Dokumen tersebut membahas tentang penyakit kardiovaskular yang meliputi hipertensi, penyakit jantung koroner, dan angina. Pada bagian pertama dibahas tentang definisi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan hipertensi. Bagian selanjutnya membahas penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah jantung.
Wanita 64 tahun datang dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Hasil EKG menunjukkan depresi segmen ST dan pemeriksaan darah menunjukkan kadar trigliserida tinggi. Diagnosisnya infark miokard non-STEMI dengan hipertrigliseridemia. Faktor risiko infark miokard meliputi usia, jenis kelamin, merokok, dan dislipidemia. Pengaruh hipertrigliseridemia terhadap risiko kardiovaskular disebabkan oleh konsentras
Dokumen tersebut membahas tentang hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang merupakan masalah kesehatan serius yang prevalensinya terus meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi organ target seperti jantung, otak, dan ginjal apabila tidak ditangani. Dokumen ini menjelaskan definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan patogenesis dari hipertensi.
Teks tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko hipertensi. Beberapa faktor risiko utama hipertensi adalah genetik, obesitas, usia lanjut, pola makan bergaram, dan merokok. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius jika tidak terkontrol, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Hipertensi adalah penyakit kenaikan tekanan darah yang merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Faktor risikonya meliputi genetik, obesitas, merokok, konsumsi garam berlebih, dan stres. Gejalanya sering tidak kentara, tetapi dapat berakibat fatal jika tidak diobati. Pencegahan melalui pola makan sehat dan olahraga rutin sangat penting.
Wanita 64 tahun datang dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Hasil EKG menunjukkan depresi segmen ST dan pemeriksaan darah menunjukkan kadar trigliserida tinggi. Diagnosisnya infark miokard non-STEMI dengan hipertrigliseridemia. Faktor risiko infark miokard meliputi usia, jenis kelamin, merokok, dan dislipidemia. Pengaruh hipertrigliseridemia terhadap risiko kardiovaskular disebabkan oleh konsentras
Dokumen tersebut membahas tentang hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang merupakan masalah kesehatan serius yang prevalensinya terus meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi organ target seperti jantung, otak, dan ginjal apabila tidak ditangani. Dokumen ini menjelaskan definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan patogenesis dari hipertensi.
Teks tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko hipertensi. Beberapa faktor risiko utama hipertensi adalah genetik, obesitas, usia lanjut, pola makan bergaram, dan merokok. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius jika tidak terkontrol, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Hipertensi adalah penyakit kenaikan tekanan darah yang merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Faktor risikonya meliputi genetik, obesitas, merokok, konsumsi garam berlebih, dan stres. Gejalanya sering tidak kentara, tetapi dapat berakibat fatal jika tidak diobati. Pencegahan melalui pola makan sehat dan olahraga rutin sangat penting.
Laporan pendahuluan ini membahas tentang asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi di Poli 158 Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Dokumen ini menjelaskan pengertian hipertensi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, pathways, diagnosa keperawatan, dan intervensi untuk menangani pasien hipertensi. Secara keseluruhan laporan ini memberikan gambaran menyeluruh tentang penatalaksanaan keperawatan pas
Dokumen tersebut merupakan asuhan keperawatan untuk hipertensi yang mencakup pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan untuk masalah-masalah yang sering dialami pasien hipertensi seperti resiko penurunan curah jantung, nyeri akut, gangguan sirkulasi, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi, dan kurangnya pengetahuan.
Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi PERHI 2019 membahas beberapa hal penting yaitu:
1. Tetap menggunakan definisi hipertensi TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg
2. Mencapai target TD lebih rendah dari sebelumnya tetapi tidak <120/70 mmHg
3. Melakukan evaluasi risiko kardiovaskular dan organ target serta penapisan hipertensi sekunder
Artikel ini membahas tentang faktor risiko kejadian hipertensi pada ibu hamil di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta Timur tahun 2019. Penelitian menemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan hipertensi ibu hamil adalah riwayat hipertensi, paparan asap rokok, obesitas, stress kehamilan dan paritas. Variabel dominan adalah obesitas. Disarankan puskesmas melakukan promosi kesehatan tentang penyakit hipertens
1) Sindrom Hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat yang bersifat fungsional dan progresif. SHR disebabkan oleh hipoperfusi ginjal akibat vasokonstriksi sirkulasi ginjal.
2) Patogenesis SHR belum diketahui pasti, salah satu hipotesis adalah vasodilatasi arteri splangnik pada sirosis menyebabkan hipovolemia sentral dan aktivasi sistem saraf simpatis serta horm
Jurnal ini membahas hubungan antara pengetahuan pasien hipertensi tentang hipertensi dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kampa. Penelitian menemukan ada hubungan antara pengetahuan yang lebih baik tentang hipertensi dengan kepatuhan yang lebih tinggi dalam minum obat antihipertensi. Jurnal ini mendorong peningkatan pengetahuan pasien hipertensi untuk meningkatkan kepatuhan perawatan dan
Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gagal ginjal akut yang disebabkan oleh penyakit hati berat akut atau kronis. SHR dapat terjadi pada 20% pasien cirrhosis setelah satu tahun dan 39% setelah lima tahun. Gejalanya meliputi pembesaran perut, bicara meracau, dan mata kuning. Diagnosanya didasarkan pada kegagalan hati dan peningkatan kreatinin serum tanpa perbaikan setelah pemberian cairan.
Hipertensi merupakan tekanan darah yang tinggi yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan. Dokumen ini menjelaskan definisi, penyebab, gejala, dan penatalaksanaan hipertensi secara umum serta kasus pasien wanita 81 tahun dengan diagnosa hipertensi dan gangguan jantung.
Makalah askep pada pasien dengan penyakit hipertensiWarnet Raha
Bab II meninjau konsep dasar hipertensi dari sudut pandang medis dan keperawatan. Pada bagian medis dijelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, dan penatalaksanaan hipertensi. Bagian keperawatan membahas pengkajian keperawatan pada aktivitas dan sirkulasi pasien hipertensi yang meliputi gejala, tanda, dan pemeriksaan fisik terkait.
Penyakit sistemik seperti penyakit jantung dan diabetes melitus dapat mempengaruhi kehamilan dan berisiko meningkatkan komplikasi bagi ibu dan janin. Pengelolaan medis dan kebidanan yang tepat diperlukan untuk memantau kondisi ibu dan janin serta mencegah komplikasi. Diagnosis dan penatalaksanaan yang akurat sangat penting untuk mengurangi risiko selama kehamilan dan persalinan.
Latihan aerobik secara teratur dapat menurunkan kadar gula darah, tekanan darah, denyut jantung, dan indeks massa tubuh pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi. Penelitian menggunakan desain uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 50 subjek. Kelompok latihan aerobik mengalami penurunan kadar gula darah puasa, tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung istirahat, serta
Laporan pendahuluan ini membahas tentang asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi di Poli 158 Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Dokumen ini menjelaskan pengertian hipertensi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, pathways, diagnosa keperawatan, dan intervensi untuk menangani pasien hipertensi. Secara keseluruhan laporan ini memberikan gambaran menyeluruh tentang penatalaksanaan keperawatan pas
Dokumen tersebut merupakan asuhan keperawatan untuk hipertensi yang mencakup pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan untuk masalah-masalah yang sering dialami pasien hipertensi seperti resiko penurunan curah jantung, nyeri akut, gangguan sirkulasi, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi, dan kurangnya pengetahuan.
Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi PERHI 2019 membahas beberapa hal penting yaitu:
1. Tetap menggunakan definisi hipertensi TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg
2. Mencapai target TD lebih rendah dari sebelumnya tetapi tidak <120/70 mmHg
3. Melakukan evaluasi risiko kardiovaskular dan organ target serta penapisan hipertensi sekunder
Artikel ini membahas tentang faktor risiko kejadian hipertensi pada ibu hamil di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta Timur tahun 2019. Penelitian menemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan hipertensi ibu hamil adalah riwayat hipertensi, paparan asap rokok, obesitas, stress kehamilan dan paritas. Variabel dominan adalah obesitas. Disarankan puskesmas melakukan promosi kesehatan tentang penyakit hipertens
1) Sindrom Hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat yang bersifat fungsional dan progresif. SHR disebabkan oleh hipoperfusi ginjal akibat vasokonstriksi sirkulasi ginjal.
2) Patogenesis SHR belum diketahui pasti, salah satu hipotesis adalah vasodilatasi arteri splangnik pada sirosis menyebabkan hipovolemia sentral dan aktivasi sistem saraf simpatis serta horm
Jurnal ini membahas hubungan antara pengetahuan pasien hipertensi tentang hipertensi dengan kepatuhan minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kampa. Penelitian menemukan ada hubungan antara pengetahuan yang lebih baik tentang hipertensi dengan kepatuhan yang lebih tinggi dalam minum obat antihipertensi. Jurnal ini mendorong peningkatan pengetahuan pasien hipertensi untuk meningkatkan kepatuhan perawatan dan
Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gagal ginjal akut yang disebabkan oleh penyakit hati berat akut atau kronis. SHR dapat terjadi pada 20% pasien cirrhosis setelah satu tahun dan 39% setelah lima tahun. Gejalanya meliputi pembesaran perut, bicara meracau, dan mata kuning. Diagnosanya didasarkan pada kegagalan hati dan peningkatan kreatinin serum tanpa perbaikan setelah pemberian cairan.
Hipertensi merupakan tekanan darah yang tinggi yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan. Dokumen ini menjelaskan definisi, penyebab, gejala, dan penatalaksanaan hipertensi secara umum serta kasus pasien wanita 81 tahun dengan diagnosa hipertensi dan gangguan jantung.
Makalah askep pada pasien dengan penyakit hipertensiWarnet Raha
Bab II meninjau konsep dasar hipertensi dari sudut pandang medis dan keperawatan. Pada bagian medis dijelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, dan penatalaksanaan hipertensi. Bagian keperawatan membahas pengkajian keperawatan pada aktivitas dan sirkulasi pasien hipertensi yang meliputi gejala, tanda, dan pemeriksaan fisik terkait.
Penyakit sistemik seperti penyakit jantung dan diabetes melitus dapat mempengaruhi kehamilan dan berisiko meningkatkan komplikasi bagi ibu dan janin. Pengelolaan medis dan kebidanan yang tepat diperlukan untuk memantau kondisi ibu dan janin serta mencegah komplikasi. Diagnosis dan penatalaksanaan yang akurat sangat penting untuk mengurangi risiko selama kehamilan dan persalinan.
Latihan aerobik secara teratur dapat menurunkan kadar gula darah, tekanan darah, denyut jantung, dan indeks massa tubuh pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi. Penelitian menggunakan desain uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 50 subjek. Kelompok latihan aerobik mengalami penurunan kadar gula darah puasa, tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung istirahat, serta
Latihan aerobik berpengaruh terhadap penurunan kadar gula darah dan tekanan darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi. Penelitian menggunakan desain randomized controlled trial dengan 54 subjek yang diacak ke dalam kelompok latihan aerobik dan kontrol. Latihan aerobik selama 8 minggu menurunkan gula darah puasa, tekanan darah sistolik dan diastolik, detak jantung istirahat, dan indeks massa tubuh secara signifikan
Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi penyakit tidak menular khususnya hipertensi. Hipertensi dijelaskan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang berlangsung dalam jangka panjang. Dokumen ini juga menjelaskan definisi, klasifikasi, gejala, faktor risiko, komplikasi, dan pencegahan hipertensi.
Dokumen tersebut membahas tentang kunjungan rumah ke pasien wanita berusia 50 tahun yang didiagnosis menderita hipertensi stadium 2. Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat beberapa faktor risiko penyebabnya seperti genetik, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik. Intervensi yang diberikan meliputi edukasi tentang penyakit dan gaya hidup sehat serta dukungan untuk terapi dan kontrol lebih lan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90 mmHg. Dokumen ini membahas definisi, patofisiologi, etiologi, faktor risiko, gejala klinis, dan manajemen terapi hipertensi."
Dokumen tersebut membahas kasus pasien laki-laki berusia 55 tahun dengan diagnosis hipertensi stadium 1. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 150/80 mmHg. Dokumen ini memberikan penjelasan mengenai pendekatan diagnosis, manajemen, dan edukasi pasien hipertensi."
Dokumen tersebut membahas tentang konsep penyakit hipertensi, termasuk definisi, etiologi, patofisiologi, gejala, dampak pada sistem tubuh, diagnosis, dan penatalaksanaan hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Penyebab hipertensi dapat berupa faktor genetik, obesitas, gaya hidup, dan penyakit
Similar to Kardiovaskular CASE STUDY PELAYANAN KEFARMASIAN (20)
PERBANDINGAN AKRILAMIDA KOPI BUBUK TRADISIONAL DAN KOPI BUBUK LUWAK DENGAN ME...SofiaNofianti
1. Penelitian ini membandingkan kadar akrilamida dalam enam sampel kopi bubuk tradisional dan luwak menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
2. Hasil analisis menunjukkan kadar akrilamida berkisar antara 128-1461 μg/g, di atas batas aman menurut WHO.
3. Metode KCKT terbukti valid dan dapat digunakan untuk menganalisis kandungan akrilamida d
MASALAH DAN SOLUSI COMPOUNDING AND DISPENSING SEDIAAN PADAT SEMIPADAT STERIL ...SofiaNofianti
Masalah dan solusi yang terjadi saat compounding dan dispensing berbagai jenis sediaan obat ditinjau dari beberapa kasus yang ada. Kasus-kasus tersebut meliputi masalah ketidaktepatan dosis pemberian obat, kontaminasi obat, inkompatibilitas bahan, dan masalah stabilitas sediaan. Solusi yang diberikan antara lain memberikan informasi yang jelas kepada pasien, menjaga kebersihan dan suhu penyimpanan obat, serta memisahkan
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan berbagai aspek farmasi seperti praktik profesional, penggunaan sediaan farmasi, komunikasi kesehatan masyarakat, dan pengelolaan obat. Juga dibahas tentang tinjauan kognitif, kondisi pasien seperti usia dan penyakit, bentuk sediaan farmasi, dan gangguan kesehatan. Terdapat beberapa kasus yang dijelaskan beserta pertanyaan dan jawabannya untuk menguji pem
Mr. Thomson berusia 32 tahun datang ke apotek karena asmanya yang tidak terkendali. Ia terbangun karena batuk dan menggunakan inhaler beberapa kali sehari. Aliran puncaknya rata-rata 580 L/mnt pagi dan 540 L/mnt malam. Rencana perawatan mencakup meningkatkan obat asmanya, memantau gejala dan aliran puncak, serta memberikan instruksi penggunaan obat yang tepat.
Makalah ini membahas tentang viskometer cone and plate (viskometer Brookfield) yang digunakan untuk mengukur viskositas suatu cairan. Dibahas mengenai definisi, bagian-bagian, prinsip kerja, kelebihan dan kekurangan viskometer ini. Juga dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas dan konsep fisika terkait viskometer Brookfield.
Masalah dan solusi yang terjadi saat compounding dan dispensing berbagai jenis sediaan obat ditinjau dari beberapa kasus yang ada. Kasus-kasus tersebut meliputi masalah ketidaktepatan dosis pemberian obat, kontaminasi obat, inkompatibilitas bahan, dan masalah stabilisasi sediaan. Solusi yang diberikan antara lain memberikan edukasi yang jelas kepada pasien, menyesuaikan bentuk sediaan, dan memisahkan bahan yang tidak komp
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka.
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
Laporan Pembina Pramuka SD dalam format doc dapat anda jadikan sebagai rujukan dalam membuat laporan. silakan download di sini https://unduhperangkatku.com/contoh-laporan-kegiatan-pramuka-format-word/
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
1. Kelas : A
Dosen Pengampu :
Apt. Sanubari Relatobat, M. Farm
Kelompok 1 :
Sinta Arisandi, S. Farm 3105033
Dayang Gesti Pratiwi, S. Farm 3105051
Silvany Pratiwi, S. Farm
3105053
Lira Permata Mizolla, S. Farm 3105057
Yerich Septa, S. Farm 3105059
Sofia Nofianti, S. Farm 3105065
Rahmad Hidayat, S. Farm 3105071
Wiwing Ratna Susandri, S. Farm 3105073
Atika Sri Indriyani, S. Farm 3105075
Gheny Selwitra Insani, S. Farm 3105077
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER (PSPA) ANGKATAN 27
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA (STIFI) PERINTIS PADANG
2020/2021
3. K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
1. Hipertensi
4. HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)
• Meningkatnya tekanan
darah dalam waktu yang
lama/kronis.
• Tekanan darah normal
120/80 mmHg
• tekanan sistolik > 140
mmHg dan tekanan
diastolik > 90 mmHg.
• Istilah kedokteran terjadi
gangguan pada
mekanisme pengaturan
tekanan darah
6. Kategori Sistolik (mmHg) Diatolik (mmHg)
optimal < 120 < 80
normal 120 - 129 80 - 84
Pre hipertensi 130 - 139 85 - 89
Stadium 1 (ringan) 140 - 159 90 – 99
Stadium 2 (sedang) 160 - 179 100 - 109
stadium 3 (berat) 180 - 209 110 - 119
Stadium 4 (maligna) > 210 > 120
Sejalan bertambah usia hampir setiap orang mengalami kenaikan tek.darah.
Tek.sistolik terus meingkat sampai usia 80th
Tek.diastolik terus menigkat sampai usia 55-60th kmdian berkurang scr perlahan bahkan menurun drastis
Klasifikasi hipertensi
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
7. ETIOLOGI HIPERTENSI
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
1.Hipertensi Essensial atau
Hipetensi Primer
Faktor penyebabnya faktor keturunan
(hereditas), umur dan stress.
2.Hipertensi Sekunder
Disebabkan adanya penyakit lain, 5-
10% karena penyakit ginjal dan 1-2%
kelainan hormon, obat ttu (pil
KB),malas olahraga, obesitas, stress,
alkohol, merokok.
Berikut faktor resiko mayor penyebab
hipertensi :
• Keturunan
• Umur >55 th Laki-laki dan >65 th wanita
• Asupan makanan tinggi garam
• Obesitas BMI >30
• Stress
• Merokok dan minum alkohol
• Makanan tinggi lemak/ kolesterol
• Dislipidemia
• Kurang olahraga
• Riwayat penyakit kardiovaskular
prematur
8. GEJALA KLINIS HIPERTENSI
• Gejala umum berupa sakit kepala, rasa berat ditengkuk
vertigo, jantung berdebar, mudah lelah, penglihatan kabur,
telinga berdengung, mimisan
• Pasien hipertensi esensial tanpa penyulit biasanya tidak ada
gejala
• Pasien hipertensi sekunder terjadi didasari penyakit, seperti
edema, lemahotot, nyeri dada, sesak nafas arimia, lemas,
masalah penglihatan, telinga berdengung
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
9. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Cardiac output/curah jantung
meningkat
naik
Volume
darah
meningkat
TD meningkat / cardiac output/ curah jantung
meningkat
Ventrikel kiri
memompa dengan
keras
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
11. DIAGNOSA HIPERTENSI
Hipertensi primer : dengan alat sfigmomanometer.
Hipertensi pulmonar (jarang terdiagnosa pada stadium awal karena sering tidak ditemukan ketika
pemeriksaan fisik rutin, pada stadium lanjut, penyakit ini memiliki gejala yang serupa dengan
penyakit jantung dan paru).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes darah, tes generik, elektrokardiogram (EKG),
ekokardiogram, X-ray, CT scan, MRI scan, V/Q scan, polisomnogram, hingga prosedur biopsi
atau kateterisasi jantung. Selain pemeriksaan paru-paru, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kondisi jantung, penyebab, memastikan diagnosis dan menentukan tingkat keparahan
hipertensi pulmonal.
Hipertensi sekunder : tidak dapat dilakukan dalam sekali pertemuan, diperlukan informasi riwayat
penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik (cek tekanan darah), BB, adan tidaknya
udem, pemeriksaan darah : (kadar kalium, glukosa, kreatinin, sodium, kolesterol, trigliserida, dan
nitrogen urea (BUN) dalam darah), pemeriksaan urine : untuk memeriksa adanya kondisi kesehatan
lain yang memicu naiknya tekanan darah, ultrasonografi : (untuk mendapatkan gambaran ginjal dan
arteri menggunakan gelombang suara), elektrokardiogram : (memeriksa fungsi jantung, apabila ada
kecurigaan bahwa gangguan jantung merupakan penyebab hipertensi).
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
12. KOMPLIKASI HIPERTENSI
Gagal jantung, aritmia, hipertrofi jantung, infark jantung
Stroke, penurunan fungsi otak,
Pengumpulan darah di paru-paru
Kelumpuhan separuh tubuh kibat pecah suatu kapiler
Kerusakan arteri,
Kerusakan ginjal, penyempitan arteri di ginjal
Pelebaran hingga penggembungan pembuluh darah (aneurisma)
Penyempitan atau pecahnya pembuluh darah mata
Kematian akibat komplikasi otak dan jantung
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
13. TERAPI NON FARMAKOLOGI HIPERTENSI
Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular
lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani
setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular
yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
15. KASUS DRP HIPERTENSI
KASUS DRP HIPERTENSI
Pasein Ny. Neni (65 thn) didiagnosa penyakit Hipertensi stage II dengan tekanan
darah 190/90 mmHg dan sering mengalami tegang dibagian kepala. Pasien sudah memiliki
penyakit DM sejak 1 tahun yang lalu namun pasien tidak terlalu baik dalam mengontrol
gula darah sehingga sering terjadi fluktuatif tingkat kadar glukosa darahnya . Hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu pasien adalah 267 mg/dL dan kadar asam urat pasien
cukup tinggi 7,2 mg/dL. Dokter meresepkan insaar dengan dosis 100 mg, letonal 100 mg,
Glucovance 2,5/500 mg, trajenta 5mg, amitriptilin 25 mg.
A. Subjective
Ny. Neni (65 tahun).
Tidak terlalu baik dalam mengontrol gula darah.
Memiliki riwayat penyakit DM 1 sejak 1 tahun yang lalu dan sering mengalami tegang di
bagian kepala.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
16. KASUS DRP HIPERTENSI
A. Objective
Data laboratorium :
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
1. Tekanan darah 190/90 130/80 mmHg
2. Asam urat 7,2 2,5-5,7 mg/dl
3. Hemoglobin 14,5 12 mg/dl
4. hbA1c 8,2 <6,5 %
5. GDS 276 <140 mg/dl
Pengobatan
No Nama Obat Kekuatan Sediaan Dosis yang diberikan
1. Insaar (Losartan) Tablet 50 mg
2x 100 mg (setelah
makan)
2. Letonal Tablet 25 mg, 100 mg 1 x 100 mg
3.
Glucovance ( 2,5 mg
glibenkclamid/ 500
mg metforrmin)
Tablet 1,25/250 mg
2,5/500 mg
1 x 1,25/250 mg
4.
Trajenta
(Linaglipitin)
Tablet 5 mg 1 x 5 mg
5. Amitriptilin Tablet 25 mg 1 x ½ 2,5 mg
Diagnosa Utama : Hipertensi Stage II
Diagnosa Sekunder : DM dan Hiperurisemia
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
17. KASUS DRP HIPERTENSI
Penatalaksanaan
Tindakan yang diterima
-Insaar (Losartan) (2 ×100 mg)
-Letonal (Spironolactone) (1 × 100 mg)
-Glucovance (2,5 mg Glibenklamid/500 mg Metformin) (1×1,25/1×250 mg)
-Trajenta (Linagliptin) (1×5 mg)
-Amitriptilin (1×1/2 2,5 mg)
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
18. Assesment pada pasien
No. DRP KETERANGAN PENILAIAN
1. Indikasi yang tidak
tepat terapi
1. pasien membutuhkan terapi obat
tambahan
Iya, Allopurinol untuk
mengatasi
hiperurisemia
2. pasien menderita penyakit kronik
sehingga membutuhkan terapi lanjutan
Iya
3. pasien membutuhkan kombinasi obat
untuk memperoleh efek sinergis
Tidak
4. pasien beresiko mengalami kejadian
yang tidak diharapkan yang dapat dicegah
dengan terapi profilaksis
Tidak
2. Terapi tanpa indikasi 1. pasien menerima obat tanpa indikasi Tidak
2. terapi non obat (perubahan gaya hidup)
lebih sesuai untuk pasien
Iya
3. pasien menerima beberapa obat padahal
hanya satu terapi obat yang diindikasikan
Tidak
4. pasien menerima obat untuk mengatasi
ESO obat lain yang sebenarnya dapat
dicegah
Tidak
3. Pemilihan obat yang
tidak tepat
1. pasien memiliki riwayat alergi terhadap
obat yang diterima
Tidak
2. obat yang diterima pasien bukan
merupakan obat yang paling efektif
Iya, Linagliptin pada
pemberian bersama
dengan metformin dan
sulfonilurea
menyebabkan
hipoglikemi
3. pasien KI dengan obat yang diterima Tidak
4. pasien menerima obat efektif, tetapi
bukan obat yang paling murah
Iya
5. pasien menerima obat efektif, tetapi
bukan obat yang paling aman
Iya
6. obat yang diterima pasien tidak efektif
terhadap bakteri penyebab infeksi (bakteri
resisten terhadap obat)
Tidak
7. pasien menerima kombinasi obat yang
sebenarnya tidak diperlukan
Iya
4. Dosis sub terapi 1. dosis yang dihasilkan terlalu rendah
untuk menghasilkan respon yang
diinginkan
Tidak
2. kadar obat dalam darah berada dalam
kisaran terapi
Tidak
3. frekuensi pemberian, durasi terapi dan
cara pemberian obat pada pasien tidak
tepat
Tidak
4. waktu pemberian profilaksis tidak tepat
(antibiotik untuk bedah)
Tidak
5. ADR (Adverse drug
Reaction)
1. pasien mengalami reaksi alergi terhadap
obat
Tidak
2. pasien mengalami resiko ESO Iya
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
19. 2. 2. Penyakit jantung koroner (pjk)
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
20. PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
• Penyakit akibat
penyempitan atau
penyumbatan pembuluh
arteri koroner akibat
adanya endapan lemak
(kolesterol/trigliserida)
sehingga mengakibatkan
suplai darah ke jantung
tertanggu dan memicu
serangan jantung.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
21.
22. PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
Penyakit jantung koroner pada mulanya
disebabkan oleh penumpukan lemak
pada dinding dalam pembuluh darah
jantung (pembuluh koroner), yang lama
kelamaan dapat menimbulkan berbagai
akibat yang cukup serius, dari angina
pektoris (nyeri dada) sampai infark
miokard jantung
23. KLASIFIKASI JANTUNG KORONER
1. Gagal Jantung Akut-Kronik,
Gagal jantung yang terjadi secara tiba-tiba - Perlahan-lahan
2. Gagal Jantung Kanan-Kiri
Gagal jantung kanan akibat peningkatan tekanan pulmo menyebabkan caran
berauulasike sistemik di kaki, asites, hepatomegali
Gagal jantung kiri akibat ventrike kiri gagal memopa darah secara adekuat.
3. Gagal jantung Sistoik-Diastolik
Gagal jantung sistolik akibat penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
menurun
Gagal jantung diastolik akibat ventrikel tidak mampu mengisi darah
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
24. ETIOLOGI JANTUNG KORONER
• Kelainan otot jantung
• Ateroskelrosis koroner
• Hipertensi sistemik atau pulmonal
• Peradangan dan penyakit miokardium
• Stenosis katup semilunar, stenosis kat AV, perikardtis konstruktif, tampon
adeperikardium
• Hipertrofi otot jantung
• Peradangan dan penyakit ikardium degenerati
• Kegagalan ventrikel kiri atau ventrikel kanan
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
25. FAKTOR RESIKO JANTUNG KORONER
Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi
Kadar Kolesterol HDL rendah
TekananDarahTinggi (Hipertensi)
Merokok
Diabetes Mellitus
Kegemukan
Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
Kurang olah raga
Stress
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
26. PATOFISIOLOGI JANTUNG KORONER
• Disfungsi miokardium pada aterosklerosis koroner
• Terjadi infark miokard
• Meningkatnya beban kerja jantung dan mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung
• Hipertensi sistemik atau pulmonal
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
27. K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
PATOFISIOLOGI JANTUNG KORONER
28. KOMPLIKASI JANTUNG KORONER
• Serangan jantung, Gagal jantung / henti jantung
• Penyakti arteri perifer/ penyempitan pembuluh darah arteri
• Stroke
• Eneurisma
• Emboli paru
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
29. TERAPI NON FARMAKOLOGI JANTUNG KORONER
1) Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok.
2) Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga
bermanfaat karena :
a) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
b) Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL
kolesterol
c) Menurunkan tekanan darah
d) Meningkatkan kesegaran jasmani
e) Diet merupakan langkah pertama dalam penanggulangan hiperkolesterolemia. Tujuannya untuk menjaga pola makan gizi
seimbang, makan makanan yang dapat menurunkan kadar kolesterol dengan menerapkan diet rendah lemak
f) Terapi diet pada PJK yang merupakan panduan dalam masalah kesehatan kardiovaskuler yang telah diikuti secara luas adalah
dari AHA dan NCEP. Terapi diet ini secara khusus bertujuan untuk memperbaiki profil lemak darah pada batas-batas normal.
Terapi diet dasar atau tingkat 1 dapat menurunkan ≥ 10% dari total kalori berasal dari asam lemak tidak jenuh majemuk (poly-
unsaturated faty acid). bila kadar total kolesterol darah turun 10% atau lebih dan memenuhi batas yang ditargetkan, diet telah
dianggap berhasil dan perlu dipertahankan. Namun, apabila penurunan < 10%, diet dilanjutkan ke tingkat 2 selama 8-10 minggu,
dan pada akhir dilakukan tes darah. Bila hasilnya belum juga mencapai sasaran, mungkin sekali tubuh tidak cukup responsif
terhadap diet dan individu perlu berkonsultasi dengan dokter mengenai kemungkian pemakaian obat.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
30. TERAPI FARMAKOLOGI JANTUNG KORONER
• Analgetik
• Nitrat
• Aspirin
• Rombolitik
• Beta blocker
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
31. KASUS DRP JANTUNG KORONER
Tn.Charles, seorang pria berusia 54 tahun memiliki
riwayat hipertensi selama 20 tahun, dan angina selama 2
tahun. Kecanduan merokok dari umur 25 tahun, dapat
menghabiskan 50 batang/hari, tetapi 8 bulan yang lalu mulai
berhenti merokok.
Dari catatan medisnya, diketahui bahwa Tn. Charles memiliki
NSTEMI (non- ST segment elevation myocardial infarction) dan 18 bulan
yang lalu dilakukan PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary
Angioplasty) dan pemasangan stent pada arteri koroner kirinya dan 6
minggu setelahnya ia menjalani rehabilitasi jantung. Sejak itu ia selalu
melakukan jalan santai selama 40 menit setiap hari.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
32. KASUS DRP JANTUNG KORONER
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan hasil berikut:
a. Tekanan darah : 145/85 mm/Hg b. Denyut jantung
: 80 kali/menit
c. BMI : 23,5 kg/m2
d. Kolesterol Total : 5,5 mmol/L = 212,68368 mg/dL
e. LDL : 3,9 mmol/L = 150,81206 mg/dL
f. HDL : 0,8 mmol/L = 30,93581 mg/dL
g. Trigliserida : 1,8 mmol/L = 159,43313 mg/dL
Pengobatan yang dijalani sekarang antara lain:
a. Aspirin 100 mg/hari
b. Klopidogrel 75 mg/hari c. Perindopril 4
mg/hari
d. Simvastatin 20 mg/hari
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
33. KASUS DRP GAGAL JANTUNG
Tetapi karena Tn. Charles kurang mengerti akan tujuan pengobatannya sehingga Tn.Charles
mengaku tidak terlalu patuh dalam mengkonsumsi obat- obatan yang telah diberikan (NPS, 2005)
Analisis SOAP
Subject Object Assesment Plan
-Pria, 54 tahun
-Tidak ada keluhan
-Perokok berat 50
batang/hari
selama29tahun,8
Bulan yang lalu
berhenti merokok.
-Pernah menjalani
PTCA dan
pemasang anstent
padaarterikoroner
kiri
-Menjalani olahraga
jalan kaki selama40
menit
-Tekanan darah:
145 /85 mm/Hg
-Denyut jantung:80
kali/menit
-BMI:23,5 kg/m2
-Kolesterol total:
212.68 mg/dl
-LDL: 150,81
mg/dl
-HDL:
30,94mg/dl
-Trigliserida:
159,43 mg/dl
-Hipertensi
(selama 20
tahun),saat ini
Hipertensitipe 1
-Anginapektoris
(se lama2tahun).
-Non ST
segment
Myocardial
infarc tion
(NSTEMI) (se
lama1tahun)
Hiperlipidemia
-TerapiNon-
Farmakologi
-Terapi
Farmakologi
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
34. KASUS DRP JANTUNG KORONER
Assesment pada pasien
No. DRP KETERANGAN PENILAIAN
1. Indikasi yang tidak
tepat terapi
1. pasien membutuhkan terapi obat
tambahan
TIDAK
2. pasien menderita penyakit kronik
sehingga membutuhkan terapi lanjutan
Iya
3. pasien membutuhkan kombinasi obat
untuk memperoleh efek sinergis
Tidak
4. pasien beresiko mengalami kejadian
yang tidak diharapkan yang dapat dicegah
dengan terapi profilaksis
Tidak
2. Terapi tanpa indikasi 1. pasien menerima obat tanpa indikasi Tidak
2. terapi non obat (perubahan gaya hidup)
lebih sesuai untuk pasien
Iya
3. pasien menerima beberapa obat padahal
hanya satu terapi obat yang diindikasikan
Tidak
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
35. 4. pasien menerima obat untuk mengatasi
ESO obat lain yang sebenarnya dapat
dicegah
Tidak
3. Pemilihan obat yang
tidak tepat
1. pasien memiliki riwayat alergi terhadap
obat yang diterima
Tidak
2. obat yang diterima pasien bukan
merupakan obat yang paling efektif
Iya, penggunaan
klopidogrel sebaiknya
hanya diberikan 12
bulan setelah
pemasangan stent,
setelah itu cukup
diberikan aspirin saja.
Selain itu pasien juga
tidak mengalami
iskemia.
3. pasien KI dengan obat yang diterima Tidak
4. pasien menerima obat efektif, tetapi
bukan obat yang paling murah
tidak
5. pasien menerima obat efektif, tetapi
bukan obat yang paling aman
tidak
6. obat yang diterima pasien tidak efektif
terhadap bakteri penyebab infeksi (bakteri
resisten terhadap obat)
Tidak
7. pasien menerima kombinasi obat yang
sebenarnya tidak diperlukan
Iya, penggunaan ACE-
inhibitor (perindopril)
seharusnya
dikombinasikan
dengan beta bloker
dalam terapi hipertensi
pada pasien yang
menderita penyakit
koroner
4. Dosis sub terapi 1. dosis yang dihasilkan terlalu rendah
untuk menghasilkan respon yang
diinginkan
Iya,dosis ssimvastatin
20mg/haari kurang
effektif untuk
meennuurunkan LDL
pasien
2. kadar obat dalam darah berada dalam
kisaran terapi
Tidak
3. frekuensi pemberian, durasi terapi dan
cara pemberian obat pada pasien tidak
tepat
Tidak
4. waktu pemberian profilaksis tidak tepat
(antibiotik untuk bedah)
Tidak
5. ADR (Adverse drug
Reaction)
1. pasien mengalami reaksi alergi terhadap
obat
Tidak
2. pasien mengalami resiko ESO
(potensial)
Iya
3. pasien mengalami idiosinkrasi terhadap
obat
Tidak
4. bioavaibilitas obat berubah akibat
interaksi dengan makanan
Iya, penggunaan
simvastatin dengan jus
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
36. 4. bioavaibilitas obat berubah akibat interaksi
dengan makanan
Iya, penggunaan
simvastatin dengan jus
anggur menyebabkan
peningkatan kadar
simvastatin didalam
plasma dan dapat
menimbulkan toksisitas
muskuloskletal
Penggunaan perindopril
bersamaan dengan
makanan diet kalium
yang tinggi dapat
menyebabkan
hiperkalemia
5. efek obat berubah akibat induksi/inhibisi
akibat enzim lain
Tidak
6. efek obat berubah akibat kandungan
makanan yang dikonsumsi
Tidak
7. efek obat berubah akibat penggantian
ikatan antara obat dengan protein oleh obat
lain
Tidak
Dosis berlebih
(Overdosis)
1. dosis obat yang diberikan terlalu tinggi tidak
2. kadar obat dalam darah pasien melebihi
kisaran terapi
Tidak
3. dosis obat yang dinaikkan terlalu cepat Tidak
4. obat terakumulasi karena pemberian dalam
jangka panjang
Tidak
5. frekuensi pemberian, durasi terapi dan cara
pemberian obat pada pasien tidak tepat
Tidak
Penderita gagal
menerima obat
1. pasien gagal menerima regimen obat yang
tepat karena adanya medication error
Tidak
2. pasien tidak mampu membeli obat (karena
terlalu mahal untuk pasien)
Tidak
3. pasien tidak memahami petunjuk
penggunaan obat
Tidak
4. pasien tidak mau makan obat (misalnya
karena rasa obat yang tidak enak)
Iya, pasien mengaku
tidak patuh dalam
mengkonsumsi obat
yang telah diberikan
Interaksi obat 1. adanya obat yang mengalami interaksi Iya
a. aspirin + klopidogrel (Moderate) =
memiliki kerja yang aditif, sehingga dapat
meningkatkan resiko terjadinya pendarahan
saluran gastrointestinal
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
37. K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
3. Angina
38. ANGINA PEKTORIS
• Angina pektoris adalahsindrom klinis berupa serangan nyeri dada seperti
ditekan atau serasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri
• Nyeri dada timbul pada saat melakukan aktivitas da berhenti bila aktivtas
dihentikan
• Nyeri terjad 1-5 menit
• Terjadi pada pria dengan persentase 10-20% untuk usia 65- 74 tahun dan
2-5% untuk usia 45-54 tahun
• Terjadi pada wanita dengan persentase 10-15% utu usia 65-74 tahun dan
0,1-1% untuk usia 45-54 tahun
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
39. KLASIFIKASI ANGINA PEKTORIS
1. Angina stabil
sakit dada saat melakukan aktivitas,bersifat stabil , retensi < 10 menit,
terjadi akibat pencutanarteri jantung
2 Angina instabil
sakit dada saat istirahat, disebabkan erosi dari plak-plak pembuluh
3. Angina variant/ Angina Prinzmetal
terjadi spontan dan biasanya timbul pada malam hari
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
40. ETIOLOGI ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris berkaitan dengan jantungkoroner aaterosklerotik, berikuteiologinya
:
• Ateriosklerosis
• Spasme arteri koroner
• Anemia berat
• Artritis
• Aorta insufisiensi
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
43. FAKTOR RESIKO ANGINA
Emosi
Stress
Kerja fisik terlalu berat
Konsumsi alkohol
Banyak merokok
Obesitas
Kolesterol
Hipertensi
Umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
44. GEJALA KLINIS ANGINA
Sesak napas
Nyeri seperti gejala penyakit asam lambung (GERD)
Mual
Pusing
Mudah lelah
Gelisah
Keringat berlebihan
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
45. DIAGNOSA ANGINA
Angina pektoris tidak mudah untuk didiagnosa karena ada beberapa penyakit yang
memiliki gejala yang sama, contohnya penyakit asam lambung.
melakukan tes fisik dan menanyakan riwayat kesehatan pasien beserta keluarga
tes tekanan darah untuk mencari tahu jika penderita hipertensi
mengukur BB dan ukur pinggul untuk memeriksa obesitas
tes darah untuk memantau kadar kolesterol, glukosa, protein C-reaktif (CRP), dan
fungsi organ hati
tes urine untuk memeriksa fungsi ginjal
elektrokardiogram (EKG)
ekokardiogram
CT-scan/ foto rontgen
Tes darah lanjutan
Tes toleransi olahraga (ETT)
Myocardial perfusion scintigraphy (MPS)
Angiogram koroner K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
46. KOMPLIKASI ANGINA
Nyeri dada seperti ditekan untuk waktu lama dan berulang-ulang
Nyeri menyebar ke anggota tubuh lainnya seperti punggung, bahu, lengan,
rahang, gigi, dan perut.
Nyeri perut berkepanjangan
Gelisah
Panik
Mual muntah
Napas pendek
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
47. TERAPI NON FARMAKOLOGI ANGINA
Tujuan tatalaksana APS adalah untuk mengurangi gejala, dan memperbaiki
prognosis. Tatalaksana PJK meliputi modifikasi pola hidup, kontrol faktor
risiko PJK, dan terapi farmakologis berdasarkan bukti-bukti yang telah ada,
dan edukasi pasien. Rehabilitasi jantung direkomendasikan untuk pasien
PJK. Rehabilitasi jantung umumnya diberikan pada pasien setelah infark
miokard atau setelah intervensi koroner, namun harus dipertimbangkan juga
untuk dilakukan pada seluruh pasien dengan PJK, termasuk pasien dengan
angina kronis. Rehabilitasi jantung berbasis latihan efektif menurunkan
mortalitas total dan angka hospitalisasi dari pasien PJK. Bukti-bukti juga
menunjukkan efek menguntungkan dari rehabilitasi jantung untuk
meningkatkan kualitas hidup. Terapi non farmakologi lainnya yang bisa
dilakukan adalah dengan memperbaiki pola hidup, seperti dengan tidak
merokok, diet dan menjaga masa tubuh tetap stabil, mengkonsumsi
makanan yang mengandung tidak banyak lemak, berolahraga
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
48. TERAPI FARMAKOLOGI ANGINA
• Nitrat
• Beta blocker
• Propanolol
• Calsium chanel blocker
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
49. KASUS DRP ANGINA
John seorang pria berusia 60 tahun datang ke klinik. Dia memiliki riwayat penyakit
hipertensi (20 tahun) dan angina (2 tahun). John merupakan perokok berat, 30 batang rokok perhari
selama 48 tahun, namun dia berhenti merokok sejak 9 bulan yang lalu. Dia tidak memiliki riwayat
pendaharan gastrointestinal dan tidak memiliki riwayat alergi. Satu tahun yang lalu keterangan
dari general practioner (dokter umum) melaporkan bahwa john memilikin non ST segment elevation
myocardial infarction (NSTEMI), John menjalani percutaneous transluminal coronary angioplasty dan
insersi stent pada arteri koroner kiri. Setelah keluar dia mengikuti program rehabilitasi jantung
selama 6 bulan di rumah sakit tersebut. Setiap hari dia berjalan kaki selama 40 menit dan tidak
ditemukan angina.
Pengobatan yang sekarang John dapatkan yaitu aspirin 100 mg perhari, clopidrogel 75 mg
perhari, perindopril 4 mg perhari, simvastatin 20 mg perhari. John kurang memahami tujuan dari terapi
yang dia dapatkan dan dia mengakui bahwa dia tidak selalu meminum obatnya. Hasil pemeriksaan fisik
tekanan darah Johm 145/85 mm Hg, denyut nadi 80/ menit, tidak ditemukan aukultasi. Hasil
echocardiogram enam bulan yang lalu menunjukan tidak ada gagal jantung. BMI 23,5 kg/m2. Hasil uji
laboratorium enam bulan yang lalu menunjukkan hasil sebagian besar normal, namun perlu diperhatikan
kadar kolestrol total 5,5 mmol/L, LDL-c 3,9 mmol/L, HDLc 0,8 mmol/L, dan trigliserida 1,8 mmol/L.
Diagonosa Utama : Angina Pektoris (2 tahun)
Diagnosa Sekunder : Hipertensi dan hiperlipidemia
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
50. KASUS DRP ANGINA
Tindakan yang diterima :
Aspirin 100 mg per hari (digunakan untuk menghambat agresi platelet)
Clopidrogel 75 mg per hari ( digunakan sebagai anti platelet)
Peridopril 4 mg per hari (digunakan sebagai antihipertensi, kardioprotektif,
dan vaskuloprotektif)
Simvastatin 20 mg per hari (digunakan sebagai antihiperlipidemia, mengingat
propil lipid pasien melebihi batas normal, maka diperlukan ditambahkan
simvastatin).
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1
51. ASSASSMENT PADA PASIEN
No DRP KETERANGAN PENILAIAN
1 Indikasi tanpa obat Dalam kasus ini ditemukan
indikasi penyakt yang tidak
diobati?
Tidak
2. Obat tanpa indikasi 1. pemberian kombinasi
clopidrogel dan aspirin
dosis rendah pasca PTCA
dan stent disarankan
selama 12 bulan. Setelah
itu maintenance tearpi
disarankan dengan hanya
menggunakan aspirin
dosis rendah.
Pemberian
clopidrogel
75mg/hari sebaiknya
dihentikan.
2. Atenolol 50 mg/hari,
metoprolol 50-100 mg dua
kali sehari dan propanolol
80 mg dua kali sehari
merupakan pilihan beta
bloker yang biasa
diberikan untuk
maintenance.
Beta bloker
sebaiknya diberikan
kepada pasien yang
pernah mengalami
infark miokardiak
untuk menurunkan
morbiditas dan
martalitas.
3 Ketidaktepatan pemilihan
obat
Dalam kasus ini ditemukan
ketidaktepatan pemilihan
obat?
Tidak
4 Dosis obat kurang atau lebih 1. Dosis maintenance aspirin
yaitu 81-325 mg/hari
dalam kasus diberikan 100
mg/hari
Tidak kurang dan
tidak berlebih
2. Dosis clopidrogel yang
disarankan selama 12
bulan pasca PTCA dan
stent adalah 75 mg/hari
Tidak kurang dan
tidak berlebih
3 Dosis peridopril yang
biasanya diberikan yaitu 4-8
mg/hari dalam kasus
diberikan 4 mg/hari.
Tidak kurang dan
tidak berlebih
5. Interaksi obat Aspirin + Clopidrogel :
interaksi meningkatkan
toksisitas keduanya melalui
mekanisme sinergisme
farmakkodinamik
Tingkat Signifikan
Aspirin + Perindopril :
gunakan aspirin dosis
rendah. Aspirin
menyebabkan penurunan
efek perindopril melalui
mekanisme antagonis
farmakodinamik.
Tingkat Signifikan/
Monitoring dengan
ketat.
K A R D I O V A S K U L A R K E L O M P O K 1