PMRI adalah pendekatan pembelajaran matematika yang berfokus pada konteks kehidupan nyata untuk membangun pemahaman matematika siswa secara bertahap dari konkret ke formal. Prinsip-prinsip PMRI meliputi belajar sebagai aktivitas mental dan sosial serta pembelajaran yang berorientasi pada basis konkret dan interaktif. Karakteristik PMRI mencakup penggunaan konteks nyata dan model serta penghargaan terhadap kontribusi siswa.
1. PMRI ( Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
1.2.1. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Menurut Soedjadi (2007:1) dalam Rajab pendekatan PMRI adalah “pembelajaran
matematika dari hasil adaptasi Realistic Mathematics Education yang telah diselaraskan
dengan kondisi budaya, geografi dan kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya”.
Selain itu, menurut Zulkardi (2000) dalam rajab mengenai pengertian pendekatan
PMRI sebagai berikut : “Realistic mathematics education is a theory in mathematics education
that is originally developed in the Netherlands. It stresses the idea that mathematics is a human
activity and mathematics must be connected to reality, real to the learner using real-world
context as a source of concept development and as an area application, through process of
mathematization both horizontal and vertical.”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa PMRI ( pendidikan
matematika ralistik ) adalah pembelajaran matematika yang dalam konteksnya harus berkaitan
dengan kehidupan nyata sehingga pandangan kita terhadap matematika tidak lagi abstrak
karena dalam prosesnya pada PMR ini siswa diarahkan dari matematika dalam konteks nyata
dalam kehidupan menuju matematika formalnya.
1.2.2. Prinsip- Prinsip Pendidikan Matematika Realistik
Menurut Akbar dan Jarnawi ( 2011:62) prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran dalam
matematika realistik adalah sebagai berikut :
Prinsip Belajar
1. Belajar adalah suatu kondisi mental, artinya ketika belajar kita melibatkan kondisi kognitif
, afektif, dan psikomotorik karena dalam belajar itu sendiri adanya perubahan tingkah laku
menuju ke arah yang positif.
2. Belajar memiliki sifat bertingkat dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, artinya
proses belajar itu sendiri tidak secara langsung dapat membuat kondisi mental kita berubah
tetapi pengetahuan terbentuk secara bertahap yaitu dari konteks matematika yang bersifat
konkrit menuju matematika yang formal.
3. Belajar bersifat Reflektif, artinya usaha untuk menuju tahap matematika formal tersebut
beracuan pada matematika konkritnya.
2. 4. Belajar adalah aktivitas sosial, artinya belajar yang dilakukan melalui pendekatan PMRI ini
berkaitan dengan kehidupan nyata, jadi dapat membuat siswa dapat berhubungan langsung
dengan lingkungan sosial.
5. Belajar bersifat struktural, artinya belajar melalui PMRI pengetahuan yang didapat bertahap
dari bentuk konteks nyata atau matematika konkritnya menuju matematika formal jadi
belajarnya terstruktur dengan jelas.
Prinsip Pembelajaran
1. Pembelajaran berorientasi pada basis konkrit
Pembelajaran melalui PMRI dilakukan dengan mengkontruksi mental siswa dari hal yang
konkrit menuju hal yang formal yang dilakukan secara bertahap.
2. Pembelajaran memerlukan model, skema , dan simbol
Pembelajaran melalui PMRI memerlukan model, skema, dan simbol agar tahap-tahap dalam
menkontruksi mental siswa dapat terjadi secara runtun.
3. Pembelajaran memerlukan pemberian tugas dan soal konflik kepada pembelajar
Karena pembelajaran yang berbasis kehidupan nyata maka dalam pembelajarannya siswa
diberi tugas dan soal konflik agar pengetahuan yang terbentuk dapat terlatih untuk soal
pemecahan masalah.
4. Pembelajarn bersifat interaktif
Karena proses kontruksi pengetahuan terjadi secara bertahap dari kehidupan konkrit menuju
hal yang formal sehingga perlu adanya interaksi antar guru dan siswa, siswa dan siswa.
5. Pembelajaran perlu menyediakan kegiatan perajutan bahan ajar realitas untuk membentuk
suatu struktur bahan ajar.
1.2.3. Karakteristik Pendekatan PMRI
Menurut Zulkardi (2000) dalam Rajab, pendekatan PMRI memiliki lima karakteristik
yakni sebagai berikut :
1. Penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika
Masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang
diinginkan muncul.
2. Penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan
cara formal. Perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari
pada hanya mentransfer rumus secara langsung.
3. Mengaitkan sesama topik dalam matematika
3. Topik-topik belajar dapat dikaitkan dan diintegrasikan sehingga memunculkan pemahaman
suatu konsep secara terpadu.
4. Penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika
Negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperatif dan evaluasi sesama siswa dan guru
merupakan faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal
siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.
5. Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontruksi siswa sendiri
yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah yang lebih formal.
1.2.4. Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Matematika
Menurut Zulkardi ( Hadji : 2004 ) dalam Akbar dan Jarnawi, pemebelajaran
matematika realistik bertitik tolak dari hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan
prosess of doing mathematics berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ( Student inventing sebagai kebalaikan dari
teacher telling ) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah
baik secara individu maupun kelompok. Urutan proses dari PMRI itu sendiri yakni dari “situasi
nyata-model konkrit dari situasi tersebut- model menuju formal- matematika formal. Proses
yang demikian diistilahkan dengan matematisasi horizontal. Dan urutan dapat disajikan
melalui bentuk “icebrg”. Urutan tersebut menggambarkan bahwa matematika merupakan
serangkaina aktivitas manusia sehingga matematika haru dikaitkan dengan realitas.
Menurut Akbar dan Jarnawi (2011 : .6.11) “masalah konstektual dalam pembelajaran
matematika realistik sangat esensial. Melalui masalah kontektual ini siswa diarahakan untuk
menemukan konsep dan algoritma matematika”. Jadi dalam pembelajaran PMRI, konsteks
nyata kehidupan memegang peranan penting dalam mengkontruksi konsep dan algoritma
matematika siswa. Menurut Vanden Heuzel-Panhuizen (Haji, 2004) dalam Akbar dan Jarnawi
“konteks berfungsi agar soal dapat dipecahkan dan menunjang ruang gerak dan transparansi
dari masalah, serta dapat melahirkan beragai strategi.” Artinya konteks akan menjadi jembatan
bagi siswa dalam menemukan suatu konsep atau algoritma tertentu. Dalam pembelajaran
matematika, masalah konteks selalu diajukan oleh guru pada awal pembelajaran dimana
konteks ini nantinya akan menagarahkan siswa pada konsep yang ingin dimunculkan. Menurut
figueiredo ( Hadji, 2004) dalam Akbar dan Jarnawi menjelaskan ciri-ciri konteks dalam
matematika realistik sebagai berikut :
1. Dapat dibayangkan dengan mudah, dapay dikenal dan situasinya menarik
4. 2. Berhubungan denagn dunia siswa
3. Tidak terpisah dari proses pemecahan soal
4. Dimulai dengan pengetahuan informal siswa dan terorganisasi karena matematis.
Selain menggunakan konteks dalam pembelajaran, PMRI juga mengemukakan tentang
pentingnya model dalam menyelesaikan masalah matematika. Model merupakan representasi
dari suatu masalah konteks sehingga akan memudahkan siswa untuk mengkontruksi
pengetahuaan menuju skema, simbol, atau grafik dalam matematika formalnya.
Daftar Pustaka
Akbar & Jarnawi. 2011. Pembelajaran Matematika. Jakarta:Universitas Terbuka