Salah satu masalah penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) adalah keterkaitan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
Dunia pendidikan belum mampu menjembatani kebutuhan dunia kerja terkini secara komprehensif. Hal ini pula menjadi penyebab terjadi pengangguran intelektual.
Sejauh mana keterkaitan pendidikan dengan dunia kerja? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 2 hal yang menjadi tantangan perguruan tinggi sekarang ini dalam hubungannya dengan dunia kerja, adalah Kurikulum dan Pendekatan Pengajaran.
Latar Belakang Penyelarasan :
Kesenjangan antara jumlah lulusan dengan jumlah kebutuhan dunia kerja (Dimensi Kuantitas)
Kesenjangan kompetensi lulusan dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja (Dimensi Kualitas)
Wilayah tidak mampu menyerap lulusan dari lokasi setempat, tidak tersedia lulusan yang dibutuhkan di suatu wilayah (Dimensi Lokasi)
Perubahan kondisi (ekonomi) baik lokal, nasional dan global dan lead time pendidikan (Dimensi Waktu)
Tantangan Perekonomian dan Sasaran Ekonomi Makro 2020-2024Lestari Moerdijat
Ke depan, risiko ketidakpastian masih akan mewarnai perkembangan perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia diperkirakan akan cenderung stagnan dengan tren melambat, masing-masing diproyeksikan2 sebesar 3,6 dan 3,8 persen per tahun, sepanjang tahun 2020-2024. Harga komoditas internasional ekspor utama Indonesia diperkirakan juga akan cenderung menurun, di antaranya batu bara dan minyak kelapa sawit, seiring dengan beralihnya permintaan dunia ke produk yang lain. Adapun risiko ketidakpastian lainnya yang perlu diantisipasi antara lain perang dagang, perlambatan ekonomi China, dan tekanan normalisasi kebijakan moneter yang beralih dari AS ke kawasan Eropa.
Menggagas perguruan tinggi alternatif berbasis entrepreneurship dan ekonomi k...LSP3I
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat. Negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar di Asia Tenggara.
Latar Belakang Penyelarasan :
Kesenjangan antara jumlah lulusan dengan jumlah kebutuhan dunia kerja (Dimensi Kuantitas)
Kesenjangan kompetensi lulusan dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja (Dimensi Kualitas)
Wilayah tidak mampu menyerap lulusan dari lokasi setempat, tidak tersedia lulusan yang dibutuhkan di suatu wilayah (Dimensi Lokasi)
Perubahan kondisi (ekonomi) baik lokal, nasional dan global dan lead time pendidikan (Dimensi Waktu)
Tantangan Perekonomian dan Sasaran Ekonomi Makro 2020-2024Lestari Moerdijat
Ke depan, risiko ketidakpastian masih akan mewarnai perkembangan perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia diperkirakan akan cenderung stagnan dengan tren melambat, masing-masing diproyeksikan2 sebesar 3,6 dan 3,8 persen per tahun, sepanjang tahun 2020-2024. Harga komoditas internasional ekspor utama Indonesia diperkirakan juga akan cenderung menurun, di antaranya batu bara dan minyak kelapa sawit, seiring dengan beralihnya permintaan dunia ke produk yang lain. Adapun risiko ketidakpastian lainnya yang perlu diantisipasi antara lain perang dagang, perlambatan ekonomi China, dan tekanan normalisasi kebijakan moneter yang beralih dari AS ke kawasan Eropa.
Menggagas perguruan tinggi alternatif berbasis entrepreneurship dan ekonomi k...LSP3I
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat. Negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar di Asia Tenggara.
Pendidikan Kejuruan dan Vokasi dalam Perspektif Pengembangan KarirMohamad Adriyanto
Adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan dunia kerja dengan program, kegiatan, perilaku, kebiasaan, dan sistem nilai yang dikembangkan di sekolah kejuruan dan vokasi, serta juga di perguruan tinggi.
Pelatihan manajemen talenta_berbasis_holistic_quotient._untuk_guru & penggiat...Insan Cemerlang Tujuh
Saatnya berdamai dengan diri Anda, agar tangga sukses Anda terbuka dan Anda layak naik dan ikuti gerakannya. Caranya kenallah dengan jujur talenta diri dan cintailah dia dengan segenap hati, pikiran dan daya Anda. Sudah saatnya berubah karena Anda mengerti bahwa Anda harus berubah.
Skill yang harus dimiliki Lulusan Perguruan Tinggi di era industri 4.0LSP3I
Era revolusi industri 4.0 membuka kesempatan bagi sumber daya manusia (SDM) di berbagai bidang untuk memiliki keahlian yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. Untuk itu, diperlukan kesiapan pelaksanaan program pendidikan dan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan (up-skilling) atau pembaruan keterampilan (reskilling) para peserta didik berdasarkan kebutuhan dunia kerja saat ini.
Perguruan tinggi, sudah menyadari pentingnya pendidikan soft skill untuk para mahasiswanya. Perguruan tinggi saat ini tak hanya membekali anak didiknya dengan ilmu pengetahuan dan hard skill, tetapi juga mulai melakukan pengembangan soft skill. Perguruan tinggi harus secara konsisten mendidik dan mempersiapkan anak didik mereka agar kelak dapat beradaptasi dengan dunia kerja dewasa ini melalui penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang menyelarasakan kebutuhan hardskill dan softskill kekinian, yang menjadi tuntutan dalam era revolusi industri 4.0.
Menyoal transformasi pendidikan tinggi di era 4.0LSP3I
Hakekatnya proses pendidikan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk membentuk kepribadian dan menciptakan integritas dirinya sendiri. Melalui aktivitas pendidikan itulah seseorang diharapkan dapat memperoleh kemampuan yang dibutuhkan dirinya sendiri maupun oleh masyarakat, dan negara sehingga mampu memberikan kontribusi nyata sesuai dengan kapasitas kompetensinya.
Kompetensi individual sebagai hasil belajar, diharapkan mampu menjadi modal dasar berkontribusi di masyarakat untuk melakukan perubahan yang tentu saja ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu pendidikan kita memerlukan orientasi dan arah yang jelas sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara.
Itu sebabnya dalam implementasinya pendidikan seharusnya tidak sekedar mendidik seseorang dari sisi intelektualnya, akan tetapi juga kepribadian, etika, dan estetika dari dalam potensi diri isi Pembelajar. Dengan bekal keseimbangan pribadi seperti itulah, peserta didik kita, diharapkan mampu menjadi agen perubahan (agent of change).
Namun sayangnya arah pendidikan saat ini terlihat kehilangan arah dari cita-cita para pendahulu. Pendidikan dewasa ini seperti menjadi komoditas dan dagangan saja. Institusi pendidikan (kampus) yang berorientasi pada selera pasar tak ubahnya seperti menjadi pabrik pencetak mesin mesin manusia siap kerja namun miskin inovasi.
Pendidikan kita yang hanya berorientasi pada hasil (yang dijawantahkan dengan nilai tertulis) tanpa memperhatikan prosesnya menjadikan hasil anak didik menjadi insan-insan yang hanya berorientasi pada hasil dan uang saja.
Jika menyimak secara seksama kebijakan Kemendikbud terkait kampus merdeka berpotensi membuat pendidikan tinggi kita tak menentu arah. Berangkat dari konsep lama link and match, kebijakan ini bakal membuat kampus semakin terjebak menjadi pabrik pencetak tenaga kerja untuk berbagai ragam industri.
Hukum Pareto Yang Dapat Diterapkan Dalam Kegiatan Pendidikan dan PembelajaranLSP3I
Prinsip Pareto (The Pareto principle) menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. Sebagai ilustrasi, bahwa 80% dari kesuksesan yang telah atau akan Anda peroleh merupakan hasil dari 20% usaha Anda selama ini. Artinya adalah hanya ada 20% dari tindakan dan pemikiran dalam hidup kita yang harus lebih dimaksimalkan untuk mendapatkan 80% keberhasilan.
Perubahan substansi pendidikan dan elemen pendidikan essensial zaman nowLSP3I
Perkembangan pendidikan tinggi dewasa ini, tentunya ada perubahan mendasar, unik dan menarik di kaji. Tiga perubahan mendasar, yaitu:
1. Pergeseran Orientasi
2. Industrialisasi Institusi Pendidikan
3. Degradasi Tenaga Pendidik
Elemen Pendidikan Essensial Zaman Now adalah prinsip pendidikan seumur hidup (life long education). Peserta didik harus dibekali dengan dua macam kemampuan. Di satu sisi harus memiliki kelenturan untuk menyesuaikan diri dengan angin perubahan. Di sisi lain harus memiliki akar yang kuat agar tidak mudah roboh diterjang angin.
Dua kemampuan tersebut terdiri dari empat elemen penting yaitu, Ilmu Pengetahuan, karakter, kesenian/budaya, spiritual/keagamaan, dan kreativitas.
Pentingnya perubahan pendidikan di era pengetahuanLSP3I
Para peramal masa depan (futurist) mengatakan bahwa abad 21 disebut abad pengetahuan, karena pengetahuan telah menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999).
Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya.
Era pengetahuan menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang manusia terhadap masalah-masalah sosial dan alam, cara pandang manusia terhadap dunia pendidikan atau perubahan peran orang tua/guru/dosen dalam dunia pendidikan, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Era pengetahuan telah menimbulkan perubahan yang signifikan pada tatanan lapangan kerja maupun dunia pendidikan. Era pengetahuan telah memaksa kita untuk menyesuaikan sejumlah aturan main, cara kerja, perilaku dan bahkan telah menjungkirbalikkan paradigma yang dianggap benar pada zaman sebelumnya.
Hal yang paling sesat terjadi apabila saat kini kita masih menggunakan cara lama di era yang sudah berubah. Perusahaan-perusahaan bisnis yang tercatat sebagai perusahaan kelas dunia ternyata separuhnya telah lenyap dalam tempo 10 tahun, karena mereka tidak mampu mengikuti tuntutan perubahan zaman.
Era pengetahuan telah melahirkan tatanan kehidupan baru, yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan era manual atau era mesin industri. Pengetahuan telah menjadi modal virtual (human capital) yang sangat menentukan perkembangan serta sekaligus kemajuan peradaban di jaman ini.
Dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut sangat luar biasa, antara lain diperlihatkan melalui sejumlah fenomena seperti :
Mengalirnya beragam sumber daya fisik maupun non-fisik (data, informasi, dan pengetahuan) dari satu tempat ke tempat lainnya secara bebas dan terbuka. Ini telah merubah total lingkup dunia bisnis dan dunia usaha yang selama ini terlihat mapan.
Meningkatnya kolaborasi dan kerjasama antar negara dalam proses penciptaan produk dan/atau jasa yang berdaya saing tinggi secara langsung maupun tidak langsung telah menggeser kekuatan ekonomi dunia dari "barat" menuju "timur" dari "utara" ke "selatan"
Menguatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang untuk secara total segera menerapkan agenda globalisasi yang memaksa setiap negara untuk menyerahkan nasibnya pada mekanisme ekonomi pasar bebas dan terbuka yang belum tentu mendatangkan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat.
Begitu banyak pemberitaan mengenai wabah virus corona yang menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari. Namun, pemberitaan itu justru tidak banyak memberi edukasi dan pencerahan bagaimana membangun kesadaran publik menghadapi virus corona. Justru, membuat situasi malah bikin makin panik. Hal ini tentunya menimbulkan sindrom berlebihan di tengah geliat usaha pemerintah dan masyarakat melawan Covid-19. Belum lagi munculnya informasi-informasi bohong atau berita hoaks yang menyebar melalui media sosial, tentunya dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat, yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat.
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas dosen untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan dosen lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Peran dosen seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Kampus sebagaimana Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan dosen bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama (kolaborasi) lebih utama dari pada kompetisi.
Metode pendidikan baru dalam beradaptasi dengan revolusi industri 4.0LSP3I
"Revolusi Industri 4.0 itu hanya istilah semata, yang sesungguhnya adalah tradisi berpikir manusia yang mengikuti garis linier hubungan antara pengetahuan, sains, dan teknologi yang pengaruhnya pada perubahan alam dan perubahan perilaku manusia sungguh sangat luar biasa karena terciptanya peralatan-peralatan yang digunakan untuk memudahkan manusia melakukan kegiatan-kegiatan yang sulit dan rumit."- Berbagai upaya pemerintah dan perguruan tinggi kita dalam menyambut penetrasi Revolusi Industri 4.0, yang kedatangannya diharapkan tidak sekadar disambut oleh euforia yang melenakan, tetapi merangsang kesadaran bahwa kesiapaan bangsa ini untuk menceburkan diri pada arus revolusi tersebut harus disertai dengan 'pemberian bekal' yang mumpuni agar menghindarkan diri terseret arus globalisasi yang menenggelamkan. Banyak analisa menyatakan bahwa keunggulan kompetitif (competitive adventage) sebuah bangsa di era Revolusi Industri 4.0 ini sesungguhnya mengejawantah pada kemampuan mengintegrasikan beragam sumber daya yang dimiliki agar memiliki konektivitas pada penguasaan teknologi, komunikasi, dan big data untuk menghasilkan 'smart product' dan 'smart services', dan tidak sekadar pada produktivitas kerja yang berskala besar semata. Tantangan Utama Revolusi Industri 4.0 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat mengelaborasi ilmu pengetahuan, keterampilan hidup, dan penguasaan terhadap teknologi informasi.
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kiniLSP3I
Di era pendidikan 4.0 ini, PT menghadapi tantangan yang besar. Untuk itu, diperlukan adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan lulusan yang bermutu. Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di PT, dituntut adanya peningkatan kompetensi dan profesionalisme dosen.
Profesionalisme mengisyaratkan empat kompetensi yang harus dimiliki dosen, khususnya kompetensi dosen yang terkait dengan tugas utamanya sebagai pengajar sekaligus pendidik, yaitu kompetensi bidang studi, kompetensi pemahaman tentang peserta didik, kompetensi pembelajaran yang mendidik, dan kompetensi pengembangan kepribadian dan keprofesionalan.
Strategi perguruan tinggi untuk menarik minat mahasiswa baruLSP3I
Kegiatan pemasaran perguruan tinggi tentu berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan tersebut tentu disebabkan oleh tujuan, skala, dan pelanggan yang berbeda. Perguruan tinggi, tentu bukan organisasi bisnis yang kadang lebih permisif dalam banyak hal, sehingga ada batasan-batasan bagi perguruan tinggi dalam melakukan kegiatan pemasaran. Boleh di bilang pemasaran perguruan tinggi lebih sebagai pemasaran kehumasan. SEhingga perguruan tinggi lebih banyak mengandalkan pemasaran yang porsi kehumasannya lebih besar. Sedangkan periklanan, promosi penjualan, dan penjualan peribadi, akan lebih kecil.
Perguruan tinggi sebagai organisasi non profit, seperti juga halnya organisasi bisnis juga mengharapkan keuntungan dalam melakukan kegiatannya. Tujuannya agar perguruan tinggi tinggi dapat memelihara dirinya secara ekonomi, disamping dengan begitu, cita-cita mulia perguruan tinggi yang mendidik anak bangsa menjadi insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif bisa tetap dipegang, dan tentu saja diraih.
Era kini bernama disrupsi, yang sering diposisikan sebagai suatu masalah, di lain sisi sebagai tantangan dan sekaligus solusi dalam peradaban kehidupan kekinian. Terminologi “disruptif” yang menjadi kata sifat dari era atau jaman memiliki makna konotasi negatif karena merupakan sebuah perubahan kemapanan. Disrupsi yang secara literal diterjemahkan sebagai “kekacauan” memiliki derivasi makna yang tidak lepas dari daya ledakan perubahan yang mengganggu kematangan modernisasi. Ia juga membuat kekisruhan baru melalui pola-pola menyeluruh dari aspek semua kehidupan
Sejak terbukanya kebebasan informasi dan teknologi media, pertumbuhan media massa dan media baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Media komunikasi yang telah bermetamorfosis menjadi media digital itu perkembangannya semakin beragam, lebih gampangnya direpresentasikan oleh pertumbuhan smartphone dan sejenisnya.
Dewasa ini penetrasi berbagai jenis media tersebut telah merambah ke berbagai kalangan dan komunitas di masyarakat, tanpa membedakan strata sosial dan ekonomi. Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi tentu ada beberapa konsekuensi, baik yang berkonotasi positif maupun negatif, dalam konteks ini dapat dianalogikan bahwa media masa telah mengambil bagian dari peran-peran tertentu di masyarakat. Media massa telah mempengaruhi pola pikir dan realitas kehidupan dengan ragam cara.
Realitas atau kenyataan, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang benar-benar ada". Dalam pengertiannya yang sempit dalam filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam sifat dan konsep tentang realitas. Tulisan ini membahas pentingnya memahami realitas objektif dan realitas media agar kita tidak terasing dan tersesatkan dengan berita media massa yang semakin masif dan menghegemoni masyarakat kekinian.
Belajar lagi, belajar lagi ........bosan ahh.......!", gerutu sebagian mahasiswa saat disuruh belajar atau mengerjakan tugas kuliah. Biasanya mereka juga tidak langsung menurut bila disuruh, tapi berusaha menghindar dengan berbagai alasan. Tony Buzan melakukan survai. Tiga puluh tahun lamanya ia melakukan penelitian yang berkaitan dengan asosiasi seseorang terhadap kata "belajar". Waktu ditanyakan kepada responden kesan apa yang muncul dalam pikiran mereka saat mendengar kata "pendidikan" atau "belajar", jawabannya adalah "membosankan", "ujian", "tugas", "buang-buang waktu", "hukuman", tidak relevan", "tahanan", "benci dan takut".
Dapat disimpulkan bahwa belajar dan kuliah bukanlah hal yang menyenangkan bagi sebagian mahasiswa kita. Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka? Apakah karena belajar telah menjadi semacam pemaksaan dan beban sehingga keasyikan mereka menguasai keterampilan menjadi hilang?
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Dosen perlu memilih pendekatan/metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan mata kuliah. Salah satu metode yang efektif digunakan dalam pembelajaran adalah metode presentasi dan penjelasan. Metode presentasi dan penjelasan dimaksudkan untuk membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan deklaratif baru. Ada dua hasil belajar utama yang inggin dicapai melalui metode presentasi dan penjelasan yaitu membantu peserta didik mengembangkan struktur konseptual dan mengembangkan kebiasaan mendengarkan dan berpikir. Perlu dicatat bahwa metode presentasi dan penjelasan sangat tidak efektif digunakan untuk mengembangkan pengetahuan prosedural, berpikir tingkat tinggi, dan kemampuan pemecahan masalah.
Seiring perkembangan di era digital, teknologi semakin canggih, dengan mudahnya informasi diakses. Jika dulu informasi didapatkan dari media konvensional seperti koran dan televisi, kini masyarakat bisa mengaksesnya hanya dari genggaman tangan dengan menggunakan perangkat smartphone. Informasi tersebut tentunya tak hanya hiburan, tapi juga ilmu yang berguna untuk pendidikan. Peserta didik bisa belajar IPTEKS dengan cara yang lebih menyenangkan dan interaktif lewat teknologi. Tak lagi hanya duduk menyimak dosen yang mengajar di depan kelas.
Inilah menjadi tantangan pendidikan kita kekinian, bagaimana proses pembelajaran yang seharusnya di dalam dunia pendidikan di era digital saat ini berbenah. Proses pembelajaran yang konvensional atau tradisional di diubah. Pendidikan konvensional yang lebih menekankan kepada mengingat, menghapalkan, memperoleh informasi hanya dari satu arah atau mengaplikasikan prosedur sederhana yang membuat peserta didik tidak mahir dalam berpikir kritis terhadap permasalahan yang dihadapi.
Pendidikan Instan : Telisik Sisi Lain Praktek Pendidikan KekinianLSP3I
Pendidikan adalah kehidupan dan jantung peradaban sebuah bangsa karena Pendidikan adalah satu-satunya yang dapat melahirkan negara bermartabat. Jika sistem dan praketk pendidikan berjalan tidak sebagaimana mestinya, maka maka output dari pendidikan itu sendiri tidak akan menghasilkan dampak yang baik justru akan menghancurkan peradaban kehidupan itu sendiri.
Pembelajaran yang merespon era rovolusi industry 4.0 tersebut harus dijawab dengan cepat dan tepat agar tidak berkontribusi terhadap peningkatan pengangguran. Tantangan industri 4.0, ancaman pengangguran, dan bonus demografi dengan fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
Revitalisasi sistem pembelajaran meliputi, 1) kurikulum dan pendidikan karakter, 2) bahan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, 3) kewirausahaan, 4) penyelarasan.
Dunia maya; Informasi Sampah dan Alat PropagandaLSP3I
Meledaknya arus informasi di jagad media social tak pelak menghadirkan masalah, baik dalam skala kecil maupun besar. Jika menyimak konten social media Indonesia kekinian, ramai dengan konten-konten negative, bagai sampah berserakan. Ujaran kebencian, fitnah, hoax, sampai isu sara. Kontennya beragam, mulai dari konteks sosial, ekonomi, politik, sampai agama. Bentuknya pun beragam, mulai dari teks, gambar, suara maupun video.
Sedikit menggelitik mungkin ketika membaca judul tulisan ini. Mungkin judul itu yang tepat untuk memotivasi diri saya dan rekan rekan dosen untuk lebih berkreasi dalam melaksanakan aktifitas kegiatan di kampus. Saya coba menarasikan antara Kreatifitas, Piknik, dan Ngopi bareng. Masalah ini saya angkat atas realitas yang berkaitan dengan minimnya kreatifitas dalam bekeja karena kejenuhan. Rekan rekan pun pasti mengalami masa kejenuhan akan berbagai aktifitas dan kegiatan di kampus.
Hukum pareto yang dapat diterapkan dalam seluruh sendi kehidupanLSP3I
Prinsip Pareto (bahasa Inggris:The Pareto principle) (juga dikenal sebagai aturan 80-20) menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. Sebagai ilustrasi, bahwa 80% dari kesuksesan yang telah atau akan Anda peroleh merupakan hasil dari 20% usaha Anda selama ini. Artinya adalah hanya ada 20% dari tindakan dan pemikiran dalam hidup kita yang harus lebih dimaksimalkan untuk mendapatkan 80% keberhasilan. Ada 20% dari waktu dalam hidup kita yang harus lebih dimaksimalkan, karena dari 20% waktu itulah tersembunyi 80% kesuksesan dalam hidup kita.
Secara sederhana, Hukum Pareto mengajak kita untuk lebih mempertajam intuisi dan mencari 20% usaha tersebut. Bayangkan efektifitas waktu, tenaga, fikiran yang bisa kita peroleh jika kita berhasil menemukan 20% sebab tersebut. Kemudian kita bisa memaksimalkannya untuk mencapai 80% kesuksesan dalam hidup kita.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Membangun relevansi dunia pendidikan dan dunia kerja
1. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 1
Membangun Relevansi
Dunia Pendidikan dan
Dunia Kerja Yusrin Ahmad Tosepu
LSP3I @Maret 2020
Special Interest Articles:
Salah satu masalah penting
dalam upaya meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia
(SDM) adalah keterkaitan antara
dunia pendidikan dan dunia kerja.
Dunia pendidikan belum mampu
menjembatani kebutuhan dunia
kerja terkini secara komprehensif.
Hal ini pula menjadi penyebab
terjadi pengangguran intelektual.
Sejauh mana keterkaitan
pendidikan dengan dunia kerja?
Untuk menjawab pertanyaan ini,
ada 2 hal yang menjadi
tantangan perguruan tinggi
sekarang ini dalam hubungannya
dengan dunia kerja, adalah
Kurikulum dan Pendekatan
Pengajaran.
2. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 2
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Pendidikan
sebagai dasar dalam proses pembentukan manusia menjadi hal pokok yang wajib di lakukan.
Keberhasilan suatu Negara juga selalu di ukur dengan seberapa maju tingkat pendidikannya.
Sehingga perhatian mengenai pendidikan selalu tinggi.
Akhir-akhir ini begitu banyak kritik akan mutu pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan
tinggi. Kenapa demikian, tentu saja karena masalah pengangguran intelektual yang jumlahnya
terus mengalami peningkatan. Masalah tersebut seakan menjadi pembuktian akan kebenaran
mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Asumsi pun bermunculan untuk menjawab akar permasalahan tersebut, dari buruknya
kurikulum, rendahnya kualitas dosen, dan minimnya fasilitas dan sarana pendidikan, dan
pertumbuhan kesemptana kerja yang kecil. Walaupun pada dasarnya permasalahan itu saling
keterkaitan satu sama lain. Sehingga diperlukan wawasan baru mengenai pendidikan untuk
bisa memahami permasalahan itu lebih dalam.
Tulisan ini hadir sebagai salah satu usaha pemahaman mengenai relevansi dunia pendidikan
dan dunia kerja yang diharapkan bisa menjawab permasalahan diatas. Perguruan tinggi pada
dasarnya tidak sekedar menghasilkan sarjana, tapi yang lebih penting adalah bagaimana
menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi keahlian dan keterampilan
yang dibutuhkan masyarakat modern sekarang ini.
Salah satu masalah penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM)
adalah keterkaitan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Dunia pendidikan belum mampu
menjembatani kebutuhan dunia kerja terkini secara komprehensif. Hal ini pula menjadi
penyebab terjadi pengangguran intelektual.
Banyak tamatan perguruan tinggi yang belum memperoleh lapangan kerja yang sesuai
dengan latar pendidikan. Diakui memang, mencari pekerjaan zaman sekarang tidak mudah.
Perlu kesabaran dan ketekunan mencari lowongan kerja sesuai ijazah yang dimiliki.
Pendidikan yang telah ditempuh, ijazah yang sudah dikantongi, belum menjamin seseorang
untuk langsung diterima di dunia kerja. Para lulusan perguruan tinggi dengan berbagai disiplin
ilmu, kesulitan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan ijazah dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki.
3. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 3
Dunia kerja tidak hanya masalah keterbatasan lapangan pekerjaan, tapi juga mensyaratkan
adanya keterampilan dan keahlian tertentu, pengalaman kerja, dan lain sebagainya.
Sementara ijazah hanyalah sekadar pelengkap persyaratan administratif. Artinya, dunia kerja
cenderung mengutamakan keterampilan, keahlian dan pengalaman kerja ketimbang ijazah.
Syukur, bila semuanya dimiliki oleh seseorang sehingga memiliki peluang untuk diterima di
dunia kerja.
Pendidikan, kemampuan, pengetahuan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki
setiap orang untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak di zaman yang serba sulit ini.
Mengapa dikatakan demikian? Kita tentu sudah bisa menjawabnya, apa hal pertama yang
dilihat bila kita ingin mengajukan surat lamaran perkerjaan? Apa yang kita butuhkan ketika
ingin memulai suatu bisnis atau usaha? Tentu saja pendidikan, kemampuan, wawasan dan
pengetahuanlah yang kita butuhkan.
Seperti yang kita ketahui bahwa hasil dari pendidikan tentunya akan mencetak sumber daya
manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan pendidikan
merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Umumnya, orang berharap setelah
menyelesaikan pendidikan adalah memiliki keterampilan, keahlian, dan wawasan pada satu
bidang tertentu sesuai yang dipelajarinya. Ini pula yang melatarbelakangi setiap orang
melanjutkan pendidikan dibangku perguruan tinggi agar mendapatkan pekerjaan yang layak.
Namun, untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini tidak bisa lagi hanya mengandalkan
ijazah semata, tapi disyaratkan memiliki keahlian tertentu sebagai syarat untuk menunjukkan
bahwa orang tersebut memiliki keahlian dan pengalaman. Jadi, pendidikan dan pekerjaan
adalah dua hal yang berhubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam kata ini, setidaknya pendidikan mampu mempersiapkan SDM yang mampu
menghadapi tantangan masa depan yang penuh persaingan, bukan sekadar melahirkan
sarjana. Disinilah inti dari praktek penyelenggaraan pendidikan kekinian adalah bagaimana
menyelaraskan dunia Pendidikan dan kebutuhan dunia Kerja modern. Meskipun pendidikan
tidak berorientasi langsung pada pekerjaan, tetapi kebutuhan akan penyelarasan antara dunia
pendidikan dan dunia kerja dewasa ini menjadi sangat penting.
Fenomena urgennya penyelarasan ini tidak terlepas dari kesenjangan yang jauh antara
jumlah lulusan dengan jumlah kebutuhan dunia kerja (di istilahkan dengan dimensi kuantitas),
kesenjangan kompetensi lulusan dengan kompetensi yang di butuhkan dunia kerja (dimensi
kualitas), dan perubahan kondisi ekonomi baik lokal, nasional, global dan lead time pendidikan
(dimensi waktu).
4. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 4
Tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan, materi ajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan
dunia kerja, lowongan pekerjaan yang terbatas, banyaknya pekerja yang diberhentikan dari
pekerjaan (PHK) serta minimnya kemandirian pencari kerja untuk berwirausaha adalah
beberapa faktor klasik yang akhirnya melahirkan tingkat penggangguran yang masih tinggi di
Indonesia.
Era sekarang ini, perusahaan dan industri merekrut tenaga kerja berdasarkan kebutuhan
skill/keterampilan. Hal ini berdampak meningkatnya suasana kompetitif bagi calon tenaga
kerja sehingga perusahaan bisa mendapatkan tenaga kerja terbaik. Skill/keterampilan menjadi
kebutuhan utama dalam dunia kerja kekinian. Oleh karena itu membekali skill peserta didik
adalah hal yang harus menjadi kebutuhan, bukan lagi program insidental.
Selain itu, tuntutan perusahaan dan industri untuk lebih efisien dan lebih produktif adalah
tantangan tersendiri bagi calon tenaga kerja. Perusahaan dan idustri hanya akan memilih
merekrut tenaga kerja berdasarkan skill terbaik, sehingga kini tak ada batasan dari lembaga
pendidikan mana dia berasal.
Sebagai penyumbang terbesar calon tenaga kerja, perguruan tinggi mempunyai andil besar
dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu melihat kondisi
faktual dari dunia pekerjaan global sekarang ini adalah bagaimana institusi pendidikan tinggi
meyikapi tantangan dunia kerja dalam era globalisasi ini.
Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan harus selaras dengan kebutuhan dunia kerja
dan industri yang dijabarkan dalam kurikulum sebagai bagian dari sistem pendidikan, dan
sejalan dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan dunia kerja. Secara implisit kebutuhan
dunia tidak hanya tentang pekerjaan itu sendiri tetapi secara substansi dilakukan untuk
memperbaiki taraf hidup.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi pendidikan untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang sejalan dengan dunia kerja, tidak lantas menjadikan
keduanya seirama. Faktanya, masih terjadi kesenjangan antar keduanya. Lalu bagaimana
menyelaraskan keduanya ?
Relevansi Dunia Pendidikan dan Ketenagakerjaan
'The square peg in the round hole'. Ungkapan ini mungkin sangat pas untuk menggambarkan
relevansi pendidikan kita dengan dunia kerja saat ini. Relevansi itu ibarat sebuah pasak
persegi yang dimasukkan ke dalam lubang bulat. Apa yang terjadi? Pasak itu tidak pernah
akan masuk ke dalam lubang sebab bentuknya tidak sesuai.
5. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 5
Apabila kita ingin membuat pasak yang diterima lubang bulat, seharusnya kita menyesuaikan
bentuk pasak itu bulat pula. Sebaliknya apabila justru lubang itu yang persegi, kita tidak harus
membuat pasak yang bentuknya bulat.
Sayangnya 'the square peg in the round hole' inilah yang terjadi di dalam dunia pendidikan
kita. Selain kurikulum, banyak jurusan atau program keahlian yang tidak relevan dengan dunia
kerja yang membutuhkan, yang lebih memprihatinkan adalah tidak relevannya kualitas
pendidikan dengan persyaratan lapangan kerja.
Indikasi untuk melihat ketidakrelevansian antara pendidikan dan dunia kerja ini sebenarnya
dapat diketahui dengan mudah, yaitu, dengan melihat banyaknya angka pengangguran
intelektual saat ini. Apakah kita bisa sepenuhnya mengkambinghitamkan dunia kerja yang
jumlahnya tidak sebanding dengan angkatan kerja yang terus naik tiap tahun? Barangkali, itu
hanya salah satu penyebab!
Dalam kenyataannya, banyak pula lowongan atau posisi dalam perusahaan yang tidak terisi
karena tidak ada lulusan/output pendidikan yang bisa mengisinya. Kriteria dan persyaratan
yang diminta tidak ada yang bisa dipenuhi. Bukankah itu dengan nyata bisa menjadi indikasi
tidak atau kurangnya relevansi itu?
Kesenjangan jumlah pencari kerja dan lapangan kerja, perlu dilihat tiga (3) hal pokok yang
menjadi penyebabnya.
1. Pertumbuhan kesempatan kerja yang kecil
Faktor ini merupakan faktor yang paling gampang dilihat. Kesenjangan antara jumlah
lulusan dengan lapangan pekerjaan tidak sebanding. Jumlah lulusan setiap tahun kian
bertambah, sementara jumlah lowongan kerja naik tidak seberapa, bahkan cenderung
stagnan.
Solusi yang sering digembar-gemborkan adalah menciptakan lapangan kerja baru.
Pertanyaannya, bagaimana kita dapat menambah kesempatan kerja kalau iklim usaha tidak
mendukung seperti sekarang ini?
6. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 6
2. Kesenjangan antara jurusan / keahlian yang ada di dunia pendidikan dengan dunia
kerja
Bisa jadi jurusan yang dalam dua dekade yang lalu out put-nya banyak diserap pasar, kini
sudah over-flooded. Penyebabnya karena bergesernya arah dunia usaha dan
perkembangan tehnologi. Apabila keadaan ini tidak dicermati, sudah pasti kesenjangan itu
akan semakin bertambah lebar. Solusinya adalah mengurangi jurusan pendidikan yang
over-quota dan membuka jurusan baru yang lebih dibutuhkan dunia kerja.
3. Kualitas pendidikan yang rendah
Faktor ini merupakan faktor yang susah dilihat. Dunia pendidikan kita masih mengutamakan
bukti formal berupa lembaran ijazah. Kompetensi diwakili dengan selembar sertifikat.
Sayangnya kompetensi itu sering tidak terwakili di situ. Bagaimana mungkin seorang yang
memegang ijazah teknik perkapalan memiliki kompetensi tentang mesin kapal kalau
kampusnya saja jauh dari pelabuhan dan ia sendiri belum pernah melihat fisik mesin itu
sendiri. Sangat diragukan bila output pendidikan yang demikian dapat mengisi kebutuhan
kerja yang memerlukan kompetensi tehnis mesin kapal.
Akibat kesenjangan pendidikan dengan dunia kerja menyebabkan lebih banyak orang yang
bekerja 'menyimpang' dari disiplin ilmu yang dipelajarinya. Banyak yang menggunakan
kesempatan ini sebagai 'batu loncatan', ada pula yang menekuni pekerjaan ini sampai
pensiun.
Dari mana memulainya?
Sebuah pasak yang tidak sesuai dengan lobangnya tidak ubahnya sepotong kayu ranting
yang sedikit faedahnya. Namun pasak kecil yang tepat bentuk dan ukurannya akan dapat
menyatukan potongan-potongan kayu yang membentuk sebuah kursi atau meja.
Demikian halnya dengan pendidikan kita. Agar pendidikan dapat memiliki peran utuk
membentuk sumber daya manusia masa depan bangsa ini, pendidikan harus diselaraskan
dengan kebutuhan pembangunan fisik dan pembangunan manusia seutuhnya. Pendidikan
harus diupayakan agar menghasilkan output yang bertakwa, berpengetahuan, berketrampilan,
dan bersikap unggul.
Maka dunia pendidikan dan dunia kerja harus relevan karena tuntutan zaman yang semakin
berkembang. Kondisi dunia kerja kekinian menuntut kebutuhan akan skill yang terbaik,
kreativitas dan inovasi, serta efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
7. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 7
Kebutuhan tersebut bukan berarti tujuan pendidikan kita harus merujuk pada permintaan
pasar. Tetapi sesuai dengan misi pendidikan bahwa profesionalitas dari lembaga pendidikan
yang menghasilkan lulusan-lulusan harus mengacu pada standar nasional dan global.
Keselarasan tersebut timbul tatkala adanya sinergitas yang terjaga antar keduanya.
Sinergi keduanya muncul tatkala masing-masing berperan sesuai dengan tupoksinya. Tugas
utama dunia pendidikan yaitu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kepribadian dan keterampilan yang bermanfaat bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara.
Sehingga dengan itu, dunia pendidikan bukanlah mesin cetak yang siap memasok para
lulusannya sesuai dengan keinginan lapangan kerja.
Tetapi dunia pendidikan dituntut untuk menyiapkan relevansi sumber daya manusia yang
diperlukan oleh masyarakat modern. Hal ini berimplikasi dunia pendidikan khususnya
perguruan tinggi harus merespon dengan cepat terhadap perubahan ataupun tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi maupun perkembangan dunia kerja yang
semakin dinamis.
Pemerintah, penyelenggara pendidikan harus bersedia duduk bersama dengan dunia usaha
untuk merancang sebuah sistem pendidikan yang dapat mengakomodasi berbagai
kepentingan. Sistem pendidikan perlu disusun dalam kerangka berbasis pada pengembangan
kompetensi peserta didik, dengan tanpa mengesampingkan kepentingan dunia usaha yang
akan menerima output-nya.
Tantangan yang dihadapi perguruan tinggi sekarang ini dalam hubungannya dengan dunia
kerja, sebagai berikut :
1. Kurikulum
Kurikulum pendidikan harus mampu „membaca zaman‟ dengan tepat. Saat ini, terjadi
perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains (Ipteks) serta perubahan dunia
kerja secara global, hal ini menuntut dunia pendidikan untuk mampu menyelaraskan
perkambangan dan perubahan tersebut. Kurikulum pendidikan harus bisa mengantisipasi
tuntutan global sehingga sifatnya harus “outward bound” tidak lagi “inward bound”.
Dengan demikian output pendidikan akan mempunyai daya saing tinggi.
Kemitraan institusi pendidikan dengan dunia kerja adalah hal yang sangat penting, bahkan
peran serta dunia kerja dan industri bukan hanya pada stakeholders, namun bagian
mutlak dalam sistem pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, keterlibatan dunia kerja
untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan adalah hal yang mutlak.
8. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 8
2. Pendekatan Pengajaran
Kemitraan institusi pendidikan dan pihak dunia kerja/industri tidak hanya sekedar
membina jaringan semata, namun melibatkan mereka dalam proses pengajaran di kelas.
Di beberapa negara seperti Inggris, Irlandia dan Spanyol, mereka memainkan peran yang
lebih aktif dalam menggandeng komunitas bisnis lokal serta alumni.
Mereka melibatkan para pengusaha sukses dan berbicara di depan para mahasiswa
tentang pendidikan kewirausahaan. Hal ini bertujuan untuk menggabungkan antara
pengalaman di dunia kerja serta pelibatan mereka dalam berbagai proyek.
Prinsip seperti ini disebut “link and match”. Prinsip yang diturunkan dalam berbagai
kebijakan ini menuntut adanya keselarasan antara penyiapan tenaga kerja yang dihasilkan
lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Dengan melibatkan pihak dunia kerja
dalam proses pengajaran, diharapkan akan terjadi peningkatan keselarasan sehingga
terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Namun demikian yang terjadi
saat ini masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
Jadi, sinergisasi dunia pendidikan dan dunia kerja diharapkan dapat menghasilkan
kualitas lulusan yang dapat memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan dunia
kerja. Tujuan akhir dari sinergisasi ini adalah tercipta paradigma “The right man on the
right place”, memperkaya lapangan pekerjaan dan sekaligus memperkecil angka
penggangguran.
Beberapa langkah yang dapat di lakukan perguruan tinggi untuk membangun relevansi
pendidikan dan dunia kerja itu adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan Proyeksi Kebutuhan
Pekerjaan pertama yang harus di lakukan untuk menyelaraskan dunia pendidikan dan
dunia kerja adalah membangun data proyeksi kebutuhan antara kompetensi yang
dibutuhkan dunia kerja dengan prediksi jumlah lulusan. Dengan sistem proyeksi ini di
harapkan terdapat data yang mumpuni untuk memberikan prediksi tentang jurusan apa
yang paling dibutuhkan oleh dunia kerja dalam 5 atau 10 tahun ke depan.
2. Kurikulum Berbasis Kompetensi sesuai Kebutuhan Dunia Kerja
Kurikulum merupakan kata kunci dalam penyelarasan dunia pendidikan dan dunia kerja. Di
sini juga di perlukan adanya penetapan standar kompetensi lulusan yang disesuaikan
9. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 9
dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Merevisi kurikulum menjadi berbasis
kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia usaha/pasar kerja merupakan kemutlakan
yang harus segera dilakukan oleh instusi/lembaga pendidikan.
Tetapi perlu terus di ingatkan bahwa sebagus apapun kurikulum, pada muaranya akan
kembali kepada ketersediaan sarana, fasilitas pendidikan dan tentunya di tunjnag tenaga
pengajar (dosen) sebagai tokoh sentral untuk menentukan metode yang tepat dalam
pembelajarannya. Kurikulum tidak bisa bicara, dosenlah yang berbicara.
3. Membangun “Culture of Doing”
Pekerjaan lanjutan untuk menyelaraskan dunia pendidikan dan dunia kerja adalah
mengatur keseimbangan antara pembelajaran akademik (teori) dan pembelajaran
keterampilan (praktek) untuk mendapatkan kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan ini
berpengaruh pada link and match dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Berpikir kritis, kreatif, membuat keputusan, menyelesaikan masalah dan belajar dengan
cepat adalah kompetensi yang diperlukan dunia kerja kekinian dan harus dimiliki lulusan.
Untuk itu pendidikan harus di fokuskan untuk melakukan hal-hal yang berguna.
Untuk mendapatkan pendidikan yang berfokus pada hal-hal yang berguna, maka kita perlu
membangun culture of doing. Culture of doing merangsang peserta didik untuk merubah
pola pikir dari budaya “mengetahui” menjadi budaya “melakukan”. Hal ini karena meskipun
secara akademik, peserta didik menguasi materi pembelajaran, tetapi mereka sering
mengeluh merasa tidak ada hubungan antara apa yang mereka pelajari dengan dunia
nyata.
Dalam culture of doing, peserta didik didorong untuk terlibat dengan dunia nyata,
menganalisis segala sesuatu yang terjadi dan menghubungkan dengan pembelajaran yang
telah mereka terima. Premis utama culture of doing adalah bahwa peserta didik harus
terlibat pembelajaran baik melalui penekanan pada upaya kolaboratif, berbasis proyek
tugas, dan atau melalui fokus non-akademik.
Langkah-langkah menuju pelaksanaan culture of doing adalah dengan memulai dari kelas
mereka sendiri, seperti memperkenalkan “tugas-tugas yang bermakna dalam kehidupan
sehari hari” ke dalam kelas. Sebagai contoh culture of doing adalah dalam pelajaran digital
bisnis, peserta didik dapat mempelajari konsep jual beli online dengan langsung
mempraktekannya dan berusaha mendapatkan laba/keuntungan. Dan di setiap akhir pekan
peserta didik dapat di ajak untuk mengunjungi sentra-sentra bisnis lokal.
10. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 10
Dengan terbentuknya culture of doing, maka pola, metode dan praktek pendidikan akan
menghasilkan peserta didik yang siap menghadapi tantangan dunia nyata sekaligus
beradaptasi langsung dengan dunia kerja.
4. Membangun Keterampilan Kewirausahaan berbasis Muatan Lokal
Penyelarasan dunia pendidikan dan dunia kerja harus mampu melatih lulusan untuk dapat
mandiri menjadi wirausaha yang membuka lapangan kerja bagi dirinya maupun orang lain.
Penyelarasan ini bersifat mendesak karena kenyataan di masyarakat menunjukkan makin
tinggi pendidikan seseorang, makin rendah kemandirian terutama untuk berwirausaha.
Pelatihan kewirausahaan merupakan langkah untuk membangun kemandirian itu.
Kewirausahaan bukan hanya bakat bawaan sejak lahir atau bersifat praktek lapangan.
Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan seseorang
dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui proses pendidikan. dan kewirausahaan
dapat menciptakkan kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda.
Pelatihan kewirausahaan seyogyanya di arahkan kepada kewirausahaan yang berbasis
potensi daerah, untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengenal dan
mengembangkan potensi daerahnya masing-masing. Potensi lokal yang dimiliki oleh setiap
daerah tentu berbeda, baik dari kekayaan alam, laut, atau hutan, yang secara keseluruhan
memiliki keunggulan.
Pelatihan kewirausahaan berbasis muatan/potensi lokal bisa menjadi salah satu solusi
untuk mendorong jiwa kewirausahaan peserta didik dan juga dapat menjadi bekal lulusan
dalam menghadapi dunia pasar bebas.
5. Membangun Kemitraan
Pola kemitraan antara dunia pendidikan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) dan
dunia usaha/kerja harus terus di bangun. Untuk itu perlu dukungan pemerintah dan
perusahaan untuk memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk belajar
secara langsung di dunia kerja dengan sistem magang/prakerin/praktek kerja lapangan
(PKL/KKN) untuk membuat mereka siap memasuki dunia kerja.
Dalam membangun kemitraan ini, perguruan tinggi harus memberikan pemagangan kepada
peserta didik yang berorientasi pada mempersiapkan peserta didik siap kerja. Ini mungkin
tidak terlepas dari hal mendasar dalam kemitraan yaitu waktu. Jadi porsi waktu magang
11. Membangun Relevansi Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja @YusrinAhmadTosepu | 11
harus besar agar peserta didik dapat menyerap ilmu dari luar sekaligus dapat menerapkan
pelajaran mereka secara nyata.
Jadi, saatnya dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi untuk mampu menjawab
tantangan saat ini dengan mengubah paradigma dan orientasi pendidikan yang mengarah
pada upaya mempersiapkan lulusannya menghadapi tantangan dunia nyata sekaligus
beradaptasi langsung dengan dunia kerja.