Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Kemiskinan di Indonesia
1. i
TUGAS MAKALAH
TENTANG KEMISKINAN
DISUSUN OLEH ;
KELOMPOK 2
ACHYAR RASYIDI (1502120755)
ANDINI ANUGRAH (1502115925)
FERTY RIARNI (1502116431)
FIRZA SYARIFAH (1502120979)
LINDA KAFITA DWI (1502116178)
NURUL PRATIWI (1502114920)
RICI AMELIA RAHMADANI (1502115060)
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
PERIODE 2016/2017
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
ilhamdulillah tepat pada waktunyaDalam menyusun makalah ini, tentu masih terdapat
kekurangan maupun kekeliruan, baik bahasa maupun kalimatnya. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritikan demi sempurnanya penyusunan makalah kami
ini.Selanjutnya tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua anggota kelompok
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Pekanbaru, 6 Oktober 2016
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................3
1.4 Metode Penulisan ..........................................................................................3
BAB II PEMBAHAHASAN
2.1 Definisi ..........................................................................................................4
2.2 Macam-Macam Kemiskinan .........................................................................6
2.3 Indikator-Indikator Kemiskinan ....................................................................6
2.4 Penyebab Kemiskinan ...................................................................................8
2.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia .........................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................16
3.2 Saran ..............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................iii
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Selamat…! Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000
atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk
US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990.
Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US
$ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki
pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.
Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu
pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa
negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis
saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk
Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189,
Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa
masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun
2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka bagi
rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu” yang
menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini
masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual,
kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara
berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi
industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi
ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika
Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
5. 2
Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara-
negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di
belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di
Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang
memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan
minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini
kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia
tenggara dan Negara-negara pinggiran benua Asia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan
kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang
terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan
diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan
ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk
keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar
mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari
pemerataan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam tugas terstruktur berkelompok ini, penyusun yang membahas mengenai masalah
kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis
permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa itu kemiskinan ?
2. Apa saja macam-macam kemiskinan ?
3. Apa saja yang menjadi indikator kemiskinan ?
4. Apa yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi ?
5. Bagaiman tingkat perkembangan kemiskinan di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di Indonesia ini
6. 3
adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi
agar ikut berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi
kemiskinan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
3. Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan
kemiskinan di Indonesia.
1.4 Metode Penulisan
1. Objek Penulisan
Objek penulisan dalam tugas terstruktur individu ini adalah pengertian dan permasalahan
utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya penyelesaian yang telah
dilakukan oleh pemerintah.
2. Dasar Pemilihan Objek
Kami memilih Objek Penulisan ini adalah karena Kemiskinan merupakan permasalahan
kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu, kemiskinan juga menjadi isu sentral di
belahan bumi manapun. Sebagai warga negara Indonesia, dalam mengentaskan
kemiskinan tidak hanya bertumpu pada bantuan pemerintah saja namun di zaman
globalisasi ini warga negara Indonesia dituntut untuk mempunyai kualitas SDM yang
unggul sehingga memungkinkan munculnya keunggulan individual yang dapat
memberikan sumbangan kepada kemakmuran individu dan masyarakat.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji
pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai permasalahan dan upaya penuntasan
kemiskinan di Indonesia. Sebagai referensi juga diperoleh dari media berbagai media
informasi baik dari televisi, koran maupun situs web internet yang membahas mengenai
permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.
7. 4
4. Metode Analisis
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi
permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis permasalahan
berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan
masalah
8. 5
BAB II
PEMBAHASAN
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-
negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an
pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin
di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang
mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka
umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai
kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara
pemecahan terbaiknya.
2.1 Definisi
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang
ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang
yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan
sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana
kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan
upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif
dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang
lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat
yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya
penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan.
Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh
ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat
terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi
9. 6
yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan
struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-
an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup
ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad
20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup
kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-
negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an
pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin
di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang
mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka
umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada
masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat
tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup
dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada
negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau
seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kesimpulannya, kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan,
dan kesehatan.
2.2 Macam-Macam Kemiskinan
2.1 Kemiskinan absolut yaitu apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis
kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang,
10. 7
kesehatan, papan, pendidikan.
2.2 Kemiskinan relatif yaitu sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun
masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
2.3 Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang disebabkan karena ketimpangan
dalam struktur ekonomi suatu negara atau struktur pendistribusian fasilitas yang membuat
suatu daerah penduduknya menjadi miskin.
2.4 Kemiskinan kultural yaitu berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada
usaha dari pihak lain yang membantunya.
2.3 Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail
indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika,
antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban
kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
2.4 Penyebab Kemiskinan
11. 8
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim.
Yang antara lain adalah:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak
seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas
berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya,
seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan
pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
Rusaknya syarat-syarat perdagangan
Beban hutang
Kurangnya bantuan luar negeri, dan
Perang
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh
karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung
dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak
adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah
konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya
tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya
pengangguran.
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan
untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan
12. 9
warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Faktor-faktor penyebab kemiskinan menurut Hartomo dan Azis dalam Dadan Hudyana
(2009:28-29)
1. Pendidikan yang terlampau rendah
Tingkat pemdidikan yang redah menyebabkan seseorang kurang mampu mempunyai
keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan
atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang masuk ke dalam dunia kerja.
2. Malas bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap tak acuah dan tidak bergairah untuk bekerja.
3. Keterbatasan sumber alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alam nya tidak lagi
memberikan keuntungan terhadap kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan
masyarakat itu miskin karena sumber daya alam nya miskin.
4. Terbatasnya lapangan kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan kepada
masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan
barusedangkan secara faktual hal tercsebut sangat kecil kemungkinannya karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
5. Ketebatasan modal
Seseorang yang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat
maupun beban dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu
tujuan untuk memporoleh pengahasilan.
6. Beban keluarga
Seseorang yang mempunyai beban keluarga yang banyak apabila tidak diimbangi dengan
usaha peningkatan pendapatan akan memimbulkan kemskinan karena semakin banyak
anggopta keluarga maka akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
13. 10
2.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia
(Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan
the global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi
salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan
rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human
Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke
tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada
periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01
juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika
periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%)
menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya
(2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005
dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006
penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%)
berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah
masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo
kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita
per bulan.
• Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan
penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1
September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
14. 11
kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat
dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan.
b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua
komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah
perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai
informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD)
yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi
pokok bukan makanan.
• Profil Kemiskinan di Indonesia 2016: Dalam Angka Berkurang, Namun di Desa
Makin Dalam dan Parah
JAKARTA. Berita Resmi Statistik tentang Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2016
diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 18 Juli 2016 kemarin. Menurut
BPS, jumlah penduduk miskin—penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di
15. 12
bawah garis kemiskinan—pada Maret 2016 di Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa atau
sebesar 10,86 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Berdasarkan profil kemiskinan BPS, walaupun dari sisi jumlah kemiskinan di perdesaan
menurun, namun secara persentase penduduk miskin meningkat. Pada bulan Maret 2015
persentase penduduk miskin perdesaan sebesar 14,21 persen, lalu turun pada September
2015 menjadi 14,09 persen kemudian naik 0,02 persen di bulan Maret 2016 menjadi
14,11 persen. Bila mengacu data Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus menurun—dari
102,55 pada Januari 2016 menjadi 101,47 pada Juni 2016—maka wajar jika persentase
kemiskinan di perdesaan meningkat, karena usaha pertanian menurun.
“Oleh karena itu, kami menyatakan bahwa indeks kedalaman kemiskinan dan indeks
keparahan kemiskinan dearah perdesaan dalam satu tahun ini meningkat,” ujar Henry
Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).
Indeks kedalaman kemiskinan daerah perdesaan pada Maret 2015 sebesar 2,55 atau lebih
rendah dari bulan Maret 2016 sebesar 2,74. Hal ini menunjukan bahwa ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
masih tinggi. Seiring dengan itu, indeks keparahan kemiskinan daerah perdesaan pada
periode yang sama juga meningkat dari 0,71 menjadi 0,79.
“Dalam satu tahun ini, di daerah perdesaan, penyumbang terbesar terhadap garis
kemiskinan adalah beras. Ini ‘kan paradoks, terutama untuk Indonesia yang mengusung
kedaulatan pangan,” ujar Henry lagi.
“Berarti masih ada yang salah secara fundamental, “ tukas Henry. “Pemerintah tidak
menjalankan kedaulatan pangan sebagaimana yang dinyatakan di dalam Nawa Cita.”
“Alih-alih menjalankan redistribusi kemakmuran dan sumber daya agraria, hampir dua
tahun ini pemerintah justru melanjutkan keberpihakan terhadap modal besar—dengan
deregulasi di Paket Ekonomi dan pembagian tanah kepada perusahaan gula dan pangan.
16. 13
Berdasarkan laporan bulanan data sosial ekonomi BPS bulan Juli 2016, dalam kurun
waktu Februari 2015 – Februari 2016 tenaga kerja pertanian berkurang sebanyak 1,83
juta jiwa: dari angka 40,12 juta jiwa turun menjadi 38,29 juta jiwa. “Ini berarti bertani
tidak menarik lagi. Harus diubah secara fundamental: pemerintah harus memberi rakyat
insentif untuk bertani,” pungkas Henry.
• Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat
Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat
Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang
ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada
tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia
dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina
dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar
dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di
pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social
Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia
termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu
juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan
yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak
kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan
gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang
sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan.
Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam
17. 14
penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif
singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional
terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika
pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat
berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa
menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
• Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional.
Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan
pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah
disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan
di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk
Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan
kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana
irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii)
pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi
sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen
Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana
stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi
18. 15
dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan
antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk
tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis
bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan
diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998.
Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada
upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah
garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada
wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan,
ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan
permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli
melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/
Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud
adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai
Tukar Beras”.
19. 16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap
kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian
bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka
kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya
kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit
sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika
terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini
masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan
mencapai hasil yang seminimal mungkin.
3.2 Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di
dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan
kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang
standarnya adalah standar global.
20. iii
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya
Pustaka.
http://www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html
http://www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html
http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html