2. PELAYANAN DI PEDESAAN
Mengapa pentingnya pelayanan pedesaan ?
Berdasarkan data BPS 2022, jumlah penduduk Indonesia 277,7 juta, terdiri dari 38 Propinsi, 83.381 desa
dimana sekitar 43,37% masyarakat indonesia masih tinggal di pedesaan dan sekitar 30,1% adalah usia
anak (dibawah usia 18 tahun)
Sejak awal kegiatan pembangunan di Indonesia, khususnya pembangunan pedesaan telah banyak
mendapat perhatian pemerintah. Yang sebelumnya 70 % (tahun 2000) penduduknya tinggal didesa
sekarang akibat pembangunan yang merata, dimulai dari hilirisasi, infrakstuktur, turunnya tingkat
kemiskinan dll selama 9 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, penduduk yang tinggal di desa menjadi
43,37%
Hal ini merupakan konsekwensi logis bagi bangsa Indonesia karena daerah pedesaan merupakan bagian
integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana dengan membangun desa juga dijadikan sebagai
titik sentral atau tulang punggung pembangunan nasional.
Karena membangun desa berarti membangun bangsa sebab usaha-usaha perbaikan
pada tingkat lokal pada hakekatnya adalah usaha-usaha perbaikan nasional, sebab
masalah nasional merupakan akumulasi dari masalah-masalah lokal
SEBELUM MELAYANI, KENALILAH TERLEBIH DAHULU MASYARAKATNYA
Belajar dari Sejarah : Susi Susanti
3. PERMASALAHAN DI PEDESAAN
Ada 5 permasalahan di pedesaan yaitu :
1. Kemiskinan,
2. Keterbelakangan,
3. Sakit penyakit,
4. Okultisme
5. Kehidupan statis
IGNITING LEADERSHIP, ENDING POVERTY .
HOLISTIK
1.
2.
3.
4.
4. MENGENAL POLA HIDUP MASYARAKAT
YANG KITA LAYANI
Di Indonesia terbagi 2 wilayah kesukuan yang didasarkan INTEGRASINYA :
1. Masyarakat Jawa – Terintegrasi berdasarkan Sistem KEDAERAHAN
2. Masyarakat luar Jawa – Terintegrasi berdasarkan Sistem KEKERABATAN (Darah, Genealogis)
1.PERBEDAAN MASYARAKAT DESA JAWA DAN LUAR JAWA
A. Masyarakat Desa Jawa dipengaruhi oleh :
Kekuatan Supra Desa (Kekuasaan Kerajaan/Keraton), dimana hasil-hasil produksi
masyarakat juga untuk menunjang eksisnya penguasa (kerajaan) yang menjadi
pemilik/penguasa tanah pertanian
Sistem feodalisme yang masih kuat (Bendara, priyayi, wong cilik)
Pada umumnya masih bersifat kultural dan magis religius (Kejawen)
Akibat kekuatan supra desa, maka masyarakat desa di jawa tidak memiliki klan/marga.
Gotong royong dulunya merupakan pembayaran pajak zaman Hindia Belanda, lama
kelamaan menjadi kebudayaan.
5. MENGENAL POLA HIDUP MASYARAKAT
YANG KITA LAYANI
Masyarakat Jawa hubungannya terintegrasi berdasar ikatan daerah (sistem
kedaerahan)
Walaupun kuatnya kerukunan yang ada diantara mereka, namun didasarkan sistem
kedaerahan atau ketetanggaan (bukan kerabat sendiri).
Di jawa tidak ada sistem klan/marga, karena tidak ada sistem kekerabatan yang
mengatur – maka untuk menggantikan fungsi sistem kekerabatan dalam mempererat
rasa persaudaraan adalah melalui Legenda atau cerita rakyat/hikayat cikal bakal
berdirinya desa tersebut. Seperti : Malin Kundang, Tangkuban Perahu, Cindelaras,
Timun Mas, Roro Jonggrang, Jaka Tarub dan 7 bidadari, Baturaden, Rawa Pening, Aji
Saka (asal mula huruf jawa) dan masih banyak lagi.
Sistem Kerajaan Keraton : Jawa Tengah : Keraton Yogyakarta, Jawa Barat : Kerajaan
Sumedang Larang, Keraton Kanoman (Cirebon), Jawa Timur : Kesultanan Pajang
(Mojokerto)
6. MENGENAL POLA HIDUP MASYARAKAT
YANG KITA LAYANI
B. Masyarakat Desa di luar jawa, hubungannya terintegrasi berdasar ikatan Darah
(genealogis), karena tidak dipengaruhi oleh kekuatan Kerajaan/Keraton sehingga
mereka dapat mengembangkan adat istiadat dan tradisi yang kuat yang bersifat lokal
(Minangkabau, Batak, Sumba, Toraja dll) – ikatan ini semakin kuat karena dilandasi
sistem kekerabatan.
Contoh : Di pedalaman Kalimantan terdapat satu keluarga besar (extended Family) dan
tinggal bersama dalam satu rumah adat – sangat kuat nilai kekerabatan, ikatan darah
(Genealogis) sehingga terciptanya Klan/Marga.
Sistem Klan/Marga : Patrilineal - marga dari pihak Ayah
Contoh : Batak : Karo - Ginting, sembiring, Toba – Nababan, Tobing
NTT : Adoe, Atamang, Dhakidae, Pello, Boimau
Matrilineal – marga dari pihak Ibu
Contoh : Minangkabau : Koto, Piliang, Chaniago;
Flores : Ngada
7. MENGENAL POLA HIDUP MASYARAKAT
YANG KITA LAYANI
2. CIRI-CIRI KEBUDAYAAN TRADISIONIL MASYARAKAT DI PEDESAAN
A. Konsep Kebudayaan :
Budaya merupakan kesatuan sistem dari pola-pola yang dialami, termasuk tingkah
laku, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan pandangan dunia ini
9. Meliputi Adat, Kebiasaan-kebiasaan, Hasil-hasil pekerjaan, juga
Bahasa yang merupakan sistem lambang dari tingkah laku itu.
kita perlu mempelajari bahasa untuk pergaulan sehari-hari.
Konsep Budaya
TINGKAH LAKU
NILAI-NILAI
Ditentukan oleh suatu sistem nilai, yaitu standar nilai seperti apa
yang baik-buruk, boleh-tidak boleh, indah-jelek. Kita sulit untuk
mengetahui nilai-nilai dalam masyarakat, jadi perlu bertanya
kepada tokoh adat,tokoh agama setempat
10. Kadangkala sistem nilai mencerminkan suatu sistem kepercayaan yang
mendasari munculnya nilai-nilai yang dianggap sakral/berkuasa yang
dapat mengatur kehidupan. Aliran kepercayaan asli masyarakat desa
di indonesia berbeda-beda.
Ada 187 kelompok Aliran kepercayaan di Indonesia.
contoh :
Jawa Tengah : Kepercayaan Kejawen, - inti ajarannya : Sangkan
Paraning Dumadhi’, atau memiliki arti ‘dari mana datang dan
kembalinya hamba Tuhan’.
Tetapi pada umumnya sudah mengalami percampuran (sinkretisme)
seperti islam kejawen, kristen kejawen, hindu kejawen
Konsep Budaya
KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN
11. Jawa Barat : Kepercayaan Sunda Wiwitan – inti ajarannya : satu
Tuhan yang kerap disebut dengan Sang Hyang Kersa
Pulau Sumba : Kepercayaan Marapu - Para penganut Marapu
menerapkan keyakinannya dengan memuja arwah-arwah para
leluhur. Dalam bahasa Sumba, arwah-arwah leluhur itu disebut
Marapu, yang artinya "yang dipertuan" atau "yang dimuliakan".
Konsep Budaya
12. Tanah Batak : Kepercayaan Malim - Para pengikut aliran
kepercayaan ini disebut sebagai Parugamo Malim, atau bisa
disingkat Parmalim. Parmalim percaya kepada Tuhan yang
mereka sebut dengan nama Ompu Mulajadi na Bolon. Nama ini
kadang disingkat menjadi Mulajadi Nabolon. Mereka juga kadang
menyebut atau memakai nama lain, seperti Debata atau Pelean
Debata. Apapun sebutannya, semua merujuk pada satu nama
yang sama, yaitu Tuhan.
Kalimantan Tengah : Kepercayaan Kaharingan adalah nama
kepercayaan atau keyakinan masyarakat Dayak Ngaju di
Kalimantan Tengah. tempat ibadahnya biasa dinamakan Balai
Basarah.
Konsep Budaya
13. Sulawesi Selatan : Kepercayaan Aluk To Dolo, merupakan agama
asli Suku Toraja yang merupakan cabang dari agama Hindu Dharma.
Di antara praktek agama Aluk To Dolo yang masih bertahan sampai
sekarang adalah upacara kematian “Rambu Solok” dan disebut-
sebut sebagai ritual kematian termahal.
Penganut agama leluhur ini memiliki kewajiban untuk menyembah dan
memuliakan Puang Matua atau Sang Pencipta
dan masih banyak lagi Aliran kepercayaan di Indonesia seperti :
Tonaas Walian (Sulut), Masade (Sangihe),Adat Musi (Talaud),
Saminisme (Jatim), Upuku Anahatana (P.Seram - Maluku),
Swanggi, Manseren Nanggi (Papua) dll
Konsep Budaya
14. Inilah tingkat yang paling dalam yang didasari pada
kepercayaan-kepercayaan yang mengikat seluruh sendi
kehidupan masyarakat, sehingga membentuk Pola Hidup
mereka setiap hari yang menjadi ciri khas setiap daerah di
Nusantara.
Pandangan hidup ini menjadi standar ukur/pembanding sistem
nilai dari pandangan-pandangan luar yang masuk dalam
budaya mereka. Pandangan hidup inilah yang perlu
diperbaharui dalam pelayanan kerohanian, memberitakan Injil
keselamatan kepada mereka
Konsep Budaya
PANDANGAN HIDUP
15. Ciri Kebudayaan
B. Ciri-ciri Kebudayaan Tradisionil :
Secara garis besar ada 9 ciri-ciri kebudayaan tradisionil masyarakat yang ada di
pedesaan Indonesia :
1. Ketergantungan pada alam (Monisme) yaitu mengembangkan adaptasi pasif yang
kuat terhadap kondisi alam, bukan merubah/menaklukkan/memanfaatkan alam tetapi
takluk kepada alam, sehingga setiap desa memiliki ciri khas (karakteristik) tersendiri
karena mengikuti karakteristik alamnya
2. Rendahnya inovatif, Akibat adaptasi pasif yang kuat menyebabkan rendahnya
tingkat inovatif masyarakat, karena beranggapan segalanya sudah berjalan teratur
(ditentukan oleh alam) sehingga menimbulkan sikap yang Nrimo (pasrah pada
nasib/takdir)
16. Ciri Kebudayaan
3. Kekeluargaan, Faktor alam mempengaruhi kepribadian masyarakat, sehingga
mengembangkan filsafat hidup yang organis (memandang segala sesuatu sebagai
suatu kesatuan). Refleksi dari filsafat ini adalah timbul rasa sepenanggungan,
solidaritas, kekeluargaan dan kolektivitas.
4. Kehidupan Statis, Pengaruh alam terhadap kebiasaan hidup yang teratur dan
lamban (mengikuti musim), seperti menunggu waktu panen sehingga timbul
pemahaman bahwa orang desa kehidupannya statis.
5. Percaya Takhyul, Dominasi alam yang kuat pada masyarakat desa
mengakibatkan tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhyul. Takhyul timbul
karena merupakan proyeksi dari ketakutan/ketundukan mereka terhadap
fenomena alam- sebab tidak dapat memahami dan menguasai alam secara benar.
17. Ciri Kebudayaan
6. Kesederhanaan, Sikap adaptif yang pasif dari masyarakat desa terhadap alam
lingkungannya, juga nampak mempengaruhi dalam aspek kebudayaan material mereka
yang bersahaja (sederhana), contoh : Arsitektur rumah tinggal dan alat-alat pertanian
yang tradisionil. (tidak menggunakan alat teknologi)
7. Santai, Karena tunduk kepada alam maka rendahnya kesadaran mereka untuk
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (santai) alon-alon waton kelakon
8. Bersifat Praktis, Karena pengaruh alam yang tidak boleh ditentang (hanya dengan
adaptasi) maka segalanya dikerjakan bersifat praktis, contoh : sifat kekeluargaan/kolektif
sehingga sangat mengenal satu dengan yang lain (tidak ada yang perlu
disembunyikan), maka tidak perlu berbicara panjang lebar, praktis saja – berkembang
sifat baik, jujur, terus terang dan suka bersahabat, tolong menolong (gotong royong)
9. Sulit Berubah, Pengaruh Monisme menyebabkan standar moral yang kaku, hitam ya
hitam, putih ya putih, tidak ada abu-abu, tidak fleksibel, pandangan moral (adat istiadat)
bersifat absolut (mutlak)
18. Aturan Hidup & Sanksi Budaya
3. MEMAHAMI ATURAN HIDUP KEBUDAYAAN MASYARAKAT DESA
Dalam kehidupan bermasyarakat, ada tata cara yang mengatur setiap
tindakan masyarakat sehari-hari yang apabila dilanggar akan dikenakan
sanksi berdasarkan aturan adat setempat, dimulai dengan sanksi ringan
sampai yang berat. Berdasarkan Sanksinya, ada 5 Tingkatannya :
1. Tata cara (usage)
Merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringan terhadap
pelanggarannya misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika
makan, cara memegang gelas ketika minum, cara berbicara, bertanya
dengan orang lain (tegur sapa)
Sanksi : Teguran/celaan atau dianggap tidak sopan – sifat hukuman
ringan.
19. Aturan Hidup & Sanksi Budaya
2. Kebiasaan (folkways)
Merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga
dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang, bagaimana cara
menghormati orang tua, bukan sekedar sopan santun saja, tetapi juga
dijiwai seperti cium tangan, tunduk atau sujud dihadapan orang tua.
Sanksi : lebih dari celaan atau teguran – nama baik jadi jelek.
3. Tata Kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran
agama atau ideologi yang dianut oleh masyarakat, perbuatan amoral
seperti berzinah, berjudi, minuman keras, mencuri, membunuh
Sanksi : ditangkap dan dihukum
20. Aturan Hidup & Sanksi Budaya
4. Adat Istiadat (custom)
Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat,
apabila adat menjadi tertulis ia menjadi hukum adat, pelanggaran adat seperti
berpindah agama dan dianggap telah murtad, berzinah (kawin lari)
Sanksi : diusir keluar dari kampung, tidak diakui oleh masyarakat,
kehilangan identitas (tidak bermarga) atau dibunuh secara adat.
5. Hukum (law).
Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis yang diatur oleh UU
(Nasional), ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang melanggar dirumuskan
secara tegas berdasarkan KUHP, berbeda dengan norma-norma yang lain
seperti hukum adat. Pelaksanaan norma hukum didukung oleh adanya aparat
kepolisian, Hakim dan Jaksa, Pengacara sehingga memungkinkan
pelaksanaan hukuman secara tegas dan adil
Sanksi, berdasarkan jenis pelanggarannya : Hukum Pidana atau Perdata
21. Kejutan Budaya
Kejutan budaya merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kegelisahan dan perasaan (terkejut, bingung, dll.) yang dirasakan apabila
seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali, seperti ketika
berada di daerah pedesaan dengan budaya yang baru. Perasaan ini timbul akibat
kesukaran dalam proses asimilasi kebudayaan baru, menyebabkan
seseorang sulit mengenali apa yang wajar dan tidak wajar
Paulus : 1 Kor 9:20 - Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya
aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku
menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di
bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum
Taurat.
“Tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada budak atau orang merdeka, laki-laki atau
perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal 3:28).
22. Kejutan Budaya
Abraham : Tuhan memanggil seseorang untuk meninggalkan tanah airnya
dan pergi ke negeri baru agar bisa hidup di antara orang-orang yang budaya
dan agamanya sangat berbeda dengan budaya dan agamanya.
Musa : Tuhan memanggil umat Israel untuk meninggalkan Mesir untuk
pergi ke tanah perjanjian dan setia kepada Tuhan yang telah membebaskan
mereka di tengah persaingan budaya dan agama.
Murid-murid : Panggilan para murid dalam Perjanjian Baru adalah tentang
Yesus yang memanggil para pengikutnya untuk meninggalkan keluarga dan
karir mereka untuk menjadi misionaris keliling.
24. Tingkat Kepuasan, menentukan berapa lama kita bertahan dan tetap setia dalam pelayanan
dipedesaan, dimana kita mengalami masa-masa adaptasi (penyesuaian) dengan budaya baru
Dampak Kejutan Budaya
Tingkat Kepuasan
Pengaruh Internal - Kebijakan PESAT
- Kebijakan Tim Pelayanan
Pengaruh Eksternal - Orang tua murid
- Budaya Masyarakat
- Pemerintah Daerah
- Gereja/Mitra pelayanan
Diri sendiri :
Positif
Negatif
- Tanggungjawab Amanat Agung
- Panggilan Tuhan secara pribadi
- Perasaan Belas Kasihan
- Pelarian dari Masa lalu ?????
- Kecewa, harapan tidak sesuai kenyataan
- Merasa tidak mampu
- Tidak ada Beban jiwa
- Ingin pindah pelayanan/ingin pulang
- Desakan orang tua
25. Tingkat Kepuasan, menentukan berapa lama kita bertahan dan tetap setia dalam pelayanan
dipedesaan, dimana kita mengalami masa-masa adaptasi (penyesuaian) dengan budaya baru
Mengatasi Kejutan Budaya
Mengatasi Kejutan Budaya
- Berpikirlah positif (Fil 4 :8)
- Selalu gembira/bersukacita (Fil 4 :4)
- Serahkanlah kekuatiranmu kepada
Tuhan (1 Pet 5:7)
- Melakukan segala sesuatu seperti
untuk Tuhan (Kol 3:23)
- Membangun gaya hidup dalam Doa,
Puasa dan Firman Tuhan
- ..............
- ..............
- ...............
- Menyadari diri sendiri tentang hal-hal yang menyebabkan
kita kecewa, takut, merasa tidak mampu dll
- Belajar menerima budaya baru, lingkungan baru dan
beradaptasi
- Membuat program/tujuan yang realistis sesuai keadaan
- Fokus pada tugas dan tanggungjawab pelayanan
- Bangun komunikasi dan interaksi dengan masyarakat
- Tanamkan semangat mengembangkan Talenta mengajar
- Motivasi diri : Jadikan tantangan sebagai Peluang (bukan
hambatan)
- .............
- ............
- .............
26. Pendekatan Sosial Budaya
Pelayanan Sosial melalui Pendidikan oleh lembaga PESAT di pedesaan
bukan menggantikan tugas gereja, melainkan melengkapi tugas gereja.
Lembaga-lembaga itu disebut parachurch, artinya hadir untuk menjadi mitra
gereja dalam bermisi, bukan menggantikan tugas gereja dalam bermisi.
Pelayanan Yesus menunjukkan pelayanan yang seutuhnya (wholistic Ministry). Dia
memberitakan kabar baik sambil melakukan pelayanan sosial masyarakat. Kegiatan-
Nya ini nampak melalui pelayanan-Nya yang sering bergerak dari satu desa-ke desa
lainnya. Dia memberikan pengajaran tentang moral kristiani (Mat 4:23, 5 : 1-12, 6:1-4;
Luk 4 : 42-44), kelepasan dari sakit penyakit dan kelemahan tubuh (Mat 4:23-25; Mrk
5:21-43; Luk 6:17-28), pembebasan dari kuasa jahat (Mat 4 :23-25), bergaul dengan
orang-orang yang tertolak (Mat 15:21-28; Luk 19:1-10), memberi makan 5000 orang
(Mat 14:13-21; Luk 9:10-17; Yoh 4:1-42), menghargai kaum perempuan (Luk 8:1-3,
9:51-56; Yoh 4:1-42), kepedulian terhadap kaum miskin (Yoh 11:1-44), Pelayanan
Lintas Budaya (Mat 4:15,16; Yoh 4:1-42), menghargai adat istiadat (Yoh 2:1-11)..
27. Pendekatan Sosial Budaya
1. Injil Sosial
Segala bentuk program pelayanan Sosial baik oleh gereja, lembaga Misi
(PESAT) dipedesaan yang holistik baik pendidikan, ekonomi, kesehatan
dan bidang lainnya, semuanya berada pada satu tujuan AMANAT
AGUNG yaitu membawa masyarakat yang kita layani “Menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka”, sehingga mereka
memperoleh HIDUP KEKAL.
Penginjilan Proklamasi
(evangelism) (proclamation)
Kesaksian tentang Kerajaan = Injil
Aksi Sosial Kehadiran
(social action) (presence)
28. Pendekatan Sosial Budaya
2. Pendekatan Etnografis
Untuk dapat mengerti dan memahami bagaimana kehidupan masyarakat desa
adalah dengan pendekatan Etnografis yaitu pendekatan EMIK (sudut pandang
dari dalam) bukan ETIK (sudut pandang orang luar), yaitu bagaimana kita
memandang, merasakan,dan memahami budaya mereka dari sudut pandang
mereka secara Obyektif, bukan dari sudut pandang kita sebagai orang luar.
3. Pendekatan PRA (Partisipatory Rural Appraisal)
Pelayanan masyarakat desa melalui berbagai program PESAT harus bersifat
Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu bukan hanya kita yang berpartisipasi
didalamnya, tinggal bersama mereka dlm waktu yang lama, tetapi juga
mengajak dan melibatkan masyarakat setempat dalam pembangunan di
desanya melalui program PESAT, jadi masyarakat bukan hanya sebagai
obyek yang dilayani, tetapi juga memberdayakan mereka sebagai subyek
pembangunan yang ikut berpartisipasi dalam pelayanan PESAT
29. Proses Sosialisasi
Proses Sosialisasi adalah proses kita belajar dan beradaptasi dengan
pola hidup masyarakat setempat. Dalam proses belajar inilah kita tumbuh
menjadi “seorang pribadi yang kehadirannya dapat diterima oleh
masyarakat”.
Kita menjadi tahu dan memahami bagaimana bersikap dan bertingkah
laku dilingkungan masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan dengan
adat istiadat, norma, aturan, pendirian dan anggapan yang hidup dalam
lingkungan sosial.
1. Seorang pendatang perlu mengurangi sifat-sifat asingnya –
mengurangi atau menghilangkan kebiasaan/budaya kita sendiri yang tidak
dipahami dan tidak diterima masyarakat)
30. Proses Sosialisasi
2. Seorang pendatang sering membangun komunikasi, Silahturahmi
–(Perlu mempelajari bahasa sehari-hari mereka, sehingga mereka
senang bila kita komunikasi dengan bahasa daerah setempat daripada
bahasa Indonesia)
3. Seorang pendatang sering terlibat dalam kegiatan adat/budaya
mereka – Suatu kebanggaan mereka bila ada orang luar menghargai
adat/budaya mereka ...
31. Proses Sosialisasi
Ruang
Keluarga
R.
Tamu
Teras
Pagar
TINGKAT HUBUNGAN
Hubungan yang sangat
dangkal (masih ragu,
dicurigai)
Hubungan biasa saja,
Sebatas teman
Hubungan lebih dalam
(sahabat karib), tetapi
sebagian besar keluarga belum
menerima sepenuhnya
Hubungan sangat Intim
(kepercayaan, dianggap sebagai
Keluarga)
32. Gaya Hidup Sosial (Guru PESAT)
1. Mengutamakan kepentingan orang lain (Mrk 10:45, Teladan Yesus
yang punya kuasa dan kemuliaan datang ke dunia dan mau
merendahkan diri menjadi hamba untuk melayani sesama, Ia datang
untuk melayani bukan dilayani, bahkan Ia memberikan nyawa-Nya
menjadi tebusan banyak orang berdosa. Jadi sebagai pelayan Tuhan,
kita harus memiliki hati seorang hamba yang selalu siap melayani
dimanapun diutus.
2. Menerima keberadaan orang lain (Mat 15:30) – Teladan Yesus
menerima semua orang tanpa diskriminasi warna kulit, status sosial, atau
latar belakang budaya. Sebagai manusia sosial Ia menolong siapa saja
yang membutuhkan jamahan-Nya. Yesus telah menerima kita apa
adanya, hendaklah kita juga melakukan seperti yang dilakukan Yesus
kepada kita
33. Gaya Hidup Sosial (Guru PESAT)
3. Merasakan penderitaan orang lain (Mat 9:36) – Teladan hati Yesus
yang dipenuhi belas kasihan melihat orang yang terlantar, hanya
dengan dasar KASIH yang Allah taruh dalam hati, kita dapat
merasakan apa yang sedang diderita orang lain. Jadi sebagai
manusia sosial kita harus memiliki Kasih Kristus sehingga peka dan
peduli kepada sesama kita.
34. Dampak Pelayanan Sosial
Ukuran kekayaan seseorang dimata Tuhan, bukan dilihat seberapa banyak
harta (berupa materi), tetapi seberapa banyak Ia memberi kepada sesama,
juga ukuran memberi bukan atas dasar Kelimpahan, tetapi dalam
KEKURANGAN kita juga bisa memberi (Mrk 12:41-44).
1. Memuliakan nama Tuhan (I Kor 9:12-15), dengan kita memberi
kepada sesama adalah sebagai ucapan syukur kita atas anugerah
Tuhan kepada kita, dan mereka yang dilayani dapat memuliakan Tuhan
karena kesaksian hidup kita
2. Membangun Kehidupan Sesama (Rm 15:2) – Apapun yang kita
lakukan dapat mempermuliakan nama Tuhan melalui kehadiran kita
ditengah masyarakat, dimana kita p bersama masyarakat sambil
membangun kehidupan mereka dalam bidang pelayanan PESAT.
35. Dampak Pelayanan Sosial
3. Mendatangkan Keselamatan Kekal (! Kor 10:33) – Kebutuhan utama
manusia tentu bukanlah soal makan dan minum, bukan pula soal
kebutuhan pakaian, rumah, perhiasan dan lain-lain, tetapi kebutuhan yang
utama dan urgen adalah Keselamatan Jiwa mereka.
Pelayanan yang bersifat sosial diatas adalah sebagai langkah awal
kita agar mereka diberkati secara jasmani dan mental yang pada
akhirnya tujuan utama pelayana PESAT membawa masyarakat desa
yang kita layani dapat menerima Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat sehingga setiap mereka dapat memperoleh Jaminan
Hidup Kekal yang hanya ada dalam Yesus Kristus (Yoh 3:16)
36. Tahapan Sosialisasi
I. PERENCANAAN
I.A. PERSIAPAN PRIBADI
Mengenal daerah pelayanan, mengumpulkan data-data melalui informasi media, komunikasi orang
yang pernah kesana, tim-tim sebelumnya ...
Mempersiapkan sarana prasarana pendukung pribadi dan pelayanan lapangan
Mempersiapkan bahan/materi ajar untuk pelayanan (PESAT)
I.B. TIBA DITEMPAT PELAYANAN
Doa Puasa Tim : Ambil waktu Doa dan Puasa saat memasuki daerah baru, untuk mendapat
tuntunan Roh Kudus
Sosialisasi - Silahturahmi/kunjungan kepada pemerintah daerah, masyarakat/tetangga, jemaat agar
kehadiran kita dapat diketahui, dan mereka merasa dihargai/dihormati sebagai tuan rumah.
Survey daerah :
Tempat : geografis,gambaran umum desa;
Orang : berdasarkan usia, pekerjaan dll
Aktivitas : kebiasaan, budaya,adat masyarakat,
Fenomena Sosial
Orang
Tempat Aktivitas
Fenomena
Sosial
37. Tahapan Sosialisasi
Melakukan pemetaan rohani (spiritual Mapping) dan Doa Keliling daeah pelayanan, dan
lakukan pencatatan lapangan (Riset Sejarah, Riset Fisik/geografis, Riset Rohani) untuk bahan
doa Peperangan Rohani
II. PENGORGANISASIAN
II.A. MEMBENTUK TIM, SUPERVISOR/MENTOR LAPANGAN
Membentuk Tim, Supervisor/Mentor Lapangan berdasarkan masing-masing daerah
pelayanan dan Tim misinya
Melakukan Pengawasan dan Bimbingan baik secara online dan kunjungan lapangan
II.B. MEMBENTUK TIM MISI
Membentuk Tim Misi :
....................................................................
Job description masing-masing anggota
Tetapkan sasaran pelayanan : Anak usia 0 – 18 thn, orang tua murid, masyarakat, pemerintah
daerah, Gereja/Lembaga misi
Menyusun jadwal/kalender kerja mingguan/bulanan
Membuat Jadwal Doa puasa (untuk peperangan Rohani)
38. Tahapan Sosialisasi
III. PELAKSANAAN
Melaksanakan program-program dan tugas pelayanan yang sudah dijadwalkan sesuai Program
PESAT
Melakukan pengamatan/penelitian hasil pelayanan secara progresif sebagai bahan studi kasus
pelayanan
Membuat laporan hasil pelayanan
IV. PENGAWASAN DAN BIMBINGAN
Program pengawasan dan bimbingan oleh Supervisor/Mentor Lapangan
Melakukan komunikasi yang intens dengan Tim Misi dilapangan, melalui Medsos/zoom (bila
sinyal memungkinkan) atau kunjungan lapangan
V. EVALUASI
Setiap Tim lapangan membuat laporan hasil pelayanan secara berkala kepada
Supervisor/Mentor lapangan
Melakukan Pertemuan antara Supervisor dan Tim lapangan dalam melakukan evaluasi program
pelayanan berkelanjutan
Ini Hanya Contoh saja ...bisa dikembangkan sesuai keadaan