Kritik sastra feminisme ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah kritik sastra di semester 4. Penulis memilih novel ini karena novel ini berisi tentang gigihnya perjuangan seorang Tuti untuk mengangkat derajat wanita, agar sama dengan laki-laki.
Slide Kick Off for Public - Google Cloud Arcade Facilitator 2024.pptx
EMANSIPASI SEBAGAI SIMBOL PENYETARAAN GENDER DALAM NOVEL LAYAR TERKEMBANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
1. EMANSIPASI SEBAGAI SIMBOL PENYETARAANGENDER DALAM NOVEL
LAYAR TERKEMBANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
Layar Terkembang merupakan salah satu novel karya Sutan Takdir
Alisjahbana yang mengangkat kisah perempuan atau feminisme. Sutan Takdir
Alisjahbana merupakan sastrawan kelahiran tahun 1908 di Natal, Tapanuli.
Sastrawan Sutan Takdir Alisjahbana terkenal pada masa Balai Pustaka namun ia
juga memiliki peranan penting pada angkatan sastra Pujangga Baru. Pada masa
Pujangga Baru, pemerintah Belanda membuka dunia pendidikan untuk
masyarakat Indonesia, namun yang dapat menerima pendidikan hanyalah kaum
bangsawan rendahan atau priyayi. Pada masa itu muncullah emansipasi wanita
dengan ditandainya perempuan pertama yang bersekolah yakni R.A. Kartini yang
merupakan anak seorang Bupati. Dengan demikian, sastrawan Sutan Takdir
Alisjahbana memiliki peran penting dalam angkatan Pujangga Baru. Hal ini
dikarenakan melalui karyanya yakni novel Layar Terkembang yang mengangkat
feminisme pada masa Balai Pustaka yang kala itu belum mengenal lebih dalam
tentang emansipasi.
Pada masa Balai Pustaka, ada beberapa novel yang mengangkat kisah
feminisme selain novel Layar Terkembang yakni Sitti Nurbaya (1922) karya
Marah Rusli, Kehilangan Mestika (1935) karya Hamidah. Dari beberapa novel
tersebut Layar terkembang, sudah mengangkat isu bagaimana menyetarakan
gender antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki. Peran perempuan di dalam
dunia pendidikan dan lingkungan sosial, mulai terlihat guna melawan simbolis
terhadap sistem sosial budaya patriarkat yang memarginalkan perempuan
(Wiyatmi, 2012: 33).
Novel Layar Terkembang menceritakan kisah seorang anak Raden
Wiriatmaja, bekas wedan di daerah Banten yang sudah pensiun. Ia memliki dua
anak perempuan, anak pertama bernama Tuti yang menjadi guru sekolah H.I.S.
Arjuna di Petojo, anak keduanya bernama Maria yang masih sekolah di H.B.S.
Carpentier Alting Stichting kelas penghabisan. Watak kedua anak perempuan itu
sangat berbeda, Tuti anak sulung Raden Wiriatmaja mempunyai sifat yang aktif,
2. pendiam dan percaya diri akan pendapat-pendapatnya, sedangkan Maria anak
bungsu Raden Wiriamaja mempunyai sifat yang sangat ceria dan lincah.
Suatu ketika, mereka berdua pergi di Pasar Ikan. Setibanya ditempat itu,
Maria dan Tuti bertemu dengan Yusuf, seorang mahasiswa Sekolah Tabib Tinggi
di Jakarta, ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di Martapura, Sumatra
Selatan.
Pada pertemuan kedua, Yusuf pun memberanikan diri untuk menemui Maria,
mengajak Maria jalan-jalan. Sedangkan Tuti, selalu disibukkan dengan
organisasinya, pertemuan-pertemuan pada Kongres Sedar, pada saat itu Kongres
Putri Sedar ada di Jakarta, Tuti diberi kesempatan untuk berpidato, dalam
pidatonya ia menjelaskan tentang pentingnya emansipasi wanita, hal itu
menunjukkan ia ingin menjungjung derajat wanita.
Setelah mendengar kedekatannya Maria dengan Yusuf melebihi
persahabatan, Tuti pun berpikiran ingin mendapatkan kekasih, suatu ketika saat
mengajar ia dekat dengan teman laki-lakinya yang bernama Supomo, tetapi ia
tolak.
Suatu ketika Maria terkena penyakit TBC, dan diharuskan dirawat di rumah
sakit khusus TBC di Pacet. Selama menjenguk Maria, Yusuf selalu ditemani Tuti.
Mereka menginap di rumah sahabat Tuti di SIndanglaya. Keadaan Maria semakin
parah dan akhirnya meninggal. Semenjak Maria meninggal, Yusuf dan Tuti mulai
akrab hingga mereka memutuskan untuk menikah.
Novel Layar Terkembang berisikan cerita yang mengangkat tentang
kesetaraan gender dengan dibuktikan kisah Tuti seorang perempuan yang
memberanikan diri terjun di dunia organisasi. Hal itu berbanding terbalik dengan
adiknya yang sikapnya seperti perempuan pada zaman tersebut. Hanya bersekolah
dan tidak terlalu tertarik pada organisasi. Pada novel Layar Terkembang ini juga
memunculkan kisah cinta seperti novel-novel lainnya. Kesetaraan gender pada
novel ini dimunculkan guna mengenalkan kaum wanita pada dunia luar yang tidak
sekadar duduk di dapur. Novel ini juga mengajarkan pada kaum wanita untuk
tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan, salah satunya
3. memberikan keturunan dengan menikah terlebih dahulu. Begitupun dengan cerita
Tuti yang terlalu fokus pada dunia organisasinya dan menghindari kodratnya
sebagai perempuan. Sebelum akhirnya menikah dengan Yusuf karena permintaan
adiknya, Tuti sempat dekat dengan soerang guru namun ia tolak. Sehingga, dalam
menyetarakan gendernya, kaum wanita tidak harus berfokus pada kegiatan-
kegiatan luar saja.
Dalam menganalisis novel Layar Terkembang menggunakan pendekatan
feminisme. Pendekatan feminisme atau kritik feniminisme merupakan salah satu
ragam kritik sastra yang mendasarkan pada pemikiran feminisme yang
menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik
sebagai penulis maupun dalam karya sastra-sastra lainnya. Menurut Ruthven
(1985: 6) melalui Wiyatmi (2012: 10) bahwa pemikiran dan gerakan feminisme
lahir untuk mengakhiri dominasi laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam
masyarakat.
Sumber:
Alisjahbana, St. Takdir. 1937. Layar Terkembang. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumardjono, Jacob. 1992. Lintasan Sastra Indonesia Modern Jilid 1. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminisme Teori dan Aplikasinya dalam Sastra
Indonesia. Yogykarta: Ombak.