Dokumen tersebut membahas penilaian maturitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang terintegrasi pada perguruan tinggi negeri (PTN) berdasarkan tiga komponen yaitu SPIP, Manajemen Risiko Indeks (MRI), dan Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK). Penilaian dilakukan untuk mengukur kualitas penetapan tujuan, penyelenggaraan struktur dan proses, serta pencapa
LAKIP adalah satau komponen dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Lakip merupakan laporan yang harus disampaikan, baik mengenai laporan kinerja maupun keuangan
LAKIP adalah satau komponen dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Lakip merupakan laporan yang harus disampaikan, baik mengenai laporan kinerja maupun keuangan
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembagaDr. Zar Rdj
TUJUAN
1. Implementasi kebijakan money follow program;
2. Memperkuat penerapan anggaran berbasis kinerja;
3. Meningkatkan konvergensi program dan kegiatan antar Kementerian/Lembaga
4. Keselarasan rumusan program dan kegiatan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran;
5. Informasi kinerja yang mudah dipahami oleh publik;
6. Mendorong K/L menerapkan value for money dalam proses perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaannya;
7. Sinkronisasi Rumusan Program Belanja K/L dengan Belanja Daerah.
8. Menyelaraskan Visi Misi Presiden, Fokus Pembangunan (arahan Presiden), serta 7 Agenda
9. Pembangunan, Tusi K/L dan Daerah;
10. Rumusan nomenklatur Program, Kegiatan, Keluaran (Output) yang mencerminkan “real work” (konkret)
MANFAAT
1. Adanya hubungan yang jelas antara program, kegiatan, output dan outcome.
2. Meningkatkan Sinergi antar Unit Kerja Eselon I atau antar K/L dalam mencapai sasaran pembangunan.
3. Meningkatkan efisiensi belanja
4. Integrasi Sistem IT perencanaan dan penganggaran.
5. Efisieni organisasi
Perencanaan audit berbasis risiko sertifikasi qiaDr. Zar Rdj
Alhamdulilah setelah mengikuti sertifikasi ini langsung secara perdana dapat di implementasikan.dalam menyusun Perencanaan Pelaksanaan Audit Berbasis Risiko (PPABR) pada tahun 2015 di Inspektorat Jenderal Kemenhub.
PPABR digunakan ketika resources audit (manusia, anggaran dan hari) memiliki keterbatasan untuk pelaksanaan internal control dalam satu tahun. Sementara di era saat ini peran APIP sudah bertambah yang semula hanya wacthdog sekarang bertambah atau mungkin bergeser menuju Assurance and Consulting Activites, peran APIP dituntut mampu memberikan keyakinan dan masukan terhadap kesinambungan organisasi dalam melakukan perbaikan terus menerus. APIP harus mampu menjadi mata dan telinga Pimpinan Pucuk organisasi yang harus mampu memberikan solusi perbaikan progresiff sebelum pihak eksternal memotretnya sebagai mana konsep Three Lines of Defence yang terdapat dalam website IIA
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembagaDr. Zar Rdj
TUJUAN
1. Implementasi kebijakan money follow program;
2. Memperkuat penerapan anggaran berbasis kinerja;
3. Meningkatkan konvergensi program dan kegiatan antar Kementerian/Lembaga
4. Keselarasan rumusan program dan kegiatan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran;
5. Informasi kinerja yang mudah dipahami oleh publik;
6. Mendorong K/L menerapkan value for money dalam proses perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaannya;
7. Sinkronisasi Rumusan Program Belanja K/L dengan Belanja Daerah.
8. Menyelaraskan Visi Misi Presiden, Fokus Pembangunan (arahan Presiden), serta 7 Agenda
9. Pembangunan, Tusi K/L dan Daerah;
10. Rumusan nomenklatur Program, Kegiatan, Keluaran (Output) yang mencerminkan “real work” (konkret)
MANFAAT
1. Adanya hubungan yang jelas antara program, kegiatan, output dan outcome.
2. Meningkatkan Sinergi antar Unit Kerja Eselon I atau antar K/L dalam mencapai sasaran pembangunan.
3. Meningkatkan efisiensi belanja
4. Integrasi Sistem IT perencanaan dan penganggaran.
5. Efisieni organisasi
Perencanaan audit berbasis risiko sertifikasi qiaDr. Zar Rdj
Alhamdulilah setelah mengikuti sertifikasi ini langsung secara perdana dapat di implementasikan.dalam menyusun Perencanaan Pelaksanaan Audit Berbasis Risiko (PPABR) pada tahun 2015 di Inspektorat Jenderal Kemenhub.
PPABR digunakan ketika resources audit (manusia, anggaran dan hari) memiliki keterbatasan untuk pelaksanaan internal control dalam satu tahun. Sementara di era saat ini peran APIP sudah bertambah yang semula hanya wacthdog sekarang bertambah atau mungkin bergeser menuju Assurance and Consulting Activites, peran APIP dituntut mampu memberikan keyakinan dan masukan terhadap kesinambungan organisasi dalam melakukan perbaikan terus menerus. APIP harus mampu menjadi mata dan telinga Pimpinan Pucuk organisasi yang harus mampu memberikan solusi perbaikan progresiff sebelum pihak eksternal memotretnya sebagai mana konsep Three Lines of Defence yang terdapat dalam website IIA
14. si-pi, adi nurpermana, hapzi ali, internal control over financial reporti...Adi Permana
Menanggapi forum di atas saya akan menginplementasikan dengan contoh pada suatu perusahaan yang ada di indonesia. Dalam hal ini saya akan menganalisis penerapan, evaluasi dan efektifitas ICFR pada PT. PR. Pembahasan akan dibagi dalam beberapa sub bab yaitu: 1) Metodologi Top Down Risk Based, yang bertujuan untuk menganalisis apakah praktik dalam implementasi ICFR di PT. PR sudah mengacu pada metode Top Down Risk Based yang disarankan oleh PCAOB, 2) Kerangka Pengendalian Internal, yang bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kerangka pengendalian internal pada PT. PR dengan pedomannya, 3) Dokumentasi ICFR, bertujuan untuk memastikan bahwa semua kegiatan dokumentasi sudah berjalan efektif, 4) Pelaksanaan Tiga Lini Pertahanan, bertujuan untuk menganalisis implementasi konsep tiga lini pertahanan dalam ICFR, 5) Evaluasi ICFR, bertujuan menganalis proses evaluasi ICFR dan efektifitasnya, 6) Pernyataan efektifitas ICFR, bertujuan menganalisis efektifitas ICFR di PT. PR.
Pengaruh penilaian risiko, kompetensi dan independensi terhadap kualitas hasi...Dr. Zar Rdj
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana faktor-faktor penilaian risiko, kompetensi dan independensi mempengaruhi kualitas hasil audit. Adapun latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah dalam rangka memberikan kontribusi terhadap peningkatan tata kelola Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana amanat Presiden Jokowi dalam Harian Kompas pada tanggal 15 Mei 2015.
Kerangka berfikir dari penelitian ini adalah bahwa dalam meningkatkan kualitas hasil audit, maka seorang auditor harus dapat melakukan penilaian risiko yang akan timbul melalui proses identifikasi risiko dan analisis risiko. Selain itu dibutuhkan kompetensi yang mengacu pada indikator-indikator motif, sifat, konsep diri, pegetahuan dan keterampilan. Independensi dalam kaitannya dengan kinerja auditor secara keseluruhan juga merupakan elemen yang turut meningkatkan kualitas hasil audit seorang auditor. Proses kognitif etika auditor akan mempengaruhi independensi auditor. Auditor untuk mempertimbangkan aturan yang secara eksplisit, standar audit dan kode etik professional.
Metode penelitian yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan deduktif yang dimulai dari hipotesis untuk diuji kebenarannya dengan analisa data empiris melalui metode survai berupa penelitian lapangan dengan menyebarkan kuesioner yang dijabarkan ke dalam beberapa indikator anggota sampel dari populasi yang ditetapkan. Teknik pengambilan data adalah dengan proportioned stratified random sampling, yaitu terhadap 54 responden dari keseluruhan populasi sebanyak 116 auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. Data yang diperoleh merupakan data primer, yaitu berupa pendapat yang dihimpun dengan kuestioner.
Dengan tingkat signifikasi () 5% hasil uji t membuktikan ada pengaruh positif dan significan atas penilaian risiko (thitung=2,422) dan independensi (thitung=2,309) secara parsial terhadap kualitas hasil audit, karena thitung masing-masing lebih besar dari pada ttabel=2,009. Sedangkan hasil uji t membuktikan tidak ada pengaruh atas kompetensi (thitung=1,649) secara parsial terhadap kualitas hasil audit karena thitung lebih kecil dari pada ttabel=2,009. Ini membuktikan pada dasarnya kompetensi tidak dapat meningkatkan kualitas hasil audit, apabila hanya faktor kompetensi saja yang dianggap penting dalam suatu pelaksanaan audit. Selanjutnya berdasarkan hasil uji F, dapat dibuktikan bahwa ketiga variable tersebut secara simultan berpengaruh cukup signifikan karena Fhitung=26,367 lebih besar dari Ftabel=2,790. Besaran koefisien determinasi (adjusted R2) senilai 0,589 yang diperoleh menunjukan bahwa 58,9%, variabilitas kualitas hasil audit dapat dikontribusikan pengaruhnya oleh penilaian risiko, kompetensi dan independensi. Sedangkan 41,1% selebihnya dikontribusikan pengaruhnya terhadap konstruk lain di luar model.
Proses yang dipengaruhi oleh Board of Directors, manajemen, dan personil lain dalam entitas, diaplikasikan pada pembentukan strategi dan pada seluruh bagian perusahaan, dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko selaras dengan risk appetite entitas, untuk menyediakan jaminan yang wajar terhadap pencapaian sasaran dari entitas.
Fraud In The Provision of Health Services In Hospitals During The Covid-1...Sujatmiko Wibowo
Fraud is currently rife, not only in the private sector but also in the government sector. The government sector, which is the central point in this research, is the world of health, especially hospitals, related to procuring goods and services for covid 19. This study aimed to analyze the factors that affect the procurement of goods and services during the covid 19 pandemic. This casual-comparative research type is research with the characteristics of the problem in the form of a cause-and-effect relationship between two or more variables. The study was conducted at six government hospitals in Maluku Province. The study results indicate significant fraud related to procuring goods and services for covid 19. Thus, the quality of the committee, systems and procedures, environment, internal control, and organizational commitment affect the prevention of fraud in procuring goods in hospitals in Maluku province, Indonesia.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguruan Tinggi Negeri
1. PENILAIAN MATURITAS PENYELENGARAAN SPIP
TERINTEGRASI (NEW SPIP) PADA PTN
Oleh:
Sujatmiko Wibowo
Auditor Madya Itjen Kemendikbudristek
A. Komponen Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
Berdasarkan Peraturan BPKP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penilaian Maturitas
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terintegrasi pada
Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa Penyelenggaraan SPIP
harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang mencakup
peningkatan kapabilitas APIP, pengelolaan risiko, dan pengendalian korupsi sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Terintegrasi).
Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi terdiri atas 3 (tiga) komponen, yaitu: Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Manajemen Risiko Indeks (MRI), dan Indeks
Efektifitas Pengendalian Korupsi (IEPK)
1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada PTN adalah penerapan SPIP
(meliputi: Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian,
Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan yang telah diselengarakan oleh PTN
dalam mencapai tujuan pengendalian yang meliputi kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
2. Manajemen Risiko Indeks (MRI)
Manajemen Risiko Indeks (MRI) pada PTN adalah indeks yang menggambarkan
kualitas penerapan manajemen risiko di lingkup PTN yang diperoleh dari perhitungan
parameter penilaian pengelolaan risiko. Pada model penilaian MRI, parameter penilaian
dikelompokkan menjadi 8 (delapan) area dalam 3 (tiga) komponen utama yaitu:
a. Perencanaan
Penilaian atas komponen perencanaan dilakukan untuk menilai kualitas penetapan
tujuan yang meliputi penilaian keselarasan, ketepatan indikator, kelayakan target
kinerja sasaran strategis, program, dan kegiatan.
b. Kapabilitas
Penilaian atas komponen kapabilitas dilakukan terhadap area-area sebagai berikut:
1) Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan komitmen, pendekatan, dan dorongan pimpinan PTN
terkait penerapan manajemen risiko;
2. 2) Kebijakan manajemen risiko
Kebijakan manajemen risiko merupakan panduan bagi Unit Pengelola Risiko
(UPR) dalam menerapkan manajemen risiko di lingkungan kerjanya;
3) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan dukungan dari sisi kesadaran, kompetensi, dan
keterampilan terkait manajemen risiko;
4) Kemitraan
Kemitraan terkait dengan bagaimana PTN mengelola risiko yang berhubungan
dengan mitra kerja;
5) Proses pengelolaan risiko
Proses pengelolaan risiko merupakan langkah yang dilakukan PTN dalam
pengelolaan risiko.
c. Hasil
Komponen hasil menggambarkan hasil pengelolaan risiko dan pencapaian tujuan
PTN. Penilaian atas komponen hasil terbagi ke dalam 2 (dua) area, sebagai berikut:
1) Aktivitas Penanganan Risiko
Merupakan implementasi penanganan risiko oleh PTN;
2) Outcome
Menunjukkan kontribusi penerapan manajemen risiko pada pencapaian tujuan
PTN.
3. Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK)
IEPK adalah kerangka pengukuran atas kemajuan segala upaya pencegahan dan
penanganan risiko korupsi di dalam organisasi.
Dimensi IEPK merupakan pengembangan dari Fraud Control Plan (FCP) yang
merupakan kerangka pengelolaan risiko korupsi dalam organisasi. Dimensi dan indikator
IEPK dikelompokkan dalam 3 (tiga) pilar, yaitu:
a. Pilar Kapabilitas Pengelolaan Risiko Korupsi
Kapabilitas pengelolaan risiko korupsi didefinisikan sebagai karakteristik
organisasional yang mengindikasikan 2 (dua) dimensi kapabilitas yaitu kapasitas
dan kompetensi organisasi untuk mengelola risiko korupsi.
1) Kapasitas
mencakup semua aspek kebijakan formal antikorupsi, mulai dari pernyataan
kebijakan dalam dokumen perencanaan, penetapan struktur, SOP antikorupsi,
serta standar perilaku. Kapasitas juga ditampilkan oleh dukungan eksplisit
sumber daya, baik keuangan, personel, maupun sarana dan prasarana.
3. .
2) Kompetensi
merujuk kepada gabungan pengetahuan, skill (keterampilan), dan pengalaman
yang memampukan organisasi mengelola risiko korupsi secara efektif.
b. Pilar Penerapan Strategi Pencegahan
Penerapan strategi pencegahan didefinisikan sebagai satu-kesatuan proses yang
menyeluruh pada semua aspek penerapan strategi pencegahan korupsi yang
berfokus pada:
1) Efektivitas pencegahan dan deteksi dini yaitu menilai seberapa konsisten
asesmen risiko korupsi dilakukan dan program pembelajaran antikorupsi telah
meningkatkan kepedulian pegawai dan stakeholder dalam mencegah dan
mendeteksi perilaku korupsi.
2) Menilai seberapa jauh budaya organisasi antikorupsi terbentuk yang tercermin
oleh terwujudnya kepemimpinan etis, integritas, organisasional, dan iklim etis
yang kondusif.
c. Pilar Penanganan Kejadian Korupsi
Pilar penanganan kejadian korupsi melihat efektivitas pengelolaan risiko korupsi
melalui 2 (dua) hal, yaitu sistem respons dan peristiwa korupsi.
1) Efektivitas sistem respons digambarkan oleh seberapa konsisten langkah-
langkah investigatif dilaksanakan atas setiap indikasi korupsi yang terdeteksi
serta seberapa jauh pengenaan sanksi kepada pelaku, pemulihan kerugian, dan
perbaikan sistem pengendalian dilakukan secara konsisten sebagai tindak
lanjutnya;
2) Kejadian korupsi merupakan peristiwa aktual korupsi yang masih terjadi di
dalam lingkungan unit kerja yang keberadaannya menjadi faktor pengurang
efektivitas pengendalian korupsi organisasi.
B. Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
1. Ruang Lingkup Penilaian
Ruang lingkup penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi terdiri dari 3
(tiga) komponen, yaitu:
a. Penetapan tujuan dilakukan atas dokumen perencanaan tahun berjalan;
b. Struktur dan proses dilakukan atas pengendalian yang dilaksanakan pada tahun
berjalan; dan
c. Pencapaian tujuan dilakukan atas kinerja tahun sebelumnya.
2. Komponen Penilaian
Proses penilaian dilakukan untuk mengukur tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP
yang berfokus pada 3 (tiga) komponen yaitu kualitas penetapan tujuan, penyelenggaraan
struktur dan proses, serta pencapaian tujuan yang mencerminkan hasil dari
penyelenggaraan SPIP.
4. .
a. Kualitas Penetapan Tujuan
Penilaian atas kualitas penetapan tujuan dilakukan untuk memastikan tujuan dan
sasaran yang ditetapkan telah sesuai mandat organisasi, berorientasi pada hasil, dan
mempertimbangkan isu strategis.
Penilaian atas komponen penetapan tujuan dilakukan untuk menilai kualitas atas
perencanaan kinerja, yaitu apakah sasaran strategis yang ditetapkan oleh PTN telah
mempertimbangkan mandat, berorientasi pada hasil, mempertimbangkan isu
strategis, serta telah selaras dan diturunkan kepada satker sesuai dengan mandatnya.
Keselarasan ini dapat dilihat dari kesesuaian sasaran strategis dengan program dan
kegiatan yang dilakukan untuk mendukung sasaran strategis tersebut. Selain itu,
dalam komponen ini dilakukan pengukuran juga terkait kualitas strategi
perencanaannya.
b. Penyelenggaraan Struktur dan Proses
Penilaian atas struktur dan proses dilakukan terhadap 5 (lima) unsur pengendalian
(Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan
Komunikasi, serta Pemantauan) yang kemudian dirinci menjadi 25 (dua puluh lima)
subunsur pengendalian. Masing-masing subunsur tersebut memiliki parameter yang
menunjukkan kualitas pengendalian intern, pengelolaan risiko, serta upaya
pengendalian korupsi.
Penilaian atas struktur dan proses dilakukan untuk menilai kualitas struktur dan
proses penyelenggaraan SPIP yang tercermin dari pemenuhan parameter subunsur
SPIP. Pemenuhan parameter subunsur SPIP sekaligus merupakan pemenuhan
parameter MRI dan IEPK
c. Pencapaian Tujuan
Penilaian atas pencapaian tujuan SPIP dilakukan untuk menilai pencapaian hasil
penyelenggaraan SPIP pada PTN yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu
efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
1) Kegiatan yang efektif dan efisien
dinilai melalui capaian Output dan Outcome organisasi.
2) Keandalan pelaporan keuangan
dinilai melalui capaian opini atas laporan keuangan.
3) Pengamanan aset negara
dinilai melalui capaian keamanan administrasi, keamanan hukum, dan keamanan
fisik terhadap aset.
4) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
dinilai melalui jumlah temuan ketidakpatuhan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan RI dan keterjadian kasus korupsi.
5. .
Gambar 1 Kerangka Penilaian SPIP Terintegrasi
Sumber : BPKP, 2022.
3. Pembobotan Penilaian Tingkat Maturitas SPIP Terintegrasi
Penentuan skor penilaian maturitas penyelenggaraan SPIP dilakukan dengan melakukan
pembobotan penilaian atas SPIP, MRI, dan IEPK sebagai berikut:
Tabel 1. Bobot Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP
Komponen, Unsur, Dan Subunsur
Bobot
Unsur
Bobot
Komponen
Penetapan Tujuan 40 %
Kualitas Sasaran Strategis 50.00%
Kualitas Strategi Pencapaian Sasaran Strategis 50.00%
Sub Jumlah Perencanaan 100.00%
Struktur Dan Proses 30 %
Lingkungan Pengendalian
Penegakan Integritas Dan Nilai Etika (1.1) 3.75%
Komitmen Terhadap Kompetensi (1.2) 3.75%
Kepemimpinan Yang Kondusif (1.3) 3.75%
Pembentukan Struktur Organisasi Yang Sesuai Dengan Kebutuhan (1.4) 3.75%
Pendelegasian Wewenang Dan Tanggung Jawab Yang Tepat (1.5) 3.75%
Penyusunan Dan Penerapan Kebijakan Yang Sehat Tentang Pembinaan SDM (1.6) 3.75%
Perwujudan Peran APIP Yang Efektif (1.7) 3.75%
Hubungan Kerja Yang Baik Dengan Instansi Pemerintah Terkait (1.8) 3.75%
Penilaian Risiko
Identifikasi Risiko (2.1) 10%
Analisis Risiko (2.2) 10%
Kegiatan Pengendalian
Reviu Atas Kinerja Instansi Pemerintah (3.1) 2.27%
6. .
Pembinaan Sumber Daya Manusia (3.2) 2.27%
Pengendalian Atas Pengelolaan Sistem Informasi (3.3) 2.27%
Pengendalian Fisik Atas Aset (3.4) 2.27%
Penetapan Dan Reviu Atas Indikator Dan Ukuran Kinerja (3.5) 2.27%
Pemisahan Fungsi (3.6) 2.27%
Otorisasi Atas Transaksi Dan Kejadian Yang Penting (3.7) 2.27%
Pencatatan Yang Akurat Dan Tepat Waktu Atas Transaksi Dan Kejadian (3.8) 2.27%
Pembatasan Akses Atas Sumber Daya Dan Pencatatannya (3.9) 2.27%
Akuntabilitas Terhadap Sumber Daya Dan Pencatatannya (3.10) 2.27%
Dokumentasi Yang Baik Atas SPI Serta Transaksi Dan Kejadian Penting (3.11) 2.27%
Informasi Dan Komunikasi
Informasi Yang Relevan (4.1) 5%
Komunikasi Yang Efektif (4.2) 5%
Pemantauan
Pemantauan Berkelanjutan (5.1) 7.50%
Evaluasi Terpisah (5.2) 7.50%
Sub Jumlah Struktur Dan Proses 100%
Pencapaian Tujuan SPIP 30%
Efektifitas dan Efisiensi
Capaian Outcome 15%
Capaian Output 15%
Keandalan Laporan Keuangan
Opini LK 25%
Pengamanan Atas Aset
Keamanan Administrasi 10%
Keamanan Fisik 5%
Keamanan Hukum 10%
Ketaataan Pada Peraturan
Temuan Ketaatan BPK 20%
Sub Jumlah Hasil 100%
Sumber : BPKP, 2021 (diolah)
Tabel 2. Bobot Penilaian Indeks Penerapan Manajemen Risiko (MRI)
Area/Komponen Bobot
Unsur
Bobot
Komponen
Perencanaan 40.00%
Kualitas Perencanaan 40.00%
Kapabilitas 30.00%
Kepemimpinan 5.00%
Kebijakan Manajemen Risiko 5.00%
Sumber Daya Manusia 5.00%
Kemitraan 2.50%
Proses Manajemen Risiko 12.50%
Hasil 30.00%
Aktivitas Penanganan Risiko 18.75%
Outcomes 11.25%
Total 100.00% 100.00%
Sumber : BPKP, 2021 (diolah)
7. .
Tabel 3. Bobot Penilaian Indeks Efektivitas Pencegahan Korupsi (IEPK)
Pilar
Bobot
Unsur
Bobot
Komponen
Kapabilitas Pengelolaan Risiko Korupsi 48% 48%
Kebijakan Antikorupsi 9.60%
Seperangkat Sistem Antikorupsi 7.20%
Dukungan Sumber Daya 7.20%
Power (Kuasa & Wewewang) 14.40%
Pembelajaran Antikorupsi 9.60%
Penerapan Strategi Pencegahan 36% 36%
Asesmen Dan Mitigasi Risiko Korupsi 9.00%
Saluran Pelaporan Internal Yang Efektif Dan Kredibel 3.60%
Kepemimpinan Etis 9.00%
Integritas Organisasional 7.20%
Iklim Etis Prinsip 7.20%
Penanganan Kejadian Korupsi 16% 16%
Investigasi 8.00%
Tindakan Korektif 8.00%
Total 100%
Sumber : BPKP, 2021 (diolah)
4. Penetapan Skor Penilaian Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
Penetapan skor maturitas SPIP menggunakan skor hasil dengan membuat rerata
tertimbang dari skor validasi. Skor ini yang kemudian digunakan untuk menentukan
tingkat maturitas SPIP.
Interval skor tingkat maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi adalah sebagai
berikut.
Tabel 4 Interval Skor Tingkat Maturitas
No. Tingkat Maturitas Interval Skor
1 Rintisan 1,0 ≤ skor < 2,0
2 Berkembang 2,0 ≤ skor < 3,0
3 Terdefinisi 3,0 ≤ skor < 4,0
4 Terkelola Dan Terukur 4,0 ≤ skor < 4,5
5 Optimum skor ≥ 4,5
Sumber : BPKP, 2021.
8. .
5. Karakteristik Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
Karakteristik Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 5 Karakteristik SPIP berdasarkan Tingkat Maturitas
Tingkat Karakteristik SPIP
Rintisan
(level 1)
organisasi belum mampu mendefinisikan kinerja sesuai dengan
mandat, tugas, dan fungsinya, serta belum dapat merumuskan
indikator kinerja, target kinerja dan strategi pencapaian kinerjanya
dengan baik
Berkembang
(level 2)
organisasi telah mampu merumuskan kinerjanya dengan baik sesuai
mandat, tugas dan fungsi organisasi, dan telah merumuskan
indikator dan target kinerja yang berkualitas. Namun demikian,
organisasi belum menyusun strategi pencapaian kinerja berupa
program dan kegiatan yang efektif dalam upaya pencapaian target
kinerja tersebut
Terdefinisi
(level 3)
organisasi telah mampu mengelola kinerjanya dengan baik.
Organisasi tersebut tidak hanya mampu merumuskan kinerja
beserta indikator dan targetnya saja, tetapi juga telah mampu
menyusun strategi pencapaian kinerja berupa program dan kegiatan
yang efektif dalam upaya pencapaian target kinerja tersebut.
Terkelola dan
Terukur
(level 4)
organisasi telah memiliki pengelolaan kinerja yang baik, dengan
pengelolaan risiko dan kegiatan pengendalian yang mampu
memastikan efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Pengelolaan
risiko korupsi telah berdampak pada terciptanya budaya organisasi
antikorupsi.
Optimum
(level 5)
organisasi telah memiliki pengelolaan kinerja yang baik. Sistem
pengendalian yang dibangun telah berjalan dengan efektif dan
mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan organisasi. Hal
tersebut berdampak pada efektivitas dan efisiensi tugas dan fungsi
organisasi, tidak adanya permasalahan dalam pelaporan keuangan
dan pengelolaan aset, serta ketaatan seluruh bagian organisasi
terhadap peraturan perundang-undangan
Sumber : BPKP, 2021.