Dokumen tersebut membahas tentang informasi sampah dan propaganda yang marak di media sosial Indonesia. Konten negatif seperti berita bohong, ujaran kebencian, dan isu SARA digunakan oleh beberapa pihak untuk memengaruhi pengguna media sosial. Influencer dan akun palsu juga turut memperparah masalah ini dengan menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.
Buku ini bermanfaat dan menjadi awal untuk menyusun strategi, melakukan evaluasi, meningkatkan kinerja parpol, politisi dan lembaga politik lainnya dalam membangun komunikasi politik di era media baru. Menyampaikan konten konten informasi politik secara efektif dan efisien. Membangun komunikasi partisipatoris dengan publik dan seluruh pihak yang berkepentingan. Dengan spirit Membangun Kualitas Politik dan Demokrasi yang lebih baik, maka akan mendorong bangsa kita kepada kemajuan dan daya saing bangsa ini dimasa mendatang. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang membantu mewujudkan buku ini hadir. Tentunya buku ini akan berarti apabila dibaca, dipahami, diaplikasikan dan terus disempurnakan.
Buku ini bermanfaat dan menjadi awal untuk menyusun strategi, melakukan evaluasi, meningkatkan kinerja parpol, politisi dan lembaga politik lainnya dalam membangun komunikasi politik di era media baru. Menyampaikan konten konten informasi politik secara efektif dan efisien. Membangun komunikasi partisipatoris dengan publik dan seluruh pihak yang berkepentingan. Dengan spirit Membangun Kualitas Politik dan Demokrasi yang lebih baik, maka akan mendorong bangsa kita kepada kemajuan dan daya saing bangsa ini dimasa mendatang. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang membantu mewujudkan buku ini hadir. Tentunya buku ini akan berarti apabila dibaca, dipahami, diaplikasikan dan terus disempurnakan.
Media merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan antara partai politik dengan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan sifat media yang dapat mengangkat informasi secara massif dan dapat menjangkau publik. Pesan-pesan politik melalui media sangat mempengaruhi perilaku politik dalam lingkungan masyarakat. Pentingnya perilaku politik dalam menunjang keberhasilan pembangunan politik yang lebih baik. Hal ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat bahwa demokrasi dapat dipertahankan karena terdapat partisipasi masyarakat dalam urusan kewarganegaraan.
Sejak terbukanya kebebasan informasi dan teknologi media, pertumbuhan media massa dan media baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Media komunikasi yang telah bermetamorfosis menjadi media digital itu perkembangannya semakin beragam, lebih gampangnya direpresentasikan oleh pertumbuhan smartphone dan sejenisnya.
Dewasa ini penetrasi berbagai jenis media tersebut telah merambah ke berbagai kalangan dan komunitas di masyarakat, tanpa membedakan strata sosial dan ekonomi. Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi tentu ada beberapa konsekuensi, baik yang berkonotasi positif maupun negatif, dalam konteks ini dapat dianalogikan bahwa media masa telah mengambil bagian dari peran-peran tertentu di masyarakat. Media massa telah mempengaruhi pola pikir dan realitas kehidupan dengan ragam cara.
Realitas atau kenyataan, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang benar-benar ada". Dalam pengertiannya yang sempit dalam filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam sifat dan konsep tentang realitas. Tulisan ini membahas pentingnya memahami realitas objektif dan realitas media agar kita tidak terasing dan tersesatkan dengan berita media massa yang semakin masif dan menghegemoni masyarakat kekinian.
Jurnalisme politik yang partisan seperti di era dekade 50-an terulang kembali di Indonesia tahun-tahun belakangan. Yang menggelisahkan, sikap partisan media kepada pemiliknya sendiri dilakukan dengan vulgar dan tidak tahu malu. Masyarakat, sekali lagi, diombang-ambingkan oleh berita-berita partisan yang berpihak dan kerap mengabarkan informasi yang tidak jelas. Tulisan ini mengelaborasi kondisi jurnalisme politik di Indonesia saat ini dengan mengambil contoh dalam pemilihan umum 2014.
Media merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan antara partai politik dengan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan sifat media yang dapat mengangkat informasi secara massif dan dapat menjangkau publik. Pesan-pesan politik melalui media sangat mempengaruhi perilaku politik dalam lingkungan masyarakat. Pentingnya perilaku politik dalam menunjang keberhasilan pembangunan politik yang lebih baik. Hal ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat bahwa demokrasi dapat dipertahankan karena terdapat partisipasi masyarakat dalam urusan kewarganegaraan.
Sejak terbukanya kebebasan informasi dan teknologi media, pertumbuhan media massa dan media baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Media komunikasi yang telah bermetamorfosis menjadi media digital itu perkembangannya semakin beragam, lebih gampangnya direpresentasikan oleh pertumbuhan smartphone dan sejenisnya.
Dewasa ini penetrasi berbagai jenis media tersebut telah merambah ke berbagai kalangan dan komunitas di masyarakat, tanpa membedakan strata sosial dan ekonomi. Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi tentu ada beberapa konsekuensi, baik yang berkonotasi positif maupun negatif, dalam konteks ini dapat dianalogikan bahwa media masa telah mengambil bagian dari peran-peran tertentu di masyarakat. Media massa telah mempengaruhi pola pikir dan realitas kehidupan dengan ragam cara.
Realitas atau kenyataan, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang benar-benar ada". Dalam pengertiannya yang sempit dalam filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam sifat dan konsep tentang realitas. Tulisan ini membahas pentingnya memahami realitas objektif dan realitas media agar kita tidak terasing dan tersesatkan dengan berita media massa yang semakin masif dan menghegemoni masyarakat kekinian.
Jurnalisme politik yang partisan seperti di era dekade 50-an terulang kembali di Indonesia tahun-tahun belakangan. Yang menggelisahkan, sikap partisan media kepada pemiliknya sendiri dilakukan dengan vulgar dan tidak tahu malu. Masyarakat, sekali lagi, diombang-ambingkan oleh berita-berita partisan yang berpihak dan kerap mengabarkan informasi yang tidak jelas. Tulisan ini mengelaborasi kondisi jurnalisme politik di Indonesia saat ini dengan mengambil contoh dalam pemilihan umum 2014.
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)Lusianai Waode
Mengkaji tentang Isu politik di Media sosial; bagaimana konten media sosial dikontruksi, konsumen media, isu politik, cerdas bermedia, dimuat pada prosiding seminar nasional Fisip tahun 2017
Begitu banyak pemberitaan mengenai wabah virus corona yang menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari. Namun, pemberitaan itu justru tidak banyak memberi edukasi dan pencerahan bagaimana membangun kesadaran publik menghadapi virus corona. Justru, membuat situasi malah bikin makin panik. Hal ini tentunya menimbulkan sindrom berlebihan di tengah geliat usaha pemerintah dan masyarakat melawan Covid-19. Belum lagi munculnya informasi-informasi bohong atau berita hoaks yang menyebar melalui media sosial, tentunya dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat, yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat.
JURNAL PANCASILA KELOMPOK 2 MANAJEMEN FEB UNS 2017 DI PUBLIKASIKAN DI https://pancasilamanajemena.com JIKA ANDA MENGINKAN SALINAN DARI FILE INI SILAHKAN KUNJUNGI WEBSITE KAMI DI https://pancasilamanajemena.com
KELOMPOK 1: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-1
KELOMPOK 2: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-2
KELOMPOK 3: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-3
KELOMPOK 4: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-4
KELOMPOK 5: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-5
KELOMPOK 6: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-6
KELOMPOK 7: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-7
Similar to Dunia maya; Informasi Sampah dan Alat Propaganda (20)
Hukum Pareto Yang Dapat Diterapkan Dalam Kegiatan Pendidikan dan PembelajaranLSP3I
Prinsip Pareto (The Pareto principle) menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. Sebagai ilustrasi, bahwa 80% dari kesuksesan yang telah atau akan Anda peroleh merupakan hasil dari 20% usaha Anda selama ini. Artinya adalah hanya ada 20% dari tindakan dan pemikiran dalam hidup kita yang harus lebih dimaksimalkan untuk mendapatkan 80% keberhasilan.
Perubahan substansi pendidikan dan elemen pendidikan essensial zaman nowLSP3I
Perkembangan pendidikan tinggi dewasa ini, tentunya ada perubahan mendasar, unik dan menarik di kaji. Tiga perubahan mendasar, yaitu:
1. Pergeseran Orientasi
2. Industrialisasi Institusi Pendidikan
3. Degradasi Tenaga Pendidik
Elemen Pendidikan Essensial Zaman Now adalah prinsip pendidikan seumur hidup (life long education). Peserta didik harus dibekali dengan dua macam kemampuan. Di satu sisi harus memiliki kelenturan untuk menyesuaikan diri dengan angin perubahan. Di sisi lain harus memiliki akar yang kuat agar tidak mudah roboh diterjang angin.
Dua kemampuan tersebut terdiri dari empat elemen penting yaitu, Ilmu Pengetahuan, karakter, kesenian/budaya, spiritual/keagamaan, dan kreativitas.
Menyoal transformasi pendidikan tinggi di era 4.0LSP3I
Hakekatnya proses pendidikan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk membentuk kepribadian dan menciptakan integritas dirinya sendiri. Melalui aktivitas pendidikan itulah seseorang diharapkan dapat memperoleh kemampuan yang dibutuhkan dirinya sendiri maupun oleh masyarakat, dan negara sehingga mampu memberikan kontribusi nyata sesuai dengan kapasitas kompetensinya.
Kompetensi individual sebagai hasil belajar, diharapkan mampu menjadi modal dasar berkontribusi di masyarakat untuk melakukan perubahan yang tentu saja ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu pendidikan kita memerlukan orientasi dan arah yang jelas sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara.
Itu sebabnya dalam implementasinya pendidikan seharusnya tidak sekedar mendidik seseorang dari sisi intelektualnya, akan tetapi juga kepribadian, etika, dan estetika dari dalam potensi diri isi Pembelajar. Dengan bekal keseimbangan pribadi seperti itulah, peserta didik kita, diharapkan mampu menjadi agen perubahan (agent of change).
Namun sayangnya arah pendidikan saat ini terlihat kehilangan arah dari cita-cita para pendahulu. Pendidikan dewasa ini seperti menjadi komoditas dan dagangan saja. Institusi pendidikan (kampus) yang berorientasi pada selera pasar tak ubahnya seperti menjadi pabrik pencetak mesin mesin manusia siap kerja namun miskin inovasi.
Pendidikan kita yang hanya berorientasi pada hasil (yang dijawantahkan dengan nilai tertulis) tanpa memperhatikan prosesnya menjadikan hasil anak didik menjadi insan-insan yang hanya berorientasi pada hasil dan uang saja.
Jika menyimak secara seksama kebijakan Kemendikbud terkait kampus merdeka berpotensi membuat pendidikan tinggi kita tak menentu arah. Berangkat dari konsep lama link and match, kebijakan ini bakal membuat kampus semakin terjebak menjadi pabrik pencetak tenaga kerja untuk berbagai ragam industri.
Membangun relevansi dunia pendidikan dan dunia kerjaLSP3I
Salah satu masalah penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) adalah keterkaitan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
Dunia pendidikan belum mampu menjembatani kebutuhan dunia kerja terkini secara komprehensif. Hal ini pula menjadi penyebab terjadi pengangguran intelektual.
Sejauh mana keterkaitan pendidikan dengan dunia kerja? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 2 hal yang menjadi tantangan perguruan tinggi sekarang ini dalam hubungannya dengan dunia kerja, adalah Kurikulum dan Pendekatan Pengajaran.
Pentingnya perubahan pendidikan di era pengetahuanLSP3I
Para peramal masa depan (futurist) mengatakan bahwa abad 21 disebut abad pengetahuan, karena pengetahuan telah menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999).
Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya.
Era pengetahuan menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang manusia terhadap masalah-masalah sosial dan alam, cara pandang manusia terhadap dunia pendidikan atau perubahan peran orang tua/guru/dosen dalam dunia pendidikan, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Era pengetahuan telah menimbulkan perubahan yang signifikan pada tatanan lapangan kerja maupun dunia pendidikan. Era pengetahuan telah memaksa kita untuk menyesuaikan sejumlah aturan main, cara kerja, perilaku dan bahkan telah menjungkirbalikkan paradigma yang dianggap benar pada zaman sebelumnya.
Hal yang paling sesat terjadi apabila saat kini kita masih menggunakan cara lama di era yang sudah berubah. Perusahaan-perusahaan bisnis yang tercatat sebagai perusahaan kelas dunia ternyata separuhnya telah lenyap dalam tempo 10 tahun, karena mereka tidak mampu mengikuti tuntutan perubahan zaman.
Era pengetahuan telah melahirkan tatanan kehidupan baru, yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan era manual atau era mesin industri. Pengetahuan telah menjadi modal virtual (human capital) yang sangat menentukan perkembangan serta sekaligus kemajuan peradaban di jaman ini.
Dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut sangat luar biasa, antara lain diperlihatkan melalui sejumlah fenomena seperti :
Mengalirnya beragam sumber daya fisik maupun non-fisik (data, informasi, dan pengetahuan) dari satu tempat ke tempat lainnya secara bebas dan terbuka. Ini telah merubah total lingkup dunia bisnis dan dunia usaha yang selama ini terlihat mapan.
Meningkatnya kolaborasi dan kerjasama antar negara dalam proses penciptaan produk dan/atau jasa yang berdaya saing tinggi secara langsung maupun tidak langsung telah menggeser kekuatan ekonomi dunia dari "barat" menuju "timur" dari "utara" ke "selatan"
Menguatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang untuk secara total segera menerapkan agenda globalisasi yang memaksa setiap negara untuk menyerahkan nasibnya pada mekanisme ekonomi pasar bebas dan terbuka yang belum tentu mendatangkan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat.
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas dosen untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan dosen lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Peran dosen seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Kampus sebagaimana Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan dosen bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama (kolaborasi) lebih utama dari pada kompetisi.
Metode pendidikan baru dalam beradaptasi dengan revolusi industri 4.0LSP3I
"Revolusi Industri 4.0 itu hanya istilah semata, yang sesungguhnya adalah tradisi berpikir manusia yang mengikuti garis linier hubungan antara pengetahuan, sains, dan teknologi yang pengaruhnya pada perubahan alam dan perubahan perilaku manusia sungguh sangat luar biasa karena terciptanya peralatan-peralatan yang digunakan untuk memudahkan manusia melakukan kegiatan-kegiatan yang sulit dan rumit."- Berbagai upaya pemerintah dan perguruan tinggi kita dalam menyambut penetrasi Revolusi Industri 4.0, yang kedatangannya diharapkan tidak sekadar disambut oleh euforia yang melenakan, tetapi merangsang kesadaran bahwa kesiapaan bangsa ini untuk menceburkan diri pada arus revolusi tersebut harus disertai dengan 'pemberian bekal' yang mumpuni agar menghindarkan diri terseret arus globalisasi yang menenggelamkan. Banyak analisa menyatakan bahwa keunggulan kompetitif (competitive adventage) sebuah bangsa di era Revolusi Industri 4.0 ini sesungguhnya mengejawantah pada kemampuan mengintegrasikan beragam sumber daya yang dimiliki agar memiliki konektivitas pada penguasaan teknologi, komunikasi, dan big data untuk menghasilkan 'smart product' dan 'smart services', dan tidak sekadar pada produktivitas kerja yang berskala besar semata. Tantangan Utama Revolusi Industri 4.0 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat mengelaborasi ilmu pengetahuan, keterampilan hidup, dan penguasaan terhadap teknologi informasi.
Skill yang harus dimiliki Lulusan Perguruan Tinggi di era industri 4.0LSP3I
Era revolusi industri 4.0 membuka kesempatan bagi sumber daya manusia (SDM) di berbagai bidang untuk memiliki keahlian yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. Untuk itu, diperlukan kesiapan pelaksanaan program pendidikan dan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan (up-skilling) atau pembaruan keterampilan (reskilling) para peserta didik berdasarkan kebutuhan dunia kerja saat ini.
Perguruan tinggi, sudah menyadari pentingnya pendidikan soft skill untuk para mahasiswanya. Perguruan tinggi saat ini tak hanya membekali anak didiknya dengan ilmu pengetahuan dan hard skill, tetapi juga mulai melakukan pengembangan soft skill. Perguruan tinggi harus secara konsisten mendidik dan mempersiapkan anak didik mereka agar kelak dapat beradaptasi dengan dunia kerja dewasa ini melalui penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang menyelarasakan kebutuhan hardskill dan softskill kekinian, yang menjadi tuntutan dalam era revolusi industri 4.0.
Mengenal metode dan teknik mengajar dosen masa kiniLSP3I
Di era pendidikan 4.0 ini, PT menghadapi tantangan yang besar. Untuk itu, diperlukan adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran dalam rangka menghasilkan lulusan yang bermutu. Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di PT, dituntut adanya peningkatan kompetensi dan profesionalisme dosen.
Profesionalisme mengisyaratkan empat kompetensi yang harus dimiliki dosen, khususnya kompetensi dosen yang terkait dengan tugas utamanya sebagai pengajar sekaligus pendidik, yaitu kompetensi bidang studi, kompetensi pemahaman tentang peserta didik, kompetensi pembelajaran yang mendidik, dan kompetensi pengembangan kepribadian dan keprofesionalan.
Strategi perguruan tinggi untuk menarik minat mahasiswa baruLSP3I
Kegiatan pemasaran perguruan tinggi tentu berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan tersebut tentu disebabkan oleh tujuan, skala, dan pelanggan yang berbeda. Perguruan tinggi, tentu bukan organisasi bisnis yang kadang lebih permisif dalam banyak hal, sehingga ada batasan-batasan bagi perguruan tinggi dalam melakukan kegiatan pemasaran. Boleh di bilang pemasaran perguruan tinggi lebih sebagai pemasaran kehumasan. SEhingga perguruan tinggi lebih banyak mengandalkan pemasaran yang porsi kehumasannya lebih besar. Sedangkan periklanan, promosi penjualan, dan penjualan peribadi, akan lebih kecil.
Perguruan tinggi sebagai organisasi non profit, seperti juga halnya organisasi bisnis juga mengharapkan keuntungan dalam melakukan kegiatannya. Tujuannya agar perguruan tinggi tinggi dapat memelihara dirinya secara ekonomi, disamping dengan begitu, cita-cita mulia perguruan tinggi yang mendidik anak bangsa menjadi insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif bisa tetap dipegang, dan tentu saja diraih.
Era kini bernama disrupsi, yang sering diposisikan sebagai suatu masalah, di lain sisi sebagai tantangan dan sekaligus solusi dalam peradaban kehidupan kekinian. Terminologi “disruptif” yang menjadi kata sifat dari era atau jaman memiliki makna konotasi negatif karena merupakan sebuah perubahan kemapanan. Disrupsi yang secara literal diterjemahkan sebagai “kekacauan” memiliki derivasi makna yang tidak lepas dari daya ledakan perubahan yang mengganggu kematangan modernisasi. Ia juga membuat kekisruhan baru melalui pola-pola menyeluruh dari aspek semua kehidupan
Belajar lagi, belajar lagi ........bosan ahh.......!", gerutu sebagian mahasiswa saat disuruh belajar atau mengerjakan tugas kuliah. Biasanya mereka juga tidak langsung menurut bila disuruh, tapi berusaha menghindar dengan berbagai alasan. Tony Buzan melakukan survai. Tiga puluh tahun lamanya ia melakukan penelitian yang berkaitan dengan asosiasi seseorang terhadap kata "belajar". Waktu ditanyakan kepada responden kesan apa yang muncul dalam pikiran mereka saat mendengar kata "pendidikan" atau "belajar", jawabannya adalah "membosankan", "ujian", "tugas", "buang-buang waktu", "hukuman", tidak relevan", "tahanan", "benci dan takut".
Dapat disimpulkan bahwa belajar dan kuliah bukanlah hal yang menyenangkan bagi sebagian mahasiswa kita. Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka? Apakah karena belajar telah menjadi semacam pemaksaan dan beban sehingga keasyikan mereka menguasai keterampilan menjadi hilang?
Menggagas perguruan tinggi alternatif berbasis entrepreneurship dan ekonomi k...LSP3I
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat. Negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar di Asia Tenggara.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Dosen perlu memilih pendekatan/metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan mata kuliah. Salah satu metode yang efektif digunakan dalam pembelajaran adalah metode presentasi dan penjelasan. Metode presentasi dan penjelasan dimaksudkan untuk membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan deklaratif baru. Ada dua hasil belajar utama yang inggin dicapai melalui metode presentasi dan penjelasan yaitu membantu peserta didik mengembangkan struktur konseptual dan mengembangkan kebiasaan mendengarkan dan berpikir. Perlu dicatat bahwa metode presentasi dan penjelasan sangat tidak efektif digunakan untuk mengembangkan pengetahuan prosedural, berpikir tingkat tinggi, dan kemampuan pemecahan masalah.
Seiring perkembangan di era digital, teknologi semakin canggih, dengan mudahnya informasi diakses. Jika dulu informasi didapatkan dari media konvensional seperti koran dan televisi, kini masyarakat bisa mengaksesnya hanya dari genggaman tangan dengan menggunakan perangkat smartphone. Informasi tersebut tentunya tak hanya hiburan, tapi juga ilmu yang berguna untuk pendidikan. Peserta didik bisa belajar IPTEKS dengan cara yang lebih menyenangkan dan interaktif lewat teknologi. Tak lagi hanya duduk menyimak dosen yang mengajar di depan kelas.
Inilah menjadi tantangan pendidikan kita kekinian, bagaimana proses pembelajaran yang seharusnya di dalam dunia pendidikan di era digital saat ini berbenah. Proses pembelajaran yang konvensional atau tradisional di diubah. Pendidikan konvensional yang lebih menekankan kepada mengingat, menghapalkan, memperoleh informasi hanya dari satu arah atau mengaplikasikan prosedur sederhana yang membuat peserta didik tidak mahir dalam berpikir kritis terhadap permasalahan yang dihadapi.
Pendidikan Instan : Telisik Sisi Lain Praktek Pendidikan KekinianLSP3I
Pendidikan adalah kehidupan dan jantung peradaban sebuah bangsa karena Pendidikan adalah satu-satunya yang dapat melahirkan negara bermartabat. Jika sistem dan praketk pendidikan berjalan tidak sebagaimana mestinya, maka maka output dari pendidikan itu sendiri tidak akan menghasilkan dampak yang baik justru akan menghancurkan peradaban kehidupan itu sendiri.
Pembelajaran yang merespon era rovolusi industry 4.0 tersebut harus dijawab dengan cepat dan tepat agar tidak berkontribusi terhadap peningkatan pengangguran. Tantangan industri 4.0, ancaman pengangguran, dan bonus demografi dengan fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
Revitalisasi sistem pembelajaran meliputi, 1) kurikulum dan pendidikan karakter, 2) bahan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, 3) kewirausahaan, 4) penyelarasan.
Sedikit menggelitik mungkin ketika membaca judul tulisan ini. Mungkin judul itu yang tepat untuk memotivasi diri saya dan rekan rekan dosen untuk lebih berkreasi dalam melaksanakan aktifitas kegiatan di kampus. Saya coba menarasikan antara Kreatifitas, Piknik, dan Ngopi bareng. Masalah ini saya angkat atas realitas yang berkaitan dengan minimnya kreatifitas dalam bekeja karena kejenuhan. Rekan rekan pun pasti mengalami masa kejenuhan akan berbagai aktifitas dan kegiatan di kampus.
1. Dunia Maya :Dunia Maya :
Informasi SampahInformasi Sampah
dan Alat Propagandadan Alat Propaganda
Meledaknya arus informasi di jagad media social tak
pelak menghadirkan masalah, baik dalam skala kecil
maupun besar. Jika menyimak konten social media
Indonesia kekinian, ramai dengan konten-konten
negative, bagai sampah berserakan. Ujaran
kebencian, fitnah, hoax, sampai isu sara. Kontennya
beragam, mulai dari konteks sosial, ekonomi, politik,
sampai agama. Bentuknya pun beragam, mulai dari
teks, gambar, suara maupun video
2. Dunia Maya : Informasi Sampah dan Alat Propaganda
Media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Eskalasi pengguna internet berpengaruh besar pada peningkatan jumlah pengguna
media sosial. Akan tetapi, keterikatan masyarakat terhadap media sosial ternyata
menimbulkan sebuah "kegelisahan". Kegelisahan yang dimaksud berkaitan erat dengan
munculnya sampah dunia maya yang menimbulkan sebuah masalah baru, yaitu hadirnya
sikap antisosial.
Meledaknya arus informasi yang tak mengundang perdebatan antar pengguna, baik
dalam skala kecil maupun besar. Jika menyimak konten social media Indonesia jelang
pilpres 2019, ramai dengan konten-konten negative, bagai sampah berserakan. Ujaran
kebencian, fitnah, hoax, sampai isu sara. Kontennya beragam, mulai dari konteks sosial,
ekonomi, politik, sampai agama. Bentuknya pun beragam, mulai dari teks, gambar,
suara dan video.
Menjadi persoalan karena kebiasaan masyarakat kita begitu melihat dan menerima
informasi, menganggapnya menarik dan menyebarluaskan. Padahal informasi tersebut
yang belum terverifikasi kebenarannya. Dilain sisi para buzzer, Saracen, kelompok
tertentu atapun individu tertentu sengaja memanfaatkan media sosial untuk membuat
konten negatif menyebarluaskan dengan berbagai cara bahkan menghalalkan segala
cara. Lantas mengantarkan pengguna social media kepada perdebatan-perdebatan
yang menajam. Perdebatan berbumbu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
menjadi konten paling banyak menghiasi jagad media social Indonesia yang rentan
memicu permusuhan sampai sekarang ini.
Informasi sampah
Konten negatif, kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di jagad media social
Indonesia. Konten yang tidak benar bisa anda temukan di dunia maya dengan mudah.
Pada hakikatnya, konten negatif dan berita palsu yang marak di media-media sosial saat
ini tidak berbeda dengan propaganda hitam yang disebar buat memicu perang dan
kebencian pada abad silam. Fenomena itu mengandalkan jumlah massa untuk
membumikan sebuah kebohongan. Karena semakin banyak yang percaya, semakin
nyata juga sebuah berita.
Masalah semacam ini dapat menuntun pengguna media social untuk menjadi selektif dan
kritis dalam menyimak segala sesuatu. Kecenderungan untuk melakukan chek & rechek
dapat mengajari pengguna social media (warganet) untuk lebih selektif mempercayai
segala bentuk dan jenis informasi yang diserap. Menyerap informasi sampah sama saja
dengan mengotori otak. Semakin banyak hal-hal yang tidak benar untuk dimasukkan di
dalam kepala maka semakin tinggi resiko mengalami bias pemahaman/ bias opini.
3. Para pengguna media social berlomba-lomba mempengaruhi pengguna lainnya.
Simaklah beberapa pengguna media social (influencer) yang punya follower hampir 1,5
juta di Facebook, ada banyak influencer media sosial lainnya yang berpengaruh besar
bagi pengikutnya. Tak cuma berkutat soal informasi sampah dan propaganda, para
influencer di Indonesia juga ‘jago ngoceh‘soal lain. Dari soal remeh seperti mengulas
seputar produk makanan, hingga influencer yang mendedikasikan akunnya khusus
membahas gosip terkini. Adapula influencer di wilayah religi yang ngotot
memperjuangkan pemikirannya, hingga yang semangat mempromosikan ideologi yang
diyakininya. Namun tampaknya isu politik masih jadi primadona, apalagi menjelang
pilpres 2019.
Para influencer berlomba-lomba mempengaruhi mereka yang gampang terpengaruh
dan mengandalkan informasi dari medsos. Mereka rajin membagi pandangan-
pandangan tentang beragam isu yang sedang naik daun. Jumlah ‘like' atau ‘share' di
Facebook bisa mencapai puluhan ribu, termasuk komentar yang masuk. Kadang catatan
yang mereka bagi cukup akurat dan bertanggung jawab, kala lain tak lebih dari sekadar
informasi sampah dan propaganda kosong untuk menjatuhkan mempengaruhi
pemikiran warganet atau pihak lawan. Atau mati-matian membela tokoh favorit mereka.
Mereka pun tak segan memfitnah, menghina menyebarkan ujaran kebencian, dsb.
Bagi banyak influencer tak bermutu yang mengandalkan kontroversi sebagai jualan,
sepertinya tak ada rasa enggan menyajikan informasi sampah asalkan sesuai agenda
mereka. Agar aman, sering pula mereka menambahkan tautan dari situs berita sesuai
propaganda yang ingin mereka sebarkan. Kalau ada kesalahan, dengan gampang
mereka mengelak, " saya kan hanya menyebarkan tautan dari situs berita.” Tak ada
tanggung jawab untuk benar-benar memilih berita yang layak dibagi ke pengikutnya
yang dengan naif mengamini.
Padahal mereka para influencer punya kekuatan untuk membantu pengguna medsos
memilah informasi yang berguna dan mencerdaskan. Buat non influencer yang gemar
berita sampah tapi semangat berbagi ada pula kiat pembenaran seperti "Saya dapat
informasi ini dari grup sebelah, nggak tahu juga hoax apa bukan.” Yang menakutkan,
pengguna medsos diharapkan menjadi "polisi” bagi arus informasi yang tampil di
medsos. Mereka dipaksa mampu menyaring informasi sampah dan informasi yang
berguna.
Sayangnya, terlalu banyak pengguna medsos yang malas bersusah payah memverifikasi
informasi yang disajikan influencer. Karenanya setiap pengguna medsos jangan
mengandalkan informasi dari influencer semata. Apalagi dengan gampang meng-klik
tombol "share” bahkan untuk informasi sampah yang semakin hari semakin tak masuk
akal.
4.
5. Alat Propaganda
Perkembangan penggunaan media sosial telah memainkan peranan penting dalam
peristiwa-peristiwa politik, seperti dalam pemilu maupun pilpres. Penggunaan media
sosial sebagai alat kampanye telah memberi ruang yang luas bagi setiap individu untuk
mengeksploitasi pemanfaatan media sosial dalam kepentingan politik, termasuk black
campaign atau propaganda politik.
Propaganda politik memang dimaksudkan untuk mendistorsi informasi, menciptakan
keresahan massa, dan provokatif, obituary itu telah memancing berbagai reaksi publik
serta menciptakan kegaduhan politik yang tidak perlu. Gaya propaganda seperti ini
sebetulnya bukan hal yang baru. Seringkali dalam berbagai momentum politik
bertebaran konten berita melalui jaringan media sosial. Celakanya, banyak pelaku
menggunakan akun anonim guna menghilangkan jejaknya sehingga sulit dimintai
pertanggungjawaban atas validitas informasi dan dampak yang ditimbulkannya. Agaknya
tepat jika para pelaku itu identik dengan yang pepatah katakan, 'lempar batu, sembunyi
tangan'.
Buzzer, Saracen, dan individu tertentu menggunakan media sosial untuk melakukan
propaganda, mengaduk-aduk emosi pengguna media social dengan menggalang isu
suku, ras, agama dan antargolongan (SARA). Untuk menyalurkan propaganda tersebut
mereka membuat akun media sosial misalnya Twitter, Facebook dan Instagram palsu
untuk 'berperang' melawan lawan politiknya. Mereka menyebarkan 60 hingga 120 berita
di akun palsu Twitter mereka. Sedangkan di Facebook, intensitas mereka menyebarkan
informasi pesanan mereka tak sekencang d Twitter.
Menguak desas-desus propaganda politik di media sosial yang sudah berhembus lama
selama ini, bahwa media sosial telah disesaki dengan akun partisan. Fenomena yang
menarik dari akun palsu ini adalah mereka menyebarkan propaganda menggunakan
media sosial Twitter. Platform ini memang cukup menjadi andalan penyebaran
propaganda. Sebab, platform komunikasi ini terbilang berbeda dengan platform seperti
Faceook, YouTube dan Instagram.
Trending topic atau hashtag yang diciptakan di Twitter, meski muncul selama satu hingga
dua jam saja, cukup untuk membangun narasi. Ismail mengatakan, narasi di Twitter ini
seringkali menjadi isu dan dimakan oleh media berita. Selain itu, jangkauan Twitter juga
lebih mudah untuk cepat meluas. Twitter mudah dimonitor siapa pun, dilihat dan dibaca
meski bukan teman atau follower, sehingga memudahkan beritanya sampai ke siapa pun
yang mengamatinya. Kanal lain juga dipakai, seperti Facebook, Instagram, YouTube dan
lainnya. Namun, Twitter masih jadi favorit untuk urusan propaganda politik.
Karena itu, kekritisan individu dan masyarakat sebagai pengguna media sosial menjadi
determinan dalam menentukan apakah konten tersebut dianggap kredibel dan layak
untuk dikonsumsi. Setiap individu harus mengembangkan kemampuan untuk menyeleksi
informasi yang diterima dan mengkategorisasikan informasi itu sesuai dengan
kepentingan yang lebih luas.
6. Harus diakui bahwa kemajuan teknologi yang telah menghadirkan media sosial
berkontribusi penting bagi peradaban manusia. Keberadaan media sosial akan
memberikan manfaat positif atau justru merusak masyarakat pada akhirnya tergantung
pada sikap para penggunanya. Padahal Tak terlalu sulit sebenarnya menggali sedikit
lebih dalam tentang sebuah berita atau isu yang sedang hangat. Ada banyak sumber
terpercaya yang bisa ditemukan di internet asalkan para pengguna cerdas memilah.
Dalam konteks itulah maka sikap dewasa, cerdas dan bertanggungjawab mustinya
dikembangkan agar pemanfaatan media sosial menjadi lebih konstruktif bagi
kepentingan bangsa. Selain itu, perlu semacam regulasi atau ketentuan agar para
pengguna media sosial memenuhi ketentuan registrasi yang jelas sehingga dapat
divalidasi pemilik akun. Hal ini penting mengingat Indonesia merupakan salah satu
negara terbesar pengguna media sosial dengan akun anonim terbanyak. Ketentuan
tersebut tidak untuk membatasi atau sensor aktivitas media sosial, tetapi guna melindungi
masyarakat dari paparan informasi yang menyesatkan dan dapat memecah belah
masyarakat.