SlideShare a Scribd company logo
Compounding & Dispensing
“Pembuatan Sediaan Semisolid dan Permasalahannya’’
Oleh Kelompok 6:
Nisa Nursya’bani 16340148
Makrina Priska M. Raga 16340150
Andi Dian Ika Pratiwi 16340152
Annie Telly Alberthina 16340154
Fitri Yeni 16340156
Sonia Rorong 16340158
Rigo Vonitra JS 16340160
PROGRAM STUDI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Compounding & Dispensing yang
berjudul “Pembuatan Sediaan Semisolid dan Permasalahannya’’. Makalah tersebut
disusun untuk memenuhi syarat mengikuti mata kuliah Compounding dan Dispensing di
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains Dan Teknologi Nasional. Penulis
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rahmi
Hutabarat, M.Si., Apt.yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan
dalam menyusun makalah ini.Demikian akhir kata, bukan pujian yang kami harapkan,
melainkan kritik dan saran guna memperbaiki makalah ini. Akhirnya, kami ucapkan terima
kasih.
Jakarta,Mei 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apoteker dalam mengindividualisasi terapi pasien meliputi fungsi klinis dan
compounding. Keahlian apoteker harus digunakan untuk penyesuaian dosis dan
frekuensi pemberian obat, serta pemilihan bentuk sediaan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien. Apoteker terkait moral dan hukum untuk bertanggung jawab atas
pelayanan pasien dengan melakukan compounding & dispensing suatu preskripsi
dengan tepat.
Pencampuran juga melibatkan pembuatan, pemasangan, pembungkusan, dan
pemberian label dariobat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas
inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/compounder dalam
praktek professional. Dalam hal ini Compounder bertanggungjawab untuk pembuatan
compounded preparation (sediaan yang diracik). Selain itu Compounder
bertanggungjawab untuk compounding (peracikan) sediaan yang dapat diterima
kekuatan, kualitas, dan pengotoran dengan kemasan dan pelabelan yang sesuai
berdasarkan cara peracikan yang baik (good compounding practices).
Bentuk sediaan semi padat digunakan ketika resep dokter memerlukan
kombinasi dari dua atau lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau penggabungan
obat ke dalam salep atau basis krim. Karena pencampuran langsung dari bahan-bahan
tidak selalu dapat dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk
memastikan partikel berukuran halus. Alat pencampur sediaan semi padat
diantaranya adalah spatula, mortar dan stamper, ointment slab, blender, homogenizer,
mixer, agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers, planatory mixer, double
planetary mixers, sigma mixer, colloid mill, dan triple-roller mill. Proses
pencampuran adalah salah satu operasi yang paling umum digunakan dalam
pembuatan sediaan farmasi. Berbagai macam bahan seperti cairan, semi padat dan
padat memerlukan pencampuran selama mereka menjadi formulasi bentuk sediaan,
karena itu, pilihan yang tepat dari pencampuran adalah peralatan diperlukan
mengingat sifat fisik dari bahan-bahan seperti densitas, viskositas, pertimbangan
ekonomi mengenai waktu proses diperlukan untuk pencampuran dan daya serta biaya
peralatan dan pemeliharaan
Apoteker mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat,
yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di
konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian
luar seperti krim, salep, gel dan pasta. Efek pelepasan sediaan semisolid dipengaruhi
dengan bahan campuran yang digunakan dan kelebihan dari sediaan semisolid ini
yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga
untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadapkulit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah permasalahan teknik compounding sediaan semi solid dengan
contoh formula, perhitungan,penimbangan bahan, pencampuran, penggunaan
wadah, dan pemberian etiket ?
2. Bagaimana sistem penghantaran obat melalui kulit (transdermal drug delivery
system dan contoh sediaannya?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui permasalahan teknik compounding sediaan semi solid
dengan permasalahan teknik compounding sediaan semi solid dengan contoh
formula, perhitungan,penimbangan bahan, pencampuran, penggunaan wadah,
dan pemberian etiket tepat.
2. Mengetahui sistem penghantaran obat melalui kulit (transdermal drug delivery
system) dan contoh sediaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sediaan Semi Solid
Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan
pengobatan melalui kulit. Untuk mengembangkan bentuk sediaan semisolid yang
baik harus diperhatikan beberapa faktor antara lain: struktur, berat molekul, dan
konsentrasi obat yang melalui kulit, jumlah obat yang dilepaskan dari pembawa pada
permukaan kulit, jumlah obat yang terdifusi melalui stratum korneum, stabilitas fisika
kimia sediaan selama penyimpanan dan penerimaan pasien terhadap formula yang
dibuat.
Pertimbangan umum dalam melaukan compounding sediaan semi solid antara
lain sebagai berikut:
1. Bahan yang tidak larut harus berada dalam kondisi subdivisi yang sangat bagus
sebelum digabungkan kedalam basis.
2. Agen pengikat harus sesuaidengan pembawa yang digunakan.
3. Bila serbuk digabungkan dengan menggunakan bahan pengikat, teknik
pengenceran geometrik harus digunakan untuk memastikan pencampuran bahan
aktif secara menyeluruh dengan pembawa.
4. Saat memasukkan serbuk yang dapat larut, gunakan pelarut yang memiliki
tekanan uap rendah (misalnya air, gliserin, dan propilen glikol). Pelarut volatil
sebaiknya tidak digunakan, terutama dalam basis oleaginous, karena pelarut bisa
menguap dan obat tersebu, dapat dikristalisasi pada basis dan menyebabkan
iritasi ketika diaplikasikan di kulit.
5. Sebelum menambahkan bahan seperti flavors atau zat aktif, dinginkan
produk/sediannya sedikit. Lelehan/cairan sediaannya harus tetap cair tapi tidak
panas, untuk memungkinkan pencampuran seragam tanpa kehilangan bahan
akibat penguapan. Temperatur kurang dari 78 °C bekerja dengan baik dengan
banyak basis, namun suhu yang lebih rendah akan dibutuhkan jika terdapat bahan
alkohol dan volatile.
6. Saat bekerja dengan sistem berair, gunakan panas untuk waktu yang singkat dan
sesedikit mungkin suhu. Hal ini akan meminimalkan kuantitas air yang hilang
melaluipenguapan.
7. Jika produk terlalu kaku dan sulit diaplikasikan, coba kurangi konsentrasi
komponen lilin.
8. Umumnya, obat dapat dimasukkan ke dalam salep, krim, dan pasta dengan mudah
pada pil tile dengan spatula. Jika jumlah padatan dalam jumlah besar
digabungkan, disarankan untuk menggunakan panas untuk melelehkan basis
sebelum memasukkan obat.
9. Untuk stabilitas maksimum, jaga agar produk tetap anhidrat, jika memungkinkan.
10. Bila apoteker menambahkan beberapa serbuk ke dalam pembawa topikal, yang
terbaik adalah menambahkan serbuk satu per satu dengan pencampuran
menyeluruh setelah penambahan masing-masing. Tindakan ini memastikan
stabilitas dan keseragaman produk akhir.
2.2 Salep
2.2.1 Pengertian
Menurut British Pharmacopoeia: Salep diformulasikan untuk
menghasilkan sediaan yang tidak bercampur, mudah larut, atau dapat
diemulsikan dengan sekresi kulit. Salep hidrofobik dimaksudkan untuk
dioleskan ke kulit atau membran mukosa tertentu untuk tujuan emolien,
protektif, terapeutik, atau profilaksis. Salep hidrofilik bercampur dengan sekresi
kulit dan kurang emolien sebagai konsekuensinya. Menurut FI V, Salep adalah
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir.
2.2.2 Basis Salep
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat
yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati,
stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan
dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan.
Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut
bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air.
Dasar salep tradisional terdiri dari campuran wax, lemak dan minyak:
• Wax - padat dan keras pada suhu kamar
• Lemak - semipadat, lembut pada suhu kamar
• Minyak - cair di ruang temeprature
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, Dasar salep yang digunakan
sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:
a) Dasar salep hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil
komponen berair dapat dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan
untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama
sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak
berubah dalam waktu lama.
b) Dasar salep serap. Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok.
Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan
air membentuk emulsi air dalam minyak (Parafin hidrofilik dan Lanolin
anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang
dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanoli). Dasar
salep serap juga bermanfaat sebagai emolien.
c) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi
minyak dalam air antara lain Salep hidrofilik dan lebih tepat disebut
“Krim” (lihat Cremores). Dasar ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci
dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga
lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat
menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada Dasar salep
hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik.
d) Dasar salep larut dalam air. Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak
berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci
dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti
parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut
“gel”.
Dalam buku Pharmaceutical Compounding and Dispensing Second
Edtion, ada beberapa macam basis salep antara lain:
a. Basis Hidrokarbon
Basis ini tidak bercampur dengan air dan tidak diserap oleh kulit. Mereka
biasanya terdiri dari parraffin lunak atau campuran parafin lembut atau
parafin cair. Parafin dari film bukti air berminyak di kulit. Menghambat
kehilangan air dari kulit, sehingga meningkatkan hidrasi kulit, yang
khususnya penting dalam pengobatan kondisi bersisik kering.
b. Basis Absorpsi
Basis absorpsi adalah emolien yang baik dan kurang occlusive dan mudah
diaplikasikan dibandingkan basis hidrokarbon.
c. Basis air yang mudah larut / basis pengemulsi
Basis ini adalah basis anhidrat yang mengandung minyak dalam agen
pengemulsi air, yang membuat basis ini bercampur dengan air dan karena
itu dapat dicuci dan mudah dikeluarkan setelah digunakan. Berikut tiga
salep pengemulsi yang digunakan sebagai basis air yang dapat larut:
 Emulsifying Ointment BP (anionic)
 Cetrimide Emulsifying Ointment BP (cationic)
 Cetomacrogol Emulsifying Ointment BPC (non-ionic)
Basis mudah bercampur dengan sekresi air dari kulit dan karena itu dapat
dibersihkan dengan mudah, basis ini sangat cocok untuk digunakan pada
kulit kepala.
d. Basis Hidrofilik
Basis ini dikembangkan dari polyethylene glycols (macrogols). Basis ini
non occlusive, mudah dicampur dengan sekresi kulit dan mudah
dikeluarkan dengan mencuci (misalnya Macrogol Ointments BP). Basis
Macrogol biasa digunakan dengan anestesi lokal seperti Lidocaine BP.
Tabel 2.1 Basis salep yang diklasifikasikan berkaitan dengan air
Tipe basis Karakteristik Contoh
Berminyak
Tidak larut dalam air Petrolatum putih
Tidak bisa dicucu dengan air Salep putih
Tidak menyerap air
Pelembab
Oklusif (bahan aktif kosmetik
yang dapat menghambat
terjadinya penguapan air dari
permukaan kulit)
Berminyak
Absorpsi
Tidak larut dalam air Petrolatum hidrofilik
Tidak bisa dicuci dengan air Aquabase
Anhidrat Aquaphor
Bisa menyerap air
Yang melunakkan (pelembab)
Oklusif
Berminyak
Emulsi W/O
Tidak larut dalam air Cold cream
Tidak bisa dicuci dengan air Lanolin hidrous
Menyerap air Hidrocream
Yang melunakan Eucerin
Oklusif Nivea
Berminyak
Emulsi O/W
Tidak larut dalam air Salep hidrofilik
Bisa dicuci dengan air Dermase
Menyerap air Velvachol
Mengandung/berisi air Unibase
Tidak oklusif
Tidak berminyak
Larut air
Bisa dicuci dengan air Salep polietilekglikol
Menyerap air
Anhidrat atau hidrous
Tidak berminyak
Tidak oklusif
2.2.3 Metode pembuatan salep
1. Metode fusi
Metode ini melibatkan pencairan basis di atas waterbath sebelum
memasukkan bahan lainnya.
Dalam metode (fusi):
a. Selalu membuat sediaan kelebihan karena kekurangan pemindahan
sediaan kedalam wadah akan selalu terjadi.
b. Tentukan titik leleh dari basis lemak dan kemudian lelehkan
bersama. Dimulai dengan basis dengan titik lebur tertinggi, setiap
basis harus dilelehkan pada suhu serendah mungkin saat campuran
mendingin
c. Tambahkan bahan kedalam cawan uap diatas waterbath untuk
menghindari terjadinya terlalu panas - gunakan termometer untuk
memeriksa suhu secara teratur.
d. Setelah basis pertama mendingin tambahkan bahan-bahanya dengan
menurunkan titik lebur pada suhu masing-masing, aduk terus
menerus untuk memastikan campuran homogen sebelum diangkat.
2. Metode umum untuk memasukkan serbuk ke dalam basis salep
a. Padatan terlarut
Padatan larut harus ditambahkan ke basis lemak cair pada suhu
serendah mungkin dan campuran diaduk sampai dingin. Sebagai
alternatif, jika menggunakan basis yang sudah disiapkan, padatan
terlarut dapat digabungkan dengan menggunakan metode yang
digunakan untuk padatan yang tidak larut.
b. Padatan tidak larut
Padatan tidak larut harus digabungkan menggunakan ointment slab
dan spatula. Jika ada lebih dari satu serbuk yang ditambahkan, maka
harus dicampur dalam mortir menggunakan metode ‘doubling up'.
 Serbuk kasar - jumlah minimum basis lemak cair harus
ditempatkan di bagian tengah tile dan digunakan untuk levigasi
serbuk. Campuran basis bubuk / lemak kemudian dapat
dikembalikan ke cawan uap dengan basis lemak yang tersisa dan
diaduk sampai dingin, atau basis lemak yang tersisa di cawan uap
dapat dibiarkan dingin dan diaduk dengan campuran basis
serbuk / lemak pada tile.
 Bubuk halus bisa ditriturasi ke dalam salep yang sudah selesai
dibuat di atas ointment tile. Sejumlah kecil bubuk harus
ditambahkan ke jumlah salep yang sama (yaitu teknik 'doubling
up'). Harus triturasi dengan baik untuk menggabungkan semua
basis salep. Sebagai alternatif, sejumlah kecil bubuk dapat
dilarutkan dengan beberapa basis salep cair pada tile dan
campuran yang dihasilkan kembali ke massa cair yang tersisa dan
diaduk untuk menghasilkan produk homogen.
3. Metode umum untuk memasukkan cairan ke dalam dasar salep
a. Cairan yang tidak mudah menguap dan mudah larut dapat dicampur
dengan krim cair di cawan uap. Sebagai alternatif, jika basis pra-
prepared digunakan, maka masukkan cairan yang mudah menguap
atau tidak bercampur.
b. Cairan volatil atau tidak bercampur (misalnya larutan coal tar) harus
dilekatkan dengan krim pada ointment tile. Sejumlah kecil krim
harus ditempatkan di ditengah tile. Secara tradisional, sejumlah
kecil cairan harus diaduk dengan lembut agar tidak terpercik. Dan
metode alternatifnya adalah dengan menyebarkan sejumlah kecil
krim di atas tile dan kemudian "mencetaknya" dengan spatula.
Kemudian tambahkan sejumlah kecil cairan dan aduk kedalam basis
dengan lembut. Jika menggunakan coal tar atau bahan-bahan yang
mudah menguap lainnya, jangan ditimbang sebelum digunakan
dengan segera dan beaker yang telah ditimbang harus ditutup
dengan kaca arloji untuk mencegah penguapan.
2.2.4 Petunjuk compounding salep
1. Dua atau lebih salep dapat dikombinasikan dengan mencampurnya
keduanya dalam kantong plastik.
2. Salep dapat dipindahkan langsung dari kantong plastik kedalam
tabung dengan memotong satu kantong plastik dan meremas isinya
kedalam tabung salep atau botol. Hal ini membuat pembersihan
sangat mudah.
3. Beberapa tetes minyak mineral atau pelarut yang sesuai dapat
meningkatkan kemampuan kerja obat dengan membangun kekuatan
elektrostatik, contohnya sulfur.
4. Pelarut Volatile yang tidak boleh digunakan untuk mencampur
serbuk, karena pelarut akan menguap dan meninggalkan kristal dari
obat.
5. Saat fase minyak dan fase air dicampur bersama, sangat membantu
untuk memanaskan fase air beberapa derajat lebih tinggi daripada fase
minyak sebelum dicampur. Fase air cenderung mendingin lebih cepat
dari fase minyak.
6. Salep harus didinginkan sampai beberapa derajat di atas pemadatan
sebelum dituangkan kedalam tube atau tabung. Ini akan
meminimalkan terjadi lapisan salep dalam kemasan.
7. Panas melembutkan salep dan membuat pengisian salep kedalam tube
dan tabung menjadi lebih mudah. Pemanasan harus dilakukan dengan
hati-hati untuk mencegah stratifikasi bahan-bahan.
8. Bila basis sedang dipersiapkan, bahan dengan titik lebur tertinggi
harus dicairkan dulu, kemudian panasnya harus dikurangi secara
bertahap dan harus ditambahkan sesuai urutan titik leleh tertinggi
sampai titik terendah sampai diperoleh campuran homogen. Proses ini
akan meningkatkan kualitas produk akhir, karena memastikan
bahannya terkena suhu serendah mungkin selama persiapan.
9. Jika basis yang mengandung air digunakan dan obat tersebut larut
dalam air, obat harus dilarutkan seminimal mungkin dalam jumlah air
sebelum dimasukan kedalam basis.
2.2.5 Stabilitas
Salep relatif stabil terutama jika berada dalam pelarut berair,
penyerapan anhidrat, atau anhidrat, yang dapat larut dalam air. Jika
mengandung air seperti dalam basis emulsi, salep seringkali kurang stabil.
Baik stabilitas fisik (penampilan, bentuk, bau, warna) dan stabilitas kimia
(obat aktif dan bahan dasar) harus diperhatikan. Karena bahan dasarnya
relatif stabil, kestabilan obat aktif merupakan penentu utama stabilitas
keseluruhan produk. Dalam memprediksikan tanggal penggunaan,
biasanya dapat melihat produk komersial yang mengandung obat aktif
untuk mendapatkan perkiraan yang masuk akal. Biasanya tanggal
penggunaan untuk salep yang mengandung air dan tidak mengandung
pengawet, selambat-lambatnya 30 hari.
Untuk mengetahui kestabilan salep, apoteker harus mengamati sifat
fisik seperti perubahan konsistensi dan pemisahan cairan, pembentukan
butiran atau grittiness dan pengeringan, krim harus diamati untuk melihat
kerusakan emulsi, pertumbuhan kristal, penyusutan akibat kehilangan air
dan kontaminasi mikroba. Salep dan emulsi rentan terhadap degradasi
kimia, terutama saat ada air.
2.2.6 Kontrol kualitas
Kontrol kualitas melibatkan pengecekan persiapan akhir untuk
karakteristik berikut: berat akhir, penampilan visual, warna, bau,
viskositas, pH, homogenitas / pemisahan fase, ukuran partikel dan tekstur.
2.2.7 Kemasan/penyimpanan/pelabelan
Salep umumnya dapat dikemas dalam tube dan stoples. Salep
umumnya harus disimpan pada suhu kamar dan jauh dari panas yang
berlebihan. Pelabelan harus sesuai untuk mode administrasi. Selain
persyaratan standar untuk pelabelan sediaan yang tidak dilakukan tanpa
persiapan, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan: '' Untuk penggunaan
luar saja '' - peringatan ini harus ditambahkan ke label salep yang
disiapkan secara tidak lisan karena semua salep hanya untuk penggunaan
luar.
2.2.8 Permasalahan dalam pembuatan sediaan salep
Spatula yang terbuat dari baja cocok digunakan pada hampir semua
senyawa obat, tetapi tidak dapat digunakan untuk pembuatan salep yang
mengandung garam merkuri, asam tanat, asam salisilat atau iodin.
Pelelehan merupakan metode yang biasa digunakan untuk produksi
salep untuk sekala besar dimana malam atau wax atau padatan dengan titik
leleh yang tinggi dicampur dengan semisolid atau minyak: cara ini
digunakan bila akan dilakukan pencampuran air dalam volume yang cukup
besar. Komponen campuran akan meleleh dengan baik pada penurunan
titik leleh dan campuran fluid tersebut diaduk hingga dingin, untuk
menghindari aerasi. Jika tidak diaduk dengan efektif maka lemak alkohol
dan asam mungkin akan mengkristal pada sistem yang mengandung
parafin. Serbuk yang tidak larut akan terpisah saat salep mulai mengental
atau membeku. Padatan yang dapat terlarut dan tahan panas dapat
dilarutkan pada basis yag dilelehkan sebelum campuran tersebut
membeku.
2.3 Gel
2.3.1 Pengertian
Menurut FI V, Gel kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem
semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel
terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai
sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase,
jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-
kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel
maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika
dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu
sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada
etiket. Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba
sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misalnya Karbomer) atau dari gom alam (misalnya
Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga musilago. Walaupun gel-gel ini
umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin
polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak. Gel dapat digunakan
untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang
tubuh.
2.3.2 Klasifikasi dan Komposisi Gel
Gel dikategorikan sebagai dua sistem klasifikasi. Sistem pertama membagi gel
kedalam anorganik dan organik atau yang lainnya, ke dalam gel atau
organogel.
Tabel 2.2 Klasifikasi Gel
Kelas Deskripsi Contoh
Non organik Biasanya sistem dua
fase
Gel alumunium hidrosid, magma
bentonit
Organik Biasanya sistem satu
fase
Carbomer, tragakan
Hidrogel
(jeli)
Non Organik
Alami dan gum
sintetis
Pektin, tragakan, silika, alumina
Pektin, tragakan, sodium alginat
Metilselulosa, sodium karbometil
Organik selulosa, pluronic F-127
Organogel Jenis hidrokarbon
Lemak
hewan/sayuran
Sabun berbasis lemak
Organogel hidrofilik
Pertolatum, minyak mineral/gel
polietilen, plastibase/jelene
Lemak babi, mentega coklat
Alumunium stearat
minyak mineral
Dasar carbowax (salep PEG)
Hidrogel mengandung bahan yang terdispersi baik seperti koloid atau
larut dalam air. Sebagai contoh, Bentonite sebagai anorganik yang digunakan
sebagai basis salep dalam konsentrasi 10%-25%. Sodium alginat dapat
digunakan untuk menghasilkan gel sebagai basis salep.
Organogel termasuk hidrokarbon, lemak hewan dan tumbuhan, basis
sabun, dan organogel hidrofilik. Termasuk dalam jenis hidrokarbon adalah
jelene atau plastibase, sebuah kombinasi pada minyak mineral dan
hidrokarbon wax berat dengan berat molekul sekitar 1300.
2.3.3 Komponen Gel
1. Gelling Agent
Konsistensi gel dapat sangat bervariasi tergantung pada gelling
agent yang digunakan dalam pembuatannya. Agen pembentuk gel yang
umum digunakan dalam gel berair/encer dibahas di bawah ini.
a. Tragakan
 Tragakan cenderung membentuk gelembung bila ditambahkan ke
air, oleh karena itu, dispersi berair disiapkan dengan
menambahkan serbuk ke air harus diaduk dengan kuat. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, etanol, gliserin, atau
propyline glikol dapat digunakan untuk prewet serbuk. Serbuk
lainnya bisa dicampur dengan tragakan saat dikeringkan lalu
ditambahkan air.
 Konsentrasi 2-5% tragacanth digunakan untuk menghasilkan
viskositas yang berbeda.
 Tragacanth adalah produk alami dan karena itu dapat terkena atas
kontaminasi mikroba.
b. Alginat
 Viskositas gel alginat lebih terstandar daripada tragacanth.
 Konsentrasi Alginat 1,5% menghasilkan gel cairan.
 Konsentrasi Alginat 5-10% menghasilkan gel dermatologis
yang sesuai untuk aplikasi topikal.
 Bahan pembasah (seperti gliserol) perlu digunakan untuk
mencegah produksi produk kental.
 Asam alginat dapat terdispersi dalam air yang diaduk kuat
selama kurang lebih 30 menit. Sebelum dicampurkan dengan
serbuk lain atau dengan cairan yang dapat larut dalam proses
dispersi.
c. Pektin
 Rawan terhadap kontaminasi mikroba
 Rawan kehilangan air dan oleh karena itu memerlukan
tambahan humektan (misalnya gliserol, propilen glikol atau
sorbitol).
d. Gelatin
 Jarang digunakan sebagai agen pembentuk gel tunggal dalam
persiapan sediaan gel dermatologis. Biasanya dikombinasikan
dengan bahan lain seperti sodium pektin atau carmellose.
e. Karbomer
 Carbomer berguna dalam produksi gel bening (terlalu banyak
udara tidak tergabung dalam produksi gel).
 Dalam konsentrasi 0,3-1%, karbomer berperan sebagai
pelumas.
 Carbomer digunakan dalam sediaan dermatologis dalam
konsentrasi 0,5-5%
f. Polivinil alkohol
 Polivinil alkohol berguna untuk membuat gel cepat kering.
 menyediakan gel yang memiliki kontak kulit yang baik dan oleh
karena itu memastikan obat tersebut memiliki kontak kulit yang
baik.
 Viskositas yang berbeda dapat dicapai tergantung pada
konsentrasi polivinil alkohol yang digunakan (biasanya 10-
20%) dan kadar alkohol polivinil yang digunakan
 PVA digunakan pada konsentrasi 2,5% dalam berbagai jeli
cepat kering bila dioleskan ke kulit.
 Untuk hasil terbaik, PVA harus didispersikan dalam air dingin,
diikuti air panas.
g. Bentonit
 Bentonit ditambahkan ke air yang tidak ditaburkan dalam porsi
kecil di permukaan air panas. Setiap bagian dibiarkan
melembab dan menetap dalam wadah. Campuran itu
diperbolehkan selama 24 jam, sesekali diaduk. Campuran
tersebut diirigasi dengan saksama keesokan harinya.
 Bentonit digunakan dalam konsentrasi 7-20% untuk
memformulasikan basis dermatologis.
h. Cellulose derivatives
 Turunan selulosa banyak digunakan dan bentuk netral, gel stabil
 menunjukkan ketahanan yang baik terhadap serangan mikroba
 membentuk gel bening dengan kekuatan film yang bagus saat
dikeringkan pada kulit.
 Methylcellulose 450 digunakan dengan kekuatan 3-5% untuk
menghasilkan gel.
 Natrium karamelimetil (natrium karboksimetilselulosa)
digunakan dalam konsentrasi 1,5-5% untuk membuat gel
lubrikan. Dalam konsentrasi yang lebih tinggi digunakan untuk
membuat gel dermatologis.
2. Bahan tambahan
a. Humectants
Penambahan humektan untuk mempertahankan air dikulitatau menjaga
kelembapan. Contoh humektan
• Gliserol dalam konsentrasi hingga 30%
• Propilen glikol dalam konsentrasi sekitar 15%
• Sorbitol dalam konsentrasi 3-15%
b. Preservatives
Gel memiliki kandungan air lebih tinggi daripada salep dan pasta
lainnya dan ini membuat gel rentan terhadap kontaminasi mikroba.
Pilihan bahan pengawet ditentukan oleh agen gelling yang digunakan.
2.3.4 Basis Gel :
a. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel organic, bila
ditambahkan dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik. Bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus.
(Ansel, 1989)
b. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organic yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya
tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak
adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. System koloid hidrofilik
lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel
hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air,
humektan dan bahan pengawet. (Voigt, 1994)
2.3.5 Metode Pembuatan Gel
Metode umum pembuatan gel, antara lain:
1. Panaskan semua komponen gel (dengan pengecualian air) sampai
kira-kira 90 ° C.
2. Panaskan air sampai kira-kira 90 ° C
3. Tambahkan air ke minyak, aduk terus.
4. Hindari pengadukan yang kuat karena ini akan menyebabkan
gelembung.
2.3.6 Pembuatan Sediaan Gel
Bahan aktif dapat ditambahkan sebelum atau sesudah pembentukan gel. Bila
bahan obat tidak mengganggu pembentukan gel, lebih baik ditambahkan
sebelum pembentukan gel karena lebih mudah tersebar dan terdispersi
homogen. Bila bahan obat mengganggu pembentukan gel, harus ditambahkan
setelah pembentukan gel, meskipun lebih sulit dan berpotensi menyebabkan
udara terperangkap lebih banyak pada basis gel.
Ketika serbuk polimer ditambah dengan air pada proses pembentukan gel,
serbuk tersebut dapat menggumpal dan membentuk gel pada permukaan
gumpalan saja sedangkan bagian dalam masih berupa serbuk. Gumpalan gel
tersebut melarut secara lambat karena viskositas gumpalan gel yang sangat
tinggi dan koefisien difusi makromolekul yang rendah. Penambahan gliserin
atau bahan cair lain sebagai pembasah atau pendispersi pada polimer sebelum
penambahan air dapat mencegah terbentuknya gumpalan tersebut.
2.3.7 Petunjuk untuk Compounding Gels
1. Dalam preparasi gel, premixing beberapa zat pembentuk gel dengan
serbuk lain sering membantu proses dispersi.
2. Menambahkan alkohol ke beberapa gel mengurangi viskositas dan
kelekatannya.
3. Bila mixer dari jenis apapun digunakan untuk pembuatan gel, baling-
baling harus disimpan di bagian bawah wadah, dan pembentukan
pusaran harus dihindari untuk meminimalkan memasukkan udara ke
dalam produk.
4. Dalam preparasi gel, semua zat harus dilarutkan dalam pelarut atau
pembawa sebelum zat gelling ditambahkan.
5. Setiap udara terperangkap dalam dispersi karbomer harus dilepaskan
sebelum zat pengental ditambahkan. Gelembung udara dapat dilepas
dengan membiarkan produk selama 24 jam atau dengan meletakkannya
di power ultrasonik. Agen antifoam sillicone dapat membantu.
6. pH penting dalam menentukan viskositas akhir gel karbomer.
7. Gel gelatin dapat dibuat dengan mendispersikan gelatin dalam air
panas dan kemudian mendinginkan. Prosedur ini dapat disederhanakan
dengan (1) mencampur bubuk gelatin dengan cairan organik yang tidak
akan membengkak, seperti etil alkohol atau propilen glikol; (2)
menambahkan air panas; dan (3) mendinginkan gel.
8. Gel tragakan dapat disiapkan dengan menambahkan serbuk ke dalam
air yang diaduk dengan kuat. Etanol, gliserin, atau propilen glikol dapat
digunakan untuk prewet bedak. Serbuk lainnya bisa dicampur dengan
tragakan saat dikeringkan, sebelum ditambahkan ke air.
Karakteristik pembentuk gel akan menentukan teknik yang digunakan dalam
proses pembuatan.
a. Bentonit
Bentonit merupakan alumunium silikat terhidrat alami. Tidak berasa,
tidak berbau, berupa serbuk berserat dan berwarna putih kekuningan.
Konsentrasi pembentuk gel adalah 10-25%. Viskositas suspensi bentonit
bertahan pada pH 6, tetapi mengendap pada penambahan asam. Bahan
yang bersifat basa, seperti magnesium oksida, meningkatkan viskositas.
Bentonit ditambahkan pada air tanpa pengadukan, dengan cara
menaburkan sebagian kecil serbuk pada permukaan air panas. Setiap
bagian dibiarkan mengendap dalam wadah. Campuran dibiarkan selama
24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah itu, campuran diaduk pada hari
berikutnya. Pembasah seperti gliserin dapat ditambahkan sebelum
dibasahi dengan air.
b. Gelatin
Gel gelatin dibuat dengan mendispersikan gelatin dalam air panas,
kemudian didinginkan. Metode lain adalah membasahi gelatin dengan 3-
5 bagian cairan organik yang tidak mengembangkan polomer, seperti
propilen glikol, kemudian ditambahkan air panas dan didinginkan.
c. Tragakan
Gom tragakan cenderung menggumpal ketika ditambahkan air, oleh
karena itu tragakan dibuat dengan menaburkan pada air yang diaduk.
Etanol, gliserin, propilen glikol dapat ditambahkan untuk membasahi
serbuk. Serbuk lainnya dapat dicampurkan dengan tragakan ketika
keringdan kemudian ditambahkan dalam air.
d. Karboksimetilselulosa natrium (CMC Na, carboxymethylcellulosa
Sodium)
CMC Na larut air dalam berbagai suhu. Garam natrium CMC dapat
didispersikan dengan pengadukan cepatdalam air dingin sebelum
partikel terhidrat dan mengembang membentuk gel yang menggumpal.
Ketika serbuk didispersikan, larutan dapat dipanaskan dengan
pengadukan sering pada suhu 60ºC untukmempercepat disolusi.
e. Metil selulosa
Metil selulosa terhidrat lambat dalam air panas, sehingga metil selulosa
didispersikan dengan pengadukan cepat dalam sepertiga air yang
dibuuhkan pada suhu 80ºC - 90ºC. Ketika serbuk selesai terdispersikan,
sisa air dapat ditambahkan dengan pengadukan sedang untuk
mempercepat disolusi. Air dingin dan es dapat digunakan. serta alkohol
anhidrat/ propilen glikol dapat digunakan untuk membasahi serbuk
sebelum didispersikan. Kejernihan, hidrasi dan viskositas maksimum
diperoleh bila gel yang telah terbentuk didinginkan pada suhu 0ºC - 10ºC
selama 1 jam.
2.3.8 Stabilitas
Gel harus diamati untuk karakteristik fisik seperti penyusutan,
pemisahan cairan dari gel, perubahan warna, dan kontaminasi mikroba.
Banyak gel tidak akan mendorong pertumbuhan bakteri atau jamur, tidak akan
mencegahnya. Akibatnya, mereka harus diautoklaf atau harus mengandung
bahan pengawet. Agen gelling dalam kondisi kering biasanya tidak menjadi
masalah.
Tanggal penggunaan yang berlebihan untuk gel oral yang mengandung
air yang disimpan pada suhu dingin tidak lebih dari 14 hari; Untuk gel topikal
yang mengandung air, selambat-lambatnya 30 hari pada suhu kamar untuk
formulasi yang dibuat dari bahan dalam bentuk padat. Tanggal ini dapat
diperpanjang jika informasi ilmiah yang valid tersedia untuk mendukung
stabilitas formulasi,
2.3.9 Kontrol kualitas
Apoteker harus mengikuti prosedur pengendalian mutu standar.
Prosedur ini melibatkan pengecekan penampilan, keseragaman, berat atau
volume, viskositas, kejernihan, pH, dan bau gel.
Gel harus diamati untuk karakteristik fisik seperti penyusutan,
pemisahan cairan dari gel, perubahan warna, dan kontaminasi mikroba.
2.3.6 Kemasan/penyimpanan/pelabelan
Gel umumnya harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu
kamar berpendingin atau ruangan. Bentuk sediaan ini biasanya disimpan ke
dalam tabung, botol peras, atau dispenser pompa. Label harus mencakup
instruksi agar wadah tetap tertutup rapat.
Tanggal penggunaan untuk gel topikal yang mengandung air, selambat-
lambatnya 30 hari pada suhu kamar untuk formulasi yang dibuat dari bahan
dalam bentuk padat. Tanggal ini dapat diperpanjang jika informasi ilmiah yang
valid tersedia untuk mendukung stabilitas formulasi.
2.4 Pasta
2.4.1 Pengertian
Pasta adalah preparat semi padat untuk penggunaan luar. Pasta terdiri
dari obat-obatan bubuk halus yang dikombinasikan dengan White Parafin
Parafin PVC atau Cair Parafin BP atau dengan basis non-berminyak yang
terbuat dari gliserol, lendir atau sabun. Lebih mudah untuk menerapkan pasta
ke area kulit yang memiliki ciri tertentu seperti lesi atau plak tertentu, dan
karenanya tidak membahayakan integritas kulit yang sehat.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V Pasta adalah sediaan semipadat
yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian
topikal. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air,
misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulose, kelompok lain adalah pasta
berlemak misalnya Pasta Zink Oksida, merupakan salep yang padat, kaku,
yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung
pada bagian yang diolesi. Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih
menyerap dibandingkan dengan salep karena tingginya kadar obat yang
mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi
seperti serum; dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah
dari salep. Oleh karena itu pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung
membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan cairan. Pasta gigi
digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal
(misal pasta gigi Triamsinolon Asetonida).
Karena kandungan bubuknya yang tinggi, pasta sering digunakan untuk
menyerap eksudat luka. Pasta cocok untuk digunakan oleh pemain ski karena
mencegah dehidrasi kulit berlebihan (wind burn) selain sun blocking.
Penggunaan pasta secara tradisional adalah antiseptik, pelindung atau
menenangkan.
2.4.2 Basis Pastsa
Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau
basis air. Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta:
1. Basis Hidrokarbon
Memiliki karakteristik yaitu inert, tidak bercampur dengan air, daya
absorbsi air rendah, menghambat kehilangan air pada kulit dengan
membentuk lapisan tahan air dan meningkatkan absorbsi obat melalui
kulit. Contoh : vaselin, white Petrolatum/paraffin, white ointment.
2. Basis Absorpsi
Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan
cair. Basis absorpsi terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Basis non emulsi
Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M.
mengandung campuran dari emulgen tipe sterol dengan satu atau
lebih paraffin. Contoh : Wool fat, wool alcohols, beeswax.
b. Emulsi A/M
Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi.
Contoh : Hydrous wool fat (lanolin), Oil cream BP.
2.4.3 Metode umum pembuatan pasta
Metode pembuatan pasta sama dengan salep. Untuk basis semi solid metode
fusion (pelelehan) dan/atau triturasi dapat dilakukan. Triturasi sendiri cocok
digunakan untuk pembawa liquid.
a. Metode fusion
Dalam metode ini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduk sampai membentuk fase yang homogen. Dalam hal ini perlu
diperhatikan stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat
pelelehan.
b. Metode triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk
melarutkan terlebih dulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan
basis yang digunakan.
2.4.4 Petunjuk umum pembuatan pasta
1. Agen pengikat umumnya tidak digunakan dalam pembuatan pasta yang
memiliki karakteristik presentase padatan yang relatif tinggi. Cara
termudah untuk mempersiapkan pasta adalah metode fusi (panas).
2. Produk yang disiapkan dengan menggunakan metode fusi harus
didinginkan sebelum ditempatkan dalam tabung atau stoples. Jika
dituangkan saat panas, sediaan cenderung berpisah pada saat pendinginan.
Sediaan harus didinginkan sampai suhu di mana cairan sediaan kental dan
kemudian dituangkan ke dalam wadah.
3. Jika produk terlalu kaku dan sulit untuk diaplikasikan, apoteker harus
meningkatkan konsentrasi dari komponen lilin.
2.5 Krim
2.5.1 Pengertian
Defenisi British Pharmacopoeia (BP) sebagai berikut: Krim
diformulasikan untuk menyediakan sediaan yang pada dasarnya dapat larut
pada sekresi kulit. Krim dimaksudkan untuk dioleskan ke kulit atau membran
mukosa tertentu untuk tujuan protektif, terapeutik atau profilaktik terutama
bila efek inklusif tidak diperlukan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V, Krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif
cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari
emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan
untuk pemberian obat melalui vaginal.
2.5.2 Penggolongan Krim
1. Tipe M/A atau O/W
Krim minyak dalam air (Vanishing Cream) yang digunakan melalui kulit
akan hilang tanpa bekas. Pembuatan krim Minyak dalam Air (M/A) sering
menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang
ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun
untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.
2. Tipe A/M atau W/O
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi Air dalam Minyak yang
spesifik seperti adeps lanae, wool, alcohol, atau ester asam lemak dengan
atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca. Krim
A/M membutuhkan emulgator yang berbeda-beda, jika emulgator tidak
cepat dapat terjadi pembalikan fasa.
2.5.3 Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi (sifat kulit,
aliran darah dan jenis luka (Art of Compounding)). Pertimbangan umumnya
adalah sifat zat berkhasiat yang diperlukan dan konsistensi sediaan yang
diharapkan.
1. Air dalam minyak (krim berminyak) sebagai basa – dibuat menggunakan
bahan pengemulsi yang berasal dari alam (misalnya beeswax, wool
alcohols atau wool fat). Basis ini memiliki sifat emolien yang baik,
lembut, putih atau tembus pandang dan agak kaku.
2. Minyak dalam air (krim berair) sebagai basa dibuat menggunakan lilin
sintetis (misalnya macrogol dan cetomacrogol). Basi ini merupakan basis
terbaik yang bisa digunakan untuk absorpsi dan penetrasi obat yang
cepat. Basis ini tipis, putih dan halus dalam konsistensi.
2.5.4 Prinsip Pertama Dalam Pembuatan Krim
1. Seperti jenis emulsi lainnya, kebersihan sangat penting dan semua
permukaan, spatula dan peralatan lainnya harus dibersihkan secara
menyeluruh dengan industrial methylated spirits (IMS). IMS lebih baik
dibandingkan air mentah yang baru direbus dan didinginkan karena akan
cepat menguap, tidak meninggalkan residu.
2. Selalu membuat sediaan krim kelebihan agar memungkinkan untuk
memasukan seluruh krim ke dalam wadah akhir.
3. Tentukan bahan mana yang larut dalam / tercampur dengan fase air dan
bahan mana yang larut dalam / tercampur dengan fase berminyak.
Larutkan bahan yang larut dalam air dalam fase air.
4. Lelehkan basis lemak dalam wadah yang diuapkan diatas waterbath pada
suhu serendah mungkin. Mulailah dengan basis yang memiliki titik leleh
tertinggi. Kemudian harus didinginkan sampai 60⁰C (overheating dapat
menyamaratakan pengemulsi) dan kestabilan produk dapat hilang).
5. Zat-zat yang larut / bercampur dengan fase berminyak kemudian harus
diaduk ke dalam lelehan tersebut.
6. Suhu fase berair harus diatur pada suhu 60 ° C.
7. Fase dispersi kemudian harus ditambahkan ke fase kontinyu pada suhu
yang sama. Oleh karena itu, - untuk minyak dalam air (o / w) tambahkan
minyak ke air dan - untuk air dalam minyak (w / o) tambahkan air ke
minyak.
8. Aduk emulsi yang dihasilkan sampai homogen. Jangan mempercepat
pendinginan karena dapat menghasilkan hasil emulsi yang buruk.
2.5.5 Penggabungan Bahan-Bahan Kedalam Basis Cream
Sebagai tambahan dalam pembuatan krim dari prinsip pertama, adalah untuk
memasukkan bahan cair atau padat ke dalam basis krim.
1. Penggabungan padatan kebasis krim
Pada basis krim telah disiapkan dari prinsip pertama, padatan bisa
dimasukkan ke dalam krim saat krim menjadi dingin. Sebagai alternatif,
jika menggunakan preparat awal, padatan terlarut dan tidak larut mungkin
mengalami penggabungan dengan menggunakan metode yang digunakan
untuk padatan tidak larut.
 Padatan larut harus ditambahkan ke krim cair pada suhu serendah
mungkin dan campuran diaduk sampai dingin.
 Padatan tidak larut harus digabungkan dengan menggunakan ointment
tile dan spatula. Jika ada lebih dari satu bubuk/bahan yang
ditambahkan, harus dilekatkan secara bersamaan dalam mortir
menggunakan teknik 'penggandaan' sebelum dipindahkan ke ointment
tile.
 Untuk serbuk kasar, sejumlah krim minimum harus ditempatkan
di tengah tile dan gunakan untuk levigasi serbuk. Campuran dasar
serbuk / lemak kemudian bisa dikembalikan ke cawan penguapan
dengan sisa krim dan diaduk sampai dingin atau krim yang tersisa
di cawan uap dapat dibiarkan dingin dan dilekatkan dengan
campuran bubuk / krim di tile.
 Serbuk halus bisa dilarutkan ke dalam krim yang telah selesai di
atas ointment tile. Sejumlah kecil bubuk harus ditambahkan ke
krim dalam jumlah yang sama (yaitu menggunakan teknik
'doubling up').
2. Penggabungan cairan ke dalam basis krim
 Cairan yang tidak mudah menguap dan mudah larut dapat dicampur
dengan krim cair di baskom penguapan. Sebagai alternatif, jika basis
pra-prepared digunakan, maka masukkan cairan yang mudah
menguap atau tidak bercampur.
 Cairan volatil atau tidak bercampur (misalnya larutan coal tar) harus
dilekatkan dengan krim pada ointment tile. Sejumlah kecil krim
harus ditempatkan di ditengah tile. Secara tradisional, sejumlah
kecil cairan harus diaduk dengan lembut agar tidak terpercik. Dan
metode alternatifnya adalah dengan menyebarkan sejumlah kecil
krim di atas tile dan kemudian "mencetaknya" dengan spatula.
Kemudian tambahkan sejumlah kecil cairan dan aduk kedalam basis
dengan lembut. Jika menggunakan coal tar atau bahan-bahan yang
mudah menguap lainnya, jangan ditimbang sebelum digunakan
dengan segera dan beaker yang telah ditimbang harus ditutup
dengan kaca arloji untuk mencegah penguapan.
2.5.6 Petunjuk dalam compounding krim
1. Apakah emulsi tersebut o/w atau w / o dapat ditentukan dengan
menempatkan setetes emulsi ke permukaan air. Jika tetesan menyebar
artinya emulsi tersebut adalah tipe o / w karena fase eksternal dari emulsi
tercampur dengan air sedangkan tipe w / o tidak bercampur.
2. Jika tidak ada zat aktif , krim dapat dilunakkan dengan pemanasan dalam
microwave untuk waktu yang singkat pada pengaturan daya rendah.
3. Menambahkan humektan, seperti gliserin, propilen glikol, sorbitol 70%,
atau PEG 300 atau 400 kedalam krim akan meminimalkan penguapan.
Humektan dapat ditambahkan dalam konsentrasi 2% sampai 5%.
4. Penggunaan panas rendah dalam pembuatan krim akan meminimalkan
penguapan air .
5. Homogenizers menggunakan tangan dapat membantu dalam
mempersiapkan emulsi .
6. Umumnya semakin kecil ukuran globule maka emulsi semakin stabil.
7. Sebelum minyak atsiri/volatile oil ditambahkan, sebaiknya mendinginkan
sediaannya. Suhu kurang dari 78⁰ C bekerja dengan baik dengan banyak
basis. Jika larutan alkohol ditambahkan, sediaan harus didinginkan di
bawah titik didih alkoho sebelum penambahan larutan alkohol dilakukan.
8. Kuantitas penggunaan surfaktan yang dibutuhkan untuk membuat emulsi
yang baik umumnya sekitar 0,5% sampai 5% dari total volume.
9. Lotion sering dapat dibuat dari krim (o / w emulsi) dengan mengencerkan
krim dengan air atau air aromatik seperti air mawar. Untuk melakukan ini
dengan sukses, apoteker biasanya harus menambahkan air perlahan sambil
diaduk terus menerus. Proses ini juga akan mengencerkan pengawet yang
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri, oleh karena itu, beyod-use date
yang tidak terlalu lama harus diberikan pada saat penyiapan sediaan.
2.5.7 Pengemasan
Karena semua krim farmasi ditujukan untuk penggunaan luar, wadah yang
sesuai adalah tabung berongga lebar atau tube logam. Stoples kaca lebih
disukai karena dapat melindungi sediaan dari degradasi oleh cahaya. Baru-
baru ini, stoples plastik telah tersedia dan, walaupun lebih murah dari stoples
kaca, kurang disukai karena kemungkinan produk akan bereaksi dengan
wadah (misalnya terjadi dengan preparat yang mengandung coal tar). Saat
mengemas krim ke dalam wadah pastikan krimnya sudah dimasukan kedalam
wadah. Hal ini akan memberikan produk dengan penampilan yang baik.
2.5.8 Discard date
Beberapa teks resmi mungkin memberikan tanggal pembuangan yang
disarankan untuk krim yang disiapkan secara terbatas. Dengan tidak adanya
panduan apapun, disarankan agar krim diberi Discard dates yaitu empat
minggu. Hal Ini secara signifikan lebih pendek dari pada tanggal pembuangan
yang disarankan untuk salep yang telah dipasteurisasi (yaitu tiga bulan)
karena kerentanan krim terhadap kontaminasi mikroba.
Krim yang dilarutkan biasanya diberi discard dates dua minggu.
Ingatlah saat pasien sering salah paham dengan istilah 'kadaluwarsa'
disarankan agar metode yang disukai untuk menunjukkan masa simpan pada
label produk majemuk adalah dengan menerapkan istilah ‘waktu dibuang
setelah' atau 'tidak digunakan setelah' diikuti oleh tanggal yang pasti Dan /
atau waktu.
2.5.9 Labeling
Selain persyaratan standar untuk pelabelan sediaan yang tidak dilakukan
tanpa persiapan, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan: '' Untuk penggunaan
luar saja '' - peringatan ini harus ditambahkan ke label krim yang disiapkan
secara tidak lisan karena semua krim hanya untuk penggunaan luar.
2.5.10 Permasalahan Dalam Pembuatan Krim
1. Cracking, yaitu koalesen dari globul yang terdispersi dan pemisahan fase
terdispersi membentuk lapisan yang terpisah. Penyebab creacking adalah:
a. Penambahan emulgator dengan tipe berlawanan
Contoh:
 Sabun-sabun dari logam monovalen (soaps of monovalen metals)
yang menghasilkan emulsi M/A ditambahkan kedalam soaps of
divalenmetals yang menghasilkan emulsi A/M dan begitu pula
sebaliknya.
 Penggunaan emulgator anionik dan kationik yang tidak kompatibel.
Dekomposisi atau pengendapan emulgator. Contoh:
 Sabun alkali dapat terdekomposisi dengan adanya asam kemudian
terjadi pembebasan asam lemak dan garam alkali, yang tidak
mempunyai kekuatan sebagai emulgator sehingga akibat
penambahan asam ini terjadi cracking.
 Terjadinya salting out dari natrium atau kalium soaps oleh adanya
NaCl dan elektrolit tertentu lain sehingga emulgator mengendap.
 Emulgator anionik yang tidak kompetibel dengan bahan yang
memiliki konsentrasi kation tinggi, begitu pula sebaliknya. Dan
emulgator yang tidak kompetibel dengan fenol.
 Penambahan gom, protein, gelatin, dan kasein yang tidak larut
dalam alkohol apabila emulgator menggunakan alkohol sebagai
pelarut akan menyebabkan emulgator mengendap.
b. Penambahan larutan dari fase terdispersi dan pendispersinya dalam
bentuk terlarut pada sistem satu fase yang merusak emulsi. Contoh:
penggunaan castor oil, soft soap, air yang larut dan bercampur dalam
alkohol sehingga penggunaan alkohol pada emulsi ini menyebabkan
emulsi menjadi larutan jernih.
c. Aksi mikroba (jamur dan bakteri) oleh karena emulsi sebaiknya
menggunakan pengawet.
d. Inkorporasi dan fase terdispersi yang berlebihan
e. Jika partikel dari fase terdispersi berbentuk sferis dan seragam maka
volumenya tidak akan melebihi 74% dari volume total emulsi, tetapi
kebanyakan bentuk partikel tidak sferis dan tidak seragam maka
volume yang terjadi lebih dari 74% dari volume total sehingga terjadi
cracking.
2. Creaming
Terjadi emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada
permukaan emulsi. Creaming merupakan pergerakan keatas droplad yang
terdispersi dalam fase pendispersi. Sedangkan sendimentasi adalah
pergerakan partikel- partikel kebawah. Kedua hal ini masihbisa
diterimaasalkan dapat di rekonstitusi saat di kocok. Creaming dapat di
ukur secara visual, mikroskopik, dielektrik, analitik dan teknik radioisotop.
Creaming dapat diminimalkan dengan :
a. Mengurangi ukuran partikel terdispersi dan distribusi ukuran gobul.
b. Meningkatkan viscositas fase pendispersi untuk mempertahankan
pergerakan globul.
c. Disimpan di tempat sejuk.
3. Flokulasi (agregasi)
Flokulasi terjadi sebelum, saat, atau setelah creaming. Flokulasi
merupakan agregasi yang reversibel dari droped fase dalam berbentuk
klaster 3D.Penyebab flokulasi yaitu kurang emulgator. Flokulasi hanya
terjadi saat barier mekanik atau elektrik tidak cukup mencegah terjadinya
koalesen droped . Flokulasi adalah partikel – partikel membentuk suatu
ukuran.
2.6 Transdermal Drug Delivery System
2.6.1 Pengertian
Patch transdermal adalah patch perekat obat yang ditempatkan di kulit untuk
memberikan dosis obat tertentu melalui kulit dan masuk ke aliran darah.
Dalam sistem ini, terapi obat dapat dihentikan dalam situasi dimana input
obat tidak lagi diinginkan. Sistem ini memungkinkan mengurangi frekuensi
dosis yang sangat menguntungkan untuk senyawa dengan waktu paruh
biologis pendek.
2.6.2 Keuntungan dan kerugian
Keuntungan dari sistem pengiriman obat transdermal:
1. metabolisme lintas pertama obat bisa dihindari.
2. Ketidakcocokan gastrointestinal bisa dihindari.
3. pengobatan diri sendiri mungkin dilakukan.
4. waktu kerja obat diperpanjang & dapat diprediksi.
5. Efek samping yang tidak diinginkan bisa diminimalkan.
6. Konsentrasi plasma obat dipertahankan.
7. Jumlah dosis dikurangi yang meningkatkan kepatuhan pasien.
8. Nilai terapeutik obat bisa meningkat menghindari masalah yang
berhubungan dengan obat seperti-penyerapan rendah, Iritasi GI,
dekomposisi akibat metabolisme lintas pertama di hati.
9. Patch mudah diterapkan, non-invasif dan tidak menimbulkan rasa
sakit.
10. Tidak ada interaksi obat dengan makanan, enzim, minuman dan flora
GI lainnya.
11. Cocok untuk orang tua yang tidak bisa meminum obat secara oral.
12. Cocok untuk obat-obatan yang mengganggu rute oral dan mengurangi
efek samping obat.
13. Jika toksisitas, pengiriman obat bisa dihentikan dengan menghentikan
patch.
Kekurangan Sistem Pengiriman Obat Transdermal
1. Ada kemungkinan reaksi alergi karena obat, perekat, atau eksipien
lainnya seperti-gatal, ruam, edema lokal di tempat aplikasi tempel,
membutuhkan terapi yang tidak kontinyu.
2. Ukuran molekul obat yang lebih besar (di atas 1000) menyebabkan
kesulitan dalam absorpsi. Obat yang memiliki ukuran lebih dari 500
Dalton tidak sesuai untuk TDDS.
3. Obat dengan karakter hidrofilik kurang sesuai dibandingkan dengan
obat dengan karakter lipofilik karena permeabilitasnya rendah.
4. Sulit mengelola dosis besar lebih dari 10mg / hari.
5. Obat-obatan ionik menimbulkan masalah.
6. Obat dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit.
7. Sulit mencapai konsentrasi obat plasma tinggi.
8. kepatuhan jangka panjang menciptakan ketidaknyamanan kepada
pasien.
9. Obat dengan koefisien partisi yang sangat rendah atau tinggi gagal
mencapai sirkulasi sistemik.
10. Hanya obat lipofilik kecil yang bisa diberikan melalui kulit.
11. Tidak cocok untuk dosis obat tinggi.
12. Adhesi dapat bervariasi dengan jenis patch dan kondisi lingkungan.
2.6.3 Target Sistem Pengiriman Transdermal di Kulit
Sistem pengiriman obat transdermal digunakan untuk menargetkan
obat untuk tujuan, antara lain:
1. Permukaan kulit: Permukaan kulit ditargetkan untuk efek lokal. Zat
bertindak seperti desinfektan, kosmetik, penolak serangga, dll dimana
obat hanya bekerja di permukaan kulit dan tidak ada penetrasi obat atau
bahan kimia di kulit.
2. Lapisan kulit itu sendiri: Pemberian zat obat dalam lapisan kulit juga
dikenal sebagai pengiriman topikal dan lapisan kulit yang ditargetkan
saat penyakit atau infeksi ada pada kulit itu sendiri. Misalnya infeksi
mikroba, radang kulit dan neoplasia dll.
3. Sirkulasi Sistemik: Dianggap sebagai alternatif penyampaian oral dan
konvensional lainnya. Rute untuk pengiriman obat secara sistemik. Obat
itu harus diserap melalui berbagai lapisan kulit ke sirkulasi darah untuk
efek sistemiknya.
2.6.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permeabilitas Transdermal
1. Sifat fisiko-kimia obat
Berbagai sifat fisikokimia obat yang bisa mengubah penyerapan dan difusi
obat melalui kulit adalah:
a. Ukuran molekul obat dan berat molekul
Ukuran molekul obat bervariasi berbanding terbalik dengan penetrasi
melalui kulit. Molekul obat yang lebih besar dari 500 dalton
menimbulkan masalah dalam transportasi perkutan. Makin besar berat
molekul obat maka penyerapan obat makin kecil. Jadi ukuran molekul
obat seharusnya tidak begitu tinggi sehingga tidak menimbulkan
masalah dalam penyerapan obat.
b. Koefisien partisi dan kelarutan
Obat bersifat lipophilc atau hydrophilic. Koefisien partisi menentukan
kelarutan atau difusi obat dalam lipid dan air. Obat-obatan yang
mengandung kelarutan dalam lipid dan kelarutan dalam air cocok untuk
penyerapan perkutan karena kulit dibuat dari lapisan ganda lipid
sehingga obat harus memiliki kelarutan lipid untuk penyerapan namun
pada saat bersamaan harus memiliki hidrofilisitas untuk berdifusi di
dalam kulit di lingkungan berair. Jadi calon obat harus memiliki
koefisien partisi yang optimal . Koefisien partisi obat dapat diubah
dengan mengubah sistem pelarut atau dengan modifikasi kimiawi
dalam struktur calon obat tanpa mempengaruhi aktivitas farmakologis
obatnya.
c. Konsentrasi obat
Penyerapan obat melalui kulit dengan cara difusi pasif. Obat bergerak
sesuai konsentrasi gradien misal dari konsentrasi tinggi hingga
konsentrasi rendah. Jadi konsentrasi obat dalam formulasi yang
diaplikasikan di atas kulit menentukan tingkat difusi di kulit.
d. Kondisi pH
Sebagian besar obat bersifat asam atau bersifat basa. Jadi pH molekul
obat menentukan ionisasi pada permukaan kulit. Obat nonionik
memiliki penyerapan yang lebih baik daripada obat ionik. Jadi pH
berperan penting dalam menentukan tingkat penetrasi obat.
2. Karakteristik formulasi
Berbagai karakteristik formulasi juga bisa mengubah permeasi molekul
obat melalui kulit, antara lain:
a. Tingkat pelepasan obat
Pelepasan obat dari formulasi dipengaruhi oleh afinitas pembawa
untuk obat dalam formulasi dan sifat fisiokimia obat seperti kelarutan
obat dalam pelarut dan koefisien partisi antar obat dari formulasi ke
kulit menentukan tingkat pelepasan obat.
b. Bahan formulasi
Berbagai eksipien dan polimer yang ada dalam formulasi dapat
mempengaruhi pelepasan obat atau perembesan obat melalui kulit
dengan mengubah sifat fisikokimia fisiologi obat atau kulit.
c. Adanya peningkat permeasi
Permeasi enhancer dari berbagai kategori digunakan untuk
meningkatkan permeasi obat melalui kulit. Hal ini mengubah integritas
kulit (modifikasi fisikokimia dan fisiologis) sementara dan membuka
pori-pori kulit untuk penyerapan. Peningkat permeasi dapat berupa zat
kimia yang melakukan peningkat permeabilitas kimia atau fisik yang
secara fisik berinteraksi dengan integritas kulit.
3. Kondisi fisiologis dan patologis pada kulit
Kondisi fisiologis dan patologis kulit mengubah dan mempengaruhi
permeasi calon obat melalui kulit dengan mengubah khasiat kulit.
a. Hidrasi kulit
Hidrasi kulit menyebabkan pembengkakan stratum korneum pada kulit
dan memberikan fluiditas pada kulit. Hidrasi juga meningkatkan
kelarutan permeasi dan partisi dari saluran ke membran. Jadi permeasi
molekul obat terjadi dengan mudah melalui kulit yang terhidrasi.
b. Suhu kulit
Pada peningkatan suhu kulit, penyerapan perkutan obat meningkat
karena fluidisasi lipid dan vasodilatasi pembuluh darah yang
bersentuhan dengan kulit sehingga peningkatan aliran darah ke kulit
meningkatkan penyerapan melalui kulit.
c. Umur kulit
Diasumsikan bahwa kulit muda dan lanjut usia lebih permeabel
dibandingkan orang berusia paruh baya. Pada bayi prematur stratum
korneum tidak ada dan anak-anak lebih rentan terhadap efek racun obat
melalui kulit.
d. Aliran darah
Perubahan sirkulasi perifer tidak mempengaruhi penyerapan
transdermal tetapi peningkatan aliran darah meningkatkan gradien
konsentrasi di seluruh kulit dan mengurangi total waktu tinggal
molekul obat di dermis dengan terus mengeluarkannya.
e. Patologi kulit
Penyakit kulit dan luka pada kulit menyebabkan pecahnya lapisan lipid
stratum korneum yang mengubah penetrasi obat pada kulit. Patogen
menyebabkan terganggunya lapisan kulit dengan mencernanya dan bisa
membuat pori-pori di kulit sehingga integritas kulit berubah baik dalam
kondisi patologis maupun pada luka.
f. Daerah lokal pada kulit
Kulit berbeda dalam fitur anatomis seperti ketebalan stratum korneum,
jumlah folikel rambut dan jumlah kelenjar keringat per satuan luas
permukaan. Perbedaan ini mungkin ada dari satu tempat ke tempat lain,
orang ke orang dan spesies ke spesies. Jadi dalam semua kasus
penyerapan perkutan berbeda satu sama lain
g. Flora dan enzim kulit
Berbagai metabolisme enzim dan metabolisme mikroba terdapat di
kulit yang memetabolisme obat yang melewati kulit. Hanya beberapa
kandidat obat yang ada yang mencapai dalam bentuk aktif dalam
sirkulasi jika obat dimetabolisme ke berbagai luasan di kulit. Misalnya,
95% hormon testosteron yang diserap dimetabolisme di kulit.
Tabel 2.4 Faktor yang harus dipertimbangkan untuk perhitungan dosis transdermal:
Physicochemical Pharmacokinetic Biological
Solubility Half life Skin toxicity
Crystalinity Volume of distribution Site of
applicationMolecular weight Total body clearance Allergic reaction
Polarity Theraputic plasma concentration Skin
metabolisomeMeting point Bioavailable factor --
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Salep
Contoh resep
Dr. Susana
Jl. Mangrove no 32
SIP 3474/2013
Bandung, 20-12-2012
R/ Salep 2-4 10
Adde
Camphora 0,5
m.f.ungt
Sue
Pro: Tania
Indikasi :
Salep 2-4 digunakan dengan indikasi scabies (kudis), eksim, pedikulosis, jerawat,
tinea (jamur). Komposisi salep 2-4 adalah asam salisilat 2%, sulfur precipitatum
4%, dan vaselin hingga 100 g. asam salisilat bersifat keratolisis dan sulfur bersifat
antiseptic.
Perhitungan :
Nama bahan Perhitungan Jumlah yang ditimbang
Asam salisilat 2% 10/100 x 2 = 0,2 0,2 g
Sulfur praecipitat 4% 10/100 x 4 = 0,4 0,4 g
Vaselin flavum ad 100 g 10 – (0,2+0,4) = 9,4 9,4 g
Camphora - 0,5 g
Pembuatan :
1. Timbang asam salisilat 0,2 gram dan campora 0,5 gram kemudian masukan
kedalam lumpang dan tetesi etanol lalu digerus sampai larut.
2. Timbang sulfur praecipitat 0,4 gram, masukan kedalm lumpang gerus ad
homogen.
3. Tambahkan vaselin flavum sedikit demi sedikit kedalam mortir lalu gerus
sampai homogen.
4. Keluarkan dari mortir dan dimasukan kedalam pot salep, beri etiket biru dan
label’untuk penggunaan luar’
Evaluasi :
1. Organoleptis
Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan
dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit.
2. Uji homogenitas:
Caranya oleskan sediaan diatas objek glass , ratakan lalu amati
homogenitas bahan aktif dalam basis.
3.2 Gel
Contoh : R/ Niacinamid 4% Gel untuk Jerawat
Niacinamid 4 g
Cabropol 940 600 mg
Propilen glikol 20 ml
Ethoxy diglikol 2 ml
Trolamine 3-4 drops
Auadest 73 ml
Indikasi: Niasiamid 4% digunakan sebagi gel untuk pengobatan jerawat.
Niasiamid (vit B3) bersifat larut air. Secara topical bersifat anti radang dan
digunakan untuk pengobatan jerawat. Gel niasiamid aman digunakan pada
konsentrasi 4 %.
Penimbangan:
Nama bahan Jumlah yang ditimbang
Niasiamid 4g
Carbopol 940 0,6 g
Ethoxy diglikol 2ml
Trolamine 3-4 tetes
Propilen glikol 20 ml
Aquadest 73 l
Pembuatan ;
1. Hitunglah jumlah masing-masing bahan yang dibutuhkan untuk resep
2. Timbang akurat atau ukur setiap bahan
3. Larutkan niacinamide dalam etoksi diglikol dan air yang
diawetkan/didiamkan
4. Campur Carbopol 940 dengan propilen glikol
5. Masukkan larutan dari langkah 3 ke langkah 4 dan aduk rata
6. Tambahkan trolamine secara perlahan dengan pencampuran menyeluruh
agar diperoleh viskositas yang diinginkan.
7. Masukan wadah, kemas dan beri label’untuk penggunaan luar’ dan etiket
biru.
Evaluasi :
3. Organoleptis
Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan
dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit.
4. Uji homogenitas:
Caranya oleskan sediaan diatas objek glass , ratakan lalu amati
homogenitas bahan aktif dalam basis.
3.3 Pasta
Contoh formula:
R/ Pasta Asam Salisilat Seng 120g
Metyl Paraben 0,2%
Pasta Asam salisilat dalam Formularium Nasional Edisi 3:
Acidum salicylicum 200mg
Zinci oxydum 2,5g
Amylum tritici 2,5g
Vaselin flavum ad 10g
Bahan Perhitungan Penimbangan Kegunaan
Acidum
salicylicum
0,2g/10 x120g = 2,4 g
2,4 g
Keratolitikum,
anti fungi
Zinci oxydum 2,5/10 x 120 g = 30 g
30 g
Antiseptik
lokal
Amylum tritici 2,5/10 x 120 g = 30 g
30 g
Zat tambahan,
pengabsorbsi
Vaselin flavum 120-(2,4g+30g+30g) = 57,6 g
57,6 g
Basis
hidrokarbon
Metyl paraben 0,2/100 x 120 g = 0,24g 0,24 g Pengawet
Prosedur pembuatan:
1. Setarakan timbangan, timbang semua bahan obat.
2. Masukan vaselin flavum kedalam cawan uap lalu leburkan diatas
waterbath sampai mencair.
3. Masukan acidum salicylicum + etanol 95% 2-3 tetes kedalam lumpang
lalu gerus ad homogen kemudian tambahkan amiylum tritici sedikit demi
sedikit kedalam lumpang sambil digerus ad homogen.
4. Masukan zinci oxydum yang telah diayak terlebih dahulu dengan
pengayak no.100 kedalam lumpang lalu gerus ad homogen.(M1)
5. Masukan leburan vaselin flavum kedalam M1 lalu gerus ad homogen.
6. Lalu timbang sebanyak 20 g kemudian masukan kedalam tube, dikemas,
beri etiket dan label.
Evaluasi :
5. Organoleptis
Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan
dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit.
6. Uji homogenitas:
Caranya oleskan Pasta diatas objek glass , ratakan lalu amati homogenitas
bahan aktif dalam basis.
7. pH
Menggunakan alat pH meter universal dengan cara oleskan pasta pada
strip pH meter kemudian bersihkan lalu dicocokkan warnanya dengan
tingkat warna pH meter universal.
8. Daya sebar
Kemampuan menyebar pasta pada kulit. Ambil sedikit pasta kemudian
diletakkan diatas objek glass lalu ditutupdan biarkan selam 1 menit.
Kemudian ukur dan amati diameternya.
3.4 Krim
Contoh formula: Krim Hidrokortison
Hidrokortison 1%
Asam stearat 15%
Gliserin 10%
Na.tetraborat 0,25%
TEA 2%
Nipagin 0,3%
Cera alba 2%
Vaselin album 8%
Aquades ad 20
Bahan Perhitungan (untuk 1 pot@ 10g) Penimbangan Kegunaan
Hidrokortison 1/100 x 10 g = 0,1 g
0,1 g
adrenoglukorti
koidum
Asam stearat 15/100 x 10g = 1,5 g 1,5 g Pengawet
Gliserin 10/100 x 10 g = 1 g 1 g Humektan
Na.tetraborat 0,25/100 x 10 g = 0,025 g
0,025 g
Antiseptikum
ekstern
TEA 2/100 x 10 g = 0,2 g 0,2 g Zat tambahan
Nipagin 0,3/100 x 10 g = 0,03 g 0,03 g Pengawet
Cera alba 2/100 x 10 g = 0,2 g 0,2 g Basis krim
Vaselin album 8/100 x 10 g = 0,8 g 0,8 g Basis krim
Aquades 10 –
(0,1g+1,5g+1g+0,025g+0,2g+0,
03g+0,2g+0,8g) = 6,14 g
6,14 g
Pelarut
Metode pembuatan:
1. Timbang dengan tepat masing-masing bahan
2. Campur asam sterat, vaselin album,, dan cera alba dalam cawan uap dan
panaskan sampai mencair (fase minyak)
3. Larutkan nipagin dalam gliserin.
4. Campurkan larutan nipagin. TEA, Na.tetraborat dan aquadest dalam beaker
gelas lalu panaskan (fase air)
5. Masukan fase minyak kedalam mortir yang sudah dipanaskan lau digerus
kemudian tambahkan fase air sedikit demi sedikit sambil digerus ad
homogen.
6. Masukan wadah, kemas dan beri label’untuk penggunaan luar’ dan etiket
biru.
Evaluasi :
1. Organoleptis
Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan
dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit.
2. Uji homogenitas:
Caranya oleskan krim diatas objek glass , ratakan lalu amati homogenitas
bahan aktif dalam basis.
3. Daya sebar
Kemampuan menyebar pasta pada kulit. Ambil sedikit krim kemudian
diletakkan diatas objek glass lalu ditutup. Kemudian ukur dan amati
diameternya.
3.5 Patch Transdermal
3.5.1 Komponen Patch Transdermal
1. Obat: Obat harus memiliki sifat fisikokimia yang diinginkan. Obat harus
memiliki berat molekul rendah (sampai 1000 Dalton), titik leleh rendah,
umur paruh pendek, afinitas untuk lipofilik dan hidrofilik, ampuh, dan
tidak mengiritasi seperti ditunjukkan pada tabel 1
Table 2.3: Ideal Properties Of Drugs
S.No. Parameter Properties
1. Dose Should be low
2. Half life in hr Should be 10 or less
3. Molecular weight Should be less than 500
4. Partition coefficient LogP (octanol-waterbetween–1 and3 )
5. Skin permeabilitycoefficient Should be less than 0.5 x10-3
cm/h
6. Skin reaction Should be non-irritating
7. Oral bioavailability Should be low
8. Therapeutic index Should be low
9. Concentration Minute
10. Ph of saturatedaqueous solubility 5-9
11. Dose deliverable <20mg/day
2. Backing Layer: Melindungi patch dari lingkungan luar, memberikan
dukungan dan menerima pencetakan.
3. Polimer: Polimer adalah bagian utama dari sistem yang menentukan dan
mengendalikan pemuatan obat, laju pelepasan obat dan adhesi patch ke
kulit dengan benar. Karakteristik polimer: stabil, tidak beracun, murah,
inert, biokompatibel, dan memungkinkan sejumlah besar obat yang akan
dimasukkan. Tipe polimer antara lain:
 Alami: agar-agar, protein, kerang.
 Elastomer sintetis: neoprene, karet silikon, akrilonitril.
 Polimer sintetis: PVC (poli vinil klorida), PVA (polivinil
alkohol), poliurea.
4. Adhesive: Adhesive mempertahankan patch kontak terus menerus dengan
kulit. Seharusnya tidak mengiritasi, kompatibel dengan ramuan lain dari
formulasi dan kulit dengan mudah dilepas.
5. Plasticizers: Plasticizers memberikan fleksibilitas dan meningkatkan
kerapuhan dari polimer. Ini mengubah parameter fisik dan mekanik
polimer bila ditambahkan.
6. Membrane: Membran mengendalikan pelepasan obat dari reservoir dan
patch multilayer.
7. Release liner: Release liner adalah bagian dari kemasan utama dan
mencegah hilangnya obat dari matriks polimer. Ini bisa melindungi patch
yang akan dikeluarkan saat aplikasi patch ke kulit.
8. Bahan lainnya seperti plastik dan solven: Berbagai pelarut seperti
metanol, kloroform, aseton, isopropanol, dan diklorometana. Plasticizers
menggunakan triethylcitrate, polyethylene glycol, propylene glycol,
dibutylpthalate.
Gambar 1.1 komponen patch transdermal
3.5.2 Jenis- Jenis Patch Transdermal
1. Sistem reservoir
Dalam sistem reservoir, obat terlindungi antara tingkat pengontrolan
membran mikroporous atau nonporous dan laminasi pendukung yang
kedap air. Obat terdispersi secara merata dalam matriks polimer padat dan
disuspensikan dalam medium cairan kental yang membuat pasta. Tingkat
pelepasan obat ditentukan oleh tingkat abrasi, permeabilitas, difusi dan
ketebalan membran. sistem didukung pada dukungan metalik kedap air.
2. Sistem difusi matriks
Dalam sistem difusi matriks obat tersebar secara merata dalam bahan
polimer hidrofilik atau lipofilik. Tingkat erosi polimer, ketebalan lapisan
dan luas permukaan film menentukan tingkat pelepasan obat. Sistem ini
juga dikenal sebagai sistem monolitik. Lapisan perekat disebarkan di
sekitar keliling cakram polimer alih-alih menyebar di permukaan patch.
Sistem difusi matrix dapat dimodifikasi dengan menambahkan obat secara
langsung ke lapisan perekat. Hal ini mungkin diformulasikan dalam obat
single layer dalam sistem perekat atau obat multilayer dalam sistem
perekat.
3. Obat dalam sistem perekat
Dalam sistem ini obat tersebar di lapisan perekat patch. Lapisan perekat
tidak hanya berfungsi untuk merekatkan komponen patch dengan kulit
tetapi juga mengontrol laju pemberian obat pada kulit. Lapisan perekat
dikelilingi oleh liner. Dalam satu lapisan patch satu obat dalam lapisan
perekat ada tapi di patch multilayer satu lapisan adalah untuk segera
melepaskan obat dan lapisan lainnya untuk pelepasan obat yang
terkontrol.
4. Sistem mikroresevoir
Sistem mikroreservoir adalah kombinasi dari sistem matriks dan
reservoir. Dalam sistem ini, obat pertama kali tersuspensi dalam larutan
berair dari polimer hidrofilik (misalnya, PEG) dan kemudian suspensi
tersebut dicampur dengan polimer lipofilik (misalnya silikon) dengan
pengaduk mekanik . Hubungan silang dari rantai polimer yang dihasilkan
in-situ menstabilkan sistem mikroreservoir dan cakram polimer obat dari
area dan ketebalan tertentu terbentuk.
3.5.3 Metode Persiapan Transdermal Drug Delivery System
1. Metode membran TPX asimetris
Dengan metode ini patch prototipe dapat dibuat dengan menggunakan
film poliester tahan panas (tipe 1009, 3m) dengan diameter cekung 1 cm
sebagai membran backing. Obat tersebar pada membran cekung, ditutupi
oleh membran asimetris TPX {poli (4-metil-1- pentena)}, dan disegel oleh
perekat.
2. Metode cetakan melingkar teflon
Larutan polimer dalam berbagai ragam digunakan sebagai pelarut organik.
Kemudian larutan itu terbagi dalam dua setengah. Dalam satu setengah
jumlah obat yang dihitung terlarut dan pada separuh peningkat lainnya
dalam konsentrasi yang berbeda dilarutkan, dan kemudian dibagi dua
bagian. Plasticizer (misalnya, Di-Nbutylphthalate) ditambahkan ke dalam
larutan polimer obat. Isi totalnya harus diaduk selama 12 jam dan
kemudian dituangkan ke dalam cetakan Teflon melingkar. Cetakan harus
ditempatkan pada permukaan yang diratakan dan ditutup dengan corong
terbalik untuk mengendalikan penguapan pelarut pada model hood aliran
laminar dengan kecepatan udara 0,5 m/s. Pelarut dibiarkan menguap
selama 24 jam. Film kering harus disimpan 24 jam lagi pada suhu 25 ±
0,5°C pada desikator yang mengandung gel silika sebelum dievaluasi.
3. Metode substrat merkuri
Dalam larutan polimer obat & plasticizer dipisahkan. Lalu disimpan
selama 10-15 menit pengadukan untuk menghasilkan dispersi homogen
kemudian dituangkan ke permukaan merkuri yang diratakan, ditutup
dengan corong terbalik untuk mengendalikan penguapan pelarut.
4. Dengan menggunakan metode "membran IPM"
Dalam campuran air & polimer (propilena glikol yang mengandung
polimer Carbomer 940) terdispersi dan diaduk selama 12 jam pada
pengaduk magnet. Dispersi harus dinetralisir dan dibuat kental dengan
penambahan trietanolamina. Jika kelarutan obat dalam larutan berair
sangat buruk maka gel larutan diperoleh dengan menggunakan Buffer pH
7.4. Gel yang terbentuk akan tergabung dalam membran IPM.
5. Dengan menggunakan metode "EVAC membranes"
Untuk persiapan sistem terapeutik transdermal target, gel reservoir 1%
carbopol, polyethelene (PE), membran kopolimer etilena vinil asetat
(EVAC) dapat digunakan sebagai membran pengendali laju. Jika obat
tidak larut dalam air maka gunakan propilen glikol untuk persiapan gel.
Obat terlarut dalam propilen glikol, resin karbopol akan ditambahkan ke
larutan di atas dan dinetralkan dengan menggunakan larutan natrium
hidroksida 5% b/b. Obat (dalam bentuk gel) ditempatkan pada selembar
lapisan pelindung yang menutupi area yang ditentukan. Sebuah membran
tingkat pengendalian akan ditempatkan di atas gel dan ujung-ujungnya
akan disegel oleh panas untuk mendapatkan kebocoran perangkat bukti.
6. Pembuatan TDDS dengan menggunakan Proliposom
Dengan metode carrier menggunakan teknik deposisi film proliposomes.
Rasio obat dan lesitin harus 0,1: 2,0 diambil sebagai yang dioptimalkan
dari referensi sebelumnya. Untuk pembuatan proliosom dalam labu dasar
bulat 100 ml ambil 5mg bubuk manitol, kemudian disimpan pada suhu 60-
70°C dan labu diputar pada 80-90 rpm dan keringkan manitol pada suhu
vakum selama 30 menit. Setelah pengeringan, suhu pemandian air
disesuaikan sampai 20-30°C. Obat dan lesitin dilarutkan dalam campuran
pelarut organik yang sesuai, satu kuantum 0,5 ml larutan organik
dimasukkan ke dalam labu dasar terbentang pada suhu 37°C, setelah
selesai pengeringan aliquot kedua (0,5 ml) larutannya akan ditambahkan.
Setelah pemuatan terakhir, labu yang berisi proliposom terhubung dalam
liofilizer dan selanjutnya serbuk mannitol yang dimuati muatan
(proliposom) ditempatkan di desikator selama malam dan kemudian
disaring melalui 100 mesh. Serbuk yang dikumpulkan ditransfer ke dalam
botol kaca dan disimpan pada suhu beku sampai karakterisasi.
7. Dengan menggunakan metode film free
Film bebas selulosa asetat dapat dibuat dengan pengecoran pada
permukaan merkuri. Larutan polimer merkuri diproduksi dengan
menggunakan kloroform. Pelapis plastik harus digabungkan pada
konsentrasi 40% b/b berat polimer. Lima ml larutan polimer dituangkan
ke dalam cincin kaca yang ditempatkan di atas permukaan merkuri dalam
cawan petri. Tingkat penguapan pelarut dikontrol dengan menempatkan
corong terbalik di atas cawan petri. Pembentukan film dicatat dengan
mengamati permukaan merkuri setelah penguapan lengkap pelarut. Film
kering akan dipisahkan dan disimpan di antara lembaran kertas lilin dalam
desikator sampai digunakan. Film bebas dengan ketebalan berbeda dapat
dibuat dengan mengubah volume larutan polimer.
Contoh sediaaan transdermal yang tersedia dipasaran:
Tabel 2.5 sediaan transdermal dipasaran
BRAND
NAME
ACTIVE
INGREDIENTS
INDICATION MANUFACTURER
NICODERM Nicotine Smoking cessation GlaxoSmithKline, Novartis Consumer
HealthTESTODER
M
Testosterone Testosterone deficiency Alza, Mountain View
LIDODERM Lido cane Post-herpetic neuralgia
pain
Endo Pharmaceuticals
OXYTROL Oxybutynin Overactive bladder Watson Pharma
EMSAN Selegiline Major depressive Bristol-Myers Squibb
TRANSDER
MSCOP
Scopolamine Motion sickness Novartis Consumer Health
TRANSDER
MNITRO
Nitroglycerin Angina pectoris Novartis
CATAPRES
S-TTS
Clonidine Hypertension Boehringer Ingelheim
ESTRADER
M
Estradiol Menopausalsymptoms Novartis
DURAGESI
C
Fentanyl Chronic pain Janseen Pharmaceutical
BAB IV
KESIMPULAN
1. Bentuk sediaan semisolid memiliki konsistensi dan wujud antara solid dan liquid,
dapat mengandung zat aktif yang larut atau terdispersi dalam pembawa (basis).
Bentuk sediaan semisolid digunakan secara topikal yaitu diaplikasikan pada
permukaan kulit.
2. Pada prinsipnya metode pembuatan semisolid dibagi menjadi 2 yaitu metode
pelelehan (fusi) dan metode triturasi.
3. Sediaan semisolid farmasi seperti salep, pasta, krim dan gel dimaksudkan untuk
penggunaan eksternal. Label harus mencakup instruksi agar wadah tetap tertutup
rapat dan “untuk penggunaan luar” harus dicantumkan. Bentuk sediaan ini biasanya
disimpan ke dalam tube, botol peras, atau dispenser pompa.
4. Sistem pengiriman obat transdermal adalah sistem pengiriman obat baru yang
memberi kepastian bahwa zat aktif farmakologis memberi efek yang diinginkan
pada lokasi sasaran dengan efek samping minimum.
5. Metode pembuatan transdermal (patch) yaitu:
a. Metode membran TPX asimetris
b. Metode cetakan melingkar teflon
c. Metode substrat merkuri
d. Dengan menggunakan metode "membran IPM"
e. Dengan menggunakan metode "EVAC membranes"
f. Pembuatan TDDS dengan menggunakan Proliposom
g. Dengan menggunakan metode film free
DAFTAR PUSTAKA
1. Marriott J, Wilson K, Langley C, Belcher D. Pharmaceutical Compounding and
Dispensing. Second Edition. London :Pharmaceutical Press.
2. Allen L. The Art, Science and Technology of Pharmaceutical Compounding. Fourth
Edition. American Pharmacists Association.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta.
4. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
5. Jhawat V, Saini v, l Kamboj S, Maggon. Transdermal Drug Delivery Systems:
Approaches And Advancements in Drug Absorption Through Skin. International
Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, ISSN 0976 – 044X. 2013.
6. Kadam A, Ratnaparkhi, Chaudhary S. Transdermal Drug Delivery: An Overview.
International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life Sciences
Vol. 3, No.4, ISSN: 2278-0238. 2014.
7. Rana R, Saroha K, Handa U, Kumary A, Nanda S. Transdermal Patches As a Tool
For Permeation Of Drug Through Skin. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, ISSN : 0975-7384. 2016.

More Related Content

What's hot

Kuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeKuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeAbner D Nero
 
Penggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latinPenggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latin
'whuland' Cyankimhankcha
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Musrin Salila
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI PARU : AEROSOL
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN  MELALUI PARU :  AEROSOLBIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN  MELALUI PARU :  AEROSOL
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI PARU : AEROSOL
Surya Amal
 
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormonlaporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
Andriana Andriana
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
srinova uli
 
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
Eka Selvina
 
Penulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obatPenulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obat
Stikes BTH Tasikmalaya
 
Sediaan liquid 1
Sediaan liquid 1Sediaan liquid 1
Sediaan liquid 1
Dokter Tekno
 
Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1
Cholid Maradanger
 
PENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.ppt
PENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.pptPENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.ppt
PENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.ppt
youstiana rusita
 
Basic pharmacokinetics
Basic pharmacokineticsBasic pharmacokinetics
Basic pharmacokinetics
Taofik Rusdiana
 
sediaan kapsul
sediaan kapsulsediaan kapsul
sediaan kapsul
Hertian Pratiwi
 
Metode pembuatan emulsi
Metode pembuatan emulsi Metode pembuatan emulsi
Metode pembuatan emulsi Trie Marcory
 

What's hot (20)

Kuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeKuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakope
 
Penggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latinPenggunaan bahasa latin
Penggunaan bahasa latin
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Emulsi
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI PARU : AEROSOL
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN  MELALUI PARU :  AEROSOLBIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN  MELALUI PARU :  AEROSOL
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI PARU : AEROSOL
 
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormonlaporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
 
Penulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obatPenulisan kemasan dan label obat
Penulisan kemasan dan label obat
 
Sediaan liquid 1
Sediaan liquid 1Sediaan liquid 1
Sediaan liquid 1
 
Emulsi (7)
Emulsi (7)Emulsi (7)
Emulsi (7)
 
GRANULASI BASAH
GRANULASI BASAHGRANULASI BASAH
GRANULASI BASAH
 
Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1
 
Emulsi Farmasi
Emulsi FarmasiEmulsi Farmasi
Emulsi Farmasi
 
Makalah cangkang kapsul
Makalah cangkang kapsulMakalah cangkang kapsul
Makalah cangkang kapsul
 
PENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.ppt
PENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.pptPENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.ppt
PENGANTAR SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID FARMASI.ppt
 
Basic pharmacokinetics
Basic pharmacokineticsBasic pharmacokinetics
Basic pharmacokinetics
 
sediaan kapsul
sediaan kapsulsediaan kapsul
sediaan kapsul
 
Metode pembuatan emulsi
Metode pembuatan emulsi Metode pembuatan emulsi
Metode pembuatan emulsi
 
Tetes hidung
Tetes hidungTetes hidung
Tetes hidung
 

Similar to Makalah componding

Pasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citraPasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citra
Citra pharmacist
 
Bentuk dan cara pemberian obat
Bentuk dan cara pemberian  obatBentuk dan cara pemberian  obat
Bentuk dan cara pemberian obatRukmana Suharta
 
Pengetahuan Dasar Kosmetika
Pengetahuan Dasar KosmetikaPengetahuan Dasar Kosmetika
Pengetahuan Dasar Kosmetika
Fikri Nisa
 
KOSMETIKA PPT.pdf
KOSMETIKA PPT.pdfKOSMETIKA PPT.pdf
KOSMETIKA PPT.pdf
IdjaMarasabessy
 
17986582.ppt
17986582.ppt17986582.ppt
17986582.ppt
IlhamWahyuPamungkas
 
Laporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi FarmasiLaporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi Farmasi
Eva Apriliyana Rizki
 
91198304 praktikum-3
91198304 praktikum-391198304 praktikum-3
91198304 praktikum-3
Yadis Nurlaura
 
Bentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptxBentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptx
NurulMukhlisaAmir1
 
PPT KIMIA FARMASI.pptx
PPT KIMIA FARMASI.pptxPPT KIMIA FARMASI.pptx
PPT KIMIA FARMASI.pptx
BryanDixon13
 
compounding-s1-plus-compatibility-mode.pdf
compounding-s1-plus-compatibility-mode.pdfcompounding-s1-plus-compatibility-mode.pdf
compounding-s1-plus-compatibility-mode.pdf
ssusercc749a1
 
Ppt fts
Ppt ftsPpt fts
Ppt fts
desi sutiyono
 
Kuliah fts csp salep2013
Kuliah fts csp salep2013Kuliah fts csp salep2013
Kuliah fts csp salep2013
Aiiu Nda Chupter II
 
SESI-13 LOTION.pptx
SESI-13 LOTION.pptxSESI-13 LOTION.pptx
SESI-13 LOTION.pptx
diah72
 
Tugas formulasi obat klp 6
Tugas formulasi obat klp 6Tugas formulasi obat klp 6
Tugas formulasi obat klp 6
Rahmi Suci
 
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baikProduksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Dyah Arum Anggraeni
 
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxPPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
RiyanUge
 
Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)
Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)
Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)
AhmadPurnawarmanFais
 

Similar to Makalah componding (20)

Pasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citraPasta asam salisilat BY citra
Pasta asam salisilat BY citra
 
Bentuk dan cara pemberian obat
Bentuk dan cara pemberian  obatBentuk dan cara pemberian  obat
Bentuk dan cara pemberian obat
 
Sediaan krim
Sediaan krimSediaan krim
Sediaan krim
 
Pengetahuan Dasar Kosmetika
Pengetahuan Dasar KosmetikaPengetahuan Dasar Kosmetika
Pengetahuan Dasar Kosmetika
 
KOSMETIKA PPT.pdf
KOSMETIKA PPT.pdfKOSMETIKA PPT.pdf
KOSMETIKA PPT.pdf
 
17986582.ppt
17986582.ppt17986582.ppt
17986582.ppt
 
Laporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi FarmasiLaporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi Farmasi
 
91198304 praktikum-3
91198304 praktikum-391198304 praktikum-3
91198304 praktikum-3
 
Bentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptxBentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptx
 
PPT KIMIA FARMASI.pptx
PPT KIMIA FARMASI.pptxPPT KIMIA FARMASI.pptx
PPT KIMIA FARMASI.pptx
 
Laporan+tablet
Laporan+tabletLaporan+tablet
Laporan+tablet
 
compounding-s1-plus-compatibility-mode.pdf
compounding-s1-plus-compatibility-mode.pdfcompounding-s1-plus-compatibility-mode.pdf
compounding-s1-plus-compatibility-mode.pdf
 
Ppt fts
Ppt ftsPpt fts
Ppt fts
 
Kuliah fts csp salep2013
Kuliah fts csp salep2013Kuliah fts csp salep2013
Kuliah fts csp salep2013
 
SESI-13 LOTION.pptx
SESI-13 LOTION.pptxSESI-13 LOTION.pptx
SESI-13 LOTION.pptx
 
Tugas formulasi obat klp 6
Tugas formulasi obat klp 6Tugas formulasi obat klp 6
Tugas formulasi obat klp 6
 
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baikProduksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
 
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNAObat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
 
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxPPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
 
Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)
Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)
Pertemuan 1 cpob (tek.liq &amp; semi solid)
 

Recently uploaded

80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
YernimaDaeli1
 
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptxMalpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
LyanNurse1
 
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.pptAskep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
fitrianakartikasari5
 
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.pptKEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
gerald rundengan
 
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejoaudit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
ReniAnjarwati
 
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxxCBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
MuhammadAlFarizi88
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
jualobat34
 
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppttiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
HanifaYR
 
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasiVolumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
hannanbmq1
 
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdfPresentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
AFMLS
 
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan KeperawatanAplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
BayuEkaKurniawan1
 
PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptx
PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptxPERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptx
PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptx
ssuser9f2868
 
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan txPRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
rrherningputriganisw
 
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.pptPERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
Jumainmain1
 
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptxTM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
rifdahatikah1
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
jualobat34
 
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptxBAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
lansiapola
 
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
Fracture of os nasalis literature review.ppt
Fracture of os nasalis literature review.pptFracture of os nasalis literature review.ppt
Fracture of os nasalis literature review.ppt
ResidenUrologiRSCM
 
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptxRUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
nadyahermawan
 

Recently uploaded (20)

80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
 
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptxMalpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
 
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.pptAskep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
 
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.pptKEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
KEBIJK_Jaminan_kesehatan_Indonesia _014.ppt
 
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejoaudit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
 
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxxCBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
 
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppttiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
tiroid penyakit pada tubuh yang harus di.ppt
 
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasiVolumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
 
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdfPresentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
 
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan KeperawatanAplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
 
PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptx
PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptxPERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptx
PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMUM OBAT BERDASARKAN UMUR-BERAT BADAN.pptx
 
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan txPRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
 
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.pptPERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
 
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptxTM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
TM 2-4 Perubahan Fisiologis Kehamilan.pptx
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
 
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptxBAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
 
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
Herbal penggugur kandungan Makassar obat aborsi janin makassar jamu penggugur...
 
Fracture of os nasalis literature review.ppt
Fracture of os nasalis literature review.pptFracture of os nasalis literature review.ppt
Fracture of os nasalis literature review.ppt
 
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptxRUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
 

Makalah componding

  • 1. Compounding & Dispensing “Pembuatan Sediaan Semisolid dan Permasalahannya’’ Oleh Kelompok 6: Nisa Nursya’bani 16340148 Makrina Priska M. Raga 16340150 Andi Dian Ika Pratiwi 16340152 Annie Telly Alberthina 16340154 Fitri Yeni 16340156 Sonia Rorong 16340158 Rigo Vonitra JS 16340160 PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2017
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Compounding & Dispensing yang berjudul “Pembuatan Sediaan Semisolid dan Permasalahannya’’. Makalah tersebut disusun untuk memenuhi syarat mengikuti mata kuliah Compounding dan Dispensing di Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains Dan Teknologi Nasional. Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rahmi Hutabarat, M.Si., Apt.yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam menyusun makalah ini.Demikian akhir kata, bukan pujian yang kami harapkan, melainkan kritik dan saran guna memperbaiki makalah ini. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih. Jakarta,Mei 2017 Penulis
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker dalam mengindividualisasi terapi pasien meliputi fungsi klinis dan compounding. Keahlian apoteker harus digunakan untuk penyesuaian dosis dan frekuensi pemberian obat, serta pemilihan bentuk sediaan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Apoteker terkait moral dan hukum untuk bertanggung jawab atas pelayanan pasien dengan melakukan compounding & dispensing suatu preskripsi dengan tepat. Pencampuran juga melibatkan pembuatan, pemasangan, pembungkusan, dan pemberian label dariobat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/compounder dalam praktek professional. Dalam hal ini Compounder bertanggungjawab untuk pembuatan compounded preparation (sediaan yang diracik). Selain itu Compounder bertanggungjawab untuk compounding (peracikan) sediaan yang dapat diterima kekuatan, kualitas, dan pengotoran dengan kemasan dan pelabelan yang sesuai berdasarkan cara peracikan yang baik (good compounding practices). Bentuk sediaan semi padat digunakan ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari dua atau lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau penggabungan obat ke dalam salep atau basis krim. Karena pencampuran langsung dari bahan-bahan tidak selalu dapat dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk memastikan partikel berukuran halus. Alat pencampur sediaan semi padat diantaranya adalah spatula, mortar dan stamper, ointment slab, blender, homogenizer, mixer, agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers, planatory mixer, double planetary mixers, sigma mixer, colloid mill, dan triple-roller mill. Proses pencampuran adalah salah satu operasi yang paling umum digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Berbagai macam bahan seperti cairan, semi padat dan padat memerlukan pencampuran selama mereka menjadi formulasi bentuk sediaan, karena itu, pilihan yang tepat dari pencampuran adalah peralatan diperlukan mengingat sifat fisik dari bahan-bahan seperti densitas, viskositas, pertimbangan ekonomi mengenai waktu proses diperlukan untuk pencampuran dan daya serta biaya peralatan dan pemeliharaan Apoteker mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di
  • 4. konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel dan pasta. Efek pelepasan sediaan semisolid dipengaruhi dengan bahan campuran yang digunakan dan kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadapkulit. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah permasalahan teknik compounding sediaan semi solid dengan contoh formula, perhitungan,penimbangan bahan, pencampuran, penggunaan wadah, dan pemberian etiket ? 2. Bagaimana sistem penghantaran obat melalui kulit (transdermal drug delivery system dan contoh sediaannya? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui permasalahan teknik compounding sediaan semi solid dengan permasalahan teknik compounding sediaan semi solid dengan contoh formula, perhitungan,penimbangan bahan, pencampuran, penggunaan wadah, dan pemberian etiket tepat. 2. Mengetahui sistem penghantaran obat melalui kulit (transdermal drug delivery system) dan contoh sediaannya.
  • 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sediaan Semi Solid Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan pengobatan melalui kulit. Untuk mengembangkan bentuk sediaan semisolid yang baik harus diperhatikan beberapa faktor antara lain: struktur, berat molekul, dan konsentrasi obat yang melalui kulit, jumlah obat yang dilepaskan dari pembawa pada permukaan kulit, jumlah obat yang terdifusi melalui stratum korneum, stabilitas fisika kimia sediaan selama penyimpanan dan penerimaan pasien terhadap formula yang dibuat. Pertimbangan umum dalam melaukan compounding sediaan semi solid antara lain sebagai berikut: 1. Bahan yang tidak larut harus berada dalam kondisi subdivisi yang sangat bagus sebelum digabungkan kedalam basis. 2. Agen pengikat harus sesuaidengan pembawa yang digunakan. 3. Bila serbuk digabungkan dengan menggunakan bahan pengikat, teknik pengenceran geometrik harus digunakan untuk memastikan pencampuran bahan aktif secara menyeluruh dengan pembawa. 4. Saat memasukkan serbuk yang dapat larut, gunakan pelarut yang memiliki tekanan uap rendah (misalnya air, gliserin, dan propilen glikol). Pelarut volatil sebaiknya tidak digunakan, terutama dalam basis oleaginous, karena pelarut bisa menguap dan obat tersebu, dapat dikristalisasi pada basis dan menyebabkan iritasi ketika diaplikasikan di kulit. 5. Sebelum menambahkan bahan seperti flavors atau zat aktif, dinginkan produk/sediannya sedikit. Lelehan/cairan sediaannya harus tetap cair tapi tidak panas, untuk memungkinkan pencampuran seragam tanpa kehilangan bahan akibat penguapan. Temperatur kurang dari 78 °C bekerja dengan baik dengan banyak basis, namun suhu yang lebih rendah akan dibutuhkan jika terdapat bahan alkohol dan volatile. 6. Saat bekerja dengan sistem berair, gunakan panas untuk waktu yang singkat dan sesedikit mungkin suhu. Hal ini akan meminimalkan kuantitas air yang hilang melaluipenguapan. 7. Jika produk terlalu kaku dan sulit diaplikasikan, coba kurangi konsentrasi komponen lilin.
  • 6. 8. Umumnya, obat dapat dimasukkan ke dalam salep, krim, dan pasta dengan mudah pada pil tile dengan spatula. Jika jumlah padatan dalam jumlah besar digabungkan, disarankan untuk menggunakan panas untuk melelehkan basis sebelum memasukkan obat. 9. Untuk stabilitas maksimum, jaga agar produk tetap anhidrat, jika memungkinkan. 10. Bila apoteker menambahkan beberapa serbuk ke dalam pembawa topikal, yang terbaik adalah menambahkan serbuk satu per satu dengan pencampuran menyeluruh setelah penambahan masing-masing. Tindakan ini memastikan stabilitas dan keseragaman produk akhir. 2.2 Salep 2.2.1 Pengertian Menurut British Pharmacopoeia: Salep diformulasikan untuk menghasilkan sediaan yang tidak bercampur, mudah larut, atau dapat diemulsikan dengan sekresi kulit. Salep hidrofobik dimaksudkan untuk dioleskan ke kulit atau membran mukosa tertentu untuk tujuan emolien, protektif, terapeutik, atau profilaksis. Salep hidrofilik bercampur dengan sekresi kulit dan kurang emolien sebagai konsekuensinya. Menurut FI V, Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. 2.2.2 Basis Salep Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air. Dasar salep tradisional terdiri dari campuran wax, lemak dan minyak: • Wax - padat dan keras pada suhu kamar • Lemak - semipadat, lembut pada suhu kamar • Minyak - cair di ruang temeprature
  • 7. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: a) Dasar salep hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. b) Dasar salep serap. Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanoli). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien. c) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain Salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim” (lihat Cremores). Dasar ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada Dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik. d) Dasar salep larut dalam air. Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”.
  • 8. Dalam buku Pharmaceutical Compounding and Dispensing Second Edtion, ada beberapa macam basis salep antara lain: a. Basis Hidrokarbon Basis ini tidak bercampur dengan air dan tidak diserap oleh kulit. Mereka biasanya terdiri dari parraffin lunak atau campuran parafin lembut atau parafin cair. Parafin dari film bukti air berminyak di kulit. Menghambat kehilangan air dari kulit, sehingga meningkatkan hidrasi kulit, yang khususnya penting dalam pengobatan kondisi bersisik kering. b. Basis Absorpsi Basis absorpsi adalah emolien yang baik dan kurang occlusive dan mudah diaplikasikan dibandingkan basis hidrokarbon. c. Basis air yang mudah larut / basis pengemulsi Basis ini adalah basis anhidrat yang mengandung minyak dalam agen pengemulsi air, yang membuat basis ini bercampur dengan air dan karena itu dapat dicuci dan mudah dikeluarkan setelah digunakan. Berikut tiga salep pengemulsi yang digunakan sebagai basis air yang dapat larut:  Emulsifying Ointment BP (anionic)  Cetrimide Emulsifying Ointment BP (cationic)  Cetomacrogol Emulsifying Ointment BPC (non-ionic) Basis mudah bercampur dengan sekresi air dari kulit dan karena itu dapat dibersihkan dengan mudah, basis ini sangat cocok untuk digunakan pada kulit kepala. d. Basis Hidrofilik Basis ini dikembangkan dari polyethylene glycols (macrogols). Basis ini non occlusive, mudah dicampur dengan sekresi kulit dan mudah dikeluarkan dengan mencuci (misalnya Macrogol Ointments BP). Basis Macrogol biasa digunakan dengan anestesi lokal seperti Lidocaine BP. Tabel 2.1 Basis salep yang diklasifikasikan berkaitan dengan air Tipe basis Karakteristik Contoh Berminyak Tidak larut dalam air Petrolatum putih Tidak bisa dicucu dengan air Salep putih Tidak menyerap air Pelembab Oklusif (bahan aktif kosmetik
  • 9. yang dapat menghambat terjadinya penguapan air dari permukaan kulit) Berminyak Absorpsi Tidak larut dalam air Petrolatum hidrofilik Tidak bisa dicuci dengan air Aquabase Anhidrat Aquaphor Bisa menyerap air Yang melunakkan (pelembab) Oklusif Berminyak Emulsi W/O Tidak larut dalam air Cold cream Tidak bisa dicuci dengan air Lanolin hidrous Menyerap air Hidrocream Yang melunakan Eucerin Oklusif Nivea Berminyak Emulsi O/W Tidak larut dalam air Salep hidrofilik Bisa dicuci dengan air Dermase Menyerap air Velvachol Mengandung/berisi air Unibase Tidak oklusif Tidak berminyak Larut air Bisa dicuci dengan air Salep polietilekglikol Menyerap air Anhidrat atau hidrous Tidak berminyak Tidak oklusif 2.2.3 Metode pembuatan salep 1. Metode fusi Metode ini melibatkan pencairan basis di atas waterbath sebelum memasukkan bahan lainnya. Dalam metode (fusi):
  • 10. a. Selalu membuat sediaan kelebihan karena kekurangan pemindahan sediaan kedalam wadah akan selalu terjadi. b. Tentukan titik leleh dari basis lemak dan kemudian lelehkan bersama. Dimulai dengan basis dengan titik lebur tertinggi, setiap basis harus dilelehkan pada suhu serendah mungkin saat campuran mendingin c. Tambahkan bahan kedalam cawan uap diatas waterbath untuk menghindari terjadinya terlalu panas - gunakan termometer untuk memeriksa suhu secara teratur. d. Setelah basis pertama mendingin tambahkan bahan-bahanya dengan menurunkan titik lebur pada suhu masing-masing, aduk terus menerus untuk memastikan campuran homogen sebelum diangkat. 2. Metode umum untuk memasukkan serbuk ke dalam basis salep a. Padatan terlarut Padatan larut harus ditambahkan ke basis lemak cair pada suhu serendah mungkin dan campuran diaduk sampai dingin. Sebagai alternatif, jika menggunakan basis yang sudah disiapkan, padatan terlarut dapat digabungkan dengan menggunakan metode yang digunakan untuk padatan yang tidak larut. b. Padatan tidak larut Padatan tidak larut harus digabungkan menggunakan ointment slab dan spatula. Jika ada lebih dari satu serbuk yang ditambahkan, maka harus dicampur dalam mortir menggunakan metode ‘doubling up'.  Serbuk kasar - jumlah minimum basis lemak cair harus ditempatkan di bagian tengah tile dan digunakan untuk levigasi serbuk. Campuran basis bubuk / lemak kemudian dapat dikembalikan ke cawan uap dengan basis lemak yang tersisa dan diaduk sampai dingin, atau basis lemak yang tersisa di cawan uap dapat dibiarkan dingin dan diaduk dengan campuran basis serbuk / lemak pada tile.  Bubuk halus bisa ditriturasi ke dalam salep yang sudah selesai dibuat di atas ointment tile. Sejumlah kecil bubuk harus ditambahkan ke jumlah salep yang sama (yaitu teknik 'doubling
  • 11. up'). Harus triturasi dengan baik untuk menggabungkan semua basis salep. Sebagai alternatif, sejumlah kecil bubuk dapat dilarutkan dengan beberapa basis salep cair pada tile dan campuran yang dihasilkan kembali ke massa cair yang tersisa dan diaduk untuk menghasilkan produk homogen. 3. Metode umum untuk memasukkan cairan ke dalam dasar salep a. Cairan yang tidak mudah menguap dan mudah larut dapat dicampur dengan krim cair di cawan uap. Sebagai alternatif, jika basis pra- prepared digunakan, maka masukkan cairan yang mudah menguap atau tidak bercampur. b. Cairan volatil atau tidak bercampur (misalnya larutan coal tar) harus dilekatkan dengan krim pada ointment tile. Sejumlah kecil krim harus ditempatkan di ditengah tile. Secara tradisional, sejumlah kecil cairan harus diaduk dengan lembut agar tidak terpercik. Dan metode alternatifnya adalah dengan menyebarkan sejumlah kecil krim di atas tile dan kemudian "mencetaknya" dengan spatula. Kemudian tambahkan sejumlah kecil cairan dan aduk kedalam basis dengan lembut. Jika menggunakan coal tar atau bahan-bahan yang mudah menguap lainnya, jangan ditimbang sebelum digunakan dengan segera dan beaker yang telah ditimbang harus ditutup dengan kaca arloji untuk mencegah penguapan. 2.2.4 Petunjuk compounding salep 1. Dua atau lebih salep dapat dikombinasikan dengan mencampurnya keduanya dalam kantong plastik. 2. Salep dapat dipindahkan langsung dari kantong plastik kedalam tabung dengan memotong satu kantong plastik dan meremas isinya kedalam tabung salep atau botol. Hal ini membuat pembersihan sangat mudah. 3. Beberapa tetes minyak mineral atau pelarut yang sesuai dapat meningkatkan kemampuan kerja obat dengan membangun kekuatan elektrostatik, contohnya sulfur. 4. Pelarut Volatile yang tidak boleh digunakan untuk mencampur serbuk, karena pelarut akan menguap dan meninggalkan kristal dari obat.
  • 12. 5. Saat fase minyak dan fase air dicampur bersama, sangat membantu untuk memanaskan fase air beberapa derajat lebih tinggi daripada fase minyak sebelum dicampur. Fase air cenderung mendingin lebih cepat dari fase minyak. 6. Salep harus didinginkan sampai beberapa derajat di atas pemadatan sebelum dituangkan kedalam tube atau tabung. Ini akan meminimalkan terjadi lapisan salep dalam kemasan. 7. Panas melembutkan salep dan membuat pengisian salep kedalam tube dan tabung menjadi lebih mudah. Pemanasan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah stratifikasi bahan-bahan. 8. Bila basis sedang dipersiapkan, bahan dengan titik lebur tertinggi harus dicairkan dulu, kemudian panasnya harus dikurangi secara bertahap dan harus ditambahkan sesuai urutan titik leleh tertinggi sampai titik terendah sampai diperoleh campuran homogen. Proses ini akan meningkatkan kualitas produk akhir, karena memastikan bahannya terkena suhu serendah mungkin selama persiapan. 9. Jika basis yang mengandung air digunakan dan obat tersebut larut dalam air, obat harus dilarutkan seminimal mungkin dalam jumlah air sebelum dimasukan kedalam basis. 2.2.5 Stabilitas Salep relatif stabil terutama jika berada dalam pelarut berair, penyerapan anhidrat, atau anhidrat, yang dapat larut dalam air. Jika mengandung air seperti dalam basis emulsi, salep seringkali kurang stabil. Baik stabilitas fisik (penampilan, bentuk, bau, warna) dan stabilitas kimia (obat aktif dan bahan dasar) harus diperhatikan. Karena bahan dasarnya relatif stabil, kestabilan obat aktif merupakan penentu utama stabilitas keseluruhan produk. Dalam memprediksikan tanggal penggunaan, biasanya dapat melihat produk komersial yang mengandung obat aktif untuk mendapatkan perkiraan yang masuk akal. Biasanya tanggal penggunaan untuk salep yang mengandung air dan tidak mengandung pengawet, selambat-lambatnya 30 hari. Untuk mengetahui kestabilan salep, apoteker harus mengamati sifat fisik seperti perubahan konsistensi dan pemisahan cairan, pembentukan butiran atau grittiness dan pengeringan, krim harus diamati untuk melihat
  • 13. kerusakan emulsi, pertumbuhan kristal, penyusutan akibat kehilangan air dan kontaminasi mikroba. Salep dan emulsi rentan terhadap degradasi kimia, terutama saat ada air. 2.2.6 Kontrol kualitas Kontrol kualitas melibatkan pengecekan persiapan akhir untuk karakteristik berikut: berat akhir, penampilan visual, warna, bau, viskositas, pH, homogenitas / pemisahan fase, ukuran partikel dan tekstur. 2.2.7 Kemasan/penyimpanan/pelabelan Salep umumnya dapat dikemas dalam tube dan stoples. Salep umumnya harus disimpan pada suhu kamar dan jauh dari panas yang berlebihan. Pelabelan harus sesuai untuk mode administrasi. Selain persyaratan standar untuk pelabelan sediaan yang tidak dilakukan tanpa persiapan, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan: '' Untuk penggunaan luar saja '' - peringatan ini harus ditambahkan ke label salep yang disiapkan secara tidak lisan karena semua salep hanya untuk penggunaan luar. 2.2.8 Permasalahan dalam pembuatan sediaan salep Spatula yang terbuat dari baja cocok digunakan pada hampir semua senyawa obat, tetapi tidak dapat digunakan untuk pembuatan salep yang mengandung garam merkuri, asam tanat, asam salisilat atau iodin. Pelelehan merupakan metode yang biasa digunakan untuk produksi salep untuk sekala besar dimana malam atau wax atau padatan dengan titik leleh yang tinggi dicampur dengan semisolid atau minyak: cara ini digunakan bila akan dilakukan pencampuran air dalam volume yang cukup besar. Komponen campuran akan meleleh dengan baik pada penurunan titik leleh dan campuran fluid tersebut diaduk hingga dingin, untuk menghindari aerasi. Jika tidak diaduk dengan efektif maka lemak alkohol dan asam mungkin akan mengkristal pada sistem yang mengandung parafin. Serbuk yang tidak larut akan terpisah saat salep mulai mengental atau membeku. Padatan yang dapat terlarut dan tahan panas dapat dilarutkan pada basis yag dilelehkan sebelum campuran tersebut membeku.
  • 14. 2.3 Gel 2.3.1 Pengertian Menurut FI V, Gel kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang- kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket. Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya Karbomer) atau dari gom alam (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga musilago. Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh. 2.3.2 Klasifikasi dan Komposisi Gel Gel dikategorikan sebagai dua sistem klasifikasi. Sistem pertama membagi gel kedalam anorganik dan organik atau yang lainnya, ke dalam gel atau organogel. Tabel 2.2 Klasifikasi Gel Kelas Deskripsi Contoh Non organik Biasanya sistem dua fase Gel alumunium hidrosid, magma bentonit Organik Biasanya sistem satu fase Carbomer, tragakan Hidrogel (jeli) Non Organik Alami dan gum sintetis Pektin, tragakan, silika, alumina Pektin, tragakan, sodium alginat Metilselulosa, sodium karbometil
  • 15. Organik selulosa, pluronic F-127 Organogel Jenis hidrokarbon Lemak hewan/sayuran Sabun berbasis lemak Organogel hidrofilik Pertolatum, minyak mineral/gel polietilen, plastibase/jelene Lemak babi, mentega coklat Alumunium stearat minyak mineral Dasar carbowax (salep PEG) Hidrogel mengandung bahan yang terdispersi baik seperti koloid atau larut dalam air. Sebagai contoh, Bentonite sebagai anorganik yang digunakan sebagai basis salep dalam konsentrasi 10%-25%. Sodium alginat dapat digunakan untuk menghasilkan gel sebagai basis salep. Organogel termasuk hidrokarbon, lemak hewan dan tumbuhan, basis sabun, dan organogel hidrofilik. Termasuk dalam jenis hidrokarbon adalah jelene atau plastibase, sebuah kombinasi pada minyak mineral dan hidrokarbon wax berat dengan berat molekul sekitar 1300. 2.3.3 Komponen Gel 1. Gelling Agent Konsistensi gel dapat sangat bervariasi tergantung pada gelling agent yang digunakan dalam pembuatannya. Agen pembentuk gel yang umum digunakan dalam gel berair/encer dibahas di bawah ini. a. Tragakan  Tragakan cenderung membentuk gelembung bila ditambahkan ke air, oleh karena itu, dispersi berair disiapkan dengan menambahkan serbuk ke air harus diaduk dengan kuat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, etanol, gliserin, atau propyline glikol dapat digunakan untuk prewet serbuk. Serbuk lainnya bisa dicampur dengan tragakan saat dikeringkan lalu ditambahkan air.  Konsentrasi 2-5% tragacanth digunakan untuk menghasilkan viskositas yang berbeda.  Tragacanth adalah produk alami dan karena itu dapat terkena atas kontaminasi mikroba.
  • 16. b. Alginat  Viskositas gel alginat lebih terstandar daripada tragacanth.  Konsentrasi Alginat 1,5% menghasilkan gel cairan.  Konsentrasi Alginat 5-10% menghasilkan gel dermatologis yang sesuai untuk aplikasi topikal.  Bahan pembasah (seperti gliserol) perlu digunakan untuk mencegah produksi produk kental.  Asam alginat dapat terdispersi dalam air yang diaduk kuat selama kurang lebih 30 menit. Sebelum dicampurkan dengan serbuk lain atau dengan cairan yang dapat larut dalam proses dispersi. c. Pektin  Rawan terhadap kontaminasi mikroba  Rawan kehilangan air dan oleh karena itu memerlukan tambahan humektan (misalnya gliserol, propilen glikol atau sorbitol). d. Gelatin  Jarang digunakan sebagai agen pembentuk gel tunggal dalam persiapan sediaan gel dermatologis. Biasanya dikombinasikan dengan bahan lain seperti sodium pektin atau carmellose. e. Karbomer  Carbomer berguna dalam produksi gel bening (terlalu banyak udara tidak tergabung dalam produksi gel).  Dalam konsentrasi 0,3-1%, karbomer berperan sebagai pelumas.  Carbomer digunakan dalam sediaan dermatologis dalam konsentrasi 0,5-5% f. Polivinil alkohol  Polivinil alkohol berguna untuk membuat gel cepat kering.  menyediakan gel yang memiliki kontak kulit yang baik dan oleh karena itu memastikan obat tersebut memiliki kontak kulit yang baik.
  • 17.  Viskositas yang berbeda dapat dicapai tergantung pada konsentrasi polivinil alkohol yang digunakan (biasanya 10- 20%) dan kadar alkohol polivinil yang digunakan  PVA digunakan pada konsentrasi 2,5% dalam berbagai jeli cepat kering bila dioleskan ke kulit.  Untuk hasil terbaik, PVA harus didispersikan dalam air dingin, diikuti air panas. g. Bentonit  Bentonit ditambahkan ke air yang tidak ditaburkan dalam porsi kecil di permukaan air panas. Setiap bagian dibiarkan melembab dan menetap dalam wadah. Campuran itu diperbolehkan selama 24 jam, sesekali diaduk. Campuran tersebut diirigasi dengan saksama keesokan harinya.  Bentonit digunakan dalam konsentrasi 7-20% untuk memformulasikan basis dermatologis. h. Cellulose derivatives  Turunan selulosa banyak digunakan dan bentuk netral, gel stabil  menunjukkan ketahanan yang baik terhadap serangan mikroba  membentuk gel bening dengan kekuatan film yang bagus saat dikeringkan pada kulit.  Methylcellulose 450 digunakan dengan kekuatan 3-5% untuk menghasilkan gel.  Natrium karamelimetil (natrium karboksimetilselulosa) digunakan dalam konsentrasi 1,5-5% untuk membuat gel lubrikan. Dalam konsentrasi yang lebih tinggi digunakan untuk membuat gel dermatologis. 2. Bahan tambahan a. Humectants Penambahan humektan untuk mempertahankan air dikulitatau menjaga kelembapan. Contoh humektan • Gliserol dalam konsentrasi hingga 30% • Propilen glikol dalam konsentrasi sekitar 15% • Sorbitol dalam konsentrasi 3-15%
  • 18. b. Preservatives Gel memiliki kandungan air lebih tinggi daripada salep dan pasta lainnya dan ini membuat gel rentan terhadap kontaminasi mikroba. Pilihan bahan pengawet ditentukan oleh agen gelling yang digunakan. 2.3.4 Basis Gel : a. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel organic, bila ditambahkan dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik. Bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus. (Ansel, 1989) b. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organic yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. System koloid hidrofilik lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet. (Voigt, 1994) 2.3.5 Metode Pembuatan Gel Metode umum pembuatan gel, antara lain: 1. Panaskan semua komponen gel (dengan pengecualian air) sampai kira-kira 90 ° C. 2. Panaskan air sampai kira-kira 90 ° C 3. Tambahkan air ke minyak, aduk terus. 4. Hindari pengadukan yang kuat karena ini akan menyebabkan gelembung. 2.3.6 Pembuatan Sediaan Gel Bahan aktif dapat ditambahkan sebelum atau sesudah pembentukan gel. Bila bahan obat tidak mengganggu pembentukan gel, lebih baik ditambahkan sebelum pembentukan gel karena lebih mudah tersebar dan terdispersi homogen. Bila bahan obat mengganggu pembentukan gel, harus ditambahkan
  • 19. setelah pembentukan gel, meskipun lebih sulit dan berpotensi menyebabkan udara terperangkap lebih banyak pada basis gel. Ketika serbuk polimer ditambah dengan air pada proses pembentukan gel, serbuk tersebut dapat menggumpal dan membentuk gel pada permukaan gumpalan saja sedangkan bagian dalam masih berupa serbuk. Gumpalan gel tersebut melarut secara lambat karena viskositas gumpalan gel yang sangat tinggi dan koefisien difusi makromolekul yang rendah. Penambahan gliserin atau bahan cair lain sebagai pembasah atau pendispersi pada polimer sebelum penambahan air dapat mencegah terbentuknya gumpalan tersebut. 2.3.7 Petunjuk untuk Compounding Gels 1. Dalam preparasi gel, premixing beberapa zat pembentuk gel dengan serbuk lain sering membantu proses dispersi. 2. Menambahkan alkohol ke beberapa gel mengurangi viskositas dan kelekatannya. 3. Bila mixer dari jenis apapun digunakan untuk pembuatan gel, baling- baling harus disimpan di bagian bawah wadah, dan pembentukan pusaran harus dihindari untuk meminimalkan memasukkan udara ke dalam produk. 4. Dalam preparasi gel, semua zat harus dilarutkan dalam pelarut atau pembawa sebelum zat gelling ditambahkan. 5. Setiap udara terperangkap dalam dispersi karbomer harus dilepaskan sebelum zat pengental ditambahkan. Gelembung udara dapat dilepas dengan membiarkan produk selama 24 jam atau dengan meletakkannya di power ultrasonik. Agen antifoam sillicone dapat membantu. 6. pH penting dalam menentukan viskositas akhir gel karbomer. 7. Gel gelatin dapat dibuat dengan mendispersikan gelatin dalam air panas dan kemudian mendinginkan. Prosedur ini dapat disederhanakan dengan (1) mencampur bubuk gelatin dengan cairan organik yang tidak akan membengkak, seperti etil alkohol atau propilen glikol; (2) menambahkan air panas; dan (3) mendinginkan gel. 8. Gel tragakan dapat disiapkan dengan menambahkan serbuk ke dalam air yang diaduk dengan kuat. Etanol, gliserin, atau propilen glikol dapat digunakan untuk prewet bedak. Serbuk lainnya bisa dicampur dengan tragakan saat dikeringkan, sebelum ditambahkan ke air.
  • 20. Karakteristik pembentuk gel akan menentukan teknik yang digunakan dalam proses pembuatan. a. Bentonit Bentonit merupakan alumunium silikat terhidrat alami. Tidak berasa, tidak berbau, berupa serbuk berserat dan berwarna putih kekuningan. Konsentrasi pembentuk gel adalah 10-25%. Viskositas suspensi bentonit bertahan pada pH 6, tetapi mengendap pada penambahan asam. Bahan yang bersifat basa, seperti magnesium oksida, meningkatkan viskositas. Bentonit ditambahkan pada air tanpa pengadukan, dengan cara menaburkan sebagian kecil serbuk pada permukaan air panas. Setiap bagian dibiarkan mengendap dalam wadah. Campuran dibiarkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah itu, campuran diaduk pada hari berikutnya. Pembasah seperti gliserin dapat ditambahkan sebelum dibasahi dengan air. b. Gelatin Gel gelatin dibuat dengan mendispersikan gelatin dalam air panas, kemudian didinginkan. Metode lain adalah membasahi gelatin dengan 3- 5 bagian cairan organik yang tidak mengembangkan polomer, seperti propilen glikol, kemudian ditambahkan air panas dan didinginkan. c. Tragakan Gom tragakan cenderung menggumpal ketika ditambahkan air, oleh karena itu tragakan dibuat dengan menaburkan pada air yang diaduk. Etanol, gliserin, propilen glikol dapat ditambahkan untuk membasahi serbuk. Serbuk lainnya dapat dicampurkan dengan tragakan ketika keringdan kemudian ditambahkan dalam air. d. Karboksimetilselulosa natrium (CMC Na, carboxymethylcellulosa Sodium) CMC Na larut air dalam berbagai suhu. Garam natrium CMC dapat didispersikan dengan pengadukan cepatdalam air dingin sebelum partikel terhidrat dan mengembang membentuk gel yang menggumpal. Ketika serbuk didispersikan, larutan dapat dipanaskan dengan pengadukan sering pada suhu 60ºC untukmempercepat disolusi.
  • 21. e. Metil selulosa Metil selulosa terhidrat lambat dalam air panas, sehingga metil selulosa didispersikan dengan pengadukan cepat dalam sepertiga air yang dibuuhkan pada suhu 80ºC - 90ºC. Ketika serbuk selesai terdispersikan, sisa air dapat ditambahkan dengan pengadukan sedang untuk mempercepat disolusi. Air dingin dan es dapat digunakan. serta alkohol anhidrat/ propilen glikol dapat digunakan untuk membasahi serbuk sebelum didispersikan. Kejernihan, hidrasi dan viskositas maksimum diperoleh bila gel yang telah terbentuk didinginkan pada suhu 0ºC - 10ºC selama 1 jam. 2.3.8 Stabilitas Gel harus diamati untuk karakteristik fisik seperti penyusutan, pemisahan cairan dari gel, perubahan warna, dan kontaminasi mikroba. Banyak gel tidak akan mendorong pertumbuhan bakteri atau jamur, tidak akan mencegahnya. Akibatnya, mereka harus diautoklaf atau harus mengandung bahan pengawet. Agen gelling dalam kondisi kering biasanya tidak menjadi masalah. Tanggal penggunaan yang berlebihan untuk gel oral yang mengandung air yang disimpan pada suhu dingin tidak lebih dari 14 hari; Untuk gel topikal yang mengandung air, selambat-lambatnya 30 hari pada suhu kamar untuk formulasi yang dibuat dari bahan dalam bentuk padat. Tanggal ini dapat diperpanjang jika informasi ilmiah yang valid tersedia untuk mendukung stabilitas formulasi, 2.3.9 Kontrol kualitas Apoteker harus mengikuti prosedur pengendalian mutu standar. Prosedur ini melibatkan pengecekan penampilan, keseragaman, berat atau volume, viskositas, kejernihan, pH, dan bau gel. Gel harus diamati untuk karakteristik fisik seperti penyusutan, pemisahan cairan dari gel, perubahan warna, dan kontaminasi mikroba. 2.3.6 Kemasan/penyimpanan/pelabelan Gel umumnya harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar berpendingin atau ruangan. Bentuk sediaan ini biasanya disimpan ke dalam tabung, botol peras, atau dispenser pompa. Label harus mencakup instruksi agar wadah tetap tertutup rapat.
  • 22. Tanggal penggunaan untuk gel topikal yang mengandung air, selambat- lambatnya 30 hari pada suhu kamar untuk formulasi yang dibuat dari bahan dalam bentuk padat. Tanggal ini dapat diperpanjang jika informasi ilmiah yang valid tersedia untuk mendukung stabilitas formulasi. 2.4 Pasta 2.4.1 Pengertian Pasta adalah preparat semi padat untuk penggunaan luar. Pasta terdiri dari obat-obatan bubuk halus yang dikombinasikan dengan White Parafin Parafin PVC atau Cair Parafin BP atau dengan basis non-berminyak yang terbuat dari gliserol, lendir atau sabun. Lebih mudah untuk menerapkan pasta ke area kulit yang memiliki ciri tertentu seperti lesi atau plak tertentu, dan karenanya tidak membahayakan integritas kulit yang sehat. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air, misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulose, kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya Pasta Zink Oksida, merupakan salep yang padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibandingkan dengan salep karena tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum; dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. Oleh karena itu pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan cairan. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal (misal pasta gigi Triamsinolon Asetonida). Karena kandungan bubuknya yang tinggi, pasta sering digunakan untuk menyerap eksudat luka. Pasta cocok untuk digunakan oleh pemain ski karena mencegah dehidrasi kulit berlebihan (wind burn) selain sun blocking. Penggunaan pasta secara tradisional adalah antiseptik, pelindung atau menenangkan.
  • 23. 2.4.2 Basis Pastsa Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air. Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta: 1. Basis Hidrokarbon Memiliki karakteristik yaitu inert, tidak bercampur dengan air, daya absorbsi air rendah, menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air dan meningkatkan absorbsi obat melalui kulit. Contoh : vaselin, white Petrolatum/paraffin, white ointment. 2. Basis Absorpsi Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan cair. Basis absorpsi terbagi menjadi 2 yaitu: a. Basis non emulsi Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M. mengandung campuran dari emulgen tipe sterol dengan satu atau lebih paraffin. Contoh : Wool fat, wool alcohols, beeswax. b. Emulsi A/M Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi. Contoh : Hydrous wool fat (lanolin), Oil cream BP. 2.4.3 Metode umum pembuatan pasta Metode pembuatan pasta sama dengan salep. Untuk basis semi solid metode fusion (pelelehan) dan/atau triturasi dapat dilakukan. Triturasi sendiri cocok digunakan untuk pembawa liquid. a. Metode fusion Dalam metode ini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. b. Metode triturasi Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang digunakan.
  • 24. 2.4.4 Petunjuk umum pembuatan pasta 1. Agen pengikat umumnya tidak digunakan dalam pembuatan pasta yang memiliki karakteristik presentase padatan yang relatif tinggi. Cara termudah untuk mempersiapkan pasta adalah metode fusi (panas). 2. Produk yang disiapkan dengan menggunakan metode fusi harus didinginkan sebelum ditempatkan dalam tabung atau stoples. Jika dituangkan saat panas, sediaan cenderung berpisah pada saat pendinginan. Sediaan harus didinginkan sampai suhu di mana cairan sediaan kental dan kemudian dituangkan ke dalam wadah. 3. Jika produk terlalu kaku dan sulit untuk diaplikasikan, apoteker harus meningkatkan konsentrasi dari komponen lilin. 2.5 Krim 2.5.1 Pengertian Defenisi British Pharmacopoeia (BP) sebagai berikut: Krim diformulasikan untuk menyediakan sediaan yang pada dasarnya dapat larut pada sekresi kulit. Krim dimaksudkan untuk dioleskan ke kulit atau membran mukosa tertentu untuk tujuan protektif, terapeutik atau profilaktik terutama bila efek inklusif tidak diperlukan. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V, Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal. 2.5.2 Penggolongan Krim 1. Tipe M/A atau O/W Krim minyak dalam air (Vanishing Cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan krim Minyak dalam Air (M/A) sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang
  • 25. ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular. 2. Tipe A/M atau W/O Krim berminyak mengandung zat pengemulsi Air dalam Minyak yang spesifik seperti adeps lanae, wool, alcohol, atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca. Krim A/M membutuhkan emulgator yang berbeda-beda, jika emulgator tidak cepat dapat terjadi pembalikan fasa. 2.5.3 Basis Krim Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi (sifat kulit, aliran darah dan jenis luka (Art of Compounding)). Pertimbangan umumnya adalah sifat zat berkhasiat yang diperlukan dan konsistensi sediaan yang diharapkan. 1. Air dalam minyak (krim berminyak) sebagai basa – dibuat menggunakan bahan pengemulsi yang berasal dari alam (misalnya beeswax, wool alcohols atau wool fat). Basis ini memiliki sifat emolien yang baik, lembut, putih atau tembus pandang dan agak kaku. 2. Minyak dalam air (krim berair) sebagai basa dibuat menggunakan lilin sintetis (misalnya macrogol dan cetomacrogol). Basi ini merupakan basis terbaik yang bisa digunakan untuk absorpsi dan penetrasi obat yang cepat. Basis ini tipis, putih dan halus dalam konsistensi. 2.5.4 Prinsip Pertama Dalam Pembuatan Krim 1. Seperti jenis emulsi lainnya, kebersihan sangat penting dan semua permukaan, spatula dan peralatan lainnya harus dibersihkan secara menyeluruh dengan industrial methylated spirits (IMS). IMS lebih baik dibandingkan air mentah yang baru direbus dan didinginkan karena akan cepat menguap, tidak meninggalkan residu. 2. Selalu membuat sediaan krim kelebihan agar memungkinkan untuk memasukan seluruh krim ke dalam wadah akhir. 3. Tentukan bahan mana yang larut dalam / tercampur dengan fase air dan bahan mana yang larut dalam / tercampur dengan fase berminyak. Larutkan bahan yang larut dalam air dalam fase air. 4. Lelehkan basis lemak dalam wadah yang diuapkan diatas waterbath pada suhu serendah mungkin. Mulailah dengan basis yang memiliki titik leleh
  • 26. tertinggi. Kemudian harus didinginkan sampai 60⁰C (overheating dapat menyamaratakan pengemulsi) dan kestabilan produk dapat hilang). 5. Zat-zat yang larut / bercampur dengan fase berminyak kemudian harus diaduk ke dalam lelehan tersebut. 6. Suhu fase berair harus diatur pada suhu 60 ° C. 7. Fase dispersi kemudian harus ditambahkan ke fase kontinyu pada suhu yang sama. Oleh karena itu, - untuk minyak dalam air (o / w) tambahkan minyak ke air dan - untuk air dalam minyak (w / o) tambahkan air ke minyak. 8. Aduk emulsi yang dihasilkan sampai homogen. Jangan mempercepat pendinginan karena dapat menghasilkan hasil emulsi yang buruk. 2.5.5 Penggabungan Bahan-Bahan Kedalam Basis Cream Sebagai tambahan dalam pembuatan krim dari prinsip pertama, adalah untuk memasukkan bahan cair atau padat ke dalam basis krim. 1. Penggabungan padatan kebasis krim Pada basis krim telah disiapkan dari prinsip pertama, padatan bisa dimasukkan ke dalam krim saat krim menjadi dingin. Sebagai alternatif, jika menggunakan preparat awal, padatan terlarut dan tidak larut mungkin mengalami penggabungan dengan menggunakan metode yang digunakan untuk padatan tidak larut.  Padatan larut harus ditambahkan ke krim cair pada suhu serendah mungkin dan campuran diaduk sampai dingin.  Padatan tidak larut harus digabungkan dengan menggunakan ointment tile dan spatula. Jika ada lebih dari satu bubuk/bahan yang ditambahkan, harus dilekatkan secara bersamaan dalam mortir menggunakan teknik 'penggandaan' sebelum dipindahkan ke ointment tile.  Untuk serbuk kasar, sejumlah krim minimum harus ditempatkan di tengah tile dan gunakan untuk levigasi serbuk. Campuran dasar serbuk / lemak kemudian bisa dikembalikan ke cawan penguapan dengan sisa krim dan diaduk sampai dingin atau krim yang tersisa di cawan uap dapat dibiarkan dingin dan dilekatkan dengan campuran bubuk / krim di tile.
  • 27.  Serbuk halus bisa dilarutkan ke dalam krim yang telah selesai di atas ointment tile. Sejumlah kecil bubuk harus ditambahkan ke krim dalam jumlah yang sama (yaitu menggunakan teknik 'doubling up'). 2. Penggabungan cairan ke dalam basis krim  Cairan yang tidak mudah menguap dan mudah larut dapat dicampur dengan krim cair di baskom penguapan. Sebagai alternatif, jika basis pra-prepared digunakan, maka masukkan cairan yang mudah menguap atau tidak bercampur.  Cairan volatil atau tidak bercampur (misalnya larutan coal tar) harus dilekatkan dengan krim pada ointment tile. Sejumlah kecil krim harus ditempatkan di ditengah tile. Secara tradisional, sejumlah kecil cairan harus diaduk dengan lembut agar tidak terpercik. Dan metode alternatifnya adalah dengan menyebarkan sejumlah kecil krim di atas tile dan kemudian "mencetaknya" dengan spatula. Kemudian tambahkan sejumlah kecil cairan dan aduk kedalam basis dengan lembut. Jika menggunakan coal tar atau bahan-bahan yang mudah menguap lainnya, jangan ditimbang sebelum digunakan dengan segera dan beaker yang telah ditimbang harus ditutup dengan kaca arloji untuk mencegah penguapan. 2.5.6 Petunjuk dalam compounding krim 1. Apakah emulsi tersebut o/w atau w / o dapat ditentukan dengan menempatkan setetes emulsi ke permukaan air. Jika tetesan menyebar artinya emulsi tersebut adalah tipe o / w karena fase eksternal dari emulsi tercampur dengan air sedangkan tipe w / o tidak bercampur. 2. Jika tidak ada zat aktif , krim dapat dilunakkan dengan pemanasan dalam microwave untuk waktu yang singkat pada pengaturan daya rendah. 3. Menambahkan humektan, seperti gliserin, propilen glikol, sorbitol 70%, atau PEG 300 atau 400 kedalam krim akan meminimalkan penguapan. Humektan dapat ditambahkan dalam konsentrasi 2% sampai 5%. 4. Penggunaan panas rendah dalam pembuatan krim akan meminimalkan penguapan air .
  • 28. 5. Homogenizers menggunakan tangan dapat membantu dalam mempersiapkan emulsi . 6. Umumnya semakin kecil ukuran globule maka emulsi semakin stabil. 7. Sebelum minyak atsiri/volatile oil ditambahkan, sebaiknya mendinginkan sediaannya. Suhu kurang dari 78⁰ C bekerja dengan baik dengan banyak basis. Jika larutan alkohol ditambahkan, sediaan harus didinginkan di bawah titik didih alkoho sebelum penambahan larutan alkohol dilakukan. 8. Kuantitas penggunaan surfaktan yang dibutuhkan untuk membuat emulsi yang baik umumnya sekitar 0,5% sampai 5% dari total volume. 9. Lotion sering dapat dibuat dari krim (o / w emulsi) dengan mengencerkan krim dengan air atau air aromatik seperti air mawar. Untuk melakukan ini dengan sukses, apoteker biasanya harus menambahkan air perlahan sambil diaduk terus menerus. Proses ini juga akan mengencerkan pengawet yang dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri, oleh karena itu, beyod-use date yang tidak terlalu lama harus diberikan pada saat penyiapan sediaan. 2.5.7 Pengemasan Karena semua krim farmasi ditujukan untuk penggunaan luar, wadah yang sesuai adalah tabung berongga lebar atau tube logam. Stoples kaca lebih disukai karena dapat melindungi sediaan dari degradasi oleh cahaya. Baru- baru ini, stoples plastik telah tersedia dan, walaupun lebih murah dari stoples kaca, kurang disukai karena kemungkinan produk akan bereaksi dengan wadah (misalnya terjadi dengan preparat yang mengandung coal tar). Saat mengemas krim ke dalam wadah pastikan krimnya sudah dimasukan kedalam wadah. Hal ini akan memberikan produk dengan penampilan yang baik. 2.5.8 Discard date Beberapa teks resmi mungkin memberikan tanggal pembuangan yang disarankan untuk krim yang disiapkan secara terbatas. Dengan tidak adanya panduan apapun, disarankan agar krim diberi Discard dates yaitu empat minggu. Hal Ini secara signifikan lebih pendek dari pada tanggal pembuangan yang disarankan untuk salep yang telah dipasteurisasi (yaitu tiga bulan) karena kerentanan krim terhadap kontaminasi mikroba. Krim yang dilarutkan biasanya diberi discard dates dua minggu. Ingatlah saat pasien sering salah paham dengan istilah 'kadaluwarsa'
  • 29. disarankan agar metode yang disukai untuk menunjukkan masa simpan pada label produk majemuk adalah dengan menerapkan istilah ‘waktu dibuang setelah' atau 'tidak digunakan setelah' diikuti oleh tanggal yang pasti Dan / atau waktu. 2.5.9 Labeling Selain persyaratan standar untuk pelabelan sediaan yang tidak dilakukan tanpa persiapan, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan: '' Untuk penggunaan luar saja '' - peringatan ini harus ditambahkan ke label krim yang disiapkan secara tidak lisan karena semua krim hanya untuk penggunaan luar. 2.5.10 Permasalahan Dalam Pembuatan Krim 1. Cracking, yaitu koalesen dari globul yang terdispersi dan pemisahan fase terdispersi membentuk lapisan yang terpisah. Penyebab creacking adalah: a. Penambahan emulgator dengan tipe berlawanan Contoh:  Sabun-sabun dari logam monovalen (soaps of monovalen metals) yang menghasilkan emulsi M/A ditambahkan kedalam soaps of divalenmetals yang menghasilkan emulsi A/M dan begitu pula sebaliknya.  Penggunaan emulgator anionik dan kationik yang tidak kompatibel. Dekomposisi atau pengendapan emulgator. Contoh:  Sabun alkali dapat terdekomposisi dengan adanya asam kemudian terjadi pembebasan asam lemak dan garam alkali, yang tidak mempunyai kekuatan sebagai emulgator sehingga akibat penambahan asam ini terjadi cracking.  Terjadinya salting out dari natrium atau kalium soaps oleh adanya NaCl dan elektrolit tertentu lain sehingga emulgator mengendap.  Emulgator anionik yang tidak kompetibel dengan bahan yang memiliki konsentrasi kation tinggi, begitu pula sebaliknya. Dan emulgator yang tidak kompetibel dengan fenol.  Penambahan gom, protein, gelatin, dan kasein yang tidak larut dalam alkohol apabila emulgator menggunakan alkohol sebagai pelarut akan menyebabkan emulgator mengendap.
  • 30. b. Penambahan larutan dari fase terdispersi dan pendispersinya dalam bentuk terlarut pada sistem satu fase yang merusak emulsi. Contoh: penggunaan castor oil, soft soap, air yang larut dan bercampur dalam alkohol sehingga penggunaan alkohol pada emulsi ini menyebabkan emulsi menjadi larutan jernih. c. Aksi mikroba (jamur dan bakteri) oleh karena emulsi sebaiknya menggunakan pengawet. d. Inkorporasi dan fase terdispersi yang berlebihan e. Jika partikel dari fase terdispersi berbentuk sferis dan seragam maka volumenya tidak akan melebihi 74% dari volume total emulsi, tetapi kebanyakan bentuk partikel tidak sferis dan tidak seragam maka volume yang terjadi lebih dari 74% dari volume total sehingga terjadi cracking. 2. Creaming Terjadi emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi. Creaming merupakan pergerakan keatas droplad yang terdispersi dalam fase pendispersi. Sedangkan sendimentasi adalah pergerakan partikel- partikel kebawah. Kedua hal ini masihbisa diterimaasalkan dapat di rekonstitusi saat di kocok. Creaming dapat di ukur secara visual, mikroskopik, dielektrik, analitik dan teknik radioisotop. Creaming dapat diminimalkan dengan : a. Mengurangi ukuran partikel terdispersi dan distribusi ukuran gobul. b. Meningkatkan viscositas fase pendispersi untuk mempertahankan pergerakan globul. c. Disimpan di tempat sejuk. 3. Flokulasi (agregasi) Flokulasi terjadi sebelum, saat, atau setelah creaming. Flokulasi merupakan agregasi yang reversibel dari droped fase dalam berbentuk klaster 3D.Penyebab flokulasi yaitu kurang emulgator. Flokulasi hanya terjadi saat barier mekanik atau elektrik tidak cukup mencegah terjadinya koalesen droped . Flokulasi adalah partikel – partikel membentuk suatu ukuran.
  • 31. 2.6 Transdermal Drug Delivery System 2.6.1 Pengertian Patch transdermal adalah patch perekat obat yang ditempatkan di kulit untuk memberikan dosis obat tertentu melalui kulit dan masuk ke aliran darah. Dalam sistem ini, terapi obat dapat dihentikan dalam situasi dimana input obat tidak lagi diinginkan. Sistem ini memungkinkan mengurangi frekuensi dosis yang sangat menguntungkan untuk senyawa dengan waktu paruh biologis pendek. 2.6.2 Keuntungan dan kerugian Keuntungan dari sistem pengiriman obat transdermal: 1. metabolisme lintas pertama obat bisa dihindari. 2. Ketidakcocokan gastrointestinal bisa dihindari. 3. pengobatan diri sendiri mungkin dilakukan. 4. waktu kerja obat diperpanjang & dapat diprediksi. 5. Efek samping yang tidak diinginkan bisa diminimalkan. 6. Konsentrasi plasma obat dipertahankan. 7. Jumlah dosis dikurangi yang meningkatkan kepatuhan pasien. 8. Nilai terapeutik obat bisa meningkat menghindari masalah yang berhubungan dengan obat seperti-penyerapan rendah, Iritasi GI, dekomposisi akibat metabolisme lintas pertama di hati. 9. Patch mudah diterapkan, non-invasif dan tidak menimbulkan rasa sakit. 10. Tidak ada interaksi obat dengan makanan, enzim, minuman dan flora GI lainnya. 11. Cocok untuk orang tua yang tidak bisa meminum obat secara oral. 12. Cocok untuk obat-obatan yang mengganggu rute oral dan mengurangi efek samping obat. 13. Jika toksisitas, pengiriman obat bisa dihentikan dengan menghentikan patch. Kekurangan Sistem Pengiriman Obat Transdermal 1. Ada kemungkinan reaksi alergi karena obat, perekat, atau eksipien lainnya seperti-gatal, ruam, edema lokal di tempat aplikasi tempel, membutuhkan terapi yang tidak kontinyu.
  • 32. 2. Ukuran molekul obat yang lebih besar (di atas 1000) menyebabkan kesulitan dalam absorpsi. Obat yang memiliki ukuran lebih dari 500 Dalton tidak sesuai untuk TDDS. 3. Obat dengan karakter hidrofilik kurang sesuai dibandingkan dengan obat dengan karakter lipofilik karena permeabilitasnya rendah. 4. Sulit mengelola dosis besar lebih dari 10mg / hari. 5. Obat-obatan ionik menimbulkan masalah. 6. Obat dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit. 7. Sulit mencapai konsentrasi obat plasma tinggi. 8. kepatuhan jangka panjang menciptakan ketidaknyamanan kepada pasien. 9. Obat dengan koefisien partisi yang sangat rendah atau tinggi gagal mencapai sirkulasi sistemik. 10. Hanya obat lipofilik kecil yang bisa diberikan melalui kulit. 11. Tidak cocok untuk dosis obat tinggi. 12. Adhesi dapat bervariasi dengan jenis patch dan kondisi lingkungan. 2.6.3 Target Sistem Pengiriman Transdermal di Kulit Sistem pengiriman obat transdermal digunakan untuk menargetkan obat untuk tujuan, antara lain: 1. Permukaan kulit: Permukaan kulit ditargetkan untuk efek lokal. Zat bertindak seperti desinfektan, kosmetik, penolak serangga, dll dimana obat hanya bekerja di permukaan kulit dan tidak ada penetrasi obat atau bahan kimia di kulit. 2. Lapisan kulit itu sendiri: Pemberian zat obat dalam lapisan kulit juga dikenal sebagai pengiriman topikal dan lapisan kulit yang ditargetkan saat penyakit atau infeksi ada pada kulit itu sendiri. Misalnya infeksi mikroba, radang kulit dan neoplasia dll. 3. Sirkulasi Sistemik: Dianggap sebagai alternatif penyampaian oral dan konvensional lainnya. Rute untuk pengiriman obat secara sistemik. Obat itu harus diserap melalui berbagai lapisan kulit ke sirkulasi darah untuk efek sistemiknya.
  • 33. 2.6.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permeabilitas Transdermal 1. Sifat fisiko-kimia obat Berbagai sifat fisikokimia obat yang bisa mengubah penyerapan dan difusi obat melalui kulit adalah: a. Ukuran molekul obat dan berat molekul Ukuran molekul obat bervariasi berbanding terbalik dengan penetrasi melalui kulit. Molekul obat yang lebih besar dari 500 dalton menimbulkan masalah dalam transportasi perkutan. Makin besar berat molekul obat maka penyerapan obat makin kecil. Jadi ukuran molekul obat seharusnya tidak begitu tinggi sehingga tidak menimbulkan masalah dalam penyerapan obat. b. Koefisien partisi dan kelarutan Obat bersifat lipophilc atau hydrophilic. Koefisien partisi menentukan kelarutan atau difusi obat dalam lipid dan air. Obat-obatan yang mengandung kelarutan dalam lipid dan kelarutan dalam air cocok untuk penyerapan perkutan karena kulit dibuat dari lapisan ganda lipid sehingga obat harus memiliki kelarutan lipid untuk penyerapan namun pada saat bersamaan harus memiliki hidrofilisitas untuk berdifusi di dalam kulit di lingkungan berair. Jadi calon obat harus memiliki koefisien partisi yang optimal . Koefisien partisi obat dapat diubah dengan mengubah sistem pelarut atau dengan modifikasi kimiawi dalam struktur calon obat tanpa mempengaruhi aktivitas farmakologis obatnya. c. Konsentrasi obat Penyerapan obat melalui kulit dengan cara difusi pasif. Obat bergerak sesuai konsentrasi gradien misal dari konsentrasi tinggi hingga konsentrasi rendah. Jadi konsentrasi obat dalam formulasi yang diaplikasikan di atas kulit menentukan tingkat difusi di kulit. d. Kondisi pH Sebagian besar obat bersifat asam atau bersifat basa. Jadi pH molekul obat menentukan ionisasi pada permukaan kulit. Obat nonionik memiliki penyerapan yang lebih baik daripada obat ionik. Jadi pH berperan penting dalam menentukan tingkat penetrasi obat.
  • 34. 2. Karakteristik formulasi Berbagai karakteristik formulasi juga bisa mengubah permeasi molekul obat melalui kulit, antara lain: a. Tingkat pelepasan obat Pelepasan obat dari formulasi dipengaruhi oleh afinitas pembawa untuk obat dalam formulasi dan sifat fisiokimia obat seperti kelarutan obat dalam pelarut dan koefisien partisi antar obat dari formulasi ke kulit menentukan tingkat pelepasan obat. b. Bahan formulasi Berbagai eksipien dan polimer yang ada dalam formulasi dapat mempengaruhi pelepasan obat atau perembesan obat melalui kulit dengan mengubah sifat fisikokimia fisiologi obat atau kulit. c. Adanya peningkat permeasi Permeasi enhancer dari berbagai kategori digunakan untuk meningkatkan permeasi obat melalui kulit. Hal ini mengubah integritas kulit (modifikasi fisikokimia dan fisiologis) sementara dan membuka pori-pori kulit untuk penyerapan. Peningkat permeasi dapat berupa zat kimia yang melakukan peningkat permeabilitas kimia atau fisik yang secara fisik berinteraksi dengan integritas kulit. 3. Kondisi fisiologis dan patologis pada kulit Kondisi fisiologis dan patologis kulit mengubah dan mempengaruhi permeasi calon obat melalui kulit dengan mengubah khasiat kulit. a. Hidrasi kulit Hidrasi kulit menyebabkan pembengkakan stratum korneum pada kulit dan memberikan fluiditas pada kulit. Hidrasi juga meningkatkan kelarutan permeasi dan partisi dari saluran ke membran. Jadi permeasi molekul obat terjadi dengan mudah melalui kulit yang terhidrasi. b. Suhu kulit Pada peningkatan suhu kulit, penyerapan perkutan obat meningkat karena fluidisasi lipid dan vasodilatasi pembuluh darah yang bersentuhan dengan kulit sehingga peningkatan aliran darah ke kulit meningkatkan penyerapan melalui kulit. c. Umur kulit
  • 35. Diasumsikan bahwa kulit muda dan lanjut usia lebih permeabel dibandingkan orang berusia paruh baya. Pada bayi prematur stratum korneum tidak ada dan anak-anak lebih rentan terhadap efek racun obat melalui kulit. d. Aliran darah Perubahan sirkulasi perifer tidak mempengaruhi penyerapan transdermal tetapi peningkatan aliran darah meningkatkan gradien konsentrasi di seluruh kulit dan mengurangi total waktu tinggal molekul obat di dermis dengan terus mengeluarkannya. e. Patologi kulit Penyakit kulit dan luka pada kulit menyebabkan pecahnya lapisan lipid stratum korneum yang mengubah penetrasi obat pada kulit. Patogen menyebabkan terganggunya lapisan kulit dengan mencernanya dan bisa membuat pori-pori di kulit sehingga integritas kulit berubah baik dalam kondisi patologis maupun pada luka. f. Daerah lokal pada kulit Kulit berbeda dalam fitur anatomis seperti ketebalan stratum korneum, jumlah folikel rambut dan jumlah kelenjar keringat per satuan luas permukaan. Perbedaan ini mungkin ada dari satu tempat ke tempat lain, orang ke orang dan spesies ke spesies. Jadi dalam semua kasus penyerapan perkutan berbeda satu sama lain g. Flora dan enzim kulit Berbagai metabolisme enzim dan metabolisme mikroba terdapat di kulit yang memetabolisme obat yang melewati kulit. Hanya beberapa kandidat obat yang ada yang mencapai dalam bentuk aktif dalam sirkulasi jika obat dimetabolisme ke berbagai luasan di kulit. Misalnya, 95% hormon testosteron yang diserap dimetabolisme di kulit. Tabel 2.4 Faktor yang harus dipertimbangkan untuk perhitungan dosis transdermal: Physicochemical Pharmacokinetic Biological Solubility Half life Skin toxicity Crystalinity Volume of distribution Site of applicationMolecular weight Total body clearance Allergic reaction Polarity Theraputic plasma concentration Skin metabolisomeMeting point Bioavailable factor --
  • 36. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Salep Contoh resep Dr. Susana Jl. Mangrove no 32 SIP 3474/2013 Bandung, 20-12-2012 R/ Salep 2-4 10 Adde Camphora 0,5 m.f.ungt Sue Pro: Tania Indikasi : Salep 2-4 digunakan dengan indikasi scabies (kudis), eksim, pedikulosis, jerawat, tinea (jamur). Komposisi salep 2-4 adalah asam salisilat 2%, sulfur precipitatum 4%, dan vaselin hingga 100 g. asam salisilat bersifat keratolisis dan sulfur bersifat antiseptic. Perhitungan : Nama bahan Perhitungan Jumlah yang ditimbang Asam salisilat 2% 10/100 x 2 = 0,2 0,2 g Sulfur praecipitat 4% 10/100 x 4 = 0,4 0,4 g Vaselin flavum ad 100 g 10 – (0,2+0,4) = 9,4 9,4 g Camphora - 0,5 g Pembuatan : 1. Timbang asam salisilat 0,2 gram dan campora 0,5 gram kemudian masukan kedalam lumpang dan tetesi etanol lalu digerus sampai larut. 2. Timbang sulfur praecipitat 0,4 gram, masukan kedalm lumpang gerus ad homogen. 3. Tambahkan vaselin flavum sedikit demi sedikit kedalam mortir lalu gerus sampai homogen. 4. Keluarkan dari mortir dan dimasukan kedalam pot salep, beri etiket biru dan label’untuk penggunaan luar’
  • 37. Evaluasi : 1. Organoleptis Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit. 2. Uji homogenitas: Caranya oleskan sediaan diatas objek glass , ratakan lalu amati homogenitas bahan aktif dalam basis. 3.2 Gel Contoh : R/ Niacinamid 4% Gel untuk Jerawat Niacinamid 4 g Cabropol 940 600 mg Propilen glikol 20 ml Ethoxy diglikol 2 ml Trolamine 3-4 drops Auadest 73 ml Indikasi: Niasiamid 4% digunakan sebagi gel untuk pengobatan jerawat. Niasiamid (vit B3) bersifat larut air. Secara topical bersifat anti radang dan digunakan untuk pengobatan jerawat. Gel niasiamid aman digunakan pada konsentrasi 4 %. Penimbangan: Nama bahan Jumlah yang ditimbang Niasiamid 4g Carbopol 940 0,6 g Ethoxy diglikol 2ml Trolamine 3-4 tetes Propilen glikol 20 ml Aquadest 73 l Pembuatan ; 1. Hitunglah jumlah masing-masing bahan yang dibutuhkan untuk resep 2. Timbang akurat atau ukur setiap bahan 3. Larutkan niacinamide dalam etoksi diglikol dan air yang diawetkan/didiamkan
  • 38. 4. Campur Carbopol 940 dengan propilen glikol 5. Masukkan larutan dari langkah 3 ke langkah 4 dan aduk rata 6. Tambahkan trolamine secara perlahan dengan pencampuran menyeluruh agar diperoleh viskositas yang diinginkan. 7. Masukan wadah, kemas dan beri label’untuk penggunaan luar’ dan etiket biru. Evaluasi : 3. Organoleptis Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit. 4. Uji homogenitas: Caranya oleskan sediaan diatas objek glass , ratakan lalu amati homogenitas bahan aktif dalam basis. 3.3 Pasta Contoh formula: R/ Pasta Asam Salisilat Seng 120g Metyl Paraben 0,2% Pasta Asam salisilat dalam Formularium Nasional Edisi 3: Acidum salicylicum 200mg Zinci oxydum 2,5g Amylum tritici 2,5g Vaselin flavum ad 10g Bahan Perhitungan Penimbangan Kegunaan Acidum salicylicum 0,2g/10 x120g = 2,4 g 2,4 g Keratolitikum, anti fungi Zinci oxydum 2,5/10 x 120 g = 30 g 30 g Antiseptik lokal Amylum tritici 2,5/10 x 120 g = 30 g 30 g Zat tambahan, pengabsorbsi Vaselin flavum 120-(2,4g+30g+30g) = 57,6 g 57,6 g Basis hidrokarbon Metyl paraben 0,2/100 x 120 g = 0,24g 0,24 g Pengawet
  • 39. Prosedur pembuatan: 1. Setarakan timbangan, timbang semua bahan obat. 2. Masukan vaselin flavum kedalam cawan uap lalu leburkan diatas waterbath sampai mencair. 3. Masukan acidum salicylicum + etanol 95% 2-3 tetes kedalam lumpang lalu gerus ad homogen kemudian tambahkan amiylum tritici sedikit demi sedikit kedalam lumpang sambil digerus ad homogen. 4. Masukan zinci oxydum yang telah diayak terlebih dahulu dengan pengayak no.100 kedalam lumpang lalu gerus ad homogen.(M1) 5. Masukan leburan vaselin flavum kedalam M1 lalu gerus ad homogen. 6. Lalu timbang sebanyak 20 g kemudian masukan kedalam tube, dikemas, beri etiket dan label. Evaluasi : 5. Organoleptis Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit. 6. Uji homogenitas: Caranya oleskan Pasta diatas objek glass , ratakan lalu amati homogenitas bahan aktif dalam basis. 7. pH Menggunakan alat pH meter universal dengan cara oleskan pasta pada strip pH meter kemudian bersihkan lalu dicocokkan warnanya dengan tingkat warna pH meter universal. 8. Daya sebar Kemampuan menyebar pasta pada kulit. Ambil sedikit pasta kemudian diletakkan diatas objek glass lalu ditutupdan biarkan selam 1 menit. Kemudian ukur dan amati diameternya. 3.4 Krim Contoh formula: Krim Hidrokortison Hidrokortison 1% Asam stearat 15% Gliserin 10% Na.tetraborat 0,25% TEA 2%
  • 40. Nipagin 0,3% Cera alba 2% Vaselin album 8% Aquades ad 20 Bahan Perhitungan (untuk 1 pot@ 10g) Penimbangan Kegunaan Hidrokortison 1/100 x 10 g = 0,1 g 0,1 g adrenoglukorti koidum Asam stearat 15/100 x 10g = 1,5 g 1,5 g Pengawet Gliserin 10/100 x 10 g = 1 g 1 g Humektan Na.tetraborat 0,25/100 x 10 g = 0,025 g 0,025 g Antiseptikum ekstern TEA 2/100 x 10 g = 0,2 g 0,2 g Zat tambahan Nipagin 0,3/100 x 10 g = 0,03 g 0,03 g Pengawet Cera alba 2/100 x 10 g = 0,2 g 0,2 g Basis krim Vaselin album 8/100 x 10 g = 0,8 g 0,8 g Basis krim Aquades 10 – (0,1g+1,5g+1g+0,025g+0,2g+0, 03g+0,2g+0,8g) = 6,14 g 6,14 g Pelarut Metode pembuatan: 1. Timbang dengan tepat masing-masing bahan 2. Campur asam sterat, vaselin album,, dan cera alba dalam cawan uap dan panaskan sampai mencair (fase minyak) 3. Larutkan nipagin dalam gliserin. 4. Campurkan larutan nipagin. TEA, Na.tetraborat dan aquadest dalam beaker gelas lalu panaskan (fase air) 5. Masukan fase minyak kedalam mortir yang sudah dipanaskan lau digerus kemudian tambahkan fase air sedikit demi sedikit sambil digerus ad homogen. 6. Masukan wadah, kemas dan beri label’untuk penggunaan luar’ dan etiket biru.
  • 41. Evaluasi : 1. Organoleptis Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui estetika dari sediaan dengan bantuan indera. Meliputi warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit. 2. Uji homogenitas: Caranya oleskan krim diatas objek glass , ratakan lalu amati homogenitas bahan aktif dalam basis. 3. Daya sebar Kemampuan menyebar pasta pada kulit. Ambil sedikit krim kemudian diletakkan diatas objek glass lalu ditutup. Kemudian ukur dan amati diameternya. 3.5 Patch Transdermal 3.5.1 Komponen Patch Transdermal 1. Obat: Obat harus memiliki sifat fisikokimia yang diinginkan. Obat harus memiliki berat molekul rendah (sampai 1000 Dalton), titik leleh rendah, umur paruh pendek, afinitas untuk lipofilik dan hidrofilik, ampuh, dan tidak mengiritasi seperti ditunjukkan pada tabel 1 Table 2.3: Ideal Properties Of Drugs S.No. Parameter Properties 1. Dose Should be low 2. Half life in hr Should be 10 or less 3. Molecular weight Should be less than 500 4. Partition coefficient LogP (octanol-waterbetween–1 and3 ) 5. Skin permeabilitycoefficient Should be less than 0.5 x10-3 cm/h 6. Skin reaction Should be non-irritating 7. Oral bioavailability Should be low 8. Therapeutic index Should be low 9. Concentration Minute 10. Ph of saturatedaqueous solubility 5-9 11. Dose deliverable <20mg/day 2. Backing Layer: Melindungi patch dari lingkungan luar, memberikan dukungan dan menerima pencetakan. 3. Polimer: Polimer adalah bagian utama dari sistem yang menentukan dan mengendalikan pemuatan obat, laju pelepasan obat dan adhesi patch ke kulit dengan benar. Karakteristik polimer: stabil, tidak beracun, murah, inert, biokompatibel, dan memungkinkan sejumlah besar obat yang akan dimasukkan. Tipe polimer antara lain:  Alami: agar-agar, protein, kerang.  Elastomer sintetis: neoprene, karet silikon, akrilonitril.
  • 42.  Polimer sintetis: PVC (poli vinil klorida), PVA (polivinil alkohol), poliurea. 4. Adhesive: Adhesive mempertahankan patch kontak terus menerus dengan kulit. Seharusnya tidak mengiritasi, kompatibel dengan ramuan lain dari formulasi dan kulit dengan mudah dilepas. 5. Plasticizers: Plasticizers memberikan fleksibilitas dan meningkatkan kerapuhan dari polimer. Ini mengubah parameter fisik dan mekanik polimer bila ditambahkan. 6. Membrane: Membran mengendalikan pelepasan obat dari reservoir dan patch multilayer. 7. Release liner: Release liner adalah bagian dari kemasan utama dan mencegah hilangnya obat dari matriks polimer. Ini bisa melindungi patch yang akan dikeluarkan saat aplikasi patch ke kulit. 8. Bahan lainnya seperti plastik dan solven: Berbagai pelarut seperti metanol, kloroform, aseton, isopropanol, dan diklorometana. Plasticizers menggunakan triethylcitrate, polyethylene glycol, propylene glycol, dibutylpthalate. Gambar 1.1 komponen patch transdermal 3.5.2 Jenis- Jenis Patch Transdermal 1. Sistem reservoir Dalam sistem reservoir, obat terlindungi antara tingkat pengontrolan membran mikroporous atau nonporous dan laminasi pendukung yang kedap air. Obat terdispersi secara merata dalam matriks polimer padat dan disuspensikan dalam medium cairan kental yang membuat pasta. Tingkat pelepasan obat ditentukan oleh tingkat abrasi, permeabilitas, difusi dan ketebalan membran. sistem didukung pada dukungan metalik kedap air.
  • 43. 2. Sistem difusi matriks Dalam sistem difusi matriks obat tersebar secara merata dalam bahan polimer hidrofilik atau lipofilik. Tingkat erosi polimer, ketebalan lapisan dan luas permukaan film menentukan tingkat pelepasan obat. Sistem ini juga dikenal sebagai sistem monolitik. Lapisan perekat disebarkan di sekitar keliling cakram polimer alih-alih menyebar di permukaan patch. Sistem difusi matrix dapat dimodifikasi dengan menambahkan obat secara langsung ke lapisan perekat. Hal ini mungkin diformulasikan dalam obat single layer dalam sistem perekat atau obat multilayer dalam sistem perekat. 3. Obat dalam sistem perekat Dalam sistem ini obat tersebar di lapisan perekat patch. Lapisan perekat tidak hanya berfungsi untuk merekatkan komponen patch dengan kulit tetapi juga mengontrol laju pemberian obat pada kulit. Lapisan perekat dikelilingi oleh liner. Dalam satu lapisan patch satu obat dalam lapisan perekat ada tapi di patch multilayer satu lapisan adalah untuk segera melepaskan obat dan lapisan lainnya untuk pelepasan obat yang terkontrol. 4. Sistem mikroresevoir Sistem mikroreservoir adalah kombinasi dari sistem matriks dan reservoir. Dalam sistem ini, obat pertama kali tersuspensi dalam larutan berair dari polimer hidrofilik (misalnya, PEG) dan kemudian suspensi tersebut dicampur dengan polimer lipofilik (misalnya silikon) dengan pengaduk mekanik . Hubungan silang dari rantai polimer yang dihasilkan in-situ menstabilkan sistem mikroreservoir dan cakram polimer obat dari area dan ketebalan tertentu terbentuk. 3.5.3 Metode Persiapan Transdermal Drug Delivery System 1. Metode membran TPX asimetris Dengan metode ini patch prototipe dapat dibuat dengan menggunakan film poliester tahan panas (tipe 1009, 3m) dengan diameter cekung 1 cm sebagai membran backing. Obat tersebar pada membran cekung, ditutupi oleh membran asimetris TPX {poli (4-metil-1- pentena)}, dan disegel oleh perekat.
  • 44. 2. Metode cetakan melingkar teflon Larutan polimer dalam berbagai ragam digunakan sebagai pelarut organik. Kemudian larutan itu terbagi dalam dua setengah. Dalam satu setengah jumlah obat yang dihitung terlarut dan pada separuh peningkat lainnya dalam konsentrasi yang berbeda dilarutkan, dan kemudian dibagi dua bagian. Plasticizer (misalnya, Di-Nbutylphthalate) ditambahkan ke dalam larutan polimer obat. Isi totalnya harus diaduk selama 12 jam dan kemudian dituangkan ke dalam cetakan Teflon melingkar. Cetakan harus ditempatkan pada permukaan yang diratakan dan ditutup dengan corong terbalik untuk mengendalikan penguapan pelarut pada model hood aliran laminar dengan kecepatan udara 0,5 m/s. Pelarut dibiarkan menguap selama 24 jam. Film kering harus disimpan 24 jam lagi pada suhu 25 ± 0,5°C pada desikator yang mengandung gel silika sebelum dievaluasi. 3. Metode substrat merkuri Dalam larutan polimer obat & plasticizer dipisahkan. Lalu disimpan selama 10-15 menit pengadukan untuk menghasilkan dispersi homogen kemudian dituangkan ke permukaan merkuri yang diratakan, ditutup dengan corong terbalik untuk mengendalikan penguapan pelarut. 4. Dengan menggunakan metode "membran IPM" Dalam campuran air & polimer (propilena glikol yang mengandung polimer Carbomer 940) terdispersi dan diaduk selama 12 jam pada pengaduk magnet. Dispersi harus dinetralisir dan dibuat kental dengan penambahan trietanolamina. Jika kelarutan obat dalam larutan berair sangat buruk maka gel larutan diperoleh dengan menggunakan Buffer pH 7.4. Gel yang terbentuk akan tergabung dalam membran IPM. 5. Dengan menggunakan metode "EVAC membranes" Untuk persiapan sistem terapeutik transdermal target, gel reservoir 1% carbopol, polyethelene (PE), membran kopolimer etilena vinil asetat (EVAC) dapat digunakan sebagai membran pengendali laju. Jika obat tidak larut dalam air maka gunakan propilen glikol untuk persiapan gel. Obat terlarut dalam propilen glikol, resin karbopol akan ditambahkan ke larutan di atas dan dinetralkan dengan menggunakan larutan natrium hidroksida 5% b/b. Obat (dalam bentuk gel) ditempatkan pada selembar lapisan pelindung yang menutupi area yang ditentukan. Sebuah membran
  • 45. tingkat pengendalian akan ditempatkan di atas gel dan ujung-ujungnya akan disegel oleh panas untuk mendapatkan kebocoran perangkat bukti. 6. Pembuatan TDDS dengan menggunakan Proliposom Dengan metode carrier menggunakan teknik deposisi film proliposomes. Rasio obat dan lesitin harus 0,1: 2,0 diambil sebagai yang dioptimalkan dari referensi sebelumnya. Untuk pembuatan proliosom dalam labu dasar bulat 100 ml ambil 5mg bubuk manitol, kemudian disimpan pada suhu 60- 70°C dan labu diputar pada 80-90 rpm dan keringkan manitol pada suhu vakum selama 30 menit. Setelah pengeringan, suhu pemandian air disesuaikan sampai 20-30°C. Obat dan lesitin dilarutkan dalam campuran pelarut organik yang sesuai, satu kuantum 0,5 ml larutan organik dimasukkan ke dalam labu dasar terbentang pada suhu 37°C, setelah selesai pengeringan aliquot kedua (0,5 ml) larutannya akan ditambahkan. Setelah pemuatan terakhir, labu yang berisi proliposom terhubung dalam liofilizer dan selanjutnya serbuk mannitol yang dimuati muatan (proliposom) ditempatkan di desikator selama malam dan kemudian disaring melalui 100 mesh. Serbuk yang dikumpulkan ditransfer ke dalam botol kaca dan disimpan pada suhu beku sampai karakterisasi. 7. Dengan menggunakan metode film free Film bebas selulosa asetat dapat dibuat dengan pengecoran pada permukaan merkuri. Larutan polimer merkuri diproduksi dengan menggunakan kloroform. Pelapis plastik harus digabungkan pada konsentrasi 40% b/b berat polimer. Lima ml larutan polimer dituangkan ke dalam cincin kaca yang ditempatkan di atas permukaan merkuri dalam cawan petri. Tingkat penguapan pelarut dikontrol dengan menempatkan corong terbalik di atas cawan petri. Pembentukan film dicatat dengan mengamati permukaan merkuri setelah penguapan lengkap pelarut. Film kering akan dipisahkan dan disimpan di antara lembaran kertas lilin dalam desikator sampai digunakan. Film bebas dengan ketebalan berbeda dapat dibuat dengan mengubah volume larutan polimer.
  • 46. Contoh sediaaan transdermal yang tersedia dipasaran: Tabel 2.5 sediaan transdermal dipasaran BRAND NAME ACTIVE INGREDIENTS INDICATION MANUFACTURER NICODERM Nicotine Smoking cessation GlaxoSmithKline, Novartis Consumer HealthTESTODER M Testosterone Testosterone deficiency Alza, Mountain View LIDODERM Lido cane Post-herpetic neuralgia pain Endo Pharmaceuticals OXYTROL Oxybutynin Overactive bladder Watson Pharma EMSAN Selegiline Major depressive Bristol-Myers Squibb TRANSDER MSCOP Scopolamine Motion sickness Novartis Consumer Health TRANSDER MNITRO Nitroglycerin Angina pectoris Novartis CATAPRES S-TTS Clonidine Hypertension Boehringer Ingelheim ESTRADER M Estradiol Menopausalsymptoms Novartis DURAGESI C Fentanyl Chronic pain Janseen Pharmaceutical
  • 47. BAB IV KESIMPULAN 1. Bentuk sediaan semisolid memiliki konsistensi dan wujud antara solid dan liquid, dapat mengandung zat aktif yang larut atau terdispersi dalam pembawa (basis). Bentuk sediaan semisolid digunakan secara topikal yaitu diaplikasikan pada permukaan kulit. 2. Pada prinsipnya metode pembuatan semisolid dibagi menjadi 2 yaitu metode pelelehan (fusi) dan metode triturasi. 3. Sediaan semisolid farmasi seperti salep, pasta, krim dan gel dimaksudkan untuk penggunaan eksternal. Label harus mencakup instruksi agar wadah tetap tertutup rapat dan “untuk penggunaan luar” harus dicantumkan. Bentuk sediaan ini biasanya disimpan ke dalam tube, botol peras, atau dispenser pompa. 4. Sistem pengiriman obat transdermal adalah sistem pengiriman obat baru yang memberi kepastian bahwa zat aktif farmakologis memberi efek yang diinginkan pada lokasi sasaran dengan efek samping minimum. 5. Metode pembuatan transdermal (patch) yaitu: a. Metode membran TPX asimetris b. Metode cetakan melingkar teflon c. Metode substrat merkuri d. Dengan menggunakan metode "membran IPM" e. Dengan menggunakan metode "EVAC membranes" f. Pembuatan TDDS dengan menggunakan Proliposom g. Dengan menggunakan metode film free
  • 48. DAFTAR PUSTAKA 1. Marriott J, Wilson K, Langley C, Belcher D. Pharmaceutical Compounding and Dispensing. Second Edition. London :Pharmaceutical Press. 2. Allen L. The Art, Science and Technology of Pharmaceutical Compounding. Fourth Edition. American Pharmacists Association. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. 4. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 5. Jhawat V, Saini v, l Kamboj S, Maggon. Transdermal Drug Delivery Systems: Approaches And Advancements in Drug Absorption Through Skin. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, ISSN 0976 – 044X. 2013. 6. Kadam A, Ratnaparkhi, Chaudhary S. Transdermal Drug Delivery: An Overview. International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life Sciences Vol. 3, No.4, ISSN: 2278-0238. 2014. 7. Rana R, Saroha K, Handa U, Kumary A, Nanda S. Transdermal Patches As a Tool For Permeation Of Drug Through Skin. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, ISSN : 0975-7384. 2016.