SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Pluralitas dan Integrasi Nasional dalam Struktur Sosial Masyarakat Indonesia
Indonesia sebagai bangsa yang diidentifikasi memiliki kemajemukan masyarakat berdasar
pada agama, suku, adat, budaya, dan kondisi kekinian yang dipengaruhi oleh ekonomi.
Menurut Parsudi Suparlan (dalam Rustanto, t.t), “Indonesia adalah sebuah masyarakat
majemuk yang dicirikan pada wujud pentingnya kesukubangsaan sebagai identitas diri”.
Kemajemukan itulah yang nantinya melahirkan struktur sosial masyarakat. Struktur sosial
masyarakat adalah model pelapisan masyarakat atau penggolongan masyarakat dalam
segmen-segmen berdasar karakteristik tertentu, yang kemudian membudaya. Struktur sosial
masyarakat berperan sebagai pembeda dan pengelompokkan penduduk atau masyarakat
dalam jenjang sosial yang bersifat hierarkis (Herwanto, 2013). Sebagai masyarakat plural
sejak zaman Hindia-Belanda, Indonesia berada dalam kondisi keberagaman tinggi (Furnivall
dalam Nasikun, 1995). Kemajemukan diniali sebagai bentuk identitas nasional bangsa. Plural
Societies adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-
sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Secara
politik, masyarakat masjemuk Indonesia diidentifikasi dengan tanda ketiadaan kehendak
bersama (common will), berfokus pada sekumpulan individu dari pada suatu kesatuan
organis, serta dalam kehidupan ekonomi, ditandai sengan ketiadaan kesamaan terhadap
permintaan sosial bersama (common social demand). Menurut Pierre L van de Berghe,
karakteristik masyarakat plural sebagai sifat dasar kemajemukan yakni : (1) terjadinya
segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok ynag seringkali memiliki sub-kebudayaan
yang berbeda satu sama lain; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer; (3) kurang mengembangkan konsensus di
antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif sering kali
mengalami konflik-konflik di antara kelompok satu dengan kelompok yang lain; (5) secara
relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam
bdang ekonomi, serta; (6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-
kelompok yang lain. Secara fungsional konservatif, strukur sosial diperlukan demi
mengupayakan terpenuhinya runtutan interdependensi kompleks. Menurut pendekatan ini,
startifikasi bertanggung jawab dalam usaha pengisian jabatan, bersifat inhern dan diperlukan
demi kelangsungan sistem. Hal ini bertolak belakang dengan model pendekatan konflik,
bahwa pelapisan yang ada adalah ulah kelompok-kelompok elitis yang berkuasa secara
sengaja untuk mempertahankan dominansinya hingga menimbulkan bentukan sosial yang
diskriminatif. Dalam ilmu sosiologi, dasar dan inti pelapisan sosial adalah tidak adanya
keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban serta kewajiban dan tanggung jawab di
antara anggota masyarakat. Yang perlu di garis bawahi adalah korelasi anatara kemajuan
dengan strata sosial, bahwa semakin maju suatu masyarakat, berbanding lurus dengan tingkat
kompleksitas pelapisan sosial yang terjadi di dalamnya (Herwanto, 2013). Pelapisan
masyarakat sejatinya telah ada sejak manusia mengenal kehidupan bersama dalam organisasi
sosial, dan atas kesadaran saling membutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Struktur sosial masyarakat dikategorikan dalam dua jenis yakni secara horizontal dan vertikal
(Nasikun, 1995). Mengacu pada model horizontal, kemajemukan masyarakat Indonesia
dihasilkan atas pluralitas tinggi terhadap suku, ras, budaya, dan agama. Dalam hal ini,
tingginya tingkat kemajemukan secara horizontal dinilai dapat memperkaya aspek budaya
Indonesia. Mengingat perbedaan ini tidak dapat dipisahkan dengan bentukan Indonesia yang
mengupayakannya untuk ada. Hal ini dapat terlihat bagaimana faktor geografis berperan
mensegmentasikan budaya masing-masing daerah. Bukan hanya bagaimana geografis
wilayah Indonesia yang berbentuk kesatuan kepulauan, namun juga mengenai pengaruh
topografi hingga klimatologis. Perbedaan mendasar seperti disebutkan di atas menjadikan
Indonesia kaya akan model adat kedaerahan. Banyak cabang yang terlahir dari perbedaan
ekologis seperti kontur tanah dan curah hujan yang berpengaruh pada bentukan mayoritas
pekerjaan. Seperti model ladang di luar jawa atau shifting cultivation dan wet rice cultivation,
pertanian lahan basah yang berkembang di daerah jawa-bali (Rustanto, t.t). Sejatinya,
karakteristik struktur majemuk horizontal dapat mengintegrasikan dominasi budaya pluralitas
di Indonesia dalam satu kesatuan toleransi. Perbedaan bukan ditujukan untuk saling
menghegemoni dan mensubordinat atau memarginalkan budaya lain, namun seiring dengan
kemajuan yang diupayakan pemerintah, pluralitas budaya sebagai karakteristik nasional
mampu memicu dan bertindak sebagai promotor kesatuan atas Bhineka Tunggal Ika, sebagai
amunisi kekuatan pertahanan dan perlawanan terhadap agresi asing (Jackson & Sorensen,
1999).
Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia digolongka dalam model ekstrimis
lapisan atas dan lapisan bawah. Di antara keduanya memiliki kecanggungan yang tajam
(Nasikun, 1995). Model struktur majemuk masyarakat secara vertikal cenderung didominasi
oleh faktor ekonomi. Ekonomi menggerakkan besar pendapatan yang mempengaruhi bentuk
gaya hidup yang pada akhirnya dapat diidentifikasi secara jelas bagaimana kalangan borjuis
menikmati fasilitas penunjang sebagai penganut sosialita dengan mudah, namun di sisi lain
ketidaksemerataan potensi yang menghasilkan bentuk ketimpangan tajam berimbas pada
kalangan proletar. Kelas bawah cenderung berkutat pada posisinya yang bahkan sulit untuk
memenuhi tuntutan pokoknya. Pada praktiknya, pandangan vertikal memiliki konsekuensi
terhadap adanya bentuk konflik sosial (Nasikun, 1995). Hal ini terjadi akibat perbedaan
pemahaman dan penyalahgunaan kepemilikan aspek kekuatan oleh beberapa pihak.
Kecemburuan sosial antara masyarakat bawah terhadap pihak atas mampu mendorong
berbagai pergolakan sebagai alasan adanya kekecewaan terhadap sistem ekonomi kompleks.
Model horizontal tak pelak juga mampu menimbulkan disintegrasi sosial. Sepertihalnya
permasalahan panjang yang melibatkan penganut Syiah dan Su’ni yang terjadi di ranah
Madura beberapa waktu lalu.
Menurut Nasikun (1995), karakter nasional yang dibangun dari pluralitas atas
ketidaksamaan dalam masyarakat sejatinya dapat mendorong terjadinya ketidakharmonisan
hingga berujung pada potensi konfliktual. Perbedaan identitas mampu melahirkan
pemahaman yang berbeda. Kecurigaan dan aksi saling menjatuhkan akan berimbas pada
ketidakselarasan kepentingan yang akan hadir memecah integrasi kesatuan, dan membentuk
gesekan antar budaya sosial. Menilik pada disintegrasi sebagai konsekuensi logis, tidak
meniadakan kekuatan pluralitas yang mampu menguatkan sistem nasional ketika diolah dan
dikomandoi oleh sistematika aturan yang tidak terkesan tumpang tindih. Secara jelas struktur
majemuk masyarakat Indonesia telah disegmentasikan sejak zaman kolonial. Pada masanya,
penjajahan di Indonesia mengkategorikan segala aspek seperti hak pendidikan, kesehatan,
dan hukum pada pembagian golongan yakni, golongan satu yang dikuasai pihak Belanda dan
keturunannya, golongan akhir oleh bangsa pribumi, serta di antara keduanya terdapat
kalangan China Tionghoa yang memiliki keistimewaan berarti (Nasikun, 1995). Saat itu,
bentukan golongan dalam struktur masyarakat tidak menimbulkan konfliktual yang tajam,
meski tidak juga meniadakan gerakan aspiratif pribumi dalam permasalahan perbedaan
pengakuan dan kesempatan di berbagai bagian. Namun, pada masa kolonial, masyarakat
Indonesia terintegrasi dalam cakupan kedaerahan, berusaha mendobrak peranan dominan
pihak asing, bukan pergolakan kesatuan yang sering terjadi saat ini. Di mana masyarakat
Indonesia kehilangan pemahaman penuh mengenai toleransi dan kesatuan, serta seakan
terhipnotis untuk saling mendominasi dan mengabaikan semangat integrasi nasional. Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, masyarakat majemuk merupakan masyarakat
yang tersegmen dalam kelompok-kelompok, yang memiliki entitas berbeda, hidup bersama
dalam kesatuan wilayah hukum namun dipetakan ke dalam golongan atas dasar garis budaya
(Rustanto, t.t). Struktur masyarakat Indonesia yang hadir atas kemajemukan dan pluralitas
sejatinya tidak dapat dipisahkan dengan agenda konflik yang dapat menjadi boomerang
pecahnya kesatuan nasional. Semakin tingginya model perbedaan berbanding lurus terhadap
konsekuensi logisnya. Namun, dalam pandangan optimisme, sejak Indonesia merdeka dengan
berdiri di atas empat pilar utama, bertindak sebagai landasan berpikir dan pemahaman bahwa
kemajemukan dapat menjadi alasan untuk menatap masa depan bangsa dalam integrasi
nasional yang saling menguatkan oleh sikap tolerir dan kesadaran sebagai satu kesatuan yang
terikat dalam instrumen hukum Indonesia. Karena itulah, kemudian Indonesia membawa
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa yang diambil dari Kitab
Sutasoma karya Mpu Tantular. Karena Indonesia itu beragam, karena Indonesia itu kaya,
karena Indonesa itu satu. Penulis mengharapkan adanya kesadaran pluralitas secara rasional,
mengedepankan saling menghargai demi terwujudnya kesatuan persatuan bangsa. Serta
optimisme kuat, mengolah keberagaman dalam suatu wadah entitas karakter nasional
sebagai national power bangsa Indonesia.
Referensi :
Herwanto. 2013. Kuliah Pengantar Sosiologi : “Stratifikasi Sosial”. Mata Kuliah Pengantar
Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya.
Jackson, Robert & Sorensen, Georg. 1999. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasikun. 1995. Struktur Majemuk Indonesia dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, pp. 27-50,
Nasikun. 1995. Struktur Masyarakat Indonesia dalam Masalah Integrasi Nasional. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, pp. 61-87
Rustanto, Bambang. t.t. [online] Struktur Masyarakat Majemuk dalam Mata Kuliah Peksos
dengan Masyarakat Multikultur STKS Bandung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRUKTUR SOSIAL PLURALIS
Indonesia sebuah negara yang terkenal akan pluralitas dan keberagaman budaya
maupun etnis yang menjadikan masyarakat dalam negara ini tergolong memiliki struktur
sosial yang majemuk. Clifford Geertz (1963 dalam Nasikun, 1995) mengungkapkan bahwa
masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi ke dalam sub-sub sistem yang berdiri
sendiri, yakni masing-masing dari sub-sistem tersebut terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan
yang bersifat primordial atau dengan kata lain masyarakat majemuk adalah masyarakat yang
struktur sosialnya memiliki sub-sub kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam tulisan ini,
penulis setuju dengan pendapat dari Nasikun mengenai struktur sosial masyarakat Indonesia
yang ditandai oleh dua ciri yakni ciri horizontal dan ciri vertikal, kemudian penulis juga
setuju dengan pendapat dari Nasikun yang mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan
pluralitas di Indonesia khususnya faktor geografis.
Nasikun (1995) menyebutkan bahwa kemajemukan struktur sosial di Indonesia ditandai oleh
dua ciri yakni horizontal dan vertikal. Ciri struktur horizontal yang dimaksud adalah bahwa
struktur masyarakat Indonesia di tandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, dan adat istiadat kedaerahan.
Selanjutnya ciri struktur vertikal yang dimaksud adalah struktur sosial masyarakat Indonesia
ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah
yang cukup tajam. Dari kedua hal tersebut, penulis beropini bahwasannya secara umum dapat
terlihat bahwa dalam ciri struktur horizontal lebih menitik beratkan terhadap diferensiasi
sosial sebagai akibat dari pluralitas dari segi ras, etnis, agama maupun budaya sedangkan
pada ciri struktur vertikal adalah bentuk dari stratifikasi sosial. Lebih lanjut Nasikun (1995)
yang mengungkapkan ada beberapa faktor penyebab pluralitas di Indonesia, yakni: (1)
Keadaan geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan yang terbentang luas dari sabang
hingga merauke, yakni bahwa luasnya kepulauan yang ada di Indonesia dihuni oleh berbagai
golongan ras dan etnis yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda yang dipersatukan oleh
ikatan-ikatan emosional serta akan memandang diri mereka masing-masing sebagai suatu
jenis kelompok tersendiri. Pendapat dari Nasikun ini juga didukung oleh Hefner (2005) yang
mengatakan bahwa keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia kurang lebih terdiri
dari 3.000 pulau dan kurang lebih 300 suku yang masing-masing memiliki bahasa dan
identitas yang berbeda. (2) Letak geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera
yaitu Pasifik dan Hindia, yakni merupakan jalur perdagangan laut antar negara, yang
membuat Indonesia menjadi salah satu sasaran tempat berdagang oleh pedagang-pedagang
dari luar negeri sekaligus menyebarkan agama dan kepercayaan yang mempengaruhi
terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. (3) Perbedaan iklim dan struktur
tanah yang ketiganya menciptakan sebuah pluralitas agama, ekonomi, sosial budaya, serta
regional (Nasikun, 1995).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ciri struktur vertikal lebih menitik beratkan
pada stratifikasi sosial. Pada dasarnya stratifikasi sosial yang ada di Indonesia juga dapat
dilihat pada stratifikasi era kolonialisme Belanda yang membagi-bagi ras bahwa bangsa
Belanda berada di tingkat pertama dalam stratifikasi sosial, orang-orang Tionghoa berada di
tingkatan kedua, dan orang-orang pribumi berada pada tingkatan terakhir (Nasikun, 1995).
Berlanjut pada era penjajahan Jepang, yang mengubah struktur sosial menjadi Jepang pada
urutan pertama, kemudian bangsa Indonesia ditempat kedua diikuti dengan bangsa Eropa
pada tingkatan terakhir. Namun seiring dengan berjalannya waktu, struktur sosial masyarakat
Indonesia juga turut berubah pasca kemerdekaan yakni tidak adanya urutan stratifikasi yang
membanding-bandingkan antara satu ras dengan yang lainnya. Namun pluralitas yang ada
tidak akan terlepas dari adanya konflik sosial. Nasikun (1995) mengungkapkan bahwa
konflik yang terjadi pada era penjajahan berbeda dengan era pasca kemerdekaan, yakni
konflik yang terjadi karena pluralitas pada saat penjajahan lebih ke arah konflik yang bersifat
eksklusif yaitu masalah timbulnya pertentangan didalam pembagian status, kekuasaan dan
sumber-sumber ekonomi yang terbatas pada masyarakat. Sedangkan konflik yang terjadi
pada era pasca kemerdekaan merupakan konflik antar golongan-golongan yang bersifat
silang-menyilang atau dengan kata lain konflik yang disebabkan adanya pluralitas sesudah
masa kemerdekaan dipicu oleh adanya perbedaan-perbedaaan internal di antara golongan
pribumi itu sendiri (Nasikun, 1995).
Ditengah konflik sosial yang begitu kompleks, terdapat nilai-nilai asli Indonesia yang
terkandung didalam struktur sosial masyarakat. Wahid (1981) mengungkapkan bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang mampu menciptakan keserasian tanpa menghilangkan
kreativitas perorangan dan menjunjung tinggi perdamaian, hal ini sesuai dengan semboyan
pancasila bahwa berbeda-beda tapi tetap satu dengan gotong royong sebagai implementasi
untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai konflik sosial tanpa meninggalkan
identitas golongan masing-masing. Namun hal ini perlahan mulai pudar, dikarenakan nilai
pancasila tidak sepenuhnya dapat diterapkan di masyarakat untuk menyelesaikan berbagai
konflik, seperti konflik etnis dan agama yang masih menjadi permasalahan utama di
Indonesia (Hefner, 2005).
B. INTEGRASI NASIONAL
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang
ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari
kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya
budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan
merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh
banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan,
Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa
kesatuan bahasa Indonesia.
Faktor-Faktor Penghambat Integrasi Nasional sebagai berikut:
1) Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor
kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama
yang dianut, ras dan sebagainya.
2) Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan luas.
3) Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong
keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar
negeri.
4) Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah
SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan,
demonstrasi dan unjuk rasa.
5) Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
Contoh Wujud Integrasi Nasional, antara lain sebagai berikut:
a) Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah
terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap
anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu,
misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
b) Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman,
tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
c) Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau
mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari
legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi
di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan
tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama
Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara
(untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru
5 (lima) macam.
Contoh-Contoh Pendorong Integrasi Nasional :
a. Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di
masa yang akan datang.
b. Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
c. Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu
adalah hal yang sangat sulit.
d. Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini
lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
e. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
f. Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya
kedamaian
Bentuk Integrasi Nasional sebagai berikut :
§ Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai ciri khas kebudayaan asli.
§ Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan
asli
Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan
pemerintah dan wilayahnya (saafroedin bahar, 1998). “mengintegrasikan berarti membuat
atau menyempurnakan dengan jalan terpusah-pisah. Menurut howard wrigins (1996),
integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu
keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak
menjadi suatu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari
banyak masyarakat kecil menjadi suatu masyarakat yang besar.
Tentang integrasi, myron weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai integrasi yaitu :
a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam
suatu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan
dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih sempit.
b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat diatas
unit-unit sosial yang lebih kecil yang betanggotakan kelompok-kelompok sosial budaya
masyarakat tertentu.
c. Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang
diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok
elit dan massa.
d. Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan
dalam memelihara tertib sosial.
e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima demi
mencapai tujuan bersama.
Sejalan dengan definisi tersebut, myron weiner membedakan lima tipe integrasi
nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit massa, dan integrasi tingkah laku
(tindakan integratif). Integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda
dari suatu masyarakat menjadi satu bangsa.
Howard Wriggins (1996) menyebut adanya pendekatan atau cara bagaimana para
pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya
disebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu bangsa yaitu :
1) Adanya ancaman dari luar
2) Gaya politik kepemimpinan
3) Kekuatan lembaga-lembaga politik
4) Ideologi nasional
5) Kesempatan pembangunan ekonomi
Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi
apabila :
1. Masyarakat dapat menentukan dan menyepapakati nilai-nilai fundamental yang dapat
dijadikan rujukan bersama
2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos cutting loyality”
3. Masyarakat berada saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun di
dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pluralitas dan
kemajemukan struktrur sosial di Indonesia pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh faktor
geografis khususnya bentuk kepulauan yang membagi wilayah Indonesia terdiri atas
pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang memiliki beragam
kebudayaan. Namun keberagaman dan pluralitas yang ada tidak terlepas dari adanya
berbagai konflik sosial yang disebabkan oleh adanya fragmentasi antar ras maupun etnis.
Hal ini juga tidak terlepas dari permasalahan utama mengenai konflik agama dan etnis
yang tidak dapat sepenuhnya diselesaikan dengan nilai-nilai Pancasila dikarenakan nilai-
nilai Pancasila tidak sepenuhnya dapat diterapkan di masyarakat.

More Related Content

What's hot

Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)
Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)
Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)Irvan Berutu
 
Teori struktural fungsional
Teori struktural fungsionalTeori struktural fungsional
Teori struktural fungsionalNovri To Day
 
pendidikan kewarganegaraan kelompok "Materi identitas nasional"
pendidikan kewarganegaraan kelompok  "Materi identitas nasional"pendidikan kewarganegaraan kelompok  "Materi identitas nasional"
pendidikan kewarganegaraan kelompok "Materi identitas nasional"aliffya_irlandha
 
Makalah pancasila sebagai sistem filsafat
Makalah pancasila sebagai sistem filsafatMakalah pancasila sebagai sistem filsafat
Makalah pancasila sebagai sistem filsafatMujid Rical
 
Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial
Diferensiasi sosial dan  stratifikasi sosialDiferensiasi sosial dan  stratifikasi sosial
Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosialSMA Negeri 9 KERINCI
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIAmeikaa
 
pancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi duniapancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi duniarizka_pratiwi
 
Laporan hasil wawancara kelompok 4
Laporan hasil wawancara   kelompok 4Laporan hasil wawancara   kelompok 4
Laporan hasil wawancara kelompok 4Wahyuda5
 
Teori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukanTeori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukanTrisna Nurdiaman
 
Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Etika
Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem EtikaSumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Etika
Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Etikadayurikaperdana19
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia ade
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia adePancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia ade
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia adeLholo Ismunasib
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`HIMA KS FISIP UNPAD
 
Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...
Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...
Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...Syaiful Ahdan
 

What's hot (20)

Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasionalKebudayaan nasional
Kebudayaan nasional
 
Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)
Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)
Makalah pendidikan pancasila (kajian nilai nilai pancasila)
 
Identitas Nasional Indonesia
Identitas Nasional IndonesiaIdentitas Nasional Indonesia
Identitas Nasional Indonesia
 
Struktur sosial
Struktur sosialStruktur sosial
Struktur sosial
 
Teori struktural fungsional
Teori struktural fungsionalTeori struktural fungsional
Teori struktural fungsional
 
pendidikan kewarganegaraan kelompok "Materi identitas nasional"
pendidikan kewarganegaraan kelompok  "Materi identitas nasional"pendidikan kewarganegaraan kelompok  "Materi identitas nasional"
pendidikan kewarganegaraan kelompok "Materi identitas nasional"
 
Ketahanan Nasional
Ketahanan NasionalKetahanan Nasional
Ketahanan Nasional
 
Makalah pancasila sebagai sistem filsafat
Makalah pancasila sebagai sistem filsafatMakalah pancasila sebagai sistem filsafat
Makalah pancasila sebagai sistem filsafat
 
Integrasi nasional ppt
Integrasi nasional pptIntegrasi nasional ppt
Integrasi nasional ppt
 
Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial
Diferensiasi sosial dan  stratifikasi sosialDiferensiasi sosial dan  stratifikasi sosial
Diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
 
Mobilitas sosial
Mobilitas sosialMobilitas sosial
Mobilitas sosial
 
Wawasan nusantara
Wawasan nusantaraWawasan nusantara
Wawasan nusantara
 
pancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi duniapancasila diantara ideologi dunia
pancasila diantara ideologi dunia
 
Laporan hasil wawancara kelompok 4
Laporan hasil wawancara   kelompok 4Laporan hasil wawancara   kelompok 4
Laporan hasil wawancara kelompok 4
 
Teori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukanTeori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukan
 
Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Etika
Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem EtikaSumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Etika
Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Etika
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia ade
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia adePancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia ade
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia ade
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`
 
Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...
Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...
Bab iii urgensi internasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesa...
 

Viewers also liked

Ppt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRI
Ppt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRIPpt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRI
Ppt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRIReni H_dika BK
 
Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...
Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...
Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...Umar Mukhtar
 
Makalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan Terestrial
Makalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan TerestrialMakalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan Terestrial
Makalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan TerestrialGoogle
 
Ancaman disintegrasi bangsa
Ancaman disintegrasi bangsaAncaman disintegrasi bangsa
Ancaman disintegrasi bangsavanyyyy
 
Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1
Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1
Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1Nurhakiky
 
Xii simbolisme dan pluralisme
Xii simbolisme dan pluralismeXii simbolisme dan pluralisme
Xii simbolisme dan pluralismeSabam Sitinjak
 
Aksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullah
Aksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullahAksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullah
Aksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullahaksan qomarullah
 
Hubungan etnik
Hubungan etnikHubungan etnik
Hubungan etnikAbdul Aziz
 
Proses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosialProses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosialMahad Alzaytun
 
IDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONALIDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONALanacann
 

Viewers also liked (20)

Integrasi nasional
Integrasi nasional Integrasi nasional
Integrasi nasional
 
Ppt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRI
Ppt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRIPpt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRI
Ppt. integrasi nasional dari kelompok 2 prodi pend. BK UNSRI
 
Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...
Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...
Ancaman terhadap negara dalam membangun integritas nasional dalam bingkai bhi...
 
Research 017
Research 017Research 017
Research 017
 
Makalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan Terestrial
Makalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan TerestrialMakalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan Terestrial
Makalah Sistem Ekskresi Hewan Akuatik dan Terestrial
 
Makalah entomologi
Makalah entomologiMakalah entomologi
Makalah entomologi
 
Ancaman disintegrasi bangsa
Ancaman disintegrasi bangsaAncaman disintegrasi bangsa
Ancaman disintegrasi bangsa
 
Monera cyanobacteria
Monera cyanobacteriaMonera cyanobacteria
Monera cyanobacteria
 
Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1
Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1
Konflik dan integrasi sosial oleh nurhakiki xi i is 1
 
Arthropoda 1
Arthropoda 1Arthropoda 1
Arthropoda 1
 
Esei najwa
Esei najwaEsei najwa
Esei najwa
 
Xii simbolisme dan pluralisme
Xii simbolisme dan pluralismeXii simbolisme dan pluralisme
Xii simbolisme dan pluralisme
 
Media Pembelajaran Ips
Media Pembelajaran IpsMedia Pembelajaran Ips
Media Pembelajaran Ips
 
Aksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullah
Aksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullahAksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullah
Aksanqomarullah.blogspot.co.id aksan qomarullah
 
Integrasi nasional
Integrasi nasionalIntegrasi nasional
Integrasi nasional
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Hubungan etnik
Hubungan etnikHubungan etnik
Hubungan etnik
 
Proses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosialProses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosial
 
PHYLUM PORIFERA
PHYLUM PORIFERAPHYLUM PORIFERA
PHYLUM PORIFERA
 
IDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONALIDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONAL
 

Similar to Pluralitas dan Integrasi Nasional

Materi 3. Integrasi Nasional.pdf
Materi 3. Integrasi Nasional.pdfMateri 3. Integrasi Nasional.pdf
Materi 3. Integrasi Nasional.pdfMira Veranita
 
Sesi 6 struktur masyarakat indonesia
Sesi 6 struktur masyarakat indonesiaSesi 6 struktur masyarakat indonesia
Sesi 6 struktur masyarakat indonesiaarief rahman
 
Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)
Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)
Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)Raja Matridi Aeksalo
 
PPT RASIONALISME
PPT RASIONALISMEPPT RASIONALISME
PPT RASIONALISMEWulan280944
 
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranpendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranAndy Wilson
 
Nilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdf
Nilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdfNilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdf
Nilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdfAlifputraTip182
 
Sosiologi (masyarakat multikultural)
Sosiologi (masyarakat multikultural)Sosiologi (masyarakat multikultural)
Sosiologi (masyarakat multikultural)MY WORLD
 
Masyarkat multikultural
Masyarkat multikulturalMasyarkat multikultural
Masyarkat multikulturalsofiana S
 
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptxKelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptxrifasabila
 
Sesi 5-struktur majemuk
Sesi 5-struktur majemukSesi 5-struktur majemuk
Sesi 5-struktur majemukarief rahman
 
Fidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunan
Fidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunanFidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunan
Fidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunanFidelia Museh
 
Intergrasi_Nasional_PowerPoint.pptx
Intergrasi_Nasional_PowerPoint.pptxIntergrasi_Nasional_PowerPoint.pptx
Intergrasi_Nasional_PowerPoint.pptxBargasPratama
 
Hubungan Etnik Bab 1 Konsep Asas Hubungan Etnik
Hubungan Etnik Bab 1   Konsep Asas Hubungan EtnikHubungan Etnik Bab 1   Konsep Asas Hubungan Etnik
Hubungan Etnik Bab 1 Konsep Asas Hubungan EtnikWanBK Leo
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_pointWidodo Imanly
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_pointWidodo Imanly
 
Sistem sosial budaya indonesia
Sistem sosial budaya indonesiaSistem sosial budaya indonesia
Sistem sosial budaya indonesiadania_putri
 

Similar to Pluralitas dan Integrasi Nasional (20)

Materi 3. Integrasi Nasional.pdf
Materi 3. Integrasi Nasional.pdfMateri 3. Integrasi Nasional.pdf
Materi 3. Integrasi Nasional.pdf
 
Ppt
PptPpt
Ppt
 
Masyarakat Majemuk
Masyarakat Majemuk Masyarakat Majemuk
Masyarakat Majemuk
 
Sesi 6 struktur masyarakat indonesia
Sesi 6 struktur masyarakat indonesiaSesi 6 struktur masyarakat indonesia
Sesi 6 struktur masyarakat indonesia
 
Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)
Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)
Pluralism and National Integration (Sistem Sosial Budaya Indonesia)
 
PPT RASIONALISME
PPT RASIONALISMEPPT RASIONALISME
PPT RASIONALISME
 
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranpendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
 
Multietnik yapi
Multietnik yapiMultietnik yapi
Multietnik yapi
 
Nilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdf
Nilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdfNilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdf
Nilai Ke Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKn.pdf
 
Sosiologi (masyarakat multikultural)
Sosiologi (masyarakat multikultural)Sosiologi (masyarakat multikultural)
Sosiologi (masyarakat multikultural)
 
Masyarkat multikultural
Masyarkat multikulturalMasyarkat multikultural
Masyarkat multikultural
 
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptxKelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
 
Sesi 5-struktur majemuk
Sesi 5-struktur majemukSesi 5-struktur majemuk
Sesi 5-struktur majemuk
 
Budaya konteks multikultural
Budaya konteks multikulturalBudaya konteks multikultural
Budaya konteks multikultural
 
Fidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunan
Fidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunanFidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunan
Fidelia museh 780912125042001 hbef1503 sosiologi masyarakat & ketamadunan
 
Intergrasi_Nasional_PowerPoint.pptx
Intergrasi_Nasional_PowerPoint.pptxIntergrasi_Nasional_PowerPoint.pptx
Intergrasi_Nasional_PowerPoint.pptx
 
Hubungan Etnik Bab 1 Konsep Asas Hubungan Etnik
Hubungan Etnik Bab 1   Konsep Asas Hubungan EtnikHubungan Etnik Bab 1   Konsep Asas Hubungan Etnik
Hubungan Etnik Bab 1 Konsep Asas Hubungan Etnik
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point
 
Sistem sosial budaya indonesia
Sistem sosial budaya indonesiaSistem sosial budaya indonesia
Sistem sosial budaya indonesia
 

Recently uploaded

PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

Pluralitas dan Integrasi Nasional

  • 1. Pluralitas dan Integrasi Nasional dalam Struktur Sosial Masyarakat Indonesia Indonesia sebagai bangsa yang diidentifikasi memiliki kemajemukan masyarakat berdasar pada agama, suku, adat, budaya, dan kondisi kekinian yang dipengaruhi oleh ekonomi. Menurut Parsudi Suparlan (dalam Rustanto, t.t), “Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk yang dicirikan pada wujud pentingnya kesukubangsaan sebagai identitas diri”. Kemajemukan itulah yang nantinya melahirkan struktur sosial masyarakat. Struktur sosial masyarakat adalah model pelapisan masyarakat atau penggolongan masyarakat dalam segmen-segmen berdasar karakteristik tertentu, yang kemudian membudaya. Struktur sosial masyarakat berperan sebagai pembeda dan pengelompokkan penduduk atau masyarakat dalam jenjang sosial yang bersifat hierarkis (Herwanto, 2013). Sebagai masyarakat plural sejak zaman Hindia-Belanda, Indonesia berada dalam kondisi keberagaman tinggi (Furnivall dalam Nasikun, 1995). Kemajemukan diniali sebagai bentuk identitas nasional bangsa. Plural Societies adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Secara politik, masyarakat masjemuk Indonesia diidentifikasi dengan tanda ketiadaan kehendak bersama (common will), berfokus pada sekumpulan individu dari pada suatu kesatuan organis, serta dalam kehidupan ekonomi, ditandai sengan ketiadaan kesamaan terhadap permintaan sosial bersama (common social demand). Menurut Pierre L van de Berghe, karakteristik masyarakat plural sebagai sifat dasar kemajemukan yakni : (1) terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok ynag seringkali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer; (3) kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok satu dengan kelompok yang lain; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bdang ekonomi, serta; (6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok- kelompok yang lain. Secara fungsional konservatif, strukur sosial diperlukan demi mengupayakan terpenuhinya runtutan interdependensi kompleks. Menurut pendekatan ini, startifikasi bertanggung jawab dalam usaha pengisian jabatan, bersifat inhern dan diperlukan demi kelangsungan sistem. Hal ini bertolak belakang dengan model pendekatan konflik, bahwa pelapisan yang ada adalah ulah kelompok-kelompok elitis yang berkuasa secara sengaja untuk mempertahankan dominansinya hingga menimbulkan bentukan sosial yang diskriminatif. Dalam ilmu sosiologi, dasar dan inti pelapisan sosial adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban serta kewajiban dan tanggung jawab di antara anggota masyarakat. Yang perlu di garis bawahi adalah korelasi anatara kemajuan dengan strata sosial, bahwa semakin maju suatu masyarakat, berbanding lurus dengan tingkat
  • 2. kompleksitas pelapisan sosial yang terjadi di dalamnya (Herwanto, 2013). Pelapisan masyarakat sejatinya telah ada sejak manusia mengenal kehidupan bersama dalam organisasi sosial, dan atas kesadaran saling membutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Struktur sosial masyarakat dikategorikan dalam dua jenis yakni secara horizontal dan vertikal (Nasikun, 1995). Mengacu pada model horizontal, kemajemukan masyarakat Indonesia dihasilkan atas pluralitas tinggi terhadap suku, ras, budaya, dan agama. Dalam hal ini, tingginya tingkat kemajemukan secara horizontal dinilai dapat memperkaya aspek budaya Indonesia. Mengingat perbedaan ini tidak dapat dipisahkan dengan bentukan Indonesia yang mengupayakannya untuk ada. Hal ini dapat terlihat bagaimana faktor geografis berperan mensegmentasikan budaya masing-masing daerah. Bukan hanya bagaimana geografis wilayah Indonesia yang berbentuk kesatuan kepulauan, namun juga mengenai pengaruh topografi hingga klimatologis. Perbedaan mendasar seperti disebutkan di atas menjadikan Indonesia kaya akan model adat kedaerahan. Banyak cabang yang terlahir dari perbedaan ekologis seperti kontur tanah dan curah hujan yang berpengaruh pada bentukan mayoritas pekerjaan. Seperti model ladang di luar jawa atau shifting cultivation dan wet rice cultivation, pertanian lahan basah yang berkembang di daerah jawa-bali (Rustanto, t.t). Sejatinya, karakteristik struktur majemuk horizontal dapat mengintegrasikan dominasi budaya pluralitas di Indonesia dalam satu kesatuan toleransi. Perbedaan bukan ditujukan untuk saling menghegemoni dan mensubordinat atau memarginalkan budaya lain, namun seiring dengan kemajuan yang diupayakan pemerintah, pluralitas budaya sebagai karakteristik nasional mampu memicu dan bertindak sebagai promotor kesatuan atas Bhineka Tunggal Ika, sebagai amunisi kekuatan pertahanan dan perlawanan terhadap agresi asing (Jackson & Sorensen, 1999). Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia digolongka dalam model ekstrimis lapisan atas dan lapisan bawah. Di antara keduanya memiliki kecanggungan yang tajam (Nasikun, 1995). Model struktur majemuk masyarakat secara vertikal cenderung didominasi oleh faktor ekonomi. Ekonomi menggerakkan besar pendapatan yang mempengaruhi bentuk gaya hidup yang pada akhirnya dapat diidentifikasi secara jelas bagaimana kalangan borjuis menikmati fasilitas penunjang sebagai penganut sosialita dengan mudah, namun di sisi lain ketidaksemerataan potensi yang menghasilkan bentuk ketimpangan tajam berimbas pada kalangan proletar. Kelas bawah cenderung berkutat pada posisinya yang bahkan sulit untuk memenuhi tuntutan pokoknya. Pada praktiknya, pandangan vertikal memiliki konsekuensi terhadap adanya bentuk konflik sosial (Nasikun, 1995). Hal ini terjadi akibat perbedaan pemahaman dan penyalahgunaan kepemilikan aspek kekuatan oleh beberapa pihak. Kecemburuan sosial antara masyarakat bawah terhadap pihak atas mampu mendorong berbagai pergolakan sebagai alasan adanya kekecewaan terhadap sistem ekonomi kompleks. Model horizontal tak pelak juga mampu menimbulkan disintegrasi sosial. Sepertihalnya permasalahan panjang yang melibatkan penganut Syiah dan Su’ni yang terjadi di ranah Madura beberapa waktu lalu.
  • 3. Menurut Nasikun (1995), karakter nasional yang dibangun dari pluralitas atas ketidaksamaan dalam masyarakat sejatinya dapat mendorong terjadinya ketidakharmonisan hingga berujung pada potensi konfliktual. Perbedaan identitas mampu melahirkan pemahaman yang berbeda. Kecurigaan dan aksi saling menjatuhkan akan berimbas pada ketidakselarasan kepentingan yang akan hadir memecah integrasi kesatuan, dan membentuk gesekan antar budaya sosial. Menilik pada disintegrasi sebagai konsekuensi logis, tidak meniadakan kekuatan pluralitas yang mampu menguatkan sistem nasional ketika diolah dan dikomandoi oleh sistematika aturan yang tidak terkesan tumpang tindih. Secara jelas struktur majemuk masyarakat Indonesia telah disegmentasikan sejak zaman kolonial. Pada masanya, penjajahan di Indonesia mengkategorikan segala aspek seperti hak pendidikan, kesehatan, dan hukum pada pembagian golongan yakni, golongan satu yang dikuasai pihak Belanda dan keturunannya, golongan akhir oleh bangsa pribumi, serta di antara keduanya terdapat kalangan China Tionghoa yang memiliki keistimewaan berarti (Nasikun, 1995). Saat itu, bentukan golongan dalam struktur masyarakat tidak menimbulkan konfliktual yang tajam, meski tidak juga meniadakan gerakan aspiratif pribumi dalam permasalahan perbedaan pengakuan dan kesempatan di berbagai bagian. Namun, pada masa kolonial, masyarakat Indonesia terintegrasi dalam cakupan kedaerahan, berusaha mendobrak peranan dominan pihak asing, bukan pergolakan kesatuan yang sering terjadi saat ini. Di mana masyarakat Indonesia kehilangan pemahaman penuh mengenai toleransi dan kesatuan, serta seakan terhipnotis untuk saling mendominasi dan mengabaikan semangat integrasi nasional. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang tersegmen dalam kelompok-kelompok, yang memiliki entitas berbeda, hidup bersama dalam kesatuan wilayah hukum namun dipetakan ke dalam golongan atas dasar garis budaya (Rustanto, t.t). Struktur masyarakat Indonesia yang hadir atas kemajemukan dan pluralitas sejatinya tidak dapat dipisahkan dengan agenda konflik yang dapat menjadi boomerang pecahnya kesatuan nasional. Semakin tingginya model perbedaan berbanding lurus terhadap konsekuensi logisnya. Namun, dalam pandangan optimisme, sejak Indonesia merdeka dengan berdiri di atas empat pilar utama, bertindak sebagai landasan berpikir dan pemahaman bahwa kemajemukan dapat menjadi alasan untuk menatap masa depan bangsa dalam integrasi nasional yang saling menguatkan oleh sikap tolerir dan kesadaran sebagai satu kesatuan yang terikat dalam instrumen hukum Indonesia. Karena itulah, kemudian Indonesia membawa semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa yang diambil dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Karena Indonesia itu beragam, karena Indonesia itu kaya, karena Indonesa itu satu. Penulis mengharapkan adanya kesadaran pluralitas secara rasional, mengedepankan saling menghargai demi terwujudnya kesatuan persatuan bangsa. Serta optimisme kuat, mengolah keberagaman dalam suatu wadah entitas karakter nasional sebagai national power bangsa Indonesia.
  • 4. Referensi : Herwanto. 2013. Kuliah Pengantar Sosiologi : “Stratifikasi Sosial”. Mata Kuliah Pengantar Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya. Jackson, Robert & Sorensen, Georg. 1999. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasikun. 1995. Struktur Majemuk Indonesia dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, pp. 27-50, Nasikun. 1995. Struktur Masyarakat Indonesia dalam Masalah Integrasi Nasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, pp. 61-87 Rustanto, Bambang. t.t. [online] Struktur Masyarakat Majemuk dalam Mata Kuliah Peksos dengan Masyarakat Multikultur STKS Bandung.
  • 5. BAB II PEMBAHASAN A. STRUKTUR SOSIAL PLURALIS Indonesia sebuah negara yang terkenal akan pluralitas dan keberagaman budaya maupun etnis yang menjadikan masyarakat dalam negara ini tergolong memiliki struktur sosial yang majemuk. Clifford Geertz (1963 dalam Nasikun, 1995) mengungkapkan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi ke dalam sub-sub sistem yang berdiri sendiri, yakni masing-masing dari sub-sistem tersebut terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial atau dengan kata lain masyarakat majemuk adalah masyarakat yang struktur sosialnya memiliki sub-sub kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam tulisan ini, penulis setuju dengan pendapat dari Nasikun mengenai struktur sosial masyarakat Indonesia yang ditandai oleh dua ciri yakni ciri horizontal dan ciri vertikal, kemudian penulis juga setuju dengan pendapat dari Nasikun yang mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan pluralitas di Indonesia khususnya faktor geografis. Nasikun (1995) menyebutkan bahwa kemajemukan struktur sosial di Indonesia ditandai oleh dua ciri yakni horizontal dan vertikal. Ciri struktur horizontal yang dimaksud adalah bahwa struktur masyarakat Indonesia di tandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, dan adat istiadat kedaerahan. Selanjutnya ciri struktur vertikal yang dimaksud adalah struktur sosial masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Dari kedua hal tersebut, penulis beropini bahwasannya secara umum dapat terlihat bahwa dalam ciri struktur horizontal lebih menitik beratkan terhadap diferensiasi sosial sebagai akibat dari pluralitas dari segi ras, etnis, agama maupun budaya sedangkan pada ciri struktur vertikal adalah bentuk dari stratifikasi sosial. Lebih lanjut Nasikun (1995) yang mengungkapkan ada beberapa faktor penyebab pluralitas di Indonesia, yakni: (1) Keadaan geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan yang terbentang luas dari sabang hingga merauke, yakni bahwa luasnya kepulauan yang ada di Indonesia dihuni oleh berbagai golongan ras dan etnis yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan emosional serta akan memandang diri mereka masing-masing sebagai suatu jenis kelompok tersendiri. Pendapat dari Nasikun ini juga didukung oleh Hefner (2005) yang mengatakan bahwa keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia kurang lebih terdiri dari 3.000 pulau dan kurang lebih 300 suku yang masing-masing memiliki bahasa dan identitas yang berbeda. (2) Letak geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera
  • 6. yaitu Pasifik dan Hindia, yakni merupakan jalur perdagangan laut antar negara, yang membuat Indonesia menjadi salah satu sasaran tempat berdagang oleh pedagang-pedagang dari luar negeri sekaligus menyebarkan agama dan kepercayaan yang mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. (3) Perbedaan iklim dan struktur tanah yang ketiganya menciptakan sebuah pluralitas agama, ekonomi, sosial budaya, serta regional (Nasikun, 1995). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ciri struktur vertikal lebih menitik beratkan pada stratifikasi sosial. Pada dasarnya stratifikasi sosial yang ada di Indonesia juga dapat dilihat pada stratifikasi era kolonialisme Belanda yang membagi-bagi ras bahwa bangsa Belanda berada di tingkat pertama dalam stratifikasi sosial, orang-orang Tionghoa berada di tingkatan kedua, dan orang-orang pribumi berada pada tingkatan terakhir (Nasikun, 1995). Berlanjut pada era penjajahan Jepang, yang mengubah struktur sosial menjadi Jepang pada urutan pertama, kemudian bangsa Indonesia ditempat kedua diikuti dengan bangsa Eropa pada tingkatan terakhir. Namun seiring dengan berjalannya waktu, struktur sosial masyarakat Indonesia juga turut berubah pasca kemerdekaan yakni tidak adanya urutan stratifikasi yang membanding-bandingkan antara satu ras dengan yang lainnya. Namun pluralitas yang ada tidak akan terlepas dari adanya konflik sosial. Nasikun (1995) mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi pada era penjajahan berbeda dengan era pasca kemerdekaan, yakni konflik yang terjadi karena pluralitas pada saat penjajahan lebih ke arah konflik yang bersifat eksklusif yaitu masalah timbulnya pertentangan didalam pembagian status, kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas pada masyarakat. Sedangkan konflik yang terjadi pada era pasca kemerdekaan merupakan konflik antar golongan-golongan yang bersifat silang-menyilang atau dengan kata lain konflik yang disebabkan adanya pluralitas sesudah masa kemerdekaan dipicu oleh adanya perbedaan-perbedaaan internal di antara golongan pribumi itu sendiri (Nasikun, 1995). Ditengah konflik sosial yang begitu kompleks, terdapat nilai-nilai asli Indonesia yang terkandung didalam struktur sosial masyarakat. Wahid (1981) mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mampu menciptakan keserasian tanpa menghilangkan kreativitas perorangan dan menjunjung tinggi perdamaian, hal ini sesuai dengan semboyan pancasila bahwa berbeda-beda tapi tetap satu dengan gotong royong sebagai implementasi untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai konflik sosial tanpa meninggalkan identitas golongan masing-masing. Namun hal ini perlahan mulai pudar, dikarenakan nilai pancasila tidak sepenuhnya dapat diterapkan di masyarakat untuk menyelesaikan berbagai konflik, seperti konflik etnis dan agama yang masih menjadi permasalahan utama di Indonesia (Hefner, 2005).
  • 7. B. INTEGRASI NASIONAL Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
  • 8. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional sebagai berikut: 1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan. 2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. 3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan. 4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan. 5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia. Faktor-Faktor Penghambat Integrasi Nasional sebagai berikut: 1) Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya. 2) Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas. 3) Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. 4) Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. 5) Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Contoh Wujud Integrasi Nasional, antara lain sebagai berikut: a) Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap
  • 9. anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya. b) Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati. c) Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam. Contoh-Contoh Pendorong Integrasi Nasional : a. Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan datang. b. Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia c. Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit. d. Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa. e. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan f. Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya kedamaian Bentuk Integrasi Nasional sebagai berikut : § Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai ciri khas kebudayaan asli. § Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya (saafroedin bahar, 1998). “mengintegrasikan berarti membuat atau menyempurnakan dengan jalan terpusah-pisah. Menurut howard wrigins (1996), integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu
  • 10. keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi suatu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi suatu masyarakat yang besar. Tentang integrasi, myron weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai integrasi yaitu : a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam suatu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih sempit. b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit sosial yang lebih kecil yang betanggotakan kelompok-kelompok sosial budaya masyarakat tertentu. c. Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa. d. Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial. e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan definisi tersebut, myron weiner membedakan lima tipe integrasi nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit massa, dan integrasi tingkah laku (tindakan integratif). Integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu bangsa. Howard Wriggins (1996) menyebut adanya pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya disebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu bangsa yaitu : 1) Adanya ancaman dari luar 2) Gaya politik kepemimpinan 3) Kekuatan lembaga-lembaga politik 4) Ideologi nasional 5) Kesempatan pembangunan ekonomi Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila :
  • 11. 1. Masyarakat dapat menentukan dan menyepapakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama 2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos cutting loyality” 3. Masyarakat berada saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pluralitas dan kemajemukan struktrur sosial di Indonesia pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh faktor geografis khususnya bentuk kepulauan yang membagi wilayah Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang memiliki beragam kebudayaan. Namun keberagaman dan pluralitas yang ada tidak terlepas dari adanya berbagai konflik sosial yang disebabkan oleh adanya fragmentasi antar ras maupun etnis. Hal ini juga tidak terlepas dari permasalahan utama mengenai konflik agama dan etnis yang tidak dapat sepenuhnya diselesaikan dengan nilai-nilai Pancasila dikarenakan nilai- nilai Pancasila tidak sepenuhnya dapat diterapkan di masyarakat.