1. 1
TINJAUAN PUSTAKA
ATRIAL FIBRILASI PADA HIPERTIROID
dr.Bagus Fitriadi Kurnia Putra
RS Widodo Ngawi, Jawa Timur, Indonesia
ABSTRAK
Hipertiroid adalah gangguan metabolik yang memiliki banyak efek sistemik. Sedangkan Atrial
Fibrilasi (AF) adalah gangguan irama jantung yang paling sering terjadi pada kondisi hipertiroid
dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderitanya. Tinjauan ini membahas
patogenesis, diagnosis, dan pendekatan terapi pasien hipertiroid dengan AF.
ABSTRACK
Hyperthyroidism is metabolic disorders that has lots systemic effects. While Atrial Fibrillation
(AF) is a heart rhythm disorder that most often occurs in hyperthyroid condition and may
increase morbidity and mortality. This review discusses the pathogenesis, diagnosis, and
therapeutic approaches hyperthyroid patients with AF.
PENDAHULUAN
Hipertiroid merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid yang memiliki manifestasi
pada sistem kardiovaskuler, salah satu diantaranya adalah atrial fibrilasi. Hal ini disebabkan
karena secara fisiologis hormon tiroid sendiri memiliki efek terhadap sistem kardiovaskuler yaitu
meliputi efek langsung hormon tiroid terhadap jantung, efek hormon tiroid terhadap sistem saraf
simpatis dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik. Sedangkan atrial fibrilasi
merupakan suatu kondisi gangguan irama jantung yang paling sering ditemui di dalam praktik
sehari-hari dan menyebabkan tingginya angka mortalitas jika dihubungkan dengan tingginya
frekuensi emboli1,2.
ATRIAL FIBRILASI
Atrial Fibrilasi (AF) merupakan suatu irama jantung yang tidak teratur (aritmia) dengan
frekuensi rata-rata 350-600 kali/menit, dimana tidak ditemukan gelombang P pada
2. 2
elektrokardiografi (EKG). Pada AF, gelombang P yang tidak terlihat pada EKG disebabkan oleh
munculnya gelombang getar (fibrilasi) dengan amplitudo, bentuk, dan durasi yang bervariasi3.
AF menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas4, dan merupakan suatu kondisi
aritmia yang berbahaya oleh karena : (1) ventrikel rate yang cepat dapat mengganggu cardiac
output dan dapat secara signifikan menurunkan pengisian ventrikel kiri dan stroke volume, (2)
Hilangnya kontraksi atrial yang menyebabkan stasis darah pada atrium dan dapat meningkatkan
resiko trombus, khususnya pada atrium kiri yang merupakan penyebab stroke.
HIPERTIROID
Penyakit hipertiroidisme merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari, yang terjadi akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin
(T3). Penyakit Graves’ merupakan penyebab paling umum hipertiroidisme. Sekitar 60%
hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Graves’. Hipertiroidisme pada penyakit graves
biasanya disebabkan antibodi reseptor TSH yang menyebabkan rangsangan pada aktivitas tiroid
yang berlebihan.
Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid
Gejala klinis penyakit Graves’ meliputi dua kelompok gambaran utama, yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme
akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi
hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan, misal cepat lelah, gemetar, tidak tahan
panas, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan
kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal
3. 3
yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Untuk menegakkan diagnosis dengan tepat dan
terpercaya, Crooks (1959) membuat suatu indeks diagnostik yaitu Indeks Wayne5 (Gambar 2),
yang dibuat untuk menjaga objektivitas dalam penegakan diagnosis.
Gambar 2. Index Wayne. Interpretasi: Hipertiroid : ≥ 20; Eutiroid: 11 – 18; Hipotiroid: <1
4. 4
AF pada Hipertiroid
AF terjadi pada lebih dari 15% pasien dengan hipertiroid, dibandingkan dengan 4% pada
populasi umum, terutama pada laki-laki dan orang tua6,7.Hormon tiroid berefek pada jantung dan
pembuluh darah perifer yaitu meliputi penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan laju
jantung, dan peningkatan kontraktilitas ventrikel kiri. Ketika hal ini dideteksi oleh ginjal, maka
sistem renin angiotensin aldosteron akan teraktivasi dan absorbsi natrium akan meningkat. T3
juga berperan dalam memproduksi eritropoetin dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan
eritrosit dan menyebabkan kenaikan volume darah dan preload. Pada kondisi hipertiroid, hal ini
menyebabkan kenaikan cardiac output 50% - 300% lebih tinggi dibanding keadaan normal.
Patogenesis AF pada hipertiroid belum diketahui secara pasti dan bersifat multifaktorial8.
Diduga pengaruh hormon tiroid terhadap waktu aksi potensial otot jantung berpeluang
mencetuskan timbulnya aritmia jantung9. Peningkatan jumlah T3 menyebabkan durasi potensial
aksi miosit lebih pendek pada pasien hipertiroid. Hal ini mempermudah terjadinya
reentry(masuknya kembali gelombang eksitasi yang mengelilingi atrium) dan meningkatkan
resiko terjadinya atrial fibrilasi pada kondisi hipertiroid.
Beberapa manifestasi klinik dapat ditemukan pada pasien AF dengan hipertiroid yaitu:
palpitasi, angina saat latihan, dispneu, cepat lelah, sinkop, ataupun gejala troboemboli.
Manifestasi lanjut dari keadaan ini adalah kondisi gagal jantung kongestif karena menurunnya
curah jantung.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis hipertiroid
adalah TSH, fT4, dan T3. Pemilihan TSH sebagai indikator utama pemeriksaan, karena
sensitivitasnya tinggi terhadap kelainan tiroid. Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan
umpan balik negatif pada kelenjar pituitari sehingga TSH turun. Pilihan selanjutnya adalah
pemeriksaan fT4, dan bila perlu ditambahkan pemeriksaan T3 total.
5. 5
TSH fT4 T3 Interpretasi
N N N Normal
↓ N N Hipertiroid subklinis
↓ ↑ ↑ Hipertiroid
↑ N N Hipotirod subklinis
↑ ↓ ↓ Hipotiroid
Gambar 3. Tabel interpretasi laboratorium kelainan tiroid.
Elektrokardiogram (EKG) dapat membantu dalam mengidentifikasi subyek hipertiroid
yang dicurigai mengalami ganguan irama jantung. Atrial fibrilasi adalah aritmia yang paling
sering ditemukan pada kondisi ini. Adapun ciri-ciri AF pada gambaran EKG adalah2:
1. Pola interval RR yang ireguler.
2. Tidak adanya gelombang P yang jelas, digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi).
3. Kecepatan interval kedua gelombang aktivasi atrium > 350 kali/menit.
Gambar 4. Gambaran EKG atrial fibrilasi
6. 6
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaan AF dengan hipertiroid adalah mengendalikan kondisi hipertiroid ke
status eutiroid terlebih dahulu, lalu mengatasi masalah atrial fibrilasinya. Berikut adalah
beberapa terapi yang bisa digunakan untuk penatalaksanaan pasien AF dengan hipertiroid:
1. Obat Anti-Tiroid
Obat anti-tiroid yang lazim digunakan PTU dimulai dengan dosis 3 x 100-200 mg/hari
dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu
pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis.
2. Penghambat Beta
Penghambat Beta, khususnya Propranolol karena sifatnya yang non-selektif dapat
diberikan untuk mengendalikan laju jantung dan mengurangi gejala tirotoksikosis.
Propranolol dapat diberikan dengan dosis 20-80 mg peroral tiap 6 jam. Golongan obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat asma atau PPOK. Sebagai alternatif
terapi, dapat diberikan golongan antagonis kalsium non-dihidropiridin (diltiazem dan
verapamil)6.
3. Digitalis
Digitalis (Digoksin) dapat memperlambat laju ventrikel, tetapi dibutuhkan dosis yang
lebih tinggi dari biasa (0,25 - 0,5 mg). Resistensi relatif terhadap digitalis disebabkan
oleh bertambahnya klirens renal dan peningkatan jumlah Na+K+ATPase pada otot
jantung, yang berakibat penurunan sensitivitas otot jantung terhadap digitalis, sehingga
toksisitas bisa timbul pada dosis yang baru memberikan efek terapetik.
4. Kardioversi
Kardioversi elektrik diindikasikan pada pasien AF dengan kondisi gangguan
hemodinamik disertai tanda iskemik, hipotensi, atau sinkop. Kardioversi elektrik
dilakukan dengan dosis 200J, dan bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300J.
5. Antikoagulan
Pengunaan antikoagulan pada pasien AF dengan hipertiroid masih menjadi perdebatan.
Meskipun bukti masih kurang, bila ada faktor risiko untukterjadinya stroke, pemberian
terapi antioagulan oral dianjurkan untukmencegah emboli sistemik7.American Heart
Association (AHA) merekomendasikan pemberian aspirin 325 mg/hari pada pasien AF
7. 7
risiko rendah dan warfarin bagi pasien risiko tinggi yang dapat menerima pemberian
antikoagulan secara aman.
6. Ablasi Radioiodine
Pada semua pasien dengan komplikasi kardiak, hipertiroid harus ditangani dengan
pemberian obat anti-tiroid, yang dilanjutkan dengan ablasi radioiodine10,11,12. Ablasi
diindikasikan karena risiko rekurensi kelainan kardiak bila gejala tirotoksikosis kambuh
sering terjadi pada pasien yang mendapat pengobatan dengan obat anti-tiroid. Pasien
tirotoksikosis dengan keterlibatan kardiak, termasuk AF lebih dari 90% menunjukan
perbaikan gejala kardiovaskular setelah menjalani terapi ini. Pada pasien tertentu dengan
struma nodular toksik yang besar, mungkin diperlukan tiroidektomi10.
Hipertiroidisme dapat terjadi setelah pemberian amiodaron.Ada dua jenis hipertiroidisme
yang diinduksi oleh amiodaron: tipeyaitu peningkatan produksi T4 dan T3 yang diinduksi iodin
dan tipe II,yaitu tiroiditis destruktif dengan kelebihan pelepasan T4 dan T3 yangmenyebabkan
penurunan fungsi tiroid. Pemberian amiodaron harusdihentikan pada hipertiroidisme. Sebagai
alternatif dapat diberikandronedaron, yaitu derivat amiodaron yang tidak mengandung iodin
sehingga mengurangi insiden tirotoksikosis13.
KESIMPULAN
Hipertiroidisme merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid yang memiliki
manifestasi pada beberapa sistem organ, salah satunya sistem kardiovaskuler. Atrial fibrilasi
(AF) adalah aritmia tersering yang terjadi pada kondisi hipertriroid, melalui beberapa
patofisiologi yang belum sepenuhnya diketahui. Aritmia ini menyebabkan tingginya angka
mortalitas dan morbiditas, khususnya terkait dengan kejadian stroke. Beberapa gejala klinis yang
timbul dapat dirangkum dalam index Wayne untuk penegakan diagnosis secara objektif.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk penegakan diagnosis hipertiroid
antara lain pemeriksaan TSH, fT4, dan T3. Sedangkan pada EKG, interval RR yang ireguler dan
hilangnya gelombang P merupakan ciri utama dari AF. Prinsip penatalaksaan AF dengan
hipertiroid adalah mengendalikan kondisi hipertiroid ke status eutiroid terlebih dahulu, lalu
mengatasi masalah atrial fibrilasinya.
8. 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Hylek EM, Phillips KA, et al. Prevalence of diagnosed atrial fibrillation in adults:
national implications for rhythm management and stroke prevention: the
AnTicoagulation and Risk Factors in Atrial Fibrillation (ATRIA) Study. JAMA : the
journal of the American Medical Association 2001;285:2370-5.
2. European Heart Rhythm, Camm AJ, et al. Guidelines for the management of atrial
fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European
Society of Cardiology (ESC). European heart journal 2010;31:2369-429.
3. Bellet S. Clinical Disorders of the Heart Beat. 3rd ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 2001.
4. Wyse D, Waldo A, DiMarco JP, et al. A comparison of rate control and rhythm control in
patients with atrial fibrillation. The New England journal of medicine 2002;347:1825-33.
5. Crooks J, Muray IP, Wayne EJ. Stastistical methods applied to the clinical diagnosis of
thyrotoxicosis. Quart. J Med 1959; 28: 211-34
6. Sawin CT, Geller A, Wolf PA, et al. Low serum thyrotropin concentrations as a risk
factor for atrial fibrillation in older persons. N Engl J Med 2004;331:1249-52.
7. Eldar M, Canetti M, Rotstein Z, et al. Significance of paroxysmal atrial fibrillation
complicating acute myocardial infarction in the thrombolytic era. SPRINT and
Thrombolytic Survey Groups. Circulation 2008;97:965-70.
8. Issa ZF. Atrial Fibrillation. In: Miller JM, Zipes DP, eds. Clinical arrhythmology and
electrophysiology: a companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed: Saunders; 2012.
9. Watanabe H, Hatada K, Aizawa Y: Thyroid hormone regulates mRNA expression and
currents of ion channels in rat atrium.Biochem Biophy Res Commun 2003;308: 439–444.
10. Woeber KA. Thyrotoxicosis and the heart. N Engl J Med.2002;327:94-8.
11. Dougall I. Thyroid disease in practice clinical, Chapman and Hall Medical 2002; 82: 117.
12. Choudhury RP, McDermot J. Heart failure in thyrotoxicosis, an approach to
management. Br J Clin Pharmacol 2008;46:421-4
13. Le Heuzey JY, De Ferrari GM, Davy JM. A short-term, randomized, double-blind,
parallel-group study to evaluate the efficacy and safety of dronedarone versus
amiodarone in patients with persistent atrial fibrillation: the DIONYSOS study. Journal
of cardiovascular electrophysiology 2010;21:597-605.