Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Perencanaan Penganggaran APBN
1. Perencanaan Penganggaran
APBN
Stephanus Aan, M.Si
Pengantar untuk pengenalan Sistem
Anggaran tentang mekanisme
perencanaan penganggaran dan
struktur penganggaran pemerintah
pusat melaluiAPBN.
2. TOPIK
BAHASAN
Bagaimana mekanisme
perencanaan dan penganggaran
dalam APBN
1
Apa saja permasalahan dan
tantangan dalam penyusunan APBN
Seperti apa Struktur
Belanja Publik dalam
APBN
3
2
3. DASAR
HUKUM
UUD
1945
(ps.
5,
20, 23,
31,
33)
UU
17
Tahun 2003
UU 25
Tahun 2004
UU
17
Tahun 2014
jo
42
Tahun 2014
1
2
3
4
5. Sistem Anggaran Keuangan Negara
5
MEDIUM
TERM
EXPENDITURE
FRAMEWORK
Penerapan
pendekatan
penganggaran
dengan
perspektif
jangka
menengah.
UNIFIED
BUDGET
Penerapan
penganggaran
secara
terpadu.
PERFORMANCE
BASED
BUDGETING
Penerapan
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja/anggaran
berdasar
prestasi
kerja
Sumber:
UU
17/2003
6. 6
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, selanjutnya disebut APBN,
adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN/APBD mempunyai fungsi
otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
UU
17/2003
7. Anggarannegara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada
tahun yang
bersangkutan
7
FUNGSI
OTORISASI
Anggarannegara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang
bersangkutan
FUNGSI
PERENCANAAN
Anggarannegara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatanpenyelenggaraan
pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan
FUNGSI
PENGAWASAN
Anggarannegara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian
FUNGSI
ALOKASI
Kebijakan anggarannegara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
FUNGSI
DISTRIBUSI
Anggarannegara menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental
perekonomian
FUNGSI
STABILISASI
8. Perencanaan
dan
Penganggaran
APBN
5
Tahun
1
Tahun
1
Tahun
PLATFORM
PRESIDEN
RPJM
APBN
RKP
DOKUMEN
PELAKSANAAN
ANGGARAN
Renstra
KL
Renja
KL
RKA-‐KL
KEPPRES
RINCIAN
APBN
Pagu
Sementara
Pagu
indikatif
APBN
=
Bagian Dari
Perencanaan Nasional
9. Keterangan
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) adalah
dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Rencana Strategis Kementrian Negara/Lembaga (Renstra-‐KL) adalah dokumen
perencanaan Kementerian Negara/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
3. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan nasional untuk
periode I (satu) tahun.
4. Rencana Kerja Kementrian Negara/Lembaga (Renja-‐KL) adalah dokumen
perencanaan Kementerian Negara/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
5. Rencana Kerja dan Anggaran Kemiterian Negara/Lembaga (RKA-‐KL) adalah
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan
suatu Kementrian Negara/Lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana
Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementrian Negara/Lembaga yang
bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakannya.
6. Dokumen Pelaksanaan Anggaran è Finalisasi RKA K/L pasca penetapan UU APBN
10. Tahapan
10
Penetapan Arah
Kebijakan dan
Prioritas
Pembangunan
Nasional
Penyusunan
resource
envelope,
RancanganRKP
dan Pagu
Indikatif
Pra Musrenbang
Trilateral
(K/L
dan Daerah)
Musrenbang
Kab/Kota
Penyusunan
Kapasitas Fiskal
Penyusunan
Ranwal RKP
dan
Pagu Indikatif
Penyusunan
Ranc Renja K/L
Penetapan RKP
Pengajuan
Pokok-‐pokok
Kebijakan Fiskal,
Kerangka
Ekonomi Makro
dan RKP
ke DPR
dan dibahas s.d.
akhir Juli
Kebijakan Umum
dan Prioritas
Anggaran(Juli)
Penetapan Pagu
Anggaranoleh
Menteri Keu
Penyusunan
RKAKL
oleh
Kementerian/
Lembaga (PMK)
Pidato
Kenegaraan
Presiden RI
dalam rangka
Pengajuan
RAPBN
(RUU
dan
Nota
Keuangan)
Pembahasan
RUU
APBN
oleh
Pemerintah dan
DPR
Sidang Paripurna
persetujuan DPR
thd RAPBN
(max.
akhir bulan
Oktober)
setelah
dibahas bersama
Pemerintah sejak
pidato
kenegaraan
Penetapan
Rincian APBN
dalam Perpres
Penetapan DIPA
Musrenbang
Provinsi dan
Pusat
Finalisasi RKP
pasca
Musrenbang
Jan Feb Mar Ap Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des
perencanaan
penganggaran
13. Struktur APBN
(I-‐account)
13
Pendapatan
Belanja
Keseimbangan Primer
Surplus/Defisit
Pembiayaan
1
2
+
+
3
adalah hak Pemerintah Pusat yang
diakui sebagai penambah
kekayaan bersih yang
terdiri atas Penerimaan Perpajakan,
Penerimaan Negara
Bukan Pajak,
dan Penerimaan Hibah
adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang
diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih yang
terdiri atas belanja
Pemerintah Pusat dan Transfer
ke Daerah
dan Dana
Desa
adalah setiap penerimaan yang
perlu dibayar kembali,
penerimaan kembali ataspengeluaran tahun-‐tahun anggaran
sebelumnya,
pengeluaran kembali ataspenerimaan tahun-‐
tahun anggaransebelumnya,
penggunaan saldo anggaran
lebih,
dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali,
baik
pada tahun anggaranyang
bersangkutan maupun
tahuntahun anggaranberikutnya
Selisih antara penerimaan dan pengeluaran.
Pengeluaran
yang
melebihi penerimaan disebut defisit,
sebaliknya
penerimaan yang
melebihi pengeluaran disebut surplus.
adalah total
penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk
pembayaran bunga
14. 14
Pendapatan
Penerimaan
Perpajakan
Pajak Dalam Negeri
Pajak Penghasilan
PPN
&
PPN
BM
PBB
Pajak Cukai
Pajak Lainnya
Pajak Perdagangan
Internasional
Bea
Masuk
Bea
Keluar
PNBP
Penerimaan SDA
SDA
Migas
SDA
Non
Migas
BagiLaba BUMN
PNBP
Lainnya
Pendapatan BLU
HIbah
Pendapatan
16. MENURUT FUNGSI :
1. Pelayanan Umum Pemerintahan;
2. Pertahanan;
3. Hukum, Ketertiban dan
Keamanan;
4. Ekonomi;
5. Lingkungan Hidup;
6. Perumahan dan Pemukiman;
7. Kesehatan;
8. Pariwisata dan Budaya;
9. Agama;
10. Pendidikan;
11. Perlindungan Sosial.
The “Classification of the Functions of
Government”(COFOG) established by the United
Nations is presented in the GFS manual. The main
objective of COFOG is to give a standard
classification for international comparisons. The
COFOG is also used to prepare the national
accounts according to the System of National
Accounts (SNA) methodology established in 1993.
In countries that have not already eveloped their
own functional classification, adopting COFOG
instead of a customised classification presents
some advantages. Such an approach is already
established and well documented in the GFS
manual. It facilitates international comparisons.
Many countries may decide, however, to
reorganise the COFOG system to accommodate
their actual programme structures and deal with
specific policy issues. This is recognised in the
GFS.
Klasifikasi Fungsi Belanja
17. MENURUT JENIS :
1. Belanja Pegawai;
2. Belanja Barang dan
jasa;
3. Belanja Modal;
4. Bunga;
5. Subsidi;
6. Hibah;
7. Bantuan Sosial;
8. Belanja Lain-Lain.
An economic classification of expenditures is required
for analysing the budget and defining the macro-‐fiscal
policy position. For example, the share of wages in
government expenditures and the value of transfers
to public enterprises are important measures of the
impact of fiscal policy.
The minimum requirement for the economic
classification is to be consistent with the GFS economic
classification of government expenditures.
The cross-‐classification of expenditure and/or expenses
by economic character and function is a very useful tool
for analysing the budget.
Klasifikasi Jenis Belanja
18. 18 18
STRUKTUR PERENCANAAN
KEBIJAKAN
STRUKTUR MANAJEMEN
KINERJA
STRUKTUR ANGGARANSTRUKTUR ORGANISASI
FUNGSI
SUB-FUNGSI
PRIORITAS
FOKUS PRIORITAS
SASARAN POKOK
(IMPACT)
ORGANISASI
ESELON 1A
ESELON 2
PROGRAM
KEGIATAN
JENIS BELANJA
PROGRAM
KEGIATAN PRIORITAS
MISI/SASARAN K/L
(IMPACT)
INDIKATOR KINERJA
KEGIATAN
(OUTPUT)
INDIKATOR KINERJA
FOKUS PRIORITAS
(OUTCOME)
INDIKATOR KINERJA
PROGRAM
(OUTCOME)
Hubungan Tipologi Belanja APBN
26. Perubahan APBN
1. Perubahan atau penyesuaianterhadapAPBN
dimungkinkan untuk
dilakukan berdasarkan UU
17/2003
tentangKeuangan Negara.
2. Perubahan APBN
dilakukan bila terjadi:
– Perkembangan ekonomi makro yang
tidaksesuai dengan asumsi
yang
digunakan dalam APBN;
– Perubahan pokok-‐pokokkebijakan fiskal;
– Keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan pergeserananggaran
antara unit
organisasi,
antar kegiatan,
dan antar jenis belanja;
dan
– Keadaan yang
menyebabkan saldoanggaran lebih(SAL)
tahun
sebelumnya harus digunakan untukpembiayaananggaran pada
tahun yang
berjalan.
26
27. Tahapan
Monev
Pelaksanaan
DIPA,
Asumsi
Dasar Ekonomi
Makro,
dan
Realisasi APBN
Penyusunan
exercise dan
penetapan
Postur RAPBN-‐P
Pembahasan
Usulan
Perubahan APBN
s.d. Mei
Outlook
Asumsi
Dasar Ekonomi
Makro dan
Realisasi APBN
Prioritas
Perubahan RKP
Perubahan Renja
K/L
Penyusunan dan
Penetapan Nota
Keuangan dan
RAPBN-‐P
Pengajuan Pokok-‐
pokok Kebijakan
Fiskal,
Kerangka
Ekonomi Makro dan
Perubahan RKP
ke
DPR
dan dibahas s.d.
akhir Juni
Sidang Paripurna
persetujuan DPR
thd RAPBN-‐P
Penetapan
Rincian APBN-‐P
dalam Perpres
Penetapan DIPPA
perencanaan
penganggaran
Jan Feb Mar Ap Mei Juni Juli
29. KETIDAKSINKRON
PERENCANAAN
DENGAN
PENGANGGARAN
Alur Kerja yang Tidak
Kondusif
Kurang Kesinambungan
Rencana – Anggaran
Mekanisme Penganggaran
Pusat- Daerah Belum Sinergi
• Kelembagaan à Bappenas
vs Kemenkeu
• Deviasi à Indikator (RKP) vs
Output (RKAKL)
• Pendekatan RKP (Rencana
Aksi) vs RAPBN (Akunting)
• Keselarasan Tatawaktu (timing) :
Jadwal dan Agenda
• Tumpang Tindih kewenangan
• Hub Eksekutif vs Legislatif
• Kewenangan Pusat-Daerah
• Sinkronisasi Prioritas Pusat vs Daerah
30. SINERGI
PERENCANAAN
DAN
PENGANGGARAN
(PENGALAMAN
NEGARA
LAIN)
Indikator Korea
Selatan Brazil Indonesia
GDP
Per Capita
2015
(current
prices)
($)
(IMF)
27.513 8.802 3.416
HDI
(2015)
(UNDP)
0,898 0,755 0,684
Life
expectancy
(2015)
(WHO)
70,6
Tahun 75,00
Tahun 69,1
Tahun
sumber:
1. IMF
Outlook
Oct
2015
2. HDI
2014,
UNDP
3. World
Health
Statistic
2016,
WHO
31. 31
Rank Country
GDP (nomilal) (billions of$)
Growth
GDP per Capita
(nomilal) ($)
Continent
2015
%
Share
Diff 2020
%
Share
Rank 2015 Rank
1 United States 17,968 24.44 - 22,294 23.18 1 2.57 55,904 5
North
America
2 China 11,385 15.49 6,583 17,100 17.78 2 6.81 8,280 75 Asia
3 Japan 4,116 5.6 7,269 4,747 4.93 3 0.59 32,481 25 Asia
4 Germany 3,371 4.59 745 4,005 4.16 4 1.51 41,267 19 Europe
5 United Kingdom 2,865 3.9 506 3,852 4 5 2.52 44,118 14 Europe
6 France 2,423 3.3 442 2,940 3.06 7 1.16 37,728 21 Europe
7 India 2,183 2.97 240 3,444 3.58 6 7.26 1,688 141 Asia
8 Italy 1,819 2.47 364 2,144 2.23 8 0.8 29,847 27 Europe
9 Brazil 1,800 2.45 19 2,054 2.14 9 -3.03 8,802 70
South
America
10 Canada 1,573 2.14 227 1,958 2.04 10 1.04 43,935 15
North
America
11 Korea 1,393 1.89 180 1,899 1.97 11 2.66 27,513 29 Asia
12 Australia 1,241 1.69 152 1,516 1.58 13 2.37 51,642 7 Oceania
13 Russia 1,236 1.68 5 1,792 1.86 12 -3.83 8,447 73 Europe
14 Spain 1,221 1.66 14 1,498 1.56 14 3.07 26,327 30 Europe
15 Mexico 1,161 1.58 60 1,496 1.55 15 2.31 9,592 64
North
America
16 Indonesia 873 1.19 289 1,194 1.24 16 4.66 3,416 118 Asia
- World 73,507 96,193
sumber:
IMF
Outlook
Oct
2015
32. Deskripsi Korea
Selatan Brasil Indonesia
Bentuk
Negara
dan
Sistem
Pemerintahan
Negara
Kesatuan,
Semi-‐Presidensiil.
Perdana
Menteri
dipilih
oleh
Presiden
dan
Parlemen,
untuk
mengkoordinasikan
fungsi
kabinet.
Presiden
dan
Parlemen
dipilih
langsung
oleh
rakyat
Negara
Federal,
Presidensiil.
Presiden
dan
parlemen
dipilih
langsung
oleh
rakyat
Negara
Kesatuan,
Presidensiil
Presiden
dan
parlemen
dipilih
langsung
oleh
rakyat
Sistem
Anggaran Unified
Budget,
MTEF,
Performance
Based
Budgeting
Program
Budgeting,
fixed
4-‐yrs
budgeting,
direview
per
tahun
(bukan
MTEF).
Unified
Budget,
MTEF,
Performance
Based
Budgeting
Tahun
Fiskal 1
Januari
-‐ 31
Desember
1
Juli
– 30
Juni 1
Januari
-‐31
Desember
32
SISTEM
PERENCANAAN
DAN
PENGANGGARAN
DI
KOREA
SELATAN
DAN
BRAZIL
(1)
sumber:
Bappenas,
2014.
33. Deskripsi Korea
Selatan Brasil Indonesia
Struktur
Perencanaan
dan
Penganggaran
di
Pemerintah
Dalam
1
Lembaga:
Ministry
of
Strategy
and
Finance
(MOSF).
MOSF
merupakan
penggabungan
Kementerian
Keuangan
dan
Kementerian
Perencanaan
dan
Penganggaran
(sejak
tahun
2008)
Dalam
1
Lembaga:
Ministry
of
Planning,
Budgeting,
and
Management
Terpisah
dalam
2
Lembaga:
1.Perencanaan:
Bappenas
2.Penganggaran:
Kementerian
Keuangan
33
SISTEM
PERENCANAAN
DAN
PENGANGGARAN
DI
KOREA
SELATAN
DAN
BRAZIL
(2)
sumber:
Bappenas,
2014.
34. Deskripsi Korea
Selatan Brasil Indonesia
Kewenangan
Parlemen
Parlemen
membahas
pagu
total,
detil
program
dan
proyek.
Parlemen
tidak
berwenang
menaikkan
pagu
anggaran.
Dalam
prakteknya
Parlemen
tidak
banyak
mengubah
usulan
Pemerintah.
Parlemen
membahas
dari
asumsi
makro
sampai
detil
program
sektor.
Parlemen
berhak
mengusulkan
perubahan
asumsi
makro
dan
usulan
penganggaran
total
dan
per
sektor.
Pemerintah
memiliki
hak
veto
terhadap
hasil
pembahasan
Parlemen
Parlemen
membahas
dari
asumsi
makro
sampai
detil
program
dan
kegiatan
sektor.
Parlemen
berhak
mengusulkan
perubahan
asumsi
makro
dan
usulan
penganggaran
per
program
dan
kegiatan,
bahkan
sampai
jenis
belanja
34
SISTEM
PERENCANAAN
DAN
PENGANGGARAN
DI
KOREA
SELATAN
DAN
BRAZIL
(3)
sumber:
Bappenas,
2014.