Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan kompos, termasuk pengertian kompos, tujuan pembuatan kompos, manfaat kompos, dan prinsip-prinsip pengomposan seperti kebutuhan nutrisi mikroorganisme, kondisi lingkungan ideal, dan ukuran partikel bahan baku."
PPT Materi Sosiologi Kelas X Bab 4. Proses Sosialisasi dan Pembentukan Keprib...
Lapporan k ompos
1. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah
proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya
oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan
yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan.
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan
yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan
kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki
nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama,
sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena
menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan
dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama
bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih
singkat dibandingkan cara konvensional.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum kali ini adalah untuk mengetahui cara
pembuatan kompos, manfaat dan kelebihan kompos.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 1
2. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kompos
Lingga (1994), menyatakan bahwa kompos merupakan hasil dari
pelapukan bahan-bahan berupa daun-daunan, jerami, aalng-alang, rumput, kotoran
hewan, sampah kota dan lain sebagainya yang proses pelapukannya bisa
dipercepat lewat bantuan manusia sedangkan menurut Sutedjo (2002), kompos
merupakan zat akhir suatu proses fermentasi, tumpukan sampah/ seresah tanaman
dan ada kalanya pula termasuk bingkai binatang. Sesuai dengan humifikasi
fermentas suatu pemupukan, dirincikan oleh hasil bagi C/N yang menurun.
Perkembangan mikrobia memerlukan waktu agar tercapai suatu keadaan
fermentasi yang optimal. Pada kegiatan mempercepat proses dipakai aktifator,
baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, yaitu bahan dengan perkembangan
mikrobia dengan fermentasi maksimum. Aktifator misalnya: kotoran hewan.
Akhir fermentasi untuk C/N kompos 15 – 17.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan - bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
2.2 Manfaat Pengomposan
Kompos diketahui mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Kompos mengandung hara makro dan mikro namun secara umum kadarnya
rendah bergantung dari jenis bahan organiknya, Oleh karena itu diperlukan
sumber hara lain yang berkadar hara tinggi yang dapat meningkatkan kadar hara
kompos. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran
yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 2
3. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah
juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. lewat
proses alamiah. Namun proses tersebut berlangsung lama sekali padahal
kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya proses
tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses
mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bisa diperoleh
kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2000). Pengomposan adalah proses
dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik diubah
menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos telah dipergunakan
secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah pertanian sekaligus
sebagai pupuk alami tanaman (Hadiwiyoto,1983).
Pengomposan memiliki banyak manfaat, diantaranya:
a. Manfaat ekonomi
Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah disebabkan sampah
yang diangkut ke TPA ( Tempat Pembuangan Akhir) semakin berkurang.
Selain itu dapat memperpanjang TPA karena semakin sedikit sampah
yang dikelola.
Menghasilkan produk berupa kompos yang memiliki nilai tambah karena
produk tersebut memilik nilai jual.
b. Manfaat terhadap lingkungan
Manfaat estetika. Adanya pengomposan, berarti adanya pengurangan
terhadap sampah jenis organik yang dapat merusak keindahan kota atau
suatu tempat dan menimbulkan bau.Dengan demikian keindahan dan
kenyamanan tetap terjaga.
Produk hasil pengomposan bermanfaat bagi tanah dan tanaman, sebab
dapat:
· Menyuburkan tanah dan tanaman
· Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
· Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
· Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 3
4. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
· Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
· Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
· Menekan pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman
· Meningkatkan retensi atau ketersediaan hara di dalam tanah
Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan, karena
jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang.
Selain itu aplikasi kompos pada lahan pertanian berarti mencegah
pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk buatan dan
obat-obatan yang berlebihan.
Membantu melestarikan sumber daya alam karena pemakaian kompos
pada perkebunan akan meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam
menahan sebagai media tanaman dapat digantikan oleh kompos, sehingga
eksploatasi humus hutan dapat dicegah.
c. Manfaat kesehatan
Dengan pengomposan, panas yang dihasilkan mencapai 60OC, sehingga dapat
membunuh organisme pathogen penyebab penyakit yang terdapat dalam sampah.
d. Manfaat dari segi sosial kemasyarakatan
Pengomposan dapat meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
sampah.
2.3 Prinsip Pengomposan
Pada dasarnya proses pengomposan adalah suatu proses biologis. Hal ini
berarti bahwa peran mikroorganisme pengurai sangat besar. (Tchobanoglous et
al.1993). Prinsip-prinsip proses biologis yang terjadi pada proses pengomposan
meliputi:
a. Kebutuhan Nutrisi
Untuk perkembangbiakan dan pertumbuhannya, mikroorganisme
memerlukan sumber energi, yaitu karbon untuk proses sintesa jaringan baru dan
elemen-elemen anorganik seperti nitrogen, fosfor, kapur, belerang dan magnesium
sebagai bahan makanan untuk membentuk sel-sel tubuhnya. Selain itu,
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 4
5. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
untukmemacu pertumbuhannya, mikroorganisme juga memerlukan nutrien
organik yang tidak dapat disintesa dari sumber-sumber karbon lain. Nutrien
organik tersebut antara lain asam amino, purin/pirimidin, dan vitamin.
b. Mikroorganisme
Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan antara lain berdasarkan kepada
struktur dan fungsi sel, yaitu:
1. Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer adalah eucaryotes bersel tunggal,
antara lain: ganggang, jamur, protozoa.
2. Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contoh: bakteri.
Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang belakang) seperti cacing tanah, kutu
juga berperan dalam pengurai sampah. Sesuai dengan peranannya dalam rantai
makanan, mikroorganisme pengurai dapat dibagi menjadi 3 (tiga)kelompok, yaitu:
a. Kelompok I (Konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan
organik dalam sampah, yaitu : jamur, bakteri, actinomycetes.
b. Kelompok II (Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I, dan;
c. Kelompok III (Konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad kelompok I
dan Kelompok I. Kondisi Lingkungan Ideal Efektivitas proses pembuatan kompos
sangat tergantung kepada mikroorganisme pengurai.
Apabila mereka hidup dalam lingkungan yang ideal, maka mereka akan
tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Kondisi lingkungan yang ideal
mencakup :
1. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N).
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos
adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara
karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan
ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila
mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos
sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon
dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan
C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 :
1 sampai dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 5
6. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara
aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan
tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah
organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu
menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara
bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme
memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut.
Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan
kompos, yaitu dapat terjadi apabila :
§ pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang
terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa
ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme.
§ pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan
kematian jasad renik.
3. Suhu (Temperatur)
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang
sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan
produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan
temperature dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis
mikroorganisme.
a) Pada awal pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara 25 – 45 C akan
terjadi dan segera diikuti oleh temperatur termofilik antara 50 - 65 C. Temperatur
termofilik dapat berfungsi untuk : a) mematikan bakteri/bibit penyakit baik
patogen maupun bibit vector penyakit seperti lalat;
b) mematikan bibit gulma. Tabel 1 menunjukkan suhu dan waktu yang dibutuhkan
untuk mematikan beberapa organisme patogen dan parasit. Kondisi termofilik,
kemudian berangsur-angsur akan menurun mendekati tingkat ambien.
4. Ukuran Partikel
Ukuran partikel yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos
harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 6
7. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas
permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat.
5. Kelembaban Udara
Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses
pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40 – 60 % dengan nilai
yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga
untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga
prosespengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan
terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena
molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang
akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari
40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai
karena terbatasnya habitat yang ada.
2.4 Larutan Effective Microorganism 4 (EM4)
Bokashi adalah pupuk organik hasil fermentasi bahan organik dengan
menggunakan EM4 (Effective Microorganisms 4) yang dimaksud dengan EM4
yaitu suatu campuran mikroorganisme yang bermanfaat untuk meningkatkan
keanekaragaman mikroba dari tanah maupun tanaman, serta berfungsi untuk
meningkatkan kesehatan tanah, pertumbuhan dan produksi tanaman.. Keunggulan
penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan
dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional.
Larutan Effective Microorganism 4 (EM4) ditemukan pertama kali oleh
Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus Jepang dengan kandungan
mikroorganisme sekitar 80 genus. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. EM4 sendiri
mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan
jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan
mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan,
sekam, pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan yang paling baik
digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung
zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 7
8. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
Dalam proses fermentasi bahan organik, mikroorganisme akan bekerja
dengan baik apabila kondisinya sesuai, yaitu apabila dalam kondisi anaerob, pH
rendah (3-4), kadar gula tinggi, kadar air 30-40%, dan suhu sekitar 40-50oC.
2.5 Klasifikasi Asystasia
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Scrophulariales
Famili: Acanthaceae
Genus: Asystasia
Spesies: Asystasia gangetica (L.) T. Anders.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 8
9. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
BAB III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun praktikum tentang pengomposan ini dilaksanakan di rumah
kompos Fakultas Pertanian, Universitas Jambi. Pada Jum’at 12 Oktober 2012,
pukul 13.00 WIB s/d selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
- Asystasia Cangkul
- Sekop Pupuk Kandang
- Ember Larutan EM4
- Cangkir Plastik Aqua Kapur
- Karung Air
3.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam praktikum pembuatan kompos kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Pertama-tama memasukkan pupuk kandang sapi kedalam bak kompos.
3. Kemudian memasukkan bahan baku utama yaitu Asystasia sampai
permukaan pupuk kandang tertutupi semua.
4. Selanjutnya menaburkan kapur keatas Asystasia.
5. Menambahkan Larutan EM4 agar proses pengomposan dapat berlangsung
cepat.
6. Mengulainya kembali dari tahap pertama sampai akhir hingga terbentuk 4
lapisan.
7. Setelah semuanya selesai menutup bak kompos dengan menggunakan
terpal.
8. Mengaduk bahan baku kompos tersebut 2 hari sekali sampai kompos
benar-benar matang dan siap untuk digunakan.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 9
10. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
BAB IV. HASIl DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
PARAMETER SEBELUM SESUDAH
Menggumpal, Kasar (Tekstur Tekstur berubah seperti
Tekstur
Asal) tanah
Bau Menyengat Tidak Berbau
Warna Coklat Tua Hitam Kecoklatan
Bahan baku seperti
Masih terdapat kapur,
Keterangan Asystasia, kapur, dll tidak
Asystasia dan bahan lainnya.
terlihat lagi.
Tabel 1. Hasil pengomposan sebelum dan sesudah
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengomposan ini menggunakan bahan baku Asystasia
yang memiliki C/N rasio rendah sehingga mudah terurai, dalam proses
pengomposan dibantu dengan Larutan EM4. EM4 merupakan suatu kultur
mikroorganisme cair yang digabung menjadi satu, mengandung bakteri
fotosintetik, ragi,Actinomycetes dan 90% bakteri genus Lactobacillus dan genus
Azotobacter yang dapat memfermentasikan bahan organik (kotoran hewan,
sampah, rumput dan sisa-sisa tumbuhan) menjadi senyawa-senyawa organik,
sehingga dapat diserap langsung oleh tanaman untuk dapat tumbuh dan
berproduksi dan mengandung organisme mikro yang dibutuhkan oleh tanah.
EM4 berguna untuk mempercepat proses pengomposan, mempercepat
dekomposisi limbah dan sampah organik, menekan pertumbuhan pathogen,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme indegenus yang menguntungkan
misalnya saja Rhizobium, bakteri pelarut fosfat, meningkatkan ketersediaan
nutrisi dan senyawa organik bagi tanaman, memperbaiki semua aspek kualitas
tanah. Inokulum (campuran antara kompos yang telah jadi dengan stater EM4)
ditambahkan dengan harapan didalamnya sudah terdapat bakteri spesifik yang
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 10
11. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
mudah beradaptasi dengan media yang akan dibuat kompos tersebut sehingga
pada akhirnya bakteri itu cepat berkembang biak dan dapat mempercepat proses
dekomposisi bahan organik tersebut.
Wadah tempat pembuatan kompos harus ditutup untuk menghindari
evaporasi berlebihan dan penguapan N dan diberi lubang yang berfungsi sebagai
sumber oksigen bagi bakteri dan fungi yang akan membantu mempercepat proses
dekomposisi dimana sebagian akan dipengaruhi oleh struktur dan ukuran partikel
bahan dasar. Makin kasar struktur, makin rendah kelembaban relatif bahan dasar
tersebut akibat makin besarnya volume pori udara dalam bahan campuran.
Penambahan urine pada pembuatan kompos ini dapat meningkatkan kandungan
karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P2O5) serta dapat menurunkan C/N rasio
kompos.
Tiga prinsip dalam pembuatan kompos yaitu adanya proses mikrobiologis
yaitu memanfaatkan peran dari organisme, berlangsung secara aerob atau
anaerobik dan hal yang penting adalah rasio C/N dari bahan yang digunakan
dalam pembuatan kompos dan hasil akhir ketika kompos tersebut jadi. Rasio C/N
awal perlu diperhatikan karena C merupakan sumber energi bagi dekomposer
sedangkan N merupakan untuk membentuk protein mikroba. Hasil akhir rasio
C/N yang sesuai maka memperlihatkan pH kompos yang semakin mendekati
netral. Pada pembuatan kompos kali ini dilakukan secara anaerobik yaitu proses
pembuatan kompos yang hanya membutuhkan sedikit oksigen. Pertama kali
bakteri fakultatif penghasil asam akan menguraikan bahah organik menjadi asam
lemak, aldehida, dll kemudian kelompok bakteri lainnya mengubah asam lemak
menjadi metan, amoniak, CO2, dan hidrogen. Energi yang dilepasakan pada
pembuatan kompos secara anaerobik ini hanya melepaskan energi sebesar 26
kcal/mol glukosa.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 11
12. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
BAB V. KESIMPULAN
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab,
dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Kompos diketahui mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah, merangsang
perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas
mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos.
EM4 yaitu suatu campuran mikroorganisme yang bermanfaat untuk
meningkatkan keanekaragaman mikroba dari tanah maupun tanaman, serta
berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tanah, pertumbuhan dan produksi
tanaman.. Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik
(kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan
dengan cara konvensional.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 12
13. Bioteknologi Tanah – Laporan Praktikum “Pembuatan Kompos”
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah
Organik Domestik. SNI 19- 7030- 2004.
Crawford. J.H. 2003 . Composting of Agricultural Waste in Biotechnology
Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P.Ouellette (ed).
p. 6877.
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Bogor.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Simamora, Suhut & Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos.
Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat Menggatasi Permasalahan Praktis.
Agromedia Pustaka.
Suganda C. Syahputra (D1A010017) – Agroekoteknologi “Ilmu Tanah B” 13