Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Univers...Thanushah Soniyasee
Slide presentation ini dihasilkan untuk membentangkan hasil kerja kursus kumpulan yang bertajuk "Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Universiti Malaya".
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.
Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Univers...Thanushah Soniyasee
Slide presentation ini dihasilkan untuk membentangkan hasil kerja kursus kumpulan yang bertajuk "Pertukaran dan Pencampuran Kod dalam Kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi Universiti Malaya".
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.
Sebuah Media yang berkembang dapat mempengaruhi objek sekitarnya. Begitupun dengan berkembanganya sebuag teori media dikalangan masyarakat,maka pengaruh media ini dapat mempengaruhi masyarakat disekitarnya bahkan lewat pola pikir yang ada.
Hasan 2021 A Analisis Kritis Jurnal.docxHasanHalabi27
dalam artikel yang pertama ini membahas tentang hubungan yang erat antara filsafat dan bahasa, serta pentingnya kajian filsafat bahasa dalam memahami hakikat ilmu pengetahuan atau pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa dilihat sebagai upaya untuk mencari hakikat ilmu pengetahuan, sementara para peneliti bahasa (rjana bahasa) menganggap kejelasan tentang hakikat bahasa sebagai tujuan akhir kegiatan mereka. Strukturalisme dalam bahasa juga menjadi fokus dalam artikel ini, dengan bahasa dipandang sebagai struktur yang berkaitan. Artikel juga menyoroti bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa telah ada sejak lama, dan keduanya saling mempengaruhi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dan pemikiran, sementara filsafat digunakan untuk memahami makna dari simbol-simbol dalam bahasa. Kajian filsafat bahasa dianggap sebagai metode analitik yang penting dalam menjelaskan dan menggambarkan kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Selain itu, artikel juga menekankan bahwa mempelajari bahasa juga merupakan bentuk ibadah dalam Islam, menunjukkan pentingnya hubungan kausalitas antara bahasa dan filsafat.
Artikel yang kedua membahas desain model pendidikan Islam yang kompetitif, khususnya dalam pendidikan keagamaan di luar sekolah dengan pendekatan dialektika dan ketundukan vertikal. Nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, persamaan, dan penghormatan terhadap martabat individu, diterapkan untuk mendorong individu menjadi aktif, mandiri, kreatif, dan menghargai orang lain. Demokrasi dalam pendidikan Islam mengacu pada prinsip demokrasi dalam Islam, dengan pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan berakar pada budaya untuk mencetak individu yang memiliki integralitas tinggi, menghargai hak asasi manusia, dan memahami kebutuhan hidupnya. Konsep demokrasi pendidikan dalam Islam menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara, dengan nilai-nilai seperti persaudaraan, pemikiran yang sehat, dan kerja sama sebagai landasan pendidikan Islam. Implementasi demokrasi pendidikan diharapkan dapat melahirkan individu yang demokratis dan berbakti untuk kepentingan bersama.
Hasan 2021 A Analisis Kritis Jurnal.docxHasanHalabi27
dalam artikel yang pertama ini membahas tentang hubungan yang erat antara filsafat dan bahasa, serta pentingnya kajian filsafat bahasa dalam memahami hakikat ilmu pengetahuan atau pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa dilihat sebagai upaya untuk mencari hakikat ilmu pengetahuan, sementara para peneliti bahasa (rjana bahasa) menganggap kejelasan tentang hakikat bahasa sebagai tujuan akhir kegiatan mereka. Strukturalisme dalam bahasa juga menjadi fokus dalam artikel ini, dengan bahasa dipandang sebagai struktur yang berkaitan. Artikel juga menyoroti bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa telah ada sejak lama, dan keduanya saling mempengaruhi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dan pemikiran, sementara filsafat digunakan untuk memahami makna dari simbol-simbol dalam bahasa. Kajian filsafat bahasa dianggap sebagai metode analitik yang penting dalam menjelaskan dan menggambarkan kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Selain itu, artikel juga menekankan bahwa mempelajari bahasa juga merupakan bentuk ibadah dalam Islam, menunjukkan pentingnya hubungan kausalitas antara bahasa dan filsafat.
Artikel yang kedua membahas desain model pendidikan Islam yang kompetitif, khususnya dalam pendidikan keagamaan di luar sekolah dengan pendekatan dialektika dan ketundukan vertikal. Nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, persamaan, dan penghormatan terhadap martabat individu, diterapkan untuk mendorong individu menjadi aktif, mandiri, kreatif, dan menghargai orang lain. Demokrasi dalam pendidikan Islam mengacu pada prinsip demokrasi dalam Islam, dengan pendidikan integralistik, humanistik, pragmatik, dan berakar pada budaya untuk mencetak individu yang memiliki integralitas tinggi, menghargai hak asasi manusia, dan memahami kebutuhan hidupnya. Konsep demokrasi pendidikan dalam Islam menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara, dengan nilai-nilai seperti persaudaraan, pemikiran yang sehat, dan kerja sama sebagai landasan pendidikan Islam. Implementasi demokrasi pendidikan diharapkan dapat melahirkan individu yang demokratis dan berbakti untuk kepentingan bersama.
1. Definisi analisis wacana
analisis_wacana - (norasmadi_mz)
02:15pm 09/04/2010
Menurut Michael Foucault (1972), wacana kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan
(statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala
sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan.Wacana adalah kata yang sering
dipakai oleh masyarakat dewasa ini. Banyak pengertian yang merungkai kata wacana ini. Dalam
lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama dalam hubungan konteks sosial dari pemakaian
bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada
kalimat. Menurut Eriyanto (Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media), Analisis Wacana
dalam pengajaran linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih
memperhatikan pada unit kata, frasa, atau kalimat semata-mata tanpa melihat hubung kait di
antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, kerana
memusatkan perhatian pada tahap di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk
pada tahap yang lebih besar dari kalimat.
Manakala maksud analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial pula diertikan sebagai
pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara
dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik
pemakaian subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang
dipelajari dalam analisis wacana.
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaum
positivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan hubungan kalimat,
bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau
ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya
bahasa secara gramatikal) — Analisis Isi (kuantitatif)
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana
sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana
adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek yang mengemukakan suatu
pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi pembicara dengan
penafsiran mengikuti struktur makna dari pembicara. –Analisis Framing (bingkai)
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini
menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Bahasa tidak difahami sebagai medium neutral yang terletak di luar diri pembicara. Bahasa
difahami sebagai representasi yang berperanan dalam membentuk subjek , tema-tema wacana te,
ataupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh kerana itu analisis wacana dipakai untuk
membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang
diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan.
Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Ini kerana penggunaan
perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical
discourse analysis). Ini untuk membezakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama
Pengertian Wacana dan Analisis Wacana
saidin_nawi
2. 05:18pm 12/04/2010 (UTC)
Wacana merupakan satuan bahasa berdasarkan kata yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
konteks sosial. Satuan bahasa itu merupakan deretan kata atau ujaran. Wacana dapat berbentuk
lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi
secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antara penyapa dan pesapa,
sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana dapat dlihat sebagai hasil dari pengungkapan
idea/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.
Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Bagaimana Terbentuknya Wacana
Penggunaan bahasa samada berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana
dapat berupa satu kata atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kata atau ujaran harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kata-kata dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang
dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kata-katanya disusun secara teratur dan
sistematik sehingga menunjukkan kebernasa idea yang diungkapkan.
Analisis Wacana
tananuar
05:27pm 12/04/2010 (UTC)
Analisis wacana di dalam ilmu komunikasi bersumber dari pemikiran Marxis Kritis. (Stephen W.
Littlejohn, 2002; Stanley J. Baran and Denis K. Davis, 2000). Ada tiga aliran pemikiran yang
termasuk ke dalam kategori ini, iaitu: (1). Aliran Frankfurt (Frankfurt School); (2). Pengajian
Budaya (Cultural Studies); (3). Pengajian Wanita (Feminist Study). ( Stephen W. Littlejohn,
2002).
McQuail pula, menitikberatkan perhatiannya kepada pemikiran Marxis secara keseluruhan,
mengajukan lima jenis teori yang berkembang di dalamnya iaitu: (
1). Teori Marxis Klasik (Classical Marxism);
2) Teori Ekonomi Politik Media (Political Economic Media Theory); 3) Teori Aliran Frankfurt
(Frankfurt School);
4) Teori Hegemoni (Hegemonic Theory);
5) Teori Pendekatan Sosial-Budaya (Sociocultural Approach), biasa disebut Studi budaya
(Cultural Studies). (Denis, McQuail, (1994).
Wacana di dalam kehidupan media juga memiliki pengertian yang mendalam. Menurut Norman
Fairclough (1995), wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik
sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu. Fiske, wacana harus diartikan sebagai suatu
pernyataan atau ungkapan yang lebih dari satu ayat; W. O’Bar, wacana merupakan penyampaian
3. ide-ide dari seseorang kepada yang lainnya. (Stephen Harold Riggins, 1997); Eriyanto (2001),
wacana berkaitan erat dengan kegiatan komunikasi, yang substansinya tidak terlepas dari kata,
bahasa, atau ayat. Dalam (Sobur Alex, 2001), wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian
tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis,
dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental
bahasa.
Jadi, wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan
dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui
pendekatan wacana ingatan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain,
tidak bersifat neutral atau steril. Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang
menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang
melatarbelakangi kewujudannya dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi,
emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.
Wednesday, January 28, 2009
Konsep Tatabahasa Wacana
Latar Belakang Wacana Bahasa Melayu
Menurut Sanat Md. Nasir (2002: 9-12), kajian wacana bahasa Melayu masih baru. Ada pendapat
yang mengatakan Muhammad Yunus Maris (1966) merupakan perin-tis analisis wacana dalam
bahasa Melayu dengan menggunakan teknik keperihalan keadaan untuk menerangkan
penggunaan ganti nama.
Setakat yang terkumpul, Harimurti Kridalaksana (1970: 1), menulis makalah be-liau ―NYA
sebagai penanda anafora‖. Pada tahun 1978, beliau telah menulis kertas kerja yang bertajuk
―Keutuhan Wacana‖ dan diterbitkan sebagai artikel dalam Jurnal Dewan Bahasa. Artikel itu
membahaskan keutuhan wacana sebagai salah satu aspek analisis wacana. Penelitian beliau
kelihatan terpengaruh dengan aliran tagmemik dan linguistik teks. Demikianlah juga aliran
tagmemik digunakan dalam Ph.D. Aja-miseba (1978).
Kerancakan penyelidikan tentang wacana bahasa Melayu berlaku dalam tahun 1980-an, iaitu
sepuluh tahun selepas wacana sebagai satu disiplin rancak di Eropah dan di Amerika Syarikat.
Pemaparan penyelidikan itu berupa artikel, disertasi dan buku. Asmah (1980a dan 1980b) telah
menulis dua buah artikel dalam Jurnal Dewan Bahasa, yang masing-masing bertajuk ―Analisis
Wacana‖ dan ―Pengajaran Bahasa untuk Kemahiran Berkomunikasi: Pendekatan Wacana‖.
Dalam artikel yang pertama itu, beliau telah menunjukkan penggunaan tiga jenis analisis wacana,
iaitu kaedah Harris, kaedah Becker, dan kaedah Sinclair dan Coulthard. Artikel lain seperti Lufti
Abas (1982) dan Soenjono Dardjowidjojo (1985).
Selain yang berbentuk artikel, penyelidikan wacana juga telah dilakukan secara serius di
peringkat latihan ilmiah, sarjana dan kedoktoran. Daripada bibliografi la-tihan ilmiah yang
diusahakan oleh Ismail (1994) dari tempoh 1977 hingga 1994, di-dapati latihan ilmiah yang
4. berkaitan dengan wacana hanya muncul mulai tahun 1984. Terdapat 14 buah latihan ilmiah
tentang kajian wacana sejak tahun tersebut hinggalah tahun 1989.
Penelitian di peringkat sarjana sepanjang tempoh tahun 1980-an setakat yang terkumpul ialah
Sucipto (1987) dan Wong (1988). Sucipto melihat unsur tautan ma-nakala Wong,
kesinambungan topik.
Di peringkat disertasi kedoktoran pula, termasuklah Abdul Aziz Idris (1982), Fa-rrerty (1982),
Azhar M. Simin (1983), dan Tallei (1988). Abdul Aziz berfokus pada as-pek struktur tema dan
sistem hubungan logikal dalam teks pendedahan bahasa Me-layu dan Inggeris. Rafferty pula
melihat struktur wacana bahasa Indonesia yang dituturkan oleh orang Cina di Malang, Indonesia.
Azhar pula meneliti sintaksis wa-cana yang dalam bahasa Malaysia sedangkan Tallie, dengan
menggunakan pendeka-tan analisis wacana, cuba mengkaji keterpaduan, keruntutan, dan
keterbacaan waca-na buku pelajaran bahasa Indonesia di peringkat sekolah dasar.
Penelitian wacana sepanjang tahun 1980-an dalam bentuk buku dan sebahagian daripada buku
dapat dilihat seperti dalam Asmah (1987: 108-127) tentang teks sainti-fik, Tarigan (1987)
Pengajaran Wacana dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988: 334-360).
Dekad awal 1990-an diperteguh dengan kerancakan penelitian tentang wacana bahasa Melayu
seperti yang ditunjukkan oleh peneliti berikut. Sato (1991) meng-hasilkan tesis Ph.D. dengan
tajuk ―Analisis Nahu Wacana Bahasa Melayu Klasik Berdasarkan Teks Hikayat Hang Tuah‖.
Tumpuan beliau pada hubungan antara su-sunan ayat yang logikal dengan susunan maklumat.
Perhatian juga diberikan ter-hadap analisis tetenunan dalam ayat yang berkaitan dengan
hubungan tersebut.
Soeseno (1992) dalam syarahan perdana sempena pengukuhan beliau sebagai profesor telah
memilih tajuk ―Analisis Wacana dan Penerapannya‖. Dalam syarahan itu, beliau secara meluas
menyentuh topik-topik seperti analisis wacana sebagai ca-bang ilmu bahasa, perbezaan antara
wacana lisan dengan tulisan, konteks situasional, prinsip interpretasi lokal dan analogi,
implikatur, presuposisi, inferensi, referensi, pronominal, kohesi, koherensi dan pengetahuan
tentang dunia. Di hujung syarahan beliau itu, ada dimuatkan contoh-contoh analisis wacana.
Manakala peneliti lain yang menghasilkan artikel atau kertas kerja, seperti Sam-suri (1992),
Ramlan (1992), Ebah (1992), Wong (1992;1993), Sanat (1992;1994;1995a dan 1995b;1996a dan
1996b), Dede Oetomo (1993), Ismail (1993;1994) dan Zahrah (1995).
Jika ditinjau dari segi penghasilan latihan ilmiah dalam bidang ini bagi tempoh 1990 hingga
1994 di Malaysia, terdapat 17 buah, iaitu 15 buah dari Jabatan Linguistik, Universiti Kebangsaan
Malaysia, dan dua buah dari Rancangan Bahasa Melayu, Universiti Malaya. Dua buah latihan
ilmiah itu terdiri daripada Hasnah (1994), ―Analisis Tautan dalam Wacana Bahasa Melayu‖ dan
Tan (1994), ―Tautan dalam Ba-hasa Melayu‖. Kedua-dua latihan ilmiah tersebut menggunakan
kerangka Halliday dan Ruqaiya Hasan (1976).
Seperti yang telah dinyatakan di atas, wacana sebagai bidang kajian dalam pene-litian bahasa
Melayu masih baru. Hal ini berlaku kerana beberapa sebab. Antaranya, wacana sebagai satu
disiplin hanya berlaku pada tahun 1970-an di Eropah dan di Amerika Syarikat. Biasanya,
kesannya akan memakan waktu antara 5 hingga 10 tahun untuk sampai ke sini. Pada waktu yang
sama, aliran transformasi generatif yang dipelopori Chomsky masih kuat bertapak sehingga
kebanyakan ahli bahasa kita yang belajar di peringkat kedoktoran dalam tempoh itu telah
5. terpengaruh dengan aliran tersebut. Selain itu, kajian wacana sebagai mata kursus peringkat
sarjana muda di universiti tempatan masih belum menyeluruh. Lufti, Sanat dan Nuwairi (1985)
telah membuat tinjauan tentang pengajaran linguistik di Malaysia dari segi konsep dan aliran,
dan didapati hanya Jabatan Linguistik, Universiti Kebangsaan Malaysia yang ada menawarkan
kursus tersebut. Bahkan, kursus itu pun dianggap umum sebab sekadar menyatakan topik tentang
teori sintaksis yang boleh dilihat daripada aliran lain yang bukan wacana, seperti tranformasi
generatif.
Pada awal tahun 1990 diberitahu bahawa di IKIP Malang, Unika Atma Jaya dan di Universitas
Indonesia di Indonesia masih belum ada kursus seumpama itu di peringkat ijazah pertama.
Demikian juga di Jabatan Pengajian Melayu, National University of Singapore. Sebaliknya,
Pengajian Bahasa Malaysia, Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan, Universiti Sains Malaysia
sudah menawarkan kursus ―Analisis Wacana‖ di peringkat ijazah dasar bagi sesi 1989/90. Di
Rancangan Bahasa Melayu, Jabatan Pengajian Melayu, Universiti Malaya kursus tersebut hanya
dapat dimulakan pada sesi 1993/94 dengan tajuk ―Tatabahasa Wacana Bahasa Melayu‖. Jabatan
Pengajian Melayu, Fakulti Bahasa Moden, Universiti Pertanian Malaysia belum lagi
menawarkan kursus yang seumpama itu pada sesi 1995/96.
Comments on "Konsep Tatabahasa Wacana"