SlideShare a Scribd company logo
1 of 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik
dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau.
Sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami,
rerumputan, dan sisasisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga
(sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu
masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia,
baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun masyarakat. Masalah-masalah
seperti timbulnya bau tak sedap maupun berbagai penyakit tentu membawa
kerugian bagi manusia maupun lingkungan disekitarnya, baik meteri maupun
psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna
meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya meningkatkan
semaksimalmungkin dampak positifnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak
negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah
tersebut dengan teknik komposter tanpa penambahan aktivator pengomposan,
disamping terdapat berbagai teknik pengolahan lain (dengan penambahan
aktivator pengomposan) menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari
segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. Meskipun dalam
metode ini tidak ditambahkan aktivator pengomposan,namun ke dalamnya
ditambahkan organik agen (serbuk gergaji dan kotoran hewan) yang berfungsi
memacu pertumnuhan mikroba dan manambah unsur hara dalam kompos.
Dalam melakukan teknik penomposan, ada berbagai hal yang perlu
diperhatikan agar proses pengomposan berjalan dengan cepat sehingga masa
2
panen relatif singkat dan cepat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah
proses pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di
dekomposisi, kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja mikroorganisme,
maupun kadar karbon dan Nitrogen yang ideal.
B. Maksud dan Tujuan
1. Pembuatan Probiotik
2. Membuat kompos dari bahan organik
3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan
4. Mengamati kadar C- Organik kompos pada proses pengomposan
5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan
6. Mengamati rasio C/N pada proses pengomposan
7. Mengamati kemampuan pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu
kamar
8. Mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompos
Kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian
(partially decomposed) sehingga berwarna gelap, mudah hancur (crumbled),
dan memiliki aroma seperti tanah (earthy). Kompos dibuat melalui proses
biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan tumbuhan oleh organisme yang
ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan selesai, kompos akan
berwarna coklat kehitaman dan menjadi material bubuk bernama humus.
Pengerasan (crusting) tanah di permukaan dapat dicegah dengan pemberian
kompos. Jika kompos mengandung sejumlah kecil tanah, maka kompos
tersebut akan bermanfaat sebagai bagian dari media pertumbuhan untuk
tanaman dan akan mengawali tumbuhnya buah dari tanaman tersebut
(Starbuck, 2004)
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.
(Rynk , 1992)
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah.
Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30,
sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik
yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam
waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi
kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung.
4
Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia
efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan
kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
(Anonim, 2011)
Kompos dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang
dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat
mengikat partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini dapat meningkatkan
penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root
penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam
tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat
mendukung berjalannya gerakan pertanian organik (organic farming) yang
tidak menggunakan bahan kimia dan pestisida dalam pertanian (Soejono,
2004).
B. Keasaman
PH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur
dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH
antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH antara 7 hingga 14. pH
tanah menunjukan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara
konsentrasi H+ dan OHֿ dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam
larutan tanah lebih banyak dari OHֿ , maka suasana larutan tanah menjadi
asam. Sebaliknya bila konsentrasi OHֿ lebih banyak dari konsentrasi H+
maka suasana menjadi basa. pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat
penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti nitrogen (N),
Kalium (K), Phospor (P), dan unsur lain yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan dari penyakit. pH
tanah merupakan salah satu sifat kimia tanah. Banyak petani yang sudah
mendengar tentang pH tanah, akan tetapi belum bisa mengerti pentingnya
5
mengetahui pH tanah dan bagaimana cara mengukurnya. Apalagi untuk
mengukur pH tanah dibutuhkan alat yang mahal, sehingga petani tidak pernah
memiliki kesempatan untuk mengukur langsung pH tanah mereka. Padahal
dengan mengetahui pH tanah yang ada di dalam lahan, mereka dapat menjaga
kesuburan tanah. Pentingnya mengetahui pH tanah adalah sebagai berikut :
 Mengetahui mudah tidaknya unsur-unsur hara dalam tanah diserap oleh
tanaman. Unsur hara akan mudah diserap oleh tanaman (akar tanaman) pada
pH netral.
 Menunjukan adanya kemungkinan unsur-unsur beracun. Tanah dengan pH
masam banyak ditemukan ion-ion Al yang memfiksasi unsur P, sehingga
unsur P sulit diserap oleh tanaman.
 Mempengaruhi perkembangan organisme. Bakteri akan berkembang biak
dalam pH lebih dari 5,5, apabila pH kurang dari itu maka perkembangannya
akan terhambat. Jamur dapat berkembang biak pada pH dibawah 5,5 dan
diatas itu jamur harus bersaing dengan bakteri. (Usman dan Mawardi, 1995)
C. Temperatur
Temperatur atau suhu udara diukur dengan menggunakan alat termometer.
Temperatur di permukaan bumi berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang
lain. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain sebagai berikut
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002) :
1. Jumlah radiasi yang diterima oleh bumi dalam setiap waktu, dipengaruhi
oleh:
 Jarak bumi dengan matahari yang selalu berubah
 Sudut jatuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi
 Lamanya waktu penyinaran matahari
 Kondisi cuaca yang selalu berubah.
6
2. Pengaruh daratan dan lautan
 Daratan memiliki sifat cepat menjadi panas dan cepat menjadi dingin
 Lautan memiliki sifat lambat menerima panas dan lambat menjadi
dingin.
3. Pengaruh ketinggian tempat
Semakin tinggi letak suatu tempat, suhu semakin rendah. Hal ini
disebabkan oleh:
 Adanya gradien penurunan suhu
 Bumi menjadi salah satu sumber panas
 Semakin tinggi suatu tempat, kerapatan udara semakin rendah
sehingga suhu semakin rendah.
4. Pengaruh angin
Angin akan menyebarkan suhu panas dan dingin di permukaan bumi.
Dari hasil pengamatan cuaca diperoleh rata-rata suhu dalam waktu
tertentu.
5. Pengaruh keadaan permukaan bumi (relief)
Daerah yang reliefnya kasar memiliki permukaan yang lebih luas
dibandingkan daerah yang mempunyai relief datar. Sehingga pemanasan
daerah yang mempunyai relief kasar lebih lambat dibandingkan
pemanasan di daerah relief datar.
6. Penyinaran matahari
Penyinaran matahari berupa proses pemindahan energi dalam bentuk
gelombang elektromagnetik tanpa perantara yang disebut radiasi. Radiasi
yang sampai ke permukaan bumi disebut insolasi. Lamanya penyinaran
matahari diukur menggunakan heliograf. Sinar matahari diterima
permukaan bumi melalui proses konduksi. Atmosfer bagian atas menjadi
lebih panas karena pancaran langsung dari sinar matahari.
7
7. Lama penyinaran
Pada musim panas tidak hanya sudut datang jatuhnya sinar matahari
saja yang lebih besar, tetapi lamanya penyinaran semakin panjang.
Akibatnya siang hari lebih panjang dibandingkan malam hari. Besarnya
insolasi sangat bergantung pada kondisi cuaca setempat.
D. Identifikasi Pupuk Anorganik
Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik,
kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang
mengandung satu atau lebih hara tanaman. Berbicara tentang tanaman tidak
akan lepas dari masalah pupuk. Dalam pertanian modern, penggunaan materi
yang berupa pupuk adalah mutlak untuk memacu tingkat produksi tanaman
yang diharapkan. Seperti telah diketahui bersama bahwa pupuk yang
diproduksi dan beredar dipasaran sangatlah beragam, baik dalam hal jenis,
bentuk, ukuran, maupun kemasannya. Pupuk–pupuk tersebut hampir 90%
sudah mampu memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, dari unsur
makro hingga unsur yang berbentuk mikro. Kalau tindakan pemupukan untuk
menambah bahan-bahan yang kurang tidak segera dilakukan tanaman akan
tumbuh kurang sempurna, misalnya menguning, tergantung pada jenis zat
yang kurang. (Rinsema,W.T.1983)
Menurut hasil penelitian setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16
unsur (ada yang menyebutnya zat) agar pertumbuhannya normal. Dari ke 16
unsur tersebut, tiga unsur (Carbon, Hidrogen, Oksigen) diperoleh dari udara,
sedangkan 13 unsur lagi tersedia oleh tanah adalah Nitrogen (N), Pospor (P),
Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur atau Belerang (S), Klor
(Cl), Ferum atau Besi (Fe), Mangan (Mn), Cuprum atau Tembaga (Cu), Zink
atau Seng (Zn), Boron (B), dan Molibdenum (Mo). Tanah dikatakan subur
dan sempurna jika mengandung lengkap unsur-unsur tersebut diatas. Ke-13
8
unsur tersebut sangat terbatas jumlahnya di dalam tanah. Terkadang tanah pun
tidak mengandung unsur-unsur tersebut secara lengkap. Hal ini dapat
diakibatkan karena sudah habis tersedot oleh tanaman saat kita tidak henti-
hentinya bercocok tanam tanpa diimbangi dengan pemupukan. Kalau dilihat
dari jumlah yang disedot tanaman, dari ke-13 unsur tersebut hanya 6 unsur
saja yang diambil tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur yang
dibutuhkan dalam jumlah yang banyak tersebut disebut unsur makro. Ke-6
jenis unsur makro tersebut adalah N, P, K, S, Ca, dan Mg. (Marsono.2001)
9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum mata kuliah kesuburan tanah dilaksanakan di laboratorium ilmu
tanah universitas mercu buana yogyakarta, Dimulai pada bulan April sampai
Juni 2013.
B. Bahan dan Alat Praktikum
1. Probiotik
 Ember Plastik
 Autoklaf
 Gelas Ukur 1 Liter
 Gelas Ukur 100 ml
 Timbangan Analitik
 Urin Sapi (Pupuk Kandang)
 Bekatul
 Terasi
 Tetes Tebu (gula jawa)
 Air
2. Pengomposan
 Ember Plastik
 Gelas Ukur 1 liter
 Gelas Ukur 100 ml
 Timbangan Analitik
 Probiotik
 Sampah Organik
10
 Abu Dapur
3. Suhu dan Keasaman
 Thermometer
 Pengukur Keasaman (pH meter)
 Gelas Ukur 100 ml
 Beker Glass
 Timbangan Analitik
 Sampah Organik (dalam proses pengomposan)
 Air Suling
4. Kadar C-Organik
 Labu Takar 50 ml
 Pipet Ukur 10 ml dan 5 ml
 Gelas Ukur 10 ml
 Labu Erlenmeyer 250 ml
 Buret
 Timbangan Analitik
 Botol Pemancar Air
 K2Cr2O7 1 N
 H2SO4 Pekat
 H3PO4 85 %
 Indikator Diphenylamine
5. Kadar N Total
 Botol Timbangan
 Gelas Piala 100 ml
 Gelas Ukur 50 ml
 Gelas Arloji
 Oven
 Labu Kjeldhal 100 ml
 Buret 50 ml
11
 Timbangan Analitik
 H2SO4 Pekat ) 0.1 N
 Serbuk CuSO4
 K2SO4
 Indikator Methyl Red
 NaOH Pekat O.1 N
 Air Suling
6. Rasio C/N
 Kalkulator
 Alat Tulis
 Data Hasil Pengukuran C-Organik
 Data Hasil Pengukuran N Total
7. Higroskopisitas
 Timbangan Analitik
 Sendok
 Bak Plastik
 Pupuk Anorganik
 Kantong Plastik
 Alat Tulis
8. Tingkat Kelarutan
 Timbangan Analitik
 Sendok
 Bak Plastik
 Kertas Saring
 Beker Glass
 Air
 Pupuk Anorganik
 Gelas Ukur
 Alat Tuli
12
C. Cara Kerja
1. Probiotik
 Bekatul 0.75 kg, terasi 0.125 kg, dan tetes tebu 50 ml (gula 5 ons)
direbus dengan air 5 liter sampai mendidih (± 15 menit) atau di
sterilisasi menggunakan autoklaf (1 atm selama 15-20 menit)
 Hasil rebusan (sterilisasi) didinginkan
 Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml (pupuk kandang 500 g)
 Setelah hasil rebusan (sterilisasi) dingin, kemudian dimasukkkan ke
dalam ember plastik dan ditambahkan 500 ml urin sapi (pupuk
kandang 500 g) sambil diaduk sampai rata
 Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setisp harinya
dilakukan pengadukan
 Probiotik siap digunakan
2. Pengomposan
 Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari
bahan-bahan anorganik
 Sampah organik dipotong – potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm
 Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak
0.5 liter
 Sambil diaduk –aduk ditambahkan air sampai dicapai kelembaban
kurang lebih 30 % (jika dikepal tidak keluar air tetapi jika kepalan
dibuka akan berurai lagi)
 Selanjutnya dimasukkan ke dalam ember dibagi 3 lapis
 Masing- masing lapisan ditaburi dengan abu dapur (total yang
diperlukan 0.5 kg) kemudian ember ditutup
 Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai
sampah menjadi kompos ( C/N ≤ 20 )
13
3. Suhu dan Keasaman
Pengamatan Temperatur dan derajat keasaman (pH) dilakukan setiap
hari sampai sampah menjadi kompos (C/N ≤ 20)
a. Pengukuran Temperatur
 Menyiapkan alat pengukur temperatur (Thermometer)
 Memasukkan (menancapkan) thermometer ke bagian tengah-tengah
pengomposan (± 15 cm dari peermukaan)
 Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya
 Pengukuran dilakukan denagn cara yang sama pada bagian tengah
antara tepi dan tengah gundukan (diambil 2 tempat)
 Tiga hasil pengukuran dibuat rata-rat
b. Derajad Keasaman (pH)
 Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan ke dalam beker glass 50
ml
 Menambahkan air suling sebanyak 25 ml ke dalam beker glass
 Mengaduk air dalam beker glass sampai kompos menjadi larut
 Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit
 Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter
(kertas lakmus)
 Diamati dan dicatat angka pada monitor menunjukkan angka berapa
4. Kadar C – Organik
 Ditimbang bahan kompos kering 0.1 g, dimasukkan ke dalam labu
takar
 Ditambahkan K2Cr2O7 1 N sebanyak 10 ml dengan pipet ukur
 Ditambah H2SO4 pekat 10 ml dengan gelas ukur dan dikocok dengan
gerakan memutar
14
 Warna harus tetap merah jingga, apabila warna menjadi hijau atau biru
ditambah lagi K2Cr2O7 1 N dan H2SO4 pekat (jumlah penambahan
dicatat), didiamkan lebih kurang 10 menit sampai larutannya dingin
 Ditambahkan 5 ml H3PO4 85 % dan 1 ml Indikator Diphenylamine
 Ditambahkan air suling sampai volumenya 50 ml
 Dikocok dengan membolak balikkan sampai homogen dan mengendap
 Diambil dengan pipet ukur 5 ml larutan jernih, kemudian dimasukkan
ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan air suling 15 ml
 Larutan dititrasikan dengan FeSO4 1 N, sehingga warna menjadi
kehijau-hijauan
 Langkah ini diulang tanpa sampel untuk keperluan blangko
5. Kadar N Total
a. Destruksi
 Ditimbang kompos dengan gelas arloji (kertas) yang bersih dan kering
seberat 250 mg. Ditimbang juga untuk analisis kadar air
 Dimasukkan ke dalam labu kjeldal 100 ml dan ditambahkan H2SO4
pekat 2.5 ml
 Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati-hati
sampai asapnya hilang dan warna larutan menjadi putih kehijau-
hijauan atau tidak berwarna (pemanasan di dalam almari asam)
kemudian didinginkan
b. Destilasi
 Setelah larutan di dalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air suling
25-50 ml, kemudian larutan ditambahkan ke dalam labu destilasi. Cara
memasukkan larutan dengan menuangkan berulang-ulang dengan air
(dalam hal ini diusahakan agar butir-butir tanah tidak masuk)
 Diambil gelas piala 100-150 ml dan diisi dengan H2SO4 0.1 N 10 ml,
diberi tetes Indikator methil hingga warna menjadi merah
15
 Gelas piala ini ditempatkan di bawah alat pendingin destilasi
sedemikian rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup di
bawah permukaan asam
 Ditambahkan dengan hati-hati (denagn gelas ukur) 20 ml NaOH pekat
(penambahan NaOH ini diusahakan melalui dinding labu destilasi).
Pekerjaan ini dilakukan menjelang saat (sebelum) destilasi dimulai
(tidak boleh lama)
 Setelah itu destilasi dimulai dan dijaga supaya larutan di dalam gelas
tetap berwarna merah, kalau warna berubah (hilang) segera tambah
lagi H2SO4 0.1 N denagn jumlah yang diketahui. Destilasi berlangsung
selama sekitar 30 menit (dilihat nilai larutan itu mendidih)
 Setelah larutan destilasi, gelas piala diambil (ingat api baru boleh
dipadamkan kalau gelas piala sudah diambil)
 Bilas air suling ujung atas bawah alt pendingin (air suling ini
dimasukkan juga dalam gelas piala)
c. Titrasi
 Larutan ddalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna
hampir hilang
 Pekerjaan 1 s/d 3 dilakukan juga untuk blangko, yaitu tanpa
pemakaian sampel
6. Rasio C/N
 Menghitung perbandingan antara C- organik dengan N total
 Apabila nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai
pupuk (rasio C/N kompos ≤ 20), maka proses pengomposan
dihentikan
16
7. Higroskopisitas
 Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram
 Menimbang kantong plastik tempat pupuk
 Pupuk dimasukkan ke dalam kantong plastik yang terbuka
 Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan
dibiarkan tetap terbuka
 Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara
menimbang pupuk bersama kantong plastiknya
 Pengamatan dilakukan selama empat minggu (1 bulan)
8. Tingkat Kelarutan
 Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram
 Memasukkan pupuk ke dalam gelas ukur
 Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume dua kali lipat
volume pupuk
 Setelah satu jam larutan pupuk disaring dengan kertas saring
 Kertas saring dan endapan pupuk diangin-anginkan
 Setelah kering pupuk dan kertas saring ditimbang
 Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang
 Dari hasil penimbangan kita bisa mengetahui berapa endapan yang
diperoleh
 Menghitung prosentase kelarutan
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Probiotik
Gambar 1. Probiotik Jadi
2. Kompos
Gambar 2. kompos Jadi
18
KADAR AIR
Kelompok 1
Berat botol + tutup ulangan I = 26.132 g
Berat botol + isi ulangan I = 37.706 g
Berat botol + tutup ulangan II = 25.279 g
Berat botol + isi ulangan II = 36.970 g
 Ka I
Awal = 37.706 - 26.132 = 11.57 g
Konstan = 29.236 - 26.132 = 3.10 g
Ka =
11.57 −3.10
11.57
𝑥 100 %
= 73.20 %
 Ka II
Awal = 36.970 – 25. 279 = 11.69 g
Konstan = 28.630 – 25.279 = 3.35 g
Ka =
11.69−3.35
11.69
𝑥 100 %
= 71.34 %
Rata- rata =
73.20 +71.34
2
= 72.27 %
= 0.72
Kelompok 2
Berat botol + tutup ulangan I = 31.808
Botol + isi Ulanagn I = 41.376
Berat botol + tutup ulanagn II= 32.371
Botol +Isi ulanagn II = 43.522
19
 Ka I
Awal = 41.376- 31.808
= 9.56
Konstan = 34.287 – 31.808
= 2.48
Ka =
9.56−2.48
9.56
𝑥 100 %
= 74.05 %
 Ka II
Awal = 43.522 – 32.371
= 11.15
Konstan = 35.453 – 32.371
= 3.08
Ka =
11.15 −3.08
11.15
𝑥 100 %
= 72.37 %
Kelompok 3
Beratbotol + tutup ulangan I = 25.884
Botol + isi Ulangan I = 41.496
Beratbotol + tutup ulanagn II = 25.669
Botol + Isi ulanagn II = 41.045
 Ka I
Awal = 41.496 - 25.884
= 15.652
Konstan = 30.415 – 25.884
20
= 4.571
Ka =
15.652−4.571
15 .652
𝑥 100 %
= 70.80 %
 Ka II
Awal = 41.045 – 25.669
= 15.376
Konstan = 29.141 – 25.669
= 3.472
Ka =
15.376−3.472
15 .376
𝑥 100 %
= 77.42 %
Rata -rata =
70.80 + 77.42
2
= 74.11 %
= 0.74
Kelompok 4
Berat botol + tutup ulangan I = 24,791
Botol + isi Ulangan I = 30,846
Berat botol + tutup ulangan II= 26,910
Botol +Isi ulanagn II = 32,953
 Kadar Air sampel I
Awal = 30,846-24,791
= 6,055
21
Konstan = 28,365 – 24,791
= 3.574
Ka =
Berat awal−Berat akhir
Berat awal
𝑥 100 %
=
6,055 −3,574
6,055
𝑥 100 %
= 40,97 %
 Kadar lengas sampel II
Awal =( Berat botol + Sampel ) – Berat Botol
= 32,953 – 26,910
= 6,043
Konstan = Berat Konstan – Berat Botol
= 30,454– 26,910
= 3,545
Ka =
Berat awal−Berat akhir
Berat awal
𝑥 100 %
=
6,043 −3.544
6,043
𝑥 100 %
= 41,35%
Rata-rata =
40,97 %+41,35%
2
= 41,16 %
= 0,41
22
KADAR C-ORGANIK
Kelompok 1
Hasil titrasi
Blanko = 6,6 ml
Sampel = 1,0 ml
Berat sampel = 100 mg
Perhitungan C-Organik =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4
100
100 +𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)
𝑥10𝑥
100
77
𝑥100%
=
(6.6−1.0) 𝑥0.2 𝑥 3
100
100+0.72
𝑥 100
× 10 ×
100
77
× 100%
=
3.36
100
100 .72
×100
×
1000
77
× 100%
=
3.36
10000
100.72
×
1000
77
× 100%
=
3.36
99.29
×
1000
77
× 100%
= 0.034 × 12.99 × 100%
= 44.17 %
Kadar Lengas
Kelompok
1
Kelompok
2
Kelompok
3
Kelompok
4
Kelompok
5
Kelompok
6
0.7981 0.559 0.7645 0.838 0.582 0.666
23
Kadar Bahan Organik = Kadar C x
100
58
= 44.17 x
100
58
= 76,16
KADAR N TOTAL
N =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14
100
100+𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔)
× 100%
=
(0.44−0.1)×0.1×14
100
100 +0.72
×250
× 100%
=
0.476
248 .21
x 100%
= 0.19 %
Perhitungan C/N =
44.17 %
0.19 %
= 232.47 %
Kelompok 2
Titrasi blanko H2SO4 = 6.6 ml
Titrasi sampel = 2.5 ml
24
Perhitungan C-Organik =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4
100
100 +𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)
𝑥10𝑥
100
77
𝑥100%
=
(6.6−2.5) 𝑥 0.2 𝑥3
100
100+0.73
𝑥 100
× 10 ×
100
77
× 100%
=
2.46
100
100 .73
×100
×
1000
77
× 100%
=
2.46
10000
100.73
×
1000
77
× 100%
=
2.46
99.22
×
1000
77
× 100%
= 0.024 × 12.99 × 100%
= 32.20 %
KADAR N TOTAL
N =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14
100
100+𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔)
× 100%
=
(78.4−52.5)×0.1×14
100
100 +0.73
×250
× 100%
=
36.26
25000
100.73
× 100%
=
36.26
248 .18
× 100%
= 14.6 %
Perhitungan C/N =
32.20%
14.6%
= 2.20%
25
Kelompok 3
Titrasi blanko H2SO4 = 6.6 ml
Titrasisampel = 3.7 ml
Perhitungan C-Organik =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4
100
100 +𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)
𝑥10𝑥
100
77
𝑥100%
=
(6.6−3.7) 𝑥 0.2 𝑥 3
100
100 +0.74
𝑥 100
𝑥 10 𝑥
100
77
𝑥 100%
=0.02 𝑥 10 𝑥
100
77
𝑥 100%
= 25.97%
Kadar BahanOrganik = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶 𝑥
100
58
= 25.97 x 1.724
= 44.77 %
KADAR N TOTAL
Destilasi = PenambahanHCl 0.01N 15 ml
Titrasi Blanko = 0.5 ml x 2.5 ml = 1.25 ml
26
Sampel = 0.3 ml
N =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14
100
100+𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔)
× 100%
=
(1.25−0.3)×0.1×14
100
100 +0.74
×250
× 100%
=
1.33
248 .16
𝑥 100%
= 0.54 %
Perhitungan C/N =
25.97 %
0.54 %
= 48.09 %
Kelompok 4
Hasil titrasi Blanko = 6,6 ml
Sampel =1,0 ml
Berat sampel = 100 mg
Perhitungan C-Organik =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4
100
100 +𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)
𝑥10𝑥
100
77
𝑥100%
=
(6.6−1.7) 𝑥 0.2 𝑥 3
100
100 +0.41
𝑥 100
× 10 ×
100
77
× 100%
=
2,94
100
100 .41
×100
×
1000
77
× 100%
27
=
3.36
10000
100.41
×
1000
77
× 100%
=
3.36
99.59
×
1000
77
× 100%
= 0,03 × 12.99 × 100%
= 38,97 %
Kadar Bahan Organik = Kadar C x
100
58
= 38,97 % x
100
58
= 67,18
Kadar N Total
Destilasi Penambahan HCl = 15 ml
Titrasi Blanko = 0,5 ml
Sampel = 0,4 ml
Berat sampel = 250 mg
N =
( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14
100
100+𝑘𝑎
×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔)
× 100%
=
(0.915−0.4)×0.1×14
100
100 +0.41
×250
× 100%
=
0.721
248 .98
x 100%
28
= 0.29 %
Perhitungan C/N =
38.97
0.29
= 134.38 %
Tabel 1. Data C/N Rasio Kompos
Perlakuan Ulangan
1 2
Cair 232,47 48,09
Padat 2,2 134,38
Total 234,67 182,47
Rata-rata 117,34 91,24
SD 162,83 61,02
Variansi 26512,14 3722,98
SD 1 = √∑ 𝒀 𝟐 −
(∑ 𝒀)
𝟐
𝒏
𝒏−𝟏
= √(232 ,472+2,22 )−
234 ,672
2
2−1
= √
54047 ,14−27535
1
= √26512,14
29
=162,83
SD 2 = √∑ 𝑌2 −
(∑ 𝑌)
2
𝑛
𝑛−1
= √
(48,092 +134,382 )−
182,472
2
2−1
= √
20370 ,63−16647,65
1
= √3722,98
= 61,02
Analisa C/N rasio
1. n kecil = n < 30, maka digunakan distribusi T
2. rumusan hipotesis dua arah
Ho = (𝜇1 – 𝜇 2) = Do
Hi = (𝜇 1 – 𝜇 2) ≠ Do
3. daerah kritis
Ho ditolak jika –t
𝛼
2
< t hitung< t
𝛼
2
α = 0,05
Ho ditolak jika –t 0,025 < t hitung< t 0,025
4. statistik penguji
X1 = 117,34 X2 = 91,24
S1 = 162,83 S1 = 61,02
30
N1 = 2 N2 = 2
5. t hitung =
( 𝑋1−𝑋2)−𝐷𝑜
√(
𝑆12
𝑁1
)+(
𝑆22
𝑁2
)
=
(117,34−91,24)−0
√(
162 ,832
2
)+(
61,022
2
)
=
26,1
√13256,80+1861,72
=
26 ,1
1976 ,86
= 0,013
6. .... Ho ditolak jika –t
𝛼
2
< t hitung < t
𝛼
2
= -t0,25<0,013<t0,025
= -6,314<0,013<6,314
Interpretasi:
berati Ho ditolak, maka tidak ada beda nyata antara kompos yang terbuat
dari kotoran sapi cair dan kotoran sapi padat.
3. Suhu dan Keasaman
Grafik 1. Suhu dan Keasaman Kelompok 1
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Harike-1
Harike-2
Harike-3
Harike-4
Harike-5
Harike-6
Harike-7
Harike-8
Harike-9
Harike-10
Harike-11
Harike-12
Harike-13
Harike-14
Harike-15
SUHU
PH
31
Grafik 2. Suhu dan Keasaman Kelompok 2
Grafik 3. Suhu dan Keasaman Kelompok 3
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Harike-1
Harike-2
Harike-3
Harike-4
Harike-5
Harike-6
Harike-7
Harike-8
Harike-9
Harike-10
Harike-11
Harike12
Harike-13
Harike-14
Harike-15
SUHU
PH
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Harike-1
Harike-2
Harike-3
Harike-4
Harike-5
Harike-6
Harike-7
Harike-8
Harike-9
Harike-10
Harike-11
Harike-12
Harike-13
Harike-14
Harike-15
SUHU
PH
32
Grafik 4. Suhu dan Keasaman Kelompok 4
4. Pupuk An-organik
 Higroskopisitas
Tabel 2.
Tabel Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 1
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan
ZA 9.57 -0,43 9.95 -0,05 10,25 0,25 10,35 0,35
SP 36 10,52 0,52 10,63 0,63 10,75 0,75 10,7 0,7
Urea 10,08 0,08 10,55 0,55 11,6 1,6 12,5 2,5
Ponska 12,03 2,03 13,1 3,1 14,3 4,3 15,5 5,5
KCl 10,54 0,54 10,84 0,84 11,25 1,25 11,7 1,7
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Harike-1
Harike-2
Harike-3
Harike-4
Harike-5
Harike-6
Harike-7
Harike-8
Harike-9
Harike-10
Harike-11
Harike-12
Harike-13
Harike-14
Harike-15
SUHU
PH
33
Grafik 5. Higroskopisitas kelompok 1
Tabel 3.
Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 2
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan
ZA 12,1 2,1 11,9 1,9 11,65 0,65 10,24 0,24
SP 36 10,85 0,85 10,7 0,7 10,95 0,95 10,1 0,1
Urea 11,25 1,25 11,35 1,35 12,25 2,25 10,27 0,27
Ponska 12,4 2,4 13,45 3,45 15,45 5,45 10,65 0,65
KCl 11,4 1,4 11,5 1,5 12,1 2,1 10,25 0.25
-0.43
-0.05
0.25 0.350.52 0.63 0.75 0.7
0.08
0.55
1.6
2.5
2.03
3.1
4.3
5.5
0.54
0.84
1.25
1.7
-1
0
1
2
3
4
5
6
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
ZA
SP 36
Urea
Ponska
KCl
34
Grafik 6. Higroskopisitas Kelompok 2
Tabel 4.
Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 3
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
rerata serapan rerata serapan rerata serapan Rerat
a
Serapan
ZA 12,05 2,05 11,2 1,2 10,95 0,95 11,1 1,1
SP 36 11,65 1,65 11,25 1,25 10,55 0,55 10,6 0,6
Urea 12,1 2,1 12,1 2,1 12,45 2,45 13,05 3,05
Ponska 13,1 3,1 13,6 3,6 14,8 4,8 16,05 6,05
KCl 12,5 2,5 11,55 1,55 11,85 1,85 12,1 2,1
2.1 1.9
0.65
0.24
0.85 0.7
0.95
0.1
1.25 1.35
2.25
0.27
2.4
3.45
5.45
0.65
1.4 1.5
2.1
0.250
1
2
3
4
5
6
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
ZA
SP 36
Urea
Ponska
KCl
35
Grafik 7. Higroskopisitas Kelompok 3
Tabel 5.
Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 4
JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan
ZA 10,67 0,67 10,08 0,08 10,92 0,92 10,98 0,98
SP 36 10,6 0,6 10,7 0,7 10,68 0,68 10,7 0,7
Urea 11,4 1,4 11,6 1,6 13,82 3,82 13,82 3,82
Ponska 12,73 2,73 13,83 3,83 14,6 4,6 15,83 5,83
KCl 11,6 1,6 11,44 1,44 12 2 12,27 2,27
2.05
1.2
0.95 1.1
1.65
1.25
0.55 0.6
2.1 2.1
2.45
3.053.1
3.6
4.8
6.05
2.5
1.55
1.85
2.1
0
1
2
3
4
5
6
7
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
ZA
SP 36
Urea
Ponska
KCl
36
Grafik 8. Higroskopis Kelompok 4
 Tingkat Kelarutan
Kelompok 1
% Kelarutan =
10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
10
× 100%
% Kelarutan Urea =
10−0.4
10
× 100% = 96%
% Kelarutan ZA =
10−0.4
10
× 100% = 96%
% Kelarutan Ponska =
10−2.51
10
× 100% = 74.9%
% Kelarutan Sp36 =
10−8.22
10
× 100% = 17.8%
0.67
0.08
0.92 0.98
0.6 0.7 0.68 0.7
1.4 1.6
3.82 3.82
2.73
3.83
4.6
5.83
1.6 1.44
2
2.27
0
1
2
3
4
5
6
7
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
ZA
SP 36
Urea
Ponska
KCl
37
% Kelarutan KCl =
10−0.34
10
× 100% = 96.6%
Kelompok 2
% Kelarutan =
10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
10
× 100%
% Kelarutan Urea =
10−0.4
10
× 100% = 96%
% Kelarutan ZA =
10−0.4
10
× 100% = 96%
% Kelarutan Ponska =
10−2.51
10
× 100% = 74.9%
% Kelarutan Sp36 =
10−8.22
10
× 100% = 17.8%
% Kelarutan KCl =
10−0.34
10
× 100% = 96.6%
Kelompok 3
% Kelarutan =
10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
10
× 100%
% Kelarutan Urea =
10−0.1
10
× 100% = 99%
% Kelarutan ZA =
10−0.4
10
× 100% = 96%
% KelarutanPonska =
10−3.4
10
× 100% = 66%
% Kelarutan Sp36 =
10−8.5
10
× 100% = 15%
38
% KelarutanKCl =
10−3.2
10
× 100% = 68%
Kelompok 4
% Kelarutan =
10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
10
𝑥 100 %
% Kelarutan Urea =
10−0.2
10
𝑥100 % = 98 %
% Kelarutan KCl =
10−0.96
10
𝑥100% = 90.4 %
% Kelarutan pondska =
10−1.32
10
𝑥100% = 86.8 %
% Kelarutan SP36 =
10−8.45
10
x100% = 15.5 %
% Kelarutan ZA =
10−0.16
10
𝑋100% = 98.4 %
39
B. PEMBAHASAN
1. Kompos
Selama fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan cepat.
Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protozoa mulai
bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan
(utilized) dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing
tanah, dan organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan (Starbuck,
2004).
Organisme yang bertugas dalam menghancurkan material organik
membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, dalam
proses pengomposan perlu ditambahkan material yang mengandung nitrogen
agar berlangsung proses pengomposan secara sempurna. Material tersebut
salah satunya dapat diperoleh dari kotoran ternak (manure). Nitrogen akan
bersatu dengan mikroba selama proses penghancuran material organik.
Setelah proses pembusukan selesai, nitrogen akan dilepaskan kembali sebagai
salah satu komponen yang terkandung dalam kompos.
Fase kematangan (ripeness) , Kompos akan berubah menjadi gelap,
wangi, remah, dan mudah hancur. karenanya kompos sudah dapat digunakan.
Dalam proses pengomposan, harus dilakukan pengontrolan terhadap
kelembaban, aerasi (tata udara), temperatur, dan derajat keasaman (pH).
Kelembaban antara 50-60% merupakan angka yang cukup optimal pada
pembuatan kompos. Pengomposan secara aerob membutuhkan udara,
sehingga perlu dilakukan pembalikan (turning) pada kompos agar tercipta
pergerakan udara. Temperatur akan naik pada tahap awal pengomposan,
namun temperatur tersebut akan berangsur-angsur turun mencapai suhu kamar
pada tahap akhir. Keasaman kompos akan meningkat, karena bahan yang
dirombak menghasilkan asam-asam organik yang sederhana dan keasaman ini
akan kembali normal ketika kompos telah matang.(Starbuck, 2004)
40
Faktor faktor yang menentukan kualitas hasil pengomposan atau kualitas
adalah sbb:
a. Struktur Bahan Baku
Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang
dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur,
dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman, proses
dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya
masih tinggi, kadar nitrogen tinggi, imbangan C/N yang sempit, serta
kandungan lignin yang rendah. Semakin banyak kandungan senyawa N,
bahan baku akan makin cepat terurai. Hal ini disebabkan jasad-jasad renik
pengurai bahan ini memerlukan senyawa Nuntuk
perkembangannya. (Murbandono, 1995)
b. Ukuran Bahan Baku
Proses Pengomposan dapat dipercepat dengan mengecilkan ukuran bahan
sehingga luas permukaan kontak lebih tinggi dan menjadi lebih peka terhadap
aktivitas mikroorganisme.(Simamora, 2006) menyatakan Ukuran bahan baku
kompos akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan. Semakin kecil
ukuran bahan (5-10 cm), maka proses pengomposan akan berlangsung lebih
cepat.
c. Suhu
Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan
meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses
dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme.
Pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah
sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan mikroorganisme
memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu (Dalzell et al., 1987)
41
d. Kadar air
Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan
pertumbuhannya Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal
bahan sekitar 60-65%, karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air akan
meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme.
Jumlah fungi yang beradaptasi dengan baik pada partikel bahan kompos jauh
lebih tinggi dibanding bakteri pada saat awal dekomposisi (fase aerobic)
sebab fungi mempunyai kemampuan menggunakan bahan-bahan polimerik
disamping dapat mereduksi kapasitas thermal pada kadar air rendah. Apabila
kadar air meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobic,
kemudian kadar air akan menurun, maka kapasitas thermal juga akan
menurun. (EPA, 1989).
e. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N).
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos
adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara
karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan
ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila
mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam
kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara
unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan
baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang
optimum berkisar antara 20 : 1 sampai dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik
adalah 30 : 1.
Hasil perhitungan kadar C/N rasio kompos tiap kelompok berbeda-beda,
hasilnya adalah: Kelompok 1 C/N rasionya adalah 232,47 %, Kelompok 2
C/N rasionya adalah 2,20 %, Kelompok 3 C/N rasionya adalah 48,09 %, dan
hasil perhitungan C/N rasio kelompok 4 adalah 134,38 %. Dari hasil
perhitungan C/N rasio kompos tiap kelompok tidak ada yang mendekati C/N
42
rasio kompos yaitu < 20 %. Hal ini dimungkinkan ada kesalahan pada saat
analisa kadar C dan N. Pada kelompok 2 analisa C/N organik dilakukan
sampai dengan 3 kali, karena saat praktikum kelompok kami melakukan
kesalahan, yaitu pada saat titrasi volume HCl sangat tinggi hampir mencapai
volume 80 ml. Faktor ini kemungkinan bisa dari human error atau bahkan
karena alat-alat laboratorium yang tingkat kebersihannya kurang diperhatikan
oleh laboran, dan pada saat destruksi nyala api tidak stabil bahkan sering
dimatikan. Ini juga dapat berpengaruh dalam analisa, sebab dapat
memperlama tingkat kejernihan bahan saat didestruksi, akibatnya untuk
langkah kerja selanjutnya yaitu destilasi akan terhambat.
f. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara
aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan
tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah
sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan
selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat
secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis
mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut.
g. Aerasi
Aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi
(pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Aerasi (pengaturan udara) yang
baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk
menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang
dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat
beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat
aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara
membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga
43
dengan pergerakan udara secara alami ke dalam tumpukkan kompos melalui
saluran-saluran aerasi.
h. Pengadukan (Homogenisasi)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap proses pengomposan adalah
pengadukan. Bahan baku kompos terdiri dari campuran berbagai bahan
organik yang memiliki sifat terdekomposisi berbeda (ada yang mudah dan
sukar terdekomposisi). Apabila campuran bahan ini tidak diaduk, maka proses
dekomposisi tidak berjalan secara merata. Akibatnya, kompos yang dihasilkan
kurang bagus. Karena itu, sebelum dan selama proses pengomposan,
campuran bahan baku kompos harus diaduk sehingga mikroba perombak
bahan organik bisa menyebar secara merata. Dengan demikian, kinerja
mikroba perombak bahan organik bisa lebih efektif. Pengadukan sebaliknya
dilakukan seminggu sekali. Standar kualitas kompos kualitas kompos
biasanya diidentikan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya,
kadarnya sangat tergantung dari bahan baku atau proses pengkomposan.
i. Pembalikan
Pengomposan secara aerobik memerlukan sejumlah besar oksigen,
terutama selama proses awal. Jika suplai oksigen terbatas, proses
pengkomposan menjadi anaerobik, sehingga proses terjadi lebih lambat dan
berbau. Kandungan oksigen dalam tumpukan akan berubah dengan
pembalikan secara manual. Pembalikan dibutuhkan juga pada saat adanya
perbedaan temperatur pada tumpukan. Ketersediaan oksigen, dan aktivitas
microbial akan berpengaruh terhadap temperatur tumpukan kompos.
Sepanjang proses pengomposan oksigen habis dengan cepat oleh mikroba
ketika terjadi proses metabolisme zat organik. Oksigen menjadikan proses
pengomposan jadi melambat dan menurunkan temperatur. Pemberian udara
pada pupuk kompos dengan pembalikan adalah untuk memastikan persediaan
44
oksigen yang cukup bagi mikroba. Ketersediaan Oksigen dan Pembalikan.
Kadar oksigen yang ideal adalah 10%-18%(kisaran yang dapat diterima
adalah 5%-20%). Jika tumpukan terlalu lembab maka proses pengomposan
akan terhambat, ini dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara
didalam tumpukan, sehingga akan membatasi kadar oksigen dalam tumpukan.
Kekurangan oksigen mengakibatkan mikroorganisme aerobik mati dan akan
tergantikan oleh mikroorganis mean aerobik. Tetapi dengan adanya
pembalikan pada tumpukan kompos akan mengembalikan kondisi tumpukan
menjadi normal kembali . Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar
air yang tinggi pada bahan organik yangakan dikomposkan dan untuk menjaga
agar pada proses pengomposan selalu ada udara segar.
2. Probiotik
Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau
proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana
dengan bantuan mikroorganisme. Aktivator Pengomposan yang digunakan
adalah kotoran ternak atau rumen sapi untuk mempercepat proses
pengomposan.
Pada hasil pengomposan dengan dua macam probiotik yaitu menggunakan
urin sapi dan kotoran sapi padat. Berdasarkan hasil analisis varians diperoleh
hasil bahwa pada penggunaan dua macam probiotik dalam pengomposan
hasilnya tidak ada pengaruhnya secara nyata terhadap hasil pengomposan.
Aktivator (starter kompos) merupakan dekomposer yang terdiri dari
bakteri pengurai, cendawan dan mikroba pengurai lainnya yang telah diisolasi
yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik.
Penggunanan aktivator ini (penggunaan probiotik dari kotoran sapi) dapat
mempercepat proses pengomposan dari 4 – 6 bulan menjadi 3 – 4 minggu.
45
3. Keasaman (pH)
Hasil pengukuran PH pada pemgomposan diperoleh hasil tiap kelompok
yaitu: kelompok 1 sebesar 7,97 , kelompok 2 sebesar 8,01 , kelompok 3 sebesar
7,94 dan kelompok 4 sebesar 8,02. Hasil dari keempat kelompok tersebut telah
diperoleh hasil dengan rata- rata PH pengomposan sebesar 7,99.
bahan organik dengan nilai pH antara 3 dan 11 dapat dikomposkan, pH
optimum berkisar antara 5,5 dan 8. Bakteri lebih senang pada pH netral.
Fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak masam. Kondisi alkalin
kuat menyebabkan kehilangan nitroge, hal ini kemungkinan terjadi apabila
ditambahkan kapur pada saat pengomposan berlangsung. Kondisi sangat asam
pada awal proses dekomposisi menunjukkan proses dekomposisi berlangsung
tanpa terjadi peningkatan suhu. Biasanya pH agak turun pada awal proses
pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Dengan
munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisi maka pH
bahan kembali naik setelah beberapa hari dan pH berada pada kondisi netral.
(Sutanto, 2002)
Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses
pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :
 pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang
terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat.
Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan
mikroorganisme.
 pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan
kematian jasad renik.
4. Temperatur (Suhu)
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang
sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam
46
menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola
perubahan temperature dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe
dan jenis mikroorganisme. Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi
yang dihasilkan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan
indikator adanya proses dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan
kerja mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh
mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada
tahap awal pengomposan mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat
dan menaikkan suhu.
Pada pengomposan aerobik, diawal suhu meningkat pesat mulai dari 60OF
hingga hingga mencapai 160OF dimana aktifitas mikroorganisme
adalah mesophilic dan berikutnya thermophilic , setelah suhu mulai menurun
maka mikroorganisme mesophilic kembali aktif. Dan setelah suhu stabil
proses pematangan kompos mulai terjadi.Temperatur dan tinggi tumpukan
mempengaruhiMetabolisme mikroorganisme dalam tumpukanmenimbulkan
energi dalam bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian akantersimpan
di dalam tumpukan dan sebagian lagi terlepas pada proses penguapan atau
aerasi. Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan meningkatkan
temperatur tumpukan.
Hasil pengukuran suhu tiap kelompok pada saat proses pengomposan
yaitu sbb: kelompok 1 sebesar 31,81 °C, kelompok sebesar 2 31,46 °C,
kelompok 3 sebesar 29,90 °C dan kelompok 4 sebesar 30 °C. Dengan hasil
rata –rata suhu semua kelompok diperoleh hasil sebesar 30,8 °C. Nilai ini
tidak sesuai dengan teori, karena temperatur yang tepat saat pengomposan
berkisar antara 40 – 50 °C.
Adanya perbedaan suhu ini Kemungkinan ada beberapa faktor yaitu :
 Saat pengomposan berlangsung sering kali tidak dilakukan pembalikan.
Proses pembalikan ini berfungsi sebagai aerasi Aerasi (pengaturan udara)
yang baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk
47
menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang
dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat
beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat
aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara
membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga
dengan pergerakan udara secara alami ke dalam tumpukkan kompos melalui
saluran-saluran aerasi.
 Kadar air pada bahan kurang
Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan pertumbuhannya
Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal bahan sekitar 60-65%,
karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air akan meningkat lagi. Hal
tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme. Jumlah fungi yang
beradaptasi dengan baik pada partikel bahan kompos jauh lebih tinggi
dibanding bakteri pada saat awal dekomposisi (fase aerobic) sebab fungi
mempunyai kemampuan menggunakan bahan-bahan polimerik disamping
dapat mereduksi kapasitas thermal pada kadar air rendah. Apabila kadar air
meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobic, kemudian
kadar air akan menurun, maka kapasitas thermal juga akan menurun.
5. Pupuk An-organik
Pada praktikum kesuburan tanah mengidentifikasi pupuk yang bertujuan
untuk mengenal berbagai jenis pupuk dan mengidentifikasi sifat-sifat pupuk.
Disini Praktikan diperkenalkan berbagai jenis pupuk antara lain: pupuk ZA,
SP36, Urea, KCl dan Ponska. Dari hasil praktikum yang kami lakuakan
diperoleh hasil tingkat kelarutan dan higroskopisitas terhadap masing-masing
pupuk yaitu (Notohadiprawiro,dkk., 1997) :
 ZA
pupuk amonium sulfat (ZA) yang memiliki sifat fisik sebagai berikut :
bentuk butiran lembut,warna putih gula, senyawa anorganik, kelarutan
48
cepat,mengalami higroskopisitas, grade pupuk (21-0-0) dan memiliki sifat
kimia sebagai berikut Rumus kimia (NH4)2SO4, kadar hara 21% N, sifat
fisiologis Asam.
 SP36
pupuk SP36 (Ca H2PO4) yaitu dengan sifat fisik berbentuk Butiran kasar.
warna Abu-abu, Senyawa Anorganik, kelarutan Lambat, tidak Higroskopisitas
karena berbentuk butiran kasar, Grade pupuk : (0-36-0) artinya hanya
mengandung unsure hara,s ifat fisiologis Basa karena terdapat Ca pupuk
pupuk yang mengandung unsure Ca, Pada umumnya bersifat Basa.
 Urea
pupuk Urea CO (NH2)2 dengan sifat fisik berbentuk butiran Kasar, warna
putih, senyawa anorganik, kelarutan Cepat, Higroskopisitas karena pupuk
berbentuk Kristal yang mudah menguap, grade pupuk (46-0-0) Artinya hanya
mengandung unsur hara primer 40% N, kadar hara : 46% N, sifat fisiologis
Asam karena banyak mengandung nitrogen yang terlalu bayak apabila
pengapliasian terlalu banyak menyebabkan tanah menjadi masam.
 KCl
pupuk KCl/MOP memiliki sifat fisika sebagai berikut ; bentuk butiran
lembut, warna merah+putih, senyawa anorganik, kelarutan cepat,
higroskopisitas, grade pupuk (0-0-60) dengan sifat fisik kadar hara 60% K2O,
sifat fisiolois Asam.
 Ponska
Spesifikasi pupuk ponska
 Nitrogen (N) : 15%
 Fosfat (P2O5) : 15%
 Kalium (K2O) : 15%
49
 Sulfur (S) : 10%
 Kadar air maksimal 2%
 Bentuk butiran
 Warna merah muda
 Dikemas dalam kantong bercap kerbau emas dengan isi bersih 50 dan 20
kg.
Sifat, manfaat dan keunggulan pupuk PHONSKA
 Higroskopis
 Mudah larut dalam air
 Mengandung unsur hara N, P, K dan S sekaligus
 Kandungan unsur hara setiap butir pupuk merata
 Larut dalam air sehingga mudah diserap tanaman
 Sesuai untuk berbagai jenis tanaman
 Meningkatkan produksi dan kualitas panen
 Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan
kekeringan
 Menjadikan tanaman lebih hijau dan segar karena banyak mengandung
butir hijau daun
 Memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik
 Memacu pembentukan bunga, mempercepat panen dan menambah
kandungan protein
 Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan dapat mengurangi risiko rebah
 Memperbesar ukuran buah, umbi dan biji-bijian
 Meningkatkan ketahanan hasil selama pengangkutan dan penyim-panan.
 Memperlancar proses pembentukan gula dan pati.
50
BAB V
KESIMPULAN
1. Penggunaan probiotik dengan dua macam jenis yaitu dengan menggunakan
urin sapi dan kotoran sapi padat tidak ada pengaruhnya secara nyata pada saat
pengomposan.
2. Dari hasil pengomposan bahan organik, didapat hasil kompos dengan warna
kehitam – hitaman, kompos sedikit agak liat (bila dikepal masih menggumpal
dan masih keluar sedikit air) dan masih agak bau.
3. Hasil pengukuran suhu dan keasaman (pH) pada kompos diperoleh nilai
dengan rata-rata semua kelompok pH sebesar 7,99 dan suhu sebesar 30,8 °C.
4. Rasio C/N kompos diperoleh hasil tiap kelompok berbeda-beda yaitu:
kelompok 1sebesar 232,47 %, kelompok 2 sebesar 2,20 %, kelompok 3
sebesar 48,09 % dan kelompok 4 sebesar 134,38 %.
5. Dari indentifikasi pupuk organik yang kami lakukan, tingkat kelarutan
diurutkan dari paling tinggi ke terendah tingkat kelarutannya adalah: KCl,
Urea, ZA, Ponska dan SP36.
51
DAFTAR LAMPIRAN
DATA KELOMPOK 1
PUPUK ORGANIK (dengan probiotik kotoran sapi cair /urin)
Acara I Probiotik
Bahan urin sapi 500 ml
Acara III Suhu dan Keasaman
Hari ke- Ph Suhu
1 6,26 35
2 7,12 34
3 6,90 34
4 7,70 34
5 7,80 33,3
6 8,28 33
7 8,21 29
8 8,54 32
9 8,40 30
10 8,40 28
11 8.22 27,3
12 8.23 29
13 8,38 39
14 8,52 30
15 8,67 29,67
Acara IV Kadar C-organik
Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml Berat sampel : 100 mg
Sampel : 1,0 ml
52
Tabel pengamatan kadar C-organik
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
Berat
sampel
100 mg 100 mg 100 mg 100 mg
Titrasi
blanko
6,6 ml 6,6 ml 6,6 ml 6,6 ml
Titrasi
Sampel
1,0 ml 2,5 ml 3,7 ml 1,7 ml
Acara V Kadar N Total
Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 34 ml
Titrasi : Blanko : 0,1 ml
Sampel : 0,1 ml
Berat sampel : 250 mg
Volume tirasi : 10 ml
Kadar Lengas Kompos
Sampel Berat
Botol
Botol +
Sampel
Berat Setelah di Oven (g)
16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5
1 26.13
2
37,706 30,754 29,272 29,265 29,266 29,243 29,280 29,234 29,236 konstan
2 25,27
9
36,970 30,139 28,653 28,556 28,660 28,637 28,676 28,631 28,630 konstan
53
PUPUK ANORGANIK
Acara VII Higroskopisitas
Berat Plastik : 0,5 g
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
ZA 10,04 9,09 10,04 9,85 10,3 10,2 10,6 10,1
SP 36 10,03 11,01 10,24 11,01 10,5 11,0 10,3 11,1
Urea 10,07 10,09 11,01 10,09 11,7 11,5 12,8 12,2
Ponska 12,01 12,05 13,13 13,06 13,7 14,9 14,9 16,1
KCl 10,04 11,04 10,62 11,06 10,8 11,7 11,1 12,3
Acara VIII Tingkat Kelarutan
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Berat
Pupuk+Kertas
(A)
Berat Kertas
(B)
A – B
(C)
% kelarutan
ZA 1,8 1,2 0,6 94 %
SP 36 9,5 1,9 7,6 24%
Urea 2,2 2 0,2 98%
Ponska 5,3 2,4 2,9 71%
KCl 4,6 2,2 2,4 76%
54
DATA KELOMPOK 2
Pengomposan dengan kotoran sapi padat
ACARA III. Suhu dan Keasaman
Pengamatan
ke-
pH Suhu
1 7,08 36
2 6,92 34
3 7,17 34
4 7,74 34
5 7,83 34
6 8,05 31,33
7 8,80 31,33
8 8,08 31
9 8,06 30
10 8,20 29
11 8,19 29,67
12 8,50 29,3
13 8,20 28,66
14 8,60 30
15 8,81 29,67
55
ACARA IV. Kadar C-organik
 Titrasi blanko = 6,6 ml
 Titrasi sampel = 2,5 ml
ACARA V. Kadar N total
 Titrasi blanko ( H2SO4) : 78,4 ml
 Titrasi sampel : 52,5 ml
ACARA VI. Rasio C/N
 Botol + tutup ulangan I : 31,808 g
 Botol + tutup ulangan II : 32, 371 g
 Botol + isi ulangan I : 41,376 g
 Botol + isi ulangan II : 43,522 g
Kadar Lengas Kompos
Sampel Berat
Botol
Botol +
Sampel
Berat Setelah di Oven (g)
16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5
1 31,808 41,376 36,584 34,325 34,332 34,315 34,287 34,287 konstan konstan
2 32,371 43,522 38,249 35,469 35,481 35,479 35,461 35,498 35,453 konstan
56
ACARA VII. Higroskopis
Pupuk 1 Mei 2013 8 Mei 2013 15 mei 2013 24 Mei 2013
I II I II I II I II
ZA 10,9 13,3 10,8 13 10 13,3 10,14 10,35
SP36 10,9 10,8 10,7 10,7 11 10,9 10,11 10,09
Urea 11,3 11,2 11,5 11,2 12,5 12 10,31 10,23
Ponska 12,5 12,3 13,5 13,4 15,4 15,5 10,64 10,66
KCl 11,3 11,5 11,5 11,5 12 12,2 10,25 10,25
ACARA VIII. Tingkat kelarutan
Pupuk Kertas+endapan
(gr)
Kertas saring (gr) Endapan (gr)
Urea 2,7 2,3 0,4
ZA 2,4 2 0,4
Ponska 5,45 2,94 2,51
SP36 10,9 2,68 8,22
KCl 2,39 2,05 0,34
57
DATA KELOMPOK 3
PUPUK ORGANIK
Acara I Probiotik
Bahan urin sapi 500 ml
Acara III Suhu dan Keasaman
Hari ke- Ph Suhu
1 7,43 29
2 7,09 28
3 7,59 31,3
4 7,34 32
5 7,51 33
6 8,04 28
7 8,11 30,7
8 8,05 32
9 8,36 30
10 8,20 30
11 8,29 33,3
12 8,15 28,3
13 8,42 27
14 8,27 26,6
15 8,33 29,33
Acara IV Kadar C-organik
Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml
Sampel : 3,7 ml
Berat sampel : 100 mg
58
Acara V Kadar N Total
Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 15 ml
Titrasi : Blanko : 0,5 ml
Sampel : 0,3 ml
Berat sampel : 250 mg
Kadar Lengas Kompos
Sampel Berat
Botol
Botol +
Sampel
Berat Setelah di Oven (g)
16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5
1 25,84
4
41,496 35,161 30,416 30,415 konstan konstan konstan konstan konstan konstan
2 25,66
9
41,045 34,268 29,613 29,603 29,564 29,464 29,190 29,142 29,141 konstan
PUPUK ANORGANIK
Acara VII Higroskopisitas
Berat Plastik : 0,5 g
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
ZA 12 12,1 11,2 11,2 10,8 11,1 11 11,2
SP 36 11,5 11,8 11,3 11,2 10,6 10,5 10,6 10,6
Urea 12 12,2 12 12,2 12,5 12,4 13 13,1
Ponska 13 13,2 13,5 13,7 14,7 14,9 15,9 16,2
KCl 12,5 12,5 11,4 11,7 11,8 11,9 12,1 12,1
59
Acara VIII Tingkat Kelarutan
Berat Awal : 10 g
Jenis
Pupuk
Berat
Pupuk+Kertas
(A)
Berat
Kertas (B)
A – B
(C)
% kelarutan
ZA 2,4 2 0,4 96 %
SP 36 11,5 3 8,5 15 %
Urea 2,1 2 0,1 99 %
Ponska 5,9 2,5 3,4 66 %
KCl 5,2 2 3,2 68 %
DATA KELOMPOK IV
Acara I Probiotik
Bahan kotoran sapi 500 g
Acara III Suhu dan Keasaman
Hari ke- Ph Suhu
1 6,83 29
2 7,67 28
3 7,19 31,3
4 7,57 32
5 7,77 33
6 7,97 28
7 7,87 30,7
8 8,14 32,3
9 8,40 31
10 8,37 27
11 8,51 29,3
12 8,76 27,3
13 8,79 27,6
14 8,33 27
15 8,55 27,33
60
Acara IV Kadar C-organik
Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml
Sampel : 1,7 ml
Berat sampel : 100 mg
Acara V Kadar N Total
Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 15 ml
Titrasi : Blanko : 0,5 ml
Sampel : 0,4 ml
Berat sampel : 250 mg
Kadar Lengas Kompos
Sampe
l
Penimbangan ke-
Awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 30,846 26,197 26,86 26,183 26,181 26,173 26,183 26,167 26,166 konstan
2 32,953 28,407 28,364 28,366 28,365 konstan konstan Konstan Konstan konstan
PUPUK ANORGANIK
Acara VII Higroskopisitas
Berat Plastik : 0,5 g
Berat Awal : 10 g
61
Jenis
Pupuk
Sampel Bobot (gram)
1 2 3 4
KCL 1 11,5 11,7 12,02 12,33
2 11,17 11,18 11,97 12,21
SP 36 1 10,5 10,6 10,64 10,66
2 10,7 10,8 10,71 10,74
PONSKA 1 13,15 14,15 15,57 16,27
2 12,3 13,5 13,62 15,38
UREA 1 11,4 11,6 13,04 13,94
2 11,4 11,6 13,01 13,69
ZA 1 10,6 10,7 10,81 10,91
2 10,74 10,9 11,03 11,05
Acara VIII Tingkat Kelarutan
Berat Awal : 10 g
Jenis Pupuk Kertas + Pupuk
(gram)
Kertas (gram) Pupuk (gram)
UREA 2,8 2,6 0,2
KCL 2,68 1,72 0,96
PONSKA 3,83 2,51 1,32
SP 36 11,46 3,01 8,45
ZA 2,49 2,33 0,16
62
Gambar 1. Hasil pembuatan probiotik Gambar 2. Hasil Pembuatan Kompos
Gambar 3. pupuk anorganik Gambar 4. Hasil Destilasi
Gambar 5. Proses Dekstruksi
63
Gambar 6. Proses destilasi Gambar 7. Alat destilasi
Gambar 8. Higroskopisitas Gambar 9. Mahasiswa Praktikan

More Related Content

What's hot

Materi Hidrologi Hutan Mata Kuliah Hidrologi
Materi Hidrologi Hutan Mata Kuliah HidrologiMateri Hidrologi Hutan Mata Kuliah Hidrologi
Materi Hidrologi Hutan Mata Kuliah HidrologiNurul Afdal Haris
 
Pengantar sistem pertanaman dody
Pengantar sistem pertanaman dodyPengantar sistem pertanaman dody
Pengantar sistem pertanaman dodyAndrew Hutabarat
 
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanamanBab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanamanPurwandaru Widyasunu
 
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim GlobalBahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim GlobalPurwandaru Widyasunu
 
Laporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukanLaporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukanfahmiganteng
 
Ppt Budidaya Jagung.pptx
Ppt Budidaya Jagung.pptxPpt Budidaya Jagung.pptx
Ppt Budidaya Jagung.pptxMuasyaroh
 
Laporan praktikum irigasi dan drainase
Laporan praktikum irigasi dan drainaseLaporan praktikum irigasi dan drainase
Laporan praktikum irigasi dan drainasefahmiganteng
 
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanahFaktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanahUniversity of Lampung
 
Ppt lahan kering kel.2
Ppt lahan kering kel.2Ppt lahan kering kel.2
Ppt lahan kering kel.2Astrijyt
 
Makalah unsur hara
Makalah unsur haraMakalah unsur hara
Makalah unsur haraf' yagami
 
Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...
Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...
Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...somaoma
 
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAHlaporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAHAlfian Nopara Saifudin
 
Kapasitas lapang (pertemuan 4)
Kapasitas lapang (pertemuan 4)Kapasitas lapang (pertemuan 4)
Kapasitas lapang (pertemuan 4)Iqrimha Lairung
 
Persemaian tanaman
Persemaian tanamanPersemaian tanaman
Persemaian tanamanAli Babang
 

What's hot (20)

Materi Hidrologi Hutan Mata Kuliah Hidrologi
Materi Hidrologi Hutan Mata Kuliah HidrologiMateri Hidrologi Hutan Mata Kuliah Hidrologi
Materi Hidrologi Hutan Mata Kuliah Hidrologi
 
Ekologi tanah
Ekologi tanahEkologi tanah
Ekologi tanah
 
Pengantar sistem pertanaman dody
Pengantar sistem pertanaman dodyPengantar sistem pertanaman dody
Pengantar sistem pertanaman dody
 
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanamanBab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
 
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim GlobalBahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
 
Budidaya Tanaman (Cangkok)
Budidaya Tanaman (Cangkok)Budidaya Tanaman (Cangkok)
Budidaya Tanaman (Cangkok)
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Laporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukanLaporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukan
 
Ppt Budidaya Jagung.pptx
Ppt Budidaya Jagung.pptxPpt Budidaya Jagung.pptx
Ppt Budidaya Jagung.pptx
 
Laporan praktikum irigasi dan drainase
Laporan praktikum irigasi dan drainaseLaporan praktikum irigasi dan drainase
Laporan praktikum irigasi dan drainase
 
Berat volume
Berat volumeBerat volume
Berat volume
 
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanahFaktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
 
Ppt lahan kering kel.2
Ppt lahan kering kel.2Ppt lahan kering kel.2
Ppt lahan kering kel.2
 
Makalah unsur hara
Makalah unsur haraMakalah unsur hara
Makalah unsur hara
 
Unsur hara tanaman
Unsur hara tanaman Unsur hara tanaman
Unsur hara tanaman
 
Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...
Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...
Makalah sifat fisika dan kimia tanah organisme yang hidup di dalam tanah untu...
 
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAHlaporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
 
Kapasitas lapang (pertemuan 4)
Kapasitas lapang (pertemuan 4)Kapasitas lapang (pertemuan 4)
Kapasitas lapang (pertemuan 4)
 
Laporan 1
Laporan 1Laporan 1
Laporan 1
 
Persemaian tanaman
Persemaian tanamanPersemaian tanaman
Persemaian tanaman
 

Similar to KOMPOS ORGANIK UNTUK PERTANIAN

Ilmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptx
Ilmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptxIlmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptx
Ilmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptxssuser50800a
 
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...Jidun Cool
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan komposeka42853
 
Faktor abiotik tanah dan topografi
Faktor abiotik tanah dan topografiFaktor abiotik tanah dan topografi
Faktor abiotik tanah dan topografiMeilani Marjuki
 
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanamanPengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanamanWarnet Raha
 
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposLaporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposRizka Pratiwi
 
Annisa Syarani_Soil pH Meter.docx
Annisa Syarani_Soil pH Meter.docxAnnisa Syarani_Soil pH Meter.docx
Annisa Syarani_Soil pH Meter.docxAnnisaSyarani
 
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4Ariefman Fajar
 
Makalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanahMakalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanahWarnet Raha
 
Daur biogeokimia
Daur biogeokimiaDaur biogeokimia
Daur biogeokimiahaznah07
 
Daur biogeokimia
Daur biogeokimiaDaur biogeokimia
Daur biogeokimiaaprillia20
 
74211d585 pembuatan-kompos.docx
74211d585 pembuatan-kompos.docx74211d585 pembuatan-kompos.docx
74211d585 pembuatan-kompos.docxAgus Handoko
 
Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Debby Ochta
 
Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Debby Ochta
 

Similar to KOMPOS ORGANIK UNTUK PERTANIAN (20)

Ilmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptx
Ilmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptxIlmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptx
Ilmu Tanah Materi Kehutanan_Sifat Dasar Tanah.pptx
 
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...Aplikasi mol (mikro organisme lokal)  sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
Aplikasi mol (mikro organisme lokal) sebagai dekomposer pada pembuatan kompo...
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Faktor abiotik tanah dan topografi
Faktor abiotik tanah dan topografiFaktor abiotik tanah dan topografi
Faktor abiotik tanah dan topografi
 
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanamanPengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
 
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposLaporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
 
Annisa Syarani_Soil pH Meter.docx
Annisa Syarani_Soil pH Meter.docxAnnisa Syarani_Soil pH Meter.docx
Annisa Syarani_Soil pH Meter.docx
 
Sifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPTSifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPT
 
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
Laporan praktikum pembuatan pupuk kompos organik menggunakan bioaktivator em4
 
Pemupukan
PemupukanPemupukan
Pemupukan
 
13. lap kompos
13. lap kompos13. lap kompos
13. lap kompos
 
Pendahuluan 2
Pendahuluan 2Pendahuluan 2
Pendahuluan 2
 
Makalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanahMakalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanah
 
Daur biogeokimia
Daur biogeokimiaDaur biogeokimia
Daur biogeokimia
 
Daur biogeokimia
Daur biogeokimiaDaur biogeokimia
Daur biogeokimia
 
Lapporan k ompos
Lapporan k omposLapporan k ompos
Lapporan k ompos
 
74211d585 pembuatan-kompos.docx
74211d585 pembuatan-kompos.docx74211d585 pembuatan-kompos.docx
74211d585 pembuatan-kompos.docx
 
Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12
 
Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12Hutan rahmawaty12
Hutan rahmawaty12
 
Makalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanahMakalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanah
 

Recently uploaded

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 

Recently uploaded (20)

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 

KOMPOS ORGANIK UNTUK PERTANIAN

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisasisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga (sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun masyarakat. Masalah-masalah seperti timbulnya bau tak sedap maupun berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan disekitarnya, baik meteri maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya meningkatkan semaksimalmungkin dampak positifnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah tersebut dengan teknik komposter tanpa penambahan aktivator pengomposan, disamping terdapat berbagai teknik pengolahan lain (dengan penambahan aktivator pengomposan) menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. Meskipun dalam metode ini tidak ditambahkan aktivator pengomposan,namun ke dalamnya ditambahkan organik agen (serbuk gergaji dan kotoran hewan) yang berfungsi memacu pertumnuhan mikroba dan manambah unsur hara dalam kompos. Dalam melakukan teknik penomposan, ada berbagai hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan berjalan dengan cepat sehingga masa
  • 2. 2 panen relatif singkat dan cepat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah proses pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di dekomposisi, kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja mikroorganisme, maupun kadar karbon dan Nitrogen yang ideal. B. Maksud dan Tujuan 1. Pembuatan Probiotik 2. Membuat kompos dari bahan organik 3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan 4. Mengamati kadar C- Organik kompos pada proses pengomposan 5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan 6. Mengamati rasio C/N pada proses pengomposan 7. Mengamati kemampuan pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu kamar 8. Mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air
  • 3. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian (partially decomposed) sehingga berwarna gelap, mudah hancur (crumbled), dan memiliki aroma seperti tanah (earthy). Kompos dibuat melalui proses biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan tumbuhan oleh organisme yang ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan selesai, kompos akan berwarna coklat kehitaman dan menjadi material bubuk bernama humus. Pengerasan (crusting) tanah di permukaan dapat dicegah dengan pemberian kompos. Jika kompos mengandung sejumlah kecil tanah, maka kompos tersebut akan bermanfaat sebagai bagian dari media pertumbuhan untuk tanaman dan akan mengawali tumbuhnya buah dari tanaman tersebut (Starbuck, 2004) Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. (Rynk , 1992) Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung.
  • 4. 4 Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional. (Anonim, 2011) Kompos dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat mengikat partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini dapat meningkatkan penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat mendukung berjalannya gerakan pertanian organik (organic farming) yang tidak menggunakan bahan kimia dan pestisida dalam pertanian (Soejono, 2004). B. Keasaman PH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH antara 7 hingga 14. pH tanah menunjukan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara konsentrasi H+ dan OHֿ dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam larutan tanah lebih banyak dari OHֿ , maka suasana larutan tanah menjadi asam. Sebaliknya bila konsentrasi OHֿ lebih banyak dari konsentrasi H+ maka suasana menjadi basa. pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti nitrogen (N), Kalium (K), Phospor (P), dan unsur lain yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan dari penyakit. pH tanah merupakan salah satu sifat kimia tanah. Banyak petani yang sudah mendengar tentang pH tanah, akan tetapi belum bisa mengerti pentingnya
  • 5. 5 mengetahui pH tanah dan bagaimana cara mengukurnya. Apalagi untuk mengukur pH tanah dibutuhkan alat yang mahal, sehingga petani tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengukur langsung pH tanah mereka. Padahal dengan mengetahui pH tanah yang ada di dalam lahan, mereka dapat menjaga kesuburan tanah. Pentingnya mengetahui pH tanah adalah sebagai berikut :  Mengetahui mudah tidaknya unsur-unsur hara dalam tanah diserap oleh tanaman. Unsur hara akan mudah diserap oleh tanaman (akar tanaman) pada pH netral.  Menunjukan adanya kemungkinan unsur-unsur beracun. Tanah dengan pH masam banyak ditemukan ion-ion Al yang memfiksasi unsur P, sehingga unsur P sulit diserap oleh tanaman.  Mempengaruhi perkembangan organisme. Bakteri akan berkembang biak dalam pH lebih dari 5,5, apabila pH kurang dari itu maka perkembangannya akan terhambat. Jamur dapat berkembang biak pada pH dibawah 5,5 dan diatas itu jamur harus bersaing dengan bakteri. (Usman dan Mawardi, 1995) C. Temperatur Temperatur atau suhu udara diukur dengan menggunakan alat termometer. Temperatur di permukaan bumi berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain sebagai berikut (Rosmarkam dan Yuwono, 2002) : 1. Jumlah radiasi yang diterima oleh bumi dalam setiap waktu, dipengaruhi oleh:  Jarak bumi dengan matahari yang selalu berubah  Sudut jatuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi  Lamanya waktu penyinaran matahari  Kondisi cuaca yang selalu berubah.
  • 6. 6 2. Pengaruh daratan dan lautan  Daratan memiliki sifat cepat menjadi panas dan cepat menjadi dingin  Lautan memiliki sifat lambat menerima panas dan lambat menjadi dingin. 3. Pengaruh ketinggian tempat Semakin tinggi letak suatu tempat, suhu semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh:  Adanya gradien penurunan suhu  Bumi menjadi salah satu sumber panas  Semakin tinggi suatu tempat, kerapatan udara semakin rendah sehingga suhu semakin rendah. 4. Pengaruh angin Angin akan menyebarkan suhu panas dan dingin di permukaan bumi. Dari hasil pengamatan cuaca diperoleh rata-rata suhu dalam waktu tertentu. 5. Pengaruh keadaan permukaan bumi (relief) Daerah yang reliefnya kasar memiliki permukaan yang lebih luas dibandingkan daerah yang mempunyai relief datar. Sehingga pemanasan daerah yang mempunyai relief kasar lebih lambat dibandingkan pemanasan di daerah relief datar. 6. Penyinaran matahari Penyinaran matahari berupa proses pemindahan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik tanpa perantara yang disebut radiasi. Radiasi yang sampai ke permukaan bumi disebut insolasi. Lamanya penyinaran matahari diukur menggunakan heliograf. Sinar matahari diterima permukaan bumi melalui proses konduksi. Atmosfer bagian atas menjadi lebih panas karena pancaran langsung dari sinar matahari.
  • 7. 7 7. Lama penyinaran Pada musim panas tidak hanya sudut datang jatuhnya sinar matahari saja yang lebih besar, tetapi lamanya penyinaran semakin panjang. Akibatnya siang hari lebih panjang dibandingkan malam hari. Besarnya insolasi sangat bergantung pada kondisi cuaca setempat. D. Identifikasi Pupuk Anorganik Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman. Berbicara tentang tanaman tidak akan lepas dari masalah pupuk. Dalam pertanian modern, penggunaan materi yang berupa pupuk adalah mutlak untuk memacu tingkat produksi tanaman yang diharapkan. Seperti telah diketahui bersama bahwa pupuk yang diproduksi dan beredar dipasaran sangatlah beragam, baik dalam hal jenis, bentuk, ukuran, maupun kemasannya. Pupuk–pupuk tersebut hampir 90% sudah mampu memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, dari unsur makro hingga unsur yang berbentuk mikro. Kalau tindakan pemupukan untuk menambah bahan-bahan yang kurang tidak segera dilakukan tanaman akan tumbuh kurang sempurna, misalnya menguning, tergantung pada jenis zat yang kurang. (Rinsema,W.T.1983) Menurut hasil penelitian setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur (ada yang menyebutnya zat) agar pertumbuhannya normal. Dari ke 16 unsur tersebut, tiga unsur (Carbon, Hidrogen, Oksigen) diperoleh dari udara, sedangkan 13 unsur lagi tersedia oleh tanah adalah Nitrogen (N), Pospor (P), Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur atau Belerang (S), Klor (Cl), Ferum atau Besi (Fe), Mangan (Mn), Cuprum atau Tembaga (Cu), Zink atau Seng (Zn), Boron (B), dan Molibdenum (Mo). Tanah dikatakan subur dan sempurna jika mengandung lengkap unsur-unsur tersebut diatas. Ke-13
  • 8. 8 unsur tersebut sangat terbatas jumlahnya di dalam tanah. Terkadang tanah pun tidak mengandung unsur-unsur tersebut secara lengkap. Hal ini dapat diakibatkan karena sudah habis tersedot oleh tanaman saat kita tidak henti- hentinya bercocok tanam tanpa diimbangi dengan pemupukan. Kalau dilihat dari jumlah yang disedot tanaman, dari ke-13 unsur tersebut hanya 6 unsur saja yang diambil tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak tersebut disebut unsur makro. Ke-6 jenis unsur makro tersebut adalah N, P, K, S, Ca, dan Mg. (Marsono.2001)
  • 9. 9 BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM A. Tempat dan Waktu Praktikum Praktikum mata kuliah kesuburan tanah dilaksanakan di laboratorium ilmu tanah universitas mercu buana yogyakarta, Dimulai pada bulan April sampai Juni 2013. B. Bahan dan Alat Praktikum 1. Probiotik  Ember Plastik  Autoklaf  Gelas Ukur 1 Liter  Gelas Ukur 100 ml  Timbangan Analitik  Urin Sapi (Pupuk Kandang)  Bekatul  Terasi  Tetes Tebu (gula jawa)  Air 2. Pengomposan  Ember Plastik  Gelas Ukur 1 liter  Gelas Ukur 100 ml  Timbangan Analitik  Probiotik  Sampah Organik
  • 10. 10  Abu Dapur 3. Suhu dan Keasaman  Thermometer  Pengukur Keasaman (pH meter)  Gelas Ukur 100 ml  Beker Glass  Timbangan Analitik  Sampah Organik (dalam proses pengomposan)  Air Suling 4. Kadar C-Organik  Labu Takar 50 ml  Pipet Ukur 10 ml dan 5 ml  Gelas Ukur 10 ml  Labu Erlenmeyer 250 ml  Buret  Timbangan Analitik  Botol Pemancar Air  K2Cr2O7 1 N  H2SO4 Pekat  H3PO4 85 %  Indikator Diphenylamine 5. Kadar N Total  Botol Timbangan  Gelas Piala 100 ml  Gelas Ukur 50 ml  Gelas Arloji  Oven  Labu Kjeldhal 100 ml  Buret 50 ml
  • 11. 11  Timbangan Analitik  H2SO4 Pekat ) 0.1 N  Serbuk CuSO4  K2SO4  Indikator Methyl Red  NaOH Pekat O.1 N  Air Suling 6. Rasio C/N  Kalkulator  Alat Tulis  Data Hasil Pengukuran C-Organik  Data Hasil Pengukuran N Total 7. Higroskopisitas  Timbangan Analitik  Sendok  Bak Plastik  Pupuk Anorganik  Kantong Plastik  Alat Tulis 8. Tingkat Kelarutan  Timbangan Analitik  Sendok  Bak Plastik  Kertas Saring  Beker Glass  Air  Pupuk Anorganik  Gelas Ukur  Alat Tuli
  • 12. 12 C. Cara Kerja 1. Probiotik  Bekatul 0.75 kg, terasi 0.125 kg, dan tetes tebu 50 ml (gula 5 ons) direbus dengan air 5 liter sampai mendidih (± 15 menit) atau di sterilisasi menggunakan autoklaf (1 atm selama 15-20 menit)  Hasil rebusan (sterilisasi) didinginkan  Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml (pupuk kandang 500 g)  Setelah hasil rebusan (sterilisasi) dingin, kemudian dimasukkkan ke dalam ember plastik dan ditambahkan 500 ml urin sapi (pupuk kandang 500 g) sambil diaduk sampai rata  Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setisp harinya dilakukan pengadukan  Probiotik siap digunakan 2. Pengomposan  Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari bahan-bahan anorganik  Sampah organik dipotong – potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm  Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak 0.5 liter  Sambil diaduk –aduk ditambahkan air sampai dicapai kelembaban kurang lebih 30 % (jika dikepal tidak keluar air tetapi jika kepalan dibuka akan berurai lagi)  Selanjutnya dimasukkan ke dalam ember dibagi 3 lapis  Masing- masing lapisan ditaburi dengan abu dapur (total yang diperlukan 0.5 kg) kemudian ember ditutup  Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai sampah menjadi kompos ( C/N ≤ 20 )
  • 13. 13 3. Suhu dan Keasaman Pengamatan Temperatur dan derajat keasaman (pH) dilakukan setiap hari sampai sampah menjadi kompos (C/N ≤ 20) a. Pengukuran Temperatur  Menyiapkan alat pengukur temperatur (Thermometer)  Memasukkan (menancapkan) thermometer ke bagian tengah-tengah pengomposan (± 15 cm dari peermukaan)  Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya  Pengukuran dilakukan denagn cara yang sama pada bagian tengah antara tepi dan tengah gundukan (diambil 2 tempat)  Tiga hasil pengukuran dibuat rata-rat b. Derajad Keasaman (pH)  Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan ke dalam beker glass 50 ml  Menambahkan air suling sebanyak 25 ml ke dalam beker glass  Mengaduk air dalam beker glass sampai kompos menjadi larut  Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit  Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter (kertas lakmus)  Diamati dan dicatat angka pada monitor menunjukkan angka berapa 4. Kadar C – Organik  Ditimbang bahan kompos kering 0.1 g, dimasukkan ke dalam labu takar  Ditambahkan K2Cr2O7 1 N sebanyak 10 ml dengan pipet ukur  Ditambah H2SO4 pekat 10 ml dengan gelas ukur dan dikocok dengan gerakan memutar
  • 14. 14  Warna harus tetap merah jingga, apabila warna menjadi hijau atau biru ditambah lagi K2Cr2O7 1 N dan H2SO4 pekat (jumlah penambahan dicatat), didiamkan lebih kurang 10 menit sampai larutannya dingin  Ditambahkan 5 ml H3PO4 85 % dan 1 ml Indikator Diphenylamine  Ditambahkan air suling sampai volumenya 50 ml  Dikocok dengan membolak balikkan sampai homogen dan mengendap  Diambil dengan pipet ukur 5 ml larutan jernih, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan air suling 15 ml  Larutan dititrasikan dengan FeSO4 1 N, sehingga warna menjadi kehijau-hijauan  Langkah ini diulang tanpa sampel untuk keperluan blangko 5. Kadar N Total a. Destruksi  Ditimbang kompos dengan gelas arloji (kertas) yang bersih dan kering seberat 250 mg. Ditimbang juga untuk analisis kadar air  Dimasukkan ke dalam labu kjeldal 100 ml dan ditambahkan H2SO4 pekat 2.5 ml  Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati-hati sampai asapnya hilang dan warna larutan menjadi putih kehijau- hijauan atau tidak berwarna (pemanasan di dalam almari asam) kemudian didinginkan b. Destilasi  Setelah larutan di dalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air suling 25-50 ml, kemudian larutan ditambahkan ke dalam labu destilasi. Cara memasukkan larutan dengan menuangkan berulang-ulang dengan air (dalam hal ini diusahakan agar butir-butir tanah tidak masuk)  Diambil gelas piala 100-150 ml dan diisi dengan H2SO4 0.1 N 10 ml, diberi tetes Indikator methil hingga warna menjadi merah
  • 15. 15  Gelas piala ini ditempatkan di bawah alat pendingin destilasi sedemikian rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup di bawah permukaan asam  Ditambahkan dengan hati-hati (denagn gelas ukur) 20 ml NaOH pekat (penambahan NaOH ini diusahakan melalui dinding labu destilasi). Pekerjaan ini dilakukan menjelang saat (sebelum) destilasi dimulai (tidak boleh lama)  Setelah itu destilasi dimulai dan dijaga supaya larutan di dalam gelas tetap berwarna merah, kalau warna berubah (hilang) segera tambah lagi H2SO4 0.1 N denagn jumlah yang diketahui. Destilasi berlangsung selama sekitar 30 menit (dilihat nilai larutan itu mendidih)  Setelah larutan destilasi, gelas piala diambil (ingat api baru boleh dipadamkan kalau gelas piala sudah diambil)  Bilas air suling ujung atas bawah alt pendingin (air suling ini dimasukkan juga dalam gelas piala) c. Titrasi  Larutan ddalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna hampir hilang  Pekerjaan 1 s/d 3 dilakukan juga untuk blangko, yaitu tanpa pemakaian sampel 6. Rasio C/N  Menghitung perbandingan antara C- organik dengan N total  Apabila nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai pupuk (rasio C/N kompos ≤ 20), maka proses pengomposan dihentikan
  • 16. 16 7. Higroskopisitas  Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram  Menimbang kantong plastik tempat pupuk  Pupuk dimasukkan ke dalam kantong plastik yang terbuka  Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan dibiarkan tetap terbuka  Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara menimbang pupuk bersama kantong plastiknya  Pengamatan dilakukan selama empat minggu (1 bulan) 8. Tingkat Kelarutan  Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram  Memasukkan pupuk ke dalam gelas ukur  Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume dua kali lipat volume pupuk  Setelah satu jam larutan pupuk disaring dengan kertas saring  Kertas saring dan endapan pupuk diangin-anginkan  Setelah kering pupuk dan kertas saring ditimbang  Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang  Dari hasil penimbangan kita bisa mengetahui berapa endapan yang diperoleh  Menghitung prosentase kelarutan
  • 17. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Probiotik Gambar 1. Probiotik Jadi 2. Kompos Gambar 2. kompos Jadi
  • 18. 18 KADAR AIR Kelompok 1 Berat botol + tutup ulangan I = 26.132 g Berat botol + isi ulangan I = 37.706 g Berat botol + tutup ulangan II = 25.279 g Berat botol + isi ulangan II = 36.970 g  Ka I Awal = 37.706 - 26.132 = 11.57 g Konstan = 29.236 - 26.132 = 3.10 g Ka = 11.57 −3.10 11.57 𝑥 100 % = 73.20 %  Ka II Awal = 36.970 – 25. 279 = 11.69 g Konstan = 28.630 – 25.279 = 3.35 g Ka = 11.69−3.35 11.69 𝑥 100 % = 71.34 % Rata- rata = 73.20 +71.34 2 = 72.27 % = 0.72 Kelompok 2 Berat botol + tutup ulangan I = 31.808 Botol + isi Ulanagn I = 41.376 Berat botol + tutup ulanagn II= 32.371 Botol +Isi ulanagn II = 43.522
  • 19. 19  Ka I Awal = 41.376- 31.808 = 9.56 Konstan = 34.287 – 31.808 = 2.48 Ka = 9.56−2.48 9.56 𝑥 100 % = 74.05 %  Ka II Awal = 43.522 – 32.371 = 11.15 Konstan = 35.453 – 32.371 = 3.08 Ka = 11.15 −3.08 11.15 𝑥 100 % = 72.37 % Kelompok 3 Beratbotol + tutup ulangan I = 25.884 Botol + isi Ulangan I = 41.496 Beratbotol + tutup ulanagn II = 25.669 Botol + Isi ulanagn II = 41.045  Ka I Awal = 41.496 - 25.884 = 15.652 Konstan = 30.415 – 25.884
  • 20. 20 = 4.571 Ka = 15.652−4.571 15 .652 𝑥 100 % = 70.80 %  Ka II Awal = 41.045 – 25.669 = 15.376 Konstan = 29.141 – 25.669 = 3.472 Ka = 15.376−3.472 15 .376 𝑥 100 % = 77.42 % Rata -rata = 70.80 + 77.42 2 = 74.11 % = 0.74 Kelompok 4 Berat botol + tutup ulangan I = 24,791 Botol + isi Ulangan I = 30,846 Berat botol + tutup ulangan II= 26,910 Botol +Isi ulanagn II = 32,953  Kadar Air sampel I Awal = 30,846-24,791 = 6,055
  • 21. 21 Konstan = 28,365 – 24,791 = 3.574 Ka = Berat awal−Berat akhir Berat awal 𝑥 100 % = 6,055 −3,574 6,055 𝑥 100 % = 40,97 %  Kadar lengas sampel II Awal =( Berat botol + Sampel ) – Berat Botol = 32,953 – 26,910 = 6,043 Konstan = Berat Konstan – Berat Botol = 30,454– 26,910 = 3,545 Ka = Berat awal−Berat akhir Berat awal 𝑥 100 % = 6,043 −3.544 6,043 𝑥 100 % = 41,35% Rata-rata = 40,97 %+41,35% 2 = 41,16 % = 0,41
  • 22. 22 KADAR C-ORGANIK Kelompok 1 Hasil titrasi Blanko = 6,6 ml Sampel = 1,0 ml Berat sampel = 100 mg Perhitungan C-Organik = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4 100 100 +𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔) 𝑥10𝑥 100 77 𝑥100% = (6.6−1.0) 𝑥0.2 𝑥 3 100 100+0.72 𝑥 100 × 10 × 100 77 × 100% = 3.36 100 100 .72 ×100 × 1000 77 × 100% = 3.36 10000 100.72 × 1000 77 × 100% = 3.36 99.29 × 1000 77 × 100% = 0.034 × 12.99 × 100% = 44.17 % Kadar Lengas Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 0.7981 0.559 0.7645 0.838 0.582 0.666
  • 23. 23 Kadar Bahan Organik = Kadar C x 100 58 = 44.17 x 100 58 = 76,16 KADAR N TOTAL N = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14 100 100+𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔) × 100% = (0.44−0.1)×0.1×14 100 100 +0.72 ×250 × 100% = 0.476 248 .21 x 100% = 0.19 % Perhitungan C/N = 44.17 % 0.19 % = 232.47 % Kelompok 2 Titrasi blanko H2SO4 = 6.6 ml Titrasi sampel = 2.5 ml
  • 24. 24 Perhitungan C-Organik = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4 100 100 +𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔) 𝑥10𝑥 100 77 𝑥100% = (6.6−2.5) 𝑥 0.2 𝑥3 100 100+0.73 𝑥 100 × 10 × 100 77 × 100% = 2.46 100 100 .73 ×100 × 1000 77 × 100% = 2.46 10000 100.73 × 1000 77 × 100% = 2.46 99.22 × 1000 77 × 100% = 0.024 × 12.99 × 100% = 32.20 % KADAR N TOTAL N = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14 100 100+𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔) × 100% = (78.4−52.5)×0.1×14 100 100 +0.73 ×250 × 100% = 36.26 25000 100.73 × 100% = 36.26 248 .18 × 100% = 14.6 % Perhitungan C/N = 32.20% 14.6% = 2.20%
  • 25. 25 Kelompok 3 Titrasi blanko H2SO4 = 6.6 ml Titrasisampel = 3.7 ml Perhitungan C-Organik = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4 100 100 +𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔) 𝑥10𝑥 100 77 𝑥100% = (6.6−3.7) 𝑥 0.2 𝑥 3 100 100 +0.74 𝑥 100 𝑥 10 𝑥 100 77 𝑥 100% =0.02 𝑥 10 𝑥 100 77 𝑥 100% = 25.97% Kadar BahanOrganik = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶 𝑥 100 58 = 25.97 x 1.724 = 44.77 % KADAR N TOTAL Destilasi = PenambahanHCl 0.01N 15 ml Titrasi Blanko = 0.5 ml x 2.5 ml = 1.25 ml
  • 26. 26 Sampel = 0.3 ml N = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14 100 100+𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔) × 100% = (1.25−0.3)×0.1×14 100 100 +0.74 ×250 × 100% = 1.33 248 .16 𝑥 100% = 0.54 % Perhitungan C/N = 25.97 % 0.54 % = 48.09 % Kelompok 4 Hasil titrasi Blanko = 6,6 ml Sampel =1,0 ml Berat sampel = 100 mg Perhitungan C-Organik = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝑒𝑆𝑂4 100 100 +𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔) 𝑥10𝑥 100 77 𝑥100% = (6.6−1.7) 𝑥 0.2 𝑥 3 100 100 +0.41 𝑥 100 × 10 × 100 77 × 100% = 2,94 100 100 .41 ×100 × 1000 77 × 100%
  • 27. 27 = 3.36 10000 100.41 × 1000 77 × 100% = 3.36 99.59 × 1000 77 × 100% = 0,03 × 12.99 × 100% = 38,97 % Kadar Bahan Organik = Kadar C x 100 58 = 38,97 % x 100 58 = 67,18 Kadar N Total Destilasi Penambahan HCl = 15 ml Titrasi Blanko = 0,5 ml Sampel = 0,4 ml Berat sampel = 250 mg N = ( 𝐵−𝐴)×𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠𝑁𝑎𝑂𝐻 ×14 100 100+𝑘𝑎 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ ( 𝑚𝑔) × 100% = (0.915−0.4)×0.1×14 100 100 +0.41 ×250 × 100% = 0.721 248 .98 x 100%
  • 28. 28 = 0.29 % Perhitungan C/N = 38.97 0.29 = 134.38 % Tabel 1. Data C/N Rasio Kompos Perlakuan Ulangan 1 2 Cair 232,47 48,09 Padat 2,2 134,38 Total 234,67 182,47 Rata-rata 117,34 91,24 SD 162,83 61,02 Variansi 26512,14 3722,98 SD 1 = √∑ 𝒀 𝟐 − (∑ 𝒀) 𝟐 𝒏 𝒏−𝟏 = √(232 ,472+2,22 )− 234 ,672 2 2−1 = √ 54047 ,14−27535 1 = √26512,14
  • 29. 29 =162,83 SD 2 = √∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌) 2 𝑛 𝑛−1 = √ (48,092 +134,382 )− 182,472 2 2−1 = √ 20370 ,63−16647,65 1 = √3722,98 = 61,02 Analisa C/N rasio 1. n kecil = n < 30, maka digunakan distribusi T 2. rumusan hipotesis dua arah Ho = (𝜇1 – 𝜇 2) = Do Hi = (𝜇 1 – 𝜇 2) ≠ Do 3. daerah kritis Ho ditolak jika –t 𝛼 2 < t hitung< t 𝛼 2 α = 0,05 Ho ditolak jika –t 0,025 < t hitung< t 0,025 4. statistik penguji X1 = 117,34 X2 = 91,24 S1 = 162,83 S1 = 61,02
  • 30. 30 N1 = 2 N2 = 2 5. t hitung = ( 𝑋1−𝑋2)−𝐷𝑜 √( 𝑆12 𝑁1 )+( 𝑆22 𝑁2 ) = (117,34−91,24)−0 √( 162 ,832 2 )+( 61,022 2 ) = 26,1 √13256,80+1861,72 = 26 ,1 1976 ,86 = 0,013 6. .... Ho ditolak jika –t 𝛼 2 < t hitung < t 𝛼 2 = -t0,25<0,013<t0,025 = -6,314<0,013<6,314 Interpretasi: berati Ho ditolak, maka tidak ada beda nyata antara kompos yang terbuat dari kotoran sapi cair dan kotoran sapi padat. 3. Suhu dan Keasaman Grafik 1. Suhu dan Keasaman Kelompok 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Harike-1 Harike-2 Harike-3 Harike-4 Harike-5 Harike-6 Harike-7 Harike-8 Harike-9 Harike-10 Harike-11 Harike-12 Harike-13 Harike-14 Harike-15 SUHU PH
  • 31. 31 Grafik 2. Suhu dan Keasaman Kelompok 2 Grafik 3. Suhu dan Keasaman Kelompok 3 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Harike-1 Harike-2 Harike-3 Harike-4 Harike-5 Harike-6 Harike-7 Harike-8 Harike-9 Harike-10 Harike-11 Harike12 Harike-13 Harike-14 Harike-15 SUHU PH 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Harike-1 Harike-2 Harike-3 Harike-4 Harike-5 Harike-6 Harike-7 Harike-8 Harike-9 Harike-10 Harike-11 Harike-12 Harike-13 Harike-14 Harike-15 SUHU PH
  • 32. 32 Grafik 4. Suhu dan Keasaman Kelompok 4 4. Pupuk An-organik  Higroskopisitas Tabel 2. Tabel Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 1 JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan ZA 9.57 -0,43 9.95 -0,05 10,25 0,25 10,35 0,35 SP 36 10,52 0,52 10,63 0,63 10,75 0,75 10,7 0,7 Urea 10,08 0,08 10,55 0,55 11,6 1,6 12,5 2,5 Ponska 12,03 2,03 13,1 3,1 14,3 4,3 15,5 5,5 KCl 10,54 0,54 10,84 0,84 11,25 1,25 11,7 1,7 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Harike-1 Harike-2 Harike-3 Harike-4 Harike-5 Harike-6 Harike-7 Harike-8 Harike-9 Harike-10 Harike-11 Harike-12 Harike-13 Harike-14 Harike-15 SUHU PH
  • 33. 33 Grafik 5. Higroskopisitas kelompok 1 Tabel 3. Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 2 JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan ZA 12,1 2,1 11,9 1,9 11,65 0,65 10,24 0,24 SP 36 10,85 0,85 10,7 0,7 10,95 0,95 10,1 0,1 Urea 11,25 1,25 11,35 1,35 12,25 2,25 10,27 0,27 Ponska 12,4 2,4 13,45 3,45 15,45 5,45 10,65 0,65 KCl 11,4 1,4 11,5 1,5 12,1 2,1 10,25 0.25 -0.43 -0.05 0.25 0.350.52 0.63 0.75 0.7 0.08 0.55 1.6 2.5 2.03 3.1 4.3 5.5 0.54 0.84 1.25 1.7 -1 0 1 2 3 4 5 6 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 ZA SP 36 Urea Ponska KCl
  • 34. 34 Grafik 6. Higroskopisitas Kelompok 2 Tabel 4. Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 3 JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 rerata serapan rerata serapan rerata serapan Rerat a Serapan ZA 12,05 2,05 11,2 1,2 10,95 0,95 11,1 1,1 SP 36 11,65 1,65 11,25 1,25 10,55 0,55 10,6 0,6 Urea 12,1 2,1 12,1 2,1 12,45 2,45 13,05 3,05 Ponska 13,1 3,1 13,6 3,6 14,8 4,8 16,05 6,05 KCl 12,5 2,5 11,55 1,55 11,85 1,85 12,1 2,1 2.1 1.9 0.65 0.24 0.85 0.7 0.95 0.1 1.25 1.35 2.25 0.27 2.4 3.45 5.45 0.65 1.4 1.5 2.1 0.250 1 2 3 4 5 6 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 ZA SP 36 Urea Ponska KCl
  • 35. 35 Grafik 7. Higroskopisitas Kelompok 3 Tabel 5. Hasil Pengamatan Higroskopisitas Kelompok 4 JenisPupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 rerata serapan rerata serapan rerata serapan rerata serapan ZA 10,67 0,67 10,08 0,08 10,92 0,92 10,98 0,98 SP 36 10,6 0,6 10,7 0,7 10,68 0,68 10,7 0,7 Urea 11,4 1,4 11,6 1,6 13,82 3,82 13,82 3,82 Ponska 12,73 2,73 13,83 3,83 14,6 4,6 15,83 5,83 KCl 11,6 1,6 11,44 1,44 12 2 12,27 2,27 2.05 1.2 0.95 1.1 1.65 1.25 0.55 0.6 2.1 2.1 2.45 3.053.1 3.6 4.8 6.05 2.5 1.55 1.85 2.1 0 1 2 3 4 5 6 7 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 ZA SP 36 Urea Ponska KCl
  • 36. 36 Grafik 8. Higroskopis Kelompok 4  Tingkat Kelarutan Kelompok 1 % Kelarutan = 10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 10 × 100% % Kelarutan Urea = 10−0.4 10 × 100% = 96% % Kelarutan ZA = 10−0.4 10 × 100% = 96% % Kelarutan Ponska = 10−2.51 10 × 100% = 74.9% % Kelarutan Sp36 = 10−8.22 10 × 100% = 17.8% 0.67 0.08 0.92 0.98 0.6 0.7 0.68 0.7 1.4 1.6 3.82 3.82 2.73 3.83 4.6 5.83 1.6 1.44 2 2.27 0 1 2 3 4 5 6 7 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 ZA SP 36 Urea Ponska KCl
  • 37. 37 % Kelarutan KCl = 10−0.34 10 × 100% = 96.6% Kelompok 2 % Kelarutan = 10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 10 × 100% % Kelarutan Urea = 10−0.4 10 × 100% = 96% % Kelarutan ZA = 10−0.4 10 × 100% = 96% % Kelarutan Ponska = 10−2.51 10 × 100% = 74.9% % Kelarutan Sp36 = 10−8.22 10 × 100% = 17.8% % Kelarutan KCl = 10−0.34 10 × 100% = 96.6% Kelompok 3 % Kelarutan = 10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 10 × 100% % Kelarutan Urea = 10−0.1 10 × 100% = 99% % Kelarutan ZA = 10−0.4 10 × 100% = 96% % KelarutanPonska = 10−3.4 10 × 100% = 66% % Kelarutan Sp36 = 10−8.5 10 × 100% = 15%
  • 38. 38 % KelarutanKCl = 10−3.2 10 × 100% = 68% Kelompok 4 % Kelarutan = 10−𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 10 𝑥 100 % % Kelarutan Urea = 10−0.2 10 𝑥100 % = 98 % % Kelarutan KCl = 10−0.96 10 𝑥100% = 90.4 % % Kelarutan pondska = 10−1.32 10 𝑥100% = 86.8 % % Kelarutan SP36 = 10−8.45 10 x100% = 15.5 % % Kelarutan ZA = 10−0.16 10 𝑋100% = 98.4 %
  • 39. 39 B. PEMBAHASAN 1. Kompos Selama fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan cepat. Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protozoa mulai bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan (utilized) dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing tanah, dan organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan (Starbuck, 2004). Organisme yang bertugas dalam menghancurkan material organik membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, dalam proses pengomposan perlu ditambahkan material yang mengandung nitrogen agar berlangsung proses pengomposan secara sempurna. Material tersebut salah satunya dapat diperoleh dari kotoran ternak (manure). Nitrogen akan bersatu dengan mikroba selama proses penghancuran material organik. Setelah proses pembusukan selesai, nitrogen akan dilepaskan kembali sebagai salah satu komponen yang terkandung dalam kompos. Fase kematangan (ripeness) , Kompos akan berubah menjadi gelap, wangi, remah, dan mudah hancur. karenanya kompos sudah dapat digunakan. Dalam proses pengomposan, harus dilakukan pengontrolan terhadap kelembaban, aerasi (tata udara), temperatur, dan derajat keasaman (pH). Kelembaban antara 50-60% merupakan angka yang cukup optimal pada pembuatan kompos. Pengomposan secara aerob membutuhkan udara, sehingga perlu dilakukan pembalikan (turning) pada kompos agar tercipta pergerakan udara. Temperatur akan naik pada tahap awal pengomposan, namun temperatur tersebut akan berangsur-angsur turun mencapai suhu kamar pada tahap akhir. Keasaman kompos akan meningkat, karena bahan yang dirombak menghasilkan asam-asam organik yang sederhana dan keasaman ini akan kembali normal ketika kompos telah matang.(Starbuck, 2004)
  • 40. 40 Faktor faktor yang menentukan kualitas hasil pengomposan atau kualitas adalah sbb: a. Struktur Bahan Baku Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman, proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogen tinggi, imbangan C/N yang sempit, serta kandungan lignin yang rendah. Semakin banyak kandungan senyawa N, bahan baku akan makin cepat terurai. Hal ini disebabkan jasad-jasad renik pengurai bahan ini memerlukan senyawa Nuntuk perkembangannya. (Murbandono, 1995) b. Ukuran Bahan Baku Proses Pengomposan dapat dipercepat dengan mengecilkan ukuran bahan sehingga luas permukaan kontak lebih tinggi dan menjadi lebih peka terhadap aktivitas mikroorganisme.(Simamora, 2006) menyatakan Ukuran bahan baku kompos akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan. Semakin kecil ukuran bahan (5-10 cm), maka proses pengomposan akan berlangsung lebih cepat. c. Suhu Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu (Dalzell et al., 1987)
  • 41. 41 d. Kadar air Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan pertumbuhannya Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal bahan sekitar 60-65%, karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air akan meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme. Jumlah fungi yang beradaptasi dengan baik pada partikel bahan kompos jauh lebih tinggi dibanding bakteri pada saat awal dekomposisi (fase aerobic) sebab fungi mempunyai kemampuan menggunakan bahan-bahan polimerik disamping dapat mereduksi kapasitas thermal pada kadar air rendah. Apabila kadar air meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobic, kemudian kadar air akan menurun, maka kapasitas thermal juga akan menurun. (EPA, 1989). e. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N). Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1. Hasil perhitungan kadar C/N rasio kompos tiap kelompok berbeda-beda, hasilnya adalah: Kelompok 1 C/N rasionya adalah 232,47 %, Kelompok 2 C/N rasionya adalah 2,20 %, Kelompok 3 C/N rasionya adalah 48,09 %, dan hasil perhitungan C/N rasio kelompok 4 adalah 134,38 %. Dari hasil perhitungan C/N rasio kompos tiap kelompok tidak ada yang mendekati C/N
  • 42. 42 rasio kompos yaitu < 20 %. Hal ini dimungkinkan ada kesalahan pada saat analisa kadar C dan N. Pada kelompok 2 analisa C/N organik dilakukan sampai dengan 3 kali, karena saat praktikum kelompok kami melakukan kesalahan, yaitu pada saat titrasi volume HCl sangat tinggi hampir mencapai volume 80 ml. Faktor ini kemungkinan bisa dari human error atau bahkan karena alat-alat laboratorium yang tingkat kebersihannya kurang diperhatikan oleh laboran, dan pada saat destruksi nyala api tidak stabil bahkan sering dimatikan. Ini juga dapat berpengaruh dalam analisa, sebab dapat memperlama tingkat kejernihan bahan saat didestruksi, akibatnya untuk langkah kerja selanjutnya yaitu destilasi akan terhambat. f. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut. g. Aerasi Aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi (pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Aerasi (pengaturan udara) yang baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga
  • 43. 43 dengan pergerakan udara secara alami ke dalam tumpukkan kompos melalui saluran-saluran aerasi. h. Pengadukan (Homogenisasi) Faktor lain yang berpengaruh terhadap proses pengomposan adalah pengadukan. Bahan baku kompos terdiri dari campuran berbagai bahan organik yang memiliki sifat terdekomposisi berbeda (ada yang mudah dan sukar terdekomposisi). Apabila campuran bahan ini tidak diaduk, maka proses dekomposisi tidak berjalan secara merata. Akibatnya, kompos yang dihasilkan kurang bagus. Karena itu, sebelum dan selama proses pengomposan, campuran bahan baku kompos harus diaduk sehingga mikroba perombak bahan organik bisa menyebar secara merata. Dengan demikian, kinerja mikroba perombak bahan organik bisa lebih efektif. Pengadukan sebaliknya dilakukan seminggu sekali. Standar kualitas kompos kualitas kompos biasanya diidentikan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya, kadarnya sangat tergantung dari bahan baku atau proses pengkomposan. i. Pembalikan Pengomposan secara aerobik memerlukan sejumlah besar oksigen, terutama selama proses awal. Jika suplai oksigen terbatas, proses pengkomposan menjadi anaerobik, sehingga proses terjadi lebih lambat dan berbau. Kandungan oksigen dalam tumpukan akan berubah dengan pembalikan secara manual. Pembalikan dibutuhkan juga pada saat adanya perbedaan temperatur pada tumpukan. Ketersediaan oksigen, dan aktivitas microbial akan berpengaruh terhadap temperatur tumpukan kompos. Sepanjang proses pengomposan oksigen habis dengan cepat oleh mikroba ketika terjadi proses metabolisme zat organik. Oksigen menjadikan proses pengomposan jadi melambat dan menurunkan temperatur. Pemberian udara pada pupuk kompos dengan pembalikan adalah untuk memastikan persediaan
  • 44. 44 oksigen yang cukup bagi mikroba. Ketersediaan Oksigen dan Pembalikan. Kadar oksigen yang ideal adalah 10%-18%(kisaran yang dapat diterima adalah 5%-20%). Jika tumpukan terlalu lembab maka proses pengomposan akan terhambat, ini dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara didalam tumpukan, sehingga akan membatasi kadar oksigen dalam tumpukan. Kekurangan oksigen mengakibatkan mikroorganisme aerobik mati dan akan tergantikan oleh mikroorganis mean aerobik. Tetapi dengan adanya pembalikan pada tumpukan kompos akan mengembalikan kondisi tumpukan menjadi normal kembali . Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi pada bahan organik yangakan dikomposkan dan untuk menjaga agar pada proses pengomposan selalu ada udara segar. 2. Probiotik Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Aktivator Pengomposan yang digunakan adalah kotoran ternak atau rumen sapi untuk mempercepat proses pengomposan. Pada hasil pengomposan dengan dua macam probiotik yaitu menggunakan urin sapi dan kotoran sapi padat. Berdasarkan hasil analisis varians diperoleh hasil bahwa pada penggunaan dua macam probiotik dalam pengomposan hasilnya tidak ada pengaruhnya secara nyata terhadap hasil pengomposan. Aktivator (starter kompos) merupakan dekomposer yang terdiri dari bakteri pengurai, cendawan dan mikroba pengurai lainnya yang telah diisolasi yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Penggunanan aktivator ini (penggunaan probiotik dari kotoran sapi) dapat mempercepat proses pengomposan dari 4 – 6 bulan menjadi 3 – 4 minggu.
  • 45. 45 3. Keasaman (pH) Hasil pengukuran PH pada pemgomposan diperoleh hasil tiap kelompok yaitu: kelompok 1 sebesar 7,97 , kelompok 2 sebesar 8,01 , kelompok 3 sebesar 7,94 dan kelompok 4 sebesar 8,02. Hasil dari keempat kelompok tersebut telah diperoleh hasil dengan rata- rata PH pengomposan sebesar 7,99. bahan organik dengan nilai pH antara 3 dan 11 dapat dikomposkan, pH optimum berkisar antara 5,5 dan 8. Bakteri lebih senang pada pH netral. Fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak masam. Kondisi alkalin kuat menyebabkan kehilangan nitroge, hal ini kemungkinan terjadi apabila ditambahkan kapur pada saat pengomposan berlangsung. Kondisi sangat asam pada awal proses dekomposisi menunjukkan proses dekomposisi berlangsung tanpa terjadi peningkatan suhu. Biasanya pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Dengan munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisi maka pH bahan kembali naik setelah beberapa hari dan pH berada pada kondisi netral. (Sutanto, 2002) Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :  pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme.  pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan kematian jasad renik. 4. Temperatur (Suhu) Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam
  • 46. 46 menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperature dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu. Pada pengomposan aerobik, diawal suhu meningkat pesat mulai dari 60OF hingga hingga mencapai 160OF dimana aktifitas mikroorganisme adalah mesophilic dan berikutnya thermophilic , setelah suhu mulai menurun maka mikroorganisme mesophilic kembali aktif. Dan setelah suhu stabil proses pematangan kompos mulai terjadi.Temperatur dan tinggi tumpukan mempengaruhiMetabolisme mikroorganisme dalam tumpukanmenimbulkan energi dalam bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian akantersimpan di dalam tumpukan dan sebagian lagi terlepas pada proses penguapan atau aerasi. Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan meningkatkan temperatur tumpukan. Hasil pengukuran suhu tiap kelompok pada saat proses pengomposan yaitu sbb: kelompok 1 sebesar 31,81 °C, kelompok sebesar 2 31,46 °C, kelompok 3 sebesar 29,90 °C dan kelompok 4 sebesar 30 °C. Dengan hasil rata –rata suhu semua kelompok diperoleh hasil sebesar 30,8 °C. Nilai ini tidak sesuai dengan teori, karena temperatur yang tepat saat pengomposan berkisar antara 40 – 50 °C. Adanya perbedaan suhu ini Kemungkinan ada beberapa faktor yaitu :  Saat pengomposan berlangsung sering kali tidak dilakukan pembalikan. Proses pembalikan ini berfungsi sebagai aerasi Aerasi (pengaturan udara) yang baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk
  • 47. 47 menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga dengan pergerakan udara secara alami ke dalam tumpukkan kompos melalui saluran-saluran aerasi.  Kadar air pada bahan kurang Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan pertumbuhannya Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal bahan sekitar 60-65%, karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air akan meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme. Jumlah fungi yang beradaptasi dengan baik pada partikel bahan kompos jauh lebih tinggi dibanding bakteri pada saat awal dekomposisi (fase aerobic) sebab fungi mempunyai kemampuan menggunakan bahan-bahan polimerik disamping dapat mereduksi kapasitas thermal pada kadar air rendah. Apabila kadar air meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobic, kemudian kadar air akan menurun, maka kapasitas thermal juga akan menurun. 5. Pupuk An-organik Pada praktikum kesuburan tanah mengidentifikasi pupuk yang bertujuan untuk mengenal berbagai jenis pupuk dan mengidentifikasi sifat-sifat pupuk. Disini Praktikan diperkenalkan berbagai jenis pupuk antara lain: pupuk ZA, SP36, Urea, KCl dan Ponska. Dari hasil praktikum yang kami lakuakan diperoleh hasil tingkat kelarutan dan higroskopisitas terhadap masing-masing pupuk yaitu (Notohadiprawiro,dkk., 1997) :  ZA pupuk amonium sulfat (ZA) yang memiliki sifat fisik sebagai berikut : bentuk butiran lembut,warna putih gula, senyawa anorganik, kelarutan
  • 48. 48 cepat,mengalami higroskopisitas, grade pupuk (21-0-0) dan memiliki sifat kimia sebagai berikut Rumus kimia (NH4)2SO4, kadar hara 21% N, sifat fisiologis Asam.  SP36 pupuk SP36 (Ca H2PO4) yaitu dengan sifat fisik berbentuk Butiran kasar. warna Abu-abu, Senyawa Anorganik, kelarutan Lambat, tidak Higroskopisitas karena berbentuk butiran kasar, Grade pupuk : (0-36-0) artinya hanya mengandung unsure hara,s ifat fisiologis Basa karena terdapat Ca pupuk pupuk yang mengandung unsure Ca, Pada umumnya bersifat Basa.  Urea pupuk Urea CO (NH2)2 dengan sifat fisik berbentuk butiran Kasar, warna putih, senyawa anorganik, kelarutan Cepat, Higroskopisitas karena pupuk berbentuk Kristal yang mudah menguap, grade pupuk (46-0-0) Artinya hanya mengandung unsur hara primer 40% N, kadar hara : 46% N, sifat fisiologis Asam karena banyak mengandung nitrogen yang terlalu bayak apabila pengapliasian terlalu banyak menyebabkan tanah menjadi masam.  KCl pupuk KCl/MOP memiliki sifat fisika sebagai berikut ; bentuk butiran lembut, warna merah+putih, senyawa anorganik, kelarutan cepat, higroskopisitas, grade pupuk (0-0-60) dengan sifat fisik kadar hara 60% K2O, sifat fisiolois Asam.  Ponska Spesifikasi pupuk ponska  Nitrogen (N) : 15%  Fosfat (P2O5) : 15%  Kalium (K2O) : 15%
  • 49. 49  Sulfur (S) : 10%  Kadar air maksimal 2%  Bentuk butiran  Warna merah muda  Dikemas dalam kantong bercap kerbau emas dengan isi bersih 50 dan 20 kg. Sifat, manfaat dan keunggulan pupuk PHONSKA  Higroskopis  Mudah larut dalam air  Mengandung unsur hara N, P, K dan S sekaligus  Kandungan unsur hara setiap butir pupuk merata  Larut dalam air sehingga mudah diserap tanaman  Sesuai untuk berbagai jenis tanaman  Meningkatkan produksi dan kualitas panen  Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan  Menjadikan tanaman lebih hijau dan segar karena banyak mengandung butir hijau daun  Memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik  Memacu pembentukan bunga, mempercepat panen dan menambah kandungan protein  Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan dapat mengurangi risiko rebah  Memperbesar ukuran buah, umbi dan biji-bijian  Meningkatkan ketahanan hasil selama pengangkutan dan penyim-panan.  Memperlancar proses pembentukan gula dan pati.
  • 50. 50 BAB V KESIMPULAN 1. Penggunaan probiotik dengan dua macam jenis yaitu dengan menggunakan urin sapi dan kotoran sapi padat tidak ada pengaruhnya secara nyata pada saat pengomposan. 2. Dari hasil pengomposan bahan organik, didapat hasil kompos dengan warna kehitam – hitaman, kompos sedikit agak liat (bila dikepal masih menggumpal dan masih keluar sedikit air) dan masih agak bau. 3. Hasil pengukuran suhu dan keasaman (pH) pada kompos diperoleh nilai dengan rata-rata semua kelompok pH sebesar 7,99 dan suhu sebesar 30,8 °C. 4. Rasio C/N kompos diperoleh hasil tiap kelompok berbeda-beda yaitu: kelompok 1sebesar 232,47 %, kelompok 2 sebesar 2,20 %, kelompok 3 sebesar 48,09 % dan kelompok 4 sebesar 134,38 %. 5. Dari indentifikasi pupuk organik yang kami lakukan, tingkat kelarutan diurutkan dari paling tinggi ke terendah tingkat kelarutannya adalah: KCl, Urea, ZA, Ponska dan SP36.
  • 51. 51 DAFTAR LAMPIRAN DATA KELOMPOK 1 PUPUK ORGANIK (dengan probiotik kotoran sapi cair /urin) Acara I Probiotik Bahan urin sapi 500 ml Acara III Suhu dan Keasaman Hari ke- Ph Suhu 1 6,26 35 2 7,12 34 3 6,90 34 4 7,70 34 5 7,80 33,3 6 8,28 33 7 8,21 29 8 8,54 32 9 8,40 30 10 8,40 28 11 8.22 27,3 12 8.23 29 13 8,38 39 14 8,52 30 15 8,67 29,67 Acara IV Kadar C-organik Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml Berat sampel : 100 mg Sampel : 1,0 ml
  • 52. 52 Tabel pengamatan kadar C-organik Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Berat sampel 100 mg 100 mg 100 mg 100 mg Titrasi blanko 6,6 ml 6,6 ml 6,6 ml 6,6 ml Titrasi Sampel 1,0 ml 2,5 ml 3,7 ml 1,7 ml Acara V Kadar N Total Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 34 ml Titrasi : Blanko : 0,1 ml Sampel : 0,1 ml Berat sampel : 250 mg Volume tirasi : 10 ml Kadar Lengas Kompos Sampel Berat Botol Botol + Sampel Berat Setelah di Oven (g) 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5 1 26.13 2 37,706 30,754 29,272 29,265 29,266 29,243 29,280 29,234 29,236 konstan 2 25,27 9 36,970 30,139 28,653 28,556 28,660 28,637 28,676 28,631 28,630 konstan
  • 53. 53 PUPUK ANORGANIK Acara VII Higroskopisitas Berat Plastik : 0,5 g Berat Awal : 10 g Jenis Pupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 ZA 10,04 9,09 10,04 9,85 10,3 10,2 10,6 10,1 SP 36 10,03 11,01 10,24 11,01 10,5 11,0 10,3 11,1 Urea 10,07 10,09 11,01 10,09 11,7 11,5 12,8 12,2 Ponska 12,01 12,05 13,13 13,06 13,7 14,9 14,9 16,1 KCl 10,04 11,04 10,62 11,06 10,8 11,7 11,1 12,3 Acara VIII Tingkat Kelarutan Berat Awal : 10 g Jenis Pupuk Berat Pupuk+Kertas (A) Berat Kertas (B) A – B (C) % kelarutan ZA 1,8 1,2 0,6 94 % SP 36 9,5 1,9 7,6 24% Urea 2,2 2 0,2 98% Ponska 5,3 2,4 2,9 71% KCl 4,6 2,2 2,4 76%
  • 54. 54 DATA KELOMPOK 2 Pengomposan dengan kotoran sapi padat ACARA III. Suhu dan Keasaman Pengamatan ke- pH Suhu 1 7,08 36 2 6,92 34 3 7,17 34 4 7,74 34 5 7,83 34 6 8,05 31,33 7 8,80 31,33 8 8,08 31 9 8,06 30 10 8,20 29 11 8,19 29,67 12 8,50 29,3 13 8,20 28,66 14 8,60 30 15 8,81 29,67
  • 55. 55 ACARA IV. Kadar C-organik  Titrasi blanko = 6,6 ml  Titrasi sampel = 2,5 ml ACARA V. Kadar N total  Titrasi blanko ( H2SO4) : 78,4 ml  Titrasi sampel : 52,5 ml ACARA VI. Rasio C/N  Botol + tutup ulangan I : 31,808 g  Botol + tutup ulangan II : 32, 371 g  Botol + isi ulangan I : 41,376 g  Botol + isi ulangan II : 43,522 g Kadar Lengas Kompos Sampel Berat Botol Botol + Sampel Berat Setelah di Oven (g) 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 1 31,808 41,376 36,584 34,325 34,332 34,315 34,287 34,287 konstan konstan 2 32,371 43,522 38,249 35,469 35,481 35,479 35,461 35,498 35,453 konstan
  • 56. 56 ACARA VII. Higroskopis Pupuk 1 Mei 2013 8 Mei 2013 15 mei 2013 24 Mei 2013 I II I II I II I II ZA 10,9 13,3 10,8 13 10 13,3 10,14 10,35 SP36 10,9 10,8 10,7 10,7 11 10,9 10,11 10,09 Urea 11,3 11,2 11,5 11,2 12,5 12 10,31 10,23 Ponska 12,5 12,3 13,5 13,4 15,4 15,5 10,64 10,66 KCl 11,3 11,5 11,5 11,5 12 12,2 10,25 10,25 ACARA VIII. Tingkat kelarutan Pupuk Kertas+endapan (gr) Kertas saring (gr) Endapan (gr) Urea 2,7 2,3 0,4 ZA 2,4 2 0,4 Ponska 5,45 2,94 2,51 SP36 10,9 2,68 8,22 KCl 2,39 2,05 0,34
  • 57. 57 DATA KELOMPOK 3 PUPUK ORGANIK Acara I Probiotik Bahan urin sapi 500 ml Acara III Suhu dan Keasaman Hari ke- Ph Suhu 1 7,43 29 2 7,09 28 3 7,59 31,3 4 7,34 32 5 7,51 33 6 8,04 28 7 8,11 30,7 8 8,05 32 9 8,36 30 10 8,20 30 11 8,29 33,3 12 8,15 28,3 13 8,42 27 14 8,27 26,6 15 8,33 29,33 Acara IV Kadar C-organik Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml Sampel : 3,7 ml Berat sampel : 100 mg
  • 58. 58 Acara V Kadar N Total Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 15 ml Titrasi : Blanko : 0,5 ml Sampel : 0,3 ml Berat sampel : 250 mg Kadar Lengas Kompos Sampel Berat Botol Botol + Sampel Berat Setelah di Oven (g) 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5 1 25,84 4 41,496 35,161 30,416 30,415 konstan konstan konstan konstan konstan konstan 2 25,66 9 41,045 34,268 29,613 29,603 29,564 29,464 29,190 29,142 29,141 konstan PUPUK ANORGANIK Acara VII Higroskopisitas Berat Plastik : 0,5 g Berat Awal : 10 g Jenis Pupuk Minggu I Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 ZA 12 12,1 11,2 11,2 10,8 11,1 11 11,2 SP 36 11,5 11,8 11,3 11,2 10,6 10,5 10,6 10,6 Urea 12 12,2 12 12,2 12,5 12,4 13 13,1 Ponska 13 13,2 13,5 13,7 14,7 14,9 15,9 16,2 KCl 12,5 12,5 11,4 11,7 11,8 11,9 12,1 12,1
  • 59. 59 Acara VIII Tingkat Kelarutan Berat Awal : 10 g Jenis Pupuk Berat Pupuk+Kertas (A) Berat Kertas (B) A – B (C) % kelarutan ZA 2,4 2 0,4 96 % SP 36 11,5 3 8,5 15 % Urea 2,1 2 0,1 99 % Ponska 5,9 2,5 3,4 66 % KCl 5,2 2 3,2 68 % DATA KELOMPOK IV Acara I Probiotik Bahan kotoran sapi 500 g Acara III Suhu dan Keasaman Hari ke- Ph Suhu 1 6,83 29 2 7,67 28 3 7,19 31,3 4 7,57 32 5 7,77 33 6 7,97 28 7 7,87 30,7 8 8,14 32,3 9 8,40 31 10 8,37 27 11 8,51 29,3 12 8,76 27,3 13 8,79 27,6 14 8,33 27 15 8,55 27,33
  • 60. 60 Acara IV Kadar C-organik Hasil titrasi : Blanko : 6,6 ml Sampel : 1,7 ml Berat sampel : 100 mg Acara V Kadar N Total Destilasi : Penambahan HCl 0,01N 15 ml Titrasi : Blanko : 0,5 ml Sampel : 0,4 ml Berat sampel : 250 mg Kadar Lengas Kompos Sampe l Penimbangan ke- Awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 30,846 26,197 26,86 26,183 26,181 26,173 26,183 26,167 26,166 konstan 2 32,953 28,407 28,364 28,366 28,365 konstan konstan Konstan Konstan konstan PUPUK ANORGANIK Acara VII Higroskopisitas Berat Plastik : 0,5 g Berat Awal : 10 g
  • 61. 61 Jenis Pupuk Sampel Bobot (gram) 1 2 3 4 KCL 1 11,5 11,7 12,02 12,33 2 11,17 11,18 11,97 12,21 SP 36 1 10,5 10,6 10,64 10,66 2 10,7 10,8 10,71 10,74 PONSKA 1 13,15 14,15 15,57 16,27 2 12,3 13,5 13,62 15,38 UREA 1 11,4 11,6 13,04 13,94 2 11,4 11,6 13,01 13,69 ZA 1 10,6 10,7 10,81 10,91 2 10,74 10,9 11,03 11,05 Acara VIII Tingkat Kelarutan Berat Awal : 10 g Jenis Pupuk Kertas + Pupuk (gram) Kertas (gram) Pupuk (gram) UREA 2,8 2,6 0,2 KCL 2,68 1,72 0,96 PONSKA 3,83 2,51 1,32 SP 36 11,46 3,01 8,45 ZA 2,49 2,33 0,16
  • 62. 62 Gambar 1. Hasil pembuatan probiotik Gambar 2. Hasil Pembuatan Kompos Gambar 3. pupuk anorganik Gambar 4. Hasil Destilasi Gambar 5. Proses Dekstruksi
  • 63. 63 Gambar 6. Proses destilasi Gambar 7. Alat destilasi Gambar 8. Higroskopisitas Gambar 9. Mahasiswa Praktikan