4. Transformasi Kelembagaan
Pada tanggal 22 Februari 2012, PT Pelabuhan Indonesia II
(Persero) meluncurkan identitas baru dan bertransformasi
menjadi IPC, sebuah perusahaan penyedia jasa pelabuhan
terkemuka di Indonesia, yang lebih efisien dan modern
dalam berbagai aspek operasional, dalam rangka
mencapai tujuan menjadi operator pelabuhan kelas dunia.
5.
6. Industri Kepelabuhan
Mengikuti perkembangan perekonomian dan perdagangan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata 6% per tahun. Apabila hal ini
tetap bertahan, diperkirakan industri kepelabuhan akan terus tumbuh seiring
peningkatan produksi dan distribusi berbagai komoditas.
Pelindo di Indonesia juga akan dipengaruhi perdagangan antar pulau, yang tumbuh
lebih pesat dibandingkan pertumbuhan ekspor impor.
7. Pelindo II dalam
Industri Kepelabuhan
Kegiatan utama IPC adalah pengusahaan jasa dan fasilitas pelabuhan
• Frekuensi lalu lintas kapal barang dan penumpang dari dan ke pelabuhan
• Parameter jumlah kunjungan kapal, arus barang, arus petikemas dan arus penumpang
• Persaingan jasa kepelabuhan yang datang dari negara tetangga maupun dalam negeri.
Semakin besarnya ukuran kapal pada masa mendatang berarti membutuhkan alur dan kolam
pelabuhan yang lebih dalam dan waktu bongkar muat yang lebih cepat.
14. Risiko Operasional
Terjadinya kecelakaan
kapal/pandu/ABK pada
pelaksanaan pelayanan
pemanduan.
ET/BT tidak mencapai
target sasaran mutu/
KPI.
Produktivitas bongkar
muat curah kering tidak
mencapai target yang
ditetapkan.
Tidak tercapainya target
Availability Container
Crane karena adanya
kerusakan.
Tidak optimalnya
pendapatan pas
pelabuhan.
Availability dermaga
tidak mencapai target
karena adanya
kerusakan.
16. Risiko NonOperasional
Penyelesaian keluhan pelanggan tidak tepat waktu (tidak sesuai target yang
ditetapkan).
Terjadinya hambatan pada pelaksanaan pekerjaan/pelayanan karena tidak
memadainya jumlah SDM.
Proses pelelangan/pengadaan barang dan jasa mengalami hambatan,
keterlambatan, ataupun kegagalan karena OE terlalu rendah, dokumen user kurang
lengkap, dan peserta lelang kurang.
17. Risiko NonOperasional
Adanya temuan Audit Mutu yang berulang karena
tindak lanjut temuan audit yang kurang optimal.
Operating Ratio tinggi/melebihi target.
20. Terjadinya Kecelakaan Kapal/Pandu/
ABK Pada Pelaksanaan Pelayanan
Pemanduan.
Pemanduan kapal dilakukan karena adanya alur pelayaran yang memiliki risiko tinggi
• Kondisi alur yang relatif sempit dan dangkal
• Sangat panjang berkelok-kelok (untuk pelabuhan sungai)
• Adanya ”Obstacle” olah gerak kapal karena terdapat bangkai kapal tenggelam dan/atau batuan karang
Gangguan yang ditimbulkan antara lain berupa tertundanya pelayanan bagi kapal
yang ingin keluar-masuk pelabuhan, bongkar-muat barang serta jalur yang tidak
dapat dilalui oleh kapal yang lain di tempat terjadinya kecelakaan kapal.
21. Terjadinya Kecelakaan Kapal/Pandu/
ABK Pada Pelaksanaan Pelayanan
Pemanduan.
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak
Tingkat
Kemungkinan
Level Risiko
Terjadinya kecelakaan
kapal/pandu/ABK pada
pelaksanaan pelayanan
pemanduan
Operasional Tinggi Tinggi Tinggi
22. ET/BT TidakMencapai Target
SasaranMutu/KPI.
Waktu Efektif (Effective Time/ET) merupakan jumlah jam bagi suatu kapal yang benar-benar digunakan untuk
bongkar muat selama kapal di tambatan,
Berth Time (BT) merupakan jumlah waktu siap operasi tambatan untuk melayani kapal. Rasio antara Waktu
Efektif dan Berth Time ini menunjukkan bagaimana kesiapan pihak Pelabuhan Indonesia dalam melayani
pengguna jasanya.
Banyak hal yang mempengaruhi lamanya waktu kegiatan bongkar muat peti kemas, mulai dari persiapan
peralatan, petikemas serta petugas yang melakukan bongkar muat peti kemas. Waktu persiapan yang terlalu
lama mengakibatkan tersendatnya arus barang di pelabuhan baik proses bongkar muat petikemas maupun
penimbunan petikemas di tempat penimbunan sementara
23. ET/BT TidakMencapai Target
SasaranMutu/KPI.
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak
Tingkat
Kemungkinan
Level Risiko
ET/BT tidak mencapai target
sasaran mutu/ KPI
Operasional Sedang Tinggi Tinggi
24. Produktivitas BongkarMuat
Curah Kering TidakMencapai Target
Yang Ditetapkan.
Salah satu layanan yang disediakan
oleh PT Pelindo II adalah pelayanan
bongkar muat barang curah kering.
Sebagai pelabuhan terbesar dan pintu
keluar-masuk 70% perdagangan
internasional di Indonesia, tidak hanya
kapal bermuatan petikemas saja yang
keluar masuk pelabuhan tetapi juga
kapal dengan muatan barang curah
kering.
25. Produktivitas BongkarMuat
Curah Kering TidakMencapai Target
Yang Ditetapkan.
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak
Tingkat
Kemungkinan
Level Risiko
Produktivitas bongkar muat
curah kering tidak mencapai
target yang ditetapkan
Operasional Sedang Sedang Sedang
26. Tidak Tercapainya Target Availability
Container Crane Karena Adanya
Kerusakan.
Kurangnya ketersediaan
Container Crane
mengakibatkan proses
pemindahan petikemas dari
kapal menjadi lama sehingga
berakibat pada lamanya waktu
yang digunakan olah kapal
untuk bersandar.
Hal ini dikarenakan kapal harus
menunggu giliran container
crane selesai membongkar
muatan kapal lain di
pelabuhan. Akibatnya adalah
antrian kapal yang akan
bersandar menumpuk dan
harus menunggu terlalu lama.
Kerugian dari antrian yang
menumpuk ini sangat
merugikan para pengguna
jasa, baik dari segi waktu
maupun biaya
27. Tidak Tercapainya Target Availability
Container Crane Karena Adanya
Kerusakan.
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak
Tingkat
Kemungkinan
Level Risiko
Tidak tercapainya target
Availability Container Crane
karena adanya kerusakan
Operasional Tinggi Rendah Sedang
28. Tidak Optimalnya Pendapatan
Pas Pelabuhan
Setiap pengguna jasa pelabuhan harus membayar untuk dapat masuk ke
dalam area pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo II.
Meskipun tidak berpengaruh langsung terhadap pelayanan utama PT
Pelindo II, pas pelabuhan merupakan salah satu indikator dari naik-turunnya
penggunaan layanan utama yang disediakan oleh PT Pelindo II.
29. Tidak Optimalnya Pendapatan
Pas Pelabuhan
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak
Tingkat
Kemungkinan
Level Risiko
Tidak optimalnya pendapatan
pas pelabuhan
Operasional rendah Sedang rendah
30. Availability Dermaga Tidak
Mencapai Target Karena Adanya
Kerusakan
Adanya kerusakan dermaga
meyebabkan kapal-kapal yang
seharusnya dapat dilayani dengan
segera harus menunggu dermaga
tersedia.
Kapasitas pelayanan yang tersedia
dapat melayani bongkar muat
barang yang lebih banyak
daripada jumlah kapal yang dapat
bersandar di dermaga, sehingga
ada fasilitas-fasilitas yang idle
tetapi tetap menyerap biaya.
31. Availability Dermaga Tidak
Mencapai Target Karena Adanya
Kerusakan
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak
Tingkat
Kemungkinan
Level Risiko
Availability dermaga tidak
mencapai target karena adanya
kerusakan
Operasional Tinggi Sedang Tinggi
33. No Risiko Kategori risiko Tingkat dampak Tingkat kemungkinan Level risiko Peringkat
1
Terjadinya kecelakaan kapal/pandu/ABK
pada pelaksanaan pelayanan
pemanduan
Operasional Tinggi Tinggi Tinggi 1
2 ET/BT tidak mencapai target sasaran
mutu/ KPI
Operasional Sedang Tinggi Tinggi 4
3
Produktivitas bongkar muat curah kering
tidak mencapai target yang ditetapkan
Operasional Sedang Sedang Sedang 5
4 Tidak tercapainya target availability
container crane karena adanya
kerusakan
Operasional Tinggi Sedang Tinggi 2
5 Tidak optimalnya pendapatan pas
pelabuhan
Operasional Rendah Sedang Rendah 6
6
Availability dermaga tidak mencapai
target karena adanya kerusakan
Operasional Tinggi Sedang Tinggi 3
35. Risiko Operasional
Terjadinya kecelakaan kapal/pandu/ABK pada pelaksanaan pelayanan
pemanduan.
• Pengaturan jadwal/shift jaga yang sesuai, dengan memperhitungkan tingkat kelelahan pandu.
• Informasi cuaca selalu di update dan melakukan komunikasi dengan benar dan selalu
berkoordinasi antar kapal.
• Menyesuaikan pelayanan pemanduan dengan traffic kapal di alur serta koordinasi dengan
pihak terkait.
• Melengkapi Pandu dan ABK dengan APD.
• Melaksanakan pemantauan keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada sarana opersional
(kapal tunda dan Motor Pandu) maupun di ruangan (rutin)
36. Risiko Operasional
ET/BT
tidak
mencapai
target
sasaran
mutu/
KPI.
Memastikan 70% muatan harus sudah siap di pelabuhan saat kapal sandar dan kesiapan fasilitas
alat bongkar muat serta melakukan pengendalian selama kegiatan bongkar muat berlangsung.
Melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan bongkar muat.
Memberikan teguran secara lisan dan mengeluarkan kapal dari posisi tambatan.
Sosialisasi pelaksanaan kerja 24 jam kepada instansi terkait.
37. Risiko Operasional
Produktivitas bongkar muat curah kering tidak
mencapai target yang ditetapkan.
• Melaksanakan perencanaan bongkar muat yang efektif.
• Memastikan kesiapan alat, baik alat darat ataupun alat
kapal, sehingga bila terjadi kerusakan di alat kapal bisa
digunakan alat darat.
• Memastikan ketersediaan jumlah truk yang dipakai dan
melakukan monitoring selama kegiatan berjalan.
• Memastikan kesiapan muatan, minimal 80% muatan
sudah siap di lapangan, memastikan kesiapan truk.
• Pengadaan alat bongkar muat baik sewa maupun sendiri.
38. Risiko Operasional
Tidak tercapainya target Availability
Container Crane karena adanya kerusakan.
•Melakukan kontrak maintenance dan pengaturan
pengoperasian kerja alat.
• Investasi alat bongkar muat.
39. Risiko Operasional
Tidak optimalnya pendapatan pas pelabuhan.
Membuat konsep kerjasama dengan
Pengelola TPS, melakukan koordinasi
dengan unit dan instansi terkait, melakukan
sosialisasi dengan pengguna jasa
pelabuhan, dan membuat kesepakatan
dengan pengguna jasa pelabuhan.
Penertiban penarikan pas pelabuhan.
40. Risiko Operasional
Availability dermaga tidak mencapai target karena adanya kerusakan.
• Penambahan panjang dermaga, perbaikan lantai dermaga dan perkuatan dermaga serta
koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak terkait.
• Melakukan penggantian fender.
• Memberitahukan kepada pandu dan kapten kapal agar menyandarkan kapal dengan hati–
hati.
41. Risiko NonOperasional
Penyelesaian
keluhan
pelanggan
tidak tepat
waktu (tidak
sesuai target
yang
ditetapkan).
Melaksanakan pertemuan (coffee morning) dengan para pengguna jasa minimal
1 bulan sekali dan menyediakan kotak saran keluhan/klaim pelanggan.
Menindaklanjuti surat-surat dari pengguna jasa dan melakukan koordinasi
dengan divisi terkait.
Penyelesaian keluhan pelanggan sesuai ketentuan yang berlaku.
Koordinasi dengan Kantor Pusat untuk penanganan keluhan yang memerlukan
biaya besar.
42. Risiko NonOperasional
Terjadinya hambatan pada pelaksanaan pekerjaan/pelayanan
karena tidak memadainya jumlah SDM.
• Pengaturan jadwal dan sistem kerja agar lebih efektif dalam melaksanakan
tugas.
• Perubahan sistem dan prosedur serta pola operasi.
• Melakukan analisa beban kerja, merencanakan jumlah kebutuhan SDM yang
ideal, serta mengusulkan dan melaksanakan rekrutmen baik organik maupun
non organik.
43. Risiko NonOperasional
Proses pelelangan/pengadaan barang dan jasa
mengalami hambatan, keterlambatan, ataupun
kegagalan karena OE terlalu rendah, dokumen
user kurang lengkap, dan peserta lelang kurang.
• Melakukan koordinasi dengan user (divisi terkait sebagai
pengguna) untuk revisi OE.
• Memberikan informasi kepada user mengenai
kelengkapan dokumen untuk proses pengadaan
barang/jasa.
• Pengumuman lelang melalui website.
44. Risiko NonOperasional
Proses
pelelangan/pengadaan
barang dan jasa
mengalami hambatan,
keterlambatan,
ataupun kegagalan
karena OE terlalu
rendah, dokumen user
kurang lengkap, dan
peserta lelang kurang.
Melakukan koordinasi dengan user (divisi terkait sebagai
pengguna) untuk revisi OE.
Memberikan informasi kepada user mengenai kelengkapan
dokumen untuk proses pengadaan barang/jasa.
Pengumuman lelang melalui website.
45. Risiko NonOperasional
Operating Ratio tinggi/melebihi target.
• Implementasi serta pemantapan ICT untuk modul Akuntansi Biaya dan
Anggaran.
• Mengupayakan penghematan dengan prinsip efisiensi biaya terutama
untuk mendapatkan harga yang rendah untuk setiap pengeluaran.
• Mengoptimalkan peralatan produksi dalam menghasilkan pendapatan.
46.
47. pertanyaan
1. tiyo
Pungutan liar di pelabuhan
Kenapa risiko pas pelabuhan memiliki level dampak rendah
2. Rizka
Integrasi moda trnasportasi, apabila kongesti menyebabkan kemacetan di lsekitaran
pelabuhan
Domain kecelakaan kapal wewenang siapa
3. Nauval
Masalah dwelling time?kenapa tidak dibahas dan mitigasi seperti apa?