Dokumen tersebut membahas tentang sejarah pendidikan di Indonesia pada zaman kolonial Belanda. Pendidikan diawali oleh Portugis yang mendirikan sekolah-sekolah Katolik, kemudian dilanjutkan oleh Belanda yang mendirikan sekolah-sekolah Protestan untuk memperluas pengaruh agama dan ekonomi. Pendidikan pada awalnya hanya tersedia untuk orang Belanda, kemudian sedikit demi sedikit diberikan juga untuk anak-anak bangsawan p
Banyak ahli yang merumuskan pengertian pengembangan kurikulum, menurut Miller dan Seler (1985:3) pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan yang umum. Misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakekat kurikulum dan lainnya. Sementara itu Proses pengembangan kurikulum menurut Sagala (2000:232) ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan menggambarkan kemampuan dan keterampilan yang harus dilaksanakan dalam bidang tertentu.
Banyak ahli yang merumuskan pengertian pengembangan kurikulum, menurut Miller dan Seler (1985:3) pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan yang umum. Misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakekat kurikulum dan lainnya. Sementara itu Proses pengembangan kurikulum menurut Sagala (2000:232) ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan menggambarkan kemampuan dan keterampilan yang harus dilaksanakan dalam bidang tertentu.
Dalam slide presentasi ini dijelaskan tentang Perbedaan antara Pembelajaran dan Pengajaran dari Buku Teori Belajar dan Pembelajaran yang ditulis oleh Cecep Kustandi
Dalam slide presentasi ini dijelaskan tentang Perbedaan antara Pembelajaran dan Pengajaran dari Buku Teori Belajar dan Pembelajaran yang ditulis oleh Cecep Kustandi
Pendidikan merupakan lembaga untuk mengenyam dan mempelajari ilmu pengetahuan. Pendidikan memiliki sejarah yang cukup panjang di Indonesia, tentu pendidikan berkembang oleh pemerintahan kolonial Belanda sebagai wujud terimakasih kepada Indonesia karena telah membantu memberikan keuntungan untuk kas Belanda
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan dan Sejarah tidak bisa dipisahkan seperti membahas tentang pendidikan saja
atau hanya membahas sejarahnya saja. Tentunya jika kita sebagai penulis hanya memilih satu topik
seperti sejarah saja maka, kita akan mengkaitkan sejarah dengan nilai pendidikannya dan apakah
sejarah bisa kita jadikan tolok ukur membangun bangsa lewat pendidikan sejarah. Hal tersebut
membuat kita untuk belajar sebagai aktifitas pendidikan dan menelaah tentang masa lalu agar
mencapai sukses pembangunan dan sumber daya pekerti manusia luhur diperoleh negara. Oleh
sebab itu walaupun dipisahkan antara pendidikan dengan sejarah atau antara sejarah dengan
pendidikan mempunyai kesinambungan dan keterkaitan sehingga mencapai titik temu
permasalahan yang dihadapi dengan kegiatan pendidikan sejarah.
Materi pelajaran atau kuliah jarang untuk dibahas baik siswa maupun mahasiswa. Menurut
kebanyakan dari mereka sejarah pendidikan kurang begitu menarik untuk ditelaah. Kalaupun ada
yang menelaah maupun melakukakan penelitian adalah siswa ataupun mahasiswa yang sedang
diberi tugas oleh guru ataupun dosen mereka. Selain itu, kalangan masyarakat umum lebih sedikit
lagi yang membahas dan meneliti tentang sejarah pendidikan sejarah apalagi sejarah pendidikan
nasional. Bahkan, sejarahwan pun lebih tertarik dalam menelaah dan mengkaji sejarah politik,
sejarah social, sejarah agraris, sejarah ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika masyarakat lebih tertarik dengan berita berbau tentang social, ekonomi, agraris
dan politik karena tidak tersedianya buku sejarah pendidikan di pasaran.
Padahal dengan belajar sejarah pendidikan kita dapat mengetahui dan sudah terbukti. Kita
harus menelaah sejarah sebelum merancang kehidupan masa depan maupun menjalankan
kehidupan masa kini. Jika kita melakukan kesalahan pada proses belajar kita dapat melihat masa
dahulu yang dikatakan sejarah. Setelah itu seluruh masyarakat dapat bahu membahu berkontribusi
untuk memperbaiki kehidupan melalui pendidikan yang baik dan benar. Jadi, dengan belajar
sejarah pendidikan dapat memperbaiki kehidupan yang salah dan berantakan.
1.2 Rumusan Masalah
Latar belakang yang sudah kami paparkan akan kami tarik kerangka yang menjadi rumusan
masalah. Berikut adalah kerangka yang dijadikan rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah Pendidikan Indonesia pada Zaman Kolonial Belanda ?
2. Bagaimanakah Pendidikan Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang ?
3. Bagaimanakah Permasalahan Pendidikan Indonesisa pada Zaman Penjajahan Jepang ?
4. Bagaimanakah Pendidikan Indonesia pada Zaman Pergerakan Kemerdekaan ?
5. Bagaimanakah Pendidikan Indonesia pada Zaman Kemerdekaan sampai Tahun 1967 ?
6. Bagaimanakah Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Kemerdekaan sampai
Tahun 1967.
2. 2
7. Bagaimanakah Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Orde Baru ?
8. Bagaimanakah Pendidikan Indonesia pada Zaman Era Reformasi ?
1.3 Pembatasan Masalah
Kerangka-kerangka masalah yang sudah kami susun menjadi rumusan masalah akan
dibatasi. Berikut merupakan susunan pembatasan masalah yaitu :
1. Pendidikan Indonesia pada Zaman Kolonial Belanda.
2. Pendidikan Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang.
3. Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang.
4. Pendidikan Indonesia pada Zaman Pergerakan Kemerdekaan.
5. Pendidikan Indonesia pada Zaman Kemerdekaan sampai Tahun 1967.
6. Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Kemerdekaan sampai Tahun 1967.
7. Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Orde Baru.
8. Pendidikan Indonesia pada Zaman Era Reformasi.
1.4 Tujuan Masalah
Susunan pembatasan masalah yang kami susun akan kami ambil menjadi tujuan
permasalahan. Berikut merupakan susunan tujuan masalah yaitu :
1. Untuk mengetahui dan mengetahui pendidikan Indonesia pada zaman Kolonial Belanda.
2. Untuk mengetahui dan memahami pendidikan Indonesia pada zaman penjajahan Jepang.
3. Untuk mengetahui dan memahami permasalahan pendidikan Indonesia pada zaman
penjajahan Jepang.
4. Untuk mengetahui dan memahamai pendidikan Indonesia pada zaman pergerakan
kemerdekaan.
5. Untuk mengetahui dan memahami pendidikan Indonesia pada zaman kemerdekaan sampai
tahun 1967.
6. Untuk mengetahui dan memahami pendidikan Indonesia pada zaman kemerdekaan sampai
tahun 1967.
7. Untuk mengetahui dan memahami permasalahan pendidikan Indonesia pada zaman orde
baru.
8. Untuk mengetahui dan memahami pendidikan Indonesia pada zaman era reformasi.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Indonesia pada Zaman Kolonial Belanda
Perjalanan pendidikan Indonesia di zaman kolonial akan ditelusuri dari masuknya bangsa Eropa ke
Asia khususnya ke Indonesia. Seorang sejarawan berkebangsaan Inggris Furnivall dalam bukunya
Educational Progress in South East Asia yang menuliskan keadaan pendidikan Asia umumnya dan
Indonesia khususnya sebelum bangsa Eropa menginjakan kakinya di negara itu, dikatakan bahwa waktu
orang Eropa yang mula-mula sampai di timur jauh, di daerah katulistiwa mereka dapati sejumlah sekolah
dan orang yang telah mengenal baca dan tulis yang ternyata lebih banyak dari pada orang Eropa ketika itu
(Said,1965:44). Halini menggambarkan bahwa akhir abad18 hingga awalabad 19 di Indonesia telah terjadi
proses pendidikan yang dilakukan oleh para pemimpin agama khususnya Hindu dan Islam terutama di
daerah kerajaan/kesultanan dan atau bekas kerajaan.
Pada permulaan abad 16 Portugis di bawah kepemimpinan Vasco de gama masuk ke Indonesia.
Bangsa Portugis pada mulanya datang ke Asia khususnya Indonesia didorong oleh semangat untuk
mengembangkan agama katolik disamping berdagang. Agama dijadikan dasar utama untuk mendapat
pengaruh dibidang ekonomi dan politik. Syarat utama untuk memperluas pengaruh agama tersebut ialah
mendirikan sekolah-sekolah. Karena itu sekolah guru yang pertama ada di Indonesia adalah di Ternate
didirikan oleh Pendeta Portugis. Pulau cengkeh itu menjadi pusat peniagaan Portugis sejak tahun 1536. Di
pulau-pulau lain sekitar Ternate didirikan sekolah-sekolah yang dibina oleh kaum gerejawan katolik.
Pada abad ke 17 terjadi pertempuran antara Portugis dengan Belanda. Tahun 1641 Portugis terusir
dari Malaka karena saudagar-saudagar Belanda menghimpun diri dalam satu kesatuan yang disebut
Kompeni, Kompeni banyak mencontoh siasaat dagang dan politik yang dijalankan oleh Portugis di Asia
Tenggara ini. Agama Katolik sedikit demi sedikit ditekan dan diganti dengan agama Protestan.Cara untuk
mencapai tujuan itu ialah mendirikan sekolah-sekolah pula. Sekolah Kompeni yang pertama dibangun
adalah di daerah kepulauan rempah-rempah sepertiAmbon,Ternate,Bacan dan kemudian menyusul di
Jakarta. Tidak ada bedanya dengan Portugis Belanda pun berusaha menanamkan pengaruhnya dibidang
ekonomi dan politik dengan jalan mendirikan sekolah. Cara mengajar di sekolah-sekolah Belanda tidak
berbeda dengan cara yang dilakukan oleh para pendidik Islam yang dilaksanakan di surau-surau,
hanya isi pelajarannya yang berbeda. Dasar sekolah Kompeni itu ialah Kristen Protestan. Oleh
karena itu, dalam perjalanannya sering berbenturan dengan rakyat setempat walaupun kompeni
jugalah yang dapat memenangkannya dengan segala cara dan kelicikannya. Dalam tahun 1665
jumlah murid di Maluku sebanyak 1057 orang tetapi dalam tahun 1708 di pulau Ambon saja
jumlah murid sudah terdapat 3966 orang. Jadi dalam tmpo 3 tahun di daerah Maluku menjadi
hampir 3 kali lipat. Selanjutnya pada tahun 1779 di pulau Timor terdapat 539 orang murid,
sedangkan di Jakarta dalam tahun itu hanya ada 630 orang, dan di daerah pesisir Jawa Timur
terdapat 327 murid. Rupanya di Jawa pada umumnya sekolah Kompeni kurang disukai.
Ketika memasuki abad ke 18 daerah jajahan Kompeni makin luas,terutama di jawa,
perdagangan makin besar jumlahnya dan kewajiban pun makin berat pula. Untuk itu Kompeni
sangatmembutuhkan tenaga guna pengembangan usahanya dan itulah yang menjadi dorongan
4. 4
Kompeni untuk usahanya dan itulah yang menjadi dorongan Kompeni untuk membuka sekolah-
sekolah dan berlanjut terus hingga kompeni diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Jadi
landasan dalam pengembangan system pendidikan adalah atas dasar kebutuhan tenaga kerja
(said,1965:46). Hal ini dapat digambarkan salah satu peraturan sekolah yang dibuat pada tahun
1684 menetapkan tujuan pendidikan adalah “supaya murid-murid kelak sanggup dipekerjakan
pada pemerintah gereja”.Hingga tahun 1846-1849 jumlah murid sebanyak 155.355 dengan jumlah
guru 102 orang.
Revolusi Perancis berpengaruh pula di Indonesia , khusunya di bidang pendidikan. Dandels
(1808-1811) membawa semangat revolusi itu ke Indonesia. Pendidikan yang berdasarkan agama
Kristen dihapus oleh Dandels. Dalam tahun 1808 ditugaskannya kepada para bupati di Jawa untuk
mendirikan sekolah-sekolah yang memberikan pendidikan berdasarkan adat istiadat,undang-
undang dan agama islam. Di Semarang didirikan sebuah sekolah Angkatan Laut disamping itu
didirikan pula sekolah bidan dan sekolah ronggeng. Pelaksanaan pembaruan pendidikan itu
ternyata gagal,karena tidak didukung biaya.
Tahun 1811 Inggris masuk ke Indonesia dibawah kepemimpinan Raffles hingga tahun
1816 yang ternyata tidak mempunyai perhatian terhadap pendidikan, dan ketika Inggris
menyerahkan Jawa kepada Belanda (1816) sekolah-sekolah yang didirikan Dandels sudah hamper
punah. Komisaris Jenderal Belanda (1816-1818) yang melakukan timbang terima dengan
pemerintah Inggris di Jawa mengeluarkan peraturan umum tentang pendidikan di sekolah-sekolah
yang ternyata pendidikan hanya untuk orang Belanda saja. Ketika Van den Bosc si Bapak tanam
paksa menjadi Komisaris Jenderal (1830-1834) anak-anak priyayi bangsa Indonesia diberi sedikit
kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Hal ini dilandasi karena tanam paksa (1830-1870)
yang dijalankan menghendaki sejumlah pegawai rendahan yang bisa tulis baca. Hal lain yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah memberi kesempatan kepada putera-puteri Priyayi
untuk magang di rumah-rumah orang Belanda, sambil menjadi pesuruh, mereka belajar bahasa
Belanda, mereka tidak diberi gaji tetapi mendapat makan dan pemondokan tanpa bayaran. Apabila
kemampuan mereka dianggap cukup selanjutnya akan dipekerjakan sebagai pegawai tata usaha
dikantor-dikantor pamong praja. Cara ini sangat mudah karena tidak membutuhkan tenaga
pendidik tertentu.
Pada tahun 1848 pemerintah Belanda menetapkan anggaran pendidikan ikaii scj urn lab
25000 rulden. Dana ini antara lain untuk mendirikan 20 buah sekolah untuk anak-anak Indonesia
di beberapa Ibukota karesidenan, utamanya di pulau jawa, karena tanam paksa dijalankan di daerah
itu. Namun bagaimanapun juga pendidkan tetap diutamakan bagi anak-anak Belanda. Hal ini
terbukti dalam waktu yang sama Belanda telah mendirikan 30 buah Lembaga pendidikan, terutama
badan-badan agama Kristen, zeinding maupun misi-misi. Badan-badan itu bertugas untuk
menyebarkan agama Kristen Protestan,maupun Katolik dengan jalan pendidikan. Dalam tahun
1892 ada dua macam sekolah rendah,yaitu sekolah kelas dua yang diperuntukan bagi anak rakyat
biasa lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang diberikan ialah, berhitung,menulid,dan membaca.
Inilah yang kemudian disebut dengan nama Sekolah Desa yang baru dihapus dan dijadikan
Sekolah Rakyat 6 tahun setelah Indonesia merdeka.Yang kedua Sekolah kelas satu diperuntukan
bagi ank-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama Pendidikan pada mulanya 4 tahun,dan
5. 5
akhirnya 7 tahun. Di sekolah itu diajarkan ilmu bumi,sejarah,ilmu hayat,menggambar dan ilmu
mengukur tanah. Pelajaran diberikan dengan mengggunakan bahasa Melayu dan Belanda. Sekolah
inilah yang selanjutnya bernama HIS (Hollands Inlandse School). Jenis sekolah ini pun pada
umumnya baru dihapus dan dijadiakn Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun setelah Indonesia merdeka.
Van Houtz (1904-1908) memperbaiki sekolah kelas dua menjadi 3 tahun. Hingga tahun 1938
jumlah sekolah desa itu ada 1702 yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,dengan jumlah
guru 32.000 orang dan murid 1.750.000 orang.
Tahun 1914 dibuka sekolah lanjutan yang lamanya 2 tahun setelah sekolah desa (utamanya
diperuntukan bagi anak-anak pandai). Pads permulaan abad ke 20 keadaan sekolah-sekolah untuk
anak-anak Indonesia menurut Furnival sebagai berikut :
Sekolah Kelas Satu Sekolah kelas Dua
Negeri Negeri Swasta
Jumlah Jumlah Jumlah
Sekolah untuk Murid Sekolah Murid Sekolah Murid
Bangsa Indonesia
(4)
208 539 88253 840 58132
Bangsa Timur
Asing
- - - 696 13349
Sekolah-sekolah yang ada pada zaman ini adalah Holland Chinese School sekolah untuk orang
Tionghoa, Europe Lagere School- sekolah Belanda, Holland Inlandse School- Sekolah Belanda
Bumi Putra,Hugere Burger School-lanjutan dan ELS, Mulo setaraf dengan SMP sekarang dengan
materi pelajaran hanya teori 3 tahun dan praktek 4 tahun,selanjutnya ke AMS (setaraf dengan
SMU), dan AKIS ke Sekolah Tinggi seperti STOVIA (Kedokteran untuk Bumi Putra) dan ke RHS
(Sekolah Hakim) Gymnasium dan Lycium untuk sekolah olahraga. Selama perang Dunia 1 (1914-
1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga Insinyur. Oleh karena itu, pada tahun 1918 di
bandung didirikan Technishe Hooge School (Sekolah Teknik Tinggi) yang saat ini menjadi Institut
Teknologi Bandung (ITB).
2.2 Pendidikan Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
Zaman penjajahan Jepang sangat singkat berada di Indonesia (7 Maret 1942-17 Agustus
1945) namun, memiliki arti penting pada perkembangan pendidikan. Hal itu tidak hanya terletak
pada isi pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah tetapi, lebih terhadap
organisasi pendidikan. kegiatan pendidikan menjadi utama sebagai upaya pemenangan Jepang atas
Asia Timur Raya. Oleh sebab itu, pada saat jepang masuk dalam menyumbang organisasi
pendidikan menandakan bahwa, sistem pendidikan colonial Belanda sudah berakhir.
Usaha dalam kegiatan pendidikan murid-murid dipaksa mengumpulkan batu dan pasir
untuk kepentingan pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami ubi dan sayur-mayur untuk
6. 6
menambah bahan makanan. Para murid pun diwajibkan untuk menanam pohon jarak sebagai
tambahan persediaan minyak bagi kepentingan perang Jepang. Setiap pagi, murid-murid di sekolah
melakukan latihan gerak badan (olahraga) dan dilanjutkan dengan latihan baris berbaris, beladiri,
dan latihan perang. Semangat Jepang disesuaikan kepada murid-murid dengan cara mengajarkan
bahasa Jepang, nyanyian Jepang, serta upacara bendera ala Jepang dengan menghadap arah ke
Istana Tokyo. Oleh sebab itu, hal ini menjadi tradisi yang dilaksanakan murid-murid setiap pagi
dengan mengeraskan suara dan mengarahkan wajah kea rah istana Tanoheika di Tokyo
meneriakan perintah pendidikan yang dikeluarkan oleh Meizi Tenno.
Pada masa penjajahan Jepang terdapat satu jenis sekolah rendah untuk sekolah lapisan
masyarakat yang disebut Syoo-gekko lama belajarnya 6 tahun. Pemerintah Jepang juga
mengadakan Sekolah Desa diganti dengan Sekolah Rakyat (Kokumin Gako) memiki jenjang
waktu 6 tahun. Sekolah Menengah diganti dengan Tu Gakko untuk anak laki-laki dan Zyu Gakko
untuk anak perempuan yang lama belajarnya 3 tahun dan MULO pun ditiadakan. Pemerintahan
penjajahan Jepang juga membangun dan mendirikan sekolah kejuruan dan sekolah guru. Sekolah
guru (Kyoin Yoogoi Sho) menempuh pendidikan selama 4 tahun dan sekolah guru atas (Si Han
Gakko) lebih menekankan pada pelajaran sejarah, pelajaran ilmu bumi (geografi), bahasa, adat
istiadat, dan semangat jepang.
2.3 Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
Permasalahan pendidikan diawali dengan jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki
pada tanggal 14 Agustus 1945 maka, seluruh kota menjadi rusak dan sebagian negara Jepang luluh
lantah. Hal tersebut menjadi tanda bahwa, pemerintahan penjajahan Jepang berakhir di Indonesia.
Kejadian tersebut menjadi momentum untuk bangsa Indonesia merancang dasar negara dan teks
proklamasi. Teks proklamasi dan dasar negara digunakan sebagai tanda untuk memerdekakan
negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Suatu hal yang menarik saat terjadinya perlawanan dari sekutu dengan meluluh lantahkan
kota Hiroshima dan Nagasaki. Hal menarik tersebut yaitu Kaisar Hirohito megumpulkan para
pemimpin Jepang dan beliau bertanya bahwa, berapakah orang guru yang masih hidup ?, Beliau
bukan bertanya bahwa, berapa jenderal yang masih hidup dan berapa tentara yang meninggal. Oleh
karena itu, esensi dari pertanyaan Kaisar Hirohitolah yang menjadikan Jepang dengan begitu cepat
melepaskan ketertinggalan dari negara-negara sekutu lawanya.
2.4 Pendidikan Indonesia pada Zaman Pergerakan Kemerdekaan
Pada abad ke 20 timbulnya golongan masyakarat Indonesia yaitu golongan cerdik pandai yang
mendapat pendidikan khas Barat, tetapi tidak mendapatkan tempat, kesempatan dari perlakuan yang
sewajarnya dalam masa kolonial. Kesadaran ini mempengaruhi golongan cendikiawan muda Indonesia
mulai mengenal organisasi.
Pergerakan golongan cedikiawan diawali dengan didirikannya Budi Oetomo (20 Mei 1908) yang
dirinntis oleh anak-anak kaum bangsawan yang belajar di STOVIA Jakarta. Tujuan yang mula-mula
7. 7
ditetapkan oleh Budi Oetomo ialah memperbanyak jumlah sekolah dan memberikan pendidikan untuk
pribumi untuk di kalangan yang lebih luas dengan landasan kebudayaan nasional sebagai warisan nenek
moyang untuk membentuk kepribadian Indonesia.
Setelah tahun 1908 bermunculan partai-partai dan pergerakan-pergerakan yang berasaskan agama
maupun nasionalisme dan social seperti :
a. Serikat Islam ataupun Muhamamadiyah.
Lembaga ini sangat rajin dalam membagun sekolah, rumah sakit, dan rumah yatim piatu. Tahun
1925 Muhammadiyah telah mempunyai 29 cabang di seluruh Indonesia dengan lembaga pendidikan
yang terdiri dari8 buah HIS, dan 1 Sekolah Guru (Kweekschool), 32 Sekolah KelasDua,dan 14 sekolah
agama yang berjumlah kurang lebih 4000 orang dengan lebih kurang 119 orang guru. Pergerakan
Muhammadiyah menamakan usaha-usahanya kepada
perbaikan hidup beragama dengan amal-amal pendidikan dan sosial. Hal ini disebabkan
adanya kerusakan-kerusakan kaum muslimin antara lain dalam hal:
1. Kerusakan dalam bidang kepercayaan („itikad)
2. Kemunduran dalam bidang pendidikan Islam
3. Kebekuan dalam bidang hukum fikhi
4. Kemiskinan rakyat dan berkurangnya rasa gotong-royong
Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah memiliki cita-cita pendidikan dan
pengajarannya yang berdasarkan ajaran agama Islam dan Sunnah, sehingga dapat membentuk
manusia Muslim yang bermoral dari ajaran Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman secara
luas, memiliki individualitas yang bulat dalam arti adanya keseimbangan antara segi-segi rohani dan
jasmaninya dan bersikap positif terhadap persoalan masyarakatnya.
b. Indisch Partij (Kebangsaan)
Organisasi yang didirikan pada tanggal 6 September 1912 yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu
dr. Tjipto Mangunkusomo, Suwardi Suryaningrat (KI Hajar Dewantara) dan dr. Douwes Dekker (dr.
Setiabudi). Suwardi Suryanigrat menyelesaikan pendidikan guru selama pengansingan di Negeri
Belanda. Setelah beliau kembali ke Indonesia ia mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk
membangun pendidikan bangsa. Hal itu membuat Ki Hajar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan
yang berasaskan Panca Dharma (kebangsaan, kebudayaan, kemerdekaan, kemanusiaan, dan kodrat
alam) yaitu National Onderwijs Institute Taman Siswa yang didiran tahun 1922 dengan jenjang
pendidikannya meliputi Taman Indria (TK),Taman Muda (SD),Tainan Muda,dan Taman Dewasa (SM)
dan Taman Madya (SMA),dan Taman Guru sampai PerguruanSarjana Wiyata. (Depdikbud, 1985:268).
Dasar pendidikan didirikannya Taman Siswa pada tahun 1922, mempunyai senjata ampuh
yang terkenal dengan istilah “Non-Cooperation” dan “self-help” atau Zelf-bedruipings Systeem”.
Non-Cooperation ialah sikap menolak kerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Self-help
atau Zelf-bedruipings Systeem ialah sistem bersandar kepada kemampuan diri sendiri, atau sistem
membiayai diri sendiri dalam mengemudikan Pendidikan Taman Siswa, yang menuju kepada
pembangunan perekonomian rakyat yang berdasarkan kooperasi serta pendidikan rakyat yang
berdasarkan kebangsaan.
c. Indoneische Nationale School (INS) atau Sekolah Nasional Indonesia
Sekolah Nasional Indonesia di Kayu Tanam Sumatera Barat tahun 1926 yang didirikan oleh Moh.
Syafei yang memiliki latar belakang pendidikan pekerjaan tangan (keterampilan, menggambar, dan
musik) yang dicapainya ketika di Negeri Belanda. Pelaksanaan pendidikan INS berkiblat kepada John
8. 8
Dewey dan Karschenteiner yang lebih menekannkan kepada belajar bertanggungjawab dan
kepemimpinan, keterampilan, seni dan olahraga serta berdagang.
2.5 Pendidikan Indonesia pada Zaman Kemerdekaan Tahun 1945 sampai Tahun 1967
Pada awalkemerdekaanini, pemerintah Republik Indonesia mengalami kesulitan memperbaiki dan
melengkapi sarana serta prasarana pendidikan. Jika dilihat dari kapasitas guru, jumlahnya hanya sedikit
karena,pada awalkemerdekaan banyak guru yang terpaksa mengikuti peperangan dan mengangkat senjata
dengan murid mereka tergabung dalam tentara pelajar. Selain itu, gedung-gedung sekolah peninggalan
Belanda dan Jepang mengalami kerusakan-kerusakan, bangungan yang hancur bahkan bangunan tersebut
dibakar agar tidak digunakan musuh.
Peninggalan-peninggalan dari berbagai zaman tersebutdengan segala pemikiran, tenaga,dan usaha
masyarakat dan pemerintah yang sadar akan pentingnya arti pendidikan di Zaman Indonesia merdeka.
Pertama yang dilakukan secara perlahan dengan melakukan pembangungan pendidikan kembali sebagai
cita-cita bangsa. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Indonesia sudah mampu membangun sekolah
rakyat lebih dari satu juta dan puluhan ribu SMP,SMA, SMEP,SGB, SGA, ST, STM, SPMA,SKP,SGKP,
Madrasah, Tsanawiyah, serta Sekolah-sekolah Luar Biasa yang dibangun pemerintah dan pihak swasta.
Pemerintah juga membangun dan mendirikan beberapa Universitas seperti, Universitas Gajah Mada,
Universitas Indonesia, dan sebagainya.
Indonesia banyak mendapatkan bantuan dari UNESCO karena, kebetulan markas besarnya untuk
Asia Tenggara terletak di Jakarta. Hal tersebut membuat bangsa Indonesia tetap mampu membangun
pendidikan dalam suasana yang serba kurang pada masa mempertahankan kemerdekaan. Tahun 1952
merupakan awal dari sejarah bangsa Indonesia dibidang pendidikan dengan munculnya UU pokok
Pendidikan Nomor 12 tahun 1952 yang dirumuskan dalam Panca Wardhana. Panca Wardhana bertujuan
untuk mendidik pemuda-pemuda paripurna atau patriot komplet, seimbang, cerdas, dan dapat
mempergunakan tangannya. Hal ini diwujudkan dalam praktek pendidikan gaya baru untuk SR, SLP,SLA.
Selain itu, Presiden menuturkan bahwa tahun 1964 Indonesia sudah harus bebas dari buta huruf.
Rencana Pembangunan Semesta taraf I di bidang mental yang disetujui oleh MPRS telah
menetapkan bahwa, pada tahun 1970 jumlah mahasiswa Indonesia sedikitnya 1% dari jumlah penduduk.
SR sampaiSLA harus dilipatgandakan. Halini juga membuat jumlah bangunan dan guru harus diperbanyak
dengan anggaran pendidikan juga harus dinaikkan tiap tahun.
Tahun 1950 mulai didirikan kursus B-I, B-II, dan PGSLP untuk menyiapkan guru-guru sekolah
lanjutan. Upaya-upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah guru terus dilaksanakan dengan didirikannya
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) berdasarkan Kepmen P dan K nomor 382/Kab/1954. Dengan
demikian terdapat dua lembaga yang menghasilkan tenaga guru yaitu kursus B-I dan B-II disatu pihak dan
pihak lain memihak pada PTPG.
Pada tahun 1957 agar tidak terjadi dualisme pengadaan guru, lembaga-lembaga yang menyiapkan
tenaga kependidikan diintegrasikan ke dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Universitas
terdekat.
Pada kongres PGRI di Jakarta tahun 1962, Presiden Soekarno berjanji bahwa, bidang pendidikan
akan mendapatkan perhatian lebih besar dari sebelumnya. Pendidikan merupakan New Emerging Force
yaitu investasi pada bidang mental yang akan terlihat hasilnya beberapa tahun kemudian. Hal ini terjadi
9. 9
setelah Irian Barat masuk ke Wilayah Indonesia keamanan mulai terjamin dari Sabang sampai Merauke
dan dari Sangihe sampai Timor.
Tahun 1963 dimulai dengan masa baru untuk dunia pendidikan Indonesia sesuaiPP 1/1063 memuat
keputusan tentang pendidikan guru dengan SK Presiden nomor I tahun 1963 bahwa, FKIP dan IGP
digabungkan menjadi IKIP. (Pedoman Akademik UNJ Tahun 2000, hal 1)
2.6 Permasalahan Pendidikan Indonesia pada Zaman Kemerdekaan sampai Tahun 1967
Para penyelenggara pemerintahan negara dari awal kemerdekaan sampai pada tahun 60-an mulai
dilanda dengan krisis politik sehingga berdampak ke krisis ekonomi. Saat itu, Indonesia selesai
menuntaskan pergolakan dalam negeri sepertipemberontakan Daud Bereuhdi Aceh,DI-TII,dan Permesta.
PresidenSoekarno memaksa kehendaknya untuk menyatukan paham nasionalisme, agama,dan komunisme
yang tidak sesuai dasar pancasila. Oleh karena itu, tahun 1965 terjadi perpecahan dan pemberontakan
Gerakan 30 September atau Partai Komunis Indonesia.
Pemberontakan G 30S/PKI membawa pengaruh dan dampak terhadap system kenegaraan. Namun
tidak hanya itu, hal itu juga berdampak pada system pendidikan nasional yang susah dibangun oleh
pemerintah. Pendidikan yang dilantarkan dan ide-ide komunis dimasukkan lewat pendidikan. Setelah
selesai masa pemberontakan PKI, tokoh-tokohnya ditangkap dan dipenjara. Ternyata para guru ikut andil
bahu membahu membantu menangkap para tokoh PKI sehingga, banyak guru pun yang terpaksa ditahan
dalam dimasukkan kedalam kelompok tapol. Oleh sebab itu, Persediaan jumlah guru menjadi berkurang.
Upaya pemerintah untuk mengadakan kembali penambahan dan peningkatan guru-guru dari tingkat
SD sampai SLA atau madrasah, bahkan dosen di perguruan tinggi. Lulusan SR direkrut menjadi guru SR
walaupun, pada akhirnya harus disetarakan melalui SGB. Halitu diterapkan juga pada lulusan SLP menjadi
guru SLP setelah disetarakan melalui SGA. Selain itu, Indonesia menyatukan berbagai gerakan kepanduan
sehingga, pada tanggal 14 Agustus 1964 Presiden menetapkan gerakan kepanduan menjadi gerakan Praja
Muda Karana. Gerakan ini tidak berlandaskan politik tetapi bertujuan untuk menyediakan kader bangsa
yang siap membangun bangsa dengan jiwa takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jujur, sukarela, senang
mengabdi, dan menolong sesama.
2.7 Permasalahn Pendidikan Indonesia pada Zaman Orde Baru
Setelah Soeharto dilantik menjadi Presiaden RI ke dua, ia bersama kabinetnya menyusun rencana
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) yang dibagi dalam Rencana pembangunan Lima Tahunan (Repelita),
dengan pola operasionalnya yang dijabarkan dalam Trilogi Pembangunan Nasional, yaitu :
(1) pemerataan pembangunan
(2) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
(3) stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dibidang pembanguna pendidikan, karena pemerintahan Soeharto menganut pola bottom up
plaining, maka dalam perencanaan pendidikan dapat dikategorikan sebagai perencanaan berdimensi
tunggal, padi bersifat mikro, dengan harapan makin kebawah makin diterjemahkan, sehingga tiba disekolah
sudah menjadi kebijakan mikro. Perencanaanini disebut berdimensi tunggal, karena perencanaanpendirian
10. 10
sekolah, pengangkatan guru, penyedian buku, dan sebagainya, semata-mata didasarkan kepada jumlah
penduduk usia sekoah yang dilayani.
Sejak awal pemerintahan orde baru Indonesia mengembangkan dua system pendidikan, yaitu
pendidikan umum dan keagamaan. Dualisme system pendidikan ini sebenarnya adalah produk darimasa
kolonialisame Belanda. Sistem pendidikan ini pula yang melahirkan dua dasarpolitik utama,yaitu kekuatan
Islam dan nasionalisme. Pada perkembangannya pemerintahan Indonesia beruaha menyatukan dalam satu
ideologi pancasila (kompas, 22 September 2001).
Menyimak dualisme pendidikan ini pada jalur pendidikan umum dikenal dengan jenjang
pendidikan TK,SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi atau Universitas, dipihak lain dikenal pula jalur
pendidikan kejuruan seperti STM, SMEA, SPG, serta sekolah kejuruan lainnya. Sedangkan pendidikan
yang berlandaskan keagamaan (Islam) dikembangkan dalam bentuk Madarasah (MI,MTs,dan MA), untuk
menyiapkan tenaga kependidikannya diselenggarakan Pendidikan Guru Agama (PGA).Namunyang terjadi
pada masa orde baru kenyataannya Madrasah kurang mendapat perhatian dibandingkan jalur pendidikan
umum dan kejuruan. Sebenarnya madrasah pada awalnya adalah pendidikan nonformal yang dikelola oleh
masyarakat sendiri, yang berupa pesantren, kondisi ini sejak zaman orde lama diformalisasikan akibatnya
otoritas masyarakat terutama para Kyai menjadi berkurang.
Untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah bagi anak-anak usia SD, pada tahun 1973 Presiden
mengeluarkan Kepres Nomor 10 tahun 1973, yaitu pengadaan SD/SDLB Inpres serta pengangkatan guru
SD Inpres. Perluasan SD ini dilakukan karena pada saat itu Indonesia mendapat “harta karun” dari minyak
bumi. Jumlah gedung SDyang didirikan pada waktu itu tidak kurang dari15 juta, hal ini membawa dampak
pada semakin banyaknya lulusan SD , dengan demikian hal tersebut memberi dampak pula pada semakin
banyaknya lulusan SLTP dan SLTA, serta membawa konsekuensi untuk menambah jumlah gedung dan
guru baik SLTP maupun SLTA.
Hal ini pun berdampak pada system pengadaan guru, yang semula guru SLTP adalah lulusan
PGSLP ditingkatkan menjadi PGSMPT, kemudian berlanjut ke program D2 yang diselenggarakan oleh
IKIP/FKIP. Demikian juga untuk guru SLTA, yang semula lulusan PGSLA ditingkatkan menjadi D3
bahkan ke S1. Efek samping dari pengadaan guru kolosal ini adalah jumlah guru yang semakin meningkat,
akibatnya menjadi jabatan padat karya sehingga gajinya pun tidak pernah tinggi dibandingkan guru pada
awaltahun 60-an, maka dapat disimpulkan guru pada tahun 70-an tingkat kesejahteraannya relative rendah
(Kompas, 21 Desember 2001, hal 9).
Disisi lain untuk mengatasi ketertinggalan dibidang pendidikan adalah mengatasi buta baca dan
tulis yang masih dialami sebagian besar masyarakat, melalui jalur pendidikan luar sekolah yang lebih
dikenal dengan program kelompok belajar Paket A. Pada tahun 1984 Presiden mencanangkan program
wajib beajar6 tahun, dengan harapan yaitu bangsa Indonesia hingga akhir tahun 80-an sudah berpendidikan
SD 6 tahun. Selanjutnya dalam PJP I (1969-1994) diharapkan tercapai lulusan pendidikan dasar 6 tahun
(Pongtuluran, 1996:5)
Tahun 1989 dunia pendidikan Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) Nomor 2 tahun 1989. Seperti diketahui pendidikan dasar sebelum UUSPN ini lahir
berlangsung 6 tahun saja. Sementara dalam PJP II negara RI menghendaki agar semua warganya paling
tidak berpendidikan dasar9 tahun, oleh karena itu Repelita VIwajib belajar pendidikan dasar9 tahun mulai
dicanangkan, tepatna pada tanggal 2 Mei 1994, Presiden mencanangkan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun (Colclough dalam Pongtulura, 1996:5).
11. 11
Programwajib belajar 9 tahun ini membawa konsekuensi tuntutan terhadappeningkatan mutu guru
SD. Pada akhir tahun 1989 dan awal tahun 1990 SPG dan SGO ditutup dan penyiapan tenaga kependidikan
untuk guru SD diserahkan kepada LPTK yaitu IKIP dan FKIP dengan dibukanya program D2 Pendidikan
Guru Sekoah Dasar (PGSD). Demikian pula lembaga pendidikan untuk menyiapkan guru-guru SLB juga
ditutup, penyelenggaraannya diserahkan kepada Jurusan atau Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB)
di IKIP atau FKIP kedalam jenjang S1. Lagi-lagi upaya peningkatan mutu ini tersandung pada aspek
penempatan lulusan khususnya PGSD tidak semua lulusannya terangkat/tertampung. Penyebabnya antara
lain karena pengelolaan pendidikan dasar (SD) tumpang tindih antara Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (waktu itu) dengan Departemen Dalam Negeri.
Pendidikan sebagai agen belajar dan mengajar mulai dirintis kembali pada masa orde baru.
Pendidikan yang dimulai dari tingkat dasar diperuntukkan untuk anak-anak yaitu sekolah taman kanak-
kanak (TK), dan sekolah dasar(SD).Setelah anak-anakini belajar dan sudah berkembang pola piker mereka
seiring pertumbuhannya maka, mereka dapat naik ketingkat berikutnya yaitu sekolah menengah umum
terdiri dari sekolah menengah pertama (SMP)dan sekolah menengah atas(SMA). Adapun agen pendidikan
yang setaraf dengan sekolah umum yaitu, sekolah menengah kejuruan, yang terdiri dari tingkat pertama
dan menengah. Sekolah menengah kejuruan tingkat pertama terdiri dari SMEP, SKP, ST, SGB, serta
KPKPKB, dan tingkat menengah terdiri dari SMEA. SGA, SKMA, SPMA, SPM, STM, serta SPIK..
Selanjutnya di era pemerintahan orde baru pembangunan pendidikan menengah umum dan
kejuruan berharap agar menyiapkan lulusan yang siap bekerja dengan menguasai IPTEK,keterampilan dan
sekaligus memiliki kemampuan adaptif dalam mengikuti perkembangan masa depan. Dengan
dikelurkannya UUSPN No. 2/1989 pemerintah mulai memperkenalkan sistem pendidikan integrasi bagi
bagi anak-anak luar biasa yang dianggap mampu belajar bersama-sama dengan anak biasa lainnya. Untuk
ini PLB harus mulai diarahkan ke dalam sistem integrasi sebagai antonim dan segegrasi
(Depdikbud,1999:19).
Menjelang diberlakukannya pasar bebas, saat itu Presiden Soeharto sebenarnya sudah meletakan
dasar-dasar ke arah itu, namun dengan masa kepemimpinan yang terlalu lama dan fungsi kontrol yang
kurang dari pihak-pihak legislatif, seiring dengan mulai terpuruknya perekonomian dunia khususnya Asia,
maka pada tahun 1996 – 1997 Indonesia mulai menampakan tanda-tanda krisis. Beberapa tokoh mulai
berani mengkritisi kondisi pemerintahan saat itu. Sejalan dengan hal tersebut kelompok reformis menyatu
dengan kalangan akademisi baik mahasiswa maupun dosen, serta faktor yang ikut lainnya.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh seluruh elemen pendidikan Indonesia serta para tokoh dari
berbagai kalangan, para mahasiwa menduduki gedung MPR DPR RI. Seperti juga kerusuhan yang
menghancurkan sentra-sentra ekonomi dan tertembaknya mahasiswa Tri Sakti, yang akhirnya mampu
menggulingkan kepemimpinan Soeharto. Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan untuk
mundur dari jabatannya dan secara sepihak memberikan mandat kepada B. J. Habibie untuk melanjutkan
kepemimpinannya.
2.8 Pendidikan Indonesia pada Zaman Era Reformasi
Istilah era pemerintahan reformasi sesungguhnya sudah dimulai pada saat menjelang lengsernya
Soeharto. Kabinet terakhir pada era Soeharto diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan, walaupun
sesungguhnya kabinet tersebut belum dapat mengemban amanah reformasi, barangkali penamaan ini hanya
untuk menyenangkan kelompok reformis.
12. 12
Pemerintahan reformasiyang sesungguhnya dibawah pada kabinet Habibie. Pada saatitu reformasi
di bidang hukum, ekonomi dan di bidang demokrasi mulai dirintis. Sayangnya, karena Negara dalam
kondisi perekonomian yang terpuruk dan terjadi krisis di wilayah Timor Timur, lagi -lagi malah pendidikan
kembali terabaikan. Angka partisipasi sekolah dari SD hingga ke SMA, apalagi Perguruan Tinggi menjadi
sangatrendah, karena kemampuan ekonomi masyarakatyang terpuruk, sebagaidampak dari krisis ekonomi
yang menjalar ke krisis multidimensi mendorong para politisi dan pemerhati masalah pendidikan untuk
melakukan reformasi di bidang pendidikan.
Pendidikan sebagai agen belajar dan mengajar mulai dirintis kembali pada era reformasi.
Pendidikan yang dimulai dari tingkat pra sekolah diperuntukkan untuk anak-anak yaitu sekolah taman
kanak-kanak (TK), dan pendidika anak usia dini (PAUD). Selain itu, diadakannya pendidikan dasar
sebelum masuk ke jenjang sekolah menengah yaitu sekolah dasar (SD). Setelah anak-anak ini belajar dan
sudah berkembang pola pikir mereka seiring pertumbuhannya maka, mereka dapat naik ketingkat
berikutnya yaitu sekolah menengah umum terdiri dari sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah
menengah atas (SMA). Adapun agen pendidikan yang setaraf dengan sekolah umum yaitu, sekolah
menengah kejuruan, yang terdiri dari tingkat pertama dan menengah. Sekolah menengah kejuruan tingkat
pertama terdiri dari ST dan SKKP, serta tingkat menengah yaitu SMK. Siswa yang sudah menghabiskan
belajar pada tingkat menengah maka, siswa dituntut untuk meningkatkan pendidikan menuju perguruan
tinggi yaitu berupa universitas, Institut, sekolah tinggi, akademi, diploma dan politeknik.
Tilaar (1999:22) memberikan pemikiran tentang reformasi di bidang pendidikan yaitu :
a. Pengikisan korupsi, kolusi, nepotisme dan koncoisme.
b. Melaksanakan asas profesionisme.
c. Desentralisasi pengelolaan pendidikan da nisi kurikulum.
d. Peningkatan mutu pendidikan dasar dan penuntasan wajib belajar 9 tahun
e. Peningkatan mutu sekolah umum dan kejuruan.
f. Peningkatan mutu dan otonomi pendidikan tinggi.
g. Pengembangan pendidikan alternatif.
h. Peningkatan mutu profesi guru.
i. Pembiayaan pendidikan yang demokratis.
j. Peraturan dan perundang – undangan.
k. Pemberdayaan mahasiswa.
Kesebelas agenda tersebut dirangkum dalam tiga tahap pelaksanaan, yakni jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Bentuk – bentuk reformasi di bidang pendidikan lainnya adalah pola
Bottom up, yang ternyata mboten up, harus di upayakan terealisasi, untuk menggantikan pola Top down
yang selama ini digunakan. Pemikiran semacam ini melahirkan pengelolaan sekolah yang berbasiskan
kepala sekolah dan masyarakat (school based arrangement), bahkan terus didorong penyelenggaraan
pendidikan yang berbasiskan masyarakat (community based education).
Pada bidang pendidikan hal ini membawa implikasi dengan diberdayakannya pemerintah daerah
tingkat II untuk mengelola pendidikan, baik dari segi sarana,keuangan, dan SDM. Hal ini dikembangkan
13. 13
dengan memberikan rangsangan dan kesempatan kepada putra – putra daerah yang memiliki potensi tinggi
(local genius), seperti yang dikemukakan oleh Sri Edi Swasono dalam kuliah perdana PPS UNJ, 1
September 2001.
Pada bidang peraturan perundangan, yakni UUSPN No. 2/1989 harus diamandemen antara lain
mengenai paradigma penyelenggaraan pendidikan yang ekslusif ke arah yang inklusif, pola sentralistik
harus dikembangkan ke arah desentralistik ketenagaan dan pembinaannya, pengawasan serta
pembiayaannya. Khusunya tentang anggaran pendidikan harus masuk dalam UU Sisdiknas (Kompas, 19
September 2001, hal:9).
Pada era kepemimpinan Habibie, terjadi sejarah baru di bidang penyelengaraan pendidikan tinggi.
Pada era Soehartodan Depdikbud dipimpin oleh Wardiman Djojonegoro, pernah mengisyaratkan agarIKIP
diberikan perluasan mandate untuk mengembangkan keilmuannya. Hal ini ditafsirkan oleh para Rektor
IKIP bahwa IKIP harus menjadi Universitas. Halini terealisir pada saatHabibie memimpin negeri ini. Pada
tanggal 31 Agustus 1999 di Istana Negara,Habibie meresmikan 5 IKIP menjadi Universitas dengan Kepres
No. 093/1999 tertanggal 4 Agustus 1999 (Sejarah berdirinya UNJ, 2001;1).
Era kepemimpinan Presiden BJHabibie pun tak lama. Bulan Oktober 1999 kepemimpinan Habibie
diserahkan kepada Abdurrahman Wahid. Era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah era yang penuh
ketidakpastian, berkali – kali Gus Dur melakukan pergantian kabinetnya. Dibidang pendidikan tidak terlalu
banyak prestasi yang diraih, kecuali mengganti nama Departemen Pendidikan Kebudayaan (Depdikbud)
menjadi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Terlepas dari kekurangan Gus Dur ada aspek lain
yang dapat dipetik, yaitu pendidikan politik masyarakat utamanya cara berdemokrasi, walaupun asalnya
terjadi euphoria demokrasi. Upaya pemerintah untuk mengadakan kembali penambahan dan peningkatan
guru-guru dari tingkat SD sampai SLA atau madrasah, bahkan dosen di perguruan tinggi. Lulusan SR
direkrut menjadi guru SR walaupun, pada akhirnya harus disetarakan melalui SGB. Hal itu diterapkan juga
pada lulusan SLP menjadi guru SLP setelah disetarakan melalui SGA.
14. 14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjalanan pendidikan Indonesia di zaman kolonial akan ditelusuri dari masuknya bangsa
Eropa ke Asia khususnya ke Indonesia. keadaan pendidikan Asia umumnya dan Indonesia
khususnya sebelum bangsa Eropa menginjakan kakinya di negara itu, dikatakan bahwa waktu
orang Eropa yang mula-mula sampai di timur jauh, di daerah katulistiwa mereka dapati sejumlah
sekolah dan orang yang telah mengenal baca dan tulis yang ternyata lebih banyak dari pada orang
Eropa. Bangsa Portugis pada mulanya datang ke Asia khususnya Indonesia didorong oleh
semangat untuk mengembangkan agama katolik disamping berdagang dengan cara mereka
membangun sekolah-sekolah. Tidak ada bedanya dengan Portugis Belanda pun berusaha
menanamkan pengaruhnya dibidang ekonomi dan politik dengan jalan mendirikan sekolah. Cara
mengajar di sekolah-sekolah Belanda tidak berbeda dengan cara yang dilakukan oleh para
pendidik Islam yang dilaksanakan di surau-surau, hanya isi pelajarannya yang berbeda. Dasar
sekolah Kompeni itu ialah Kristen Protestan.
Pada tahun 1665 jumlah murid di Maluku sebanyak 1057 orang tetapi dalam tahun 1708
di pulau Ambon saja jumlah murid sudah terdapat 3966 orang. Jadi dalam tmpo 3 tahun di daerah
Maluku menjadi hampir 3 kali lipat. Selanjutnya pada tahun 1779 di pulau Timor terdapat 539
orang murid, sedangkan di Jakarta dalam tahun itu hanya ada 630 orang, dan di daerah pesisir Jawa
Timur terdapat 327 murid. Rupanya di Jawa pada umumnya sekolah Kompeni kurang disukai.
Landasan dalam pengembangan system pendidikan adalah atas dasar kebutuhan tenaga kerja. ).
Hal ini dapat digambarkan salah satu peraturan sekolah yang dibuat pada tahun 1684 menetapkan
tujuan pendidikan adalah “supaya murid-murid kelak sanggup dipekerjakan pada pemerintah
gereja”.Hingga tahun 1846-1849 jumlah murid sebanyak 155.355 dengan jumlah guru 102 orang.
Pendidikan masa kolonial berdasarkan agama dihapuskan oleh Deandles dan dirubah
menjadi asas adat istiadat terutama tradisi Jawa sehingga dengan cara ini dapat menarik warga
pribumi untuk bersekolah walaupun hanya siasat untuk tenaga kerja bagi pemerintah Belanda.
Dalam tahun 1892 ada dua macam sekolah rendah,yaitu sekolah kelas dua yang diperuntukan bagi
anak rakyat biasa lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang diberikan ialah, berhitung,menulid,dan
membaca. Inilah yang kemudian disebut dengan nama Sekolah Desa yang baru dihapus dan
dijadikan Sekolah Rakyat 6 tahun setelah Indonesia merdeka.Yang kedua Sekolah kelas satu
diperuntukan bagi ank-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama Pendidikan pada mulanya
4 tahun,dan akhirnya 7 tahun. Di sekolah itu diajarkan ilmu bumi,sejarah,ilmu hayat,menggambar
dan ilmu mengukur tanah. Pelajaran diberikan dengan mengggunakan bahasa Melayu dan
Belanda. Sekolah inilah yang selanjutnya bernama HIS (Hollands Inlandse School) yang mulai
dihaps dan dirubah menjadi Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun setelah Indonesia merdeka. Van Houtz
(1904-1908) memperbaiki sekolah kelas dua menjadi 3 tahun. Hingga tahun 1938 jumlah sekolah
desa itu ada 1702 yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,dengan jumlah guru 32.000 orang
dan murid 1.750.000 orang.
15. 15
Sekolah-sekolah yang ada pada zaman ini adalah Holland Chinese School sekolah untuk
orang Tionghoa, Europe Lagere School- sekolah Belanda, Holland Inlandse School- Sekolah
Belanda Bumi Putra,Hugere Burger School-lanjutan dan ELS, Mulo setaraf dengan SMP sekarang
dengan materi pelajaran hanya teori 3 tahun dan praktek 4 tahun,selanjutnya ke AMS (setaraf
dengan SMU), dan AKIS ke Sekolah Tinggi seperti STOVIA (Kedokteran untuk Bumi Putra) dan
ke RHS (Sekolah Hakim) Gymnasium dan Lycium untuk sekolah olahraga. Selama perang Dunia
1 (1914-1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga Insinyur. Oleh karena itu, pada tahun
1918 di bandung didirikan Technishe Hooge School (Sekolah Teknik Tinggi) yang saat ini menjadi
Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada masa penjajahan Jepang terdapat satu jenis sekolah rendah untuk sekolah lapisan
masyarakat yang disebut Syoo-gekko lama belajarnya 6 tahun. Pemerintah Jepang juga
mengadakan Sekolah Desa diganti dengan Sekolah Rakyat (Kokumin Gako) memiki jenjang
waktu 6 tahun. Sekolah Menengah diganti dengan Tu Gakko untuk anak laki-laki dan Zyu Gakko
untuk anak perempuan yang lama belajarnya 3 tahun dan MULO pun ditiadakan. Pemerintahan
penjajahan Jepang juga membangun dan mendirikan sekolah kejuruan dan sekolah guru. Sekolah
guru (Kyoin Yoogoi Sho) menempuh pendidikan selama 4 tahun dan sekolah guru atas (Si Han
Gakko) lebih menekankan pada pelajaran sejarah, pelajaran ilmu bumi (geografi), bahasa, adat
istiadat, dan semangat jepang. Kegiatan belajar mengajar lebih melatih praktikal dan strategi
perang atau pendidikan non akademik. Suatu hal yang menarik saat terjadinya perlawanan dari
sekutu dengan meluluh lantahkan kota Hiroshima dan Nagasaki. Hal menarik tersebut yaitu Kaisar
Hirohito megumpulkan para pemimpin Jepang dan beliau bertanya bahwa, berapakah orang guru
yang masih hidup ?, Beliau bukan bertanya bahwa, berapa jenderal yang masih hidup dan berapa
tentara yang meninggal.
Pada abad ke 20 timbulnya golongan masyakarat Indonesia yaitu golongan cerdik pandai
yang mendapat pendidikan khas Barat. Pergerakan golongan cedikiawan diawali dengan
didirikannya Budi Oetomo (20 Mei 1908) yang dirinntis oleh anak-anak kaum bangsawan yang
belajar di STOVIA Jakarta. Tujuan yang mula-mula ditetapkan oleh Budi Oetomo ialah
memperbanyak jumlah sekolah dan memberikan pendidikan untuk pribumi untuk di kalangan yang
lebih luas dengan landasan kebudayaan nasional. Pergerakan pendidikan ini merambah luas
dengan berdirinya Indisce patij, serikat islam, muhammadiyah, pendirian taman siswa, dan
Sekolah Nasional Indonesia.
Peninggalan-peninggalan dari berbagai zaman tersebut dengan segala pemikiran, tenaga,
dan usaha masyarakat dan pemerintah yang sadar akan pentingnya arti pendidikan di Zaman
Indonesia merdeka. Masuk dunia pendidikan pada zaman kemerdekaan sampai tahun 1967.
Pertama yang dilakukan secara perlahan dengan melakukan pembangungan pendidikan kembali
sebagai cita-cita bangsa. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Indonesia sudah mampu
membangun sekolah rakyat lebih dari satu juta dan puluhan ribu SMP, SMA, SMEP, SGB, SGA,
ST, STM, SPMA, SKP, SGKP, Madrasah, Tsanawiyah, serta Sekolah-sekolah Luar Biasa yang
dibangun pemerintah dan pihak swasta. Pemerintah juga membangun dan mendirikan beberapa
Universitas seperti, Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, dan sebagainya.
16. 16
Pada tahun 1965 terjadi perpecahan dan pemberontakan Gerakan 30 September atau Partai
Komunis Indonesia. Hal itu membuat persediaan tenaga guru berkurang karena, guru dan murid
nya ikut melawan dan mencegah pemberontakan PKI sehingga ada yang gugur maupun terpenjara.
Pada masa orde baru pendidikan sebagai agen belajar dan mengajar mulai dirintis kembali
pada masa orde baru. Pendidikan yang dimulai dari tingkat dasar diperuntukkan untuk anak-anak
yaitu sekolah taman kanak-kanak (TK), dan sekolah dasar (SD). Setelah anak-anak ini belajar dan
sudah berkembang pola piker mereka seiring pertumbuhannya maka, mereka dapat naik ketingkat
berikutnya yaitu sekolah menengah umum terdiri dari sekolah menengah pertama (SMP) dan
sekolah menengah atas (SMA). Adapun agen pendidikan yang setaraf dengan sekolah umum yaitu,
sekolah menengah kejuruan, yang terdiri dari tingkat pertama dan menengah. Sekolah menengah
kejuruan tingkat pertama terdiri dari SMEP, SKP, ST, SGB, serta KPKPKB, dan tingkat
menengah terdiri dari SMEA. SGA, SKMA, SPMA, SPM, STM, serta SPIK..
Pendidikan sebagai agen belajar dan mengajar mulai dirintis kembali pada era reformasi.
Pendidikan yang dimulai dari tingkat pra sekolah diperuntukkan untuk anak-anak yaitu sekolah
taman kanak-kanak (TK), dan pendidika anak usia dini (PAUD). Selain itu, diadakannya
pendidikan dasar sebelum masuk ke jenjang sekolah menengah yaitu sekolah dasar (SD). Setelah
anak-anak ini belajar dan sudah berkembang pola pikir mereka seiring pertumbuhannya maka,
mereka dapat naik ketingkat berikutnya yaitu sekolah menengah umum terdiri dari sekolah
menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Adapun agen pendidikan yang
setaraf dengan sekolah umum yaitu, sekolah menengah kejuruan, yang terdiri dari tingkat pertama
dan menengah. Sekolah menengah kejuruan tingkat pertama terdiri dari ST dan SKKP, serta
tingkat menengah yaitu SMK. Siswa yang sudah menghabiskan belajar pada tingkat menengah
maka, siswa dituntut untuk meningkatkan pendidikan menuju perguruan tinggi yaitu berupa
universitas, Institut, sekolah tinggi, akademi, diploma dan politeknik.
3.2 Saran
1. Sebaiknya kita sebagai masyarakat maupun makhluk pribadi harus selalu belajar dari sejarah
seperti halnya Presiden Soekarno menyatakan bahwa, jangan sekali-kali tinggalkan sejarah.
2. Pemerintah lebih mempublikasikan sejarah pendidikan melalui kemendikbud dan para
sejarahwan untuk meganalisis sejarah pendidikan bagi kepentingan dalam mencerdaskan dan
membangun negara Indonesia menjadi maju, makmur, dan sejahtera.
17. 17
DAFTAR PUSTAKA
Meilanie, Sri Martini.2013.Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Sumartini.2006.Sejarah Pembelajaran.Buku Ajar: Makassar
Tilaar, HAR.1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Indonesia Tera.
Depdikbud.1992. Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman.Jakarta: PN Balai Pustaka