Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Perumahan RakyatOswar Mungkasa
PERTEMUAN PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA PENGANGGARAN SPM DALAM DOKUMEN PERENCANAAN PEMDA BIDANG PERUMAHAN DAN PEKERJAAN UMUM
JAKARTA, 26 SEPTEMBER 2011
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Perumahan RakyatOswar Mungkasa
PERTEMUAN PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA PENGANGGARAN SPM DALAM DOKUMEN PERENCANAAN PEMDA BIDANG PERUMAHAN DAN PEKERJAAN UMUM
JAKARTA, 26 SEPTEMBER 2011
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa (2018) ini merupakan uraian lengkap dan terperinci dari keseluruhan proses kegiatan penetapan dan penegasan batas desa yang dilaksanakan oleh MCA-Indonesia pada 359 desa di 17 kabupaten selama 2015-2018.
(c) 2018, Tim Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif MCA-Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa (2018) ini merupakan uraian lengkap dan terperinci dari keseluruhan proses kegiatan penetapan dan penegasan batas desa yang dilaksanakan oleh MCA-Indonesia pada 359 desa di 17 kabupaten selama 2015-2018.
(c) 2018, Tim Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif MCA-Indonesia
Praktek Terbaik untuk Inovasi Pemenuhan Pelayanan Publik PerkotaanOswar Mungkasa
tanpa sumber penulis, disampaikan pada Seminar nasional Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN). Mewujudkan Kota Masa Depan Indonesia. Jakarta 13 Desember 2012
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangOswar Mungkasa
disampaikan oleh OSwar Mungkasa (Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas) pada Rakor BKPRD Provinsi Jawa Tengah di Semarang tanggal 12 Desember 2013
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Fitri Indra Wardhono
Ada banyak definisi mengenai pembangunan perdesaan. Dower, Michael dkk (2003) menyebutkan salah satu definisi yang paling mendekati :
Pembangunan Perdesaan adalah proses yang disengaja atas aspek : ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan, yang diharapkan akan berlangsung berkelanjutan, dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal di wilayah perdesaan.
Penekanan pada proses yang disengaja dan berkelanjutan: pembangunan perdesaan bukanlah urusan yang berumur pendek. Pembangunan perlu dilakukan selama bertahun-tahun dan dengan cara yang disengaja.
Pembangunan perdesaan bukan tentang melindungi status quo, melainkan tentang perubahan yang disengaja untuk membuat segalanya lebih baik.
Salah satu ciri kawasan perdesaan adalah bangkitnya gaya hidup wirausahawan, yang tertarik untuk mendirikan usaha pariwisata kecil (dan lainnya), membawa serta modal keuangan, jaringan kontak, pengetahuan pasar, dan ide-ide wirausaha dari kota-kota. Beberapa pengusaha baru datang sebagai pasangan atau mitra, beberapa sebagai keluarga, beberapa sebagai pasangan. Tidak semua keterampilan kewirausahaan baru ini telah menggerakkan ekonomi perdesaan.
Terdapat transisi masyarakat perdesaan tradisional dari menjadi anggota "masyarakat jarak pendek" menjadi "masyarakat terbuka," yakni dengan adanya perubahan dalam hal sistem kontrol, konflik, dan tingkat pemberdayaannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari masyarakat perdesaan yang akan semakin berkembang dan dengan permasalahan yang semakin kompleks. Pariwisata perdesaan dapat berakar pada pertanian berbasis atau agrowisata, tapi berkembang menjadi jauh lebih beragam, dan terus terdiversifikasi. Pariwisata perdesaan adalah serangkaian aktivitas niche dalam aktivitas niche yang lebih besar.
Keragaman situasi ekonomi di wilayah perdesaan telah mendorong dikembangkannya sembilan jenis situasi ekonomi perdesaan, baik yang ditemukan secara terpisah, apaupun merupakan kombinasi.
Wilayah perdesaan dapat didefinisikan sebagai daerah yang ekonominya didasarkan pada industri agraria/perhutanan tradisional, atau setidaknya ekstraksi (tetapi tidak biasanya pengolahan) sumber daya alam. Penurunan peran yang berlangsung terus-menerus dalam kepentingan relatif sektor pertanian dan pertumbuhan sektor jasa pasca-industri telah menyebabkan tumbuhnya banyak industri baru, termasuk pariwisata, di kawasan perdesaan. Lebih lanjut, di banyak daerah, baik yang berkembang secara ekonomi maupun yang kurang berkembang, kegiatan industri perdesaan skala kecil telah menjadi fenomena khas.
Masyarakat perdesaan memiliki berbagai karakteristik yang, secara kolektif, dapat menyebak mereka diidentifikasi sebagai lebih tradisional daripada masyarakat perkotaan kontemporer, tetapi banyak wilayah perdesaan berada dalam keadaan perubahan yang konstan, paling tidak dalam kaitannya dengan penyerapan, atau penolakan mereka terhadap nilai-nilai, struktur dan karakteristik sosial dan spasial perkotaan.
Ini adalah kumpulan ayat Al Qur'an yang "semoga" dapat membantu untuk meruqyah diri sendiri, atau orang lain, jika diperkirakan sumber permasalahannya berupa gangguan dari luar,khususnya yang bersikap gaib. Bangguan tersebut dapat berupa kecanduan "game online", penyakit keturunan, badan yang dirasakan "tidak nyaman", dll.
Mohon maaf saya sendiri bukan peruqyah. Saya hanya mengkristalkan pengalaman berbagai peruqyah yang pernah mengunakan ayat-ayat tertentu, yang pengalaman ini cukup bertaburan di internet untuk dapat dimanfaatkan.
Pedoman RIPPDA beserta Lampiran A, B dan C berasal dari Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, yang berhasil penulis ‘selamatkan’, dari diubah dari format cetakan menjadi format tulisan. Karena itu pada beberapa tempat masih akan didapat kesalahan akibat proses pengubahan.
Sementara Lampiran D dan seterusnya, bersumber dari pengalaman mengerjakan berbagai kegiatan pengembangan kepariwisataan. Dari pengalaman tersebut penulis memperoleh sejumlah tulisan yang cukup berharga untuk sekedar disimpan di dalam laptop. Dengan niat untuk turut menyebar luaskan ilmu terkait kepariwisataan, maka kumpulan tulisan tersebut kami hadirkan bersama buku pedoman tersebut, sebagai Lampiran D dan seterusnya.
Tulisan pada Lampiran D dan seterusnya tersebut berasal dari berbagai sumber, yang ‘sayangnya’ sebagian besar tidak tercatat dengan baik. Karena itu, penggunaannya disarankan tidak untuk dijadikan rujukan/referensi ilmiah, di mana dalam lingkungan akademis, keabsahan rujukan/referensi merupakan suatu keharusan. Tulisan ini hanyalah sekedar penambah wawasan tentang kepariwisataan, serta membuka jalan bagi pencarian lebih lanjut rujukan/referensi dari aspek yang dibahas dalam kumpulan tulisan ini. Kepada pihak-pihak yang merupakan sumber dari tulisan tersebut, yang kebetulan tidak kami catat, kami hanya dapat berharap kiranya Allah jualah yang dapat membalas amal shalih tersebut dengan pahala yang mengalir tidak putus-putus, selama ilmu tersebut masih dapat dimanfaatkan. Sedangkan beberapa pihak yang ‘kebetulan’ terekam, dan dapat kami cantumkan dalam kumpulan tulisan ini, antara lain dari UGM, selain adanya balasan dari Allah tersebut, kami juga menghaturkan banyak terima kasih.
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahFitri Indra Wardhono
Untuk menjadi peruqyah perlu dibekali ayat-ayat khusus, disamping yang umum seperti Al Fatihah, Al Baqarah, Ayat Qursy, 3 Qul. Berikut ini ditampilkan ayat-ayat tersebut, serta evaluasi kita (jika ingin menjadi peruqyah) seberapa jauh/banyak kita sudah menguasainya.
Kejawèn adalah suatu paham keagamaan campuran yang dianut orang-orang Jawa, yang merupakan ramuan di antara adat keagamaan asli Jawa yang percaya pada alam ghaib dengan pengaruh Hindu-Budha dari zaman Majapahit dan pengaruh agama Islam dari zaman Demak. Dalam perkembangannya, paham keagamaan kejawèn tersebut kadangkala lebih condong kepada Hindu-Budha, kadangkala lebih condong pada Islam, atau lebih mengutamakan kejawaannya, dan atau kemudian ada pula yang condong pada Kristen-Katolik. Kecederungan itu ada yang sifatnya sebagai pedoman hidup dan ada yang sifatnya mengejek dan mencela antara satu dengan yang lain.
Upacara pokok kejawèn adalah slametan, yaitu perjamuan kerukunan sosio-religius yang diikuti oleh para tetangga bersama dengan beberapa sanak saudara dan sahabat. Upacara ini diadakan bertepatan dengan saat-saat penting di dalam kehidupan (perkawinan, kehamilan, kelahiran anak, kematian, dll.), peristiwa-peristiwa komunal yang setiap tahun diadakan (bersih desa, pesta dusun/kampung yang setiap tahun diadakan bersama dengan upacara pembersihan atau persucian tertentu) dan segala macam kesempatan bila kesejahteraan umum dan keseimbangan digoncangkan. Pandangan religius kejawèn dipusatkan pada kesatuan hidup. Dalam ungkapan upacara-upacara simbolis, pandangan ini berpusat pada kesatuan harmonis dalam lingkungannya sendiri, entah itu keluarganya, tetangganya atau desanya. Dalam ungkapan yang mistik, agama Jawa memusatkan perhatiannya kepada hubungan langsung dan pribadi seseorang dengan “Yang Tunggal”. Kebangkitan aliran kejawèn dewasa ini tidak terlepas dari pandangannya terhadap agama-agama yang ada di Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tidak berarti bangsa Indonesia seluruhnya beragama, karena kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan monopoli pemeluk agama saja, akan tetapi hak setiap orang sekalipun tidak mengikuti agama tertentu. Pengikut aliran kejawèn adalah orang yang ber-Tuhan, akan tetapi belum tentu beragama (resmi yang diakui di Indonesia). Mereka menghayati dan menyembah Tuhan dengan caranya sendiri di luar ajaran agama dan ternyata mendapatkan apa yang mereka cari. Atas dasar hal itu, selanjutnya mereka berusaha membentuk organisasi baru dan tersendiri yang serupa dengan agama. Mereka merasa lebih cocok dengan cara penghayatan yang mereka temukan daripada cara yang diajarkan agama yang mungkin pernah mereka peluk.
Ruqyah (dengan huruf ra’ di dhammah) adalah yaitu bacaan untuk pengobatan syar’i (berdasarkan riwayat yang shahih atau sesuai ketentuan ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama) untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak diragukan lagi, bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna bagi penyakit hati dan fisik dan bagi penyakit dunia dan akhirat. Bagaimana mungkin penyakit itu mampu melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika firman-firman itu turun ke gunung makai ia akan memporakporandakan gunung gunung. Oleh karena itu tidak ada satu penyakit hati maupun penyakit fisik melainkan ada penyembuhnya.
Tata cara meruqyah adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun.
9. Mengusap yang sakit dengan tangan kanan.
10. Bagi yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang
Ruqyah adalah Seni Penyembuhan dari segala macam penyakit baik fisik, psikis, gangguan makhluk halus maupun serangan sihir yang telah diajarkan oleh Rasulullah Sholallau ‘Alaihi wassalam (Seorang Nabi Utusan Tuhan Terahir di Muka Bumi ini). Selain itu Ruqyah juga merupakan seni perlawanan, perlindungan dan pembentengan diri dari segala macam mara bahaya yang bersifat fisik, maupun psikis.
Energi Ruqyah berasal dari keberkahan dan mu’jizat bacaan ayat Suci Al Qur’an dan Doa-doa Nabi Muhammad SAW.
Agar rumah tidak seram dan angker laksana kuburan. Agar rumah tidak menjadi tempat nongkrong Iblis dan syetan, supaya rumah menjadi sarang kebaikan dan keberkahan, maka hiasilah dengan sholat-sholat sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah. Beliau bersabda, “Kerjakanlah sholat kalian di rumah, dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar).
Yang dimaksud di sini adalah sholat sunnah, sebagaimana diterangkan dalam riwayatnya yang lain, “Wahai manusia, sholatlah di rumah kalian. Karena sesungguhnya sholat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya, kecuali sholat yang wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dalam sabdanya yang lain, “Apabila seseorang telah melaksanakan sholatnya di masjid, maka hendaknya ia memberikan bagian dari sholatnya untuk rumahnya. Karena Allah akan menjadikan kebaikan di rumahnya karena sholat yang dilakukannya.” (HR. Muslim)
Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Seperti halnya manusia yang merupakan bagian dari alam, maka karya manusia yang timbul itu pada hakekatnya merupakan sebagian dari alam itu juga.
Oleh karena itu suatu karya seharusnya tidak menimbulkan disharmoni dengan alam sekitarnya maupun disharmoni dengan manusia calon pemakai itu sendiri.
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasFitri Indra Wardhono
Secara umum, buku ini memuat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang dan
pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan serta pedoman praktis yang dapat digunakan
di dalam penataan ruang kawasan-kawasan spesifik seperti perkotaan, perdesaan, wilayah
pariwisata di pesisir, dan di kawasan rawan bencana longsor.
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasFitri Indra Wardhono
Teori menyebutkan bahwa salah satu cara yang efektif dalam membangun
wilayah adalah melalui pengembangan kawasan, lebih khusus lagi melalui
pendekatan klaster. Dalam suatu klaster, berbagai kegiatan ekonomi dari para pelaku
usaha saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain menghasilkan barang
dan jasa yang unik. Bagaimana mengembangkan kegiatan usaha yang saling
mendukung itu merupakan kunci bagi pengembangan ekonomi suatu wilayah.
Buku “Penyusunan Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk
Percepatan Pembangunan Daerah” ini disusun berdasarkan penelaahan literatur
dan pengamatan lapangan. Banyak kajian telah dilakukan dan banyak buku telah
ditulis mengenai berbagai aspek pengembangan kawasan, namun yang
menggabungkan semua kajian dan buku tentang pengembangan kawasan-kawasan
itu menjadi satu masih belum ada. Buku ini dimaksudkan untuk mengisi kekurangan
itu.
Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi
Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi maupun dan khususnya tingkat
kabupaten/kota, bahkan bagi tingkat kecamatan dan desa dalam menyusun
perencanaan pengembangan kawasan di wilayahnya, baik secara individual maupun
secara terpadu. Diharapkan buku ini akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun program, kebijakan dan rencana pengembangan kawasan.
Buku ini akan terus disempurnakan agar semakin memenuhi kebutuhan
semua pihak. Untuk itu saran perbaikan dari para pembaca dan pengguna buku ini
sangat diharapkan.
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENYUSUN RDTR
1. MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAMMENYUSUN
RENCANA DETAIL TATA RUANG
dan PERATURAN ZONASI
SESUAIPERATURANPEMERINTAH NOMOR 68 TAHUN2010
DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
1
Disampaikan oleh :Disampaikan oleh :
Imam S. ErnawiImam S. Ernawi
Direktur Jenderal Penataan RuangDirektur Jenderal Penataan Ruang
Kementerian Pekerjaan UmumKementerian Pekerjaan Umum
2. Pendahuluan
Peraturan Tentang Peran Masyarakat
(PP No.68 Tahun 2010)
Proses Penyusunan RDTR
Peran Masyarakat dalam Penyusunan RDTR
Penutup
OUTLINE
2
4. DASAR HUKUM PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
4
• UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 65 :
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh
pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara
lain, melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan
ruang.
• PP No.68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
5. PP 68 Tahun 2010
• Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
• Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
• Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
nonpemerintah lain dalam penataan ruang.
• Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
• Bentuk peran masyarakat adalah kegiatan/aktivitas yang dilakukan
masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
• Tata cara pelaksanaan peran masyarakat adalah sistem, mekanisme,
dan/atau prosedur pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
5
DEFINISI
6. • RDTR adalah rencana rinci untuk rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota (UU No.26 tahun 2007 penjelasan pasal 14 ayat
3).
• RDTR dapat ditentukan menurut kawasan yang mempunyai nilai
sebagai kawasan yang perlu percepatan pembangunan,
pengendalian pembangunan, mitigasi bencana, dan lainya.
• RDTR mempunyai wilayah perencanaan mencakup sebagian
atau seluruh kawasan tertentu yang terdiri dari beberapa unit
lingkungan perencanaan, yang telah terbangunan ataupun yang
akan dibangun.
• RDTR mempunyai skala perencanaan 1: 5000 atau lebih besar
sesuai dengan kebutuhan tingkat kerincian dan peruntukan
perencanaannya.
• RDTR merupakan salah satu pedoman pembangunan daerah
yang memiliki kekuatan hukum berupa Peraturan Daerah
(Perda)
6
RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)
8. Menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat
di bidang penataan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
mendorong peran masyarakat dalam penataan ruang;
1. Menciptakan masyarakat yang ikut bertanggung jawab
dalam penataan ruang;
2. Mewujudkan pelaksanaan penataan ruang yang
transparan, efektif, akuntabel, dan berkualitas; dan
3. Meningkatkan kualitas pelayanan dan pengambilan
kebijakan bidang penataan ruang.
8
TUJUAN PENGATURAN BENTUK DAN TATA CARA
PERAN MASYARAKAT
9. 9
Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2010 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
(Berdasarkan UU No 26/2007, Pasal 65 ayat (2)
PERENCANAAN
TATA RUANG
PEMANFAATAN
RUANG
PENGENDALIAN
PEMANFAATAN
RUANG
LINGKUP PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
10. 10
PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG (PP NO.68/2010)
PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
PEMANFAATAN
RUANG
PERENCANAAN
TATA RUANG
masukan dalam
penyusunan sampai
dengan penetapan RTR
kerjasama dengan
pemerintah, pemda dan
sesama masyarakat
Masukan kebijakan
pemanfaatan ruang
Kerjasama stakehoders
Memanfaatkan ruang sesuai
dengan kearifan lokal
Peningkatan efisiensi,
efektivitas dan keserasian
dalam pemanfaatan ruang
Menjaga kepentingan Hankam
dan LH
Investasi pemanfaatan ruang
Masukan terkait arahan
peraturan zonasi, perizinan,
insentif/disinsentif dan sanksi
Memantau dan mengawasi
pelaksanaan RTR
Pelaporan kepada
instansi/pejabat berwenang
atas dugaan penyimpangan
Pengajuan keberatan terhadap
keputusan pejabat yang tidak
sesuai dengan RTR
penyampaian masukan
melalui media
komunikasi/forum
pertemuan
kerjasama dalam
perencanaan tata ruang
penyampaian masukan
kebijakan melalui media
komunikasi/forum pertemuan
kerjasama dalam pemanfaatan
tata ruang
Pemanfaatan ruang sesuai
dengan RTR
Penataan izin pemanfaatan
ruang
penyampaian masukan terkait
pengendalian pemanfaatan
ruang kepada pejabat
berwenang
Memantau dan mengawasi
pelaksanaan RTR
Melaporkan dugaan
penyimpangan
BENTUK
PERAN
MASYARAKAT
TATA CARA
PERAN
MASYARAKAT
11. • Masyarakat/kelompok masyarakat difungsikan
sebagai bagian dari BKPRD Kabupaten/Kota;
• Masyarakat memperoleh kedudukan sebagai
mitra kerja pemerintah kabupaten/kota dalam
penyusunan RDTR;
• Masyarakat memberikan input mengenai
aspirasinya berkenaan dengan rencana
pengembangan kabupaten/kota.
11
MEKANISME PELIBATAN MASYARAKAT
DALAM PENYUSUNAN RDTR (PP NO.68/2010)
13. Peraturan Zonasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari
RDTR
1
Peta Pola Ruang Berfungsi sebagai Peta Zonasi bagi Zoning Map
Wilayah Perencanaan dari RDTR disebut sebagai Bagian
Wilayah Perkotaan (BWP)
2
3
PROSES PENYUSUNAN RDTR
13
14. Muatan Peraturan Zonasi
Standar Teknis
Materi Wajib :
1. Ketentuan kegiatan dan Penggunaan Lahan
2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
3. Ketentuan Tata Bangunan
4. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
5. Ketentuan Pelaksanaan
Materi Pilihan (ada bila dibutuhkan):
6. Ketentuan Tambahan
7. Ketentuan Khusus
8. Standar Teknis
9. Ketentuan Pengaturan Zonasi
Apabila RDTR telah disahkan sebagai Perda sebelum disahkannya
Pedoman ini, maka Peraturan Zonasi ditetapkan sebagai Perda
tersendiri dan muatannya meliputi Zoning Map dan Zoning Text
Prosedur Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi dibedakan atas:
1. Prosedur penyusunan RDTR
2. Prosedur Penyusunan PZ yang berisi zoning text untuk wilayah
perencanaan (apabila RDTR dan PZ disatukan)
3. Prosedur Penyusunan PZ yang berisi zoning text dan Zoning Map
(apabila RDTR tidak disusun atau lebih dahulu ditetapkan sebagai Perda)
5
6
4
14
Lanjutan
15. MUATAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
1. Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perkotaan
(BWP)
2. Rencana Pola Ruang
3. Rencana Jaringan Prasarana
4. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan
Penanganannya
5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang
6. Peraturan Zonasi
15
16. PENYUSUNAN PERATURAN ZONASIPENYUSUNAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI PENETAPANPENETAPAN
Tahap
Pra Persiapan
Tahap
Persiapan
Tahap
Pengumpulan
Data/Informasi
Tahap Analisis dan
Perumusan Ketentuan
Teknis
Penyusunan
Raperda RDTR
dan PZ
(termasuk
persetujuan
substansi oleh
Menteri PU)
Pembahasan
dan Penetapan
Raperda
1. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah kabupaten/kota;
2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, baik itu pelaksanaan maupun
pengendaliannya;
3. Bantuan untuk merumuskan klasifikasi penggunaan lahan yang akan atau telah
dikembangkan di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;
4. Bantuan untuk merumuskan zonasi pembagian dari wilayah kabupaten/kota, misalnya
mengusulkan pembatasan lingkungan peruntukan;
5. Bantuan untuk merumuskan pengaturan tambahan, yang berhubungan dengan pemanfaatan
terbatas dan pemanfaatan bersyarat;
6. Pengajuan keberatan terhadap peraturan-peraturan yang akan dirumuskan (rancangan);
7. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan atau bantuan tenaga ahli;
8. Ketentuan lain yang sesuai dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota;
9. Dan lain-lain.
Keterlibatan
Masyarakat
ALUR PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ
16
18. Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan
tata ruang berupa :
a. Masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau
kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah
pembangunan wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. Kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
BENTUK PERAN MASYARAKAT
DALAM PERENCANAAN TATA RUANG
18
19. 1.Tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata
ruang dilaksanakan dengan cara:
a. menyampaikan masukan mengenai arah
pengembangan, potensi dan masalah, rumusan
konsepsi/rancangan rencana tata ruang melalui
media komunikasi dan/atau forum pertemuan; dan
b. kerja sama dalam perencanaan tata ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran
masyarakat dalam perencanaan tata ruang di daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri. Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ
TATA CARA PERAN MASYARAKAT
DALAM PERENCANAAN TATA RUANG
19
21. Masyarakat yang menjadi pemangku
kepentingan dalam penyusunan RDTR
meliputi:
a. orang perseorangan atau kelompok
orang;
b. organisasi masyarakat tingkat
kabupaten/kota yang sedang
melakukan penyusunan RDTR;
c. perwakilan organisasi masyarakat
kabupaten/kota yang berdekatan
secara sistemik (memiliki hubungan
interaksi langsung) dengan daerah
yang sedang disusun RDTRnya; dan
d. perwakilan organisasi masyarakat
kabupaten/kota dari daerah yang
sedang disusun RDTRnya.
PERAN MASYARAKAT DALAM
PENYUSUNAN RDTR
21
22. Hak masyarakat meliputi:
i. berperan serta dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang,
khususnya masukan terkait penyusunan RDTR;
ii. memberikan pendapat, saran, masukan dan penentuan tujuan-
tujuan arah pengendalian, pembatasan, dan kelonggaran aturan,
serta dalam penetapan RDTR;
iii.memantau dan mengawasi pelaksanaan RDTR yang telah
ditetapkan;
iv.mengajukan inisiatif untuk melakukan penyusunan dan/atau
mengevaluasi dan/atau meninjau kembali dan/atau mengubah
RDTR;
v. memberikan pendapat, saran, masukan, data/informasi dan
penentuan potensi dan masalah perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
22
HAK MASYARAKAT
23. vi. memberikan kontribusi dalam perumusan aturan-aturan dalam
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
vii.mengetahui secara terbuka produk RDTR pada setiap bagian
wilayah perkotaan yang bersangkutan;
viii.melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar RDTR yang telah
ditetapkan;
ix. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai
dengan RDTR;
x. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan;
dan
xi. mengetahui dan memberi masukan terhadap ketentuan dan
kebijakan lain yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota
yang bersangkutan. 23
……(Lanjutan)
24. Kewajiban masyarakat meliputi:
i. memelihara kualitas pemanfaatan ruang;
ii. mendudukkan kepentingan publik/umum lebih tinggi
dari pada kepentingan pribadi atau kelompok;
iii.memberikan informasi, data, keterangan hanya yang
benar, jelas dan jujur dalam setiap tahapan proses
penyusunan RDTR
iv.berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses
penyusunan RDTR
24
KEWAJIBAN MASYARAKAT
25. Jenis peran masyarakat meliputi:
i. pemberian masukan dalam penentuan arah
pengembangan wilayah kabupaten/kota;
ii. pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah
pembangunan, baik itu pelaksanaan maupun
pengendaliannya;
iii.bantuan untuk merumuskan klasifikasi penggunaan
lahan yang akan atau telah dikembangkan di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan;
iv.bantuan untuk merumuskan zonasi pembagian dari
wilayah kabupaten/kota, misalnya mengusulkan
pembatasan lingkungan peruntukan;
25
JENIS PERAN SERTA MASYARAKAT
26. v. bantuan untuk merumuskan pengaturan tambahan, yang
berhubungan dengan pemanfaatan terbatas dan
pemanfaatan bersyarat;
vi. pengajuan keberatan terhadap peraturan-peraturan yang
akan dirumuskan (rancangan);
vii. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan atau
bantuan tenaga ahli; dan
viii.ketentuan lain sesuai dengan kebijakan pemerintah
kabupaten/kota.
26
……(Lanjutan)
27. Pelibatan peran mayarakat dalam penyusunan
RDTR dilakukan pada tahapan:
1. Pada tahap persiapan, pemerintah telah
melibatkan masyarakat secara pasif dengan
pemberitaan mengenai informasi penataan
ruang
2. Pada tahap pengumpulan data, peran
masyarakat /atau organisasi masyarakat
akan lebih aktif dalam bentuk:
• pemberian data dan informasi kewilayahan
yang diketahui/dimiliki datanya;
• pendataan untuk kepentingan penatan
ruang yang diperlukan;
• pemberian masukan, aspirasi, dan opini
awal usulan rencana tata ruang; dan
• identifikasi potensi dan masalah penataan
ruang.
27
28. 3. Pada tahap perumusan konsepsi RDTR
Masyarakat terlibat secara aktif dan
bersifat dialogis/komunikasi dua arah.
Dialog dilakukan antara lain melalui
konsultasi publik, workshop, FGD,
seminar, dan bentuk komunikasi dua
arah lainnya.
28
29. Uraian
Kegiatan
KONSEP PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN RDTR
Persiapanpenyusunan
RDTR kota (termasuk
review RDTR
kotasebelumnya)
Pengumpulan
dan
kompilasi
data
Perumusan
Konsep RDTR kota
Naskah
akademik
Konsep
pengembangan
Naskah
teknis
Naskah
Raperda
Pengolahan
dan
analisis
data
Proses pelibatan
masyarakatsecara
pasif dengan
pemberitaan &
pemberian
informasi
penataan ruang
Proses pelibatan
masyarakatsecara
aktif , melalui:
pengumpulan
kuesioner, kotak
aduan,
wawancara; dsb
Proses pelibatan
masyarakatsecara
dua arah.
Dialog dilakukan antara
lain melalui konsultasi
publik, workshop, FGD,
seminar, dan bentuk
komunikasi dua arah
lainnya.
Pembahasan
PROSES PENYUSUNAN PROSES PEMBAHASAN
Proses
pelibatan
masyarakat
dalam bentuk
pengajuan
usulan,
keberatan, dan
sanggahan
terhadap
raperda
29
30. • Pelibatan masyarakat dalam menyusun RDTR dan PZ telah sesuai
dengan ketentuan dalam PP No.68 tahun 2010
• Pelibatan masyarakat dalam penyusunan RDTR dan PZ dilakukan
pada seluruh tahapan mulai dari persiapan penyusunan hingga
penetapan perda RDTR dan PZ
• Peran masyarakat terkait RDTR dan PZ tidak hanya dilakukan
pada proses perencanaan tetapi hingga proses pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
• Pedoman penyusunan RDTR telah mengakomodir secara lengkap
pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RDTR
Kabupaten/Kota
PENUTUP
30