4. L A F A L S U M P A H
DEMI ALLAH Saya bersumpah
1.Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri
kemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan ;
2.Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai Apoteker ;
3.Sekalipun diancam, saya tidak akan menggunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan
dengan hukum peri kemanusiaan ;
4.Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian ;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar
sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh pertimbangan
Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau
Kedudukan Sosial ;
6.Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh
dan dengan penuh keinsafan.
SEMOGA ALLAH SWT SENANTIASA MELINDUNGI SAYA, AMIIN
5. 1.Saya akan membaktikan hidup
saya guna kepentingan peri
kemanusiaan, terutama dalam
bidang kesehatan ;
6. UU Kes no 36 2009
• Tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan;
7. Mendahulukan sisi kemanusiaan
Dasar: PP 51 2009
• Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
8. Pasal 4
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan
masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa
kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta peraturan perundangan-
undangan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien,
masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
9. • Pekerjaan Kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
10. 2.Saya akan merahasiakan segala
sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan keilmuan saya
sebagai Apoteker ;
11. 3.Sekalipun diancam, saya tidak akan
menggunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan hukum peri
kemanusiaan ;
12. 4.Saya akan menjalankan tugas saya
dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian ;
13. Pasal 37
(1) Apoteker yang menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian harus memiliki sertifikat
kompetensi profesi.
(2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan
profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi
profesi secara langsung setelah melakukan
registrasi.
(3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5
(lima) tahun melalui uji kompetensi profesi
apabila Apoteker tetap akan menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian.
14. 5. Dalam menunaikan kewajiban saya,
saya akan berikhtiar sungguh-sungguh
supaya tidak terpengaruh pertimbangan
Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan,
Politik Kepartaian atau Kedudukan
Sosial ;
17. ANGGARAN DASAR
IKATAN SARJANA FARMASI INDONESIA
BAB XI
MAJELIS PEMBINA ETIKA APOTEKER/FARMASIS
PUSAT DAN DAERAH
Pasal 19
(1) Majelis Pembina Etika Apoteker Pusat dan Majelis
Pembina Etika Apoteker/Farmasis Daerah adalah badan
yang membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan
Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia.
(2) Ketentuan tentang Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Pusat dan Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Daerah akan diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.
18. ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN SARJANA FARMASI INDONESIA
BAB XII
WEWENANG MAJELIS PEMBINA ETIKA APOTEKER/FARMASIS
PUSAT DAN DAERAH
Pasal 27
(1) Majelis Pembina Etika Apoteker/Farmasis Pusat dan
Daerah mempunyai kewenangan untuk mengawasi,
membina dan menilai pelaksanaan Kode Etik
Apoteker/Farmasis Indonesia.
(2) Tatacara pengawasan, pembinaan dan penillaian
pelaksanaan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia diatur
dalam Peraturan Organisasi.
19. (3) Susunan Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis pada semua tingkatan
terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu)
orang Wakil Ketua, 1 (satu) orang
Sekretaris dan beberapa anggota sesuai
kebutuhan.
(4) Ketua Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Pusat dipilih dalam
Kongres Nasional dan pada akhir masa
jabatannya Ketua Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Pusat wajib
memberikan pertanggungjawaban dalam
Kongres nasional.
20. (5) Wakil Ketua dan Sekretaris Majelis Pembina
Etika Apoteker/Farmasis Pusat dipilih oleh Ketua
Majelis Pembina Etika Apoteker/Farmasis Pusat.
(6) Anggota Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Pusat dipilih oleh Ketua,
Wakil Ketua dan Sekretaris Majelis Pembina
Etika Apoteker/Farmasis Pusat.
(7) Ketua Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Daerah dipilih dalam
Konperensi Daerah dan pada akhir masa
jabatannya Ketua Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Daerah wajib memberikan
pertanggungjawaban dalam Konperensi daerah.
21. (8) Wakil Ketua dan Sekretaris Majelis
Pembina Etika Apoteker/Farmasis Daerah
dipilih oleh Ketua Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Daerah.
(9) Anggota Majelis Pembina Etika
Apoteker/Farmasis Daerah dipilih oleh
Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Majelis
Pembina Etika Apoteker/Farmasis
Daerah.
22.
23.
24. KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan
tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan
dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan
bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu
berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam
pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan
moral yaitu : KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
25. • Setiap apoteker dalam melakukan pengabdian
dan pengamalan ilmunya harus didasari oleh
sebuah niat luhur untuk kepentingan makhluk lain
sesuai dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
• Sumpa dan Janji Apoteker adalah komitmen
seorang apoteker yang harus dijadikan landasan
moral dalam pengabdian profesinya
• Kode etik sebagai kumpulan nilai-nilai atau prinsip
harus diikuti oleh apoteker sebagai pedoman dan
petunjuk serta standar prilaku dalam bertindak
dan mengambil keputusan
26. BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Sumpah/Janji
Setiap Apoteker/Farmasis harus menjunjung
tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah
Apoteker.
27. • Sumpah / janji apoteker yang diucapkan seorang
apoteker untuk dapat diamalkan dalam
pengabdiannya, harus dihayati dengan baik da
dijadikan landasan moral dalam setiap tindakan dan
prilaku
•
• Dalam sumpah apoteker ada beberapa poin yang
harus diperhatikan, yaitu :
• Melaksanakan asuhan kefarmasian
• Merahasiakan kondisi pasien, resep dan medication
record untuk pasien
• Melaksanakan praktik profesi sesuai landasan praktik
profesi yaitu ilmu, hukum dan etik.
28. Pasal 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan
sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker
Indonesia.
29. • Kesungguhan dalam menghayati dan
mengamalkan kode etik apoteker Indonesia
dinilai dari : ada tidaknya lapora masyarakat,
ada tidaknya laporan dari sejawat apoteker
atau sejawat tenaga kesehatan lain, serta
tidak ada laporan dari sejawat apoteker atau
sejawat tenaga kesehatan lain, serta tidak
ada laporan dari dinas kesehatan.
•
• Pengaturan pemberian sanksi ditetapkan
dalam peraturan organisasi (PO)
30. Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya
sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu
mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
31. • Setiap apoteker Indonesia harus mengerti,
menghayati dan mengamalkan kompetensi sesusai
dengan standar kompetensi apoteker Indonesia.
Kompetensi yang dimaksud adalah : ketrapilan, sikap,
dan prilaku yang berdasarkan pada ilmu, hukum, dan
etik
• Ukuran kompetensi seorang apoteker dinilai lewat uji
kompetensi
• Kepentingan kemanusiaan harus menjadi
pertimbangan utama dalam setiap tindakan dan
keputusan seorang apoteker Indonesia
• Bilamana suatu saat seorang apoteker dihadapkan
kepada konflik tanggung jawab professional, maka
dari berbagai opsi yang ada, seorang apoteker harus
memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk
kepentingan pasien serta masyarakat.
32. • UU Kes 2009 Pasal 102
• (1) Penggunaan sediaan farmasi yang
berupa narkotika dan psikotropika hanya
dapat dilakukan berdasarkan resep
dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk
disalahgunakan.
• (2) Ketentuan mengenai narkotika dan
psikotropika dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
33. Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
34. • Seorang apoteker harus mengembangan
pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya secara terus menerus.
• Aktifitas seorang apoteker dalam
mengikuti perkebangan di bidang
kesehatan, diukur dari nilai SKP yang
diperoleh dari hasil uji kompetensi
• Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh
apoteker ditetapkan dalam peraturan
organisasi
35. Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap
Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
36. • Seorang apoteker dalam tidakan
profesionalnya harus menghindari diri dari
perbuatan yang akan merusak atau
seseorang ataupun merugikan orang lain.
• Seorang apoteker dalam menjalankan
tugasnya dapat memperoleh imbalan dari
pasien dan masyarakat atas jasa yang
diberikannya dengan tetap memegang teguh
kepada prinsip mendahulukan kepentingan
pasien
• Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam
peraturan organisasi
• Tidak boleh mengiklankan jasa pofesi
37. Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1. Pekerjaan Kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
38. Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi dan/atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 Ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
upiah).
39. • Pasal 198
• Setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
41. • Seorang apoteker harus menjaga
kepercayaan masyarakat atas profesi
yang disandangkan dengan jujur dan
penuh integritas.
• Seorang apoteker tidak akan
menyalahgunakan kemampuan
profesionalnya kepada orang lain.
• Seorang apoteker harus menjaga
perilakunya dihadapan publik.
43. • Seorang apoteker mebemberikan informasi kepada pasien /
masyarakat harus dengan cara yang mudah dimengerti dan yakin
bahwa informasi tersebut harus sesuai, relevan, dan “up to date”
• Sebelum memberikan informasi apoteker harus menggali informasi
yang dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui
apoteker mengenai pasien serta penyakitnya.
• Seorang apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai
pelayanan kepada pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang
terlibat.
• Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap obat, dala bentuk penyuluhan, memberikan
informasi secara jelas, melakukan monitoring penggunaan obat dan
sebagainya.
• Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai SKP
44. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
• 1.2.5. Informasi Obat.
• Apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan
terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
45. Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti
perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
46. • Tidak ada alasan bagi apoteker tidak tahu peraturan
perundangan yang terkait dengan kefarmasian. Untuk itu
setiap apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan
peraturan, sehingga setiap apoteker dapat menjalankan
profesinya dengan tetap berada dalam koridor peraturan
perundangan yang berlaku
• Apoteker harus membuat Standar Porsedur Operasional
(SPO) sebagai pedoman kerja bagi seluruh persoil di
industri, dan sarana pelayanan kefarmasian sesuai
kewenangan atas dasar peraturan perundangan yang ada
47. BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
PENDERITA
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan
pekerjaan kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat
dan menghormati hak asazi penderita dan
melindungi makhluk hidup insani.
48. UU-Kesehatan 2009
• Pasal 56
• (1) Setiap orang berhak menerima atau
menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan
kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan
tersebut secara lengkap.
49. • Pasal 57
• (1) Setiap orang berhak atas rahasia
kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan.
50. • (2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia
kondisi kesehatan pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
dalam hal:
• a. perintah undang-undang;
• b. perintah pengadilan;
• c. izin yang bersangkutan;
• d. kepentingan masyarakat; atau
• e. kepentingan orang tersebut
51. • Kepedulian kepada pasien adalah merupakan
hal yang paling utama dari seorang apoteker
• Setiap tindakan dan keputusan professional dari
apoteker harus berpihak kepada kepentingan
pasien dan masyarakat
• Seorang apoteker harus mampu mendorong
pasien untuk terlibat dalam keputusan
pengobatan mereka
• Seorang apoteker harus mengambil langkah-
langkah untuk menjaga kesehatan pasien
khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang
yang dalam kondisi lemah
52. • Seorang apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan
kepada pasien adalah obat yang terjamin mutu, keamanan,
dan khasiat dan cara pakai obat yang tepat
• Seorang apoteker harus menjaga kerarhasiaan pasien,
rahasia kefarmasian, dan rahasia kedokteran dengan baik
• Seorang apoteker harus menghormati keputusan profesi yang
telah ditetapkan oleh dokter dalam bentuk penulisan resep
dan sebagainya
• Dalam hal seorang apoteker akan mengambil kebijakan yang
berbeda dengan permintaan seorang dokter, maka apoteker
harus melakukan komunikasi dengan dokter tersebut, kecuali
peraturan perundangan membolehkan apoteker mengambil
keputusan demi kepentingan pasien
53. BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan
saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan
kode Etik.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan
untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama
Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
54. • Setiap apoteker harus menghargai teman
sejawatnya termasu, termasuk rekan kerjanya
• Bilamana seorang apoteker dihadapkan kepada
suatu situasi yang problematik, baik secara
moral atau peraturan perundangan yang
berlaku, tentang hubungannya dengan
sejawatnya, maka komunikasi antar sejawat
harus dilakukan dengan baik dan santun
• Apoteker harus berkoordinasi dengan ISFI
ataupun majelis Pembina etik apoteker dalam
menyelesaikan permasalaahan degan teman
sejawat
55. • Bilamana seorang apoteker mengetahui
sejawatnya melanggar kode etik, dengan
cara yang santun dia harus melakukan
komunikasi dengan sejawatnya tersebtu
untuk mengingatkan kekeliruan tersebut.
Bilamana ternyata yang bersangkutan
sulit menerima maka dia dapat
menyampaikan kepada pengurus cabang
dan atau MPEAD secara berjenjang.
56. BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT
PETUGAS KESEHATAN LAINNYA
Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan
untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi,
saling mempercayai, menghargai dan menghormati
sejawat petugas kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan
atau perbuatan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
57. • Seorang apoteker harus menjalin dan
memelihara kerjasama dengan sejawat
apoteker lainnya
• Seorang apoteker harus membantu teman
sejawatnya dalam menjalankan
pengabdian profesinya
• Seorang apoteker harus saling
mempercayai teman sejawatnya dalam
menjalin. Memelihara kerjasama
58. • Apoteker harus mampu menjalin
hubungan yang harmonis dengan tenaga
profesi kesehatan lainnya secara
seimbang dan bermartabat.
59. • Bilamana seorang apoteker menemui hal-
hal yang kurang tepat dari pelayanan
profesi kesehatan lainnya, maka apoteker
tersebut harus mampu
mengkomunikasikannya dengan baik
kepada profesi tersebut, tanpa yang
bersangkutan harus merasa dipermalukan
60. BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia dalam
menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak
sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik
Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi
profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal: 8 Desember 2009
61. • Apabila apoteker melakukan pelanggaran kode
etik apoteker, yang bersangkutan dikanakan
sanksi organisasi. Sanksi dapat berupa
pembinaa, peringatan, pencabutan keanggotaan
sementara, dan pencabutan keanggotaan tetap.
Kriteria pelanggaran kode etik diatur dala
peraturan organisai, dan ditetapkan setelah
melalui kajian yang mendalam dari MPEAD.
•
• Selanjutnya MPEAD menyampaikan hasil
telaahnya kepada pengurus cabang, pengurus
daerah, dan MPEA