1. sejarah kurikulum pendidikan di indonesia
Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan
pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat (Sanjaya, 2007). Jika kita bicara dengan arah pembangunan masyarakat,
maka disini sudah melibatkan sisi politis pendidikan. Karena kurikulum adalah alat untuk
mencapai tujuan politis tertentu, maka sangat wajar jika ada istilah ganti menteri ganti
kurikulum, ganti rezim ganti kurikulum, bahkan Bush Jr. mengucurkan dana miliyaran
dollar untuk membujuk pesantrren-pesantren di Indonesia agar tidak berpresepsi buruk
terhadap orang Kafir dan mengkerdilkan Jihad, lewat perubahan kurikulum pesantren
atau yang disebut moderenisasi kurikulum pesantren. Melalui paparan berikut ini, kita
akan membuktikan bahwa pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan sangat
dipengaruhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan rezim yang berkuasa.
PENDIDIKAN SEBELUM MASA KOLONIALISME
Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang
merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra,
bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu
seperti Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga,
karya sastra, dan seni yang hebat.
Padepokan adalah model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang
guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga
kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas
dengan pengajaran guru.
Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan
mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau,
meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan
formal tertua di Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di
pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di
Jawa, Aceh, dan sumatera selatan. Sampai saat ini pondok pesantran masih eksis,
menurut data DEPAG pada tahun 2005-2006 jumlah pesantren yang asa di 33 propinsi di
Indonesia adalah 16.015 buah, dengan jumlah santri sebanyak 3.190.394 orang, dengan
proposi laki-laki 53,2% dan perempuan 46,8%. Bagaimana perkembangan pendidikan
islam dari sebelum merdeka hingga kini, bisa dibaca dihalaman madrasah pada blog ini.
PENDIDIKAN MASA KOLONIALISME
Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis
mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur.
Belanda pada awal kedatangannya pun melakukan hal yang sama dengan Portugis.
Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands
Zendelingen Gennootschap (NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana
pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk
melestrarikan penjajahan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran
yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan
perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan
2. prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum.
Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem
pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat
diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak
Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi
menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial
adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
a. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar
bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya
boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini
mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah
sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat
bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun,
dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.
b. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan
pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda
selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.
c. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi,
yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6
tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah
kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya
mereka mendirikan universitas untuk kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts
Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah
kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH adalah orang
Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk
ke sekolah-sekolah tinggi itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan
yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde
oosterling alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang lulus
bersama almarhum Ir Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di zaman
pendudukan Jepang, pernah dicari 100 orang insinyur yang dibutuhkan. Padahal saat itu
belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.
Agar tidak banyak bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi,
maka biaya kuliah pun dibuat sangat besar. Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah untuk
satu tahun di salah satu sekolah tinggi itu besarnya fl (gulden) 300. Saat itu, harga satu
kilogram (kg) beras sama dengan 0,025 gulden. Maka, besar uang kuliah sama dengan
12.000 kg beras. Bila ukuran dan perbandingan itu diterapkan sebagai biaya kuliah di
universitas sekarang, sedangkan harga beras sekarang rata-rata Rp 3.000 per kg, maka
untuk kuliah di universitas biayanya sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun. Biaya
di MULO, setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama, adalah sebesar 5,60 gulden per
siswa per bulan, setara dengan 224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang,
akan menjadi Rp 672.000 per siswa per bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia yang
lebih memilih masuk Ambachtschool atau Technische School, karena biayanya agak
murah sedikit. Berbekal keterampilan yang diperoleh di Ambachtschool atau Technische
School, siswa bisa langsung bekerja setelah lulus.
Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia,
3. maka pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada
menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat
untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Anak-
anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan
potensi bangsanya.
Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad
Dahlan dan Ki Hajar Dewantara. K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang
menggunakan sistem pendidikan barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki
Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang
berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem
pengajaran dan pendidikan nasional.
Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap
berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial
yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan
dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang
masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi
Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan
Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua pendidikan tinggi yang
ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan
Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan,
dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara.
Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan
bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun punla
pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih
mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu saja
tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu
berdasarkan asumsi belaka.
ENDIDIKAN SETELAH INDONESIA MERDEKA DARI BELANDA CS (SEKUTU)
Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan
kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan
1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis
kompetensi (2004 dan 2006).
KURIKULUM SEDERHANA (1947-1964)
Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika
itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang
istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang
tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang
orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda.
Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang
revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena
itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
4. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara,
dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura
diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah,
Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni
Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan,
Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan
mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara
murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-
cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian
sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana 9pompa,
timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya
mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan
bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang
dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas
sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas
Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke
SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan
perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung
bekerja.
Struktur program Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana Pelajaran 1947 adalah sebagai
berikut:
No Mata Pelajaran Kelas
123456
1. B. Indonesia - - 8 8 8 8
2. B. Daerah 10 10 6 4 4 4
3. Berhitung 6 6 7 7 7 7
4. Ilmu Alam - - - - 1 1
5. Ilmu Hayat - - - 2 2 2
6. Ilmu Bumi - - 1 1 2 2
7. Sejarah - - - 1 2 2
8. Menggambar - - - - 2 2
9. Menulis 4 4 3 3 - -
10. Seni Suara 2 2 2 2 2 2
11. Pekerjaan Tangan 1 1 2 2 2 2
12. Pekerjaan kepurtian - - - 1 2 2
13. Gerak Badan 3 3 3 3 3 3
14. Kebersihan dan kesehatan 1 1 1 1 1 1
15. Didikan budi pekerti 1 1 2 2 2 3
16. Pendidikan agama - - - 2 2 2
JUMLAH 28 28 35 38 40 41
Kurikulum 1964
5. Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi
Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah
konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini
mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964
yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral,
yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena
lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan,
emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang
disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut
gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida.
Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang
kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964
adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-
sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi
kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D.
Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.
Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran
berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Struktur program berdasarkan
kurikulum ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No Mata Pelajaran Kelas
123456
I Pengembangan Moral
1. Pendidikan kemasyarakatan 1 2 3 3 3 3
2. Pendidikan agama/budi pekerti 1 2 2 2 2 2
II Perkembangan kecerdasan
3. Bahasa Daerah 9 8 5 3 3 3
4. Bahasa Indonesia - - 6 5 8 8
5. Berhitung 6 6 6 6 6 6
6. Pengetahuan alamiah 1 1 2 2 2 2
III Pengembangan emosional/artistik
7. Pendidikan kesenian 2 2 4 4 4 4
IV Pengembangan keprigelan
8. Pendidikan keprigelan 2 2 4 4 4 4
V Pengembangan jasmani
9. Pendidikan jasmani/Kesehatan 3 3 4 4 4 4
Jumlah 25 26 36 36 36 36
PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 dan 1975
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada
kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus,
pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada
6. tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi
pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat
hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak
lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada
akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan
metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga
pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”. Struktur kurikulum
1968 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Mata Pelajaran Kelas
123456
I Pembinaan Jiwa Pancasila
1. Pendidikan agama 2 2 3 4 4 4
2. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 4 4 4 4
3. Bahasa Indonesia - - 6 6 6 6
4. Bahasa Daerah 8 8 2 2 2 2
5. Pendidikan olahraga 2 2 3 3 3 3
II
Pengembangan pengetahuan dasar
6. Berhitung 7 7 7 6 6 6
7. IPA 2 2 4 4 4 4
8. Pendidikan kesenian 2 2 2 2 2 2
9. Pendidikan kesejahteraan keluarga 1 1 2 2 2 2
III Pembinaan kecakapan khusus
10. Pendidikan kejuruan 2 2 5 5 5 5
Jumlah 28 28 40 40 40 40
Kurikulum 1975
Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari
pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur
pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun, dan
prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem
bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku
pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan
efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO
(Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata
pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi. Metode, materi,
dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahsasb memiliki unsur-unsur: petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar
karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata
7. pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan
ilmu era 1970-an. Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis IPA juga dipertajam.
Jam pelajaran yang tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43 jam. Pelajaran IPA menjadi
gabungan dari Ilmu Hayat dan Ilmu Alam. Sisi positif kurikulum ini adalah, “ilmu-ilmu
dasar yang diserap siswa SD pada masa itu menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi
dampak dari kurikulum 1975 adalah banyak guru menghabiskan waktunya untuk
mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan
substansi materi uang akan diajarkan kurang didalami.
Struktur program pada kurikulum 1975 di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
No Mata Pelajaran Kelas
123456
1. Pendidikan agama 2 2 2 2 2 2
2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 3 4 4 4
3. B. Indonesia 8 8 8 8 8 8
4. IPS - - 2 2 2 2
5. Matematika 6 6 6 6 6 6
6. IPA 2 2 3 4 4 4
7. Olah raga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3
8. Kesenian 2 2 3 4 4 4
9. Keterampilan khusus 2 2 4 4 4 4
JUMLAH 26 26 33 36 36 36
KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan
GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif,
bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam,
kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting.
Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi
Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang
bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi
bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA).
CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan
Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang mengatakan
bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui
ketuntasan belajar tertentu. Tetapi antara potensi dan aktualisasi terdapat daerah abu-abu
(grey area), guru berkewajiban menjadikan daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi.
Caranya dengan belajar kelompok.
Dari sisi konten tidak banyak perubahan pada kurikulum ini, kecuali ditambahkannya
pembelajaran PSPB. Struktur kurikulum pada tingkat sekolah dasar dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
No Mata Pelajaran Kelas
123456
1. Pendidikan agama 2 2 2 2 3 3
8. 2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2
3. PSPB 1 1 1 1 1 1
4. B. Indonesia 8 8 8 8 8 8
5. IPS - - 2 3 2 2
6. Matematika 6 6 6 6 6 6
7. IPA 2 2 3 4 4 4
8. Olah raga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3
9. Kesenian 2 2 3 4 4 4
10. Keterampilan khusus 2 2 4 4 4 4
11. B. Daerah 2 2 2 2 2
JUMLAH 26 26 33 36 36 36
Kurikulum 1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya
kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk
mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang mahaesa, berbudi luhur,
memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP).
Berdasarkan struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum
sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984
dengan tujuan pendekatan proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang
berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Pada
kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional dan
lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan
tidak total. Struktur kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:
No Mata Pelajaran Kelas
123456
1. Pendidikan agama 2 2 2 2 2 2
2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2
3. B. Indonesia 10 10 10 8 8 8
4. IPS - - 3 5 5 5
5. Matematika 10 10 10 8 8 8
6. IPA 3 6 6 6
7. Olah raga dan kesehatan 3 5 5 5
8. Kerajinan tangan dan kesenian 2 2 2 2 2 2
9. Muatan lokal 2 2 2 2 2 2
JUMLAH 30 30 38 40 42 42
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang
pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang
arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar,
9. proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada
tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi
dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki
kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value,
attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa
memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang
telah dipelajarinya. Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi
lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu
mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep),
kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan),
kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja),
kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia),
dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. KBK
dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994, jika dilihat dari beberapa aspek berikut ini:
Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
1994 KBK
Yang dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan kompetenasi
Paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to
live together, dan learning to be
Silabus Silabus ditentukan secara seragam Peran serta guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran
belum bissa dikurangi
Metode pembelajaran Keterampilan proses Lahir metode pembelajaran PAKEM dan
CTL
Sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif Penilaian memadukan
keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis
kelas
KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian
berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum
berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi
siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. PBK
adalah melakukan penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan menggunakan
instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM
diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak
bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat
menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal.
PKBS memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumberdaya lain
untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Struktur kurikulum KBK adalah sebagai berikut
No Mata Pelajaran Kelas
123456
Matapelajaran 1. Pendidikan agama tematik 3
2. Pendidikan kewarganegaraan dan pengetahuan sosial 5
3. Bahasa Indonesia 5
10. 4. Matematika 5
5. IPA 4
6. Kerajinan tangan dan kesenian 4
7. Pendidikan jasmani 4
pembiasaan
8. Kegiatan yang mendorong/mendukung pembiasaan 2
Mulok 9. Mata pelajaran/kegiatan
Jumlah 27 32
Kurikulum 2006
Kurikulum 2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Jalal,
2006). Dibandingkan kurikulum 1994, kurikulum KTSP lebih sederhana, karena ada
pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam pelajaran yang dikurangi antara 100-200
jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi,
kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa dari pada apa
yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah
diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot
project. Menurut Jalal (2006) KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar
3.000 sekolah se- Indonesia.
KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2. KTSP bertujuan memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah:
1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan
lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Komponen dalam KTSP adalah:
1. Tujuan pada pendidikan dasar: meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lanjut.
2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar
No Mata Pelajaran Kelas
123456
Matapelajaran 1. Pendidikan agama tematik 3
2. Pendidikan kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. IPA 4
6. IPS 3
7. Kerajinan tangan dan kesenian 4
8. Pendidikan jasmani 4
9. Seni budaya dan keterampilan 4
11. Mulok 2
Pengembangan diri 2
Jumlah 26 27 28 32
3. Kenaikan kelas dan kelulusan berdasarkan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, siswa
dinyatakan lulus apabila: menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh
nilai minimal, lulus ujian sekolah, dan lulus ujian nasional.
PENGEMBANGAN SILABUS
Pada KTSP menuntut satuan pendidikan untuk mengembangkan silabus. Silabus adalah
rencana pembelajaran pada suatu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompentensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan suber/alat/bahan belajar. Silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian.
Silabus dikembangkan dengan menekankan pada prinsip ilmiah, relevan, sistematis,
konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Berdasarkan unit waktu:
1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan
untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester,
pertahun, dan alokasi waktu untuk mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar
kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur
kurikulum.
Pengembangan silabus dilakukan oleh para guru secara mandiri, atau berkelompok dalam
sebuah sekolah, atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau PKG, dan dinas
pendidikan. Adapun langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar seperti yang ada pada standar isi
2. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang potensi peserta didik,
relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan, kebermanfaatan, struktur
ilmu, dan lain-lain.
3. Mengemban kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai
dengan pencapaian kompetensi. Kegiatan pembelajaran menekankan pada proses
pengembangan mental dan fisik melalui interaksi antara semua yang terlibat, baik siswa,
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
4. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi sebagai penanda pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Penentuan jenis penilaian berdasarkan indikator baik dalam bentuk tes maupun non tes,
tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap penilaian hasil karya, dan
lain-lain.
6. Penentuan alokasi waktu pada setiap kompentensi dasar yang didasarkan pada jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu.
7. Memanfaatkan sumber belajar sebagai rujukan baik berupa cetak, elektronik,
narasumber, lingkungan fisik, a;am, sosial, dan budaya.
Dari uraian di atas, contoh format silabus adalah sebagai berikut:
12. SILABUS
NAMA SEKOLAH:
MATA PELAJARAN:
KELAS/SEMESTER:
STANDAR KOMPETENSI (LIHAT STANDAR ISI)
KOMPETENSI DASAR (LIHAT STANDAR ISI)
ALOKASI WAKTU:
Materi pokok pembelajaran Kegiatan pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi waktu
Sumber Belajar
Sumber Rujukan:
Anam, S. 2006. Sekolah Dasar Pergulatan Mengejar Ketertinggalan. Solo: Wajatri. h.
113-148
Pikiran Rakyat. 2006. Kurikulum 2006 Pangkas 100-200 Jam Pelajaran. [on line]
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/08/0701.htm
Sanjaya, W. (2007) Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pasca
Sarjana UPI.
Soenarta, N. (2005). Biaya Pendidikan di Indonesia: Perbandingan pada Zaman Kolonial
Belanda dan NKRI. [on line] http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0408/05/pddkn/1190238.htm