aspek prudentiality
B. Perluasanskemapembiayaan dengan memasukkan
aspek Syariah seperti Sukuk Daerah Sesuai
dengan aspirasi sebagian daerah yang menginginkan
adanya skema pembiayaan Syariah karena secara
kultur dan politis lebih diterima.
C. Reklasifikasi jenis pinjaman dari berdasarkan jangka
waktu menjadi berdasarkan bentuk pinjaman
Mencegah kesimpangsiuran istilah yang akan
membingungkandaerah sebagai institusi pelaksana
peraturan dan selaras dengan praktek dalam APBN
15
16. PENGATURAN SINERGI PENDANAAN
UU HKPD mendorong creative andsustainablefinancingberbasis kerjasama melalui skema Sinergi Pendanaan
Integrasi berbasis program, proyek, target output/outcome, locus,dan sektor.
•BUMN/BUMD;
•KPBU; dan/atau
•Kerja Sama Daerah
•Belanja K/L
Non APBD
APBD •PAD;
•TKD ; dan/atau
•Pembiayaan Utang
KetentuanteknisSinergiPendanaanakandiatur dalam
Peraturan Pemerintah
Konsepsi sinergi pendanaan akan membuka ruang pengembangan
kerja samaantardaerahdalam mengatasimasalahpembangunan
lintas daerah yang semakin kompleks seperti area metropolitan
Desain Pengaturan
• Peningkatan kemampuan pendanaan daerah guna akselerasi
penyediaan infrastruktur dan program prioritas lainnya.
• Sinergi pendanaan berasal dari APBD dan Non APBD
• Dalam mendukung sinergi pendanaan, Pemerintah dapat
menyinergikannya dengan pendanaan dari APBN, antara lain
belanja K/L atau Tugas Pembantuan
Selain mendukung pembangunan di Daerah, sinergi
pendanaan juga akan meningkatkan kapasitas
Pemerintah Daerah dalam mengelola proyek skala besar
RSANUT
APURAP
ALU
Perjanjian
Kerjasama
via PT.SMI
Pinjaman
Daerah
via PT.SMI
APBD
murni
Anggaran Pemerintah
Dana Alokasi
Khusus
CONTOH SINER
GI PENDANAAN
Belanja K/L
Pembelian
Peralatan Medis
Donor/Filantropis
Pemerintah Daerah
PT. SMI
16
17. PENGATURAN DANA ABADI DAERAH
Bagi Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal sangat tinggi dengan pemenuhan kualitas layanan publiknya relatif baik, Dana Abadi
Daerah dapat menjadi opsi bagi kebermanfaatan lintas generasi dengan manfaat yang lebih luas
Tujuan pembentukan Dana Abadi Daerah:
• Mendapat manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat
lainnya;
• memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah; dan
• kemanfaatan umum lintas generasi.
Dana Abadi Daerah dapat dibentuk oleh daerah yang:
• Kapasitas fiskal daerah yang sangat tinggi
• Telah memenuhi kebutuhan pelayanan dasar publik.
Prinsip Pengelolaan
• ditetapkan dengan Peraturan Daerah
• dikelola oleh Bendahara Umum Daerah atau BLUD
• dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai
Desain Pengaturan
Dana Abadi Daerah adalah dana yang bersumber dari APBD yang
bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan
untuk Belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Tipologi Sovereign Wealth Fund
1. Dibentuk/ didirikan dengan badan hukum
terpisah, kapasitas penuh untuk melakukan
kegiatandan diatur UU khusus.
2. Berbentuk perusahaan atau BUMN yang
tunduk pada UU tentang perusahaandan juga
tunduk pada UUtentang SWF apabila ada.
3. Berbentuk sekumpulan aset tanpa adanya
atau dibentuknya identitas atau badan hukum
tersendiri atau bisa dimiliki langsung oleh
pemerintahataubank sentral.
ContohP
enerapan:
LPDPsebagai endowment fund untuk dunia pendidikan, dengan total
dana kelolaanRp 99,11T
.
1. Dana Abadi P
endidikan R
p81,12T
2. Dana Abadi P
enelitianR
p7,99T
3. Dana Abadi P
erguruan Tinggi R
p7T
4. Dana Abadi KebudayaanR
p3T
a.l. untuk mendukung beasiswa 29.872 putra-putri terbaik bangsa dan
mendukung1.668 judul penelitian.
Sumber: LPDPper 30 Desember 2021
Konsepsi tsb
diadopsi untukDana
Abadi Daerah yang
dikelola oleh BUD
atau BLUD karena
kerangka penerapan
yang cukup mudah
namun dengan tetap
menjaga
prudentiality.
17
19. PENGATURAN P
AJAK DAERAH & RETRIBUSIDAERAH
RUU HKPD Meningkatkan Local TaxingPower Dengan Tetap Menjaga Kemudahan Berusaha di Daerah
MENURUNKAN ADMINISTRATION DANCOMPLIANCECOST
• Restrukturisasi Jenis Pajak Daerah, khususnya yang berbasis konsumsi
(Hotel, Restoran, Hiburan, Parkir, dan PPJ) menjadi Pajak Barang dan
Jasa T
ertentu (PBJT)
• Rasionalisasi retribusi dari 32 jenis layanan menjadi 18 jenis layanan
MEMPERLUAS BASIS PAJAK
• OpsenPajakProvinsidan Kab/Kota sebagaipenggantianskemabagi
hasildan penyesuaiankewenangan(OpsenPKB,BBNKB,MBLB)tanpa
tambahan beban WP
• Perluasan objek melalui sinergitasPajak Pusatdan Daerah (valet
parkir, objek rekreasi, dsb)
HARMONISASI DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN LAIN
• Putusan MK Terkait Alat Berat/Alat Besar Pajak Alat Berat
• Putusan MK T
erkait PPJ PBJTT
enaga Listrik
• UU23/ 2014 dan UU 3/ 2020 terkait sinkronisasi kewenangan
• UU Cipta Kerja Mendukung Kemudahan Berusaha
HKPD
19
UU HKPD memberikan peningkatan
penerimaan PDRD Kab/Kota sampai
dengan 48,98% secara nasional
20. Highlight Pengaturan Pajak Daerah
Pengaturan Opsen dimaksudkan untuk tidak menambah beban WP melainkan percepatan penerimaan bagian PKB dan
BBNKB bagi kab/kota dan sinergi pemungutan pajak antara provinsi dan kab/kota
SINERGI PEMUNGUTAN
PROV-KAB/KOTA
MELALUI OPSEN
PAJAK BARANG
DAN JASA
TERTENTU (PBJT)
GREEN POLICY
PKB DAN BBNKB
DUKUNGAN PADA
USAHA MIKRO
DAN ULTRA MIKRO
PERUBAHAN KEBIJAKAN
JENIS, OBJEK, DPP, &
TARIF PAJAK
Opsen tidak menambah
beban WP
Opsen PKB dan BBNKB
menggantikan bagi hasil
PKB dan BBNKB,
sekaligus mempercepat
penerimaan kab/kota
Opsen MBLB untuk
mendanai kewenangan
provinsi dalam
penerbitan dan
pengawasan izin MBLB
Menuntut sinergi yang
baik antara Provinsi dan
kab/kota
PBJT mengintegrasikan
pajak-pajak daerah berbasis
konsumsi (Pajak Hotel,
Restoran, Hiburan, PPJ, dan
Parkir)
Tujuannya untuk:
• mempermudah
administrasi pembayaran
dan pelaporan dari sisi WP
,
• meningkatkan efisiensi
layanan perpajakan dan
pengawasan dari sisi
Pemda
Termasuk perluasan objek
(valet parkir, rekreasi, dsb)
Kendaraan bermotor
berbasis energi terbarukan
(nonfosil) dikecualikan dari
PKB dan BBNKB
Contoh: Kendaraan
Bermotor Tenaga Listrik,
Surya, dsb
Mendukung program
percepatan Kendaraan
Bermotor Listrik Berbasis
Baterai (KBLBB)
NJKB lebih tinggi untuk
Kendaraan Bermotor Fosil
yang menghasilkan emisi
lebih besar
Insentif fiskal dapat
diberikan kepada WP
pelaku usaha dengan
kriteria tertentu, termasuk
usaha mikro dan ultra
mikro
Pemberian Insentif Fiskal
melalui permohonan WP
atau secara jabatan oleh
Kepala Daerah
Pemberian Insentif Fiskal
ditetapkan dalam
Peraturan Kepala Daerah
dan diberitahukan kepada
DPRD
Memperkenalkan Pajak
Alat Berat (PAB)
Tarif maks PBB-P2 menjadi
0,5%, dengan assessment
ratio (NJKP Kena Pajak
20%-100%)
BBNKB hanya atas
Kendaraan Bermotor baru
Earmarking sebagian
penerimaan PKB, PBJKT
Listrik, Pajak Rokok, dan
PAT, yang detilnya diatur
dalam PP
NPOPTKP paling rendah
Rp 80 juta
20
21. Highlight Pengaturan Retribusi Daerah
Rasionalisasi Retribusi Daerah dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah, mendukung
iklim investasi dan kemudahan berusaha, namun dengan tetap menjaga penerimaan PAD daerah
bahwa layanan dimaksud wajib
disediakan Pemda tanpa
pungutan
01
RASIONALISASI
JENIS RETRIBUSI
Retribusi Cetak KTP dan Akta
Capil sesuai amanat UU 24/2013
tentang Adminduk
Penyederhanaan Retribusi
Perizinan Tertentu melanjutkan
semangat UU Cipta Kerja
Rasionalisasi jenis retribusi
lainnya didasari pertimbangan
03
PENERIMAAN PAD
TETAP TERJAGA
02
PENGATURAN
DETIL DALAM PP
UU HKPD hanya
mengatur mengenai jenis
retribusi dan objek secara
umum
Detil objek, tingkat
penggunaan jasa, prinsip
dan sasaran penetapan
tarif diatur dengan PP
04
PENAMBAHAN
RETRIBUSI BARU
Penambahan jenis retribusi
baru dimungkinkan melalui
PP
PP tentang Retribusi baru
mengatur minimal: objek
retribusi, subjek dan wajib
Rasionalisasi
jenis Retribusi
dikompensasi
beberapa
Daerah
dengan
kebijakan Pajak Daerah
yang berpotensi
meningkatkan
penerimaan khususnya
untuk kab/kota.
Sehingga overall
penerimaan PAD tetap
terjaga
retribusi, prinsip dan
sasaran penetapan tarif,
dan tata cara penghitungan
retribusi.
Dihapuskannya beberapa jenis retribusi bukan berarti Pemda tidak melakukan layanan dimaksud. Layanan publik tersebut tetap dilakukan Pemda namun tanpa
pungutan kepada maasyarakat.
21
23. PENGATURAN PENGELOLAAN BELANJA DAERAH:
PENINGKATAN KUALITAS PENGANGGARAN BELANJA DAERAH
1. Penganggaran Belanja Daerah 3. Standardisasi Belanja Daerah
2. Simplifikasi dan Sinkronisasi
Program Daerah
Mendorong kinerja belanja daerah melaluipenguatan kualitas penganggaran belanja daerah agar semakinefisien,fokus,sinergis,dan
berkesinambungan dengan tetap memberikan keleluasaan pilihan eksekusi belanja sesuai karakteristik daerah.
Belanja daerah disusun dengan pendekatan:
a. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Daerah
b
. P
enganggaran terpadu
c
. P
enganggaran berbasisKinerja
a
. P
enerapan standar unit cost belanja &
analisisstandar belanja
b. Unit cost belanja mencakup untuk belanja
operasionaldantunjangankinerjaASN
P
emda yang mempertimbangkan capaian R
B
,
kelas jabatan dan kemampuan keuda.
a. Program pembangunan sesuai prioritas
dan kebutuhan daerah, serta tetap
sinergisdan sinkron dengan program
nasional.
b. Mengutamakanpemenuhan
kebutuhan urusan pemerintahan wajib
layanan dasar
c. Alokasi belanja berdasarkan target
kinerja dan skala prioritas (bukan
aspek pemerataan)
Tujuan
• Menegaskan kembali dasar-dasar penganggaran belanja daerah sesuai UUKeuangan Negara.
• Menyederhanakan program di daerah agar fokus pada urusan wajib layanan dasar sesuai skala prioritas
daerah dan bukan diecer-ecer.
• Sinkronisasi program di daerah dan nasional.
• Efisiensi unit cost belanja daerah dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan, kewajaran, dan kepatutan
23
24. PENGATURAN PENGELOLAAN BELANJA DAERAH:
PENINGKATAN KUALITAS PENGALOKASIAN BELANJA DAERAH
Meningkatkan kualitas pengalokasian belanja daerah agar lebih produktif dan fokus pada layanan dasar kepada masyarakat dan mandatory
spending, sehingga terjadi akselerasi pemerataan kualitas layanan publik dan kesejahteraan di daerah.
Keseluruhan instrumen bertujuan agar memastikan fungsi alokasi APBD dapat berjalan secara optimal untuk
mendanai pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
1. Fokus B
elanja
Fokus belanja daerah
untuk layanan dasar
publik guna pencapaian
SPM.
2. Mandatory S
pending
Displin pengalokasian
belanja yang
diwajibkan peraturan
perundangan,seperti
pendidikan dan
kesehatan.
3. Pengendalian Belanja Pegawai
• Batasanbesaranbelanja
pegawai (maks30% dr APB
D
tidak termasuk tunjangan guru
yang berasal dari TKD)
• Masa transisi penyesuaian
porsi belanja pegawai (5
tahun)
• Fleksibilitas dalam melakukan
penyesuaian pasca transisi
4. Penguatan B
elanja Infrastruktur
• Batasanbesaranbelanja
infrastruktur pelayanan publik
(minimal 40% dr APBD diluar
transfer ke daerah bawahan dan
desa)
• Masa transisi penyesuaian porsi
belanja infrastruktur pelayanan
publik (5 tahun)
• Fleksibilitas dalam melakukan
penyesuaian pasca transisi
5. S
iLP
A B
erbasisKinerja
Optimalisasi penggunaan SiLP
A
non-earmarked untuk belanja
daerah berdasarkan kinerja
layanan publik daerah:
• Jika kinerja layanan sudah
tinggi, dapat diinvestasikan
dan/atau pembentukan
dana abadi daerah
• Jika kinerja layanan masih
rendah,diarahkan untuk
belanja infrastruktur
pelayanan publik
24
25. PENGATURAN PENGELOLAAN BELANJA DAERAH:
PENINGKAT
AN KUALIT
AS SDMDAN PENGAWASAN INTERNAL
Meningkatkan kualitas SDM pengelola keuangan daerah dan APIP daerah serta penguatan pengawasan internal dalam rangka mendukung
akuntabilitas pengelolaan APBD.
• UU HKPD mendorong penguatan SDM pengelola keuangan dan pengawasan internal di
daerah sebagai salah satu pondasi dari pilar UU HKPD.
• Penguatan pengawasan internal tidak akan menambah tahapan birokrasi pengelolaan
keuangan di daerah.
a. Pemerintah menyelenggarakan pengembangan
kapasitas SDM pengelola keuangan di daerah
b. SDM pengelola keuangan wajib memiliki
sertifikasi yang diberikan oleh lembaga yang
ditunjuk Pemerintah, dengan masa transisi 3 tahun.
a. Penguatan kapabilitas APIPDaerah oleh Mendagri
bekerja sama dengan BPKP
b. Pengawasan intern tertentu atas RAPBDmaupun
pelaksanaan APBDoleh BPKPdengan berkoordinasi
dengan Mendagri
1. Pengembangan SDM Pengelola Keuangan 2. Penguatan PengawasanAPBD
25
27. PENGATURAN SINERGI FISKAL NASIONAL:
KONSEPSI
Sinergi kebijakan fiskal nasional bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan fiskal daerah dengan kebijakan fiskal
Pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan nasional
SINERGI FISKAL
Penyelarasan Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah
Penetapan Batas Kumulatif Defisit dan Pembiayaan Utang APBD
Pengendalian dalam Kondisi Darurat
Sinergi bagan akun standar
Konsolidasi Informasi
Keuangan
P
enyajian Informasi
KeuanganSecara
Nasional
P
emantauan& Evaluasi
Pendanaan
Desentralisasi
PENDUKUNG SINERGI FISKAL
27
28. PENGATURAN SINERGI FISKALNASIONAL:
INSTRUMEN SINERGI
Pemda mensinergikan kebijakan pembangunan dan kebijakan fiskal
Daerah dengan:
Rencana pembangunan jangka menengah nasional dan rencana kerja
pemerintah mempertimbangkan berbagai usulan program strategis
Daerah.
Penyelarasan dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional
dan rencana kerja pemerintahdilakukan melaluipenyelarasan target
kinerja makro Daerah dan target kinerja program Daerah dengan
prioritas nasional.
• R
PJMN;
• RKP;
• Arahan Presiden; dan
• peraturan perundang-
• KEM-PPKF; undangan
Penyelarasan Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah
Batas maksimum kumulatif defisit APBNdan APBD
yang dibiayai dari P
embiayaanUtang Daerah
Jumlah kumulatif maksimumpinjamanP
emerintah&
P
embiayaanUtang Daerah
Menteri menetapkan batas maksimal defisit APBD, baik secara
kumulatif maupun untuk masing-masing daerah setiap tahunnya
untuk menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal.
Penetapan Batas Kumulatif Defisit dan Pembiayaan Utang
APBD
Perkiraan PDB
3%
PerkiraanPDB
60%
Keuangan negara merupakan konsolidasi antara APBN dan APBD,perlu dikelola secara akuntabel dan prudent
SelarasdenganUU17/2003 tentang Keuangan Negara danUU33/2004
1
Pengendalian dalam Kondisi Darurat Sinergi bagan akun standar
Dalam kondisi darurat, Pemerintah dapat:
• mewajibkan Daerah untuk melakukan pengutamaan penggunaan
alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan
alokasi, dan perubahan penggunaan APBD
• penyesuaian besaran batasan pengendalian defisit dan
Pembiayaan Utang Daerah
Sinergi Bagan Akun Standar dilakukan paling sedikit melalui
penyelarasan program dan kegiatan serta keluaran dengan
kewenangan Daerahsesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2
3 4
28
29. PENGATURAN SINERGI FISKALNASIONAL:
INSTRUMEN PENDUKUNG SINERGI
Keuangan negara merupakan konsolidasi antara APBN danAPBD, sehingga perlu didukung dengan sistem informasi yang
dapat melakukan konsolidasi keuangan Pusat dan Daerah dan sistem monev yang efektif
Penyajian dan Konsolidasi Informasi Keuangan Pemantauan & Evaluasi
P
emerintah membangun sistem
informasi konsolidasi kebijakan fiskal
nasional berbasis interkoneksi &
interoperabilitas.
Dalam rangka penyajian informasi
keuangan daerah secaranasional
P
emerintah Daerah menyediakan
informasi keuangan Daerah secara
digital dalam jaringan.
P
emantauan dan evaluasi dilakukan
paling sedikit terhadap pelaksanaan
TKD dan pelaksanaan APBD
P
emantauan dan evaluasi dilakukan
melalui platformdigital sistem informasi
pembangunan Daerah, pengelolaan
keuangan Daerah, dan informasi lainnya
Hasil pemantauan dan evaluasi dapat
dijadikan dasar kebijakan fiskal
nasional, TKD, dan pemberian
sanksi/insentif
29