Dokumen tersebut membahas tentang pengertian filsafat analitis dan implikasinya terhadap pendidikan bahasa. Filsafat analitis merupakan metode untuk menjelaskan konsep-konsep filsafat dengan bahasa sehari-hari, sedangkan implikasinya terhadap pendidikan bahasa adalah munculnya filsafat pragmatik yang menyangkut ontologi, epistemologi, dan aksiologi bahasa.

1. Presented by:
Surya Sagiro Batubara
&
Rohani

2. PENGERTIAN
 Filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang
berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul
di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman
manusia yang dilakukan dengan cara ilmiah, objektif,
memberikan pertanggungjawaban berdasarkan pada
akal budi manusia (Jalaludin, 2007).
 Filsafat Analitis merupakan suatu metode yang
khas untuk menjelaskan, mengurai dan
mengkaji kebenaran ungkapan-ungkapan
filosofis (Kaelan, 1998 dalam Alwasilah, 2014).

3. LATAR BELAKANG
 Filsafat Analitis muncul dari fenomena akan
banyaknya teori serta konsep Filsafat yang
dipaparkan dalam bahasa yang
membingungkan, yang semakin jauh dari
penggunaan bahasa sehari-hari (Bakker, 1984
dalam Kaelan, 2004), yang ditambah dengan teori
Ferdinand de Saussure (1916 dalam Kaelan, 2004)
yang menekankan hakikat bahasa dari akspek
struktur yang mengabaikan keterlibatan
konteksnya.

4. Teori Filsafat Wittgenstein dengan
Pendidikan
 Periode Kedua Wittgenstein (1953)/Philosophical
Investigation/Teori permainan bahasa (language
game) menyebutkan bahasa yang digunakan manusia
dalam berbagai bidang kehidupan memilik aturan
penggunaannya masing-masing. Contoh adalah
‘memberi perintah dan menaatinya, melaporkan suatu
kejadian, berspekulasi mengenai suatu peristiwa, yang
mana hal ini ini memunculkan Filosofi Pragmatik
dalam ilmu pendidikan bahasa.

5. Fungsi Bahasa untuk
Mendokumentasikan Peradaban
 Fungsi Kognitif
 Fungsi Emotif
 Fungsi Imperatif
 Fungsi Seremonial
 Fungsi Metalingual

6. Implikasi Filsafat Analitis terhadap
Pendidikan Bahasa (Kaelan, 2004; Muhajir, 2011;
Alwasilah, 2014)
Munculnya Filosofi Pragmatik baik yang menyangkut:
 Ontologis: yakni kajian hakikat realitas.
 Epistomologis: kajian empiris untuk membuktikan
kebenaran makna.
 Aksiologis : pengetahuan yang berhubungan dengan
membangun kebenaran makna/nilai/value.
 Tokoh-tokoh yang dipengaruhinya adalah termasuk
Austin, Derrida, Ryle, Searle serta Alston.

7. Ontologi
 Jalaludin (2007) menyebut Ontologi pembahasan
tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang
selanjutnya menjurus pada sesuatu kebenaran.

8. EPISTOMOLOGI
 Secara Epistemologi yakni kajian material atau logika
mayor yang merupakan studi tentang pengetahuan,
bagaimana mengetahui hal.
 Tiga ciri tulisan menurut Derrida: (1) tanda tertulis
adalah sebuah tanda yang dapat diulangi tanpa
kehadiran (ketidakhadiran subjek yang mengucapkan
+ lawan bicaranya), (2) tanda tertulis dapat
merusakkan konteksnya yang nyata dan dapat dibaca
dalam konteks yang berbeda, dan (3) tanda tertulis
tunduk pada pembuatan jarak

9. Aksiologi
 Secara Aksiologi: penyelidikan nilai-nilai (value)
dalam pendidikan dengan menguji dan
mengintegrasikan semua nilai (nilai tindakan moral,
nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio-
politik) dalam berbahasa Muhammad Noor Syam,
1986 dalam Jalaludin, 2007).
 Teori Austin Teori tentang laku ujaran (tingkat
kekuatan linguistik): (1) locutionary atau cara berkata,
(2) illocutionary (melibatkan pelaksanaan laku ujaran
(untuk berjanji, bersumpah, menuntut, memastikan,
dsb), dan (3) perlocutionary atau jika laku ujaran itu
menghasilkan efek.

10. Referensi
 Alwasilah. (2014). Filsafat Bahasa dan Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
 Kaelan. (2004). Filsafat Analitis Menurut Wittgenstein:
Relevansinya Bagi Perkembangan Pragmatik. Jurnal
Humaniora Volume 16, No. 2, Juni 2004: 133-146.
 Muhajir. (2011). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistomologi,
Axiologi First Order, Second Order and Third Order
of Logics dan Mixing Paradigms Implementasi
Metodologic. Yogyakarta: Rake Sarasin.