SlideShare a Scribd company logo
PP 51 tahun 2009
tentang
Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan Kefarmasian
• Pekerjaan Kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional
Pelaksanaan pekerjaan
kefarmasian
• Pekerjaan Kefarmasian dalam
Pengadaan Sediaan Farmasi;
• Pekerjaan Kefarmasian dalam
Produksi Sediaan Farmasi;
• Pekerjaan Kefarmasian dalam
Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi;dan
• Pekerjaan Kefarmasian dalam
Pelayanan Sediaan Farmasi.
Pekerjaan Kefarmasian dalam
Pengadaan Sediaan Farmasi
• Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan
pada:
– fasilitas produksi,
– fasilitas distribusi atau penyaluran dan
– fasilitas pelayanan sediaan farmasi
• Pengadaan Sediaan Farmasi harus
dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.
• Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat
menjamin keamanan, mutu, manfaat dan
khasiat Sediaan Farmasi
Pekerjaan Kefarmasian Dalam
Produksi Sediaan Farmasi
• Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi
Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker
penanggungjawab.
• Apoteker penanggungjawab dapat dibantu
oleh Apoteker pendamping dan/atau
TenagaTeknisKefarmasian.
• Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat
berupa:
– industri farmasi obat,
– industri bahan baku obat,
– industri obat tradisional, dan
– pabrik kosmetik
• Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang
Apoteker sebagai penanggung jawab masing­
masing pada:
– bidang pemastian mutu,
– produksi, dan
– pengawasan mutu
setiap produksi Sediaan Farmasi.
• Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika
harus memiliki sekurang­kurangnya 1 (satu) orang
Apoteker sebagai penanggung jawab.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi
Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud diatas
diatur dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Kefarmasian Dalam
Produksi Sediaan Farmasi
• Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan
Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan
yang Baik (GMP) yang ditetapkan oleh Menteri.
• Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker
harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
• Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara
tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang farmasi dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan.
• Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses
produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi
pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat
oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
• Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang produksi dan pengawasan mutu
Pekerjaan Kefarmasian Dalam
Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi
• Setiap Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi
berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
• Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dapat
berupa:
– Pedagang Besar Farmasi dan
– Instalasi Sediaan Farmasi.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan
Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi /Penyaluran Sediaan
Farmasi diatur dengan PeraturanMenteri.
• Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi/Penyaluran
Sediaan Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi
yang Baik (GDP)yang ditetapkan oleh Menteri
• Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur
Operasional.
• Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara
tertulis dan diperbaharui secara terus menerus
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dibidang farmasi dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan.
• Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan
proses distribusi/penyaluran Sediaan Farmasi
pada Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sediaan
Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
• Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi/Penyaluran
Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang distribusi
atau penyaluran.
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
• Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa:
– Apotek;
– Instalasi Farmas Rumah sakit;
– Puskesmas;
– Klinik;
– Toko Obat;atau
– Praktek bersama.
• Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker:
– dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
– harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
– harus menetapkan Standar Prosedur Operasional
– Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki
SIPA;
– Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang
sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain
atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
– Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika
kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan
• Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
kefarmasian menurut jenis Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
• Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep
dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
• Di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri
dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian
yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan
kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk
meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.
• Tatacara penempatan dan kewenangan Tenaga
Teknis Kefarmasian didaerah terpencil diatur
dengan Peraturan Menteri.
• Di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki STR mempunyai
wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada
pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang­undangan.
• Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan
modal sendiri dan/atau modal dari pemilik
modal baik perorangan maupun
perusahaan.
• Apoteker yang mendirikan Apotek
bekerjasama dengan pemilik modal maka
pekerjaan kefarmasian harus tetap
dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang
bersangkutan.
• Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek
yang bekerjasama dengan pemilik modal
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang­undangan
• Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Toko Obat
dilaksanakan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki STRTT Ksesuai
dengan tugas dan fungsinya.
• Dalam menjalankan praktek kefarmasian di
Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian
harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian di Toko Obat.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat dan
standar pelayanan kefarmasian di toko obat
ditetapkan oleh Menteri.
Tenaga Kefarmasian
• Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
– Apoteker; dan
– Tenaga Teknis Kefarmasian.
• Tenaga Teknis kefarmasian terdiri dari
– Sarjana Farmasi,
– Ahli Madya Farmasi,
– Analis Farmasi, dan
– Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
• Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian pada:
– Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri
farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat
tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang
memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan
tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu;
– Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan
alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi,
penyalural atkesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan
alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau
– Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko
obat, atau praktek bersama.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian diatur dengan Peraturan
Menteri
Tenaga Kefarmasian
• Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian
dan kewenangan dalam melaksanakan
pekerjaan kefarmasian.
• Keahlian dan kewenangan harus
dilaksanakan dengan menerapkan Standar
Profesi.
• Dalam melaksanakan kewenangan harus
didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan
Standar Prosedur Operasional yang berlaku
sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan.
• Standar Profesi ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang­undangan.
• Apoteker merupakan lulusan pendidikan profesi
setelah sarjana farmasi.
• Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat
dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan
perundang­undangan.
• Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:
– komponen kemampuan akademik; dan
– kemampuan profesi dalam mengaplikasikan
Pekerjaan Kefarmasian.
• Standar pendidikan profesi Apoteker disusun dan
diusulkan oleh Asosiasi dibidang pendidikan
farmasi dan ditetapkan oleh Menteri.
• Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah
lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana
berhak memperoleh ijazah Apoteker dari
perguruan tinggi.
• Apoteker yang menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi
profesi.
• Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat
memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara
langsung setelah melakukan registrasi.
• Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun
melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker
tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
memperoleh sertifikat kompetensi dan tata cara
registrasi profesi diatur dengan Peraturan
Menteri.
• Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian
harus memenuhi ketentuan peraturan perundang­
undangan yang berlaku dibidang pendidikan.
• Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus
memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai
peraturan perundang­undangan.
• Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib
memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang
memiliki STRA ditempat yang bersangkutan
bekerja.
• Ijazah dan rekomendasi wajib diserahkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
memperoleh izin kerja
• Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
• Surat tanda registrasi diperuntukkan bagi:
– Apoteker berupa STRA; dan
– Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
• Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan:
– memiliki ijazah Apoteker;
– memiliki sertifikat kompetensi profesi;
– mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker;
– mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan
– membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi.
• STRA dikeluarkan oleh Menteri, berlaku 5 (lima) tahun dan dpt
diperpanjang u/5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat
REGISTRASI TENAGA KEFARMASIAN
• Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan:
– Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
– Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari
dokter yang memiliki surat izin praktek;
– Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari
Apoteker yang telah memiliki STRA ditempat Tenaga
Teknis Kefarmasian bekerja; dan
– Membuat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
• STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, berlaku selama
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi
syarat
• Menteri dapat mendelegasikan pemberian
STRTTK kepada pejabat kesehatan yang
berwenang pada pemerintah daerah provinsi.
Apoteker lulusan Luar negeri
• Apoteker lulusan luar negeri yang akan
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia
harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi
pendidikan.
• STRA dapat berupa:
– STRA atau
– STRA Khusus.
• Adaptasi dilakukanpada institusi pendidikan
Apoteker di Indonesia yang terakreditasi.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberian STRA, atau STRA Khusus dan
pelaksanaan adaptasi pendidikan diatur dengan
Peraturan Menteri.
• STRA diberikan kepada:
– Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah
melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia dan memiliki
sertifikat kompetensi profesi;
– Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker
di Indonesia yang telah memiliki sertifikat kompetensi profesi dan
telah memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan dibidang ketenaga
kerjaan dan keimigrasian; atau
– Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker
diluar negeri dengan ketentuan:
• Telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia;
• Telah memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan
• Telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan dibidang ketenaga
kerjaan dan keimigrasian.
Apoteker lulusan Luar negeri
• STRA Khusus dapat diberikan kepada Apoteker warga
negara asing lulusan luar negeri dengan syarat:
– atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta;
– mendapat persetujuan Menteri; dan
– Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun.
• Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker
lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikan
Apoteker di Indonesia.
• Apoteker lulusan luar negeri harus memenuhi ketentuan yang
berlaku dalam bidang pendidikan dan memiliki sertifikat
kompetensi.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan Apoteker
diatur oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang
pendidikan.
• Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar
negeri yang akan melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia mengikuti ketentuan perpanjangan registrasi bagi
Apoteker
• STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku
karena:
– Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh
yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan
untuk diperpanjang;
– Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang­
undangan;
– Permohonan yang bersangkutan;
– Yang bersangkutan meninggal dunia; atau
– Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang
berwenang.
• Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA
Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang
telah memiliki STRTTK harus melakukan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan
• Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki
STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan
Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan
pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA
sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang
dimilikinya.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang
Tenaga Teknis Kefarmasian
diaturdalamPeraturanMenteri.
• Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas
atau Instalasi farmasi rumah sakit dilakukan oleh
Apoteker yang memiliki STRA.
• Pelayanan kefarmasian , Apoteker dapat dibantu
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
memiliki STRTTK
• Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai
tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
• Surat izin berupa:
– SIPA (Surat ijin Praktek Apoteker) bagi Apoteker yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi
farmasi rumah sakit;
– SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
sebagai Apoteker pendamping;
– SIK (Surat Ijin Kerja) bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian difasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi
farmasi rumah sakit; atau
– SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.
• Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang
di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
• Tata cara pemberian surat izin dikeluarkan berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
• Apoteker hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu)
Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah
sakit.
• Apoteker pendamping hanya dapat melaksanakan
praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas
atau instalasi farmasi rumahsakit.
• Untuk mendapat surat izin Tenaga Kefarmasian harus
memiliki:
– STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;
– Tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas
Kesehatan yang memiliki izin; dan
– Rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.
• Surat Izin batal demi hukum apabila Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai
dengan yang tercantum dalam surat izin.
Pembinaan dan pengawasan
• Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh:
– Menteri,
– Pemerintah Daerah Provinsi,
– Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya
serta
– Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian.
• Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk:
– Melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga
Kefarmasian;
– Mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan
Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi; dan
– Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan
Tenaga Kefarmasian.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan
diaturdenganPeraturanMenteri
Ketentuan peralihan
• Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
– Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat
Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
– Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat
Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
• Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2
(dua) tahun belum memenuhi persyaratan ,maka surat izin
untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi
hukum.
• Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi
penanggungjawab Pedagang Besar Farmasi harus
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan

More Related Content

What's hot

Konseling dan pio nada
Konseling dan pio nadaKonseling dan pio nada
Konseling dan pio nada
Sapan Nada
 
farmasetika dasar
farmasetika dasarfarmasetika dasar
farmasetika dasar
Dokter Tekno
 
Kosmetik dan Pembagiannya
Kosmetik dan PembagiannyaKosmetik dan Pembagiannya
Kosmetik dan Pembagiannya
Abulkhair Abdullah
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
Surya Amal
 
Analisis resep
Analisis resepAnalisis resep
Analisis resep
Dokter Tekno
 
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Filania Kanja
 
konseling asma
konseling asmakonseling asma
konseling asmawitanurma
 
Komunikasi dalam farmasi
Komunikasi dalam farmasi Komunikasi dalam farmasi
Komunikasi dalam farmasi
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
 
Tablet sublingual dan bukal
Tablet sublingual dan bukalTablet sublingual dan bukal
Tablet sublingual dan bukal
Listia Rini
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Taofik Rusdiana
 
Farmakokinetik Teofilin
Farmakokinetik TeofilinFarmakokinetik Teofilin
Farmakokinetik Teofilin
Taofik Rusdiana
 
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE
SofiaNofianti
 
Menkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikMenkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotik
John Leyy
 
Penulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obatPenulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obat
Stikes BTH Tasikmalaya
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
husnul khotimah
 
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrakPengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
CTie Lupy
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat
nisha althaf
 

What's hot (20)

Konseling dan pio nada
Konseling dan pio nadaKonseling dan pio nada
Konseling dan pio nada
 
farmasetika dasar
farmasetika dasarfarmasetika dasar
farmasetika dasar
 
Kosmetik dan Pembagiannya
Kosmetik dan PembagiannyaKosmetik dan Pembagiannya
Kosmetik dan Pembagiannya
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
 
Analisis resep
Analisis resepAnalisis resep
Analisis resep
 
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
Parameter Nonspesifik Ekstrak (Fitokimia)
 
konseling asma
konseling asmakonseling asma
konseling asma
 
Komunikasi dalam farmasi
Komunikasi dalam farmasi Komunikasi dalam farmasi
Komunikasi dalam farmasi
 
Metode soap
Metode soapMetode soap
Metode soap
 
Tablet sublingual dan bukal
Tablet sublingual dan bukalTablet sublingual dan bukal
Tablet sublingual dan bukal
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
 
Farmakokinetik Teofilin
Farmakokinetik TeofilinFarmakokinetik Teofilin
Farmakokinetik Teofilin
 
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE
 
Menkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikMenkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotik
 
Penulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obatPenulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obat
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
 
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrakPengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Emulsi
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat
 

Similar to Pp51kuliah pert i dan ii

13701133.ppt
13701133.ppt13701133.ppt
13701133.ppt
ssuser4219cb
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkmPelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkm
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
Sisca Yoliza
 
Pp no. 51_th_2009
Pp no. 51_th_2009Pp no. 51_th_2009
Pp no. 51_th_2009
mataram indonesia
 
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rsPedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
erna yanti
 
Ppt mi 7. sk yanfar alkes
Ppt mi 7. sk yanfar alkesPpt mi 7. sk yanfar alkes
Ppt mi 7. sk yanfar alkes
rickygunawan84
 
1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx
1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx
1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx
EtikaPeranginangin
 
PROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptx
PROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptxPROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptx
PROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptx
ResertifikasiKabTega
 
1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf
1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf
1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf
MEDOXNET
 
Ifrs
IfrsIfrs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rsPmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Albertus Beny
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
dinasintia
 
MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptx
MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptxMANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptx
MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptx
ryskilahmudin
 
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdfMateri 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
ssuserad6bfd
 
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
dinasintia
 
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdfPelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
AriestaPerwitasari
 

Similar to Pp51kuliah pert i dan ii (20)

13701133.ppt
13701133.ppt13701133.ppt
13701133.ppt
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Pelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkmPelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkm
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
 
Pp no. 51_th_2009
Pp no. 51_th_2009Pp no. 51_th_2009
Pp no. 51_th_2009
 
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rsPedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
 
Ppt mi 7. sk yanfar alkes
Ppt mi 7. sk yanfar alkesPpt mi 7. sk yanfar alkes
Ppt mi 7. sk yanfar alkes
 
1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx
1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx
1. PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI & ALAT KESEHATAN.pptx
 
PROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptx
PROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptxPROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptx
PROFESIONALISME DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN.pptx
 
1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf
1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf
1. Paparan Standar Apt dan TO_PMK14.2021 (Pelayanan Kefarmasian).pdf
 
Ifrs
IfrsIfrs
Ifrs
 
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rsPmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
 
MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptx
MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptxMANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptx
MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT P2.pptx
 
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdfMateri 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
 
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
 
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdfPelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
 

More from husnul khotimah

Terapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akromTerapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akrom
husnul khotimah
 
Paget's desease
Paget's deseasePaget's desease
Paget's desease
husnul khotimah
 
Nikah siri
Nikah siriNikah siri
Nikah siri
husnul khotimah
 
Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)
husnul khotimah
 
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyahImplementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyahhusnul khotimah
 
Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]husnul khotimah
 
Aomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubukAomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubuk
husnul khotimah
 
Pengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasiPengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasihusnul khotimah
 
Pengantar mfi
Pengantar mfiPengantar mfi
Pengantar mfi
husnul khotimah
 
Cpob 2012
Cpob 2012Cpob 2012
Cpob 2012
husnul khotimah
 
Und kes pert i
Und kes pert iUnd kes pert i
Und kes pert i
husnul khotimah
 
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikaUu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikahusnul khotimah
 
Pertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan vPertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan v
husnul khotimah
 
Pertemuan vi uu narpsi
Pertemuan vi uu narpsiPertemuan vi uu narpsi
Pertemuan vi uu narpsi
husnul khotimah
 

More from husnul khotimah (20)

Terapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akromTerapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akrom
 
Paget's desease
Paget's deseasePaget's desease
Paget's desease
 
Nikah siri
Nikah siriNikah siri
Nikah siri
 
Myastinea
MyastineaMyastinea
Myastinea
 
Kelompok 12
Kelompok 12Kelompok 12
Kelompok 12
 
Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)
 
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyahImplementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
 
Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]
 
Aomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubukAomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubuk
 
Pengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasiPengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasi
 
Pengantar mfi
Pengantar mfiPengantar mfi
Pengantar mfi
 
Cpob 2012
Cpob 2012Cpob 2012
Cpob 2012
 
Uu kesehatan
Uu kesehatanUu kesehatan
Uu kesehatan
 
Und kes pert i
Und kes pert iUnd kes pert i
Und kes pert i
 
Sumpah dan etika per 2
Sumpah dan etika per 2Sumpah dan etika per 2
Sumpah dan etika per 2
 
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikaUu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
 
Pertemuan ke ii
Pertemuan ke iiPertemuan ke ii
Pertemuan ke ii
 
Pertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan vPertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan v
 
Pert iii
Pert iiiPert iii
Pert iii
 
Pertemuan vi uu narpsi
Pertemuan vi uu narpsiPertemuan vi uu narpsi
Pertemuan vi uu narpsi
 

Recently uploaded

ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
nurulkarunia4
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
MuhammadAuliaKurniaw1
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
ortopedifk
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
adwinhadipurnadi
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
ssusera85899
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 

Recently uploaded (20)

ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 

Pp51kuliah pert i dan ii

  • 1. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
  • 2. Pekerjaan Kefarmasian • Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
  • 3. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian • Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi; • Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi; • Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi;dan • Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.
  • 4. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi • Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada: – fasilitas produksi, – fasilitas distribusi atau penyaluran dan – fasilitas pelayanan sediaan farmasi • Pengadaan Sediaan Farmasi harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian. • Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi
  • 5. Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi • Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggungjawab. • Apoteker penanggungjawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau TenagaTeknisKefarmasian. • Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa: – industri farmasi obat, – industri bahan baku obat, – industri obat tradisional, dan – pabrik kosmetik
  • 6. • Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing­ masing pada: – bidang pemastian mutu, – produksi, dan – pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. • Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang­kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab. • Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud diatas diatur dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi Sediaan Farmasi
  • 7. • Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik (GMP) yang ditetapkan oleh Menteri. • Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. • Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan. • Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. • Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang produksi dan pengawasan mutu
  • 8. Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi • Setiap Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. • Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dapat berupa: – Pedagang Besar Farmasi dan – Instalasi Sediaan Farmasi. • Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi /Penyaluran Sediaan Farmasi diatur dengan PeraturanMenteri. • Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik (GDP)yang ditetapkan oleh Menteri
  • 9. • Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. • Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan. • Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi/penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. • Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang distribusi atau penyaluran.
  • 10. Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Pelayanan Kefarmasian • Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa: – Apotek; – Instalasi Farmas Rumah sakit; – Puskesmas; – Klinik; – Toko Obat;atau – Praktek bersama.
  • 11. • Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker: – dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. – harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. – harus menetapkan Standar Prosedur Operasional – Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; – Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; – Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan • Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri. Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
  • 12. • Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. • Di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. • Tatacara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian didaerah terpencil diatur dengan Peraturan Menteri. • Di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.
  • 13. • Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. • Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. • Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek yang bekerjasama dengan pemilik modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan
  • 14. • Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Toko Obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTT Ksesuai dengan tugas dan fungsinya. • Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat. • Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat ditetapkan oleh Menteri.
  • 15. Tenaga Kefarmasian • Tenaga Kefarmasian terdiri atas: – Apoteker; dan – Tenaga Teknis Kefarmasian. • Tenaga Teknis kefarmasian terdiri dari – Sarjana Farmasi, – Ahli Madya Farmasi, – Analis Farmasi, dan – Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
  • 16. • Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada: – Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu; – Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalural atkesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau – Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. • Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian diatur dengan Peraturan Menteri Tenaga Kefarmasian
  • 17. • Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. • Keahlian dan kewenangan harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi. • Dalam melaksanakan kewenangan harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. • Standar Profesi ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang­undangan.
  • 18. • Apoteker merupakan lulusan pendidikan profesi setelah sarjana farmasi. • Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang­undangan. • Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas: – komponen kemampuan akademik; dan – kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian. • Standar pendidikan profesi Apoteker disusun dan diusulkan oleh Asosiasi dibidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri. • Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana berhak memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi.
  • 19. • Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. • Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi. • Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi dan tata cara registrasi profesi diatur dengan Peraturan Menteri.
  • 20. • Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundang­ undangan yang berlaku dibidang pendidikan. • Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang­undangan. • Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA ditempat yang bersangkutan bekerja. • Ijazah dan rekomendasi wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja
  • 21. • Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. • Surat tanda registrasi diperuntukkan bagi: – Apoteker berupa STRA; dan – Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK. • Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: – memiliki ijazah Apoteker; – memiliki sertifikat kompetensi profesi; – mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; – mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan – membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. • STRA dikeluarkan oleh Menteri, berlaku 5 (lima) tahun dan dpt diperpanjang u/5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat REGISTRASI TENAGA KEFARMASIAN
  • 22. • Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan: – Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya; – Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek; – Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA ditempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan – Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian. • STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat • Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi.
  • 23. Apoteker lulusan Luar negeri • Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan. • STRA dapat berupa: – STRA atau – STRA Khusus. • Adaptasi dilakukanpada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia yang terakreditasi. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian STRA, atau STRA Khusus dan pelaksanaan adaptasi pendidikan diatur dengan Peraturan Menteri.
  • 24. • STRA diberikan kepada: – Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia dan memiliki sertifikat kompetensi profesi; – Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di Indonesia yang telah memiliki sertifikat kompetensi profesi dan telah memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan dibidang ketenaga kerjaan dan keimigrasian; atau – Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker diluar negeri dengan ketentuan: • Telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia; • Telah memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan • Telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan dibidang ketenaga kerjaan dan keimigrasian. Apoteker lulusan Luar negeri
  • 25. • STRA Khusus dapat diberikan kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri dengan syarat: – atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta; – mendapat persetujuan Menteri; dan – Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun. • Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia. • Apoteker lulusan luar negeri harus memenuhi ketentuan yang berlaku dalam bidang pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi. • Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan Apoteker diatur oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang pendidikan. • Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang akan melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia mengikuti ketentuan perpanjangan registrasi bagi Apoteker
  • 26. • STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena: – Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang; – Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang­ undangan; – Permohonan yang bersangkutan; – Yang bersangkutan meninggal dunia; atau – Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang. • Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan
  • 27. • Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya. • Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga Teknis Kefarmasian diaturdalamPeraturanMenteri. • Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau Instalasi farmasi rumah sakit dilakukan oleh Apoteker yang memiliki STRA. • Pelayanan kefarmasian , Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK
  • 28. • Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. • Surat izin berupa: – SIPA (Surat ijin Praktek Apoteker) bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit; – SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping; – SIK (Surat Ijin Kerja) bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian difasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau – SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian. • Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. • Tata cara pemberian surat izin dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
  • 29. • Apoteker hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. • Apoteker pendamping hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumahsakit. • Untuk mendapat surat izin Tenaga Kefarmasian harus memiliki: – STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku; – Tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan – Rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat. • Surat Izin batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.
  • 30. Pembinaan dan pengawasan • Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh: – Menteri, – Pemerintah Daerah Provinsi, – Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta – Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian. • Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk: – Melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian; – Mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan – Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian. • Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diaturdenganPeraturanMenteri
  • 31. Ketentuan peralihan • Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: – Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. – Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. • Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan ,maka surat izin untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum. • Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggungjawab Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan