Program inkubasi bisnis bertujuan untuk meningkatkan ekonomi daerah tertinggal dengan melatih wirausaha desa untuk mengembangkan produk unggulan. Pelatihan ini akan melatih peserta untuk memetakan sumber daya desa, mengelola produksi, bekerja sama dengan mitra, dan mendokumentasikan inovasi bisnisnya. Evaluasi program akan menggunakan tes sebelum dan sesudah pelatihan beserta pengamatan terhadap tindakan peserta.
Materi Inkubator Bisnis Universitas merupakan salah satu faktor penting dalam membangun sinergi Triplehelix antara Universitas, Pemerintah dan Industri
Materi ini membahas konsep dasar tentang inkubator bisnis dan tata kelola nya
Menguraikan tentang pentingnya kolaborasi dalam menghasilkan inovasi, mulai dari triple Helix of Innovation yang menghasilkan inovasi sampai Quintuple helix of innovation yang menghasilkan eco-innovation> Prinsip kolaborasi ini adalah menghasilkan inovasi, bukan hanya sekedar MoU ..
Perkembangan klaster industri digambarkan sebagai suatu siklus hidup klaster industri. Siklus hidup klaster merupakan sesuatu hal yang mulai menjadi prioritas untuk dipelajari saat ini (Bergman, 2008). Semenjak tahun 1998 hingga sekarang, telah banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari dinamika klaster dengan tujuan mencari bagaimana bentuk siklus hidup klaster (Maskell & Kebir, 2005). Penelitian tersebut dilakukan untuk melakukan identifikasi karakteristik serta kebijakan dan strategi yang diberikan dalam tiap tahapan perkembangan klaster. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mempelajari kondisi nyata yang terjadi pada klaster yang telah dikembangkan. Hal itu dilakukan untuk menjawab mengapa klaster-klaster dengan kondisi awal yang sama ketika terbentuk, tetapi hasil perkembangannya dapat jauh berbeda (Bergman, 2008). Kemungkinan hasil perkembangan yang dapat terjadi yaitu terdapat klaster yang berkembang dengan pesat sedangkan lainnya justru mengalami penurunan kinerja bahkan dapat mengalami kegagalan.
Penelitian untuk mengidentifikasi siklus hidup klaster telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda ((Swann, 2002); (Brenner, 2004); (Maskell & Kebir, 2005); (Bergman, 2008); (Menzel & Fornahl, 2009)). Brenner (2004) mengemukakan teori klaster serta teori siklus hidup klaster secara lengkap setelah melakukan identifikasi menyeluruh pada keseluruhan tahapan siklus hidup mulai dari entry, exit dan growth. Penelitian tersebut disempurnakan oleh Menzel (2009). Dalam penelitiannya, Menzel (2009) menggunakan pendekatan knowledge-based dalam menganalisa siklus hidup klaster. Penelitian tersebut berhasil menemukan penjelasan mengapa siklus hidup klaster berbeda dengan siklus hidup industri serta menemukan kemungkinan adanya tahap renewal setelah klaster mengalami tahap decline atau lock-in.
Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan tersebut menggunakan obyek yaitu spontaneus cluster yang berada pada negara maju. Sedangkan penelitian tentang siklus hidup pada government driven cluster (klaster inisiasi pemerintah) yang biasanya banyak terdapat pada negara berkembang, masih sedikit dilakukan.
Telah diketahui bahwa klaster Industri di Indonesia secara dominan merupakan hasil inisiasi pemerintah (Depperin, 2008). Klaster industri telah menjadi suatu kebijakan pemerintah Indonesia dengan tujuan memperkuat struktur industri Indonesia semenjak tahun 2005 (Depperin, 2007). Tetapi dalam perkembangannya masih belum menunjukkan hasil positif yang signifikan memperkuat struktur industri.Dalam makalah ini penulis membahas tentang Klaster Industri dan Aglomerasi serta study kasus terkait Klaster dan Aglomerasi serta keterkaitan antara Klaster dan Aglomerasi dalam pengembangan ekonomi wilayah.
Materi Inkubator Bisnis Universitas merupakan salah satu faktor penting dalam membangun sinergi Triplehelix antara Universitas, Pemerintah dan Industri
Materi ini membahas konsep dasar tentang inkubator bisnis dan tata kelola nya
Menguraikan tentang pentingnya kolaborasi dalam menghasilkan inovasi, mulai dari triple Helix of Innovation yang menghasilkan inovasi sampai Quintuple helix of innovation yang menghasilkan eco-innovation> Prinsip kolaborasi ini adalah menghasilkan inovasi, bukan hanya sekedar MoU ..
Perkembangan klaster industri digambarkan sebagai suatu siklus hidup klaster industri. Siklus hidup klaster merupakan sesuatu hal yang mulai menjadi prioritas untuk dipelajari saat ini (Bergman, 2008). Semenjak tahun 1998 hingga sekarang, telah banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari dinamika klaster dengan tujuan mencari bagaimana bentuk siklus hidup klaster (Maskell & Kebir, 2005). Penelitian tersebut dilakukan untuk melakukan identifikasi karakteristik serta kebijakan dan strategi yang diberikan dalam tiap tahapan perkembangan klaster. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mempelajari kondisi nyata yang terjadi pada klaster yang telah dikembangkan. Hal itu dilakukan untuk menjawab mengapa klaster-klaster dengan kondisi awal yang sama ketika terbentuk, tetapi hasil perkembangannya dapat jauh berbeda (Bergman, 2008). Kemungkinan hasil perkembangan yang dapat terjadi yaitu terdapat klaster yang berkembang dengan pesat sedangkan lainnya justru mengalami penurunan kinerja bahkan dapat mengalami kegagalan.
Penelitian untuk mengidentifikasi siklus hidup klaster telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda ((Swann, 2002); (Brenner, 2004); (Maskell & Kebir, 2005); (Bergman, 2008); (Menzel & Fornahl, 2009)). Brenner (2004) mengemukakan teori klaster serta teori siklus hidup klaster secara lengkap setelah melakukan identifikasi menyeluruh pada keseluruhan tahapan siklus hidup mulai dari entry, exit dan growth. Penelitian tersebut disempurnakan oleh Menzel (2009). Dalam penelitiannya, Menzel (2009) menggunakan pendekatan knowledge-based dalam menganalisa siklus hidup klaster. Penelitian tersebut berhasil menemukan penjelasan mengapa siklus hidup klaster berbeda dengan siklus hidup industri serta menemukan kemungkinan adanya tahap renewal setelah klaster mengalami tahap decline atau lock-in.
Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan tersebut menggunakan obyek yaitu spontaneus cluster yang berada pada negara maju. Sedangkan penelitian tentang siklus hidup pada government driven cluster (klaster inisiasi pemerintah) yang biasanya banyak terdapat pada negara berkembang, masih sedikit dilakukan.
Telah diketahui bahwa klaster Industri di Indonesia secara dominan merupakan hasil inisiasi pemerintah (Depperin, 2008). Klaster industri telah menjadi suatu kebijakan pemerintah Indonesia dengan tujuan memperkuat struktur industri Indonesia semenjak tahun 2005 (Depperin, 2007). Tetapi dalam perkembangannya masih belum menunjukkan hasil positif yang signifikan memperkuat struktur industri.Dalam makalah ini penulis membahas tentang Klaster Industri dan Aglomerasi serta study kasus terkait Klaster dan Aglomerasi serta keterkaitan antara Klaster dan Aglomerasi dalam pengembangan ekonomi wilayah.
disampaikan oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) pada Seminar nasional Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN). Mewujudkan Kota Masa Depan Indonesia. Jakarta 13 Desember 2012
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembagaDr. Zar Rdj
TUJUAN
1. Implementasi kebijakan money follow program;
2. Memperkuat penerapan anggaran berbasis kinerja;
3. Meningkatkan konvergensi program dan kegiatan antar Kementerian/Lembaga
4. Keselarasan rumusan program dan kegiatan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran;
5. Informasi kinerja yang mudah dipahami oleh publik;
6. Mendorong K/L menerapkan value for money dalam proses perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaannya;
7. Sinkronisasi Rumusan Program Belanja K/L dengan Belanja Daerah.
8. Menyelaraskan Visi Misi Presiden, Fokus Pembangunan (arahan Presiden), serta 7 Agenda
9. Pembangunan, Tusi K/L dan Daerah;
10. Rumusan nomenklatur Program, Kegiatan, Keluaran (Output) yang mencerminkan “real work” (konkret)
MANFAAT
1. Adanya hubungan yang jelas antara program, kegiatan, output dan outcome.
2. Meningkatkan Sinergi antar Unit Kerja Eselon I atau antar K/L dalam mencapai sasaran pembangunan.
3. Meningkatkan efisiensi belanja
4. Integrasi Sistem IT perencanaan dan penganggaran.
5. Efisieni organisasi
disampaikan oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) pada Seminar nasional Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN). Mewujudkan Kota Masa Depan Indonesia. Jakarta 13 Desember 2012
Redesain sistem perencanaan dan penganggaran kementerian dan lembagaDr. Zar Rdj
TUJUAN
1. Implementasi kebijakan money follow program;
2. Memperkuat penerapan anggaran berbasis kinerja;
3. Meningkatkan konvergensi program dan kegiatan antar Kementerian/Lembaga
4. Keselarasan rumusan program dan kegiatan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran;
5. Informasi kinerja yang mudah dipahami oleh publik;
6. Mendorong K/L menerapkan value for money dalam proses perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaannya;
7. Sinkronisasi Rumusan Program Belanja K/L dengan Belanja Daerah.
8. Menyelaraskan Visi Misi Presiden, Fokus Pembangunan (arahan Presiden), serta 7 Agenda
9. Pembangunan, Tusi K/L dan Daerah;
10. Rumusan nomenklatur Program, Kegiatan, Keluaran (Output) yang mencerminkan “real work” (konkret)
MANFAAT
1. Adanya hubungan yang jelas antara program, kegiatan, output dan outcome.
2. Meningkatkan Sinergi antar Unit Kerja Eselon I atau antar K/L dalam mencapai sasaran pembangunan.
3. Meningkatkan efisiensi belanja
4. Integrasi Sistem IT perencanaan dan penganggaran.
5. Efisieni organisasi
MORE atau Market Oriented Revenue Enhancement merupakan sebuah paket pelatihan kewirausahaan yang berorientasi pada pasar. Modul ini bertujuan untuk mendorong peningkatan pendapatan melalui kewirausahaan berbasis kebutuhan pasar, baik bagi calon wirausaha maupun mereka yang telah menjalankan usaha berskala kecil. Berbeda dengan modul kewirausahaan lainnya, paket pelatihan MORE lebih fokus pada pemahaman dan keterampilan dasar mengenai bagaimana membangun usaha yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar. MORE dirancang sedemian rupa agar dapat merespon peluang pasar berbasis sumber daya lokal sehingga dapat mendorong peningkatan sumber pendapatan masyarakat.
Further info: yudi@bmunusantara.com/+6285655805017
Peserta mampu memahami konsep komunikasi massa, media massa, menyusun strategi komunikasi organisasi, dan mengembangkan media massa untuk penyebarluasan informasi organisasi.
Modul ini membahas strategi perancangan pelatihan untuk melakukan pemberdayaan sehingga penulis modul menempatkan proses pelatihan sebagai strategi perubahan sosial—dari pemikiran tertutup menuju pemikiran yang terbuka, dari pesimisme menuju optimisme, dari organisasi
yang stagnan menuju organisasi yang dinamis dan penuh semangat belajar (learning organization).
Peta Jalan Reformasi Tenurial Hutan di IndonesiaYossy Suparyo
Kehutanan Indonesia masih dihadapkan pada persoalan tenurial, di mana ketidakpastian dan ketimpangan penguasaan kawasan hutan telah menimbulkan konflik sosial dan menghambat pencapaian efektifitas pengelolaan hutan untuk kesejahteraa masyarakat dan kelestarian sumberdaya hutan. Persoalan tenurial kehutanan tidak hanya berkaitan dengan masyarakat adat ataupun masyarakat lokal tetapi juga kalangan bisnis kehutanan dan pemerintah. Tumpang tindih klaim atas kawasan hutan, pemberian izin yang tidak terkoordinasi, tidak adanya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal telah memicu konflik-konflik tenurial di kawasan hutan.
Reformasi kebijakan tenurial tanah dan hutan telah dimandatkan melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, UU NO. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria dan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, namun dalam implementasinya masih jauh dari harapan. Diperlukan arah perubahan kebijakan penguasaan kawasan huan yang jelas yang mencerminkan suatu kepastian dan keadilan, yaitu adanya sistem hukum dan kebijakan yang jelas untuk memberikan hak bagi pengguna hutan, dan memberikan hak dan akses bagi masyarakat yang hidupnya tergantung pada sumberdaya hutan.
Reformasi kebijakan tenurial kehutanan telah mendapatkan momentumnya dari konferensi internasional Penguasaan Hutan, Tata Kelola dan Usaha Kehutanan di Lombok pada 11-15 Juli 2011, di mana Kementerian Kehutanan dan UKP4 (Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) telah menekankan pentingnya penyelesaian terhadap persoalan-persoalan tenurial kehutanan di Indonesia. Sebagai tindak lanjut hal itu, Kelompok Masyarakat Sipil Indonesia yang terdiri dari Epistema Institute, HuMa, FKKM, WG Tenure, KPA, KpSHK, Karsa,AMAN,Pusaka, JKPP, Sains, Kemitraan, KKI Warsi, Javlec, Scale Up, The Samdhana Institute dan Bioma dan sejumlah individu peneliti dan akademisi telah menyiapkan naskah peta jalan perubahan kebijakan tenurial hutan. Kelompok masyarakat sipil Indonesian mengusulkan tiga ranah perubahan sebagai cara untuk mereformasi kebijakan penguasaan tanah dan hutan. Ketiganya adalah: (1) Perbaikan kebijakan dan percepatan proses pengukuhan kawasan hutan; (2) Penyelesaian konflik kehutanan; (3) Perluasan wilayah kelola rakyat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
Kurikulum Bimbingan Teknis Program Inkubasi Bisnis 2019
1. Kurikulum Bimbingan Teknis Inkubasi Bisnis
Bidang Produksi untuk Pengembangan Produk
Kawasan Perdesaan
Pendekatan Umum
Program Inkubasi Bisnis bidang Produksi merupakan program percepatan
pembangunan daerah tertinggal melalui peningkatan daya beli masyarakat.
Peningkatan daya beli berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Tantangan utama program ini adalah mempersempit kesenjangan laju pertumbuhan
ekonomi daerah tertinggal dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok
hingga level 5,15 prosen.
Program ini dirancang dengan asumsi manusia ditakdirkan untuk mampu meraih
kesejahteraan diri dengan mengoptimalkan kemampuan dan modal yang
dikuasainya. Kesejahteraan ekonomi diperoleh melalui keuntungan dari hasil usaha,
yang selanjutnya dikembangkan untuk menabung atau memperkuat modal usaha
(investasi). Sumodiningrat (2016) menegaskan manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk Tuhan dibekali kemampuan bertahan hidup sehingga setiap manusia
sejatinya adalah wirausahawan, Setiap orang pasti menghasilkan produk (one person
one product/OPOP). Dus, setiap produk yang dihasilkan manusia merupakan sebuah
kreativitas yang lahir dari kapasitas dasar manusia sebagai makhluk Tuhan.
Di sisi lain manusia sebagai makhluk sosial memiliki hubungan untuk saling
membantu, tolong menolong, bekerjasama membangun kesejahteraan secara
kolektif dalam komunitas/kelompok sehingga model inilah yang menciptakan
komunitas atau kelompok yang melahirkan produk (one community one product atau
OCOP). Kekuatan kolektif kelompok/komunitas mengejawantahkan kekuatan
ekonomi kerakyatan membangun kekuatan kolektif dengan berkomunitas. Dalam
konteks Community Driven Development (CDD), hal ini sudah dibangun melalui
program-program pemberdayaan pemerintah dengan menggerakan kekuatan
ekonomi berbasis kelompok maupun komunitas dengan sistem kooperasi yang pada
dasarnya bertujuan untuk menolong dirinya sendiri (self help) dalam persaingan
ekonomi maupun membangun kekuatan ekonomi secara kolektif.
Lahirnya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, membawa spirit baru
kehidupan di desa. Desa menjadi ruang kehidupan dan sumber penghidupan warga
desa untuk mengembangkan kesejahteraan individu maupun masyarakat desa. Azas
rekognisi dan subsidiaritas yang dimiliki oleh desa merupakan kekuatan baru dalam
mendorong pembangunan nasional. Desa, dengan segala kekuatan kewenangannya,
dapat mengelola potensi dan sumberdaya ekonomi di wilayahya secara mandiri dan
berdaulat.
2. Atas dasar itulah, desa dapat mengembangkan kekuatan dirinya dengan
meningkatkan kualitas produk unggulan desa (prudes) dengan prinsip one village
one product (OVOP). UU Desa juga memberi kewenangan pada desa untuk
membangun sistem dan kelembagaan ekonomi secara profesional untuk mengelola
potensi dan sumberdaya desa. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) merupakan
lembaga ekonomi desa yang musti dikelola secara profesional, mandiri, berdaulat,
adil dan berorientasi untuk kesejahteraan sosial masyarakat desa.
BUM Desa dapat membentuk unit-unit usaha yang bekerja layaknya sebuah
perusahaan yang berorientasi profit. Di sinilah lahir istilah one village one company
(OVOC) sebagai bentuk intermediasi kekuatan-kekuatan usaha ekonomi lokal di
desa. Unit bisnis BUMDes merupakan bentuk OVOC dalam menggerakkan roda
ekonomi desa dengan mengoptimalkan potensi desa. Tumbuhnya wirausaha desa
diharapkan mampu mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya desa untuk
menggerakkan perekonomian maupun menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat
usia produktif.
Program ini bertujuan untuk melahirkan para wirausaha desa yang mampu
mengurangi angka pengangguran dan urbanisasi. Pendekatan wirausaha desa (rural
entrepreneurship) merupakan dasar untuk mewujudkan gerakan desa kuat dan
mandiri, termasuk strategi untuk mewujudkan skala prioritas Kementerian Desa
PDTT untuk mengembangkan produk unggulan desa (one village one product).
Untuk mendorong nilai kompetitif OVOP, Program Inkubasi Bisnis
diselenggarakan untuk memfasilitasi peningkatan kualitas produk/jasa serta
perluasan dan penguatan akses pasar produk desa.
Tujuan Bimbingan Teknis
1. Peserta mampu memahami kebijakan program prioritas Kementerian Desa
PDTT, khususnya untuk percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.
2. Peserta mampu memahami sikap, karakter, dan kompetensi wirausaha desa
dalam perspektif bisnis sosial.
3. Peserta mampu menerapkan metode pemetaan potensi dan sumberdaya
desa/kawasan perdesaan yang dapat dikembangkan menjadi produk
unggulan unggulan kawasan perdesaan.
4. Peserta mampu merumuskan manajemen produksi untuk mengembangkan
produk unggulan kawasan perdesaan.
5. Peserta mampu membangun kerjasama dan kemitraan dengan lembaga lain
yang mendukung kegiatan bisnis.
6. Peserta mampu mendokumentasikan dan memanfaatkan sistem
dokumentasi praktik cerdas (best practice) sebagai inovasi bisnis dalam
pengembangan produk unggulan desa.
3. Kompetensi Pelatihan
Penyusunan kompetensi dalam pelatihan ini merujuk pada taksonomi Bloom versi
Revisi (2001), yaitu:
Koginitif (C) Afektif (A) Psikomotor (P)
C1. Mengingat
C2. Memahami
C3. Menerapkan
C4. Menganalisis
C5. Mengevaluasi
C6. Mengkreasi
A1. Penerimaan
A2. Responsif
A3. Nilai yang Dianut
A4. Organisasi
A5. Karakterisasi
P1. Persepsi
P2. Kesiapan
P3. Reaksi yang Diarahkan
P4. Reaksi Natural (mekanisme)
P5. Reaksi yang Kompleks
P6. Adaptasi
P7. Kreativitas
Berikut ini adalah susunan pokok bahasan dan kompentensi yang ingin dicapai
dalam pelatihan selama 24 jam pelajaran.
Kode Pokok Bahasan Waktu Kompetensi
C A P
PB 1 Kebijakan dan Program Unggulan Kementerian
untuk Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal
2 OJ C2 A2 P2
PB 2 Karakter, sikap, dan kompetensi wirausaha desa
dalam perspektif bisnis sosial
3 OJ C2 A3 P4
PB 3 Pemetaan potensi dan sumberdaya desa/kawasan
perdesaan
3 OJ C3 A4 P4
PB 4 Manajemen
Produksi dan
Jasa
SPB 4.1 Manajemen Produksi 2 OJ C6 A5 P6
SPB 4.2 Praktik Manajemen
Produksi
2 OJ
PB 5 Kerjasama dan Jaringan Bisnis 2 OJ C3 A4 P3
PB 6 Dokumentasi Inovasi Bisnis 2 OJ C3 A4 P3
Jumlah 24 OJ
4. Alur Pokok Bahasan
Secara sistematis, alur pokok bahasan dalam pelatihan Inkubasi Bisnis bidang
Produksi dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:
Sistematika Penulisan Modul
Sistematika penulisan modul mengacu pada standar pengembangan bahan ajar,
yaitu:
1. Tujuan Instruksional Umum
2. Tujuan Instruksional Khusus
3. Metode
4. Alat Pembelajaran
5. Perlengkapan
6. Proses Penyajian
7. Lembar Informasi
8. Lembar Tugas
Selain itu, modul akan dilengkapi dengan dukungan:
1. Media Tayang
2. Lembar Evaluasi
Evaluasi
Evaluasi pelatihan ini menggunakan metode pre-test dan post-test, evaluasi
penugasan melalui lembar kerja, dan pengamatan aksi peserta selama mengikuti
proses pelatihan (action research).
PB 1 PB 2 PB 3
PB 5 PB 4
SPB 4.1
SPB 4.2
Umpan
Balik
PB 6