SlideShare a Scribd company logo
REFERAT
INTERAKSI INFEKSI DENGAN PENYAKIT AUTOIMUN
DISUSUN OLEH :
THIRAFI PRASTITO
1102012294
PEMBIMBING :
Dr. dr. Soroy Lardo, SpPD,FINASIM
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Penyakit Dalam
RSPAD Gatot Soebroto /Fakultas Kedokteran UPV Veteran Jakarta
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya interaksi antara infeksi dan penyakit autoimun bisa
beraneka ragam meliputi :
Pengaruh infeksi terhadap penyakit autoimun, efek protektif respons imun
infeksi pada penyakit autoimun, serta dampak penyakit autoimun terhadap
perjalanan penyakit.
INTERAKSI INFEKSI DENGAN PENYAKIT AUTOIMUN
Interaksi antara infeksi dan penyakit autoimun adalah
1. Infeksi menginduksi penyakit autoimun
2. Infeksi memperberat dan atau memicu eksaserbasi penyakit autoimun
3. Infeksi mencegah munculnya penyakit autoimun
4. Penyakit autoimun terutama terkait status imun dana tau sedang mendapatkan intervensi terapi
imunosupresan jangka lama akan memicu perkembangan infeksi ke gradasi berat dalam waktu
singkat.
INFEKSI SEBAGAI PEMICU PENYAKIT AUTOIMUN
Mikroorganisme memfasilitasi sinyal spesifik
antigen semacam molekul atau melalui
mobilisasi antigen endogen
Memicu proses inflamasi, menggerakkan sinyal
nonspesifik antigen yang meningkatkan
respons imun melalui efek adjuvant
Proses ini dapat dipicu oleh antigen tunggal atau multiantigen mikroorganisme sehingga
muncul penyakit autoimun. Antigen mikroorganisme sebagai pemicu tersebut dapat berasal dari
bakteri, virus, protozoa, maupun mikroplasma. Selain sitokin pemicu inflamasi sistemik, maka
komponen peptidoglikan, endotoksin mikroorganisme dapat berperan dalam memicu penyakit
autoimun.
DAMPAK VIRUS TERHADAP PENYAKIT AUTOIMUN
Infeksi virus rubella, hepatitis B, virus Epstein barr dapat pula sebagai pemicu penyakit
autoimun yang diduga menyebabkan terjadi perubahan respons imun terhadap antigen eksogen
maupun antigen endogen, meskupun hal ini memerlukan penelitian lanjut.
DAMPAK BAKTERI, JAMUR, DAN PROTOZOA TERHADAP PENYAKIT AUTOIMUN
Pada demam reuma, bakteri streptokok sebagai pemicu faringitis akut yang berlangsung 2-4
minggu sebelumnya. Selanjutnya memicu tiga gejala utama yaitu artritis, karditis dan chorea.
Pada chorea ditandai gerakan tak terkendali dari otot muka, lengan dan tungkai. Pada
pemeriksaan imunologis didapatkan antibody yang bereaksi dengan protein M dari bakteri
penyebab. Antigen streptokok tersebut memiliki epitope mirip dengan jaringan miokard jantung
manusia dan antibody terhadap streptokok dan menyerang jantung. Antigen streptokok bereaksi
silang dengan antigen otot jantung, menimbulkan kerusakan dan penyakit demam reuma.
INFEKSI PEMICU EKSASERBASI PENYAKIT AUTOIMUN
Helicobacter pylori (Hp) merupakan bakteri yang banyak di mukosa lambung. Hp sering sebagai
penyebab gastritis, tukak peptic, keganasan gaster, limfoma terkait jaringan limfoid mukosa.
Akhir-akhir ini Hp ditemukan terkait penyakit autoimun seperti artritis rematoid, tiroidits
autoimun, sindrom sjorgen, purpura schonlein Henoch, dan purpura trombositopenik autoimun.
Hp berperan sebagai
mamicu respons imun
Autoreaktif molekul
sehingga diproduksi sitokin
proinflamatori dalam kadar
tinggi
Merusak mukosa
melalui proses
autoimun
GENETIK
Kembar siam monozigot, salah satu diantaranya dapat mengalami eksaserbasi sclerosis multiple,
maka kembarannya sekitar 25-30% juga mengalami eksaserbasi sclerosis multiple
interaksi HLA pada sclerosis multiple terutama HLA DRw15, DQ w6, Dw2 pada beberapa bangsa eropa
Caucasian dan amerika utara
Infeksi virus campak mempunyai pengaruh sekitar 90% terhadap kembar monozigot untuk memunculkan
sclerosis multiple. Jadi factor infeksi terutama akibat sekitar 24 jenis virus maupun bakteri, keduanya dapat
sebagai pencetus serangan ulang sclerosis multiple. mekanismenya melalui induksi IL-2, IL-6 dan IFN-y.
INFEKSI PADA PENYAKIT AUTOIMUN
Penyakit autoimun yang jatuh ke posisi imunokompromais, membuka peluang spectrum infeksi menjadi luas dan
cenderung berat. Hal tersebut akibat pengaruh multimikroorganisme dan menurunnya system imun tubuh inang. Hasil
akhir kejadian infeksi sangat dipengaruhi oleh kecepatan mengenal organisme penyebab infeksi, kepekaan organisme
penyebab infeksi tersebut terhadap antimikroba, interaksi dengan respons imun tubuh, serta kecepatan kita bertindak.
Penyakit infeksi bila tidak mendapat penatalaksanaan optimal dapat menjadi ancaman serius, potensial berkembang
ke infeksi berat dan sepsis. Penyulit sepsis yang yang paling berbahaya adalah syok septik dan sindrom disfungsi
multiorgan (MODS). Hal ini merupakan kondisi serius dengan angka kematian yang tinggi.
Faktor internal
Yang sangat menentukan adalah factor imun, status nutrisi, dan proses apoptosis,
serta penyakit dasar yang telah ada termasuk penyakit autoimun.
System imun terdesak ke posisi
imunokompromais akibat
terapi imunosupresan jangka
lama atau akibat progresivitas
penyakit sendiri
Individu menjadi
rentan terhadap
infeksi
Lemahnya system imun
tubuh membuka peluang
mikroorganisme untuk
tumbuh kembang tak
terkendali
Potensial berkembang
kearah gradasi infeksi
berat dan sepsis
Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan kegagalan mekanisme normal dalam toleransi sel sendiri.
Autoimunitas terjadi karena antigen sendiri dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi
serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan
jaringan dan berbagai organ. Antibody maupun sel T dapat mempunyai peran
dalam pathogenesis penyakit autoimun.
AUTOIMUNITAS
Infeksi
Respons imun tubuh akan
berusaha melawan antigen
mikroorganisme yang masuk
Bila reaksi berlangsung berlebihan
atau mikroorganisme mampu
bertahan persisten sebagai inductor
Penyakit autoimun
Antibody yang terbentuk akan
mengikat antigen mikroorganisme
membentuk kompleks imun
Antigen pemicu disebut autoantigen,
sedangkan antibody yang dibentuk
disebut autoantibodi
Menempel pada
jaringan memicu
inflamasi
Sel autoreaktif yang
diinduksi infeksi adalah
limfosit yang mempunyai
reseptor autoimun
Respons
autoimun
Intervensi mikroorganisme terhadap sel sasaran berakibat disekresi sitokin. Berbagai sitokin
inflamatori yang dapat terlibat selama infeksi, infeksi berat, dan sepsis antara lain adalah IL-1β,
IL-6, TNFα, MIP-2α. Di samping sitokin inflamatori juga ikut terlibat sitokin antiinflamatori
antara lain IL-10, IL-IRA, reseptor soluble TNF I dan II.
Peningkatan kadar TNFα, IL-1β dan IL-6 mencetuskan berbagai gambaran sepsis termasuk
demam, takikardia, takipnea, leukositosis, myalgia dan somnolen. Kadar TNFα yang tinggi
menginduksi terjadinya syok, koagulasi intravascular diseminata (KID), kegagalan multiorgan
dan kematian. Berbagai sitokin lain, terutama IL-8 juga meningkat kadarnya di tempat infeksi
Pada sepsis juga terjadi aktivasi jalur ekstrinsik maupun intrinsic, terjadi gangguan
fungsi protein C, menghambat jalur protein S dan penurunan antirombin.
Fibrinolysis dapat dihambat melalui peningkatan aktovator inhibitor 1 plasminogen
dalam plasma. Akibatnya terjadi deposisi fibrin intravaskuler, tombosis, serta perdarahan,
terjadi hipotensi dan KID.
PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA PENYAKIT AUTOIMUN
Infeksi pada penyakit autoimun perlu mendapatkan perhatian serius terutama yang terdorong
masuk ke status imunokompromais. Pada imunokompromais antimikroba yang diberikan dapat
kombinasi. Hal ini penting mengingat pada imunokompromais kuman yang tumbuh kembang
bisa multimikroorganisme
Antibiotika diberikan berlandaskan peta medan kuman, sumber infeksi, potensi pelepasan
endotoksin. Bila ada indikasi antibiotika diberikan seawal mungkin, memiliki kemampuan
membunuh mikroorganisme, spectrum luas mampu bekerja intra dan ekstraseluler.
Sambil menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi. Terapi empiris pemberian antimikroba segera
dimulai sedini mungkin dalam 24 jam pertama.
Antimikroba terpilih mempunyai spectrum luas, mampu bekerja lebih awal, potensi menginduksi
resistensi minimal, dapat dikombinasi dengan antibiotika lain, berdasarkan kecurigaan sumber
infeksi, pengecatan gram, peta medan kuman dan pola resistensi setempat, asal infeksi nasokomial
atau komunitas, status imun penderita dan mempertimbangkan factor bacteremia serta
endotoksemia.
Salah satu contoh, sefalosporin generasi empat, imipenem-cilastatin mempunyai spectrum
luas, efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negative termasuk strain yang resisten
terhadap aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga, cukup stabil terhadap hidrolisis
beta lactamase, daya penetrasi tinggi ke dalam dinding sel bakteri gram-negatif. Jenis
antibiotic ini dapat membantu eliminasi bakteri selama infeksi berlangsung.
Tindakan terapi intervensi termasuk insersi pemasangan infus, indwelling
kateter harus dirawat dengan baik agar tidak menambah jumlah dan jenis
mikroorganisme pemicu infeksi. Hal ini perlu diperhatikan mengingat penyakit
autoimun terutama yang dalam posis imunokompromais sangat rentan terhadap
infeksi.
PENCEGAHAN DI RS
Penatalaksanaan penyakit infeksi pada penyakit autoimun dengan situasi imunokompromais,
upaya pencegahan sekunder penting dilakukan. Pertama, mencegah agar infeksi berkembang
ke sepsis. Kedua, agar sepsis tidak menjadi syok septik dan MODS.
Pencegahan dilakukan melalui 2 fase, yaitu fase resusitasi dan perawatan intensif.
PENCEGAHAN
Fase resusitasi
Menjamin kecukupan cairan dan elektrolit, monitoring resusitasi cairan dan koreksi gangguan
keseimbangan asam-basa, evaluasi pasien dan hindari kelambanan maupun kesalahan diagnosis
Fase perawatan intensif
Dukungan nutrisi berbasis makronutrien dan mikronutrien sedini mungkin, pasang alat bantu
pernafasan bila ada indikasi, berikan antibiotika yang tepat, minimalkan transfuse untuk menghindari
penularan mikroorganisme, dan imunoterapi
TERAPI IMUNOGLUBULIN
Infeksi akut yang berkembang pada imunokompromais, maka imunoglobulin mempunyai
peran untuk menginaktivasi toksin dan menghambat laju intervensi berbagai mikroorganisme
termasuk virus dan bakteri. Imunoglobulin mencegah ikatan pada reseptor, mencegah aktivasi
sel target sehingga efektif sebagai terapi ajuvan pada infeksi berat.
IgG eksogen
Reseptor Fcγ2b yang
diekspresika pada
permukaan membrane
limfosit B
Blokade terhadap
aktivitas limfosit
Menurunkan
produksi sitokin
proinflamatori
Endotel terproteksi,
performen vascular dan
jantung dapat
dipertahankan optimal
Pada infeksi, imunoglobulin juga mempunyai peran untuk memblokade pengaruh supernatigen,
sehingga tidak berpengaruh lebih lanjut terhadap intervensi pada jaringan.
Secara langsung imunoglobulin mengikat reseptor sel T sehingga overstimulasi sel T dapat dihindari,
inflamasi yang potensial berlangsung sistemik dapat dihindari, pengaruh autositotoksik dan autoreaktif
dapat dicegah.
Imunoglobulin 5S dan 7S di dalam implikasi klinis mempunyai peran strategis terutama dalam
upaya mencegah intervensi mikroorganisme, sebagai terapi substisusi defisiensi imun primer
dan sekunder.
Pemberian IVIG merupakan terapi suplemen pada penatalaksanaan infeksi berat. IVIG dapat
memperbaiki efektivitas antibiotika beta lactam, menurunkan aktivitas mediator inflamasi,
bersama IgG endogen merupakan imunopotensi pada fase akut, mengurangi lama perawatan
infeksi berat.
Pada infeksi, imunoglobulis 5S berperan antiinflamasi dan aktivitas antitoksin. Imunoglobulin 7S
lebih berperan sebagai imunomodulasi. Selain itu imunoglobulin 7S juga mempunyai efek
netralisasi, dan eliminasi toksin, efek antibakteri, efek antiviral, meningkatkan efek fagositosis
makrofag melalui peran reseptor Fc dan reseptor C3b
IMUNOGLOBULIN 7S
Karena berpotensi mengikat reseptor Fc pada limfosit B berarti mempunyai pengaruh
imunosupresan, maka imunoglobulin 7S sesuai dalam penatalaksanaan penyakit autoimun maupun
penyakit infeksi yang dilandasi penyakit autoimun. Setelah pemberian imunoglobulin 7S intravena,
antibodi akan berusaha mengikat antigen spesifik dan membentuk kompleks imun dilanjutkan
dengan upaya eliminasi fagositosis
IMUNOGLOBULIN 5S,
Sebagai molekul bebas dengan waktu paruh 12-36 jam tidak mengikat reseptor Fc, sehingga tidak
bersifat imunosupresan. Imunoglobulin 5S lebih banyak dipakai pada infeksi berat karena tidak
mengikat reseptor Fc.
Di klinis imunoglobulin dapat dimanfaatkan dalam penatalaksanaan penyakit imunodefisiensi, penyakit infeksi,
dan penyakit autoimun. Sebagai terapi pengganti, imunoglobulin pada penderita defisiensi imunoglobulin (IgG)
yang mengalami infeksi serius berulang. Keadaan ini memerlukan IVIG, 400-500mg/kg selama 5 hari, interval
setiang 3-4minggu atau dosis rumatan 5,0 g/L. untuk defisiensi IgG ringan atau sedang memerlukan 3,0-5,0 g/L.
Setiap 1ml sediaan mengandung imunoglobulin 50mg yang terdiri atas IgG (80%), IgA (12%) dan IgM (8%),
asam aminoasetat, dan natrium klorida.
TERAPI NUTRISI
Penatalaksanaan nutrisi penting untuk mencegah serta mengatasi progresivitas infeksi. Infeksi pada penyakit
autoimun memerlukan dukungan nutrisi lengkap. System imun yang imunokompromais tidak begitu saja mudah
ditanggulangi, tetapi dapat dihambat dengan cara mencegah melalui terapi nutrisi medis berlandaskan
makronutrien dan mikronutrien.
Pada infeksi berat dan sepsis juga terjadi penurunan antioksidan spesieas lain seperti asam askorbat, karotinoid,
selenium, Zinc, Copper, Iron. Selenium merupakan parameter terpenting daripada albumin, Fe, Zn terhadap resiko
kematian penderita. Gluthation perosidase (GPx), thioredoxine reductase, dan selenoprotein-P mempunyai peran
penting sebagai antioksidan dan detoksikasi ROS.
TERAPI STEROID
Steroid berpengaruh terhadap transkripsi gen. steroid dapat meningkatkan transkripsi gen:
lipokortin-1, beta2-adrenoreseptor, endonukleasis, inhibitor protease sekretori leukosit,
inhibitor protein IkB.
Steroid dapat menurunkan transkripsi: sitokin (TNF-α, IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-
8, IL-11, IL-12, IL-13, GM-CSF, regulated upon activation normal T cell expressed and
secreted (RANTES), macrophage inflammatory protein-1 α (MIP-1α), iNOS, inductor
COX-2, inductor PLA2, endotelin-1, reseptor NK-1, ICAM-1, E-selectin.
Terapi steroid untuk infeksi pada penyakit autoimun bermanfaat untuk eliminasi pengaruh inflamasi.
Baik infeksi dan penyakit autoimun terjadi peningkatan berbagai produk mediator dan produk protein
spesifik. Produk mediator dan produk lain meliputi sitokin proinflamatori, radikal bebas, enzim
posfolipase A2 (PLA2), nitric okside sangat menentukan status endotel, vaskuler, dan miokard
Perubahan pada endotel, tonus vaskuler, dan miokard penderita sepsis mengakibatkan terjadi gangguan
hemodinamik. Situasi tersebut semakin diperberat oleh keadaan krisis energy akibat tuntutan hipermetabolik,
terutama bila tanpa diimbangi asupan nutrisi secara memadai.
Gangguan elektrolit dan distribusi oksigen yang tidak adekuat akan semakin memperberat. Keadaan tersebut
memicu gangguan hemodinamik refrakter dana tau ketergantungan terhadap dukungan obat vasopressor.
Infeksi pada penyakit autoimun yang berkembang berat ke sepsis, syok septik, sindrom distress
respiratori akut perlu dukungan steroid untuk mencegah munculnya sindrom disfungsi multiorgan.
Pada keadaan ini steroid diberikan sedini mungkin, dalam jangka pendek.
Beberapa keadaan yang juga memerlukan terapi steroid adalah pasien sepsis dengan insufisiensi renal
diikuti :
[(adrenalitis autoimun, tuberculosis, metastase adrenal, perdarahan, infeksi bakteri (meningiococcemia),
infeksi virus (sitomegalovirus), atau dan relative hipoadrenalism akibat induksi obat (terapi steroid
sebelumnya, tetapi phenytoin, ketokonazol atau etomidate)].
Pasien yang sebelumnya didiagnosis insufisiensi adrenal, diberikan steroid dosis 100-150mg
hidrokortison perhari.
Terapi steroid pada sepsis diutamakan untuk penderita sepsis dengan gangguan hemodinamik
refraketer dan terus menerus memerlukan dukungan vasopressor.
Beberapa studi menetapkan pemberian dosis suprafisiologi (hingga 30mg/kg metilprednisolon)
diberikan sedini mungkin pada pasien sepsis, dianjurkan pemberian jangka pendek (24-36 jam).
Studi akhir akhir ini steroid dianjurkan diberikan (200-300 mg hidrokortison per hari) pada kasus
berat diberikan dalam waktu lebih lama (lebih 5 hari).
TERAPI STEROID TERHADAP SEPSIS
DAFTAR PUSTAKA
1. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai SHIV, 2010, Role of Infections in Autoimmunity, In: Cellular and Molecular
Immunology. Editors: Abbas AK, Litchman AH, Pillai SHIV, Philadelphia,pp.
2. Adams CA, Deitch EA, 2002. Prevention of Organ Injury and MODS, In: Sepsis and Multiple Organ Dysfunction.
Editors: Deitch EA, Vincent JL, Windsor A, W.B.Saunders. London,pp.
3. Akin E, McHugh GL, Flavell RA, Fikrig E, Steere AC, 1999. The Immunoglobulin (IgG) Antibody Response to OspA
dan OspB Correlates with Severe and Prolonged Lyme Arthritis and the IgG Response to P35 Correlates with Mild and
Brief Arthritis. Editor: McGhee JR. Infection and Immunity 67, 173-181.
4. Alejandria MM, Lansang MA, Dans LF, Mantaring JBC, 2005. Intravenous Immunoglobulin for Treating Sepsis and
Septic Shock (Cochrane Review). The Cochrane Library, Issue 2, 1465-1858.
5. Antelman G, Msamanga GI, Spiegelman D, Urassa EJN, 2000. Nutritional factors and infectious disease contribute to
anemia among pregnant women with human immunodeficiency virus in Tanzania. J.Nutr. 130: 1950-1957.
6. Baratawidjaya KG, 2006. Autoimunitas yang Berhubungan dengan Infeksi. Dalam: Immunologi Dasar. Edisi ke-7.
FKUI, Jakarta, 241-242.
7. 7.Cerra FB, Benitez MR, Blackburn GL, Irwin RS, Jeejeebhoy K, 1997. Applied nutrition in ICU patients. Chest 111: 769-
778.
8. Christen URS, Herrath MV, 2005. Infections and Autoimmunity. Journal of Immunology, 174, 7481-7486.
9. Cunha BA, 2008. Antibiotic Essentials. 7th edition. Editors: Cunha BA. New York, pp. 513-514.
10. Daud R, 2006. Artritis Rheumatoid. Dala: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta, hlm. 1184-1191.
11. Deitch EA, Mohr AM, 2002. Antimicrobial Strategies and Antibiotic Resistance In: Sepsis and Multiple Organ Dysfunction.
Editors: Deitch EA, Vincent II< Windsor A, London,pp.
12. Fujunami RS, 2001. Can Virus Infection Trigger Autoimmune Dissease? Journal of Autoimmune
13. Hasbun R, 2007. Role of Adjunctive Steroids. In: Infections Disease Emergency Department Diagnosis and Management.
Editors: Slaven EM, Stone SC, Lopez FA. International Edition. New York. Pp
14. Munford RS, 2005. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. Vol II. 16th Edition.
Editors: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. McGraw-Hill Medical Publishing
Division. New York, pp. 1606-1612
TERIMA KASIH…

More Related Content

What's hot

Patofisiologi Materi Autoimunitas
Patofisiologi Materi AutoimunitasPatofisiologi Materi Autoimunitas
Patofisiologi Materi Autoimunitas
esyaayuning cipta
 
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun 1313010043
 
Makalah imunologi
Makalah imunologiMakalah imunologi
Makalah imunologi
Septian Muna Barakati
 
Autoimunitas
AutoimunitasAutoimunitas
Autoimunitas
Felic Reddevil
 
Jenis jenis penyakit infeksi
Jenis jenis penyakit infeksiJenis jenis penyakit infeksi
Jenis jenis penyakit infeksi
Silky Tanaffasya
 
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
HerwantoYusa
 
Memahami Autoimun
Memahami AutoimunMemahami Autoimun
Memahami Autoimun
Lestari Moerdijat
 
Proses terjadinya infeksi
Proses terjadinya infeksiProses terjadinya infeksi
Proses terjadinya infeksi
Warnet Raha
 
Imunisasi biokimia
Imunisasi biokimiaImunisasi biokimia
Imunisasi biokimia
Operator Warnet Vast Raha
 
Alergi
AlergiAlergi
patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids
patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids
patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids
octo zulkarnain
 
Alergi dan hipersensitivitas
Alergi dan hipersensitivitasAlergi dan hipersensitivitas
Alergi dan hipersensitivitas
Inyong Budiono
 
Sejarah imunologi
Sejarah imunologiSejarah imunologi
Sejarah imunologi
Wulan Kesumasari
 
Makalah imunologi2
Makalah imunologi2Makalah imunologi2
Makalah imunologi2
Septian Muna Barakati
 
INFEKSI
INFEKSIINFEKSI
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
FELIXDEO
 
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS  Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Soroy Lardo
 

What's hot (19)

Patofisiologi Materi Autoimunitas
Patofisiologi Materi AutoimunitasPatofisiologi Materi Autoimunitas
Patofisiologi Materi Autoimunitas
 
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
 
Makalah imunologi
Makalah imunologiMakalah imunologi
Makalah imunologi
 
HIV
HIVHIV
HIV
 
Autoimunitas
AutoimunitasAutoimunitas
Autoimunitas
 
Jenis jenis penyakit infeksi
Jenis jenis penyakit infeksiJenis jenis penyakit infeksi
Jenis jenis penyakit infeksi
 
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
125450041 13-penyakit-autoimun-ppt
 
Memahami Autoimun
Memahami AutoimunMemahami Autoimun
Memahami Autoimun
 
Proses terjadinya infeksi
Proses terjadinya infeksiProses terjadinya infeksi
Proses terjadinya infeksi
 
Imunisasi biokimia
Imunisasi biokimiaImunisasi biokimia
Imunisasi biokimia
 
Alergi
AlergiAlergi
Alergi
 
patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids
patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids
patofisiologfi diagnosis dan penatalaksanaan HIV aids
 
Alergi dan hipersensitivitas
Alergi dan hipersensitivitasAlergi dan hipersensitivitas
Alergi dan hipersensitivitas
 
Sejarah imunologi
Sejarah imunologiSejarah imunologi
Sejarah imunologi
 
Makalah imunologi2
Makalah imunologi2Makalah imunologi2
Makalah imunologi2
 
INFEKSI
INFEKSIINFEKSI
INFEKSI
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
 
Tb
TbTb
Tb
 
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS  Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
Case Presentation Co infection Miliary Tuberculosis and HIV/AIIDS
 

Viewers also liked

Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis
Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan SepsisAspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis
Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis
Soroy Lardo
 
Gagal ginjal akut pada malaria
Gagal ginjal akut pada malariaGagal ginjal akut pada malaria
Gagal ginjal akut pada malaria
Soroy Lardo
 
Case Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseases
Case Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseasesCase Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseases
Case Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseases
Soroy Lardo
 
Bubble cpap copy
Bubble cpap   copyBubble cpap   copy
Bubble cpap copy
Nilu Panch
 
Audit Sepsis : Case Report
Audit Sepsis : Case ReportAudit Sepsis : Case Report
Audit Sepsis : Case Report
Soroy Lardo
 
Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15
Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15
Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15
Soroy Lardo
 
Injeksi intra vena narkoba amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
Injeksi intra vena narkoba  amanda ko ass RSPAD Gatot SoebrotoInjeksi intra vena narkoba  amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
Injeksi intra vena narkoba amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
Soroy Lardo
 
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis TbcTuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Soroy Lardo
 

Viewers also liked (8)

Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis
Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan SepsisAspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis
Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis
 
Gagal ginjal akut pada malaria
Gagal ginjal akut pada malariaGagal ginjal akut pada malaria
Gagal ginjal akut pada malaria
 
Case Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseases
Case Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseasesCase Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseases
Case Report : Integrating Review Inflammation and Commorbid diseases
 
Bubble cpap copy
Bubble cpap   copyBubble cpap   copy
Bubble cpap copy
 
Audit Sepsis : Case Report
Audit Sepsis : Case ReportAudit Sepsis : Case Report
Audit Sepsis : Case Report
 
Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15
Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15
Duty Report Ustable Angina Pectoris 2 12-15
 
Injeksi intra vena narkoba amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
Injeksi intra vena narkoba  amanda ko ass RSPAD Gatot SoebrotoInjeksi intra vena narkoba  amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
Injeksi intra vena narkoba amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
 
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis TbcTuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
Tuberculosis Milier dan Meningitis Tbc
 

Similar to Interaksi infeksi dan penyakit autoimun

358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt
358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt
358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt
RickyRaditiaSulistio
 
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitReaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Surya Seftiawan Pratama
 
sistem imun penyakit infeksi.ppt
sistem imun penyakit infeksi.pptsistem imun penyakit infeksi.ppt
sistem imun penyakit infeksi.ppt
bennyxt4n
 
Infeksi opertunistik
Infeksi opertunistikInfeksi opertunistik
Infeksi opertunistik
Gilang Rizki
 
Imunologi; imunologi infeksi
Imunologi; imunologi infeksiImunologi; imunologi infeksi
Imunologi; imunologi infeksi
Lisa Andina
 
PPT PAK YUSUF.pdf
PPT PAK YUSUF.pdfPPT PAK YUSUF.pdf
PPT PAK YUSUF.pdf
Faismarzuki
 
Imunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptxImunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptx
AlfhyKusumawati
 
BAB II (1).pdf
BAB II (1).pdfBAB II (1).pdf
BAB II (1).pdf
DedekAdrsi
 
Kuliah Inflamasi.pptx
Kuliah Inflamasi.pptxKuliah Inflamasi.pptx
Kuliah Inflamasi.pptx
TendryleilaSalsa
 
Sistem imun 1
Sistem imun 1Sistem imun 1
Sistem imun 1
nhana margaretha
 
Makalah imunologi autoimun
Makalah imunologi autoimun Makalah imunologi autoimun
Makalah imunologi autoimun
Bryce Maria Brigitha
 
Pertemuan 3 imunitas terhadap parasit
Pertemuan 3 imunitas terhadap parasitPertemuan 3 imunitas terhadap parasit
Pertemuan 3 imunitas terhadap parasit
Suryanata Kesuma
 
Continuing medical education-respiratory viral sepsus
Continuing medical education-respiratory viral sepsusContinuing medical education-respiratory viral sepsus
Continuing medical education-respiratory viral sepsus
natashaanglne
 
jurnal demam rematik anak.pdf
jurnal demam rematik anak.pdfjurnal demam rematik anak.pdf
jurnal demam rematik anak.pdf
ningandriani
 
5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt
muhammadimron53
 
P petri sepsis
P petri sepsisP petri sepsis
P petri sepsis
fikri asyura
 
infeksi dan imunitas
infeksi dan imunitasinfeksi dan imunitas
infeksi dan imunitas
gitaalfiah
 

Similar to Interaksi infeksi dan penyakit autoimun (20)

358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt
358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt
358607746-209975740-PPT-Imunologi-Infeksi-Tampil-ppt.ppt
 
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasitReaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
Reaksi imun terhadap infeksi bakteri dan parasit
 
sistem imun penyakit infeksi.ppt
sistem imun penyakit infeksi.pptsistem imun penyakit infeksi.ppt
sistem imun penyakit infeksi.ppt
 
Infeksi opertunistik
Infeksi opertunistikInfeksi opertunistik
Infeksi opertunistik
 
Imunologi; imunologi infeksi
Imunologi; imunologi infeksiImunologi; imunologi infeksi
Imunologi; imunologi infeksi
 
PPT PAK YUSUF.pdf
PPT PAK YUSUF.pdfPPT PAK YUSUF.pdf
PPT PAK YUSUF.pdf
 
Imunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptxImunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptx
 
BAB II (1).pdf
BAB II (1).pdfBAB II (1).pdf
BAB II (1).pdf
 
Kuliah Inflamasi.pptx
Kuliah Inflamasi.pptxKuliah Inflamasi.pptx
Kuliah Inflamasi.pptx
 
Sistem imun 1
Sistem imun 1Sistem imun 1
Sistem imun 1
 
Makalah imunologi autoimun
Makalah imunologi autoimun Makalah imunologi autoimun
Makalah imunologi autoimun
 
Pertemuan 3 imunitas terhadap parasit
Pertemuan 3 imunitas terhadap parasitPertemuan 3 imunitas terhadap parasit
Pertemuan 3 imunitas terhadap parasit
 
Continuing medical education-respiratory viral sepsus
Continuing medical education-respiratory viral sepsusContinuing medical education-respiratory viral sepsus
Continuing medical education-respiratory viral sepsus
 
Imun biologi
Imun biologiImun biologi
Imun biologi
 
jurnal demam rematik anak.pdf
jurnal demam rematik anak.pdfjurnal demam rematik anak.pdf
jurnal demam rematik anak.pdf
 
5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt
 
P petri sepsis
P petri sepsisP petri sepsis
P petri sepsis
 
Aplikasi imunologi
Aplikasi imunologiAplikasi imunologi
Aplikasi imunologi
 
Aplikasi imunologi
Aplikasi imunologiAplikasi imunologi
Aplikasi imunologi
 
infeksi dan imunitas
infeksi dan imunitasinfeksi dan imunitas
infeksi dan imunitas
 

More from Soroy Lardo

Sepsis with Hemodyalisis
Sepsis with HemodyalisisSepsis with Hemodyalisis
Sepsis with Hemodyalisis
Soroy Lardo
 
Cardiac Manifestation in Dengue Infection
Cardiac Manifestation in Dengue InfectionCardiac Manifestation in Dengue Infection
Cardiac Manifestation in Dengue Infection
Soroy Lardo
 
Candidiasis in Febrile Neutropenia
Candidiasis in Febrile  NeutropeniaCandidiasis in Febrile  Neutropenia
Candidiasis in Febrile Neutropenia
Soroy Lardo
 
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and  prophylaxisRabies : approach diagnostic and  prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
Soroy Lardo
 
Co Infection Dengue and HIV/AIDS
Co Infection Dengue and HIV/AIDSCo Infection Dengue and HIV/AIDS
Co Infection Dengue and HIV/AIDS
Soroy Lardo
 
Referrat Liver Asbcess
Referrat Liver AsbcessReferrat Liver Asbcess
Referrat Liver Asbcess
Soroy Lardo
 
Duty report aplastic anemia mei 2017
Duty report aplastic anemia mei 2017Duty report aplastic anemia mei 2017
Duty report aplastic anemia mei 2017
Soroy Lardo
 
COPD and Key Indicators For Considering Diagnosis
COPD and Key Indicators For Considering DiagnosisCOPD and Key Indicators For Considering Diagnosis
COPD and Key Indicators For Considering Diagnosis
Soroy Lardo
 
Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection
Soroy Lardo
 
Mers co v - journal reading
Mers co v - journal readingMers co v - journal reading
Mers co v - journal reading
Soroy Lardo
 
Mycardial Dysfunction Sepsis
Mycardial Dysfunction SepsisMycardial Dysfunction Sepsis
Mycardial Dysfunction Sepsis
Soroy Lardo
 
Nontuberculosis mycobacterial pulmonary infections
Nontuberculosis mycobacterial pulmonary infectionsNontuberculosis mycobacterial pulmonary infections
Nontuberculosis mycobacterial pulmonary infections
Soroy Lardo
 
Melena et Causa Gastritis Erosiva and Hypertension
Melena et Causa Gastritis Erosiva and HypertensionMelena et Causa Gastritis Erosiva and Hypertension
Melena et Causa Gastritis Erosiva and Hypertension
Soroy Lardo
 
Chronic Kidney Diseases, DM and GERD
Chronic Kidney Diseases, DM and GERDChronic Kidney Diseases, DM and GERD
Chronic Kidney Diseases, DM and GERD
Soroy Lardo
 
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage   Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
Soroy Lardo
 
Yellow fever
Yellow feverYellow fever
Yellow fever
Soroy Lardo
 
Approaches to Univestigated Dyspepsia
Approaches to Univestigated DyspepsiaApproaches to Univestigated Dyspepsia
Approaches to Univestigated Dyspepsia
Soroy Lardo
 
Traveler medicine
Traveler medicine   Traveler medicine
Traveler medicine
Soroy Lardo
 
Viral haemorragic fever
Viral haemorragic feverViral haemorragic fever
Viral haemorragic fever
Soroy Lardo
 
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hivInisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Soroy Lardo
 

More from Soroy Lardo (20)

Sepsis with Hemodyalisis
Sepsis with HemodyalisisSepsis with Hemodyalisis
Sepsis with Hemodyalisis
 
Cardiac Manifestation in Dengue Infection
Cardiac Manifestation in Dengue InfectionCardiac Manifestation in Dengue Infection
Cardiac Manifestation in Dengue Infection
 
Candidiasis in Febrile Neutropenia
Candidiasis in Febrile  NeutropeniaCandidiasis in Febrile  Neutropenia
Candidiasis in Febrile Neutropenia
 
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and  prophylaxisRabies : approach diagnostic and  prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
 
Co Infection Dengue and HIV/AIDS
Co Infection Dengue and HIV/AIDSCo Infection Dengue and HIV/AIDS
Co Infection Dengue and HIV/AIDS
 
Referrat Liver Asbcess
Referrat Liver AsbcessReferrat Liver Asbcess
Referrat Liver Asbcess
 
Duty report aplastic anemia mei 2017
Duty report aplastic anemia mei 2017Duty report aplastic anemia mei 2017
Duty report aplastic anemia mei 2017
 
COPD and Key Indicators For Considering Diagnosis
COPD and Key Indicators For Considering DiagnosisCOPD and Key Indicators For Considering Diagnosis
COPD and Key Indicators For Considering Diagnosis
 
Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection
 
Mers co v - journal reading
Mers co v - journal readingMers co v - journal reading
Mers co v - journal reading
 
Mycardial Dysfunction Sepsis
Mycardial Dysfunction SepsisMycardial Dysfunction Sepsis
Mycardial Dysfunction Sepsis
 
Nontuberculosis mycobacterial pulmonary infections
Nontuberculosis mycobacterial pulmonary infectionsNontuberculosis mycobacterial pulmonary infections
Nontuberculosis mycobacterial pulmonary infections
 
Melena et Causa Gastritis Erosiva and Hypertension
Melena et Causa Gastritis Erosiva and HypertensionMelena et Causa Gastritis Erosiva and Hypertension
Melena et Causa Gastritis Erosiva and Hypertension
 
Chronic Kidney Diseases, DM and GERD
Chronic Kidney Diseases, DM and GERDChronic Kidney Diseases, DM and GERD
Chronic Kidney Diseases, DM and GERD
 
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage   Case Presentation :  Severe Dengue  With Menstruation and Plasma Leakage
Case Presentation : Severe Dengue With Menstruation and Plasma Leakage
 
Yellow fever
Yellow feverYellow fever
Yellow fever
 
Approaches to Univestigated Dyspepsia
Approaches to Univestigated DyspepsiaApproaches to Univestigated Dyspepsia
Approaches to Univestigated Dyspepsia
 
Traveler medicine
Traveler medicine   Traveler medicine
Traveler medicine
 
Viral haemorragic fever
Viral haemorragic feverViral haemorragic fever
Viral haemorragic fever
 
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hivInisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
Inisiasi pemberian oat pada pasien tb dengan hiv
 

Recently uploaded

Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
ssusera85899
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
sulastri822782
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
MuhammadAuliaKurniaw1
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DamianLoveChannel
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
ortopedifk
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 

Recently uploaded (20)

Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 

Interaksi infeksi dan penyakit autoimun

  • 1. REFERAT INTERAKSI INFEKSI DENGAN PENYAKIT AUTOIMUN DISUSUN OLEH : THIRAFI PRASTITO 1102012294 PEMBIMBING : Dr. dr. Soroy Lardo, SpPD,FINASIM Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto /Fakultas Kedokteran UPV Veteran Jakarta
  • 2. PENDAHULUAN Pada hakikatnya interaksi antara infeksi dan penyakit autoimun bisa beraneka ragam meliputi : Pengaruh infeksi terhadap penyakit autoimun, efek protektif respons imun infeksi pada penyakit autoimun, serta dampak penyakit autoimun terhadap perjalanan penyakit.
  • 3. INTERAKSI INFEKSI DENGAN PENYAKIT AUTOIMUN Interaksi antara infeksi dan penyakit autoimun adalah 1. Infeksi menginduksi penyakit autoimun 2. Infeksi memperberat dan atau memicu eksaserbasi penyakit autoimun 3. Infeksi mencegah munculnya penyakit autoimun 4. Penyakit autoimun terutama terkait status imun dana tau sedang mendapatkan intervensi terapi imunosupresan jangka lama akan memicu perkembangan infeksi ke gradasi berat dalam waktu singkat.
  • 4. INFEKSI SEBAGAI PEMICU PENYAKIT AUTOIMUN Mikroorganisme memfasilitasi sinyal spesifik antigen semacam molekul atau melalui mobilisasi antigen endogen Memicu proses inflamasi, menggerakkan sinyal nonspesifik antigen yang meningkatkan respons imun melalui efek adjuvant Proses ini dapat dipicu oleh antigen tunggal atau multiantigen mikroorganisme sehingga muncul penyakit autoimun. Antigen mikroorganisme sebagai pemicu tersebut dapat berasal dari bakteri, virus, protozoa, maupun mikroplasma. Selain sitokin pemicu inflamasi sistemik, maka komponen peptidoglikan, endotoksin mikroorganisme dapat berperan dalam memicu penyakit autoimun.
  • 5. DAMPAK VIRUS TERHADAP PENYAKIT AUTOIMUN Infeksi virus rubella, hepatitis B, virus Epstein barr dapat pula sebagai pemicu penyakit autoimun yang diduga menyebabkan terjadi perubahan respons imun terhadap antigen eksogen maupun antigen endogen, meskupun hal ini memerlukan penelitian lanjut.
  • 6. DAMPAK BAKTERI, JAMUR, DAN PROTOZOA TERHADAP PENYAKIT AUTOIMUN Pada demam reuma, bakteri streptokok sebagai pemicu faringitis akut yang berlangsung 2-4 minggu sebelumnya. Selanjutnya memicu tiga gejala utama yaitu artritis, karditis dan chorea. Pada chorea ditandai gerakan tak terkendali dari otot muka, lengan dan tungkai. Pada pemeriksaan imunologis didapatkan antibody yang bereaksi dengan protein M dari bakteri penyebab. Antigen streptokok tersebut memiliki epitope mirip dengan jaringan miokard jantung manusia dan antibody terhadap streptokok dan menyerang jantung. Antigen streptokok bereaksi silang dengan antigen otot jantung, menimbulkan kerusakan dan penyakit demam reuma.
  • 7. INFEKSI PEMICU EKSASERBASI PENYAKIT AUTOIMUN Helicobacter pylori (Hp) merupakan bakteri yang banyak di mukosa lambung. Hp sering sebagai penyebab gastritis, tukak peptic, keganasan gaster, limfoma terkait jaringan limfoid mukosa. Akhir-akhir ini Hp ditemukan terkait penyakit autoimun seperti artritis rematoid, tiroidits autoimun, sindrom sjorgen, purpura schonlein Henoch, dan purpura trombositopenik autoimun. Hp berperan sebagai mamicu respons imun Autoreaktif molekul sehingga diproduksi sitokin proinflamatori dalam kadar tinggi Merusak mukosa melalui proses autoimun
  • 8. GENETIK Kembar siam monozigot, salah satu diantaranya dapat mengalami eksaserbasi sclerosis multiple, maka kembarannya sekitar 25-30% juga mengalami eksaserbasi sclerosis multiple interaksi HLA pada sclerosis multiple terutama HLA DRw15, DQ w6, Dw2 pada beberapa bangsa eropa Caucasian dan amerika utara Infeksi virus campak mempunyai pengaruh sekitar 90% terhadap kembar monozigot untuk memunculkan sclerosis multiple. Jadi factor infeksi terutama akibat sekitar 24 jenis virus maupun bakteri, keduanya dapat sebagai pencetus serangan ulang sclerosis multiple. mekanismenya melalui induksi IL-2, IL-6 dan IFN-y.
  • 9. INFEKSI PADA PENYAKIT AUTOIMUN Penyakit autoimun yang jatuh ke posisi imunokompromais, membuka peluang spectrum infeksi menjadi luas dan cenderung berat. Hal tersebut akibat pengaruh multimikroorganisme dan menurunnya system imun tubuh inang. Hasil akhir kejadian infeksi sangat dipengaruhi oleh kecepatan mengenal organisme penyebab infeksi, kepekaan organisme penyebab infeksi tersebut terhadap antimikroba, interaksi dengan respons imun tubuh, serta kecepatan kita bertindak. Penyakit infeksi bila tidak mendapat penatalaksanaan optimal dapat menjadi ancaman serius, potensial berkembang ke infeksi berat dan sepsis. Penyulit sepsis yang yang paling berbahaya adalah syok septik dan sindrom disfungsi multiorgan (MODS). Hal ini merupakan kondisi serius dengan angka kematian yang tinggi.
  • 10. Faktor internal Yang sangat menentukan adalah factor imun, status nutrisi, dan proses apoptosis, serta penyakit dasar yang telah ada termasuk penyakit autoimun. System imun terdesak ke posisi imunokompromais akibat terapi imunosupresan jangka lama atau akibat progresivitas penyakit sendiri Individu menjadi rentan terhadap infeksi Lemahnya system imun tubuh membuka peluang mikroorganisme untuk tumbuh kembang tak terkendali Potensial berkembang kearah gradasi infeksi berat dan sepsis
  • 11. Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan kegagalan mekanisme normal dalam toleransi sel sendiri. Autoimunitas terjadi karena antigen sendiri dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Antibody maupun sel T dapat mempunyai peran dalam pathogenesis penyakit autoimun. AUTOIMUNITAS
  • 12. Infeksi Respons imun tubuh akan berusaha melawan antigen mikroorganisme yang masuk Bila reaksi berlangsung berlebihan atau mikroorganisme mampu bertahan persisten sebagai inductor Penyakit autoimun
  • 13. Antibody yang terbentuk akan mengikat antigen mikroorganisme membentuk kompleks imun Antigen pemicu disebut autoantigen, sedangkan antibody yang dibentuk disebut autoantibodi Menempel pada jaringan memicu inflamasi Sel autoreaktif yang diinduksi infeksi adalah limfosit yang mempunyai reseptor autoimun Respons autoimun
  • 14. Intervensi mikroorganisme terhadap sel sasaran berakibat disekresi sitokin. Berbagai sitokin inflamatori yang dapat terlibat selama infeksi, infeksi berat, dan sepsis antara lain adalah IL-1β, IL-6, TNFα, MIP-2α. Di samping sitokin inflamatori juga ikut terlibat sitokin antiinflamatori antara lain IL-10, IL-IRA, reseptor soluble TNF I dan II. Peningkatan kadar TNFα, IL-1β dan IL-6 mencetuskan berbagai gambaran sepsis termasuk demam, takikardia, takipnea, leukositosis, myalgia dan somnolen. Kadar TNFα yang tinggi menginduksi terjadinya syok, koagulasi intravascular diseminata (KID), kegagalan multiorgan dan kematian. Berbagai sitokin lain, terutama IL-8 juga meningkat kadarnya di tempat infeksi
  • 15. Pada sepsis juga terjadi aktivasi jalur ekstrinsik maupun intrinsic, terjadi gangguan fungsi protein C, menghambat jalur protein S dan penurunan antirombin. Fibrinolysis dapat dihambat melalui peningkatan aktovator inhibitor 1 plasminogen dalam plasma. Akibatnya terjadi deposisi fibrin intravaskuler, tombosis, serta perdarahan, terjadi hipotensi dan KID.
  • 16. PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA PENYAKIT AUTOIMUN Infeksi pada penyakit autoimun perlu mendapatkan perhatian serius terutama yang terdorong masuk ke status imunokompromais. Pada imunokompromais antimikroba yang diberikan dapat kombinasi. Hal ini penting mengingat pada imunokompromais kuman yang tumbuh kembang bisa multimikroorganisme Antibiotika diberikan berlandaskan peta medan kuman, sumber infeksi, potensi pelepasan endotoksin. Bila ada indikasi antibiotika diberikan seawal mungkin, memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme, spectrum luas mampu bekerja intra dan ekstraseluler.
  • 17. Sambil menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi. Terapi empiris pemberian antimikroba segera dimulai sedini mungkin dalam 24 jam pertama. Antimikroba terpilih mempunyai spectrum luas, mampu bekerja lebih awal, potensi menginduksi resistensi minimal, dapat dikombinasi dengan antibiotika lain, berdasarkan kecurigaan sumber infeksi, pengecatan gram, peta medan kuman dan pola resistensi setempat, asal infeksi nasokomial atau komunitas, status imun penderita dan mempertimbangkan factor bacteremia serta endotoksemia.
  • 18. Salah satu contoh, sefalosporin generasi empat, imipenem-cilastatin mempunyai spectrum luas, efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negative termasuk strain yang resisten terhadap aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga, cukup stabil terhadap hidrolisis beta lactamase, daya penetrasi tinggi ke dalam dinding sel bakteri gram-negatif. Jenis antibiotic ini dapat membantu eliminasi bakteri selama infeksi berlangsung.
  • 19. Tindakan terapi intervensi termasuk insersi pemasangan infus, indwelling kateter harus dirawat dengan baik agar tidak menambah jumlah dan jenis mikroorganisme pemicu infeksi. Hal ini perlu diperhatikan mengingat penyakit autoimun terutama yang dalam posis imunokompromais sangat rentan terhadap infeksi. PENCEGAHAN DI RS
  • 20. Penatalaksanaan penyakit infeksi pada penyakit autoimun dengan situasi imunokompromais, upaya pencegahan sekunder penting dilakukan. Pertama, mencegah agar infeksi berkembang ke sepsis. Kedua, agar sepsis tidak menjadi syok septik dan MODS. Pencegahan dilakukan melalui 2 fase, yaitu fase resusitasi dan perawatan intensif. PENCEGAHAN
  • 21. Fase resusitasi Menjamin kecukupan cairan dan elektrolit, monitoring resusitasi cairan dan koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, evaluasi pasien dan hindari kelambanan maupun kesalahan diagnosis Fase perawatan intensif Dukungan nutrisi berbasis makronutrien dan mikronutrien sedini mungkin, pasang alat bantu pernafasan bila ada indikasi, berikan antibiotika yang tepat, minimalkan transfuse untuk menghindari penularan mikroorganisme, dan imunoterapi
  • 22. TERAPI IMUNOGLUBULIN Infeksi akut yang berkembang pada imunokompromais, maka imunoglobulin mempunyai peran untuk menginaktivasi toksin dan menghambat laju intervensi berbagai mikroorganisme termasuk virus dan bakteri. Imunoglobulin mencegah ikatan pada reseptor, mencegah aktivasi sel target sehingga efektif sebagai terapi ajuvan pada infeksi berat.
  • 23. IgG eksogen Reseptor Fcγ2b yang diekspresika pada permukaan membrane limfosit B Blokade terhadap aktivitas limfosit Menurunkan produksi sitokin proinflamatori Endotel terproteksi, performen vascular dan jantung dapat dipertahankan optimal
  • 24. Pada infeksi, imunoglobulin juga mempunyai peran untuk memblokade pengaruh supernatigen, sehingga tidak berpengaruh lebih lanjut terhadap intervensi pada jaringan. Secara langsung imunoglobulin mengikat reseptor sel T sehingga overstimulasi sel T dapat dihindari, inflamasi yang potensial berlangsung sistemik dapat dihindari, pengaruh autositotoksik dan autoreaktif dapat dicegah.
  • 25. Imunoglobulin 5S dan 7S di dalam implikasi klinis mempunyai peran strategis terutama dalam upaya mencegah intervensi mikroorganisme, sebagai terapi substisusi defisiensi imun primer dan sekunder. Pemberian IVIG merupakan terapi suplemen pada penatalaksanaan infeksi berat. IVIG dapat memperbaiki efektivitas antibiotika beta lactam, menurunkan aktivitas mediator inflamasi, bersama IgG endogen merupakan imunopotensi pada fase akut, mengurangi lama perawatan infeksi berat.
  • 26. Pada infeksi, imunoglobulis 5S berperan antiinflamasi dan aktivitas antitoksin. Imunoglobulin 7S lebih berperan sebagai imunomodulasi. Selain itu imunoglobulin 7S juga mempunyai efek netralisasi, dan eliminasi toksin, efek antibakteri, efek antiviral, meningkatkan efek fagositosis makrofag melalui peran reseptor Fc dan reseptor C3b
  • 27. IMUNOGLOBULIN 7S Karena berpotensi mengikat reseptor Fc pada limfosit B berarti mempunyai pengaruh imunosupresan, maka imunoglobulin 7S sesuai dalam penatalaksanaan penyakit autoimun maupun penyakit infeksi yang dilandasi penyakit autoimun. Setelah pemberian imunoglobulin 7S intravena, antibodi akan berusaha mengikat antigen spesifik dan membentuk kompleks imun dilanjutkan dengan upaya eliminasi fagositosis
  • 28. IMUNOGLOBULIN 5S, Sebagai molekul bebas dengan waktu paruh 12-36 jam tidak mengikat reseptor Fc, sehingga tidak bersifat imunosupresan. Imunoglobulin 5S lebih banyak dipakai pada infeksi berat karena tidak mengikat reseptor Fc.
  • 29. Di klinis imunoglobulin dapat dimanfaatkan dalam penatalaksanaan penyakit imunodefisiensi, penyakit infeksi, dan penyakit autoimun. Sebagai terapi pengganti, imunoglobulin pada penderita defisiensi imunoglobulin (IgG) yang mengalami infeksi serius berulang. Keadaan ini memerlukan IVIG, 400-500mg/kg selama 5 hari, interval setiang 3-4minggu atau dosis rumatan 5,0 g/L. untuk defisiensi IgG ringan atau sedang memerlukan 3,0-5,0 g/L. Setiap 1ml sediaan mengandung imunoglobulin 50mg yang terdiri atas IgG (80%), IgA (12%) dan IgM (8%), asam aminoasetat, dan natrium klorida.
  • 30. TERAPI NUTRISI Penatalaksanaan nutrisi penting untuk mencegah serta mengatasi progresivitas infeksi. Infeksi pada penyakit autoimun memerlukan dukungan nutrisi lengkap. System imun yang imunokompromais tidak begitu saja mudah ditanggulangi, tetapi dapat dihambat dengan cara mencegah melalui terapi nutrisi medis berlandaskan makronutrien dan mikronutrien. Pada infeksi berat dan sepsis juga terjadi penurunan antioksidan spesieas lain seperti asam askorbat, karotinoid, selenium, Zinc, Copper, Iron. Selenium merupakan parameter terpenting daripada albumin, Fe, Zn terhadap resiko kematian penderita. Gluthation perosidase (GPx), thioredoxine reductase, dan selenoprotein-P mempunyai peran penting sebagai antioksidan dan detoksikasi ROS.
  • 31. TERAPI STEROID Steroid berpengaruh terhadap transkripsi gen. steroid dapat meningkatkan transkripsi gen: lipokortin-1, beta2-adrenoreseptor, endonukleasis, inhibitor protease sekretori leukosit, inhibitor protein IkB. Steroid dapat menurunkan transkripsi: sitokin (TNF-α, IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL- 8, IL-11, IL-12, IL-13, GM-CSF, regulated upon activation normal T cell expressed and secreted (RANTES), macrophage inflammatory protein-1 α (MIP-1α), iNOS, inductor COX-2, inductor PLA2, endotelin-1, reseptor NK-1, ICAM-1, E-selectin.
  • 32. Terapi steroid untuk infeksi pada penyakit autoimun bermanfaat untuk eliminasi pengaruh inflamasi. Baik infeksi dan penyakit autoimun terjadi peningkatan berbagai produk mediator dan produk protein spesifik. Produk mediator dan produk lain meliputi sitokin proinflamatori, radikal bebas, enzim posfolipase A2 (PLA2), nitric okside sangat menentukan status endotel, vaskuler, dan miokard
  • 33. Perubahan pada endotel, tonus vaskuler, dan miokard penderita sepsis mengakibatkan terjadi gangguan hemodinamik. Situasi tersebut semakin diperberat oleh keadaan krisis energy akibat tuntutan hipermetabolik, terutama bila tanpa diimbangi asupan nutrisi secara memadai. Gangguan elektrolit dan distribusi oksigen yang tidak adekuat akan semakin memperberat. Keadaan tersebut memicu gangguan hemodinamik refrakter dana tau ketergantungan terhadap dukungan obat vasopressor.
  • 34. Infeksi pada penyakit autoimun yang berkembang berat ke sepsis, syok septik, sindrom distress respiratori akut perlu dukungan steroid untuk mencegah munculnya sindrom disfungsi multiorgan. Pada keadaan ini steroid diberikan sedini mungkin, dalam jangka pendek. Beberapa keadaan yang juga memerlukan terapi steroid adalah pasien sepsis dengan insufisiensi renal diikuti : [(adrenalitis autoimun, tuberculosis, metastase adrenal, perdarahan, infeksi bakteri (meningiococcemia), infeksi virus (sitomegalovirus), atau dan relative hipoadrenalism akibat induksi obat (terapi steroid sebelumnya, tetapi phenytoin, ketokonazol atau etomidate)]. Pasien yang sebelumnya didiagnosis insufisiensi adrenal, diberikan steroid dosis 100-150mg hidrokortison perhari.
  • 35. Terapi steroid pada sepsis diutamakan untuk penderita sepsis dengan gangguan hemodinamik refraketer dan terus menerus memerlukan dukungan vasopressor. Beberapa studi menetapkan pemberian dosis suprafisiologi (hingga 30mg/kg metilprednisolon) diberikan sedini mungkin pada pasien sepsis, dianjurkan pemberian jangka pendek (24-36 jam). Studi akhir akhir ini steroid dianjurkan diberikan (200-300 mg hidrokortison per hari) pada kasus berat diberikan dalam waktu lebih lama (lebih 5 hari). TERAPI STEROID TERHADAP SEPSIS
  • 36. DAFTAR PUSTAKA 1. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai SHIV, 2010, Role of Infections in Autoimmunity, In: Cellular and Molecular Immunology. Editors: Abbas AK, Litchman AH, Pillai SHIV, Philadelphia,pp. 2. Adams CA, Deitch EA, 2002. Prevention of Organ Injury and MODS, In: Sepsis and Multiple Organ Dysfunction. Editors: Deitch EA, Vincent JL, Windsor A, W.B.Saunders. London,pp. 3. Akin E, McHugh GL, Flavell RA, Fikrig E, Steere AC, 1999. The Immunoglobulin (IgG) Antibody Response to OspA dan OspB Correlates with Severe and Prolonged Lyme Arthritis and the IgG Response to P35 Correlates with Mild and Brief Arthritis. Editor: McGhee JR. Infection and Immunity 67, 173-181. 4. Alejandria MM, Lansang MA, Dans LF, Mantaring JBC, 2005. Intravenous Immunoglobulin for Treating Sepsis and Septic Shock (Cochrane Review). The Cochrane Library, Issue 2, 1465-1858. 5. Antelman G, Msamanga GI, Spiegelman D, Urassa EJN, 2000. Nutritional factors and infectious disease contribute to anemia among pregnant women with human immunodeficiency virus in Tanzania. J.Nutr. 130: 1950-1957. 6. Baratawidjaya KG, 2006. Autoimunitas yang Berhubungan dengan Infeksi. Dalam: Immunologi Dasar. Edisi ke-7. FKUI, Jakarta, 241-242.
  • 37. 7. 7.Cerra FB, Benitez MR, Blackburn GL, Irwin RS, Jeejeebhoy K, 1997. Applied nutrition in ICU patients. Chest 111: 769- 778. 8. Christen URS, Herrath MV, 2005. Infections and Autoimmunity. Journal of Immunology, 174, 7481-7486. 9. Cunha BA, 2008. Antibiotic Essentials. 7th edition. Editors: Cunha BA. New York, pp. 513-514. 10. Daud R, 2006. Artritis Rheumatoid. Dala: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta, hlm. 1184-1191. 11. Deitch EA, Mohr AM, 2002. Antimicrobial Strategies and Antibiotic Resistance In: Sepsis and Multiple Organ Dysfunction. Editors: Deitch EA, Vincent II< Windsor A, London,pp. 12. Fujunami RS, 2001. Can Virus Infection Trigger Autoimmune Dissease? Journal of Autoimmune 13. Hasbun R, 2007. Role of Adjunctive Steroids. In: Infections Disease Emergency Department Diagnosis and Management. Editors: Slaven EM, Stone SC, Lopez FA. International Edition. New York. Pp 14. Munford RS, 2005. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. Vol II. 16th Edition. Editors: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York, pp. 1606-1612