SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
Download to read offline
PEMBANGUNAN PERDESAAN
Oleh : Fitri Indra Wardhono
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan
pariwisata perdesaan, perlu dipahami dengan baik. Uraian untuk
mengupas hal-hal tersebut, dapat diikuti melalui 6 sub-bab
pembahasan di bawah ini.
1. Pengertian
Ada banyak definisi mengenai pembangunan perdesaan. Dower,
Michael dkk (2003) menyebutkan salah satu definisi yang paling
mendekati :
Pembangunan Perdesaan adalah proses yang disengaja atas
aspek : ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan, yang
diharapkan akan berlangsung berkelanjutan, dirancang untuk
meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal di wilayah
perdesaan.
Poin-poin penting dalam definisi di atas adalah :
a. Penekanan pada proses yang disengaja dan berkelanjutan:
pembangunan perdesaan bukanlah urusan yang berumur
pendek. Pembangunan perlu dilakukan selama bertahun-
tahun dan dengan cara yang disengaja.
b. Menyertakan azaz keberlanjutan.
c. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
perdesaan, yakni :
• ekonomi,
• sosial,
• budaya,
• politik, dan
• lingkungan.
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 2
Perhatian atas ke-5 aspek ini menunjukkan luasnya subjek
dan kebutuhan untuk menjaga azaz keterpaduan.
Sebagai catatan, aspek 'politik' disertakan bukan dalam arti
politik partai, mengingat setiap pembangunan perdesaan
yang efektif akan melibatkan adanya pertumbuhan akan
kesadaran dan kepercayaan publik di tingkat lokal, dan
karenanya adanya perubahan dalam hubungannya dengan
pemegang kekuasaan.
Pembangunan perdesaan bukan tentang melindungi status quo,
melainkan tentang perubahan yang disengaja untuk membuat
segalanya lebih baik. Demikian menurut Dower, Michael dkk
(2003).
Dilanjutkannya bahwa fokus pada peningkatan kehidupan
penduduk lokal. Di masa lalu pembangunan 'perdesaan' kerap
dimotivasi oleh kebijakan nasional (misalnya untuk penyediaan :
listrik, air, pertahanan, atau untuk memberikan kontribusi kepada
neraca pembayaran nasional dari sektor pariwisata), daripada
kebutuhan masyarakat desa itu sendiri. Kebutuhan nasional
memang dapat dipenuhi, antara lain melalui pembangunan
perdesaan, dan setiap pemenuhan kebutuhan lokal yang berhasil,
akan berkontribusi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan
nasional. Tetapi konsep modern pembangunan perdesaan
memiliki penekanan utama pada kebutuhan penduduk lokal.
Salah satu ciri kawasan perdesaan adalah bangkitnya gaya hidup
wirausahawan, yang tertarik untuk mendirikan usaha pariwisata
kecil (dan lainnya), membawa serta modal keuangan, jaringan
kontak, pengetahuan pasar, dan ide-ide wirausaha dari kota-kota.
Beberapa pengusaha baru datang sebagai pasangan atau mitra,
beberapa sebagai keluarga, beberapa sebagai pasangan. Tidak
semua keterampilan kewirausahaan baru ini telah menggerakkan
ekonomi perdesaan. Demikian menurut Ateljevic dan Doorne,
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 3
2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk (2009),
dalam Jama, Tazim dkk (2009).
Terdapat transisi masyarakat perdesaan tradisional dari menjadi
anggota "masyarakat jarak pendek" menjadi "masyarakat
terbuka," yakni dengan adanya perubahan dalam hal sistem
kontrol, konflik, dan tingkat pemberdayaannya. Hal ini merupakan
konsekuensi dari masyarakat perdesaan yang akan semakin
berkembang dan dengan permasalahan yang semakin kompleks.
Pariwisata perdesaan dapat berakar pada pertanian berbasis atau
agrowisata, tapi berkembang menjadi jauh lebih beragam, dan
terus terdiversifikasi. Pariwisata perdesaan adalah serangkaian
aktivitas niche dalam aktivitas niche yang lebih besar.
Definisi 'perdesaan' bervariasi baik dalam skala maupun filosofi.
Menurut Roberts, L. dan Hall, D. (2001), hal tersebut cenderung
mengungkapkan perbedaan budaya antara, dan persyaratan
fungsional di dalam, wilayah dan negara. Pemerintah di berbagai
negara menggunakan kriteria khusus untuk mendefinisikan
'perdesaan', seringkali didasarkan pada kepadatan populasi
pemukiman, tidak ada kesepakatan universal tentang ambang
batas populasi kritis yang membedakan antara populasi perkotaan
dan perdesaan, meskipun beberapa kesamaan muncul di Eropa
(lihat Tabel 1) .
Tabel 1 : Contoh Kriteria Berbagai Negara dalam Mendefinisikan
'Perdesaan'
No. Negara Kriteria
1 Austria Tempat berpenduduk kurang dari 1000 orang,
dengan kepadatan penduduk kurang dari 400 per
km2
2 Denmark Aglomerasi kurang dari 200 jiwa.
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 4
No. Negara Kriteria
3 Inggris dan
Wales
Tidak ada definisi formal, tetapi Badan Perdesaan
mengecualikan pemukiman dengan lebih dari
10.000 penduduk.
4 Irlandia Perbedaan antara wilayah perkotaan agregat dan
wilayah perdesaan agregat di Irlandia ditetapkan
pada 100 penduduk.
5 Italia Pemukiman kurang dari 10.000 orang Norwegia
Aglomerasi kurang dari 200 penduduk Portugal
Paroki kurang dari 10.000 orang.
6 Skotlandia Wilayah otoritas lokal kurang dari 100 orang per
km2
.
7 Spanyol Pemukiman kurang dari 10.000 orang.
8 Swiss Paroki dengan jumlah kurang dari 10.000 orang.
Sumber: Randall, 1985; Robinson, 1990; Jalur, 1994a,b; OECD, 1994; Hoggart dkk.,
1995: 22; Sharpley dan Sharpley, 1997: 13, dalam Roberts, L. dan Hall, D, 2001,
dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001).
Keragaman situasi ekonomi di wilayah perdesaan telah
mendorong dikembangkannya sembilan jenis situasi ekonomi
perdesaan, baik yang ditemukan secara terpisah, apaupun
merupakan kombinasi. Hal ini dapat disimak pada Tabel 2. Tabel
tersebut menurut Roberts, L. dan Hall, D. (2001) dapat dijabarkan
sebagai berikut.
a. Pengertian Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Luas
Permukiman
OECD (1994) dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001) pengertian
wilayah perdesaan dapat dijabarkan sebagai wilayah yang :
1) Memiliki kepadatan penduduk yang rendah,
2) Lingkungan binaan yang didominasi oleh lingkungan
alam dan/atau pertanian/hutan,
3) Kepadatan penduduk perdesaan rata-rata sangat
bervariasi antara dan di dalam kawasan perdesaan.
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 5
b. Pengertian Berdasarkan Tata Guna Lahan dan Kegiatan
Perekonomian
Wilayah perdesaan dapat didefinisikan sebagai daerah yang
ekonominya didasarkan pada industri agraria/perhutanan
tradisional, atau setidaknya ekstraksi (tetapi tidak biasanya
pengolahan) sumber daya alam. Penurunan peran yang
berlangsung terus-menerus dalam kepentingan relatif sektor
pertanian dan pertumbuhan sektor jasa pasca-industri telah
menyebabkan tumbuhnya banyak industri baru, termasuk
pariwisata, di kawasan perdesaan. Lebih lanjut, di banyak
daerah, baik yang berkembang secara ekonomi maupun yang
kurang berkembang, kegiatan industri perdesaan skala kecil
telah menjadi fenomena khas.
Sharpley dan Sharpley (1997) dalam Roberts, L. dan Hall, D.
(2001) menguraikan relevansinya dengan pariwisata adalah
bahwa, tidak hanya dalam karakter penggunaan lahan
perdesaan dan karakter kegiatan ekonomi, tetapi juga dalam
hal intensitas dan keragamannya yang dapat mempengaruhi
potensi suatu daerah untuk pengembangan pariwisata
perdesaan. Dengan demikian, daerah pertanian intensif, atau
ekonomi perdesaan yang makmur dan beragam akan
memiliki lebih sedikit kebutuhan untuk mengembangkan
pariwisata dan mungkin kurang menarik bagi wisatawan; dan
daerah-daerah yang secara ekonomi marjinal yang
bergantung pada industri agraris tradisional berskala kecil,
akan membutuhkan diversifikasi ekonomi yang lebih besar
dan mungkin lebih menarik bagi wisatawan.
Tabel 2 : Jenis-Jenis Situasi Ekonomi Perdesaan
No. Karakteristik Daerah
1 Pertanian mempekerjakan sebagian besar penduduk yang
bekerja dan masih menjadi basis ekonomi.
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 6
No. Karakteristik Daerah
2 Pertanian yang kaya, tidak terlalu padat karya.
3 Kepemilikan tanah tradisional skala besar terus mendominasi.
4 Tanah alami, atau yang dilindungi memainkan peran kunci.
5 Ditujukan untuk pariwisata, dengan fasilitas skala kecil.
6 Didominasi oleh rumah kedua dan/atau rumah tinggal (untuk
orang tua, orang cacat, dll.).
7 Didominasi oleh usaha kecil.
8 Berlokasi di lokasi pinggiran kota.
9 Penduduk yang sebagian besar berusia lanjut dan/atau
sebagian besar orang mendapat bantuan kesejahteraan.
Sumber: Farrell dan Thirion, 2000, Roberts, L. dan Hall, D, 2001, dalam Roberts, L. dan
Hall, D, 2001, dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001).
c. Pengertian Berdasarkan Struktur Sosial Tradisional
Dari semua persepsi tentang perdesaan, menurut Roberts, L.
dan Hall, D. (2001) mungkin yang paling banyak dipegang,
khususnya di kalangan penduduk perkotaan, adalah bahwa
perdesaan mempertahankan struktur dan nilai sosial
tradisional yang sebagian besar telah hilang dalam
masyarakat perkotaan modern, yakni dalam hal :
• Rasa kebersamaan;
• Budaya lokal, bukan budaya kosmopolitan; dan
• Cara hidup yang entah bagaimana lebih lambat, lebih
'alami' dan selaras dengan alam, kurang materialistis dan
lebih lengkap daripada di masyarakat perkotaan.
Masyarakat perdesaan memiliki berbagai karakteristik yang,
secara kolektif, dapat menyebak mereka diidentifikasi sebagai
lebih tradisional daripada masyarakat perkotaan
kontemporer, tetapi banyak wilayah perdesaan berada dalam
keadaan perubahan yang konstan, paling tidak dalam
kaitannya dengan penyerapan, atau penolakan mereka
terhadap nilai-nilai, struktur dan karakteristik sosial dan
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 7
spasial perkotaan. Tentu saja masyarakat perdesaan tidak
selalu menunjukkan atribut 'tradisional'.
Namun persepsi 'tradisional' yang tampaknya tidak
berkurang, diidealkan, tentang masyarakat perdesaan
memiliki beberapa implikasi bagi pengembangan pariwisata :
• Wisatawan dimotivasi oleh keinginan untuk melihat, atau
mengalami gaya hidup tradisional yang berbeda sebagai
bagian dari minat yang terus meningkat terhadap
peninggalan;
• Jika dikelola dengan hati-hati, pariwisata dapat
berkontribusi pada pemeliharaan struktur sosial dan
budaya tradisional tersebut; dan
• Sebaliknya, pariwisata dapat dengan mudah merusak
struktur sosial dan mengancam stabilitas masyarakat dan
budaya perdesaan, berkontribusi pada potensi
penghancuran objek yang menarik wisatawan sejak awal.
Dengan demikian, ada kebutuhan yang jelas untuk
perencanaan dan pengelolaan pariwisata yang cermat untuk
menjaga karakter dan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
2. Fokus Dari Pembangunan Perdesaan
Pembangunan perdesaan memiliki fokus pada peningkatan
kehidupan penduduk lokal. Di masa lalu fokus lebih banyak
diberikan kepada pembangunan 'perdesaan', yang dimotivasi oleh
kebijakan nasional (misalnya berUpa program penyediaan : listrik,
air, pertahanan, atau untuk memberikan kontribusi kepada neraca
pembayaran nasional dari sektor pariwisata), daripada kebutuhan
masyarakat desa itu sendiri. Kebutuhan nasional memang dapat
dipenuhi, antara lain melalui pembangunan perdesaan, dan setiap
pemenuhan kebutuhan lokal yang berhasil, akan berkontribusi
secara tidak langsung terhadap kesejahteraan nasional. Tetapi
konsep modern pembangunan perdesaan memiliki penekanan
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 8
utama pada kebutuhan penduduk lokal. Demikian menurut
Dower, Michael dkk (2003).
3. Pembangunan Perdesaan Terintegrasi
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, telah
berkembang pemikiran mengenai pendekatan terpadu untuk
pembangunan perdesaan. Hal ini menurut Dower, Michael dkk
(2003) menunjukkan empat hal :
a. Berfokus harus pada masyarakat dan ekonomi dan
lingkungan;
b. Pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan 'top-
down' dan 'bottom-up', harus mencakup :
1) Kebijakan,
2) Uang, dan
3) Dukungan pemerintah (di semua tingkatan), dan
4) Energi,
5) Sumber daya, dan
6) Komitmen rakyat.
c. Melibatkan semua sektor : publik, swasta dan sukarela.
d. Didasarkan pada kemitraan dan kolaborasi.
Gagasan pendekatan terpadu ini dapat diilustrasikan dalam
bentuk konsep empat kaki atau pilar pembangunan perdesaan.
Seperti halnya kaki kuda, atau pilar bangunan, pilar tersebut perlu
dijaga keseimbangannya satu sama lain. Kaki-kaki atau pilar-pilar
tersebut, menurut Dower, Michael dkk (2003) adalah :
• Manusia dengan keterampilan yang dimilikinya;
• Ekonomi;
• Lingkungan; dan
• Gagasan, institusi, dan struktur kekuasaan.
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 9
4. Pembangunan Berkelanjutan
Definisi konsep pembangunan berkelanjutan yang ditawarkan oleh
Brundtland pada tahun 1987, dalam Dower, Michael dkk (2003)
adalah sebagai berikut :
Pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Keberlanjutan dalam pembangunan perdesaan, termasuk
pariwisata perdesaan. Keberlanjutan bukan hanya soal
menghormati lingkungan. Hal ini berkaitan dengan keempat pilar
pembangunan, yakni : masyarakat, ekonomi, lingkungan dan
kelembagaan. Ke-4 pilar tersebut, menurut Dower, Michael dkk
(2003) dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Pilar Masyarakat
Secara kemasyarakatan, agar suatu kegiatan pembangunan
dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan
terebut harus pro dengan :
• Demokrasi dan keamanan.
• Keadilan, atau kesetaraan, dalam bantuan khusus untuk
perhatian kaum miskin terhadap perempuan, anak-anak,
dan etnis minoritas;
• Kualitas hidup untuk semua orang;
• Kepemimpinan oleh rakyat, dalam kemitraan dengan
pemerintah; dan
• Menghormati kearifan lokal, dan untuk hak dari penduduk
yang belum lahir.
b. Pilar Ekonomi
Secara ekonomi, agar suatu kegiatan pembangunan dapat
bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan terebut
harus pro dengan
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 10
• Membantu memperkuat dan mendiversifikasi ekonomi
perdesaan;
• Memastikan bahwa masyarakat lokal memperoleh
manfaat besar dari kegiatan lokal;
• Memiliki tujuan untuk mewujudkan kemakmuran jangka
panjang bagi wilayah perdesaan, bukan hanya keuntungan
jangka pendek; dan
• Menghindari adanya efek sampingan yang berbahaya,
yang timbul di tempat lain dalam ekonomi nasional,
regional atau lokal.
c. Pilar Lingkungan Hidup
Secara lingkungan hidup, agar suatu kegiatan pembangunan
dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan
terebut harus pro dengan :
• Menghormati sistem alam, warisan budaya dan keutuhan
lingkungan;
• Meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak
terbarukan;
• Konsumsi sumber daya terbarukan tidak lebih cepat dari
kemampuan alam dalam memperbaruinya;
• Memanfaatkan semua sumber daya yang digunakan
secara efisien; dan
• Menghindari terjadinya pencemaran dan dampak buruk
lainnya terhadap lingkungan.
d. Pilar Kelembagaan
Secara kelembagaan, agar suatu kegiatan pembangunan
dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan
terebut harus pro dengan
• Berada dalam kapasitas institusi manusia untuk
mengontrol dan mengelola, dengan cara yang memenuhi
kriteria lain yang disebutkan di atas; dan
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 11
• Tidak menjadi sumber bagi adanya biaya-biaya yang tidak
dapat didukung di kemudian hari.
5. Pembangunan Berbasis Komunitas
Pembangunan perdesaan harus didasarkan pada kepentingan dan
keterlibatan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Yang
dimaksud dengan masyarakat adalah semua penduduk yang
tinggal di suatu wilayah perdesaan tertentu. Masyarakat adalah
modal dasar untuk pembangunan perdesaan yang berkelanjutan.
Ini disebabkan karena, menurut Dower, Michael dkk (2003)
disebabkan oleh :
• Mereka paling tahu apa yang menjadi masalah dan kebutuhan
mereka;
• Mereka menguasai sumber daya seperti : lahan, bangunan,
produk lokal, yang menjadi dasar bagi upaya pembangunan;
• Keterampilan, tradisi, pengetahuan, dan energi mereka
merupakan sumber utama pembangunan;
• Komitmen mereka sangat penting (jika mereka tidak
mendukung suatu inisiatif, maka komitmen tersebut
berpeluang untuk mati).
Selain itu, semakin aktif suatu komunitas, maka semakin besar
kemungkinan untuk menarik penduduk pindah ke wilayah
tersebut, dan menahan penduduk untuk pindah ke luar.
6. Klasifikasi Fitur Kawasan Perdesaan
Pada awalnya, definisi OECD menyebutkan bahwa pariwisata
perdesaan adalah wisata yang berlangsung di perdesaan. Tetapi
kawasan perdesaan sendiri sulit untuk didefinisikan, dan kriteria
yang digunakan oleh berbagai negara sangat bervariasi. Dalam
perjalanan waktu, Dewan Pembangunan Perdesaan OECD (OECD,
1993) kemudian menyetujui dengan pengertian yang lebih
sederhana, kawasan perdesaan diklasifikasikan sebagai :
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 12
a. Kawasan Ekonomi Terintegrasi
Kawasan ini merupakan kawasan pedesaan yang berlokasi
dekat dengan kota. Dengan demikian, kawasan pedesaan
jenis ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan akan
kunjungan harian dari kawasan perkotaan. Perekonomian
pedesaan didasarkan pada kunjungan tersebut. Tekanan
dalam penggunaan dan pelestarian lanskap cukup besar dan
penting. Demikian menurut Ayazlar, Gökhan dkk (2015).
Kawasan berpenampilan perdesaan tetapi dekat secara
ekonomi dan budaya dengan kota. Kawasan-kawasan ini
cenderung memiliki tingkat kunjungan wisata yang tinggi.
Demikian menurut Ateljevic dan Doorne, 2000; Lane, 1995;
OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk (2009), dalam Jama,
Tazim dkk (2009).
b. Kawasan Dengan Perkembangan Pada Tahap Antara
Kawasan ini merupakan kawasan pedesaan yang relatif jauh
dari daerah perkotaan. Area-area ini cocok untuk bermalam.
Kawasan ini juga sering berada di kawasan lindung, kaya akan
warisan dan budaya, dan memiliki atraksi pasar khusus
seperti mengamati burung. Kawasan pedesaan ini
menyediakan banyak penawaran transportasi, dengan jalan
raya, rel kereta api, dan/atau koneksi udara yang baik.
Demikian menurut Avcikurt, C. dkk (2015)
Kawasan ini merupakan jantung perdesaan, yang terdiri dari
sebagian besar tanah perdesaan, relatif jauh dari kawasan
perkotaan dengan sebagian besar penggunaan lahan
pertanian/perhutanan. Di sini pariwisata cenderung berupa :
kegiatan bermalam, dengan pertumbuhan terkonsentrasi di
kawasan yang indah, sering di kawasan lindung, di kawasan
dengan warisan/kekuatan budaya, dan di kawasan dengan
kualitas khusus dan atraksi pasar khusus seperti tempat
berkembang biak/memberi makan burung, atau rute
Pembangunan Perdesaan
Fitri I. W. 13
bersepeda yang baik. Kawasan-kawasan antara dengan jalan
raya, rel, atau bahkan koneksi udara yang baik dapat menjadi
sangat menarik dalam hal pariwisata. Demikian menurut
Ateljevic dan Doorne, 2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam
Lane, Bernard dkk (2009), dalam Jama, Tazim dkk (2009).
c. Kawasan Terpencil
Kawasan ini merupakan kawasan pedesaan yang terpencil
jauh dari perkotaan, dengan kualitas fasilitas yang rendah.
Kawasan ini memiliki hutan belantara bagi pengunjung yang
ingin melarikan diri dari stres sehari-hari. Demikian menurut
Ayazlar, Gökhan dkk (2015).
Kawasan ini umumnya berpenduduk jarang, jauh dari
kawasan perkotaan besar, seringkali dengan lahan berkualitas
rendah, merupakan bagian ketiga dari tipologi. Pariwisata di
kawasan perdesaan terpencil sebagian besar berfungsi
sebagai hasil dari warisan alam dan pemandangan yang luar
biasa, tetapi juga sebagai pasar khusus bagi mereka yang
ingin melarikan diri ke zona tenang, jauh dari tekanan
kehidupan modern. Demikian menurut Ateljevic dan Doorne,
2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk
(2009), dalam Jama, Tazim dkk (2009).

More Related Content

Similar to Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan, perlu dipahami dengan baik. Uraian untuk mengupas hal-hal tersebut, dapat diikuti melalui 6 sub-bab pembahasan di bawah ini.

Geografi (pola keruangan kota)
Geografi (pola keruangan kota)Geografi (pola keruangan kota)
Geografi (pola keruangan kota)Asa Ahya
 
Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018
Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018
Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018Sugeng Budiharsono
 
Dinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdf
Dinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdfDinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdf
Dinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdfMukarobinspdMukarobi
 
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya Sandyarini Melati Irawan
 
Geografi desa dan kota
Geografi desa dan kotaGeografi desa dan kota
Geografi desa dan kotaNasron Spd
 
Soal Ulangan Geo Kelas 12.pptx
Soal Ulangan Geo Kelas 12.pptxSoal Ulangan Geo Kelas 12.pptx
Soal Ulangan Geo Kelas 12.pptxDuwi1
 
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)Sentot Satria
 
Interaksi keruangan desa dan kota
Interaksi keruangan desa dan kotaInteraksi keruangan desa dan kota
Interaksi keruangan desa dan kotaniarohania1
 
Mobilitas dan Migrasi Penduduk
Mobilitas dan Migrasi PendudukMobilitas dan Migrasi Penduduk
Mobilitas dan Migrasi Pendudukdinarmelani
 
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kotaPpt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kotajopiwildani
 
Strategi pengembangan potensi desa nurul
Strategi pengembangan potensi desa nurulStrategi pengembangan potensi desa nurul
Strategi pengembangan potensi desa nurulnurulaulia_
 
Tugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptx
Tugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptxTugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptx
Tugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptxXIMIPA414GalangMuham
 
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang EfektifUrbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang EfektifOswar Mungkasa
 
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...Vinny Ariva
 
(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerah(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerahElisabeth Marina
 
Pola Perkembangan Desa dan Kota
Pola Perkembangan Desa dan KotaPola Perkembangan Desa dan Kota
Pola Perkembangan Desa dan Kotararantean
 

Similar to Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan, perlu dipahami dengan baik. Uraian untuk mengupas hal-hal tersebut, dapat diikuti melalui 6 sub-bab pembahasan di bawah ini. (20)

Geografi (pola keruangan kota)
Geografi (pola keruangan kota)Geografi (pola keruangan kota)
Geografi (pola keruangan kota)
 
Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018
Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018
Menggambar masa depan daerah tertinggal17022018
 
Isd bab 7
Isd bab 7Isd bab 7
Isd bab 7
 
Dinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdf
Dinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdfDinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdf
Dinamiaka Kependudukan , Oke New !!! HArus segera dikonverse.pdf
 
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
 
Geografi desa dan kota
Geografi desa dan kotaGeografi desa dan kota
Geografi desa dan kota
 
geografi kelas XII.pptx
geografi kelas XII.pptxgeografi kelas XII.pptx
geografi kelas XII.pptx
 
Soal Ulangan Geo Kelas 12.pptx
Soal Ulangan Geo Kelas 12.pptxSoal Ulangan Geo Kelas 12.pptx
Soal Ulangan Geo Kelas 12.pptx
 
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
 
Interaksi keruangan desa dan kota
Interaksi keruangan desa dan kotaInteraksi keruangan desa dan kota
Interaksi keruangan desa dan kota
 
Mobilitas dan Migrasi Penduduk
Mobilitas dan Migrasi PendudukMobilitas dan Migrasi Penduduk
Mobilitas dan Migrasi Penduduk
 
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kotaPpt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
 
Strategi pengembangan potensi desa nurul
Strategi pengembangan potensi desa nurulStrategi pengembangan potensi desa nurul
Strategi pengembangan potensi desa nurul
 
bab 2.pptx
bab 2.pptxbab 2.pptx
bab 2.pptx
 
Tugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptx
Tugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptxTugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptx
Tugas 11 GEO_NURVANIDA_XIIA4_23.pptx
 
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
 
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang EfektifUrbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
 
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
 
(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerah(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerah
 
Pola Perkembangan Desa dan Kota
Pola Perkembangan Desa dan KotaPola Perkembangan Desa dan Kota
Pola Perkembangan Desa dan Kota
 

More from Fitri Indra Wardhono

Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"Fitri Indra Wardhono
 
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataanAneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataanFitri Indra Wardhono
 
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataanInstrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataanFitri Indra Wardhono
 
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahEvaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahFitri Indra Wardhono
 
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaMeruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaFitri Indra Wardhono
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasFitri Indra Wardhono
 
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasTata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasFitri Indra Wardhono
 

More from Fitri Indra Wardhono (20)

Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
 
Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59
 
Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015
 
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataanAneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
 
Kumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standarKumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standar
 
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataanInstrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
 
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahEvaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
 
Daftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyahDaftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyah
 
Kebatinan & kejawen islam
Kebatinan & kejawen   islamKebatinan & kejawen   islam
Kebatinan & kejawen islam
 
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyahDaftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
 
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaMeruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
 
Sistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataanSistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataan
 
Penataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataanPenataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataan
 
Paparan dompak
Paparan dompakPaparan dompak
Paparan dompak
 
Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006
 
Kek teroritis
Kek teroritisKek teroritis
Kek teroritis
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
 
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasTata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
 
Kumpulan motivasi
Kumpulan motivasiKumpulan motivasi
Kumpulan motivasi
 

Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan, perlu dipahami dengan baik. Uraian untuk mengupas hal-hal tersebut, dapat diikuti melalui 6 sub-bab pembahasan di bawah ini.

  • 1. PEMBANGUNAN PERDESAAN Oleh : Fitri Indra Wardhono Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan, perlu dipahami dengan baik. Uraian untuk mengupas hal-hal tersebut, dapat diikuti melalui 6 sub-bab pembahasan di bawah ini. 1. Pengertian Ada banyak definisi mengenai pembangunan perdesaan. Dower, Michael dkk (2003) menyebutkan salah satu definisi yang paling mendekati : Pembangunan Perdesaan adalah proses yang disengaja atas aspek : ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan, yang diharapkan akan berlangsung berkelanjutan, dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal di wilayah perdesaan. Poin-poin penting dalam definisi di atas adalah : a. Penekanan pada proses yang disengaja dan berkelanjutan: pembangunan perdesaan bukanlah urusan yang berumur pendek. Pembangunan perlu dilakukan selama bertahun- tahun dan dengan cara yang disengaja. b. Menyertakan azaz keberlanjutan. c. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan perdesaan, yakni : • ekonomi, • sosial, • budaya, • politik, dan • lingkungan.
  • 2. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 2 Perhatian atas ke-5 aspek ini menunjukkan luasnya subjek dan kebutuhan untuk menjaga azaz keterpaduan. Sebagai catatan, aspek 'politik' disertakan bukan dalam arti politik partai, mengingat setiap pembangunan perdesaan yang efektif akan melibatkan adanya pertumbuhan akan kesadaran dan kepercayaan publik di tingkat lokal, dan karenanya adanya perubahan dalam hubungannya dengan pemegang kekuasaan. Pembangunan perdesaan bukan tentang melindungi status quo, melainkan tentang perubahan yang disengaja untuk membuat segalanya lebih baik. Demikian menurut Dower, Michael dkk (2003). Dilanjutkannya bahwa fokus pada peningkatan kehidupan penduduk lokal. Di masa lalu pembangunan 'perdesaan' kerap dimotivasi oleh kebijakan nasional (misalnya untuk penyediaan : listrik, air, pertahanan, atau untuk memberikan kontribusi kepada neraca pembayaran nasional dari sektor pariwisata), daripada kebutuhan masyarakat desa itu sendiri. Kebutuhan nasional memang dapat dipenuhi, antara lain melalui pembangunan perdesaan, dan setiap pemenuhan kebutuhan lokal yang berhasil, akan berkontribusi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan nasional. Tetapi konsep modern pembangunan perdesaan memiliki penekanan utama pada kebutuhan penduduk lokal. Salah satu ciri kawasan perdesaan adalah bangkitnya gaya hidup wirausahawan, yang tertarik untuk mendirikan usaha pariwisata kecil (dan lainnya), membawa serta modal keuangan, jaringan kontak, pengetahuan pasar, dan ide-ide wirausaha dari kota-kota. Beberapa pengusaha baru datang sebagai pasangan atau mitra, beberapa sebagai keluarga, beberapa sebagai pasangan. Tidak semua keterampilan kewirausahaan baru ini telah menggerakkan ekonomi perdesaan. Demikian menurut Ateljevic dan Doorne,
  • 3. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 3 2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk (2009), dalam Jama, Tazim dkk (2009). Terdapat transisi masyarakat perdesaan tradisional dari menjadi anggota "masyarakat jarak pendek" menjadi "masyarakat terbuka," yakni dengan adanya perubahan dalam hal sistem kontrol, konflik, dan tingkat pemberdayaannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari masyarakat perdesaan yang akan semakin berkembang dan dengan permasalahan yang semakin kompleks. Pariwisata perdesaan dapat berakar pada pertanian berbasis atau agrowisata, tapi berkembang menjadi jauh lebih beragam, dan terus terdiversifikasi. Pariwisata perdesaan adalah serangkaian aktivitas niche dalam aktivitas niche yang lebih besar. Definisi 'perdesaan' bervariasi baik dalam skala maupun filosofi. Menurut Roberts, L. dan Hall, D. (2001), hal tersebut cenderung mengungkapkan perbedaan budaya antara, dan persyaratan fungsional di dalam, wilayah dan negara. Pemerintah di berbagai negara menggunakan kriteria khusus untuk mendefinisikan 'perdesaan', seringkali didasarkan pada kepadatan populasi pemukiman, tidak ada kesepakatan universal tentang ambang batas populasi kritis yang membedakan antara populasi perkotaan dan perdesaan, meskipun beberapa kesamaan muncul di Eropa (lihat Tabel 1) . Tabel 1 : Contoh Kriteria Berbagai Negara dalam Mendefinisikan 'Perdesaan' No. Negara Kriteria 1 Austria Tempat berpenduduk kurang dari 1000 orang, dengan kepadatan penduduk kurang dari 400 per km2 2 Denmark Aglomerasi kurang dari 200 jiwa.
  • 4. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 4 No. Negara Kriteria 3 Inggris dan Wales Tidak ada definisi formal, tetapi Badan Perdesaan mengecualikan pemukiman dengan lebih dari 10.000 penduduk. 4 Irlandia Perbedaan antara wilayah perkotaan agregat dan wilayah perdesaan agregat di Irlandia ditetapkan pada 100 penduduk. 5 Italia Pemukiman kurang dari 10.000 orang Norwegia Aglomerasi kurang dari 200 penduduk Portugal Paroki kurang dari 10.000 orang. 6 Skotlandia Wilayah otoritas lokal kurang dari 100 orang per km2 . 7 Spanyol Pemukiman kurang dari 10.000 orang. 8 Swiss Paroki dengan jumlah kurang dari 10.000 orang. Sumber: Randall, 1985; Robinson, 1990; Jalur, 1994a,b; OECD, 1994; Hoggart dkk., 1995: 22; Sharpley dan Sharpley, 1997: 13, dalam Roberts, L. dan Hall, D, 2001, dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001). Keragaman situasi ekonomi di wilayah perdesaan telah mendorong dikembangkannya sembilan jenis situasi ekonomi perdesaan, baik yang ditemukan secara terpisah, apaupun merupakan kombinasi. Hal ini dapat disimak pada Tabel 2. Tabel tersebut menurut Roberts, L. dan Hall, D. (2001) dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Pengertian Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Luas Permukiman OECD (1994) dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001) pengertian wilayah perdesaan dapat dijabarkan sebagai wilayah yang : 1) Memiliki kepadatan penduduk yang rendah, 2) Lingkungan binaan yang didominasi oleh lingkungan alam dan/atau pertanian/hutan, 3) Kepadatan penduduk perdesaan rata-rata sangat bervariasi antara dan di dalam kawasan perdesaan.
  • 5. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 5 b. Pengertian Berdasarkan Tata Guna Lahan dan Kegiatan Perekonomian Wilayah perdesaan dapat didefinisikan sebagai daerah yang ekonominya didasarkan pada industri agraria/perhutanan tradisional, atau setidaknya ekstraksi (tetapi tidak biasanya pengolahan) sumber daya alam. Penurunan peran yang berlangsung terus-menerus dalam kepentingan relatif sektor pertanian dan pertumbuhan sektor jasa pasca-industri telah menyebabkan tumbuhnya banyak industri baru, termasuk pariwisata, di kawasan perdesaan. Lebih lanjut, di banyak daerah, baik yang berkembang secara ekonomi maupun yang kurang berkembang, kegiatan industri perdesaan skala kecil telah menjadi fenomena khas. Sharpley dan Sharpley (1997) dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001) menguraikan relevansinya dengan pariwisata adalah bahwa, tidak hanya dalam karakter penggunaan lahan perdesaan dan karakter kegiatan ekonomi, tetapi juga dalam hal intensitas dan keragamannya yang dapat mempengaruhi potensi suatu daerah untuk pengembangan pariwisata perdesaan. Dengan demikian, daerah pertanian intensif, atau ekonomi perdesaan yang makmur dan beragam akan memiliki lebih sedikit kebutuhan untuk mengembangkan pariwisata dan mungkin kurang menarik bagi wisatawan; dan daerah-daerah yang secara ekonomi marjinal yang bergantung pada industri agraris tradisional berskala kecil, akan membutuhkan diversifikasi ekonomi yang lebih besar dan mungkin lebih menarik bagi wisatawan. Tabel 2 : Jenis-Jenis Situasi Ekonomi Perdesaan No. Karakteristik Daerah 1 Pertanian mempekerjakan sebagian besar penduduk yang bekerja dan masih menjadi basis ekonomi.
  • 6. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 6 No. Karakteristik Daerah 2 Pertanian yang kaya, tidak terlalu padat karya. 3 Kepemilikan tanah tradisional skala besar terus mendominasi. 4 Tanah alami, atau yang dilindungi memainkan peran kunci. 5 Ditujukan untuk pariwisata, dengan fasilitas skala kecil. 6 Didominasi oleh rumah kedua dan/atau rumah tinggal (untuk orang tua, orang cacat, dll.). 7 Didominasi oleh usaha kecil. 8 Berlokasi di lokasi pinggiran kota. 9 Penduduk yang sebagian besar berusia lanjut dan/atau sebagian besar orang mendapat bantuan kesejahteraan. Sumber: Farrell dan Thirion, 2000, Roberts, L. dan Hall, D, 2001, dalam Roberts, L. dan Hall, D, 2001, dalam Roberts, L. dan Hall, D. (2001). c. Pengertian Berdasarkan Struktur Sosial Tradisional Dari semua persepsi tentang perdesaan, menurut Roberts, L. dan Hall, D. (2001) mungkin yang paling banyak dipegang, khususnya di kalangan penduduk perkotaan, adalah bahwa perdesaan mempertahankan struktur dan nilai sosial tradisional yang sebagian besar telah hilang dalam masyarakat perkotaan modern, yakni dalam hal : • Rasa kebersamaan; • Budaya lokal, bukan budaya kosmopolitan; dan • Cara hidup yang entah bagaimana lebih lambat, lebih 'alami' dan selaras dengan alam, kurang materialistis dan lebih lengkap daripada di masyarakat perkotaan. Masyarakat perdesaan memiliki berbagai karakteristik yang, secara kolektif, dapat menyebak mereka diidentifikasi sebagai lebih tradisional daripada masyarakat perkotaan kontemporer, tetapi banyak wilayah perdesaan berada dalam keadaan perubahan yang konstan, paling tidak dalam kaitannya dengan penyerapan, atau penolakan mereka terhadap nilai-nilai, struktur dan karakteristik sosial dan
  • 7. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 7 spasial perkotaan. Tentu saja masyarakat perdesaan tidak selalu menunjukkan atribut 'tradisional'. Namun persepsi 'tradisional' yang tampaknya tidak berkurang, diidealkan, tentang masyarakat perdesaan memiliki beberapa implikasi bagi pengembangan pariwisata : • Wisatawan dimotivasi oleh keinginan untuk melihat, atau mengalami gaya hidup tradisional yang berbeda sebagai bagian dari minat yang terus meningkat terhadap peninggalan; • Jika dikelola dengan hati-hati, pariwisata dapat berkontribusi pada pemeliharaan struktur sosial dan budaya tradisional tersebut; dan • Sebaliknya, pariwisata dapat dengan mudah merusak struktur sosial dan mengancam stabilitas masyarakat dan budaya perdesaan, berkontribusi pada potensi penghancuran objek yang menarik wisatawan sejak awal. Dengan demikian, ada kebutuhan yang jelas untuk perencanaan dan pengelolaan pariwisata yang cermat untuk menjaga karakter dan kesejahteraan masyarakat perdesaan. 2. Fokus Dari Pembangunan Perdesaan Pembangunan perdesaan memiliki fokus pada peningkatan kehidupan penduduk lokal. Di masa lalu fokus lebih banyak diberikan kepada pembangunan 'perdesaan', yang dimotivasi oleh kebijakan nasional (misalnya berUpa program penyediaan : listrik, air, pertahanan, atau untuk memberikan kontribusi kepada neraca pembayaran nasional dari sektor pariwisata), daripada kebutuhan masyarakat desa itu sendiri. Kebutuhan nasional memang dapat dipenuhi, antara lain melalui pembangunan perdesaan, dan setiap pemenuhan kebutuhan lokal yang berhasil, akan berkontribusi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan nasional. Tetapi konsep modern pembangunan perdesaan memiliki penekanan
  • 8. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 8 utama pada kebutuhan penduduk lokal. Demikian menurut Dower, Michael dkk (2003). 3. Pembangunan Perdesaan Terintegrasi Baik di negara maju maupun di negara berkembang, telah berkembang pemikiran mengenai pendekatan terpadu untuk pembangunan perdesaan. Hal ini menurut Dower, Michael dkk (2003) menunjukkan empat hal : a. Berfokus harus pada masyarakat dan ekonomi dan lingkungan; b. Pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan 'top- down' dan 'bottom-up', harus mencakup : 1) Kebijakan, 2) Uang, dan 3) Dukungan pemerintah (di semua tingkatan), dan 4) Energi, 5) Sumber daya, dan 6) Komitmen rakyat. c. Melibatkan semua sektor : publik, swasta dan sukarela. d. Didasarkan pada kemitraan dan kolaborasi. Gagasan pendekatan terpadu ini dapat diilustrasikan dalam bentuk konsep empat kaki atau pilar pembangunan perdesaan. Seperti halnya kaki kuda, atau pilar bangunan, pilar tersebut perlu dijaga keseimbangannya satu sama lain. Kaki-kaki atau pilar-pilar tersebut, menurut Dower, Michael dkk (2003) adalah : • Manusia dengan keterampilan yang dimilikinya; • Ekonomi; • Lingkungan; dan • Gagasan, institusi, dan struktur kekuasaan.
  • 9. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 9 4. Pembangunan Berkelanjutan Definisi konsep pembangunan berkelanjutan yang ditawarkan oleh Brundtland pada tahun 1987, dalam Dower, Michael dkk (2003) adalah sebagai berikut : Pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Keberlanjutan dalam pembangunan perdesaan, termasuk pariwisata perdesaan. Keberlanjutan bukan hanya soal menghormati lingkungan. Hal ini berkaitan dengan keempat pilar pembangunan, yakni : masyarakat, ekonomi, lingkungan dan kelembagaan. Ke-4 pilar tersebut, menurut Dower, Michael dkk (2003) dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Pilar Masyarakat Secara kemasyarakatan, agar suatu kegiatan pembangunan dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan terebut harus pro dengan : • Demokrasi dan keamanan. • Keadilan, atau kesetaraan, dalam bantuan khusus untuk perhatian kaum miskin terhadap perempuan, anak-anak, dan etnis minoritas; • Kualitas hidup untuk semua orang; • Kepemimpinan oleh rakyat, dalam kemitraan dengan pemerintah; dan • Menghormati kearifan lokal, dan untuk hak dari penduduk yang belum lahir. b. Pilar Ekonomi Secara ekonomi, agar suatu kegiatan pembangunan dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan terebut harus pro dengan
  • 10. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 10 • Membantu memperkuat dan mendiversifikasi ekonomi perdesaan; • Memastikan bahwa masyarakat lokal memperoleh manfaat besar dari kegiatan lokal; • Memiliki tujuan untuk mewujudkan kemakmuran jangka panjang bagi wilayah perdesaan, bukan hanya keuntungan jangka pendek; dan • Menghindari adanya efek sampingan yang berbahaya, yang timbul di tempat lain dalam ekonomi nasional, regional atau lokal. c. Pilar Lingkungan Hidup Secara lingkungan hidup, agar suatu kegiatan pembangunan dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan terebut harus pro dengan : • Menghormati sistem alam, warisan budaya dan keutuhan lingkungan; • Meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan; • Konsumsi sumber daya terbarukan tidak lebih cepat dari kemampuan alam dalam memperbaruinya; • Memanfaatkan semua sumber daya yang digunakan secara efisien; dan • Menghindari terjadinya pencemaran dan dampak buruk lainnya terhadap lingkungan. d. Pilar Kelembagaan Secara kelembagaan, agar suatu kegiatan pembangunan dapat bersifat berkelanjutan, maka kegiatan pembangunan terebut harus pro dengan • Berada dalam kapasitas institusi manusia untuk mengontrol dan mengelola, dengan cara yang memenuhi kriteria lain yang disebutkan di atas; dan
  • 11. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 11 • Tidak menjadi sumber bagi adanya biaya-biaya yang tidak dapat didukung di kemudian hari. 5. Pembangunan Berbasis Komunitas Pembangunan perdesaan harus didasarkan pada kepentingan dan keterlibatan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah semua penduduk yang tinggal di suatu wilayah perdesaan tertentu. Masyarakat adalah modal dasar untuk pembangunan perdesaan yang berkelanjutan. Ini disebabkan karena, menurut Dower, Michael dkk (2003) disebabkan oleh : • Mereka paling tahu apa yang menjadi masalah dan kebutuhan mereka; • Mereka menguasai sumber daya seperti : lahan, bangunan, produk lokal, yang menjadi dasar bagi upaya pembangunan; • Keterampilan, tradisi, pengetahuan, dan energi mereka merupakan sumber utama pembangunan; • Komitmen mereka sangat penting (jika mereka tidak mendukung suatu inisiatif, maka komitmen tersebut berpeluang untuk mati). Selain itu, semakin aktif suatu komunitas, maka semakin besar kemungkinan untuk menarik penduduk pindah ke wilayah tersebut, dan menahan penduduk untuk pindah ke luar. 6. Klasifikasi Fitur Kawasan Perdesaan Pada awalnya, definisi OECD menyebutkan bahwa pariwisata perdesaan adalah wisata yang berlangsung di perdesaan. Tetapi kawasan perdesaan sendiri sulit untuk didefinisikan, dan kriteria yang digunakan oleh berbagai negara sangat bervariasi. Dalam perjalanan waktu, Dewan Pembangunan Perdesaan OECD (OECD, 1993) kemudian menyetujui dengan pengertian yang lebih sederhana, kawasan perdesaan diklasifikasikan sebagai :
  • 12. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 12 a. Kawasan Ekonomi Terintegrasi Kawasan ini merupakan kawasan pedesaan yang berlokasi dekat dengan kota. Dengan demikian, kawasan pedesaan jenis ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan akan kunjungan harian dari kawasan perkotaan. Perekonomian pedesaan didasarkan pada kunjungan tersebut. Tekanan dalam penggunaan dan pelestarian lanskap cukup besar dan penting. Demikian menurut Ayazlar, Gökhan dkk (2015). Kawasan berpenampilan perdesaan tetapi dekat secara ekonomi dan budaya dengan kota. Kawasan-kawasan ini cenderung memiliki tingkat kunjungan wisata yang tinggi. Demikian menurut Ateljevic dan Doorne, 2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk (2009), dalam Jama, Tazim dkk (2009). b. Kawasan Dengan Perkembangan Pada Tahap Antara Kawasan ini merupakan kawasan pedesaan yang relatif jauh dari daerah perkotaan. Area-area ini cocok untuk bermalam. Kawasan ini juga sering berada di kawasan lindung, kaya akan warisan dan budaya, dan memiliki atraksi pasar khusus seperti mengamati burung. Kawasan pedesaan ini menyediakan banyak penawaran transportasi, dengan jalan raya, rel kereta api, dan/atau koneksi udara yang baik. Demikian menurut Avcikurt, C. dkk (2015) Kawasan ini merupakan jantung perdesaan, yang terdiri dari sebagian besar tanah perdesaan, relatif jauh dari kawasan perkotaan dengan sebagian besar penggunaan lahan pertanian/perhutanan. Di sini pariwisata cenderung berupa : kegiatan bermalam, dengan pertumbuhan terkonsentrasi di kawasan yang indah, sering di kawasan lindung, di kawasan dengan warisan/kekuatan budaya, dan di kawasan dengan kualitas khusus dan atraksi pasar khusus seperti tempat berkembang biak/memberi makan burung, atau rute
  • 13. Pembangunan Perdesaan Fitri I. W. 13 bersepeda yang baik. Kawasan-kawasan antara dengan jalan raya, rel, atau bahkan koneksi udara yang baik dapat menjadi sangat menarik dalam hal pariwisata. Demikian menurut Ateljevic dan Doorne, 2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk (2009), dalam Jama, Tazim dkk (2009). c. Kawasan Terpencil Kawasan ini merupakan kawasan pedesaan yang terpencil jauh dari perkotaan, dengan kualitas fasilitas yang rendah. Kawasan ini memiliki hutan belantara bagi pengunjung yang ingin melarikan diri dari stres sehari-hari. Demikian menurut Ayazlar, Gökhan dkk (2015). Kawasan ini umumnya berpenduduk jarang, jauh dari kawasan perkotaan besar, seringkali dengan lahan berkualitas rendah, merupakan bagian ketiga dari tipologi. Pariwisata di kawasan perdesaan terpencil sebagian besar berfungsi sebagai hasil dari warisan alam dan pemandangan yang luar biasa, tetapi juga sebagai pasar khusus bagi mereka yang ingin melarikan diri ke zona tenang, jauh dari tekanan kehidupan modern. Demikian menurut Ateljevic dan Doorne, 2000; Lane, 1995; OECD, 1995 dalam Lane, Bernard dkk (2009), dalam Jama, Tazim dkk (2009).