SlideShare a Scribd company logo
MATLAB: Biseksi, Regula Falsi, Iterasi sederhana, dan
Newton Raphson
21Mei
Berbagai persoalan fisika memerlukan komputasi yang cukup rumit apabila dikerjakan secara
analitik dan manual. Aproksimasi penyelesian kemudian diperkenalkan untuk
menyederhanakan penyelesaian eksak. Metode numerik diciptakan untuk melakukan
aproksimasi ini dalam pencarian solusi persoalan rumit. Namun demikian tidak jarang
komputasi numerik harus dilakukan berulangkali agar dapat dihasilkan besaran error yang
cukup kecil sesuai dengan persyaratan, yang apabila dilakukan secara manual akan menyita
banyak waktu.
Diperlukan suatu metode dalam mencari hasil dari suatu persoalaan yang dinyatakan dalam
model matematis. Dalan penyelesaian secara numerik, terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan seperti metode biseksi, regula falsi, iterasi, dan Newton Raphson. Masing-masing
metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing namun dapat
memberikan hasil yang sama.
Untuk lebih memperjelas perbedaan dari masing-masing metode yang telah disebutkan, kita
aplikasikan untuk mencari akar riil dari persamaan berikut:
i. Metode Biseksi
M-file pertama kita buat fungsi seperti di atas,berikut listing-nya:
function y=fungsi(x)
y=x^3+2*(x^2)+10*x-20;
Berikutnya kita buat M-file listing program utamanya
clear;clc;
x1=1;
x2=1.5;
tol=0.00001;
fx0=1;
i=0;
fx1=fungsi(x1);
fx2=fungsi(x2);
if (fx1*fx2>0)
disp(‘tidak ada akar’)
else
disp(‘iterasi ke x0 fx0′)
while (abs(fx0)>tol);
i=i+1;
x0=(x1+x2)/2;
fx0=fungsi(x0);
fprintf(‘ %d %f %f n’,i,x0,fx0);
if(fx1*fx0<0)
x2=x0;
else
x1=x0;
end
end
end
Selanjutnya kita run program metode biseksi di atas sehingga kita dapatkan hasil seperti
berikut:
iterasi ke x0 fx0
1 1.250000 -2.421875
2 1.375000 0.130859
3 1.312500 -1.168701
4 1.343750 -0.524811
5 1.359375 -0.198460
6 1.367188 -0.034173
7 1.371094 0.048250
8 1.369141 0.007016
9 1.368164 -0.013584
10 1.368652 -0.003286
11 1.368896 0.001864
12 1.368774 -0.000711
13 1.368835 0.000577
14 1.368805 -0.000067
15 1.368820 0.000255
16 1.368813 0.000094
17 1.368809 0.000013
18 1.368807 -0.000027
19 1.368808 -0.000007
Dalam program kita menentukan toleransi sebesar 0.00001 sehingga ketika fx0 lebih kecil
dari nilai toleransi yang telah ditentukan program akan berhenti menghitung. Untuk metode
biseksi ini kita program melakukan 19 kali perhitungan untuk memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan.
ii. Metode Regulas Falsi
Sekarang kita gunakan metode yang lain yaitu regulas falsi. Fungsi yang digunakan tetap
sama hanya saja perhitungannya yang berbeda. Berikut ini listing program utamanya:
clear;clc;
x1=1;
x2=1.5;
tol=0.00001;
fx0=1;
i=0;
fx1=fungsi(x1);
fx2=fungsi(x2);
if (fx1*fx2>0)
disp(‘tidak ada akar’)
else
disp(‘iter ke x0 fx0′)
while (abs(fx0)>tol);
i=i+1;
x0=x1+(-(fungsi(x1))*(x2-x1)/(fungsi(x2)-fungsi(x1)));
fx0=fungsi(x0);
fprintf(‘%d %f %f n’,i,x0,fx0);
if(fx1*fx0<0)
x2=x0;
else
x1=x0;
end
end
end
Tampak bahwa hanya rumus perhitungannya saja yang diubah. Jika program dijalankan maka
hasilnya seperti berikut:
iter ke x0 fx0
1 1.354430 -0.302055
2 1.368270 -0.011345
3 1.368788 -0.000424
4 1.368807 -0.000016
5 1.368808 -0.000001
Pada iterasi ke-5 perhitungan dihentikan karena nilai absolut dari fx0 lebih kecil dari nilai
toleransi. Berdasarkan percobaan, tampak bahwa metode regula falsi lebih cepat dalam
mendapatkan hasil.
iii. Metode Iterasi
Program pada metode iterasi lebih pendek dari metode biseksi dan regula falsi, tetapi metode
ini juga dapat memberikan hasil yang sama. Berikut ini listing program metode iterasi:
clear;clc;
g0=1;
tol=0.00001;
i=0;
fg0=fungsig(g0);
disp(‘iterasi ke x0 fx0′)
while(abs(fg0)>tol)
i=i+1;
g0=fungsig(g0);
fg0=fungsi(g0);
fprintf(‘ %d %f %fn’,i,g0,fg0);
end
Output dari metode iterasi seperti berikut:
iterasi ke x0 fx0
1 1.538462 3.759672
2 1.295019 -1.523815
3 1.401825 0.703228
4 1.354209 -0.306678
5 1.375298 0.137171
6 1.365930 -0.060671
7 1.370086 0.026969
8 1.368241 -0.011961
9 1.369060 0.005310
10 1.368696 -0.002357
11 1.368858 0.001046
12 1.368786 -0.000464
13 1.368818 0.000206
14 1.368804 -0.000091
15 1.368810 0.000041
16 1.368807 -0.000018
17 1.368808 0.000008
Didapatkan sebanyak 17 kali perhitungan pada metode ini. Hasil akhir yang diberikan sama
dengan dua metode sebelumnya yaitu metode biseksi dan metode regula falsi.
iv. Metode Newton Raphson
Sama halnya dengan metode iterasi, program pada metode Newton Raphson ini tidak terlalu
panjang tetapi perlu diingat bahwa metode ini memerlukan fungsi dari turunan pertama
fungsi pertamanya sehingga kita perlu membuat fungsi lagi khusus untuk digunakan pada
metode ini. Berikut ini listing fungsi turunan pertama dari fungsi awalnya:
function y=dif(x)
y=3*(x^2)+4*x+10;
setelah membuat fungsi turunanannya, kita susun program utamanya untuk menghitung akar
riil dari persamaan tersebut
clear;clc
toleransi=0.000001;
i=0;
x0=1;
fx0=fungsi(x0);
disp(‘iterasi ke x0 fx0′)
while (abs (fx0)>toleransi)
i=i+1;
x0=x0-(fungsi(x0)/dif(x0));
fx0=fungsi(x0); %Hitung f(Xn+1)
fprintf(‘ %d %f %fn’,i,x0,fx0);
end
Jika program dijalankan maka hasil yang ditampilkan sperti berikut:
iterasi ke x0 fx0
1 1.411765 0.917566
2 1.369336 0.011148
3 1.368808 0.000002
4 1.368808 0.000000
Nilai x0 pada iterasi terakhir merupakan akar riil yang dicari. Berdasarkan hasil-hasil yang
ditampilkan di atas semua akar yang didapatkan bernilai sama. Meskipun didapatkan nilai
yang sama, sudah tampak jelas bahwa terdapat perbedaan jumlah iterasi yang dilakukan
untuk mendapatkan akar yang diinginkan. Semakin sedikit iterasi yang dilakukan maka
semakin cepat metode tersebut dalam mendapatkan hasil. Dalam hal ini metode Newton
Raphson unggul dalam kecepatan untuk menentukan hasil yang diinginkan, kemudian disusul
dengan metode regula falsi, metode iterasi, dan terakhir metode biseksi.
MATLAB:Metode Biseksi dan Regula Falsi
21Mei
Masalah persamaan non – linear umumnya ditujukan untuk mencari akar persamaan.
Penyelesaian masalah persamaan non-linear bersifat iteratif, dilakukan berulang – ulang
sehingga hasil yang tetap tercapai.
Terdapat dua cara iterasi untuk mendapatkan nilai akar riil ini yaitu dengan menentukan nilai
maksimum iterasi dan menentukan toleransi. Untuk metode nilai maksimum iterasi, kita
harus menentukan nilai perulangan dari perhitungan. Sehingga hasilnya tidak begitu akurat.
Berbeda dengan menentukan toleransi, kita harus didefinisikan terlebih dahulu toleransi
perhitungan yang diperkenankan saat awal pembuatan program. Salah – satu dari dua kriteria
konvergensi berikut dapat digunakan untuk mengevaluasi proses iterasi:
1. |xi-xi-1|
2. |f(x)|
Salah satu bentuk komputasi yang dapat digunakan adalah metode biseksi. Metode biseksi
adalah metode yang digunakan untuk mencari akar persamaan non-linear melalui proses
iterasi dengan persamaan:
x0=(x1+x2)/2
Dimana nilai (fx1)dan nilai (fx2) harus memenuhi persyaratan (fx1)*(fx2)<0. sekarang mari
kita gunakan metode di atas untuk menyelesaikan soal berikut ini:
Determine the displacement d of a spring of stiffness 400 N/m and unstretched length 6 m
when a force of 200 N is apllied, by finding a root of the equation:
Approximate the real root of the equation in the tinterval 1 < d < 2.
Langkah pertama kita analisis gaya-gaya yang bekerja pada pegas.
Panjang mula-mula masing-masing pegas adalah 3 m, kemudian ditarik dengan gaya 400 N
sehingga panjangnya menjadi r. Gaya yang diberikan pada titik sambungan pegas
mengakibatkan titik tersebut bergeser sejauh d sehingga sisi miring r yang merupakan
panjang pegas setelah diberi gaya dapat ditentukan dengan menggunakan aturan phytagoras
seperti berikut
Karena ada dua pegas yang teregang dengan membentuk sudut θ, maka pegas juga memiliki
gaya yang besarnya
Karena gaya yang bekerja tersebut panjang pegas menjadi r sehingga pertambahan panjang
pegas sebesar
Selanjutnya kita gunakan hukum I Newton
Diketahui F = 200 N dan k = 400 N sehingga
Setelah didapatkan fungsi dari sistem pegas di atas selanjutnya kita buat listing program
untuk mencari akar riil dari persamaan tersebut.
B. Metode Regula falsi
Terdapat metode lain untuk mencari akar riil dari sistem pegas di atas yaitu metode regula
falsi. Persamaan umum regulasi falsi diberikan seperti berikut ini:
Kita buat terlebih dahulu fungsi sistem pegas tersebut:
M-File 1
function y=fungsiRF(d)
y=4*((sqrt(9+d^2))-3)-((sqrt(9+d^2))/d);
Sebenarnya fungsi ini sama dengan fungsi sebelumnya hanya saja kita ubah namanya.
Selanjutnya kita buat listing program utamanya.
M-File 2
clear;clc;
d1=1;
d2=2;
tol=0.00001;
fd0=1;
i=0;
fd1=fungsiRF(d1);
fd2=fungsiRF(d2);
if (fd1*fd2>0)
disp(‘tidak ada akar’)
else
disp(‘iterasi ke d0 fd0′)
while (abs(fd0)>tol)
i=i+1;
d0=d1+(-fungsiRF(d1)*(d2-d1)/(fungsiRF(d2)-fungsiRF(d1)));
fd0=fungsiRF(d0);
fprintf(‘ %d %f %f n’,i,d0,fd0);
if(fd1*fd0<0)
d2=d0;
else
d1=d0;
end
end
end
Output dari metode regula falsi seperti berikut:
terasi ke d0 fd0
1 1.802263 0.057088
2 1.784444 0.006249
3 1.782498 0.000695
4 1.782282 0.000077
5 1.782258 0.000009
Berdasarkan hasil-hasil percobaan, sangat jelas terlihat metode mana yang lebih cepat dalam
mendapatkan akar riil dari fungsi sistem pegas. Metode regula falsi lebih unggul dalam
kecepatan untuk menemukan akar fungsi sistem pegas yang diberikan.
Oh ya, maaf ya kalau persamaan-persamaannya tidak enak dipandang. saya ga mau ribet, jadi
persamaan dan gambarnya saya ambil dengan snipping tool. hehehehe. Semoga Bermanfaat
Metode Regulas Falsi
Sekarang kita gunakan metode yang lain yaitu regulas falsi. Fungsi yang digunakan tetap
sama hanya saja perhitungannya yang berbeda. Berikut ini listing program utamanya:
clear;clc;
x1=1;
x2=1.5;
tol=0.00001;
fx0=1;
i=0;
fx1=fungsi(x1);
fx2=fungsi(x2);
if (fx1*fx2>0)
disp(‘tidak ada akar’)
else
disp(‘iter ke x0 fx0′)
while (abs(fx0)>tol);
i=i+1;
x0=x1+(-(fungsi(x1))*(x2-x1)/(fungsi(x2)-fungsi(x1)));
fx0=fungsi(x0);
fprintf(‘%d %f %f n’,i,x0,fx0);
if(fx1*fx0<0)
x2=x0;
else
x1=x0;
end
end
end
Tampak bahwa hanya rumus perhitungannya saja yang diubah. Jika program dijalankan maka
hasilnya seperti berikut:
iter ke x0 fx0
1 1.354430 -0.302055
2 1.368270 -0.011345
3 1.368788 -0.000424
4 1.368807 -0.000016
5 1.368808 -0.000001
Pada iterasi ke-5 perhitungan dihentikan karena nilai absolut dari fx0 lebih kecil dari nilai
toleransi. Berdasarkan percobaan, tampak bahwa metode regula falsi lebih cepat dalam
mendapatkan hasil.
iii. Metode Iterasi
Program pada metode iterasi lebih pendek dari metode biseksi dan regula falsi, tetapi metode
ini juga dapat memberikan hasil yang sama. Berikut ini listing program metode iterasi:
clear;clc;
g0=1;
tol=0.00001;
i=0;
fg0=fungsig(g0);
disp(‘iterasi ke x0 fx0′)
while(abs(fg0)>tol)
i=i+1;
g0=fungsig(g0);
fg0=fungsi(g0);
fprintf(‘ %d %f %fn’,i,g0,fg0);
end
Output dari metode iterasi seperti berikut:
iterasi ke x0 fx0
1 1.538462 3.759672
2 1.295019 -1.523815
3 1.401825 0.703228
4 1.354209 -0.306678
5 1.375298 0.137171
6 1.365930 -0.060671
7 1.370086 0.026969
8 1.368241 -0.011961
9 1.369060 0.005310
10 1.368696 -0.002357
11 1.368858 0.001046
12 1.368786 -0.000464
13 1.368818 0.000206
14 1.368804 -0.000091
15 1.368810 0.000041
16 1.368807 -0.000018
17 1.368808 0.000008
Didapatkan sebanyak 17 kali perhitungan pada metode ini. Hasil akhir yang diberikan sama
dengan dua metode sebelumnya yaitu metode biseksi dan metode regula falsi.
iv. Metode Newton Raphson
Sama halnya dengan metode iterasi, program pada metode Newton Raphson ini tidak terlalu
panjang tetapi perlu diingat bahwa metode ini memerlukan fungsi dari turunan pertama
fungsi pertamanya sehingga kita perlu membuat fungsi lagi khusus untuk digunakan pada
metode ini. Berikut ini listing fungsi turunan pertama dari fungsi awalnya:
function y=dif(x)
y=3*(x^2)+4*x+10;
setelah membuat fungsi turunanannya, kita susun program utamanya untuk menghitung akar
riil dari persamaan tersebut
clear;clc
toleransi=0.000001;
i=0;
x0=1;
fx0=fungsi(x0);
disp(‘iterasi ke x0 fx0′)
while (abs (fx0)>toleransi)
i=i+1;
x0=x0-(fungsi(x0)/dif(x0));
fx0=fungsi(x0); %Hitung f(Xn+1)
fprintf(‘ %d %f %fn’,i,x0,fx0);
end
Jika program dijalankan maka hasil yang ditampilkan sperti berikut:
iterasi ke x0 fx0
1 1.411765 0.917566
2 1.369336 0.011148
3 1.368808 0.000002
4 1.368808 0.000000
Nilai x0 pada iterasi terakhir merupakan akar riil yang dicari. Berdasarkan hasil-hasil yang
ditampilkan di atas semua akar yang didapatkan bernilai sama. Meskipun didapatkan nilai
yang sama, sudah tampak jelas bahwa terdapat perbedaan jumlah iterasi yang dilakukan
untuk mendapatkan akar yang diinginkan. Semakin sedikit iterasi yang dilakukan maka
semakin cepat metode tersebut dalam mendapatkan hasil. Dalam hal ini metode Newton
Raphson unggul dalam kecepatan untuk menentukan hasil yang diinginkan, kemudian disusul
dengan metode regula falsi, metode iterasi, dan terakhir metode biseksi.

More Related Content

What's hot

Integral Garis
Integral GarisIntegral Garis
Integral Garis
Kelinci Coklat
 
Kelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fixKelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fix
liabika
 
persamaan-diferensial-orde-ii
persamaan-diferensial-orde-iipersamaan-diferensial-orde-ii
persamaan-diferensial-orde-iiFaried Doank
 
Vektor jarak
Vektor jarakVektor jarak
Vektor jarak
Asjar Zitus
 
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Kelinci Coklat
 
Contoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel erna
Contoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel ernaContoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel erna
Contoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel erna
ernajuliawati
 
Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )
Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )
Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )
Kelinci Coklat
 
Teknik pengintegralan
Teknik pengintegralanTeknik pengintegralan
Teknik pengintegralan
Lilies DLiestyowati
 
Teorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangTeorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidang
okti agung
 
Integral Lipat Tiga
Integral Lipat TigaIntegral Lipat Tiga
Integral Lipat Tiga
Kelinci Coklat
 
Analisis korelasi linier sederhana
Analisis korelasi linier sederhanaAnalisis korelasi linier sederhana
Analisis korelasi linier sederhana
Putra Samada
 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
Simon Patabang
 
Konsep Limit Fungsi di Satu Titik
Konsep Limit Fungsi di Satu TitikKonsep Limit Fungsi di Satu Titik
Konsep Limit Fungsi di Satu Titik
Reza Ferial Ashadi
 
Aplikasi determinan dalam geometri
Aplikasi determinan dalam geometriAplikasi determinan dalam geometri
Aplikasi determinan dalam geometri
Udey Kumar
 
Metode numerik pada persamaan diferensial (new)
Metode numerik pada persamaan diferensial (new)Metode numerik pada persamaan diferensial (new)
Metode numerik pada persamaan diferensial (new)Khubab Basari
 
Deret fourier kompleks
Deret fourier kompleksDeret fourier kompleks
Deret fourier kompleks
Lailatul Maghfiroh
 

What's hot (20)

Integral Garis
Integral GarisIntegral Garis
Integral Garis
 
Kelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fixKelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fix
 
persamaan-diferensial-orde-ii
persamaan-diferensial-orde-iipersamaan-diferensial-orde-ii
persamaan-diferensial-orde-ii
 
Vektor jarak
Vektor jarakVektor jarak
Vektor jarak
 
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
 
Contoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel erna
Contoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel ernaContoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel erna
Contoh soal penyelsaian metode biseksi menggunakan excel erna
 
Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )
Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )
Bab 5. Aplikasi Turunan ( Kalkulus 1 )
 
Teknik pengintegralan
Teknik pengintegralanTeknik pengintegralan
Teknik pengintegralan
 
Kompros scilab
Kompros scilabKompros scilab
Kompros scilab
 
Teorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangTeorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidang
 
Integral Lipat Tiga
Integral Lipat TigaIntegral Lipat Tiga
Integral Lipat Tiga
 
(3)integral
(3)integral(3)integral
(3)integral
 
Analisis korelasi linier sederhana
Analisis korelasi linier sederhanaAnalisis korelasi linier sederhana
Analisis korelasi linier sederhana
 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
 
Modul 8 nilai eigen
Modul 8 nilai eigenModul 8 nilai eigen
Modul 8 nilai eigen
 
Konsep Limit Fungsi di Satu Titik
Konsep Limit Fungsi di Satu TitikKonsep Limit Fungsi di Satu Titik
Konsep Limit Fungsi di Satu Titik
 
Aplikasi determinan dalam geometri
Aplikasi determinan dalam geometriAplikasi determinan dalam geometri
Aplikasi determinan dalam geometri
 
Metode numerik pada persamaan diferensial (new)
Metode numerik pada persamaan diferensial (new)Metode numerik pada persamaan diferensial (new)
Metode numerik pada persamaan diferensial (new)
 
Deret fourier kompleks
Deret fourier kompleksDeret fourier kompleks
Deret fourier kompleks
 
Turunan
TurunanTurunan
Turunan
 

Viewers also liked

Metode numerik persamaan non linier
Metode numerik persamaan non linierMetode numerik persamaan non linier
Metode numerik persamaan non linier
Izhan Nassuha
 
Modul3 metode newton raphson praktikum metode numerik
Modul3 metode newton raphson praktikum metode numerikModul3 metode newton raphson praktikum metode numerik
Modul3 metode newton raphson praktikum metode numerik
James Montolalu
 
Aplikasi teori-belajar
Aplikasi teori-belajarAplikasi teori-belajar
Aplikasi teori-belajarawalp awalp
 
Membuat program kalkulator sederhana dengan matlab
Membuat program kalkulator sederhana dengan matlabMembuat program kalkulator sederhana dengan matlab
Membuat program kalkulator sederhana dengan matlab
Nur Halimah
 
Modul2 metode regula falsi praktikum metode numerik
Modul2 metode regula falsi praktikum metode numerikModul2 metode regula falsi praktikum metode numerik
Modul2 metode regula falsi praktikum metode numerik
James Montolalu
 
NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...
NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...
NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...
Parhamsagharchi
 
Eksponen dan Logaritma
Eksponen dan LogaritmaEksponen dan Logaritma
Eksponen dan Logaritma
Defiska Andang Nugraha
 

Viewers also liked (8)

Metode numerik persamaan non linier
Metode numerik persamaan non linierMetode numerik persamaan non linier
Metode numerik persamaan non linier
 
Modul3 metode newton raphson praktikum metode numerik
Modul3 metode newton raphson praktikum metode numerikModul3 metode newton raphson praktikum metode numerik
Modul3 metode newton raphson praktikum metode numerik
 
Akar persamaan
Akar persamaanAkar persamaan
Akar persamaan
 
Aplikasi teori-belajar
Aplikasi teori-belajarAplikasi teori-belajar
Aplikasi teori-belajar
 
Membuat program kalkulator sederhana dengan matlab
Membuat program kalkulator sederhana dengan matlabMembuat program kalkulator sederhana dengan matlab
Membuat program kalkulator sederhana dengan matlab
 
Modul2 metode regula falsi praktikum metode numerik
Modul2 metode regula falsi praktikum metode numerikModul2 metode regula falsi praktikum metode numerik
Modul2 metode regula falsi praktikum metode numerik
 
NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...
NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...
NUMERICAL METHODS WITH MATLAB : bisection,mueller's,newton-raphson,false poin...
 
Eksponen dan Logaritma
Eksponen dan LogaritmaEksponen dan Logaritma
Eksponen dan Logaritma
 

Similar to Matlab

Makalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompok
Makalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompokMakalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompok
Makalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompokRahmank Sana-sini
 
C programming language notes (4)
C programming language notes (4)C programming language notes (4)
C programming language notes (4)nakomuri
 
Efisiensi algoritma
Efisiensi algoritmaEfisiensi algoritma
Efisiensi algoritma
Icha Dicaprio
 
Deret fourier
Deret fourierDeret fourier
Deret fourier
L Silva
 
Presentation
PresentationPresentation
Presentation
Ainy Sara
 
James philip montolalu 13021106048
James philip montolalu   13021106048James philip montolalu   13021106048
James philip montolalu 13021106048
James Montolalu
 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasarFaisal Amir
 
Modul maple untuk metnum 2014
Modul maple untuk metnum 2014Modul maple untuk metnum 2014
Modul maple untuk metnum 2014
Samuel Pinto'o
 
Persamaan non linier
Persamaan non linierPersamaan non linier
Persamaan non linier
soniyora1
 
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-bBuku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
tribudi20
 
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-bBuku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Tri Budi Santoso
 
Algoritma dan pemograman
Algoritma dan pemogramanAlgoritma dan pemograman
Algoritma dan pemogramanSyahran Mohamed
 
Praktikum p-fisika
Praktikum p-fisikaPraktikum p-fisika
Praktikum p-fisika
Torang Aritonang
 
Kalkulus turunan dan integral
Kalkulus turunan dan integralKalkulus turunan dan integral
Kalkulus turunan dan integral
Hanifa Zulfitri
 
Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1
Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1
Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1
DEDEALAMSYAHSPd
 
Bab 2-kalkulus-ok1
Bab 2-kalkulus-ok1Bab 2-kalkulus-ok1
Bab 2-kalkulus-ok1
Fajar Istiqomah
 
Algoritma Brute Force 12345678901112.ppt
Algoritma Brute Force 12345678901112.pptAlgoritma Brute Force 12345678901112.ppt
Algoritma Brute Force 12345678901112.ppt
ELDONIMOSUL1
 
Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++
Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++
Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++Nurdin Al-Azies
 

Similar to Matlab (20)

Makalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompok
Makalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompokMakalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompok
Makalah analisa numerik dan komputasi tugas kelompok
 
C programming language notes (4)
C programming language notes (4)C programming language notes (4)
C programming language notes (4)
 
Efisiensi algoritma
Efisiensi algoritmaEfisiensi algoritma
Efisiensi algoritma
 
Deret fourier
Deret fourierDeret fourier
Deret fourier
 
Cc++
Cc++Cc++
Cc++
 
Presentation
PresentationPresentation
Presentation
 
James philip montolalu 13021106048
James philip montolalu   13021106048James philip montolalu   13021106048
James philip montolalu 13021106048
 
Tistrukdat9
Tistrukdat9Tistrukdat9
Tistrukdat9
 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasar
 
Modul maple untuk metnum 2014
Modul maple untuk metnum 2014Modul maple untuk metnum 2014
Modul maple untuk metnum 2014
 
Persamaan non linier
Persamaan non linierPersamaan non linier
Persamaan non linier
 
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-bBuku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
 
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-bBuku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
Buku speech processing_subp_pengkodean-sinyal-wicara-b
 
Algoritma dan pemograman
Algoritma dan pemogramanAlgoritma dan pemograman
Algoritma dan pemograman
 
Praktikum p-fisika
Praktikum p-fisikaPraktikum p-fisika
Praktikum p-fisika
 
Kalkulus turunan dan integral
Kalkulus turunan dan integralKalkulus turunan dan integral
Kalkulus turunan dan integral
 
Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1
Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1
Referensi Materi Algoritma Brute Force Bagian 1
 
Bab 2-kalkulus-ok1
Bab 2-kalkulus-ok1Bab 2-kalkulus-ok1
Bab 2-kalkulus-ok1
 
Algoritma Brute Force 12345678901112.ppt
Algoritma Brute Force 12345678901112.pptAlgoritma Brute Force 12345678901112.ppt
Algoritma Brute Force 12345678901112.ppt
 
Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++
Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++
Asyiknya Belajar Struktur Data di Planet C++
 

Matlab

  • 1. MATLAB: Biseksi, Regula Falsi, Iterasi sederhana, dan Newton Raphson 21Mei Berbagai persoalan fisika memerlukan komputasi yang cukup rumit apabila dikerjakan secara analitik dan manual. Aproksimasi penyelesian kemudian diperkenalkan untuk menyederhanakan penyelesaian eksak. Metode numerik diciptakan untuk melakukan aproksimasi ini dalam pencarian solusi persoalan rumit. Namun demikian tidak jarang komputasi numerik harus dilakukan berulangkali agar dapat dihasilkan besaran error yang cukup kecil sesuai dengan persyaratan, yang apabila dilakukan secara manual akan menyita banyak waktu. Diperlukan suatu metode dalam mencari hasil dari suatu persoalaan yang dinyatakan dalam model matematis. Dalan penyelesaian secara numerik, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan seperti metode biseksi, regula falsi, iterasi, dan Newton Raphson. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing namun dapat memberikan hasil yang sama. Untuk lebih memperjelas perbedaan dari masing-masing metode yang telah disebutkan, kita aplikasikan untuk mencari akar riil dari persamaan berikut: i. Metode Biseksi M-file pertama kita buat fungsi seperti di atas,berikut listing-nya: function y=fungsi(x) y=x^3+2*(x^2)+10*x-20; Berikutnya kita buat M-file listing program utamanya clear;clc; x1=1; x2=1.5; tol=0.00001; fx0=1; i=0; fx1=fungsi(x1); fx2=fungsi(x2);
  • 2. if (fx1*fx2>0) disp(‘tidak ada akar’) else disp(‘iterasi ke x0 fx0′) while (abs(fx0)>tol); i=i+1; x0=(x1+x2)/2; fx0=fungsi(x0); fprintf(‘ %d %f %f n’,i,x0,fx0); if(fx1*fx0<0) x2=x0; else x1=x0; end end end Selanjutnya kita run program metode biseksi di atas sehingga kita dapatkan hasil seperti berikut: iterasi ke x0 fx0 1 1.250000 -2.421875 2 1.375000 0.130859 3 1.312500 -1.168701 4 1.343750 -0.524811 5 1.359375 -0.198460 6 1.367188 -0.034173
  • 3. 7 1.371094 0.048250 8 1.369141 0.007016 9 1.368164 -0.013584 10 1.368652 -0.003286 11 1.368896 0.001864 12 1.368774 -0.000711 13 1.368835 0.000577 14 1.368805 -0.000067 15 1.368820 0.000255 16 1.368813 0.000094 17 1.368809 0.000013 18 1.368807 -0.000027 19 1.368808 -0.000007 Dalam program kita menentukan toleransi sebesar 0.00001 sehingga ketika fx0 lebih kecil dari nilai toleransi yang telah ditentukan program akan berhenti menghitung. Untuk metode biseksi ini kita program melakukan 19 kali perhitungan untuk memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. ii. Metode Regulas Falsi Sekarang kita gunakan metode yang lain yaitu regulas falsi. Fungsi yang digunakan tetap sama hanya saja perhitungannya yang berbeda. Berikut ini listing program utamanya: clear;clc; x1=1; x2=1.5; tol=0.00001; fx0=1; i=0; fx1=fungsi(x1);
  • 4. fx2=fungsi(x2); if (fx1*fx2>0) disp(‘tidak ada akar’) else disp(‘iter ke x0 fx0′) while (abs(fx0)>tol); i=i+1; x0=x1+(-(fungsi(x1))*(x2-x1)/(fungsi(x2)-fungsi(x1))); fx0=fungsi(x0); fprintf(‘%d %f %f n’,i,x0,fx0); if(fx1*fx0<0) x2=x0; else x1=x0; end end end Tampak bahwa hanya rumus perhitungannya saja yang diubah. Jika program dijalankan maka hasilnya seperti berikut: iter ke x0 fx0 1 1.354430 -0.302055 2 1.368270 -0.011345 3 1.368788 -0.000424 4 1.368807 -0.000016 5 1.368808 -0.000001
  • 5. Pada iterasi ke-5 perhitungan dihentikan karena nilai absolut dari fx0 lebih kecil dari nilai toleransi. Berdasarkan percobaan, tampak bahwa metode regula falsi lebih cepat dalam mendapatkan hasil. iii. Metode Iterasi Program pada metode iterasi lebih pendek dari metode biseksi dan regula falsi, tetapi metode ini juga dapat memberikan hasil yang sama. Berikut ini listing program metode iterasi: clear;clc; g0=1; tol=0.00001; i=0; fg0=fungsig(g0); disp(‘iterasi ke x0 fx0′) while(abs(fg0)>tol) i=i+1; g0=fungsig(g0); fg0=fungsi(g0); fprintf(‘ %d %f %fn’,i,g0,fg0); end Output dari metode iterasi seperti berikut: iterasi ke x0 fx0 1 1.538462 3.759672 2 1.295019 -1.523815 3 1.401825 0.703228 4 1.354209 -0.306678 5 1.375298 0.137171 6 1.365930 -0.060671 7 1.370086 0.026969
  • 6. 8 1.368241 -0.011961 9 1.369060 0.005310 10 1.368696 -0.002357 11 1.368858 0.001046 12 1.368786 -0.000464 13 1.368818 0.000206 14 1.368804 -0.000091 15 1.368810 0.000041 16 1.368807 -0.000018 17 1.368808 0.000008 Didapatkan sebanyak 17 kali perhitungan pada metode ini. Hasil akhir yang diberikan sama dengan dua metode sebelumnya yaitu metode biseksi dan metode regula falsi. iv. Metode Newton Raphson Sama halnya dengan metode iterasi, program pada metode Newton Raphson ini tidak terlalu panjang tetapi perlu diingat bahwa metode ini memerlukan fungsi dari turunan pertama fungsi pertamanya sehingga kita perlu membuat fungsi lagi khusus untuk digunakan pada metode ini. Berikut ini listing fungsi turunan pertama dari fungsi awalnya: function y=dif(x) y=3*(x^2)+4*x+10; setelah membuat fungsi turunanannya, kita susun program utamanya untuk menghitung akar riil dari persamaan tersebut clear;clc toleransi=0.000001; i=0; x0=1; fx0=fungsi(x0); disp(‘iterasi ke x0 fx0′) while (abs (fx0)>toleransi)
  • 7. i=i+1; x0=x0-(fungsi(x0)/dif(x0)); fx0=fungsi(x0); %Hitung f(Xn+1) fprintf(‘ %d %f %fn’,i,x0,fx0); end Jika program dijalankan maka hasil yang ditampilkan sperti berikut: iterasi ke x0 fx0 1 1.411765 0.917566 2 1.369336 0.011148 3 1.368808 0.000002 4 1.368808 0.000000 Nilai x0 pada iterasi terakhir merupakan akar riil yang dicari. Berdasarkan hasil-hasil yang ditampilkan di atas semua akar yang didapatkan bernilai sama. Meskipun didapatkan nilai yang sama, sudah tampak jelas bahwa terdapat perbedaan jumlah iterasi yang dilakukan untuk mendapatkan akar yang diinginkan. Semakin sedikit iterasi yang dilakukan maka semakin cepat metode tersebut dalam mendapatkan hasil. Dalam hal ini metode Newton Raphson unggul dalam kecepatan untuk menentukan hasil yang diinginkan, kemudian disusul dengan metode regula falsi, metode iterasi, dan terakhir metode biseksi. MATLAB:Metode Biseksi dan Regula Falsi 21Mei Masalah persamaan non – linear umumnya ditujukan untuk mencari akar persamaan. Penyelesaian masalah persamaan non-linear bersifat iteratif, dilakukan berulang – ulang sehingga hasil yang tetap tercapai. Terdapat dua cara iterasi untuk mendapatkan nilai akar riil ini yaitu dengan menentukan nilai maksimum iterasi dan menentukan toleransi. Untuk metode nilai maksimum iterasi, kita harus menentukan nilai perulangan dari perhitungan. Sehingga hasilnya tidak begitu akurat. Berbeda dengan menentukan toleransi, kita harus didefinisikan terlebih dahulu toleransi perhitungan yang diperkenankan saat awal pembuatan program. Salah – satu dari dua kriteria konvergensi berikut dapat digunakan untuk mengevaluasi proses iterasi:
  • 8. 1. |xi-xi-1| 2. |f(x)| Salah satu bentuk komputasi yang dapat digunakan adalah metode biseksi. Metode biseksi adalah metode yang digunakan untuk mencari akar persamaan non-linear melalui proses iterasi dengan persamaan: x0=(x1+x2)/2 Dimana nilai (fx1)dan nilai (fx2) harus memenuhi persyaratan (fx1)*(fx2)<0. sekarang mari kita gunakan metode di atas untuk menyelesaikan soal berikut ini: Determine the displacement d of a spring of stiffness 400 N/m and unstretched length 6 m when a force of 200 N is apllied, by finding a root of the equation: Approximate the real root of the equation in the tinterval 1 < d < 2. Langkah pertama kita analisis gaya-gaya yang bekerja pada pegas. Panjang mula-mula masing-masing pegas adalah 3 m, kemudian ditarik dengan gaya 400 N sehingga panjangnya menjadi r. Gaya yang diberikan pada titik sambungan pegas mengakibatkan titik tersebut bergeser sejauh d sehingga sisi miring r yang merupakan panjang pegas setelah diberi gaya dapat ditentukan dengan menggunakan aturan phytagoras seperti berikut
  • 9. Karena ada dua pegas yang teregang dengan membentuk sudut θ, maka pegas juga memiliki gaya yang besarnya Karena gaya yang bekerja tersebut panjang pegas menjadi r sehingga pertambahan panjang pegas sebesar Selanjutnya kita gunakan hukum I Newton Diketahui F = 200 N dan k = 400 N sehingga Setelah didapatkan fungsi dari sistem pegas di atas selanjutnya kita buat listing program untuk mencari akar riil dari persamaan tersebut. B. Metode Regula falsi
  • 10. Terdapat metode lain untuk mencari akar riil dari sistem pegas di atas yaitu metode regula falsi. Persamaan umum regulasi falsi diberikan seperti berikut ini: Kita buat terlebih dahulu fungsi sistem pegas tersebut: M-File 1 function y=fungsiRF(d) y=4*((sqrt(9+d^2))-3)-((sqrt(9+d^2))/d); Sebenarnya fungsi ini sama dengan fungsi sebelumnya hanya saja kita ubah namanya. Selanjutnya kita buat listing program utamanya. M-File 2 clear;clc; d1=1; d2=2; tol=0.00001; fd0=1; i=0; fd1=fungsiRF(d1); fd2=fungsiRF(d2); if (fd1*fd2>0) disp(‘tidak ada akar’) else disp(‘iterasi ke d0 fd0′) while (abs(fd0)>tol) i=i+1; d0=d1+(-fungsiRF(d1)*(d2-d1)/(fungsiRF(d2)-fungsiRF(d1)));
  • 11. fd0=fungsiRF(d0); fprintf(‘ %d %f %f n’,i,d0,fd0); if(fd1*fd0<0) d2=d0; else d1=d0; end end end Output dari metode regula falsi seperti berikut: terasi ke d0 fd0 1 1.802263 0.057088 2 1.784444 0.006249 3 1.782498 0.000695 4 1.782282 0.000077 5 1.782258 0.000009 Berdasarkan hasil-hasil percobaan, sangat jelas terlihat metode mana yang lebih cepat dalam mendapatkan akar riil dari fungsi sistem pegas. Metode regula falsi lebih unggul dalam kecepatan untuk menemukan akar fungsi sistem pegas yang diberikan. Oh ya, maaf ya kalau persamaan-persamaannya tidak enak dipandang. saya ga mau ribet, jadi persamaan dan gambarnya saya ambil dengan snipping tool. hehehehe. Semoga Bermanfaat Metode Regulas Falsi Sekarang kita gunakan metode yang lain yaitu regulas falsi. Fungsi yang digunakan tetap sama hanya saja perhitungannya yang berbeda. Berikut ini listing program utamanya:
  • 12. clear;clc; x1=1; x2=1.5; tol=0.00001; fx0=1; i=0; fx1=fungsi(x1); fx2=fungsi(x2); if (fx1*fx2>0) disp(‘tidak ada akar’) else disp(‘iter ke x0 fx0′) while (abs(fx0)>tol); i=i+1; x0=x1+(-(fungsi(x1))*(x2-x1)/(fungsi(x2)-fungsi(x1))); fx0=fungsi(x0); fprintf(‘%d %f %f n’,i,x0,fx0); if(fx1*fx0<0) x2=x0; else x1=x0; end end end Tampak bahwa hanya rumus perhitungannya saja yang diubah. Jika program dijalankan maka hasilnya seperti berikut:
  • 13. iter ke x0 fx0 1 1.354430 -0.302055 2 1.368270 -0.011345 3 1.368788 -0.000424 4 1.368807 -0.000016 5 1.368808 -0.000001 Pada iterasi ke-5 perhitungan dihentikan karena nilai absolut dari fx0 lebih kecil dari nilai toleransi. Berdasarkan percobaan, tampak bahwa metode regula falsi lebih cepat dalam mendapatkan hasil. iii. Metode Iterasi Program pada metode iterasi lebih pendek dari metode biseksi dan regula falsi, tetapi metode ini juga dapat memberikan hasil yang sama. Berikut ini listing program metode iterasi: clear;clc; g0=1; tol=0.00001; i=0; fg0=fungsig(g0); disp(‘iterasi ke x0 fx0′) while(abs(fg0)>tol) i=i+1; g0=fungsig(g0); fg0=fungsi(g0); fprintf(‘ %d %f %fn’,i,g0,fg0); end Output dari metode iterasi seperti berikut: iterasi ke x0 fx0 1 1.538462 3.759672
  • 14. 2 1.295019 -1.523815 3 1.401825 0.703228 4 1.354209 -0.306678 5 1.375298 0.137171 6 1.365930 -0.060671 7 1.370086 0.026969 8 1.368241 -0.011961 9 1.369060 0.005310 10 1.368696 -0.002357 11 1.368858 0.001046 12 1.368786 -0.000464 13 1.368818 0.000206 14 1.368804 -0.000091 15 1.368810 0.000041 16 1.368807 -0.000018 17 1.368808 0.000008 Didapatkan sebanyak 17 kali perhitungan pada metode ini. Hasil akhir yang diberikan sama dengan dua metode sebelumnya yaitu metode biseksi dan metode regula falsi. iv. Metode Newton Raphson Sama halnya dengan metode iterasi, program pada metode Newton Raphson ini tidak terlalu panjang tetapi perlu diingat bahwa metode ini memerlukan fungsi dari turunan pertama fungsi pertamanya sehingga kita perlu membuat fungsi lagi khusus untuk digunakan pada metode ini. Berikut ini listing fungsi turunan pertama dari fungsi awalnya: function y=dif(x) y=3*(x^2)+4*x+10; setelah membuat fungsi turunanannya, kita susun program utamanya untuk menghitung akar riil dari persamaan tersebut clear;clc
  • 15. toleransi=0.000001; i=0; x0=1; fx0=fungsi(x0); disp(‘iterasi ke x0 fx0′) while (abs (fx0)>toleransi) i=i+1; x0=x0-(fungsi(x0)/dif(x0)); fx0=fungsi(x0); %Hitung f(Xn+1) fprintf(‘ %d %f %fn’,i,x0,fx0); end Jika program dijalankan maka hasil yang ditampilkan sperti berikut: iterasi ke x0 fx0 1 1.411765 0.917566 2 1.369336 0.011148 3 1.368808 0.000002 4 1.368808 0.000000 Nilai x0 pada iterasi terakhir merupakan akar riil yang dicari. Berdasarkan hasil-hasil yang ditampilkan di atas semua akar yang didapatkan bernilai sama. Meskipun didapatkan nilai yang sama, sudah tampak jelas bahwa terdapat perbedaan jumlah iterasi yang dilakukan untuk mendapatkan akar yang diinginkan. Semakin sedikit iterasi yang dilakukan maka semakin cepat metode tersebut dalam mendapatkan hasil. Dalam hal ini metode Newton Raphson unggul dalam kecepatan untuk menentukan hasil yang diinginkan, kemudian disusul dengan metode regula falsi, metode iterasi, dan terakhir metode biseksi.