Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina
Infeksi neonatorum maka perlu ditempuh langkah – Berdasarkan hasil kesimpulan diatas tentang prevalensi langkah untuk menurunkan angka kematian akibat sepsis neonatorum dengan diagnosis dan penanganan yang tepat agar tidak menimbulkan kecacatan pada bayi dan gangguan pada tumbuh kembangnya di kemudian hari.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
2. MODUL 5
SKENARIO 5 : MASA PEMULIHAN
Ny. Mira P3A0 postpartum hari ke-14 datang ke bidan
dengan keluhan demam, pengeluaran pervaginam darah
bercampur pus dan berbau. TD 100/60 mmHg, Nadi 100x/menit,
Suhu 38,5ºC. pada riwayat persalinan Ny. Mira mengalami atonia
uteri. Hb post partum 8 gr/dl.
Ny. Mira menanyakan kepada bidan apakah kemungkinan
ia mengalami endometritis atau salpingitis. Kemudian Ny. Mira
mendapatkan penjelasan dari bidan tentang kondisi yang
dialaminya berdasarkan hari post partum, suhu serta
pengeluaran pervaginam yang dialaminya. Bidan melakukan
pemasangan infus dan menganjurkan Ny. Mira untuk banyak
minum kemudian merujuk Ny. Mira. Bidan juga menganjurkan
ibu agar tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi.
Bagaimanakah saudara menjelaskan tentang skenario pada
kasus di atas?
4. STEP V
LEARNING OBJECTIVES
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi
dan epidemiologi infeksi postpartum
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi
infeksi postpartum
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang faktor
risiko dan pencegahan infeksi postpartum
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang diagnosa
dan pemeriksaan penunjang infeksi postpartum
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang
penatalaksanaan awal infeksi postpartum
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rujukan
infeksi postpartum
5.
6.
7. ◦ Vaginitis
merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca
persalinan terjadi secara langsung pada luka vagina ataupun luka
perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus
dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
◦ Servisitis
merupakan infeksi yang sering terjadi pada daerah serviks, tapi tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas, dan
langsung ke dasar ligamentum latum dan dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.
◦ Endometritis
merupakan infeksi yang biasanya demam dimulai dalam 48 jam
postpartum dan bersifat naik turun. Kuman-kuman memasuki
endometrium (biasanya pada insersio plasenta) dalam waktu singkat dan
menyebar ke seluruh endometrium.
8. o Mastitis
infeksi pada payudara. infeksi terjadi karena adanya luka
pada puting susu dan bendungan ASI.
Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh darah
Septikemia : bakteri atau toksinnya langsung masuk ke dalam
peredaran darah dan menyebabkan infeksi.
Piemia : infeksi dan abses pada organ-organ yang diserang yang
didahului oleh terjadinya tromboflebitis.
Tromboflebitis : perluasan invasi mikroorganisme pathogen
yang mengikuti aliran darah vena disepanjang vena dan cabang-
cabangnya.
9. Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh limfe
Parametritis : infeksi yang terjadi di parametrium atau
jaringan ikat sekitar uterus.
Peritonitis : inflamasi pada peritoneum yang
merupakan lapisan membran serosa rongga abdomen.
Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan
endometrium
Salpingitis : reaksi inflamasi dan infeksi pada saluran
tuba.
Ooforitis : infeksi pada ovarium
10. B. Epidemiologi Infeksi Postpartum
Penyebab kematian ibu dikarenakan perdarahan, eklampsia, infeksi, persalinan
macet, dan komplikasi keguguran (Depkes, 2010). Infeksi postpartum merupakan
penyebab kematian maternal pada urutan kedua setelah perdarahan jika tidak segera
ditangani (Hamilton, 2006). infeksi atau sepsis puerperalis menyebabkan 15% dari
seluruh kematian ibu yang terjadi dinegara berkembang.
Secara keseluruhan angka insiden dan prevalensi infeksi postpartum di
Amerika Serikat adalah kurang. Dalam sebuah studi oleh Yokoe et al pada tahun 2001,
5,5% persalinan vagina dan 7,4% dari persalinan sesar mengakibatkan infeksi
postpartum. Tingkat infeksi postpartum secara keseluruhan adalah 6,0%. Endometritis
menyumbang hampir setengah dari infeksi pada pasien setelah persalinan sesar (3,4%
dari persalinan sesar).
Mastitis dan infeksi saluran kencing bersama-sama menyumbang 5% dari
persalinan vagina. Dalam review paling mutakhir, angka kematian ibu yang
berhubungan dengan infeksi postpartum berkisar dari 4-8%, atau sekitar 0,6 kematian
ibu per 100.000 kelahiran hidup.
11.
12. 2. ETIOLOGI INFEKSI POSTPARTUM
Bermacam-macam jalan masuk bakteri seperti eksogen ( bakteri datang dari luar),
autogen (bakteri masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (bakteri berasal
dari njalan lahir sendiri). Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan infeksi antara lain :
a. Streptococcus haemoliticus anerobic
Masuknya bakteri secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini
biasanya ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan penolong.
b. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya dalam tingkat sedang. Banyak ditemukan
sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva dan endometrium. Bakteri ini merupakan sebab penting dari
infeksi traktus urinarius.
d. Clostridium welchii
Bakteri ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong
oleh dukun dari luar rumah sakit.
13. Cara terjadinya infeksi :
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung
tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi dimana
membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke
dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan
atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir
tidak sepenuhnya bebas dari bakteri.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat
terkontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau
tenggorokan tenaga kesehatan.
3. Didalam rumah sakit banyak bakteri-bakteri pathogen
yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis
infeksi. Bakteri-bakteri ini bisa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana anatara lain misalnya, ke handuk, kain-
kain, alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita
dalam persalinan atau nifas.
14.
15. 3. FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN INFEKSI
POSTPARTUM
A. FAKTOR RISIKO INFEKSI POSTPARTUM
Faktor status sosioekonomi
Faktor sosioekonomi telah dilaporkan mempengaruhi
timbulnya infeki nifas, penderita dengan status sosioekonomi
rendah mempunyai resiko timbulnya infeksi nifas jika
dibandingkan dengan penderita dengan kelas sosioekonomi
menengah, terutama bila timbul factor resiko yang lain
misalnya ketuban pecah premature dan seksio sesarea. Status
sosioekonomi yang rendah ini dihubungkan dengan timbulnya
anemia, status nutrisi/gizi yang rendah, dan perawatan
antenatal yang tidak adekuat.
16. Faktor proses persalinan
Proses persalinan sangat mempengaruhi resiko timbulnya
infeksi nifas, diantaranya ialah partus lama atau partus kasep,
lamanya ketuban pecah, korioamnionitis, pemakaian
monitoring janin intrauterine, jumlah pemeriksaan dalam yang
dilakukan selama proses persalinan dan perdarahan yang
terjadi.
Faktor tindakan persalinan
Tindakan persalinan merupakan salah satu factor resiko
penting untuk terjadinya infeksi nifas. Seksio sesarea
merupakan factor utama timbulnya infeksi nifas. Penderita
yang mengalami seksio sesarea mempunyai factor resiko 5-30
kali lebih besar. Selain itu, beberapa tindakan pada persalinan
misalnya ekstraksi forceps, tindakan episiotomy, laserasi jalan
lahir, dan pelepasan plasenta secara manual juga
meningkatkan resiko timbulnya infeksi nifas.
17. faktor predisposisi infeksi nifas:
Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
kurang gizi atau malnutrisi, dan anemia
Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
Teknik aseptik tidak sempurna
Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya
pecah ketuban
Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta
manual)
Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang
tidak diperbaiki
Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesarea
Retensi sisa plasenta atau membran janin
Perawatan perineum tidak memadai
Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak
ditangani
18. B. PENCEGAHAN INFEKSI POSTPARTUM
1. Masa kehamilan
a) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan
kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
b) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena
dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam
jalan lahir.
2. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-kuman
dalam jalan lahir :
a) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut.
b) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
c) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam
dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
d) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan tranfusi darah.
e) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker;
yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.
f) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
g) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi
yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
19. 3. Selama nifas
a) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu
pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat
kandungan harus steril.
b) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
c) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama
dibatasi sedapat mungkin.
20.
21. 4. Diagnosa dan pemeriksaan penunjang pada infeksi postpartum
A. Diagnosa infeksi nifas
1. Temuan klinis melalui Anamnesa
2. Temuan klinis melalui pemeriksaan fisik
Infeksi nifas dibagi atas 2 golongan yaitu :
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina dan endometrium
Infeksi perineum, vulva, vagina dan serviks
Temuan klinis melalui anamnesa dan pemeriksan fisik secara umum adalah :
Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria dengan atau tanpa distensi
urin
Jahitan luka mudah lepas, merah dan bengkak
Bila sekret atau cairan akibat peradangan bisa keluar, biasanya keadaan tidak
berat. Suhu sekitar 38 C, nadi kurang dari 100 X / menit
Bila luka terinfeksi, tertutup jahitan dan sekret atau cairan akibat peradangan
tidak dapat keluar, demam bisa meningkat antara 39 – 40 C, kadang – kadang
disertai menggigil
22. Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium
meliputi:
1. Vulvitis
Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka
menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah, pada ibu didapatkan kenaikan suhu.
2. Vaginitis
Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah
mengandung nanah dari daerah ulkus, pada ibu didapatkan kenaikan suhu.
3. Servisitis
Menimbulkan luka pada serviks, pada ibu didapatkan kenaikan suhu ,biasanya
tidak menimbulkan banyak gejala
4. Endometritis
◦ Kadang – kadang lochea tertahan dalam uterus oleh darah
◦ Pengeluaran lochea bisa banyak / sedikit, kadang – kadang berbau / tidak,
lochea berwarna merah / coklat
◦ Suhu badan meningkat mulai 48 jam post partum (38,5 – 40 C) menggigil,
nadi biasanya sesuai dengan kurva suhu badan
◦ Sakit kepala, sulit tidur, anoreksia
◦ Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek
◦ Leukositosis dapat berkisar antara 15.000 – 30.000
23. 2. Penyebaran dari tempat-tempat infeksi melalui vena-vena, jalan
limfe dan permukaan endometrium.
Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah yaitu :
1. Septikemia
◦ kelihatan sudah sakit dan lemah sejak awal
◦ keadaan umum jelek
◦ Menggigil
◦ nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih
◦ suhu meningkat antara 39-40°C
◦ sesak nafas
◦ kesadaran turun
◦ gelisah.
2. Piemia
◦ Tidak lama post partum pasien sudah merasa sakit
◦ perut nyeri
◦ suhu tinggi, menggigil setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran
darah umum. Ciri khas: Berulang – ulang suhu meningkat disertai
menggigil, diikuti oleh turunnya suhu lambat akan timbul gejala abses
paru, pneumonia dan pleuritis
24. Infeksi nifas yang penyebarannya melalui jalan limfe antara lain :
1. Peritonitis
◦ Suhu badan tinggi
◦ nadi cepat dan kecil
◦ perut nyeri tekan (defence muskulare)
◦ pucat
◦ mata cekung yang disebut dengan muka hipokrates (facies hipocratica),
◦ kulit dingin
Peritonitis yang terdapat dipelvis :
◦ Pasien demam,
◦ nyeri perut bawah,
◦ nyeri periksa dalam kavum douglasi menonjol karena adanya abses
2. Selvitis pelvika (parametrisis)
◦ Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri dikiri / di kanan dan nyeri pada
periksa dalam
◦ Pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus
◦ Ditengah jaringan yang mengandung bisa timbul abses.
◦ Dalam keadaan ini suhu yang mula – mula tinggi menetap menjadi naik turun disertai menggigil.
Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan endometrium adalah
salfingitis dan ooforitis
◦ nyeri tekan pada salah satu atau kedua sisi abdomen
◦ demam disertai menggigil
◦ pengeluaran sekret yang banyak dan kadang disertai pus.
25. B. Pemeriksaan penunjang infeksi nifas
1. Hitung darah lengkap
Untuk memperkirakan apakah ibu mengalami kehilangan darah
atau tidak, untuk mengetahui apakah ada/tidak terjadi perubahan Hb
atau Ht dan peningkatan sel darah putih (SDP). Salah satu yang
mengindikasikan seseorang terkena infeksi adalah terjadi peningkatan
leukosit, yaitu mencapai >11.000/mm³
2. Kultur uterus dan vagina
Untuk memastikan diagnosa infeksi postpartum dan juga
mengesampingkan diagnosa banding lainnya. Dengan kultur uterus
atau vagina dapat diketahui mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi pada ibu, sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan
penatalaksanaan dengan tepat.
3. Urinalisis
Untuk mengetahui jumlah urine, dan untuk memastikn apakah
ada kerusakan kandung kemih atau tidak.
4. USG
Pemeriksaan menggunakan USG penting dilakukan jika infeksi
pada ibu diduga terjadi karena tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus.
26.
27. 5. Penatalaksanaan Infeksi Postpartum
1. Metritis
Tatalaksana
a. Tata Laksana Umum
Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:
• Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
• Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
• Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
• Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan
tatalaksana
Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai
terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam
vaginanya).
Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul
besar bila perlu
28. ◦ Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan nyeri
abdomen), lakukan laparotomi dan drainaseabdomen bila terdapat pus.
◦ Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
◦ Lakukan pemeriksaan penunjang:
◦ Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
◦ Golongan darah ABO dan jenis Rh
◦ Gula Darah Sewaktu (GDS)
◦ Analisis urin
◦ Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
◦ Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa
plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
◦ Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
◦ Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per
vaginam setiap 4 jam.
◦ Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48 jam.
◦ Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur.
◦ Perbolehkan pasien pulang jika suhu < 37,50 C selama minimal 48 jam dan
hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3.
b. Tata Laksana Khusus : -
29. 2. Abses Pelvis
a. Tatalaksana umum : -
b. Tatalaksana Khusus
◦ Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses
sampai 48 jam bebas demam:
• Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
• Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
• Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
◦ Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika
demam tetap tinggi, lakukan laparotomi.
30. 3. Infeksi luka perineum dan luka abdominal
A. Abses, seroma dan hematoma pada luka
a. Tatalaksana umum
Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti
kompres
sendiri setiap 24 jam.
Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan baju dan
pembalut yang bersih.
b. Tatalaksana khusus
Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan
situasi.
Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan
antibiotika.
Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg per oral
selama 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama
5 hari.
31. B. Selulitis dan fasiitis nekrotikan
a. Tatalaksana Umum : -
b. Tatalaksana Khusus
1) Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
2) Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan debridemen.
3) Jika infeksi hanya superfisial dan tidak meliputi jaringan dalam, pantau timbulnya
abses dan berikan antibiotika:
• Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
• Ditambah metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari.
4) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot, dan menimbulkan nekrotik (fasiitis
nekrotikan), siapkan laparotomi dan berikan kombinasi antibiotika sampai jaringan
nekrotik telah diangkat dan 48 jam bebas demam:
• Penisillin G 2 juta unit IV setiap 6 jam
• Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
• Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
• Jika sudah 48 jam bebas demam, berikan:
o Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari
o Ditambah metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari
o Catatan : Fasiitis nekrotikan membutuhkan debridemen dan jahitan situasi.
Lakukan jahitan reparasi 2-4 minggu kemudian, bila luka sudah bersih.
• Jika infeksi parah pada fasiitis nekrotikan, rawat pasien di rumah sakit untuk
tatalaksana dan ganti kasa penutup luka 2 kali sehari.
32. 4. Mastitis
a. Tatalaksana Umum
◦ Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang
lebih banyak.
◦ Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.
b. Tatalaksana Khusus
◦ Berikan antibiotika :
Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari
ATAU eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10-14 hari
◦ Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara
yang tidak sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah
menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya.
◦ Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan
nyeri.
◦ Berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral.
◦ Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
◦ Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
33.
34. 6. Rujukan Infeksi Postpartum
Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan
yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatis dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi
masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari
golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan
derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan
mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan
neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006).
35. Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan
Neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan
ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus
dengan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang
ke puskesmas PONED harus langsung dikelola sesuai dengan
prosedur tetap sesuai dengan buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi
kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan
dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau
dilakukan rujukan ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal
emergensi komprehensif (PONEK) untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007)
36. Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal :
1. Menentukan kegawatdaruratan penderita
2. Menentukan tempat rujukan
3. Memberikan informasi kepada penderita dan
keluarga
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang
dituju
5. Prinsip rujukan (BAKSOKUDA)
6. Pengiriman Penderita
7. Tindak lanjut penderita :
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan
pasca penanganan)
b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak
melapor harus ada tenaga kesehatan yang melakukan
kunjungan rumah
38. PERTANYAAN
Kelompok 1
Sri : apakah mastitis tergolong pd infeksi PP?
Kelompok 2
Tiara : apakah selain endometritis dan mastitis dpt mengganggu involusi
uterus? Apakah anemia dapat memperburuk infeksi PP?
Kelompok 4
Tita : apa data fokus yg dpt ditanyakan bidan dapat menegakkan diagnosa?
Apakah obat2 spt penisilin dan gentamisin boleh diberikan bidan?
Aqsha : penjelasan lebih lanjut “infeksi puerperalis dalam 2 hari?
Bagaimana patogenesis dan penyebaran dari MO? Penatalaksanaan mana
saja yg boleh dilakukan bidan?
Chelsya : pemberian antibiotik pada ibu mastitis apakah tidak
mempengaruhi ASI? Pd infeksi payudara, apakah masih boleh disusui?