SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
Download to read offline
1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE JIGSAW II PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
KONSEP TRANSFORMASI
Oleh: Drs. H. Khamim Thohari, MEd.
Abstrak
Dalam pandangan konstruktivis pembelajaran matematika haruslah
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam
belajarnya. Siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan
bekerja dan berpikir, yang artinya dibutuhkan metode yang tepat
menyatukan dua hal itu (b) informasi baru harus dikaitkan dengan
informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki
siswa. (c) dibutuhkan media yang tepat untuk menvisualisasikan ide yang
abstrak. Banyak metode metode pembelajaran yang muncul pada decade
ini yang diharapkan mampu menjawab hal tersebut, salah satunya adalah
metode Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw II yang dikembankan oleh
Slavin. Terlepas dari kekurangan dan kesulitan penerapan metode ini,
metode ini mampu membuat siswa untuk menaikkan kematangan cognitive
maupun emosional dan trampil dalam problemsolving, tahu menemp atkan
diri secara situasional. Metode ini cocok untuk digunakan untuk
memperkenalkan konsep transformasi, yang sub -konsep sub-konsepnya
independen yang menjadi prasyarat penerapan metode Jigsaw dalam
pembelajaran. Metode ini bekerja dengan baik pada siswa dengan modus
belajar bertipe Kinestetik (anak suka bergerak dalam belajar), Tactile (suka
menyetuh, melakukan sesuatu dan meraba) serta tipe pembelajar Grouping
(anak yang jika belajar berkelompok hasilnya lebih maksimal). Kajian
penulisan ini juga menemukan bahwa pembelajaran akan lebih maksimal
jika bahan ajar yang harus dikuasai oleh siswa dimasing -masing kelompok
sebaiknya diberikan sebelum pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung,
agar siswa berkesempatan mempelajarinya dari berbagai sumber yang bisa
jangkaunya.
Kata Kunci: Kooperatif Learning, Jigsaw II, Pembelajaran matematika,
dan Transformasi
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika pada hakekatnya adalah aktifitas kehidupan manusia, matematika
adalah berhubungan dangan bagaimana ki ta hidup, dibentuk oleh lingkungan social dan
tumbuh dari sebuah peradaban. Matematika adalah bahasa symbol, numeric logis,
berdasarkan pada kebenaran deduksi. Kebenaran matematika dibentuk secara eksplisit
oleh “social agreement”, kaidah-kaidah baru dibentuk dari kaidah-kaidah lama yang
sudah disepakati kebenarannya dan diterima oleh masyarakat. Matematika masuk dalam
sendi-sendi kehidupan dan aktifitas (Wittgenstein, 1978). Luasnya cakupan materi
matematika hanya bisa dimengerti dan dipahami jika peserta didik memiliki
kesempatan untuk membangun (construct) dan mengembangkan keseluruhan aspek dari
matematika yang itu bisa dicapai melalui pola pembelajaran yang tepat.
Pembelajaran matematika dalam pandangan kons truktivis menurut Hudojo
(1998) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya.
Siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (b)
informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan
skemata yang dimiliki siswa.
Implikasi ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis
adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang
konstruktif menurut Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang (1)
menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan
pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3)
mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan
pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan
terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, (5) memanfaatkan berbagai media agar
pembelajaran lebih menarik, dan (6) melibat kan siswa secara emosional dan sosial
sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar.
3
Pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar ini dikemukan oleh Vygotsky dalam
(Ackerman, 1996) ia berpendapat bahwa belajar adalah proses sosial konstruksi yang
dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial. Perspeksi ini memandang bahwa
membahasakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya
mengiterpretasikan kehidupan sehari-hari dalam matematika adalah sesuatu yang sangat
penting. Pandangan ini mengharuskan seorang pengajar untuk mampu mengadaptasikan
metode pembelajaran yang memungkinkan siswa saling berdiskusi ‘sharing’
pemahaman dan membentuk struktur pengetahuan baru dari interaksi yang berpola dan
berkelanjutan, pandangan ini kita kenal den gan “Social Constructivism”. Pemahaman
dan kesadaran ini laha yang lantas melahirkan beberapa kajian yang mendalam,
bagaimana seharusnya proses belajar mengajar metematik itu seharusnya
diorkestrasikan?.
Dari uraian di atas diharapkan sekali pepmbelajaran matematika di bangun
dengan komunikasi idea dan gagasan bersama dalam suatu kelompok. Penulis berusaha
untuk meneliti prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang menyatukan unsur-
unsur kemandirian, kebersamaan, tanggung jawab individu pada kelompok unt uk
memperoleh hasil yang maksimal, melalui judul “ PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA MATA PELAJARAN
MATEMATIKA KONSEP TRANSFORMASI”
B. Identifikasi Masalah
Masalah-masalah penerapan model pembelajaran kooperatif learning tipe J igsaw II
pada pembelajaran matematika konsep transformasi adalah:
1. Jumlah Rombongan belajar di Indonesia yang kebanyakan maish diatas 32 siswa.
Sementara untuk pembagian kolompok jigsaw ideal adalah 4 -5 siswa
perkelompok
2. Kondisi guru dan siswa yang belum terbiasa memakai model-model pembelajaran
yang variatif
3. Penerapan metode ini membutuhkan pengelolaan kelas dan perencanaaan
pembelajaran yang lebih rumit jika dibandingkan dengan moteode konvensional.
4
Jenis materi yang cocok untuk metode ini juga masih menja di kendala
pelaksanaan dilapangan.
C. Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada karya tulis ini adalah: “bagaimana mene rapkan model
pembelajaran kooperatif Tipe jigsaw II pada mata pelajaran matematika konsep
transformasi?”
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Pengembangan Ilmu: Sebagai rujukan untuk pengembangan system bembelajaran
pada mata pelajran yang lain dan pengembangan ilmu pendidikan.
2. Praktisi: untuk bisa diterapkan dan diaplikasikan model pembelajaran ini pada
kegiatan pembelajaran di kelas.
5
BAB II
ISI PENELITIAN
A. Kajian Pustaka
Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (meng-konstruk)
pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah
dimilikinya, Jerome Brunner dalam (Romberg & Kaput, 1999). Dalam pandangan
konstruktivisme ‘Belajar’ bukanlah semata -mata mentransfer pengetahuan yang ada
diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan
menginterpretasikan pengalaman yang baru denga pengetahuan yang sudah
dimilikinya dalam form yang baru. Proses pembangunan ini bisa melalui Asimilasi
atau Akomodasi (Mc Mahon, 1996).
Sementara yang kita lihat saat ini sebagaian besar pola pembelajaran matematika saat
ini masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan men ggerojokkan konsep-
konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam pandangan ini, siswa secara pasif
“menyerap” struktur matematika yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku
pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan
keterampilan kepada siswa (Clements & Battista, 2001). Senada dengan itu Soedjadi
(2000) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika sekolah di Indonesia dan
dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran
sebagai berikut: (1) diajarkan teori/teorema/definisi, (2) diberikan contoh -contoh dan
(3) diberikan latihan soal-soal.
Pandangan konstruktivisme memberikan perbedaan yang tajam dan kontras terhadap
pandangan tersebut. Prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis m enurut Suparno
(1997) adalah sebagai berikut:
1. pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara
sosial,
2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan
keaktifan siswa menalar,
6
3. siswa aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah,
4. guru berperan sebagai fasilatator menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus.
Pembelajaran matematika dalam pandangan kons truktivis menurut Hudojo (1998)
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa
belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (b)
informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu
dengan skemata yang dimiliki siswa.
Implikasi ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis adalah
penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang kon struktif
menurut Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang (1)
menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses
pembentukan pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar,
(3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan
melibatkan pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, (5) memanfaatkan
berbagai media agar pembelajaran lebih m enarik, dan (6) melibatkan siswa secara
emosional dan sosial sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar.
Pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar ini dikemukan oleh Vygotsky dalam
(Ackerman, 1996) ia berpendapat bahwa belajar adalah proses sosial konstruksi yang
dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial. Perspeksi ini memandang bahwa
membahasakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya
mengiterpretasikan kehidupan sehari-hari dalam matematika adalah sesuatu yang
sangat penting. Pandangan ini mengharuskan seorang pengajar untuk mampu
mengadaptasikan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa saling berdiskusi
‘sharing’ pemahaman dan membentuk struktur peng etahuan baru dari interaksi yang
berpola dan berkelanjutan, pandangan ini kita kenal dengan “Social Constructivism”.
Pemahaman dan kesadaran ini laha yang lantas melahirkan beberapa kajian yang
7
mendalam, bagaimana seharusnya proses belajar mengajar metematik itu seharusnya
diorkestrasikan?.
Saat ini telah banyak medol-model dan metode pembelajaran yang lahir sebagai
akibat dari pemikiran ‘Social Constructivism’, diantaranya adalah Cooperative dan
Constructive Learning yang akan kita kaji lebih jauh.
1. PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualistik telah mendominasi
pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan
harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang
terbaik. Dalam belajar kompetitif dan individualistik, guru menempatkan siswa
pada tempat duduk yang terpisah dari siswa yang lain. Kata -kata “dilarang
mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “Saya ingin agar kamu bekerja sendiri”
dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri” sering digunakan
dalam belajar kompetitif dan individualistik (Johnson & Johnson, 1994). Proses
belajar seperti itu masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini.
Jika disusun dengan baik, belajar kompetitif dan individualistik akan efektif dan
merupakan cara memotivasi siswa untuk melakuk an yang terbaik. Meskipun
demikian terdapat beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan
individualistik, yaitu (a) kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sebagai contoh jika
seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban
yang diberikan salah, (b) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi,
(c) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal,
dan (d) dapat membuat frustrasi siswa lai nnya (Slavin, 1995). Untuk menghindari
hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk mencapai
sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.
Belajar kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai guru dan mungkin siswa
kita pernah menggunakannya atau mengalaminya sebagai contoh s aat bekerja
dalam laboratorium. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok -
kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai
materi yang diberikan guru (Slavin, 1995; Eggen & Kauchak). Artzt & Newman
8
(1990: 448) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama
sebagai suatu team dalam menyelesaikan tugas -tugas kelompok untuk mencapai
tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang
sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Belajar kooperatif mempunyai ide bahwa siswa bekerja sama untuk belajar dan
bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan, belajar
kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat
dicapai jika semua anggota kelompok m encapai tujuan atau penguasaan materi
(Slavin, 1995). Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok
belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan
prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya
dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang
etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan -keterampilan proses
kelompok dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).
Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif
adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input
pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan
solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak
akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan
memiliki solidaritas sosial yang kuat.
2. UNSUR-UNSUR PENTING DALAM BELAJAR KOOPERATIF
Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992) terdapat lima unsur penting
dalam belajar kooperatif, yaitu seperti berikut ini.
a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa
Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama
untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak
akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan
9
merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai
andil terhadap suksesnya kelompok.
b. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat
Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi
dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai
anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara
alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi
suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan
bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi
dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide meng enai
masalah yang sedang dipelajari bersama.
c. Tanggung jawab individual
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung
jawab siswa dalam hal (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan
(b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membo nceng” pada hasil kerja teman
jawab siswa dalam hal (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan
(b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman
sekelompoknya.
d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil
Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang
diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan
siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota
kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut
keterampilan khusus.
e. Proses kelompok
Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses
kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka
akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
10
3. Konsep Transformasi
Konsep transformasi adalah konsep yang diajarkan di kelas XII semester satu
dengan ruang lingkup:
a. Rotasi
b. Translasi
c. Dilatasi
d. Refleksi
e. Komposisi dua transformasi atu lebih
f. Menyatakan Transformasi atu gabungan dua transformasi atau lebih dalam
matrik.
Secara umum sub-konsep transformasi adalah independen atau berdiri sendiri.
Satu dan yang lai bukan menjadi materi prasyarat untuk mempelajari sub -konsep
yang lain.
B. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Hudojo (1988: 5), mengemukakan bahwa p enguasaan materi dan cara
penyampaiannya merupakan syarat mutlak bagi seorang guru. Seorang guru yang
tidak menguasai materi matematika dengan baik, tidak mungkin ia dapat mengajar
matematika dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak menguasai
berbagai cara penyampaian dapat menimbulkan kesulitan siswa dalam memahami
matematika. Faktor guru dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran pada pokok bahasan teorema Transformasi kelas 2 SLTP
semester satu yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW. Hal-hal
yang diperhatikan mengenai kemampuan guru mengelola pembelajaran meliputi:
a. Persiapan
Kegiatan persiapan meliputi:
1) mengkomunikasikan tujuan yang akan dibahas,
2) memberi motivasi,
3) menjelaskan materi prasyarat,
4) memberi petunjuk sebelum siswa mengerjakan LKS.
11
b. Kegiatan Inti
Kegiatan inti meliputi:
1) melatihkan keterampilan kooperatif,
2) mengawasi setiap kelompok secara bergiliran,
3) mendorong siswa agar meminta bantuan kepada teman sekelompok sebelum
meminta bantuan kepada guru,
4) memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dengan
menggunakan scaffolding,
5) memberi umpan balik.
b. Kegiatan Akhir
Kegiatan Akhir meliputi:
1) membimbing siswa membuat kesimpulan,
2) mengajukan pertanyaan kuis.
c. Suasana Kelas
Suasana kelas dapat dilihat dari kegiatan siswa.
1) Antusias siswa mengerjakan LKS
2) Antusias guru dalam kegiatan pembelajaran.
2. Tes Hasil Belajar
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan -pertanyaan yang diberikan kepada
siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dala m bentuk lisan, atau bentuk
tulisan. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran
yang sesuai. Menurut Ebel & Frisbie (Zainul & Nasoetion, 1997: 3) te st is a measure
countaining a set of questions, each of which can be said have a correct answer.
Tes hasil belajar haruslah disusun atas butir -butir soal yang terpilih, yang secara
akademik dapat dipertanggungjawabkan sebagai sampel yang representative dar i
ilmu atau bidang studi yang diuji dengan perangkat tes. Pemilihan butir soal tidak
mungkin dilakukan secara acak. Hanya seorang ahli dalam bidang studi yang tahu
secara lebih baik apakah butir-butir soal itu cukup representative atau tidak. (Zainul
& Nasoetion, 1997: 3)
12
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat
untuk mengukur apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah
disusun.
Tes dapat dipilah-pilah ke dalam berbagai kelompok. Bila dilihat konstruks inya
maka tes dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. menurut bentuknya: tes bentuk uraian dan tes bentuk objektif,
b. menurut tipenya: butir tes uraian dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe, yaitu
tes uraian terbatas, dan tes uraian bebas. Butir tes obje ktif menurut tipenya dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu tes benar-salah, butir tes menjodokan, dan butir tes
pilihan ganda. Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah tes uraian.
Secara umum tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab
dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, memberi alasan, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan mengunakan
kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan
siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. (Sudjana,
1989: 35) Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan
daripada tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan menalar di
kalangan siswa. hal ini ialah karena melalui tes ini par a siswa dapat mengungkapkan
aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisa, sintesa baik secara lisan maupun secara
tulisan. (Sudjana, 1989: 36) Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin
(1995) adalah sebagai berikut.
1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria
yang ditentukan.
2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung
pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus
dalam usaha untuk membantu yang lain dan memas tikan setiap anggota
kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu
kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan
bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang
13
untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok
sangat bernilai.
Tabel berikut ini memberikan ilustrasi tentang pola pembelajaran kooperatif
dibandingkan dengan pola pembelajaran konvensional di dalam kelas .
Tabel Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Kelompok Belajar Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling
membantu, dan saling memberikan motivasi
sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap
anggota kelompok, dan kelompok diberi
umpan balik tentang hasil belajar para
anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan
dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan
sehingga tugas-tugas sering diborong oleh
salah seorang anggota kelompok
sedangkan anggota kelompok lainnya
hanya "mendompleng" keberhasilan
"pemborong".
Kelompok belajar heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan
dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan
pengalaman memimpin bagi para anggota
kelompok
Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam
kerja gotong-royong seperti kepemimpinan,
kemampuan berkomunikasi, mempercayai
orang lain, dan mengelola konflik secara
Keterampilan sosial sering tidak secara
langsung diajarkan.
14
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi masalah
dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui onservasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh
guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan interpersonal
(hubungan antar pribadi yang saling
menghargai)
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
(Killen, 1996)
Terdapat berbagai pembelajaran kooperatif di antaranya adalah Students Teams
Achievement Divisions STAD, Jigsaw dan Group Investigasi, Team Games
Tournaments (TGT), Dyadic (Roy Kellen, 1996). Pada makalah ini kita akan bahas
lebih jauh tentang metode belajar kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran konsep
Transformasi.
Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat
mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan
dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar le bih banyak dari
teman mereka dalam belajar kooperatif dari pa da dari guru. Ratumanan (2002)
menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi
& Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku
dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan
siswa penyandang cacat.
15
Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belaja r matematika
dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut.
1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok
kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan,
mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang
membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam
matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari
konsep dan strategi pemecahan masalah.
3. Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi
yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi
siswa lain dengan argumentasi yang logis.
4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah -
masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka -
teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5. Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang
bermanfaat bila didiskusikan.
Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai
dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3)
kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan
(6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995).
Beberapa hal yang mengkin bisa menjadi ‘pengganjal’ aplikasi metode ini dilapangan
yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, m enurut (Roy Killen, 1996) adalah:
1. Prinsip utama pola pengajaran ini adalah “peer teaching”, pembelajaran oleh
teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam
memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa l ain.
Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan
sampai terjadi “missconception”.
16
2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mempu berdiskusi menyampaikan meteri
pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik har us mempu
memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini.
3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh
pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu
yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran inibisa
berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.
Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching”.
C. Deskripsi Kerangka Berpikir
Dari kajian-kajian yang sudah dipaparkan didepan, terlihat jelas hubungan antara
aktifitas anak, saling ketergantungan positif antara anak dalam tim dan dan prestasi
belajar. Pada tulisan ini akan dicoba penggunaan metode Jigsaw tipe II pada konsep
transformasi yang meliputi (Rotasi, Dilatasi, refleksi dan translasi). Untuk melihat
seberapa jauh metode tersebut efektif pada pemblajaran konsep transformasi.
D. Temuan dan Pembahasan
Jigsaw dikembangkan pertama kali oleh Elliot Aronson dan koleganya di
Universitas Texas (Ibrahim dkk., 2000 dan Ratumanan, 2002 ). Jigsaw tipe II
dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen,1996) dengan sedikit perbedaan. Dalam
belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan oleh secara
hiterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari
materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing -masing anggota kelompok secara acak
ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi
tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” dari kelompok berbeda
berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok lain sampai mereka
menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kel ompok semula
17
untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya.
Terakhir diberikan tes atau assesmen yang lain pada semua topik yang diberikan.
1. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN JIGSAW
a. Orientasi
Pendidik menyampaiakan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan
penekanan tentang manfaat penggunaan metode Jigsaw dalam proses belajar
mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model
belajaran ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara ke seluruhan secara
untuk memperoleh gambaran keseluran dari konsep. (Bisa juga pemahaman
konsep ini menjadi tugas yang sebelumya harus sudah dibaca di rumah).
b. Pengelompokan
Misalkan dalam kelas ada 20 Siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya
dan sudah dirangking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi dalam bagi 25%
(Rangking 1- 5) kelompok sangat baik, 25% (rangking 6 -10) kelompok baik,
25% selanjutnya (rangking 11-15) kelompok sedang, 25% (rangking 15-20)
Rendah.
Selanjutnya kita akan mermbaginya menjadi 5 group (A – E) yang isi tiap-tiap
groupnya hiterogen dalam kemampuan matematika, berilah indek 1 untuk siswa
dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok, baik indek 3 untuk
kelompok sedang dan indek 4 untuk kelompok rendah. Misalkan (A 1 berarti
group A dari kelompok sangat baik, .... ,A4 group A dari kelompok rendah). Tiap
group akan berisi
Group A {A1, A2, A3, A4}
Group B {B1, B2, B3, B4}
Group C {C1, C2, C3, C4}
Group D {D1, D2, D3, D4}
Group E {E1, E2, E3, E4}
c. Pembentukan dan pembinaan kelompok expert
18
Selanjutnya group itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi
yang kita berikan dan dibina supaya jadi expert, berdasarkan indeknya.
Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1}
Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2 ,E2}
Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 ,E3}
Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 ,E4}
Tiap kelompok ini di beri konsep matematika (transformasi) sesuai dengan
kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang sangat baik
kemapuannya diberi materi yang lebih komplek worksheet 1 (Pencer minan pada
garis y = x, y = -x , garis x = h, y = h dan pencerminan pada sumbu koordinat).
Kelompok 2 diberi materi Worksheet 2 (Translasi pada koordinat Kartesius dan
gabungan dua translasi). Kelompok 3 diberi materi worksheet 3 (menyatakan
translasi dalam vektor kolom) dan kelompok 4 (pencerminan pada sumbu x,
pada sumbu y, sifat-sifat pencerminan).
Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengn sebaik -
baiknya sebelum ia kembali kedalam group sebagai tim ahli “expert”, tentunya
peran pendidik cukup penting dalam fase ini.
19
Kel 3
Diagram Diskusi Kelompok Expert
d. Diskusi (Pemaparan) kelompok ahli dalam group
Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing masing
kembali dalam group semula. Pada fase ini ke -lima group (1-5) memiliki ahli
dalam konsep-konsep tertentu (Workksheet 1-4). Selanjutnya pendidik
mempersilahkan anggota group untuk mempresentasikan keahliannya kepada
groupnya masing-masing, satu persatu. Proses ini diharapakan akan terjadi
shearing pengetahuan antara mereka.
Aturan dalam fase ini adalah:
Group. A
A1 , A2, A3, A4
Group. B
B1 , B2, B3, B4
Group. C
C1,C2,C3,C4
Group. E
Group. D
D1 , D2, D3, D4
A1, B1
C1, D1
E1
Kel 1
E1, E2, E3, E4
A2, B2
C2, D2
E2
Kel 2
A3, B3
C3, D3
E3
A4, B4
C4, D4
E4
Kel 4
20
- Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota
tim mempelajari materi yang diberikan.
- Memperolah pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi
tidak ada yang selasi belajar sampai setiap anggota menguasai konsep.
- Tanyakan pada anggota group sebelum tanya pada pendidik
- Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak menggangu group lain.
- Akhiri diskusi dengan “merayakannya” a gar memperoleh kepuasan.
e. Test (Penilaian).
Pada fase ini guru memberikan test tulis untuk dikerjakan oleh siswa yang
memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada test ini siswa tidak
diperkenankan untuk bekerjasama. Jika pada saat belajar mereka saling bahu-
membahu untuk memperoleh konsep yang benar, maka pada saat penilaian ini
mereka harus bekerja sendiri-sendiri, jika mungkin tempat dudknya agak
dijauhkan.
f. Pengakuan Kelompok
Penilaian pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor peningkatan
individu, tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata -rata skor
sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada
kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa m emperoleh skor untuk
kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar
mereka. Perhitungan skor peningkatan, dan kriteria penghargaan kelompok
menggunakan kriteria berikut.
Tabel Perhitungan Nilai Peningkatan
Skor Tes Akhir Nilai Peningkatan
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
10 hinggga 1 poin dibawah skor awal
Skor awal hingga 10 poin diatas skor awal
Lebih dari 10 poin diatas skor awal
Nilai sempurna
0
10
20
30
30
21
Kelompok kooperatif dapat memperoleh penghargaan atau hadiah jika ra ta-
rata skor memenuhi kriteria pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tingkat Penghargaan Kelompok
Nilai rata-rata kelopok Penghargaan
5 < x < 15
15 < x < 25
25 < x < 30
Baik
Hebat
Super
Selanjutnya berikat penghargaan kepada group yang memiliki penambahan
nilai paling tinggi. Berikan juga penghargaan individu yang paling tinggi
penambahan nilainya, juga pada tim yang paling kooperatif dan dinamis
selama berdiskusi. Jika mungkin tambahi jenis -jenis penghargaan yang bisa
merata pada semua group.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kajian yang penulis lakukan terhadap penerapan Pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Penerapan metode ini butuh kegigihan, insiatif, kreatifitas tersendiri bagi
pendidik. Kerena butuh persiapan yang cukup mendalam baik persiapan Silabu
RPP dan perangkat lainnya, maupun pengorganisasian kelas dan peserta didik.
2. Untuk rombongan belajar yang besar butuh persiapan yang matang, dan jika
memungkinkan lakukan peer teaching atau mengajar berpasangan dengan guru
lain yang sejenis
3. Kelompok asal (based Group) dan kelompok ahli (Expert group) diharapkan tidak
lebih dari 5 orang
4. Penggunaan Metode Jigsaw Tim Ahli ini cocok dengan konsep dengan konsep
transformasi karena sub-konsep ini dapat dipecah-pecah serta sub-konsep yang
satu dan yang lain tidak bertautan (yang satu bukan menjadi prasyarat yang lain).
B. Rekomendasi
Dari kajian yang penulis lakukan, rekomendasi yang dapat diberikan adalah:
1. Metode ini sangat baik dipai untuk menaikkan kematangan anak dalam
bersosialisasi, cerdas secara cognitif, tapi juga cerdas dan matang mental dan
kepribadian, dan trampil dalam problemsolving, tahu menempatkan diri secara
situasional, maka model pembelajaran ini cukup mampu menjawab permasalah
ini.
2. Metode ini bekerja dengan baik pada siswa dengan modus belajar bertipe
Kinestetik (anak suka bergerak dalam belajar), Tactile (suka menyetuh,
melakukan sesuatu dan meraba) serta tipe pembelajar Grouping (anak yang jika
belajar berkelompok hasilnya lebih maksimal).
23
3. Bahan ajar yang harus dikuasai oleh siswa dimasing-masing kelompok sebaiknya
diberikan sebelum pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, dikandung maksud
agar siswa memperoleh kesempatan belajar konsep yang harus dikuasainya lebih
awa, yang akan memotivasi mereka untuk m encari penjelasan konsep tersebut
dari sumber yang lain, misalnya saudara, family, internet atau diperpustakaan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, E. 1996, Perspective Taking Object of Construction, Lawrence Elbraum
Associates, New Jersey.
Artzt, A.F., Newman, C.M. 1990. Cooperative Learning. Mathematics Teacher , 83
(6):448-452.
Clements, D.H. & Battista, M.T. 2001. Constructivist Learning and Teaching. (Online)
(Http://www.terc.edu/investigation/relevant/html/constructivistlearning.html .
Davidson, Neil & Kroll, D.L. 1991. “An Overview of Research ON C ooperative
Learning Related to Mathematics”. Journal for Research in Mathematics
Education. 22(5):362-365.
Depdikbud. 1996. Kurikulum Pendidikan Dasar (Berdasarkan Suplemen 1999). Jakarta:
Depdikbud.
Dick W. & Carey L. 1978. The Systematic Design of Instruction (3rd ed
). United States
of America, Harper Collins.
Eggen, P.D & Kauchak, P. P. 1996. Strategies forTeacher: Teaching Content and
Thinking Skill. Boston: Allyn & Bacon.
Gronlund, N.E. 1982. Constructing Achivement Test. Third Edition. Practice Hall:
Englewood Cliffs
Hollands, R. 1983. A Dictionary of Mathematics. Terjemahan oleh Naipospos
Nutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hudojo, H. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis .
Makalah disajikan pada Seminar Nasional “Upaya -upaya Meningkatkan Peran
Pendidikan Matematika dalam Era Globalisasi ”. Program Pasca Sarjana IKIP
Malang. Malang: 4 April 1998
Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.
Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative,
Competitive, and Individualistic Learning, Fourth Edition . Massachusets: Allyn
& Bacon.
Kardi, S dan Nur, M. 2000. Pengantar pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas .
Surabaya: Unesa University Press.
25
Killen, Roy, 1996, Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice ,
Scial Science Press, New South Wales.
Lundgren, L. 1994. Cooperative Learning In The Science Classroom . New York:
Glencou/McGraw-Hill.
Louisell, R.D., & Descamps, J. 1992. Developing A Teaching Style Methods for
Elementary School Teachers. New York: Harper Collins Publishers.
McMahon, M. 1996, Social Constructivism in the World Widw Web , a Paradigm of
Learning, Google site, <http:/N”vnv.scu.edu.au/ausNveb96/eduen/wild/paper.
hti.nl (Accessed, 24 April 2000)
Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.
Romberg TA. & Kaput JJ, 1999, Matehematics Worth, Larence ElBraum, Inc., New
Jersey.
Skemp, R.R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates, Publisher
Slavin, S.E. 1995. Cooperative Learning, second edition. Massachusets: Allyn &
Bacon.
Slavin, S.E. 1997. Educational Psychology: Theory Into Practices. Fifth Edition.
Boston: Allyn Bacon Publishers
Soedjadi. 1995. Pendidikan, Penalaran, Konstruktivitas, Kreativitas, sajian dalam
Pembelajaran Matematika. Makalah seminar Nasional Pendidikan Matematika.
IKIP Surabaya.
Sudjana, N. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suparno P. 1997. Filsafat Konstruktivisne dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Sutton, G.O., 1992, Co-operative Learning Work in Mathematics, Mathematics
Teacher, P. 63 – 66.
Wittgenstein, 1978, Remark on the Foundation of Mathematics, MIT Press.Cambridge.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publising
26
RENCANAPELAKSANAANPEMBELAJARAN(RPP)
KD 2..2
Nama Sekolah : M A .............................
MataPelajaran : Matematika
Kelas/Semester : XII-IPA/1
AlokasiWaktu : 2x45menit
StandartKompetensi : 3. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi
dalam pemecahan masalah
KompetensiDasar : 3.1. Menentukan komposisi dari beberapa transformasi
geometri beserta matriks transformasinya
I. Indikator
1. menentukan bayangan pencerminan terhadap sumbu koordinat suatu titik pada bidang
kartesius
2. menentukan bayangan koordinat suatu titik terhadap y=x, y= -x, x =h, y=h, O(0,0) pada
bidang kartesius
3. menentukan bayangan suatu titik akibat translasi pada bidang kartesius
4. menentukan bayangan suatu titik akibat dilatasi pada bidang kartesius
5. menentukan bayangan suatu titik akibat Rotasi pada bidang kartesius
II. Materi Pembelajaran
Materi Pokok : Refleksi, Translasi dan Rotasi
Sub-submateri :
1. Reflleksipadasumbu-x,Refleksipadasumbu-y, x=h,y=h,y=xdany= -x
2. Translasi pada bidang kartesius
3. Dilatasi pada bidang kartesius
4. Rotasi pada bidang kartesius
III. Medel pembelajaran
PembelajaranKooperatif tipeJigsaw
II
ModelPembelajaran
KooperatifScript
IV. Langkah-langkahPembelajaran
Waktu Pertemuan (2X45) menit
27
Tujuanpembelajaran:
Melalui pembelajaranini,pesertadidikdapat:
1. menentukan bayangan pencerminan terhadap sumbu koordinat suatu titik pada bidang
kartesius
2. menentukan bayangan koordinat suatu titik terhadap y=x, y= -x, x =h, y=h, O(0,0) pada
bidang kartesius
3. menentukan bayangan suatu titik akibat translasi pada bidang kartesius
4. menentukan bayangan suatu titik akibat dilatasi pada bidang kartesius
5. menentukan bayangan suatu titik akibat Rotasi pada bidang kartesius
A. KegiatanAwal (5menit)
o Guru memotivasi peserta didik dengan menunjukkan betapa pentingnya materi yang akan
diajara ini.
o mengajukan pertanyaan seputar bagaimana saat kita “bercermin” apa yang unik dari
cermin,bagaimana bayangankita.
o Guru menjelaskan apa yang akan dipelajari.
o Guru menyebutkan indikator keberhasilan yang harus dicapai dalam belajar
o Gurumengeksplorasi pengetahuanawal pesertadidikmelalui pertanyaan
o Guru mengingatkan bahwa pa pertemuan yang lalu setipa siswa telah dikelompokkan,
masing-masing anggota kelompok sudah memperoleh tugas yang berbeda beda untuk
dipelajari.
B. Kegiatan inti (80 menit)
o Guru memerintahkan agar merika duduk pada group yang sudah di tentukan (4-5
oranganggota)
o Guru mempersilahakan silahkan membaca/memahami masing-masing tugas yang
telahdibebankan (LKPD1, LKPD2, LKPD3,dan LKPD4)...Terlampir
o Guru mempersilahkan siswa untuk beekumpul dikelompok khusus (k elompok
expert)sesuaidengankonsepyangtelahdipelajarainya
o Dalam kelompok ini mereka berdiskusi pada kelompok sama, guru menobservasi
siswa unruk mecari barang kali ada terjadi miskonsepsi, sekaligus melakukan
28
penilaiankinerja..
o Gurumemerintahkansalahsatusiswadalam kelompokekspert untukmemaparkan
konsepyangdi-ampu-nyadikelompoknyatersebut.
o Setelah dirasa konsep telah matang, kelompok ekpert dibubarkan, dan mereka
kembalikegroupasal.
o Dalam goup asal ini (dimana masingmasing anggota group memiliki spesialisasi
konsep yang berbeda-beda) diminta mepresentasikan keahliannya (pengetahuan
tentang konsepnya tersebut ) kepada anggoata group yang lain secara bergantian.
Sehinggasemuaanggotagroupmenyelesaikantugasnya.
o Pada saat presentasi group ini setiap presenter bertanggung jawab pada setiap
anggoata group agar setiap anggota group memahami benar konsep yang presenter
sampaikan. Dalam hal ini perlu ada tanya jawab dalam group tersebut. (setiap
individubertanggungjawabagarsemuaanggotagroupsuksesmemahamikonsep)
o Setelahselesaipresentasi.Gurumemberikankuis.
o Padasaatkuismerekatidakdiperkenankanlagisalingmembantu.
o Setelah dilakukan penilaian setiap peserta akan dinilai secara individu juga
penilaianterhadapkeberhasilankelompok.
o Kelompok yang memiliki progres paling baik dinobatkan sebagai kelompok yang
paling baik 1 dan kelompok paling baik 2. Jangan lupa penghargaan terhadap
kelompok lain misalnya “kelompok paling akomodatif”, “kelompok paling
dinamis”
Deskripsi
Deskripsimatri terlampir
C. Kegiatan Akhir/TindakLanjut(5menit)
Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membaca buku literatur , internet, journal
majalah dan mengingatkan pada siswa tentang kegiatan selanjutnya dan memberikan tugas -
tugaslain
29
V. MediaPembelajaran
Alat/Bahan : Alattulis, LKPD1-4
SumberBelajar : - Teammatematika dkk.2004. MatematikaKelasXII
PenerbitErlangga:Jakarta
- Teammatematika dkk.2004. MatematikaKelasXII
PenerbitIntanPariwara :SOLO
VI. Penilaian
• PenilaianterhadapLKPD1danLKPD2
• Penilaianproses belajarpesertadidikdenganpenilaiankinerja
• UlanganHarianKD2.2
Mengetahui,
Kepala MA .......
------------------------------------------------
Guru Mata Pelajaran
Matematika
------------------------------------
30
CONTOHLEMBAROBSERVASIKINERJASISWA
KD 2.2
Lembar Observasi Aktivitas Siswa
No Nama Siswa
Kerja
sama
Berta
-nya
Memberi
Pendapat
Menja
-wab
Perh
atian
Skor
Total
Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
dst
Keterangan :
SB : sangat baik ( skor 5 )
B : baik ( skor 4 )
C : cukup ( skor 3 )
K : kurang ( skor 2 )
SK : sangat kurang ( skor 1 )
Nilai = 100
25
x
SkorTotal
31
Biodata Penulis
1. Nama : Drs. Khamim Thohari, MEd.
2. Nip : 150259179
3. Tempat, Tanggal Lahir : Mojokerto, 4 Juni 1968
4. Pangkat : Pembina/IVa
5. Jabatan : Widyaiswara Madya
6. Instansi : Balai Diklat teknis Keagamaan Surabaya
Jl. Ketintang Madya 92 Surabaya
Telp, (031) 8280116 Fax. (031) 8290021
7. Alamat : Beratkulon Kemlagi Mojokerto
Telp. 082139468389
8. Riwayat Pendidikan :
MI Lulus Th. 1980 di Mojokerto
MTs Lulus Th. 1983 di Mojokerto
MA Lulus th. 1986 di Mojokerto
IAIN Jurusan Tadris Matematika Lulus 1990 di Malang
S2 DEAKIN University Melbourne Australia Lulus Th. 2001

More Related Content

What's hot

Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran KonstruktivismePembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran KonstruktivismeAnas Nataris
 
Teori konstruktivistik
Teori konstruktivistikTeori konstruktivistik
Teori konstruktivistikDiah Japri
 
Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeAminah Rahmat
 
Tes Slide Share
Tes Slide ShareTes Slide Share
Tes Slide Shareputra177
 
Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1zabidah awang
 
Makalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivisme
Makalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivismeMakalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivisme
Makalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivismeRAFITA AL QORNY
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...Dadang DjokoKaryanto
 
Uas bahasa indonesia iis astuti
Uas bahasa indonesia iis astutiUas bahasa indonesia iis astuti
Uas bahasa indonesia iis astutiGhifari Chaula
 
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar KonstruktivismeTeori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar Konstruktivismetbpck
 
Teori pembelajaran konsruktivisme
Teori pembelajaran konsruktivismeTeori pembelajaran konsruktivisme
Teori pembelajaran konsruktivismesahronzulkepli
 
Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme Aidil Abrar
 
Week 15 kognitif
Week 15 kognitifWeek 15 kognitif
Week 15 kognitifjayamartha
 

What's hot (20)

Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran KonstruktivismePembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran Konstruktivisme
 
Teori konstruktivistik
Teori konstruktivistikTeori konstruktivistik
Teori konstruktivistik
 
Metode ctl
Metode ctlMetode ctl
Metode ctl
 
Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivisme
 
Tes Slide Share
Tes Slide ShareTes Slide Share
Tes Slide Share
 
Kontruktivis
KontruktivisKontruktivis
Kontruktivis
 
Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1
 
65 model pembelajaran
65 model pembelajaran65 model pembelajaran
65 model pembelajaran
 
Sbd1
Sbd1Sbd1
Sbd1
 
Makalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivisme
Makalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivismeMakalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivisme
Makalah pembelajaran yang berpijak dari teori belajar konstruktivisme
 
Modul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextualModul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextual
 
Ppt. kontruktivisme
Ppt. kontruktivismePpt. kontruktivisme
Ppt. kontruktivisme
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
Uas bahasa indonesia iis astuti
Uas bahasa indonesia iis astutiUas bahasa indonesia iis astuti
Uas bahasa indonesia iis astuti
 
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar KonstruktivismeTeori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar Konstruktivisme
 
Teori pembelajaran konsruktivisme
Teori pembelajaran konsruktivismeTeori pembelajaran konsruktivisme
Teori pembelajaran konsruktivisme
 
Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme
 
Model
ModelModel
Model
 
Week 15 kognitif
Week 15 kognitifWeek 15 kognitif
Week 15 kognitif
 
Teori konsruktivis
Teori konsruktivisTeori konsruktivis
Teori konsruktivis
 

Similar to Jigsaw 2 2

Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiTajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiArachnis Flosaeris
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualputri-uki
 
Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...
Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...
Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...atikaluthfiyaaf
 
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematikaResume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematikaMas Becak
 
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationPendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationMuhammad Alfiansyah Alfi
 
Kelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptx
Kelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptxKelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptx
Kelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptxIlham384361
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitianantiantika
 
Aniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdf
Aniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdfAniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdf
Aniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdfAnisaNabilaNurSetya
 
Tugas akhir tbp (2)
Tugas akhir tbp (2)Tugas akhir tbp (2)
Tugas akhir tbp (2)UNIMUS
 
PPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptx
PPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptxPPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptx
PPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptxNawazzZz
 
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)Dedi Yulianto
 
Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstualPendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstualRomi Afrizal
 
Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)
Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)
Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)Dancy Jimmy
 
Seminar Matematika
Seminar MatematikaSeminar Matematika
Seminar MatematikaVivin Dolpin
 

Similar to Jigsaw 2 2 (20)

Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiTajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...
Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...
Teori Belajar Konstruktivisme Tugas Kelompok PPT | Tadris Matematika IAIN Pon...
 
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematikaResume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
Resume landasan pendidikan dan pembelajaran matematika
 
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics EducationPendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Realistic Mathematics Education
 
Sbd3
Sbd3Sbd3
Sbd3
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 
Kelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptx
Kelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptxKelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptx
Kelompok 2 (Learning Science in Digital Age).pptx
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Aniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdf
Aniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdfAniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdf
Aniza Nabila_Teori Konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka Belajar.pdf
 
Tugas akhir tbp (2)
Tugas akhir tbp (2)Tugas akhir tbp (2)
Tugas akhir tbp (2)
 
PPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptx
PPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptxPPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptx
PPT KONSTRUKTIVISME (SITI MUNAWWARAH HUDA).pptx
 
laporan Ptk destri saragih merangin
laporan Ptk destri saragih meranginlaporan Ptk destri saragih merangin
laporan Ptk destri saragih merangin
 
Makalah yulia
Makalah yuliaMakalah yulia
Makalah yulia
 
Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivismeTeori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme
 
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)
 
Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstualPendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual
 
Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)
Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)
Web 2.0 (penggunaan ipad dalam pendidikan)
 
Seminar Matematika
Seminar MatematikaSeminar Matematika
Seminar Matematika
 

Jigsaw 2 2

  • 1. 1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KONSEP TRANSFORMASI Oleh: Drs. H. Khamim Thohari, MEd. Abstrak Dalam pandangan konstruktivis pembelajaran matematika haruslah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, yang artinya dibutuhkan metode yang tepat menyatukan dua hal itu (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. (c) dibutuhkan media yang tepat untuk menvisualisasikan ide yang abstrak. Banyak metode metode pembelajaran yang muncul pada decade ini yang diharapkan mampu menjawab hal tersebut, salah satunya adalah metode Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw II yang dikembankan oleh Slavin. Terlepas dari kekurangan dan kesulitan penerapan metode ini, metode ini mampu membuat siswa untuk menaikkan kematangan cognitive maupun emosional dan trampil dalam problemsolving, tahu menemp atkan diri secara situasional. Metode ini cocok untuk digunakan untuk memperkenalkan konsep transformasi, yang sub -konsep sub-konsepnya independen yang menjadi prasyarat penerapan metode Jigsaw dalam pembelajaran. Metode ini bekerja dengan baik pada siswa dengan modus belajar bertipe Kinestetik (anak suka bergerak dalam belajar), Tactile (suka menyetuh, melakukan sesuatu dan meraba) serta tipe pembelajar Grouping (anak yang jika belajar berkelompok hasilnya lebih maksimal). Kajian penulisan ini juga menemukan bahwa pembelajaran akan lebih maksimal jika bahan ajar yang harus dikuasai oleh siswa dimasing -masing kelompok sebaiknya diberikan sebelum pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, agar siswa berkesempatan mempelajarinya dari berbagai sumber yang bisa jangkaunya. Kata Kunci: Kooperatif Learning, Jigsaw II, Pembelajaran matematika, dan Transformasi
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika pada hakekatnya adalah aktifitas kehidupan manusia, matematika adalah berhubungan dangan bagaimana ki ta hidup, dibentuk oleh lingkungan social dan tumbuh dari sebuah peradaban. Matematika adalah bahasa symbol, numeric logis, berdasarkan pada kebenaran deduksi. Kebenaran matematika dibentuk secara eksplisit oleh “social agreement”, kaidah-kaidah baru dibentuk dari kaidah-kaidah lama yang sudah disepakati kebenarannya dan diterima oleh masyarakat. Matematika masuk dalam sendi-sendi kehidupan dan aktifitas (Wittgenstein, 1978). Luasnya cakupan materi matematika hanya bisa dimengerti dan dipahami jika peserta didik memiliki kesempatan untuk membangun (construct) dan mengembangkan keseluruhan aspek dari matematika yang itu bisa dicapai melalui pola pembelajaran yang tepat. Pembelajaran matematika dalam pandangan kons truktivis menurut Hudojo (1998) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Implikasi ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang konstruktif menurut Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, (5) memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, dan (6) melibat kan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar.
  • 3. 3 Pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar ini dikemukan oleh Vygotsky dalam (Ackerman, 1996) ia berpendapat bahwa belajar adalah proses sosial konstruksi yang dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial. Perspeksi ini memandang bahwa membahasakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya mengiterpretasikan kehidupan sehari-hari dalam matematika adalah sesuatu yang sangat penting. Pandangan ini mengharuskan seorang pengajar untuk mampu mengadaptasikan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa saling berdiskusi ‘sharing’ pemahaman dan membentuk struktur pengetahuan baru dari interaksi yang berpola dan berkelanjutan, pandangan ini kita kenal den gan “Social Constructivism”. Pemahaman dan kesadaran ini laha yang lantas melahirkan beberapa kajian yang mendalam, bagaimana seharusnya proses belajar mengajar metematik itu seharusnya diorkestrasikan?. Dari uraian di atas diharapkan sekali pepmbelajaran matematika di bangun dengan komunikasi idea dan gagasan bersama dalam suatu kelompok. Penulis berusaha untuk meneliti prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang menyatukan unsur- unsur kemandirian, kebersamaan, tanggung jawab individu pada kelompok unt uk memperoleh hasil yang maksimal, melalui judul “ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KONSEP TRANSFORMASI” B. Identifikasi Masalah Masalah-masalah penerapan model pembelajaran kooperatif learning tipe J igsaw II pada pembelajaran matematika konsep transformasi adalah: 1. Jumlah Rombongan belajar di Indonesia yang kebanyakan maish diatas 32 siswa. Sementara untuk pembagian kolompok jigsaw ideal adalah 4 -5 siswa perkelompok 2. Kondisi guru dan siswa yang belum terbiasa memakai model-model pembelajaran yang variatif 3. Penerapan metode ini membutuhkan pengelolaan kelas dan perencanaaan pembelajaran yang lebih rumit jika dibandingkan dengan moteode konvensional.
  • 4. 4 Jenis materi yang cocok untuk metode ini juga masih menja di kendala pelaksanaan dilapangan. C. Perumusan Masalah Rumusan masalah pada karya tulis ini adalah: “bagaimana mene rapkan model pembelajaran kooperatif Tipe jigsaw II pada mata pelajaran matematika konsep transformasi?” D. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Pengembangan Ilmu: Sebagai rujukan untuk pengembangan system bembelajaran pada mata pelajran yang lain dan pengembangan ilmu pendidikan. 2. Praktisi: untuk bisa diterapkan dan diaplikasikan model pembelajaran ini pada kegiatan pembelajaran di kelas.
  • 5. 5 BAB II ISI PENELITIAN A. Kajian Pustaka Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (meng-konstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya, Jerome Brunner dalam (Romberg & Kaput, 1999). Dalam pandangan konstruktivisme ‘Belajar’ bukanlah semata -mata mentransfer pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru denga pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam form yang baru. Proses pembangunan ini bisa melalui Asimilasi atau Akomodasi (Mc Mahon, 1996). Sementara yang kita lihat saat ini sebagaian besar pola pembelajaran matematika saat ini masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan men ggerojokkan konsep- konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur matematika yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan keterampilan kepada siswa (Clements & Battista, 2001). Senada dengan itu Soedjadi (2000) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika sekolah di Indonesia dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan teori/teorema/definisi, (2) diberikan contoh -contoh dan (3) diberikan latihan soal-soal. Pandangan konstruktivisme memberikan perbedaan yang tajam dan kontras terhadap pandangan tersebut. Prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis m enurut Suparno (1997) adalah sebagai berikut: 1. pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara sosial, 2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa menalar,
  • 6. 6 3. siswa aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, 4. guru berperan sebagai fasilatator menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus. Pembelajaran matematika dalam pandangan kons truktivis menurut Hudojo (1998) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Implikasi ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang kon struktif menurut Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, (5) memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih m enarik, dan (6) melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar. Pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar ini dikemukan oleh Vygotsky dalam (Ackerman, 1996) ia berpendapat bahwa belajar adalah proses sosial konstruksi yang dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial. Perspeksi ini memandang bahwa membahasakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya mengiterpretasikan kehidupan sehari-hari dalam matematika adalah sesuatu yang sangat penting. Pandangan ini mengharuskan seorang pengajar untuk mampu mengadaptasikan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa saling berdiskusi ‘sharing’ pemahaman dan membentuk struktur peng etahuan baru dari interaksi yang berpola dan berkelanjutan, pandangan ini kita kenal dengan “Social Constructivism”. Pemahaman dan kesadaran ini laha yang lantas melahirkan beberapa kajian yang
  • 7. 7 mendalam, bagaimana seharusnya proses belajar mengajar metematik itu seharusnya diorkestrasikan?. Saat ini telah banyak medol-model dan metode pembelajaran yang lahir sebagai akibat dari pemikiran ‘Social Constructivism’, diantaranya adalah Cooperative dan Constructive Learning yang akan kita kaji lebih jauh. 1. PEMBELAJARAN KOOPERATIF Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualistik telah mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang terbaik. Dalam belajar kompetitif dan individualistik, guru menempatkan siswa pada tempat duduk yang terpisah dari siswa yang lain. Kata -kata “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “Saya ingin agar kamu bekerja sendiri” dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri” sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualistik (Johnson & Johnson, 1994). Proses belajar seperti itu masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini. Jika disusun dengan baik, belajar kompetitif dan individualistik akan efektif dan merupakan cara memotivasi siswa untuk melakuk an yang terbaik. Meskipun demikian terdapat beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan individualistik, yaitu (a) kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sebagai contoh jika seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah, (b) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi, (c) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, dan (d) dapat membuat frustrasi siswa lai nnya (Slavin, 1995). Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif. Belajar kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai guru dan mungkin siswa kita pernah menggunakannya atau mengalaminya sebagai contoh s aat bekerja dalam laboratorium. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok - kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru (Slavin, 1995; Eggen & Kauchak). Artzt & Newman
  • 8. 8 (1990: 448) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu team dalam menyelesaikan tugas -tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Belajar kooperatif mempunyai ide bahwa siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok m encapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1995). Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan -keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992). Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat. 2. UNSUR-UNSUR PENTING DALAM BELAJAR KOOPERATIF Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992) terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu seperti berikut ini. a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan
  • 9. 9 merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok. b. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide meng enai masalah yang sedang dipelajari bersama. c. Tanggung jawab individual Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membo nceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dalam hal (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya. d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus. e. Proses kelompok Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
  • 10. 10 3. Konsep Transformasi Konsep transformasi adalah konsep yang diajarkan di kelas XII semester satu dengan ruang lingkup: a. Rotasi b. Translasi c. Dilatasi d. Refleksi e. Komposisi dua transformasi atu lebih f. Menyatakan Transformasi atu gabungan dua transformasi atau lebih dalam matrik. Secara umum sub-konsep transformasi adalah independen atau berdiri sendiri. Satu dan yang lai bukan menjadi materi prasyarat untuk mempelajari sub -konsep yang lain. B. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu Hudojo (1988: 5), mengemukakan bahwa p enguasaan materi dan cara penyampaiannya merupakan syarat mutlak bagi seorang guru. Seorang guru yang tidak menguasai materi matematika dengan baik, tidak mungkin ia dapat mengajar matematika dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak menguasai berbagai cara penyampaian dapat menimbulkan kesulitan siswa dalam memahami matematika. Faktor guru dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada pokok bahasan teorema Transformasi kelas 2 SLTP semester satu yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW. Hal-hal yang diperhatikan mengenai kemampuan guru mengelola pembelajaran meliputi: a. Persiapan Kegiatan persiapan meliputi: 1) mengkomunikasikan tujuan yang akan dibahas, 2) memberi motivasi, 3) menjelaskan materi prasyarat, 4) memberi petunjuk sebelum siswa mengerjakan LKS.
  • 11. 11 b. Kegiatan Inti Kegiatan inti meliputi: 1) melatihkan keterampilan kooperatif, 2) mengawasi setiap kelompok secara bergiliran, 3) mendorong siswa agar meminta bantuan kepada teman sekelompok sebelum meminta bantuan kepada guru, 4) memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dengan menggunakan scaffolding, 5) memberi umpan balik. b. Kegiatan Akhir Kegiatan Akhir meliputi: 1) membimbing siswa membuat kesimpulan, 2) mengajukan pertanyaan kuis. c. Suasana Kelas Suasana kelas dapat dilihat dari kegiatan siswa. 1) Antusias siswa mengerjakan LKS 2) Antusias guru dalam kegiatan pembelajaran. 2. Tes Hasil Belajar Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan -pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dala m bentuk lisan, atau bentuk tulisan. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang sesuai. Menurut Ebel & Frisbie (Zainul & Nasoetion, 1997: 3) te st is a measure countaining a set of questions, each of which can be said have a correct answer. Tes hasil belajar haruslah disusun atas butir -butir soal yang terpilih, yang secara akademik dapat dipertanggungjawabkan sebagai sampel yang representative dar i ilmu atau bidang studi yang diuji dengan perangkat tes. Pemilihan butir soal tidak mungkin dilakukan secara acak. Hanya seorang ahli dalam bidang studi yang tahu secara lebih baik apakah butir-butir soal itu cukup representative atau tidak. (Zainul & Nasoetion, 1997: 3)
  • 12. 12 Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat untuk mengukur apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah disusun. Tes dapat dipilah-pilah ke dalam berbagai kelompok. Bila dilihat konstruks inya maka tes dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. menurut bentuknya: tes bentuk uraian dan tes bentuk objektif, b. menurut tipenya: butir tes uraian dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe, yaitu tes uraian terbatas, dan tes uraian bebas. Butir tes obje ktif menurut tipenya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tes benar-salah, butir tes menjodokan, dan butir tes pilihan ganda. Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah tes uraian. Secara umum tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan mengunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. (Sudjana, 1989: 35) Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan daripada tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan menalar di kalangan siswa. hal ini ialah karena melalui tes ini par a siswa dapat mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisa, sintesa baik secara lisan maupun secara tulisan. (Sudjana, 1989: 36) Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995) adalah sebagai berikut. 1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan. 2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memas tikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain. 3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang
  • 13. 13 untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai. Tabel berikut ini memberikan ilustrasi tentang pola pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pola pembelajaran konvensional di dalam kelas . Tabel Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong". Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
  • 14. 14 Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok- kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok- kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. (Killen, 1996) Terdapat berbagai pembelajaran kooperatif di antaranya adalah Students Teams Achievement Divisions STAD, Jigsaw dan Group Investigasi, Team Games Tournaments (TGT), Dyadic (Roy Kellen, 1996). Pada makalah ini kita akan bahas lebih jauh tentang metode belajar kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran konsep Transformasi. Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar le bih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pa da dari guru. Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat.
  • 15. 15 Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belaja r matematika dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut. 1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan. 2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah. 3. Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis. 4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah - masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka - teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat. 5. Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995). Beberapa hal yang mengkin bisa menjadi ‘pengganjal’ aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, m enurut (Roy Killen, 1996) adalah: 1. Prinsip utama pola pengajaran ini adalah “peer teaching”, pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa l ain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi “missconception”.
  • 16. 16 2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mempu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik har us mempu memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini. 3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut. 4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran inibisa berjalan dengan baik. 5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching”. C. Deskripsi Kerangka Berpikir Dari kajian-kajian yang sudah dipaparkan didepan, terlihat jelas hubungan antara aktifitas anak, saling ketergantungan positif antara anak dalam tim dan dan prestasi belajar. Pada tulisan ini akan dicoba penggunaan metode Jigsaw tipe II pada konsep transformasi yang meliputi (Rotasi, Dilatasi, refleksi dan translasi). Untuk melihat seberapa jauh metode tersebut efektif pada pemblajaran konsep transformasi. D. Temuan dan Pembahasan Jigsaw dikembangkan pertama kali oleh Elliot Aronson dan koleganya di Universitas Texas (Ibrahim dkk., 2000 dan Ratumanan, 2002 ). Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen,1996) dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan oleh secara hiterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing -masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kel ompok semula
  • 17. 17 untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assesmen yang lain pada semua topik yang diberikan. 1. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN JIGSAW a. Orientasi Pendidik menyampaiakan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan metode Jigsaw dalam proses belajar mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model belajaran ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara ke seluruhan secara untuk memperoleh gambaran keseluran dari konsep. (Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumya harus sudah dibaca di rumah). b. Pengelompokan Misalkan dalam kelas ada 20 Siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya dan sudah dirangking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi dalam bagi 25% (Rangking 1- 5) kelompok sangat baik, 25% (rangking 6 -10) kelompok baik, 25% selanjutnya (rangking 11-15) kelompok sedang, 25% (rangking 15-20) Rendah. Selanjutnya kita akan mermbaginya menjadi 5 group (A – E) yang isi tiap-tiap groupnya hiterogen dalam kemampuan matematika, berilah indek 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok, baik indek 3 untuk kelompok sedang dan indek 4 untuk kelompok rendah. Misalkan (A 1 berarti group A dari kelompok sangat baik, .... ,A4 group A dari kelompok rendah). Tiap group akan berisi Group A {A1, A2, A3, A4} Group B {B1, B2, B3, B4} Group C {C1, C2, C3, C4} Group D {D1, D2, D3, D4} Group E {E1, E2, E3, E4} c. Pembentukan dan pembinaan kelompok expert
  • 18. 18 Selanjutnya group itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang kita berikan dan dibina supaya jadi expert, berdasarkan indeknya. Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1} Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2 ,E2} Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 ,E3} Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 ,E4} Tiap kelompok ini di beri konsep matematika (transformasi) sesuai dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang sangat baik kemapuannya diberi materi yang lebih komplek worksheet 1 (Pencer minan pada garis y = x, y = -x , garis x = h, y = h dan pencerminan pada sumbu koordinat). Kelompok 2 diberi materi Worksheet 2 (Translasi pada koordinat Kartesius dan gabungan dua translasi). Kelompok 3 diberi materi worksheet 3 (menyatakan translasi dalam vektor kolom) dan kelompok 4 (pencerminan pada sumbu x, pada sumbu y, sifat-sifat pencerminan). Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengn sebaik - baiknya sebelum ia kembali kedalam group sebagai tim ahli “expert”, tentunya peran pendidik cukup penting dalam fase ini.
  • 19. 19 Kel 3 Diagram Diskusi Kelompok Expert d. Diskusi (Pemaparan) kelompok ahli dalam group Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing masing kembali dalam group semula. Pada fase ini ke -lima group (1-5) memiliki ahli dalam konsep-konsep tertentu (Workksheet 1-4). Selanjutnya pendidik mempersilahkan anggota group untuk mempresentasikan keahliannya kepada groupnya masing-masing, satu persatu. Proses ini diharapakan akan terjadi shearing pengetahuan antara mereka. Aturan dalam fase ini adalah: Group. A A1 , A2, A3, A4 Group. B B1 , B2, B3, B4 Group. C C1,C2,C3,C4 Group. E Group. D D1 , D2, D3, D4 A1, B1 C1, D1 E1 Kel 1 E1, E2, E3, E4 A2, B2 C2, D2 E2 Kel 2 A3, B3 C3, D3 E3 A4, B4 C4, D4 E4 Kel 4
  • 20. 20 - Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota tim mempelajari materi yang diberikan. - Memperolah pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi tidak ada yang selasi belajar sampai setiap anggota menguasai konsep. - Tanyakan pada anggota group sebelum tanya pada pendidik - Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak menggangu group lain. - Akhiri diskusi dengan “merayakannya” a gar memperoleh kepuasan. e. Test (Penilaian). Pada fase ini guru memberikan test tulis untuk dikerjakan oleh siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada test ini siswa tidak diperkenankan untuk bekerjasama. Jika pada saat belajar mereka saling bahu- membahu untuk memperoleh konsep yang benar, maka pada saat penilaian ini mereka harus bekerja sendiri-sendiri, jika mungkin tempat dudknya agak dijauhkan. f. Pengakuan Kelompok Penilaian pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor peningkatan individu, tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata -rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa m emperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. Perhitungan skor peningkatan, dan kriteria penghargaan kelompok menggunakan kriteria berikut. Tabel Perhitungan Nilai Peningkatan Skor Tes Akhir Nilai Peningkatan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 10 hinggga 1 poin dibawah skor awal Skor awal hingga 10 poin diatas skor awal Lebih dari 10 poin diatas skor awal Nilai sempurna 0 10 20 30 30
  • 21. 21 Kelompok kooperatif dapat memperoleh penghargaan atau hadiah jika ra ta- rata skor memenuhi kriteria pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Tingkat Penghargaan Kelompok Nilai rata-rata kelopok Penghargaan 5 < x < 15 15 < x < 25 25 < x < 30 Baik Hebat Super Selanjutnya berikat penghargaan kepada group yang memiliki penambahan nilai paling tinggi. Berikan juga penghargaan individu yang paling tinggi penambahan nilainya, juga pada tim yang paling kooperatif dan dinamis selama berdiskusi. Jika mungkin tambahi jenis -jenis penghargaan yang bisa merata pada semua group.
  • 22. 22 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari kajian yang penulis lakukan terhadap penerapan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1. Penerapan metode ini butuh kegigihan, insiatif, kreatifitas tersendiri bagi pendidik. Kerena butuh persiapan yang cukup mendalam baik persiapan Silabu RPP dan perangkat lainnya, maupun pengorganisasian kelas dan peserta didik. 2. Untuk rombongan belajar yang besar butuh persiapan yang matang, dan jika memungkinkan lakukan peer teaching atau mengajar berpasangan dengan guru lain yang sejenis 3. Kelompok asal (based Group) dan kelompok ahli (Expert group) diharapkan tidak lebih dari 5 orang 4. Penggunaan Metode Jigsaw Tim Ahli ini cocok dengan konsep dengan konsep transformasi karena sub-konsep ini dapat dipecah-pecah serta sub-konsep yang satu dan yang lain tidak bertautan (yang satu bukan menjadi prasyarat yang lain). B. Rekomendasi Dari kajian yang penulis lakukan, rekomendasi yang dapat diberikan adalah: 1. Metode ini sangat baik dipai untuk menaikkan kematangan anak dalam bersosialisasi, cerdas secara cognitif, tapi juga cerdas dan matang mental dan kepribadian, dan trampil dalam problemsolving, tahu menempatkan diri secara situasional, maka model pembelajaran ini cukup mampu menjawab permasalah ini. 2. Metode ini bekerja dengan baik pada siswa dengan modus belajar bertipe Kinestetik (anak suka bergerak dalam belajar), Tactile (suka menyetuh, melakukan sesuatu dan meraba) serta tipe pembelajar Grouping (anak yang jika belajar berkelompok hasilnya lebih maksimal).
  • 23. 23 3. Bahan ajar yang harus dikuasai oleh siswa dimasing-masing kelompok sebaiknya diberikan sebelum pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, dikandung maksud agar siswa memperoleh kesempatan belajar konsep yang harus dikuasainya lebih awa, yang akan memotivasi mereka untuk m encari penjelasan konsep tersebut dari sumber yang lain, misalnya saudara, family, internet atau diperpustakaan.
  • 24. 24 DAFTAR PUSTAKA Ackerman, E. 1996, Perspective Taking Object of Construction, Lawrence Elbraum Associates, New Jersey. Artzt, A.F., Newman, C.M. 1990. Cooperative Learning. Mathematics Teacher , 83 (6):448-452. Clements, D.H. & Battista, M.T. 2001. Constructivist Learning and Teaching. (Online) (Http://www.terc.edu/investigation/relevant/html/constructivistlearning.html . Davidson, Neil & Kroll, D.L. 1991. “An Overview of Research ON C ooperative Learning Related to Mathematics”. Journal for Research in Mathematics Education. 22(5):362-365. Depdikbud. 1996. Kurikulum Pendidikan Dasar (Berdasarkan Suplemen 1999). Jakarta: Depdikbud. Dick W. & Carey L. 1978. The Systematic Design of Instruction (3rd ed ). United States of America, Harper Collins. Eggen, P.D & Kauchak, P. P. 1996. Strategies forTeacher: Teaching Content and Thinking Skill. Boston: Allyn & Bacon. Gronlund, N.E. 1982. Constructing Achivement Test. Third Edition. Practice Hall: Englewood Cliffs Hollands, R. 1983. A Dictionary of Mathematics. Terjemahan oleh Naipospos Nutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hudojo, H. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis . Makalah disajikan pada Seminar Nasional “Upaya -upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Era Globalisasi ”. Program Pasca Sarjana IKIP Malang. Malang: 4 April 1998 Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press. Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning, Fourth Edition . Massachusets: Allyn & Bacon. Kardi, S dan Nur, M. 2000. Pengantar pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas . Surabaya: Unesa University Press.
  • 25. 25 Killen, Roy, 1996, Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice , Scial Science Press, New South Wales. Lundgren, L. 1994. Cooperative Learning In The Science Classroom . New York: Glencou/McGraw-Hill. Louisell, R.D., & Descamps, J. 1992. Developing A Teaching Style Methods for Elementary School Teachers. New York: Harper Collins Publishers. McMahon, M. 1996, Social Constructivism in the World Widw Web , a Paradigm of Learning, Google site, <http:/N”vnv.scu.edu.au/ausNveb96/eduen/wild/paper. hti.nl (Accessed, 24 April 2000) Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press. Romberg TA. & Kaput JJ, 1999, Matehematics Worth, Larence ElBraum, Inc., New Jersey. Skemp, R.R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher Slavin, S.E. 1995. Cooperative Learning, second edition. Massachusets: Allyn & Bacon. Slavin, S.E. 1997. Educational Psychology: Theory Into Practices. Fifth Edition. Boston: Allyn Bacon Publishers Soedjadi. 1995. Pendidikan, Penalaran, Konstruktivitas, Kreativitas, sajian dalam Pembelajaran Matematika. Makalah seminar Nasional Pendidikan Matematika. IKIP Surabaya. Sudjana, N. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suparno P. 1997. Filsafat Konstruktivisne dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sutton, G.O., 1992, Co-operative Learning Work in Mathematics, Mathematics Teacher, P. 63 – 66. Wittgenstein, 1978, Remark on the Foundation of Mathematics, MIT Press.Cambridge. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publising
  • 26. 26 RENCANAPELAKSANAANPEMBELAJARAN(RPP) KD 2..2 Nama Sekolah : M A ............................. MataPelajaran : Matematika Kelas/Semester : XII-IPA/1 AlokasiWaktu : 2x45menit StandartKompetensi : 3. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan masalah KompetensiDasar : 3.1. Menentukan komposisi dari beberapa transformasi geometri beserta matriks transformasinya I. Indikator 1. menentukan bayangan pencerminan terhadap sumbu koordinat suatu titik pada bidang kartesius 2. menentukan bayangan koordinat suatu titik terhadap y=x, y= -x, x =h, y=h, O(0,0) pada bidang kartesius 3. menentukan bayangan suatu titik akibat translasi pada bidang kartesius 4. menentukan bayangan suatu titik akibat dilatasi pada bidang kartesius 5. menentukan bayangan suatu titik akibat Rotasi pada bidang kartesius II. Materi Pembelajaran Materi Pokok : Refleksi, Translasi dan Rotasi Sub-submateri : 1. Reflleksipadasumbu-x,Refleksipadasumbu-y, x=h,y=h,y=xdany= -x 2. Translasi pada bidang kartesius 3. Dilatasi pada bidang kartesius 4. Rotasi pada bidang kartesius III. Medel pembelajaran PembelajaranKooperatif tipeJigsaw II ModelPembelajaran KooperatifScript IV. Langkah-langkahPembelajaran Waktu Pertemuan (2X45) menit
  • 27. 27 Tujuanpembelajaran: Melalui pembelajaranini,pesertadidikdapat: 1. menentukan bayangan pencerminan terhadap sumbu koordinat suatu titik pada bidang kartesius 2. menentukan bayangan koordinat suatu titik terhadap y=x, y= -x, x =h, y=h, O(0,0) pada bidang kartesius 3. menentukan bayangan suatu titik akibat translasi pada bidang kartesius 4. menentukan bayangan suatu titik akibat dilatasi pada bidang kartesius 5. menentukan bayangan suatu titik akibat Rotasi pada bidang kartesius A. KegiatanAwal (5menit) o Guru memotivasi peserta didik dengan menunjukkan betapa pentingnya materi yang akan diajara ini. o mengajukan pertanyaan seputar bagaimana saat kita “bercermin” apa yang unik dari cermin,bagaimana bayangankita. o Guru menjelaskan apa yang akan dipelajari. o Guru menyebutkan indikator keberhasilan yang harus dicapai dalam belajar o Gurumengeksplorasi pengetahuanawal pesertadidikmelalui pertanyaan o Guru mengingatkan bahwa pa pertemuan yang lalu setipa siswa telah dikelompokkan, masing-masing anggota kelompok sudah memperoleh tugas yang berbeda beda untuk dipelajari. B. Kegiatan inti (80 menit) o Guru memerintahkan agar merika duduk pada group yang sudah di tentukan (4-5 oranganggota) o Guru mempersilahakan silahkan membaca/memahami masing-masing tugas yang telahdibebankan (LKPD1, LKPD2, LKPD3,dan LKPD4)...Terlampir o Guru mempersilahkan siswa untuk beekumpul dikelompok khusus (k elompok expert)sesuaidengankonsepyangtelahdipelajarainya o Dalam kelompok ini mereka berdiskusi pada kelompok sama, guru menobservasi siswa unruk mecari barang kali ada terjadi miskonsepsi, sekaligus melakukan
  • 28. 28 penilaiankinerja.. o Gurumemerintahkansalahsatusiswadalam kelompokekspert untukmemaparkan konsepyangdi-ampu-nyadikelompoknyatersebut. o Setelah dirasa konsep telah matang, kelompok ekpert dibubarkan, dan mereka kembalikegroupasal. o Dalam goup asal ini (dimana masingmasing anggota group memiliki spesialisasi konsep yang berbeda-beda) diminta mepresentasikan keahliannya (pengetahuan tentang konsepnya tersebut ) kepada anggoata group yang lain secara bergantian. Sehinggasemuaanggotagroupmenyelesaikantugasnya. o Pada saat presentasi group ini setiap presenter bertanggung jawab pada setiap anggoata group agar setiap anggota group memahami benar konsep yang presenter sampaikan. Dalam hal ini perlu ada tanya jawab dalam group tersebut. (setiap individubertanggungjawabagarsemuaanggotagroupsuksesmemahamikonsep) o Setelahselesaipresentasi.Gurumemberikankuis. o Padasaatkuismerekatidakdiperkenankanlagisalingmembantu. o Setelah dilakukan penilaian setiap peserta akan dinilai secara individu juga penilaianterhadapkeberhasilankelompok. o Kelompok yang memiliki progres paling baik dinobatkan sebagai kelompok yang paling baik 1 dan kelompok paling baik 2. Jangan lupa penghargaan terhadap kelompok lain misalnya “kelompok paling akomodatif”, “kelompok paling dinamis” Deskripsi Deskripsimatri terlampir C. Kegiatan Akhir/TindakLanjut(5menit) Guru memberi tugas kepada peserta didik untuk membaca buku literatur , internet, journal majalah dan mengingatkan pada siswa tentang kegiatan selanjutnya dan memberikan tugas - tugaslain
  • 29. 29 V. MediaPembelajaran Alat/Bahan : Alattulis, LKPD1-4 SumberBelajar : - Teammatematika dkk.2004. MatematikaKelasXII PenerbitErlangga:Jakarta - Teammatematika dkk.2004. MatematikaKelasXII PenerbitIntanPariwara :SOLO VI. Penilaian • PenilaianterhadapLKPD1danLKPD2 • Penilaianproses belajarpesertadidikdenganpenilaiankinerja • UlanganHarianKD2.2 Mengetahui, Kepala MA ....... ------------------------------------------------ Guru Mata Pelajaran Matematika ------------------------------------
  • 30. 30 CONTOHLEMBAROBSERVASIKINERJASISWA KD 2.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa No Nama Siswa Kerja sama Berta -nya Memberi Pendapat Menja -wab Perh atian Skor Total Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 dst Keterangan : SB : sangat baik ( skor 5 ) B : baik ( skor 4 ) C : cukup ( skor 3 ) K : kurang ( skor 2 ) SK : sangat kurang ( skor 1 ) Nilai = 100 25 x SkorTotal
  • 31. 31 Biodata Penulis 1. Nama : Drs. Khamim Thohari, MEd. 2. Nip : 150259179 3. Tempat, Tanggal Lahir : Mojokerto, 4 Juni 1968 4. Pangkat : Pembina/IVa 5. Jabatan : Widyaiswara Madya 6. Instansi : Balai Diklat teknis Keagamaan Surabaya Jl. Ketintang Madya 92 Surabaya Telp, (031) 8280116 Fax. (031) 8290021 7. Alamat : Beratkulon Kemlagi Mojokerto Telp. 082139468389 8. Riwayat Pendidikan : MI Lulus Th. 1980 di Mojokerto MTs Lulus Th. 1983 di Mojokerto MA Lulus th. 1986 di Mojokerto IAIN Jurusan Tadris Matematika Lulus 1990 di Malang S2 DEAKIN University Melbourne Australia Lulus Th. 2001