SlideShare a Scribd company logo
1 of 41
Download to read offline
www.futurumcorfinan.com
Page 1
AKUISISI ATAS JOINT OPERATIONS (JO):
IASB Memutuskan Menggunakan “Analogi” Prinsip-Prinsip
Akuntansi Kombinasi Bisnis menurut IFRS 3 Business Combinations
Pendahuluan
Pada tanggal 6 Mei 2014, International Accounting Standards Board (IASB) menerbitkan
Amandemen atas IFRS 11 Joint Arrangement (di Indonesia, diadopsi menjadi PSAK 66:
Pengaturan Bersama), berjudul “Accounting for Acquisitions of Interests in Joint Operations”
(Akuntansi Akuisisi Kepentingan Dalam Operasi Bersama). Untuk selanjutnya, dalam tulisan
ini, disingkat Amandemen IFRS 11 (2014), dan teks lengkapnya dilampirkan dalam tulisan ini.
Dalam tulisan di sini, penulis menggunakan acuan ke IFRS/IAS, yaitu:
 IFRS 11 Joint Arrangements (2011)
 IFRS 12 Disclosure of Interests in Other Entities (2011)
 IFRS 10 Consolidated Financial Statements (2011)
 IFRS 9 Financial Instruments
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
 IFRS 3 Business Combinations (2008)
 IAS 28 Investments in Associates and Joint Ventures (2011)
 IAS 12 Income Taxes
 IAS 31 Interests in Joint Ventures (yang sudah digantikan dengan IFRS 11 di atas)
 IAS 36 Impairment of Assets
 IAS 38 Intangible Assets
 IAS 32 Financial Instruments : Presentation
Pembaca diharapkan membaca disamping hal-hal yang penulis uraikan dalam tulisan ini.
1) Dasar pengambilan kesimpulan di belakang penerbitan Amandemen IFRS 11 (2014)
dalam bagian “Basis for Conclusions”, atau yang diberi kode BC oleh IASB),
2) Contoh Ilustrasi (Illustrative Examples) yang disertakan dalam Amandemen IFRS 11
(2014) supaya pembaca mendapat gambaran bagaimana penerapan prinsip-prinsip
akuntansi kombinasi bisnis ke dalam akuisisi Joint Operation oleh pihak investor/Joint
Operator.
IFRS 11 sendiri pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur akuntansi bagi pihak investor
(Joint Venturer, Joint Operator, dan pihak lain yang tidak memiliki pengendalian bersama
dalam joint arrangement), yang memiliki bagian partisipasi/kepentingan dalam joint
arrangement1
.
Permasalahan dengan IFRS 11 adalah lebih menitikberatkan pada klasifikasi joint
arrangement dan kemudian mengacu ke IFRS/IAS lainnya terkait pengukurannya,
sebagaimana ditunjukkan dalam diagram di bawah ini, yang diambil dari paragraf B21 IFRS
11.
1
Penulis sengaja masih mempertahankan kata-kata “bagian partisipasi” (sesuai PSAK 12 (revisi 2009):
Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama) karena penulis melihat bahwa kata “kepentingan” sendiri
tidak selalu tepat digunakan terkait bahwa begitu banyak motif di belakang keterlibatan suatu pihak
dalam joint arrangement, misalnya sekedar ingin memperoleh output dari JO, atau ingin berbagi
pengetahuan dengan pengalaman dengan para joint operator atau joint venturer. Kata “partisipasi” justru
digunakan dalam IFRS 11 paragraf 23 dan 25 untuk menyebut pihak yang tidak berbagi pengendalian
bersama, namun tetap “berpartisipasi” dalam joint arrangement, apakah berbentuk joint operations atau
joint venture.
Baca juga: IASB Meeting Staff Paper Agenda Reference 8A. Juni 2009. Proyek: Joint Venture. Topik:
Parties to Joint Arrangements that do not share in ‘joint control’.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Tujuan utama IFRS 11 lebih terkait penentuan kapan adalah tepat untuk memperhitungkan
kepentingan/ bagian partisipasi dalam suatu joint arrangement oleh pihak investor, dengan:
a) Mengakui dan mengukur aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait bagian
kepentingan dalam joint arrangement sesuai dengan IFRS yang berlaku atau dapat
diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu (dalam kaitannya
dengan Joint Operations atau disingkat JO, lihat paragraf 20 dan seterusnya dari IFRS
11)2
; dan
b) Menggunakan metode ekuitas menurut IAS 28 (2011): Investments in Associates and
Joint Ventures (dalam kaitannya dengan Joint Venture, atau disingkat JV, lihat paragraf
24 dan seterusnya dari IFRS 11).
2
Lihat paragraf BC25 dan BC39 dari IFRS 11. BC adalah Basis for Conclusions.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Namun demikian, IFRS 11 sendiri tidak memberikan petunjuk terkait bagaimana penggunaan
metode ekuitas terkait JV, atau bagaimana mengakui dan mengukur aset, liabilitas,
pendapatan dan biaya terkait JO (dengan sangat sedikit pengecualian, lihat paragraph B34-
B37 IFRS 11), dimana IFRS 11 justru hanya menggunakan acuan ke IFRS/IAS lainnya,
sebagai berikut:
a) Untuk penggunaan metode ekuitas, paragraf 24 IFRS 11 hanya mengacu ke IAS 28
Investments in Associates and Joint Ventures; dan
b) Untuk pencatatan aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait suatu
kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, paragraf 21 IFRS 11 hanya mengacu ke
IFRS lainnya yang berlaku atau dapat diterapkan pada aset, liabilitas, pendapatan dan
biaya tertentu.
Amandemen IFRS 11 (2014) menambahkan petunjuk baru terkait bagaimana mencatat
akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO tersebut memenuhi
definisi bisnis menurut IFRS 33
.
Atau dengan kata lain, Amandemen IFRS 11 (2014) memberikan petunjuk terkait prinsip
akuntansi yang perlu digunakan, karena saat ini ada praktik yang berbeda-beda terkait
pendekatan konseptual mana yang perlu digunakan untuk akuntansi untuk akuisisi bagian
partisipasi/kepentingan dalam JO, yaitu apakah menggunakan pendekatan IFRS 3,
pendekatan biaya, atau kombinasi pendekatan.
IASB memutuskan melalui Amandemen IFRS 11 (2014) untuk menerapkan prinsip-prinsip
[yang relevan] dari akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya4
untuk
mencatat transaksi atau kejadian:
3
Walaupun akuisisi JO dapat dilakukan oleh pihak investor manapun (termasuk akuisisi yang tidak
memperoleh joint control, namun di sini, pihak investor yang melakukan akuisisi JO pada umumnya
adalah Joint Operator, atau yang memang bermaksud memperoleh joint control atas JO.
4
Penggunaan prinsip akuntansi kombinasi bisnis bukan merupakan hal baru, karena paragraf 26 IAS 28
(2011) mewajibkan penggunaan konsep yang mendasari prosedur yang digunakan untuk akuntansi
akuisisi atas entitas anak ketika menggunakan metode ekuitas untuk mencatat akuisisi suatu investasi
dalam entitas asosiasi atau ventura bersama (JV). Dengan kata lain, paragraph 26 IAS 28 (2011) juga
menggunakan acuan secara umum kepada prinsip-prinsip yang umum dari akuntansi kombinasi bisnis
ketika menggunakan metode ekuitas.Selengkapnya, paragraf 26 IAS 28 (2011): Many of the procedures
that are appropriate for the application of the equity method are similar to the consolidation procedures
described in IFRS 10. Furthermore, the concepts underlying the procedures used in accounting for the
acquisition of a subsidiary are also adopted in accounting for the acquisition of an investment in an
associate or a joint venture.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
 Akuisisi atas bagian partisipasi/kepentingan dalam JO; atau
 Akuisisi atas tambahan bagian partisipasi/kepentingan dalam JO.
Ruang Lingkup
Yang dibahas di sini hanya akuisisi terkait dengan Joint Arrangement yang berbentuk JO.
Perlu ditekankan bahwa yang dicakup oleh IFRS 11, yaitu JO, dan bukan joint arrangement
dimana di dalamnya ada “collective control” (pengendalian kolektif), dimana pengaturan
demikian tidak memenuhi definisi “joint control” (pengendalian bersama) dimana bisa lebih dari
satu kombinasi pihak-pihak yang dapat mengambil keputusan terkait aktivitas yang relevan.
Jadi perlu dibedakan antara:
 JO dimana aktivitas JO adalah bisnis;
 Pengaturan “collective control” dimana aktivitasnya juga merupakan bisnis.
Dalam praktik, bisa terjadi, pengaturan “collective control” secara substansi, ekonomis dan
praktik, sangat mirip, dengan JO, dan bisa jadi, kedua bentuk tersebut dikelola dengan cara-
cara yang sama.
IFRS memang pada saat ini belum mengatur:
a) Akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang aktivitasnya bisnis;
b) Akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam pengaturan “collective control”
dimana (i) aktivitasnya bisnis; dan (ii) kepentingan/bagian partisipasi tersebut
memberikan para pihak, hak terhadap aset dan kewajiban terhadap liabilitas, terkait
pengaturan “collective control” tersebut.
Amandemen IFRS 11 (2014) ini hanya mengatur poin a) di atas.
Pembahasan
Baik IFRS 11/PSAK 66 hanya mengatur klasifikasi JO dan JV, serta bagaimana pihak entitas
yang memiliki kepentingan (interest) dalam pengaturan bersama (joint arrangement, yang bisa
berbentuk JO atau JV) mencatat kepentingan/bagian partisipasi dalam JO atau JV.
Pihak entitas yang dimaksud di atas dapat berupa:
a) Dalam kaitannya dengan Joint Arrangement yang berbentuk JO:
www.futurumcorfinan.com
Page 6
 Joint Operator: pihak dalam JO yang memiliki joint control atas JO, dan berbagi
joint control dengan Joint Operator lainnya dalam JO.
 Pihak lainnya yang berpartisipasi dalam, tetapi tidak memiliki atau berbagi joint
control atas, JO.
b) Dalam kaitannya dengan Joint Arrangement yang berbentuk JV:
 Joint Venturer: pihak dalam Joint Operation yang memiliki joint control atas JV, dan
berbagi joint control dengan pihak Joint Venturer lainnya dalam JV.
 Pihak lainnya yang berpartisipasi dalam, tetapi tidak memiliki atau berbagi joint
control atas, JV.
Paragraf 20 IFRS 11 mengatur bahwa Joint Operator mengakui hal berikut terkait dengan
kepentingannya dalam JO:
(a) aset, mencakup bagiannya atas aset apapun yang dimiliki bersama;
(b) liabilitas, mencakup bagiannya atas liabilitas apapun yang terjadi bersama;
(c) pendapatan dari penjualan bagiannya atas output yang dihasilkan dari JO;
(d) bagiannya atas pendapatan dari penjualan output oleh JO; dan
(e) beban, mencakup bagiannya atas beban apapun yang terjadi secara bersama-
sama.
Paragraf 21 IFRS 11 menyatakan bahwa Joint Operator mencatat aset, liabilitas, pendapatan
dan beban terkait dengan kepentingannya dalam operasi bersama sesuai dengan IFRS [atau
Standar Akuntansi Keuangan (SAK)] yang dapat diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan
dan beban tertentu.
Paragraf 22 IFRS 11 mengatur bahwa pencatatan untuk transaksi seperti penjualan, kontribusi
atau pembelian aset antara entitas dengan operasi bersama yang entitas merupakan operator
bersama, ditentukan dalam paragraph B34-B37 [atau PP34–PP37 dalam PSAK 66].
Bagaimana dengan pencatatan pihak non-Joint Operator?
Dalam Paragraf 23 IFRS 11 disebutkan bahwa pihak yang berpartisipasi dalam, tetapi tidak
memiliki pengendalian bersama atas, JO juga mencatat kepentingannya dalam pengaturan:
 sesuai dengan paragraf 20-22 jika pihak tersebut memiliki hak atas aset, dan
kewajiban terhadap liabilitas, terkait dengan JO.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
 Jika pihak yang berpartisipasi, tetapi tidak memiliki pengendalian bersama atas suatu
JO, tidak memiliki hak atas aset dan kewajiban terhadap liabilitas, terkait dengan JO
tersebut, maka pihak yang berpartisipasi tersebut harus mencatat kepentingannya
dalam JO sesuai dengan IFRS/SAK yang dapat diterapkan kepada kepentingan
tersebut.
Apabila diperhatikan isi IFRS 11/PSAK 66 terkait Pihak Joint-Operator maupun non-Joint
Operator, di sini JO-nya sudah terbentuk, dan IFRS 11/PSAK 66 “hanya” mengatur bagaimana
Joint Operator dan/atau non-Joint Operator mencatat bagian partisipasinya atau
kepentingannya dalam JO tersebut.
Penting diperhatikan bahwa akuisisi ini bukan berarti memperoleh “pengendalian [penuh]
(control)” atas JO, tetapi yaitu memperoleh “interest” (bagian partisipasi, atau kepentingan)
dalam JO.
“Interest in another entity” diterjemahkan dalam IFRS 12 sebagai:
For the purposes of this IFRS, an interest in another entity refers to contractual and non-
contractual involvement that exposes an entity to variability of returns from the performance of
the other entity. An interest in another entity can be evidenced by, but is not limited to, the
holding of equity or debt instruments as well as other forms of involvement such as the
provision of funding, liquidity support, credit enhancement and guarantees. It includes the
means by which an entity has control or joint control of, or significant influence over,
another entity. An entity does not necessarily have an interest in another entity solely because
of a typical customer supplier relationship.
Dari definisi “interest” di atas, tampak untuk sederhananya, “interest” tersebut bisa berwujud
berupa:
 Pengendalian (control): an investor controls an investee when the investor is exposed,
or has rights, to variable returns from its involvement with the investee and has the
ability to affect those returns through its power over the investee (Appendix A Defined
Terms of IFRS 10).
 Pengendalian bersama (joint control): the contractually agreed sharing of control of an
arrangement, which exists only when decisions about the relevant activities require the
unanimous consent of the parties sharing control (Appendix A Defined Terms of IFRS
11).
www.futurumcorfinan.com
Page 8
 Pengaruh signifikan (significant influence): the power to participate in the financial and
operating policy decisions of the investee but is not control or joint control of those
policies (paragraf 3 Definitions of IAS 28).
Ada beberapa hal yang mungkin terjadi terkait transaksi akuisisi JO:
1) Pertama, fokus pada aktivitas JO (focus on activity).
Aktivitas JO bisa merupakan “bisnis” (menurut definisi “bisnis” dalam IFRS 3) atau “aset
atau sekumpulan aset yang bukan “bisnis”, pada saat akuisisi dilakukan, oleh pihak
yang membeli kepentingan/bagian partisipasi dalam JO. Jadi di sini, fokusnya adalah
apakah aktivitas JO pada saat akuisisi dilakukan oleh pihak eksternal, sudah memiliki
“bisnis” atau “bukan bisnis, atau baru berupa aset atau sekumpulan aset, tanpa bisnis”.
Tentunya pada saat pembentukan JO, masing-masing pihak yang berbagi
pengendalian, dapat “memasukkan” atau “menyetor” sesuatu ke dalam JO yang
dibentuk tersebut. Apa yang disetorkan ke dalam JO, bisa berupa:
a. Aset atau sekumpulan aset, yang bukan “bisnis”, misalnya uang tunai, peralatan
kerja, tanah, bangunan, dan lain-lain.
b. “bisnis” ke dalam JO tersebut, misalnya, kedua belah pihak memasukkan bisnis
travel yang sudah mereka jalankan selama ini ke dalam JO, guna kerjasama
bersama, dalam bidang joint marketing, dan lain-lain.
2) Kedua, fokus pada waktu akuisisi JO dilakukan (“when” focus)
Akuisisi JO juga dapat dilakukan pada saat pembentukan JO, dimana pada saat
pembentukan JO, pihak yang bekerjasama dapat memperoleh kepentingan/bagian
partisipasi dalam JO.
Berbicara akuisisi JO ini, JO bisa jadi sudah terbentuk terlebih dahulu (existing JO), dan
pihak Joint-Operator atau Non-Joint Operator kemudian melakukan akuisisi atas
kepentingan tersebut dari Joint-Operator atau Non-Joint Operator lainnya.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Karena yang kita bicarakan adalah akuisisi JO, maka fokus pada aktivitas JO itu sendiri
menjadi lebih penting, yaitu apakah ada ‘bisnis” yang terlibat dalam proses akuisisi JO
tersebut:
 Pada saat akuisisi JO yang sudah terbentuk sebelumnya (existing JO) dilakukan, JO
tersebut sudah memiliki aktivitas “bisnis”, atau
 Pada saat pembentukan JO baru (newly formed JO), Joint Operator (salah satu atau
semua pihak JO) mentransfer “bisnisnya” ke dalam JO yang dibentuk.
Kata kuncinya:
 sudah ada aktivitas “bisnis” yang dijalankan oleh salah satu pihak JO dan lalu ditransfer
ke JO, atau
 JO yang diakuisisi tersebut sudah menjalankan aktivitas “bisnis”.
Fokus pada “bisnis” menjadi menarik.
Pertama, karena IASB sendiri sempat mempertimbangkan hadirnya “bisnis” sebagai pembeda
JV dan JO, sebagaimana diakui dalam BC29 IFRS 11 (2011):
The Board considered whether the definition of a “business”, as defined in IFRS 3 Business
Combinations, would be helpful in distinguishing between a joint venture and a joint operation.
Because a “business” can be found in all types of joint arrangement, the Board decided not to
pursue this approach.
Paragraf Exposure Draft 9 Joint Arrangements (2007) mengusulkan penggunaan “business”
untuk kategori “joint ventures” sebagai berikut:
A business usually involves assets and resources working together to achieve an outcome,
which requires decisions of a financial and operating nature. A business that is subject to joint
control is, therefore, a joint venture, unless circumstances indicate otherwise. Such
circumstances would indicate that the parties have contractual rights to assets of the business
and have contractual obligations for the expenses of the business.
Penolakan bahwa “bisnis” digunakan sebagai pembeda “JO” dan “JV” sudah dibicarakan
dalam pertemuan IASB di bulan Mei 2009 dan kemudian diputuskan tidak dipakai lagi5
.
5
Diakses tanggal 19 Mei 2015 dari http://www.ifrs.org/Current-Projects/IASB-
Projects/JointVentures/Summaries/Documents/JV0905b08Aobs.pdf
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Kedua, kata “JO” dan “Bisnis” bisa merupakan pemahaman saling meniadakan (mutually
exclusive), artinya JO bukan merupakan bisnis, sedangkan bisnis lebih cenderung hadir dalam
bentuk JV. Apakah demikian?
Aset dan aktivitas joint arrangement tetap dapat saja memenuhi definisi baik “JO” dan “bisnis”,
artinya, kalau serangkaian aktivitas dan aset yang terintegrasi (lihat tulisan penulis berjudul
“Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis: Kemungkinan “Asset Deal” adalah “Business
Deal” atau Bukan?”), memiliki kemampuan untuk diolah dan dikelola guna mendatangkan
imbal hasil dalam bentuk, misalnya, biaya yang lebih rendah, kepada pihak-pihak yang berbagi
pengendalian dalam suatu joint arrangement, maka “JO” dan “bisnis” bisa hadir bersamaan,
dan bukannya saling meniadakan.
Amandemen IFRS 11 (2014) mencoba mengkombinasikan fokus pada “bisnis” dengan fokus
pada “kapan” bisnis itu ada. Apakah aktivitas “bisnis” tersebut sudah ada pada saat “akuisisi
JO” dilakukan? Tampaknya kehadiran “bisnis” yang sudah ada sebelum akuisisi atas
kepentingan dalam JO dilakukan, menjadi penting, karena bisa jadi “bisnis” tersebut baru akan
dibentuk bersamaan dengan bentuk JO didirikan. Artinya, pada saat pembentukan JO, belum
ada bisnis yang terbentuk.
Hal “kapan” bisnis itu ada menjadi sangat krusial, karena Amandemen IFRS 11 (2014)
menggunakan analogi prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 untuk
mencatat transaksi atau kejadian akuisisi JO.
Kalau kita definisi “kombinasi bisnis” menurut IFRS 3:
Business combination: a transaction or other event in which an acquirer obtains control of one
or more businesses. Transactions sometimes referred to as “true mergers” or “mergers of
equals” are also business combinations as that term in used in this IFRS. (Appendix A Defined
Terms of IFRS 3)
Perhatikan bahwa:
a. Pertama, transaksi atau kejadian6
kombinasi bisnis hanya terjadi pada saat “bisnis”
tersebut sudah ada terlebih dahulu, makanya disebut “akuisisi”, akuisisi atas “bisnis
yang sudah ada”.
6
Di sini digunakan kata “kejadian (event)”, jadi tidak harus selalu ada “transaksi’. Ini juga salah satu
sebab dimana Metode Pembelian (purchase method) kemudian diganti Metode Akuisisi (acquisition
method) dalam IFRS 3 (2008) karena akuisisi dalam kombinasi bisnis dapat dilakukan tanpa harus
www.futurumcorfinan.com
Page 11
b. Kedua, yang menarik, digunakan kata “bisnis” yang diakuisisi, dan bukan memperoleh
pengendalian atau akuisisi atas ‘entitas”.
Bisnis sendiri diartikan sebagai:
An integrated set of activities and assets that is capable of being conducted and
managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or
other economic benefits directly to investors or other owners, members or participants.
(Appendix A Defined Terms of IFRS 3)
Jadi akuisisi menurut IFRS 3 dilakukan atas “bisnis” dan bukan harus pada “entitas”.
Aktivitas bisnis ini bisa dijalankan dalam suatu “entitas” atau tanpa “entitas”.
Basis for Conclusions BC15 IFRS 3 menyatakan secara jelas, pihak yang diakuisisi,
yaitu acquiree, adalah “bisnis” dan bukan harus “entitas”, yaitu:
The definition of a business combination in the revised standards provides that a
transaction or other event is a business combination only if the assets acquired and
liabilities assumed constitute a business (an acquiree), and Appendix A defines a
business.
Jadi tidak mengherankan bahwa Amandemen IFRS 11 (2014) mengharuskan kehadiran bisnis
yang sudah ada terlebih dahulu. Kalau tidak demikian, penggunaan analogi prinsip-prinsip
akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 menjadi relatif sulit untuk diterapkan.
Jadi kalau bisa kita hubungkan:
akuisisi atas kepentingan (interest) dalam JO, diartikan sebagai akuisisi atas “bisnis”.
namun hal ini tampak membingungkan juga, karena “kepentingan” itu sendiri identik dengan
(i) pengendalian;
(ii) pengendalian bersama; dan
(iii) pengaruh signifikan
namun tampaknya yang diartikan adalah:
(i) Pengendalian atas “bisnis”;
(ii) Pengendalian bersama atas “bisnis”; atau
selalu ada transaksi, misalnya yang timbul dari kontrak beberapa pihak yang mengakibatkan salah satu
pihak memperoleh “pengendalian” atas bisnis tersebut.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
(iii) Pengaruh signifikan atas “bisnis”.
Jadi kata kuncinya, apakah “kepentingan” yang diakuisisi itu adalah suatu aktivitas bisnis, dan
bukan “bisnis”, yaitu hanya berupa aset atau sekumpulan aset yang bukan merupakan
aktivitas “bisnis”.
Jadi, boleh kita simpulkan bahwa IASB menggunakan pendekatan konsep “bisnis” (business
concept) untuk mengidentifikasi bagaimana pencatatan/akuntansi atas akuisisi yang dilakukan
oleh pihak-pihak dalam JO atas kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO. Suatu
pendekatan yang sebelumnya ini tidak dapat kita temukan dalam IFRS 11, ataupun IAS 31.
Pembahasan Kedua
Pertanyaan yang relevan berikutnya, sesudah kita mengenali bahwa IASB menggunakan
konsep “bisnis” untuk menentukan apakah transaksi atau kejadian akuisisi JO menggunakan
prinsip-prinsip akuntansi , kombinasi bisnis menurut IFRS 3, adalah bagaimana mencatat
transaksi atau kejadian “akuisisi JO” ini?
Permasalahan dengan IAS 31 (yang digantikan dengan IFRS 11) maupun IFRS 11 itu sendiri
tidak memberikan suatu pedoman mengenai bagaimana mencatat “akuisisi” yang dilakukan
oleh pihak investor atau Joint Operator atas suatu “interest” (bagian partisipasi, kepentingan)
dalam suatu JO.
JO ini bisa memiliki aktivitas “bisnis”, atau ada aktivitas “bisnis” yang ditransfer ke dalam JO
pada saat akuisisi dilakukan oleh pihak investor atau Joint Operator.
Paragraf 20 IFRS 11 hanya menyebutkan bahwa Joint Operator wajib mengakui terkait dengan
kepentingan dalam suatu JO, antara lain:
(a) its assets, including its share of any assets held jointly; and
(b) its liabilities, including its share of any liabilities incurred jointly.
Lebih lanjut paragraf 21 IFRS 11 mewajibkan Joint Operator mencatat aset dan liabilitas di
atas sesuai dengan IFRS [atau SAK] yang berlaku atau dapat diterapkan.
Baik paragraf 20 dan 21 IFRS 11 tidak menyatakan secara jelas,
(i) bagaimana pencatatan/akuntansi atas aset dan liabilitas yang diakui pihak Joint
Operator, dan bagian Joint Operator atas aset yang dimiliki (atau dikendalikan)
bersama atau liabilitas yang terutang bersama, dan
www.futurumcorfinan.com
Page 13
(ii) standar [akuntansi] mana yang dimaksud, terutama dalam kaitan “akuisisi JO”.
Tidak adanya petunjuk yang jelas dalam IFRS 11, telah mengakibatkan adanya praktik yang
berbeda-beda terkait akuntansi yang dipergunakan oleh pihak Joint Operator atas transaksi
“akuisisi” kepentingan dalam JO. Sebagian besar, perbedaan perlakuan akuntansi adalah
apakah “akuisisi JO” ini masuk sebagai “akuisisi bisnis” atau “akuisisi aset”.
Beberapa hal yang ditemukan dalam praktek perlakuan akuntansi atas “akuisisi JO”:
Keterangan Akuisisi Bisnis Akuisisi Aset
Harga premium (selisih
lebih), yaitu harga beli yang
dibayarkan di atas nilai wajar
aset neto yang dapat
diidentifikasi, misalnya ini
untuk pembayaran sinergi.
Harga premium ini diakui
sebagai “goodwill”, yaitu
suatu aset yang terpisah
Harga premium dialokasikan
ke aset individual yang
teridentifikasi berdasarkan
perbandingan nilai wajar
masing-masing aset
individual
Aset pajak tangguhan dan
liabilitas pajak tangguhan
yang timbul dari pengakuan
awal atas aset dan liabilitas,
kecuali liabilitas pajak
tangguhan yang timbul dari
pengakuan awal atas
goodwill
Ada yang diakui pada saat
akuisisi kepentingan dalam
JO karena aktivitas JO
adalah suatu bisnis
Tidak diakui karena adanya
pengecualian pengakuan
awal dalam paragraf 15 dan
24 dari IAS 12
Biaya-biaya terkait akuisisi,
atau
Ada yang dibebankan
sebagai biaya dalam periode
berjalan
Ada yang dikapitalisasi ke
dalam nilai perolehan aset
yang diakuisisi
Atas adanya perbedaan perlakuan akuntansi “transaksi JO” di atas inilah, maka IASB
menerbitkan Amandemen IFRS 11 (2014)7
, yang kemudian difinalisasi pada bulan Mei 2014.
7
Amandemen IFRS 11 (2014) yang difinalisasi pada bulan Mei 2014 diawali dengan penerbitan
Exposure Draft ED/2012/7 Acquisition of an Interest in a Joint Operation (Proposed Amendment to IFRS
11) pada bulan December 2012.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Amandemen IFRS 11 (2014) pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan suatu petunjuk
jelas terkait bagaimana pihak investor/Joint Operator membukukan akuisisi atas kepentingan
dalam suatu JO, dimana aktivitas JO ini merupakan aktivitas “bisnis” atau memenuhi definisi
bisnis menurut IFRS 3. Hal ini juga supaya konsisten dengan IFRS 3, bahwa akuisisi “bisnis”
tidak harus merupakan akuisisi atas “entitas”. Dengan demikian, apabila aktivitas JO
memenuhi definisi “bisnis” menurut IFRS 3, maka akuisisi JO tersebut akan menggunakan
prinsip-prinsip [yang relevan] terkait akuntansi kombinasi bisnis sebagaimana diatur oleh IFRS
3, dan standar lainnya, termasuk pengungkapan (disclosure) yang diwajibkan oleh IFRS 3.
Prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis secara umum mencakup:
 Mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada nilai
wajar, kecuali item-item yang dikecualikan dari pengukuran nilai wajar sebagaimana
ditentukan dalam IFRS 3 dan IFRS/IAS lainnya (lihat Paragraf IN9 IFRS 3 terkait
pengecualian pengakuan dan pengukuran pada nilai wajar).
 Mengakui biaya-biaya terkait akuisisi sebagai biaya periode berjalan dimana biaya
tersebut terjadi dan jasa telah diterima atau dikerjakan, kecuali biaya-biaya yang terkait
dengan penerbitan efek hutang atau efek ekuitas, yang diakui sesuai dengan IAS 32
Financial Instruments: Presentation dan IFRS 9 Financial Instruments.
 Mengakui aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari
pengakuan awal atas aset dan liabilitas, kecuali liabilitas pajak tangguhan yang timbul
dari pengakuan awal goodwill.
 Mengakui selisih lebih jumlah imbalan (consideration) yang dialihkan di atas jumlah
neto aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih sebagai goodwill,
jika ada.
Kalau kita gabungkan dengan Pembahasan Pertama, kita bisa melihat bahwa ada 2 (dua)
situasi di sini:
1) Akuisisi atas suatu bagian partisipasi/kepentingan dalam suatu JO yang sudah ada
(existing JO), dengan aktivitas JO merupakan suatu bisnis menurut IFRS 3.
2) Akuisisi atas suatu bagian partisipasi/kepentingan dalam suatu JO berbarengan
dengan pembentukan JO bersangkutan:
 Hadirnya bisnis berbarengan dengan pembentukan JO. Artinya tidak ada bisnis
yang ditransfer ke JO. Pada saat didirikan, praktis, JO belum memiliki bisnis, dan
baru akan menjalankan bisnis.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
 Hadirnya bisnis sudah ada sebelum pembentukan JO, dimana bisnis tersebut
dijalankan oleh salah satu Joint Operator, dan bisnis tersebut turut ditransfer ke
dalam JO yang dibentuk.
Fokusnya adalah pada aktivitas JO, yaitu apakah merupakan bisnis menurut IFRS 3, dan
bisnis tersebut sudah ada pada saat akuisisi dilakukan atas bagian partisipasi/kepentingan
atas JO. Sudah ada di sini, bisa berarti, sudah dijalankan oleh pihak Joint Operator sebelum
akuisisi, atau ada dalam JO itu sendiri.
Ini menarik karena in berarti, melalaui Amandemen IFRS 11 (2014), IASB dapat menerima
bahwa prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 diperluas menjadi akuisisi
atas JO, sepanjang yang diakuisisi adalah memenuhi definisi “bisnis” menurut IFRS 3. Di sini,
yang awalnya akuisisi pengendalian ([full] control) atas bisnis, menjadi diperluas, menjadi
akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, sepanjang:
 sudah ada aktivitas bisnis yang ditransfer ke JO; atau
 aktivitas JO itu sendiri sudah merupakan bisnis.
Pembahasan Ketiga
Namun perluasan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 untuk mencatat
transaksi “akuisisi JO”, bukannya tanpa pertanyaan, yaitu apakah memang tepat.
IASB melihat bahwa karena transaksi ini melibatkan akuisisi atas suatu kepentingan/bagian
partisipasi dalam suatu JO, maka terlepas apakah Joint Operator tidak memperoleh
“pengendalian [penuh]” tetapi hanya “interest”, maka sepanjang bahwa aktivitas JO memenuhi
definisi bisnis menurut IFRS 3, maka perlakuan akuntansinya akan sama, karena fokusnya
adalah transaksi “akuisisi” itu sendiri dan bukan semata-mata pada “bentuk (form)” dari
“pengendalian” atau “interest” itu sendiri. Ini akan mengakibatkan transaksi atau kejadian:
i. kombinasi “bisnis” dan
ii. akuisisi suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO yang aktivitas JO adalah
“bisnis”,
maka kedua transaksi atau kejadian tersebut di atas, perlakuan akuntansinya akan
menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis yang identik (bukan mutlak sama)
dan akan disajikan relatif konsisten dalam laporan keuangan pihak Joint Operator atau pihak
Pengakuisisi.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Analogi menggunakan pendekatan akuisisi atas anak perusahaan bukan sesuatu yang baru
dalam IFRS/IAS, karena kalau diperhatikan Paragraf 26 IAS 28 Investments in Associates and
Joint Ventures mengatur demikian: bahwa prinsip-prinsip yang mendasari prosedur-prosedur
yang digunakan dalam akuntansi untuk akuisisi entitas anak perusahaan wajib digunakan
untuk akuisisi atas entitas asosiasi dan ventura bersama (JV).
Atau selengkapnya dalam teks aslinya:
Many of the procedures that are appropriate for the application of the equity method are similar
to the consolidation procedures described in IFRS 10. Furthermore, the concepts underlying
the procedures used in accounting for the acquisition of a subsidiary are also adopted
in accounting for the acquisition of an investment in an associate or a joint venture.
Jadi dapat kita lihat, prinsip yang sama digunakan untuk 3 (tiga) jenis akuisisi:
 Akuisisi yang mengakibatkan pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas bisnis.
 Akuisisi yang mengakibatkan pihak investor memperoleh pengaruh signifikan dalam
entitas asosiasi atau pengendalian bersama dalam JV [catatan: tidak ada penekanan
terkait apakah “aktivitas” entitas asosiasi atau JV mesti memenuhi definisi bisnis
menurut IFRS 3].
 Akuisisi yang mengakibatkan pihak investor memperoleh suatu kepentingan/bagian
partisipasi dalam JO yang aktivitas JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3.
Kalau kita perhatikan dari ketiga jenis akuisisi di atas, tampak bahwa goodwill (yaitu harga
premium di atas nilai wajar aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih)
diakui secara terpisah, walaupun dalam akuisisi tipe (2) di atas, goodwill yang diperoleh dicatat
sebagai bagian dari nilai tercatat investasi pada entitas asosiasi atau JV, akan tetapi, secara
eksplisit, IAS 28 mengakui kehadiran goodwill ini, dan penurunan nilai (impairment)-nya saja
disebut khusus dalam paragraf tersendiri (lihat paragraf 40-43 IAS 28).
Kita akan lihat beberapa pertanyaan di sini.
 Pertama: Akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO dimana
aktivitas JO adalah suatu bisnis, tidak tepat diperlakukan sebagai akuisisi “aset”.
Menggunakan pendekatan “akuisisi aset” untuk akuisisi JO akan mengakibatkan nilai
wajar dari imbalan (consideration) yang memang digunakan untuk membayar akuisisi
JO, namun masalahnya nilai wajar dari imbalan tersebut dialokasikan ke nilai wajar dari
www.futurumcorfinan.com
Page 17
aset yang diakuisisi dan liabilitas yang diambil alih, dengan tidak pengakuan atas
goodwill yang diakuisisi. (lihat tulisan penulis berjudul “PSAK 22 (revisi 2010) Tentang
Kombinasi Bisnis: Biaya-Terkait Akuisisi Bisnis” terkait teknik alokasi biaya untuk
akuisisi aset).
Pengalokasian harga premium (yang merupakan goodwill) menggunakan perbandingan
nilai wajar masing-masing aset teridentifikasi juga kemungkinan bisa mengakibatkan
bahwa nilai tercatat aset individual melebihi nilai wajar aset tersebut.
Penggunaan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 untuk akuisisi
JO dimana aktivitas JO adalah “bisnis” akan menghendaki pengakuan terpisah atas
goodwill8
, jika ada, dibandingkan dengan mengalokasikan harga premium ke masing-
masing aset [dan liabilitas] teridentifikasi yang diperoleh berdasarkan perbandingan
nilai wajar masing-masing aset [dan liabilitas] tersebut.
Pengguna laporan keuangan cenderung menghendaki bahwa kalau ada goodwill hadir
dalam suatu transaksi (dimana sebagian besar, pada saat suatu bisnis diakuisisi),
untuk diakui secara terpisah. Ini juga bisa berarti, dalam hal terjadi akuisisi bagian
partisipasi/kepentingan dalam JO dimana walaupun pihak Joint Operator tidak
memperoleh “pengendalian”, namun pada intinya, ada goodwill yang hadir karena
aktivitas JO sendiri memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Dengan demikian,
perlakuan akuntansinya akan konsisten, yaitu sepanjang melibatkan akuisisi atas
‘bisnis”, maka akan diperlakukan dengan cara yang sama dalam laporan keuangan
pihak pengakuisisi.
Namun pengakuan goodwill secara terpisah juga menimbulkan permasalahan
tersendiri, karena berbeda dengan akuisisi atas “bisnis” dalam transaksi atau kejadian
kombinasi bisnis, maupun dalam akuisisi atas entitas asosiasi atau JV, JO pada
8
Mengingat bahwa goodwill diakui dalam akuisisi JO, perlu diperhatikan bahwa seharusnya definisi
goodwill dalam Appendix A Defined Terms of IFRS 3 menjadi:
An asset representing the future economic benefit arising from other assets acquired in a business
combination or an acquisition of an interest in a joint operation in which the activity of the joint operation
constitutes a business and the acquisitions of interests in joint ventures and associates, which are not
individually identified and separately recognized.
Namun IASB tidak berpikir definisi goodwill perlu diubah mengingat bahwa Amandemen IFRS 11 (2014)
terkait akuisisi JO hanya menggunakan pemikiran “analogi” prinsip-prinsip yang ada dalam akuntansi
kombinasi bisnis.
www.futurumcorfinan.com
Page 18
umumnya dibentuk dengan tujuan tertentu, dan kalau tujuan tersebut sudah tercapai,
JO akan bubar dengan sendirinya. Dengan kata lain, JO memiliki jangka waktu atau
“masa hidup” yang telah ditentukan atau terbatas. Di lain pihak, goodwill yang diakui
dalam akuisisi JO selalu diasumsikan memiliki masa manfaat yang tidak dapat
ditentukan (indefinite), bukan tidak terbatas (infinite) (lihat IAS 36 Impairment of Assets)
sehingga goodwill tidak boleh diamortisasi tetapi wajib diuji apakah mengalami
penurunan nilai atau tidak (impairment testing) (lihat paragraf 10(b) IAS 36).
Karena usia JO umumnya terbatas, maka bisa jadi, pengakuan goodwill secara
terpisah pada akuisisi JO akan mengakibatkan kemungkinan dilakukannya pengakuan
penurunan nilai atas goodwill menjelang akhir periode kerjasama JO. Hal ini dapat
menimbulkan pertanyaan dari pengguna laporan keuangan Joint Operator karena
walaupun kerjasama JO tersebut mencetak laba, namun kerugian akibat penurunan
nilai goodwill tetap diakui, semata-mata karena kerjasama JO telah berakhir. Jadi
penurunan nilai goodwill lebih terkait dengan jangka waktu JO dan bukan pada
indikator sebagaimana disebutkan dalam IAS 36.
Sayangnya pada saat ini IAS/IFRS hanya memiliki 1 pendekatan terhadap goodwill,
yaitu impairment testing, sesuatu yang sulit dihindari.
 Kedua: IASB memutuskan menggunakan penerapan prinsip-prinsip akuntansi
kombinasi bisnis menurut IFRS 3 ke dalam akuisisi JO, padahal yang diakuisisi bukan
JO, tetapi “kepentingan/bagian partisipasi” dalam JO.
Akuisisi “kepentingan/bagian partisipasi dalam JO” ini berbeda dengan kombinasi
bisnis, dimana akuisisi “pengendalian” atas suatu bisnis mengakibatkan pengakuan
SELURUH aset dan liabilitas bisnis tersebut, sedangkan dalam akuisisi JO, Joint
Operator:
 hanya memperoleh suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dan
 akan mengakui bagian atas aset dan liabilitas hanya jika Joint Operator
memperoleh bagian atas aset dan liabilitas [yang berbagi pengendalian
bersama dan tanggungjawab bersama].
Jadi bisa jadi, pihak Joint Operator hanya:
Mengakui aset dan liabilitas yang memang milik Joint Operator, dan tidak ada
pengakuan atas bagian atas aset atau liabilitas JO, karena misalnya, perjanjian
www.futurumcorfinan.com
Page 19
kontraktual JO hanya memberikan hak Joint Operator yang bersangkutan atas
bagiannya dalam pendapatan, biaya, atau output dari JO.
Penggunaan prinsip-prinsip IFRS 3 untuk akuntansi “akuisisi JO” ini agak
membingungkan karena apakah ini berarti “kepentingan/bagian partisipasi dalam JO”
perlu diartikan sama dengan “bisnis”, sehingga akuisisi JO perlu menggunakan prinsip-
prinsip dalam IFRS 3? Coba kita lihat lebih jauh:
 Pertama, suatu “kepentingan atau bagian partisipasi” dalam JO jelas tidak
mempunyai input dan proses yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan
output, sebagaimana dipersyaratkan dalam definisi bisnis menurut IFRS 3.
 Kedua, memperoleh suatu “kepentingan atau bagian partisipasi dalam JO” apakah
ini lebih merupakan akuisisi atas “aset” dan bukan akuisisi atas “bisnis”?
Lalu mengapa digunakan IFRS 3?
Walaupun ada beberapa catatan sebagaimana disebutkan di atas, IASB lebih
menekankan pada pendekatan holistik atau komprehensif, dan bukan hanya parsial,
yaitu:
Paragraf 21A Amandemen IFRS 11 (2014) menyebutkan bahwa:
When an entity acquires an interest in a joint operation in which the activity of the joint
operation constitutes a business, as defined in IFRS 3, it shall apply, to the extent of its
share in accordance with paragraph 20, all of the principles on business combinations
accounting in IFRS 3, and other IFRSs, that do not conflict with the guidance in this
IFRS and disclose the information that is required in those IFRSs in relation to business
combinations. This applies to the acquisition of both the initial interest and additional
interests in a joint operation in which the activity of the joint operation constitutes a
business. The accounting for the acquisition of an interest in such a joint operation is
specified in paragraphs B33A–B33D.
Pemikiran di belakang Paragraf 21A di atas secara tidak langsung mengharuskan pihak
investor (sebagai pihak pengakuisisi) wajib melihat aktivitas JO secara keseluruhan
guna menentukan apakah ia merupakan suatu bisnis dan guna menentukan apakah
relevan untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3
dan standar lainnya. Jadi di sini, penggunaan prinsip-prinsip dalam IFRS 3 tidak hanya
semata-mata melihat apakah sepotong “kepentingan/bagian partisipasi individual”
www.futurumcorfinan.com
Page 20
dalam JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Pendekatan komprehensif atau
holistik dirasakan jauh lebih baik daripada pendekatan hanya melihat “sepotong
kepentingan/bagian partisipasi dalam JO”, karena pendekatan ini perlu melihat semua
fakta relevan yang ada, yaitu apakah aktivitas dan aset dari JO itu sendiri secara
keseluruhan memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3.
Kalau kita tilik paragraf 20 IFRS 11 sendiri mewajibkan pihak Joint Operator untuk
mengakui terkait kepentingan/bagian partisipasinya dalam JO:
Bagiannya (its share) atas aset, liabilitas, pendapatan dan biaya.
Hal ini secara tidak langsung, sebelum pihak Joint Operator dapat mengakui bagiannya
di atas, pihak Joint Operator mau tidak mau, perlu terlebih dahulu, mengidentifikasi
SEMUA aset, liabilitas, pendapatan dan biaya-biaya JO.
Artinya, seluruh aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO perlu diidentifikasi dan
ditentukan terlebih dahulu, dan sesudah itu, pihak Joint Operator baru bisa mengakui
dan mengukur bagiannya dari seluruh aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO.
Jelas, secara logika, pihak Joint Operator lebih “concern” atau peduli terlebih dahulu
dengan JO itu sendiri, mencakup aset, liabilitas, pendapatan dan biaya, serta aktivitas
JO, , dibandingkan dengan hanya semata-mata melihat sepotong “bagiannya”. Artinya,
pihak Joint Operator akan berusaha melihat seberapa besar dan apa saja yang ada di
JO terlebih dahulu, sebelum menentukan apakah Joint Operator mempunyai “bagian”
dalam apa saja dalam JO.
Jangan lupa, bahwa inti IFRS 11 adalah keharusan mencerminkan “hak” dan
“kewajiban” dari seorang pihak yang berbagi joint control dalam suatu “pengaturan
bersama (joint arrangement)”. Jadi di sini hadir pengertian, bahwa “sebagian” ada
karena “seluruhnya” ada. Keseluruhan aktivitas dan aset JO itu sendiri perlu ada dan
di-assess, sebelum pihak Joint Operator dapat menentukan “hak” dan “kewajiban”-nya
atas “sebagian” aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO.
 Ketiga: IFRS 11, berbeda dengan IAS 31, sudah tidak memperbolehkan penggunaan
“konsolidasi proporsional”, dan IFRS 3 sendirinya sebagian besar didasarkan pada
konsep entitas (entity concept), sedangkan JO sendiri juga bukan merupakan bagian
dari “entitas grup”. Hanya perusahaan induk dan anak perusahaan yang merupakan
www.futurumcorfinan.com
Page 21
bagian dari suatu “entitas grup” (Group is parent and its subsidiaries, menurut Appendix
A Defined Terms of IFRS 10).
Apakah ini berarti bahwa penggunaan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam
IFRS 3 dan standar lainnya atas akuntansi akuisisi JO, secara tidak langsung, terjadi
penerapan akuntansi konsolidasi proporsional, suatu pendekatan yang telah ditiadakan
dalam IFRS 11.
IASB mencatat bahwa ada 2 (dua) perbedaan utama antara akuntansi untuk JO dan
konsolidasi proporsional (lihat paragraf BC38 IFRS 11):
a) IFRS 11 mewajibkan pihak JO untuk mengakui aset, liabilitas, pendapatan dan
biaya sesuai dengan bagian Joint Operator atas aset, liabilitas, pendapatan dan
biaya JO sebagaimana ditentukan dan diuraikan dalam kesepakatan kontraktual,
dan tidak semata-mata didasarkan pada pengakuan porsi kepemilikan (ownership
interest) pihak Joint Operator dalam JO; dan
b) Tidak ada perbedaan akuntansi untuk bagian partisipasi/kepentingan pihak Joint
Operator dalam JO antara laporan keuangan terpisah (separate financial
statements) yang diterbitkan oleh pihak Joint Operator dengan laporan keuangan
konsolidasi Joint Operator.
Akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya pada umumnya
didasarkan pada konsep entitas (entity concept)9
, dimana entitas induk dan entitas
anak dianggap sebagai satu kesatuan entitas pelaporan (reporting entity) sebagaimana
tercermin dalam laporan keuangan konsolidasi, meskipun kedua entitas tersebut dalam
kenyataannya merupakan entitas yang terpisah secara legal. Penerapan konsep entitas
ini berimplikasi pada:
 Penerapan akuntansi kombinasi bisnis hanya satu kali, yaitu pada saat
diperolehnya pengendalian atas bisnis (dalam hal ini entitas anak);
 Pengakuan atas seluruh aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang
diambil-alih; dan
 Pengakuan kepentingan non-pengendali (dalam hal kepemilikan tidak 100%).
9
Pembaca bisa membaca perbedaan Entity (Economic Unit) Theory, Parent Theory dan Proprietary
Theory terkait teori konsolidasi, dalam buku Advanced Financial Accounting : An IAS and IFRS
Approach (Updated Edition), tulisan Pearl Tan Hock Neo dan Peter Lee Lip Nyean. Singapore: McGraw-
Hill Education (Asia). 2009. Bab 2: Group Reporting I: Concepts and Context. Halaman 46-48.
www.futurumcorfinan.com
Page 22
Namun ini tidak sama dengan apa yang diakui oleh pihak Joint Operator. Pihak Joint
Operator hanya mengakui “bagiannya” atas aset dan liabilitas (dan tidak mencakup
bagian pihak Joint Operator atau non-Joint Operator dalam JO), dan menerapkan
paragraph 20 dan 21 IFRS 11, yaitu:
Mengakui “[tambahan] bagiannya” dalam aset yang dimiliki bersama dan liabilitas yang
ditanggung bersama pada saat pihak Joint Operator meningkatkan kepentingan atau
bagian partisipasi-nya dalam JO.
Jadi, dapat kita lihat, pada waktu dikatakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis
menurut IFRS 3 dan standar lainnya diterapkan bagi pihak Joint Operator pada saat
melakukan akuisisi [tambahan] kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana
aktivitas JO adalah suatu bisnis, hal ini tidak berarti konsep entitas sebagaimana
banyak diacu dalam IFRS 3 atau standar lainnya menjadi berlaku. Ada 2 hal yang
berbeda:
 IFRS 3 yang banyak menggunakan konsep entitas; dengan
 Konsep entitas itu sendiri
Prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 digunakan, namun tidak
serta merta, sama konsep entitas itu sendiri itu sendiri digunakan. Artinya, prinsip-
prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tetap bisa digunakan oleh pihak JO
pada saat melakukan akuisisi JO dengan aktivitas bisnis.
Konsep entitas sendiri lebih relevan pada saat persentase kepemilikan entitas induk
dalam entitas anak, kurang dari 100%, dimana situasi ini memunculkan adanya
kepentingan non-pengendali dalam entitas anak. Konsep entitas melihat bahwa
kepentingan non-pengendali dianggap merupakan pemegang saham yang sama
pentingnya dalam entitas grup (atau combined entity), sama kedudukannya seperti
pemegang saham pengendali. Artinya, berdasarkan konsep entitas, perbedaan antara
entitas induk dan kepentingan non-pengendali tidaklah penting, keduanya disajikan
sebagai bagian dari ekuitas entitas grup.
Konsep entitas sendiri tidak dipakai oleh pihak Joint Operator pada saat mencatat
transaksi “akuisisi JO” karena pengakuannya atas “bagiannya” dalam aset dan liabilitas
JO, tidak mencakup bagian pihak Joint Operator atau non-Joint Operator dalam JO.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
Hal yang sama dapat kita temukan, dimana pada saat konsolidasi proporsional
diterapkan, prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis mengalami penyesuaian ketika
pihak Joint Venturer memperoleh bagian partisipasi/kepentingan dalam Jointly
Controlled Entity, seperti nyata dalam paragraf 33 IAS 31:
The application of proportionate consolidation means that the statement of financial
position of the venturer includes its share of the assets that it controls jointly and its
share of the liabilities for which it is jointly responsible. The statement of comprehensive
income of the venturer includes its share of the income and expenses of the jointly
controlled entity. Many of the procedures appropriate for the application of
proportionate consolidation are similar to the procedures for the consolidation of
investments in subsidiaries, which are set out in IAS 27.
Jadi dapat kita lihat bahwa walaupun ada perbedaan dalam penerapannya, bukan
berarti prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tidak dapat
dipergunakan.
 Keempat: Akuisisi “kepentingan/bagian partisipasi dalam JO” bukankah ia merupakan
akuisisi aset10
dan bukan akuisisi bisnis, mengingat IFRS 11 pada intinya menghendaki
pengakuan hak dan kewajiban pihak Joint Operator (ataupun non-Joint Operator) atas
aset dan liabilitas JO?
IASB tetap berpendapat bahwa memperoleh “hak atas aset dan kewajiban atas
liabilitas” tidak berarti ini otomatis merupakan akuisisi aset. Argumennya demikian:
Dalam kombinasi bisnis, yang merupakan akuisisi bisnis, walaupun pihak pengakuisisi
“hanya” memperoleh hak atas aset dan kewajiban atas liabilitas, namun kita tahu
bahwa dari IFRS 3, pihak pengakuisisi, pada saat memperoleh pengendalian atas
suatu bisnis, ia juga mengakui bagian dari pihak kepentingan non-pengendali, dan
menyajikan bagian pihak kepentingan non-pengendali sebagai bagian dari ekuitas
entitas “grup” dalam laporan keuangan konsolidasi.
Hal yang berbeda, kita dapatkan bahwa pada saat pihak pengakuisisi (investor/Joint
Operator) bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, “hanya” mengakui bagiannya
sendiri dari aset dan liabilitas.
10
Dalam perusahaan-perusahaan yang memproduksi minyak dan gas, akuisisi suatu
kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah suatu bisnis, umum diperlakukan
sebagai akuisisi aset.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Jadi kita lihat perbedaan antara:
(i) suatu kombinasi bisnis (yang adalah akuisisi juga atas pengendalian atas aset
dan liabilitas, makanya diakui seluruhnya dalam laporan keuangan konsolidasi)
dengan
(ii) akuisisi atas suatu bagian partisipasi/kepentingan dalam JO yang aktivitasnya
adalah bisnis,
bahwa pihak pengakuisisi/investor tidak mengakui seluruh aset tetapi hanya bagiannya
sendiri atas aset tersebut dalam JO.
Secara prinsip, sama saja. Yang pertama, yaitu dalam kombinasi bisnis, mengakui
seluruh aset dan liabilitas, dan yang kedua, yaitu dalam akuisisi JO yang aktivitas JO
adalah bisnis, mengakui sebagian aset dan liabilitas JO, sesuai hak kepemilikannya
yang diatur dalam kesepakatan kontraktural.
Jadi di sini, penekanan pada substansi ekonomis dari pengaturan (arrangement) dan
bukan pada bentuk legal (legal form). Pengakuan, baik seluruh, atau sebagian, ha
katas aset dan kewajiban atas liabilitas, tidaklah serta merta merupakan akuisisi aset.
Mengapa prinsip ini bisa kita terima dalam kombinasi bisnis menurut IFRS 3, dan lalu
tidak bisa diterapkan pada transaksi atau kejadian akuisisi JO yang aktivitas JO adalah
bisnis?
Untuk itulah Amandemen IFRS 11 (2014) menggunakan prinsip-prinsip akuntansi
kombinasi bisnis menurut IFRS 3 ke dalam akuntansi akuisisi JO dimana aktivitas JO
adalah bisnis.
Walaupun JO bukan merupakan bagian dari grup (yang terdiri dari induk perusahaan
dan anak perusahaan), komposisi grup itu sendiri diakui mengalami perubahan akibat
akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO. Hal ini terjadi karena pihak Joint
Operator:
 mengakui bagiannya atas aset yang diperoleh dan liabilitas yang turut
ditanggung; dan/atau
 melepas (derecognize) aset dan liabilitas yang diberikan sebagai
imbalan/pembayaran (consideration).
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Mengakui bagian atas aset (dan liabilitas, pendapatan dan biaya) dalam JO, apakah ini
mirip akuisisi atas aset? Apakah memperoleh hak atas aset dan timbul kewajiban atas
liabilitas mirip dengan akuisisi aset?
Rasanya, tidak.
Isunya, sebetulnya, bukan bahwa “memperoleh hak atas aset dan liabilitas”, apakah ini
akuisisi bisnis atau akuisisi aset, tetapi lebih kepada apakah aset dan liabilitas itu
membentuk bisnis menurut definisi bisnis dalam IFRS 311
.
 Keenam: Mengapa prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tetap dipakai
untuk akuntansi akuisisi tambahan kepentingan atau bagian partisipasi dalam JO12
,
padahal prinsip yang sama tidak dipakai untuk akuntansi akuisisi atas tambahan
kepentingan dalam suatu bisnis (atau entitas anak) dimana pihak pengakuisisi sudah
memiliki pengendalian? IFRS 3 (revised 2008) dan IFRS 10 menggunakan argumen
konsep entitas untuk tidak menggunakan prinsip yang sama.
Menurut konsep entitas, entitas induk dan anak perusahaan dianggap sebagai satu
entitas dalam laporan keuangan konsolidasi. Ini berarti bahwa pihak pengakuisisi
bisnis:
a) Mengakui seluruh aset teridentifikasi dan liabilitas, yaitu mencakup juga bagian
kepentingan non-pengendali; dan
b) Akuisisi atas tambahan kepentingan dalam bisnis akan dianggap sebagai transaksi
antara para pemegang saham dalam kapasitas mereka sebagai pemegang saham
dan akuisisi tambahan kepentingan dalam “grup” ini akan dianggap sebagai
transaksi antar para pemegang saham.
JO sebaliknya dianggap bukan merupakan bagian dari suatu entitas “grup” (lihat
definisi “grup”, yaitu hanya terdiri dari entitas induk dan entitas anak, dalam Appendix A
Defined Terms of IFRS 10), karena ia merupakan “pengaturan kontraktual” (contractual
arrangement) dengan grup/entitas lainnya. Dengan demikian, pihak Joint Operator
hanya mengakui bagiannya dalam aset yang dimiliki bersama dan liabilitas yang
ditanggung bersama dan transaksi dengan pihak lainnya yang juga memiliki
11
Definisi bisnis sendiri tidak mengharuskan pihak pengakuisisi untuk memperoleh hak atas arus kas
neto dari bisnis.
12
Umum yang terjadi adalah akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, dan jarang terjadi,
akuisisi tambahan kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang sudah berjalan.
www.futurumcorfinan.com
Page 26
kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, adalah transaksi dengan pihak ketiga (lihat
paragraf 20 IFRS 11).
Namun perlu diperhatikan bahwa kebanyakan prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam
IFRS 3 dan standar lainnya tidak seluruhnya didasarkan pada konsep entitas, misalnya
digunakannya pengukuran nilai wajar untuk aset teridentifikasi dan liabilitas, pengakuan
terpisah atas goodwill, pembebanan biaya terkait akuisisi sebagai biaya periode
berjalan, dan lain-lain.
Perbedaan ini berarti bahwa prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3
dan standar lainnya dimana ada sebagian yang didasarkan pada konsep entitas dan
sebagian tidak didasarkan pada konsep entitas, tetap dapat dipergunakan.
Permasalahan terhadap akuisisi tambahan kepentingan dalam JO yang aktivitasnya
adalah bisnis adalah, kalau dibandingkan dengan IFRS 3, unsur yang tidak ada, adalah
bahwa akuisisi ini tidak berakhir pada diperolehnya pengendalian.
Namun demikian, amandemen IFRS 11 tetap berlaku juga untuk akuisisi tambahan
kepentingan dalam JO karena yang dilihat bukan pada tambahan kepentingan yang
diperoleh, akan tetapi pada fakta bahwa telah terjadi akuisisi kepentingan, terlepas
apakah ini kepentingan awal (initial interest) atau kepentingan tambahan (additional
interest) dalam JO, dimana aktivitas JO itu sendiri sudah merupakan bisnis.
IASB ingin memastikan bahwa akuisisi atas kepentingan awal maupun tambahannya,
tetap mewajibkan terjadinya:
a) Terjadinya pengukuran nilai wajar atas aset teridentifikasi dan liabilitas (selain
item-item yang dikecualikan dari pengukuran nilai wajar, yang disebutkan oleh
IFRS 3 dan standar lainnya).
b) Biaya-terkait akuisisi dibebankan pada periode terjadinya biaya dan jasa
diterima pihak pengakuisisi, kecuali kalau biaya tersebut terkait dengan
penerbitan efek hutang atau efek ekuitas, yang diakui sesuai dengan IAS 32
Financial Instruments: Presentation, dan IFRS 9 Financial Instruments.
c) Pengakuan atas aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang
timbul dari pengakuan awal atas aset dan liabilitas, kecuali liabilitas pajak
tangguhan yang timbul dari pengakuan awal goodwill; dan
www.futurumcorfinan.com
Page 27
d) Pengakuan goodwill, atas “selisih lebih” imbalan (consideration) yang
dibayarkan, di atas nilai aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang
diambil alih, pada tanggal akuisisi.
Yang perlu diatur lebih lanjut, adalah pada saat diperolehnya tambahan kepentingan
dalam JO, apakah kepentingan sebelumnya perlu dilakukan pengukuran ulang
(remeasurement) ke nilai wajarnya pada tanggal diperolehnya tambahan kepentingan
tersebut?
Paragraf 33C Amandemen IFRS 11 (2014) mengatakan bahwa pengukuran kembali ke
nilai wajar tidak perlu dilakukan, sepanjang tidak perubahan pada joint control yang
sudah dimiliki oleh pihak investor/pengakuisisi13
.
Selengkapnya:
A joint operator might increase its interest in a joint operation in which the activity of the
joint operation constitutes a business, as defined in IFRS 3, by acquiring an additional
interest in the joint operation. In such cases, previously held interests in the joint
operation are not remeasured if the joint operator retains joint control.
 Ketujuh: Pembentukan JO berbarengan dengan pembentukan bisnis atau timbulnya
Bisnis
Paragraph B33B dari Amandemen IFRS 11 (2014) menyebutkan bahwa:
13
Tidak adanya pengukuran kembali “kepentingan sebelumnya” bukan merupakan pendekatan baru
karena pendekatan yang sama juga sudah diterapkan pada saat investasi pada entitas asosiasi berubah
menjadi entitas JV atau investasi pada entitas JV berubah menjadi investasi pada entitas asosiasi,
sepanjang metode ekuitas tetap dipergunakan, kepentingan yang masih dimiliki (retained interest) pada
entitas yang sama tidak perlu dilakukan pengukuran ulang ke nilai wajarnya. Jadi walaupun hilangnya
joint control atau hilangnya pengaruh signifikan merupakan suatu kejadian ekonomi yang signifikan atau
penting (significant economic event), sama seperti hilangnya pengendalian, IASB dalam proyek Joint
Venture (lihat paragraph 24 IAS 28 (2011)), memutuskan bahwa hilangnya joint control atau hilangnya
pengaruh signifikan, tidaklah sama kadar pentingnya seperti hilangnya pengendalian dalam suatu grup.
Mempertimbangkan hal di atas, dapat dimengerti mengapa IASB lalu memutuskan bahwa hilangnya
joint control tidak mengakibatkan pengukuran kembali ke nilai wajar, apalagi kalau tidak terjadi
perubahan joint control.
www.futurumcorfinan.com
Page 28
Paragraphs 21A and B33A also apply to the formation of a joint operation if, and only
if, an existing business, as defined in IFRS 3, is contributed to the joint operation on
its formation by one of the parties that participate in the joint operation. However, those
paragraphs do not apply to the formation of a joint operation if all of the parties that
participate in the joint operation only contribute assets or groups of assets that do not
constitute businesses to the joint operation on its formation.
Paragraf di atas mengatur bahwa prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut
Amandemen IFRS 11 (2014) terkait akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO
pada saat pembentukan JO hanya berlaku kalau bisnis JO tersebut sudah ada, baik
bisnis sudah dijalankan oleh JO, atau bisnis yang ada dikontribusikan oleh Joint
Operator pada saat akuisisi terjadi. Kalau tidak ada bisnis (yang sudah ada terlebih
dahulu) turut dikontribusikan ke JO, berarti tidak ada bisnis yang diakuisisi, dan
transaksi atau kejadian akuisisi JO ini dianggap merupakan akuisisi aset. Secara
logika, kalau tidak ada bisnis yang dikontribusikan ke dalam JO, berarti, pihak
pengakuisisi tidak akan membayar harga premium (=goodwill) di atas nilai wajar aset
neto teridentifikasi atau turut mengambil bagian dalam goodwill.
Namun di lain pihak, sebetulnya prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut
IFRS 3 dan standar lainnya seharusnya tetap dapat digunakan walaupun pada saat
pembentukan JO, tidak ada bisnis yang dikontribusikan ke JO yang bersangkutan. Hal
ini mengingat bahwa pada saat pembentukan JO, tidak menutup kemungkinan,
munculnya sinergi bisnis dari aset-aset yang tidak teridentifikasi lainnya, dan dengan
turut mengambil bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, pihak Joint Operator secara
langsung juga mengambil bagian dalam aset-aset tersebut walaupun tidak
teridentifikasi. Mengakui goodwill pada saat pembentukan JO yang berbarengan
dengan pembentukan bisnis, yaitu titik waktu terjadinya bisnis dan titik waktu
pembentukan JO berbarengan, akan bisa meniadakan adanya pengakuan atas
internally generated goodwill, sesuatu yang dilarang dalam IAS 38.
Tampaknya pendekatan ini ditolak oleh IASB, karena tidak jelas, apakah ada
perbedaan praktik perlakuan akuntansi terkait pembentukan JO bersamaan dengan
pembentukan bisnis. Perbedaan perlakuan akuntansi justru banyak ditemukan untuk
situasi dimana:
www.futurumcorfinan.com
Page 29
 JO sudah terbentuk dan ada bisnisnya, dan lalu pihak investor mengambil
bagian partisipasi/kepentingan dalam JO dari pihak Joint Operator lainnya, atau
pihak investor lainnya; atau
 Pihak investor pada saat mengambil bagian partisipasi/kepentingan dalam JO,
mengkontribusikan bisnisnya ke dalam JO.
Jadi kalau kita perhatikan, digunakan kata “existing business”, dan bukan pada
“existing JO”, yang berarti:
 Akuisisi atas “existing” JO dimana sudah ada bisnisnya dalam JO.
 Demikian juga, JO yang baru dibentuk (jadi tidak ada “existing” JO), namun
sudah ada “existing” bisnis yang dikontribusikan ke dalam JO, berbarengan
dengan pembentukan JO.
Jadi di sini, Amandemen IFRS 11 (2014) lebih berfokus atau menekankan bahwa
aktivitas JO sudah merupakan bisnis pada tanggal akuisisi atau pada saat akuisisi
terjadi, dimana pendekatan ini konsisten dengan prinsip-prinsip menurut IFRS 3 yaitu
akuisisi mesti memenuhi definisi kombinasi bisnis pada tanggal akuisisi, karena akuisisi
dilakukan atas “bisnis” dan bukan atas “entitas”.
 Kedelapan: Kata-kata “Standar lainnya”, yang tidak bertentangan dengan IFRS 3, atau
sejalan dengan akuntansi kombinasi bisnis.
Amandemen IFRS 11 (2014) menggunakan kata-kata “all of the principles on business
combinations accounting in IFRS 3, and other IFRSs, that do not conflict with the
guidance in this IFRS”, ini menurut penulis tepat, karena penggunaan IFRS 3 secara
total dan tidak semata-mata prinsip-prinsip yang relevan, akan berakibat, bahwa pihak
investor/Joint Operator mengakui “seluruh” aset dan liabilitas, termasuk bagian pihak
investor lainnya dalam JO, dan hal-hal yang diharuskan konsep entitas.
Selengkapnya paragraf B33A dari Amandemen IFRS 11 (2014):
When an entity acquires an interest in a joint operation in which the activity of the joint
operation constitutes a business, as defined in IFRS 3, it shall apply, to the extent of its
share in accordance with paragraph 20, all of the principles on business combinations
www.futurumcorfinan.com
Page 30
accounting in IFRS 3, and other IFRSs, that do not conflict with the guidance in this
IFRS and disclose the information required by those IFRSs in relation to business
combinations. The principles on business combinations accounting that do not conflict
with the guidance in this IFRS include but are not limited to:
(a) measuring identifiable assets and liabilities at fair value, other than items for which
exceptions are given in IFRS 3 and other IFRSs;
(b) recognizing acquisition-related costs as expenses in the periods in which the costs
are incurred and the services are received, with the exception that the costs to issue
debt or equity securities are recognized in accordance with IAS 32 Financial
Instruments: Presentation and IFRS 9 Financial Instruments (IAS 39 Financial
Instruments: Recognition and Measurement).
(c) recognizing deferred tax assets and deferred tax liabilities that arise from the initial
recognition of assets or liabilities, except for deferred tax liabilities that arise from the
initial recognition of goodwill, as required by IFRS 3 and IAS 12 Income Taxes for
business combinations;
(d) recognizing the excess of the consideration transferred over the net of the
acquisition-date amounts of the identifiable assets acquired and the liabilities assumed,
if any, as goodwill; and
(e) testing for impairment a cash-generating unit to which goodwill has been allocated
at least annually, and whenever there is an indication that the unit may be impaired, as
required by IAS 36 Impairment of Assets for goodwill acquired in a business
combination
Di sini, IASB memutuskan untuk menggunakan semua prinsip akuntansi kombinasi
bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya, guna mencatat akuisisi kepentingan/bagian
partisipasi [dan tambahannya], oleh pihak investor atau Joint Operator dalam suatu JO,
yang aktivitas JO tersebut adalah bisnis menurut definisi bisnis menurut IFRS 3.
Sekilas kita lihat bahwa berbeda dengan akuisisi atau kombinasi bisnis, transaksi atau
kejadian akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam suatu JO tidak memenuhi
definisi kombinasi bisnis menurut IFRS 3.
Definisi “kombinasi bisnis” menurut IFRS 3:
www.futurumcorfinan.com
Page 31
A transaction or other event in which an acquirer obtains control of one or more
businesses. Transactions sometimes referred to as ‘true mergers’ or ‘mergers of
equals’ are also business combinations as that term is used in this IFRS.
Hal ini mengingat bahwa hanya aset dan aktivitas JO secara keseluruhan yang dapat
merupakan bisnis, dan pihak pengakuisisi (yaitu pihak investor atau Joint Operator)
jelas tidak memperoleh “pengendalian” atas bisnis tersebut.
Di sini ada 2 (dua) perbedaan cara melihatnya:
 JO secara keseluruhan, berikut aset dan aktivitasnya; atau
 “Bagian” Joint Operator dalam JO.
Ya, JO secara keseluruhan dapat memenuhi definisi “bisnis” menurut IFRS 3, namun
tetap saja akuisisi JO bukan merupakan atau tidak memenuhi definisi “kombinasi
bisnis” menurut IFRS 3, karena pihak pengakuisisi hanya mengakuisisi “[se-]bagian”
partisipasi/kepentingan dalam JO, dan tidak serta-merta berarti pihak pengakuisisi
memperoleh “pengendalian” atas bisnis JO secara keseluruhan.
Kalau pihak pengakuisisi hanya memperoleh “bagian partisipasi/kepentingan” dalam
JO, lalu apa yang dikendalikan? Bagian partisipasi/kepentingan dalam JO jelas bukan
merupakan “bisnis” menurut IFRS 3. Dengan demikian, dengan hanya memperoleh
“bagian partisipasi/kepentingan” dalam JO yang jelas bukan “bisnis” maka transaksi
atau kejadian akuisisi tersebut bukan merupakan transaksi atau kejadian “kombinasi
bisnis” sehingga mestinya, prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis IFRS 3 tidak
dapat dipergunakan.
Dengan kata lain, walaupun aset dan aktivitas JO secara keseluruhan memenuhi
definisi bisnis menurut IFRS 3, namun transaksi atau kejadian akuisisi bagian
partisipasi/kepentingan dalam JO, bukan merupakan transaksi atau kejadian
“kombinasi bisnis”.
Namun demikian, menurut IASB, hal-hal di atas tidak berarti serta-merta bahwa prinsip-
prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tidak dapat dipergunakan untuk
mencatat transaksi atau kejadian “akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam JO
dimana aktivitas JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3”, oleh pihak investor atau
Joint Operator.
www.futurumcorfinan.com
Page 32
Pertama, secara definisi, seorang Joint Operator memiliki joint control atas “aktivitas
yang relevan” dari JO.
Definisi menurut Appendix A Defined Terms of IFRS 11:
 Joint Control : The contractually agreed sharing of control of an arrangement,
which exists only when decisions about the relevant activities require the
unanimous consent of the parties sharing control
 Joint Operation: A joint arrangement whereby the parties that have joint control of
the arrangement have rights to the assets, and obligations for the liabilities, relating
to the arrangement.
 Joint Operator: A party to a joint operation that has joint control of that joint
operation.
Definisi menurut Appendix A Defined Terms of IFRS 10:
 Control over an investee: An investor controls an investee when the investor is
exposed, or has rights, to variable returns from its involvement with the investee
and has the ability to affect those returns through its power over the investee.
 Power: Existing rights that give the current ability to direct the relevant activities.
 Relevant activities: For the purpose of this IFRS, relevant activities are activities of
the investee that significantly affect the investee’s returns.
Jadi benang merahnya, melalui joint control, akarnya adalah control, dan control ini
berlaku untuk aktivitas yang relevan dari pihak investee.
Akan tetapi, bukankah ada perbedaan antara “control” dengan “joint control”?
IASB tetap memutuskan untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis
menurut IFRS 3 dalam mencatat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi atas JO yang
aktivitasnya adalah bisnis, padahal diketahui bahwa memperoleh control dan
memperoleh joint control atas bisnis, ada dua hal yang berbeda
Hal ini tampak bahwa pada akuisisi JO, bisnis JO tidak serta-merta berarti digabungkan
atau diintegrasikan dengan bisnis pihak pengakuisisi.
Namun demikian, IASB tidak melihat bahwa dengan menerapkan prinsip-prinsip
akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 ke pencatatan akuisisi JO akan
www.futurumcorfinan.com
Page 33
menimbulkan banyak kesulitan. Walaupun tidak semua prinsip (terutama berdasarkan
konsep entitas) bisa digunakan, namun sebagian besar, tetap tepat untuk diterapkan.
Kedua, pendekatan analogi, yang sudah dipakai juga, dalam metode ekuitas, dimana
prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dipergunakan (lihat paragraf
26 IAS 28 (2011)).
IFRS 11 membedakan JO dan JV berdasarkan hak dan kewajiban terkait joint
arrangement, terlepas apakah aset dan aktivitas joint arrangement tersebut memenuhi
definisi bisnis menurut IFRS 3 atau tidak.
Tujuan utama IFRS 11 sendiri adalah guna menentukan kapan adalah tepat untuk (i)
mengakui dan mengukur aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait kepentingan
dalam joint arrangement sesuai dengan IFRSs yang berlaku atau dapat diterapkan
untuk aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu (untuk JO) atau (ii) kapan
menggunakan metode ekuitas menurut IAS 28 Investments in Associates and Joint
Ventures (untuk JV). Namun demikian, IFRS 11 tidak memberikan petunjuk terkait
bagaimana penggunaan metode ekuitas atau bagaimana mengakui dan mengukur
aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait JO, kecuali ia hanya mengacu ke IAS 28
Investments in Associates and Joint Ventures untuk metode ekuitas; dan untuk
pencatatan aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait suatu kepentingan/bagian
partisipasi dalam JO, paragraf 21 IFRS 11 hanya mengacu ke IFRS lainnya yang
berlaku atau dapat diterapkan pada aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu.
Perlu dicatat bahwa cara-cara standar-standar lainnya (yaitu IFRS/IAS) lainnya
membedakan antara aset dan liabilitas yang merupakan bagian dari bisnis dan lainnya,
tidak berarti ia tidak konsisten dengan prinsip-prinsip dalam IFRS 11 terkait bagaimana
membedakan JV dan JO. Ini merupakan 2 hal yang berbeda.
Di samping itu, seperti telah dijelaskan pada bagian di atas, kata “JO” dan “Bisnis”
bukan merupakan pemahaman saling meniadakan (mutually exclusive), artinya “JO”
bisa hadir bersamaan dengan “bisnis”.
 Kesembilan: Amandemen IFRS 11 (2014) ini yang terkait akuisisi atas bagian
partisipasi/kepentingan dalam JO didasarkan pada konsep bisnis (business concept),
dan ini tampak bahwa melalui amandemen ini, prinsip-prinsip dalam IFRS 3 telah
www.futurumcorfinan.com
Page 34
diperluas di luar transaksi atau kejadian “kombinasi bisnis”, namun tidak berarti IFRS 3
diperluas ke semua akuisisi sekelompok aset (paragraf BC20 of IFRS 3)14
.
Akuisisi sebagian dari manfaat ekonomis dalam sekelompok aset bukanlah merupakan
yang membedakan:
 akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, dengan
 akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JV, dengan
 kombinasi bisnis
Kombinasi bisnis sendiri dapat dikatakan merupakan akuisisi baik seluruh atau
sebagian dari manfaat ekonomis dalam total aset suatu bisnis, tapi bukan berarti ia
merupakan “akuisisi aset”.
Apakah akuisisi atas “bagian” partisipasi/kepentingan dalam JO merupakan akuisisi
atas “sebagian” manfaat ekonomi dalam total aset suatu JO?
Standar Akuntansi Keuangan di Amerika Serikat sendiri pada umumnya menerapkan
akuntansi kombinasi bisnis untuk mencatat akuisisi atas kepentingan (dan tambahan
kepentingan) dalam aktivitas mineral yang sudah terbukti dengan aktivitas produksi
minyak dan gas yang sudah ada15
.
Sebetulnya kalau dilihat, prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis tetap hadir, terlepas
apakah joint arrangement diklasifikasikan sebagai JV atau JO, yaitu:
 Dalam hal joint arrangement adalah JO, Amandemen IFRS 11 (2014)
mewajibkan pihak pengakuisisi (bisa pihak investor atau Joint Operator) untuk
menerapkan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3 dan
standar lainnya.
 Dalam hal joint arrangement adalah JV, maka penggunaan prinsip yang sama,
dapat ditemukan pada paragraf 24 IFRS 11 dan paragraf 26 IAS 28.
Dengan demikian, IASB tetap melihat bahwa adalah tepat untuk menggunakan prinsip
dari akuntansi kombinasi bisnis dari IFRS 3 untuk dipakai dalam pencatatan akuisisi
14
Kemungkinan ini akan masuk dalam proyek Post-Implementation Review of IFRS 3, yang bertujuan
untuk mereview implementasi dari IFRS 3 (revised 2008) dan IAS 27 Consolidated and Separate
Financial Statements (amended 2008).
15
Akuisisi atas aset eksplorasi dan evaluasi dalam industri ekstraktif, apakah aset itu dan aktivitasnya
adalah “bisnis”, tetap akan mengacu ke IFRS 3.
www.futurumcorfinan.com
Page 35
atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah memenuhi
definisi bisnis menurut IFRS 3, yang diharapkan akan mampu menggambarkan secara
tepat transaksi akuisisi tersebut dalam laporan keuangan pihak pengakuisisi. Prinsip
IFRS 3 dirasa tepat karena ia dikembangkan juga dalam konteks akuisisi atas
“sebagian” maupun “seluruh” bisnis.
 Kesepuluh: Sebagai konsekuensi digunakannya analogi akuntansi kombinasi bisnis,
Amandemen IFRS 11 (2014) mewajibkan:
 adanya pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan, jika
akuisisi JO dilakukan atas JO dengan aktivitas JO merupakan bisnis16
.
 Tidak adanya pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan, jika
akuisisi JO dilakukan atas JO dengan aktivitas JO yang bukan merupakan bisnis.
Padahal basis pajak (tax bases) atas aset atau liabilitas terkait JO tidak berubah atau
berbeda, terlepas apakah akuisisi tersebut merupakan akuisisi atas “bisnis” atau tidak.
Lalu mengapa akuntansi pajak tangguhannya berbeda?
Alasan diwajibkannya pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan
pada saat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang aktivitas JO adalah
bisnis, tidak terkait sama sekali dengan hal basis pajak dari aset dan liabilitas.
Pengakuan itu justru terkait dengan fakta bahwa pengaruh dari pajak tangguhan dapat
disesuaikan terhadap goodwill atau terhadap “bargain purchase” (pembelian dengan
diskon) yang diakui pada laporan laba rugi.
Bisa dibaca bahwa pengecualian pengakuan awal dalam paragraf 15 dan 24 IAS 12
tidak berlaku untuk aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul
dari aset dan liabilitas yang diakui dalam kombinasi bisnis. Hanya liabilitas pajak
tangguhan yang timbul dari pengakuan awal goodwill yang tidak diakui dalam
kombinasi bisnis (lihat paragraf 15(a) IAS 12).
Tetapi apakah memang perlu disamakan perlakuan pajak tangguhan untuk:
 kombinasi bisnis dengan
16
Diakuinya aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dari suatu akuisisi JO akan juga
mengakibatkan masalah komparabilitas laporan keuangan pihak Joint Operator.
www.futurumcorfinan.com
Page 36
 akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah
bisnis?
Dalam kombinasi bisnis, pada umumnya, melibatkan akuisisi atas entitas legal yang
terpisah, yang bagi pihak kantor pajak, merupakan masing-masing pihak, yaitu pihak
pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi, merupakan masing-masing subjek pajak
tersendiri, dengan laporan perpajakan menunjukkan nilai tercatat historis aset, liabilitas
dan ekuitas masing-masing pihak. Hal yang sama belum tentu ditemui dalam investasi
pada JO, karena entitas legal terpisah tidak selalu dibentuk untuk JO.
Paragraf B16 IFRS 11 menyatakan bahwa:
A joint arrangement that is not structured through a separate vehicle is a joint operation.
Paragraf B19 IFRS 11 menyatakan bahwa:
A joint arrangement in which the assets and liabilities relating to the arrangement are
held in a separate vehicle can be either a joint venture or a joint operation.
Dari kedua paragraf di atas, jelas bahwa suatu joint arrangement yang dibentuk tanpa
kendaraan terpisah dari Joint Operator, jelas-jelas langsung dikatakan sebagai suatu
JO. Sedangkan suatu joint arrangement yang dibentuk dengan kendaraan terpisah,
bisa termasuk JO atau JV (lihat paragraf B15 IFRS 11 terkait bagaimana membedakan
JO atau JV dalam situasi demikian).
Kembali ke perlakuan akuntansi pajak tangguhan, apabila menilik ke ketentuan
pengecualiaan pengakuan awal aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan
menurut paragraf 15 dan 24 dari IAS 12, perbedaan apakah investasi dilakukan melalui
entitas (atau “vehicle”) terpisah atau bukan, tidak relevan.
Konsekuensi perlakuan perpajakan yang berbeda bukanlah alasan di belakang bahwa
aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan wajib diakui pada saat pengakuan
awal aset dan liabilitas hanya jika transaksi tersebut merupakan:
i. Kombinasi bisnis; dan
ii. Pada saat transaksi, mempengaruhi laba akuntansi atau laba kena pajak (atau
rugi pajak)
Tujuan dari pengecualian pengakuan awal dalam paragraf 15 dan 24 IAS 12 memang
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyesuaian atas nilai tercatat aset
www.futurumcorfinan.com
Page 37
teridentifikasi dan liabilitas terkait pengakuan aset pajak tangguhan atau liabilitas pajak
tangguhan. Di sini IASC (International Accounting Standard Committee, badan sebelum
IASB) memang tidak bermaksud bahwa pengecualian pengakuan awal dihadirkan
dalam akuntansi pajak tangguhan guna mencerminkan konsekuensi perpajakan yang
berbeda akibat hukum perpajakan. Sebaliknya, IASB kuatir bahwa dengan melakukan
penyesuaian atas nilai tercatat aset teridentifikasi dan liabilitas untuk pajak tangguhan,
akan mengakibatkan tingkat transparansi laporan keuangan menjadi turun.
Jadi adanya fakta bahwa suatu investasi tidak dilakukan melalui entitas/”vehicle”
terpisah bukanlah alasan guna apakah pengecualian pengakuan awal (sesuai
paragraph 15 dan 24 IAS 12) dapat digunakan atau tidak. Alasan utama pengecualian,
adalah agar pengaruh dari pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak
tangguhan apakah diakui dalam laba atau rugi, atau sebagai penyesuaian atas
goodwill, dan bukan disesuaikan ke nilai tercatat aset atau liabilitas.
 Kesebelas: Biaya-terkait akuisisi
IASB mengakui bahwa pada saat ini, masih ada perbedaan terkait perlakuan akuntansi
untuk biaya-terkait akuisisi.
Terkait metode ekuitas dalam akuntansi untuk investasi pada entitas asosiasi atau JV,
biaya-terkait akuisisi pada umumnya dikapitalisasi ke dalam nilai tercatat investasi yang
bersangkutan.
Di lain pihak, sesuai paragraf 53 IFRS 3, biaya-terkait akuisisi yang terjadi dalam
kombinasi bisnis, wajib untuk diakui sebagai biaya periode berjalan pada saat biaya
tersebut terjadi dan jasa-jasa terkait biaya tersebut telah diterima, dengan pengecualian
biaya-biaya yang terkait dengan penerbitan efek hutang atau efek ekuitas, yang diakui
sesuai dengan IAS 32 dan IFRS 9:
a) Biaya-biaya berkenaan dengan penerbitan efek hutang yang diukur berikutnya
pada “amortized cost”, akan dikapitalisasi dan diamortisasi ke [laporan] laba rugi
sepanjang usia efek hutang menggunakan metode bunga efektif (effective
interest method) (paragraf 5.1.1 dari IFRS 9).
b) Biaya-biaya berkenaan dengan penerbitan efek hutang yang diklasifikasi
sebagai pengukuran pada nilai wajar melalui [laporan] laba atau rugi, akan
www.futurumcorfinan.com
Page 38
diakui segera pada [laporan] laba rugi periode berjalan pada saat pengakuan
awal (paragraf 5.1.1 dari IFRS 9).
c) Biaya-biaya berkenaan dengan penerbitan efek ekuitas, akan mengurangi uang
yang diterima (proceeds) dari penerbitan efek tersebut, dan dibukukan dalam
bagian ekuitas (paragraf 35 dan 37 dari IAS 32).
Standar yang lainnya, mewajibkan kapitalisasi atas biaya transaksi sebagai bagian dari
pengukuran awal aset yang bersangkutan, misalnya:
 paragraf 21 IAS 40 Investment Property, dan
 akuisisi atas aset atau sekelompok aset yang tidak merupakan bisnis
(sebagaimana diatur dalam paragraf 2(b) IFRS 3).
Jadi kita lihat ada praktik yang berbeda, apakah ia masuk dalam akuntansi kombinasi
bisnis yang digunakan, atau standar lainnya yang digunakan.
Jadi masalah apakah biaya-biaya terkait akuisisi dibiayakan atau tidak, tidak berasal
dari apakah akuisisi tersebut adalah akuisisi bisnis atau akuisisi atas aset. IASB jelas
lebih melihat apakah prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis yang dipakai atau
standar lainnya.
IASB jelas-jelas mengakui dalam paragraf BC369 dari IFRS 3 terkait pembenaran
biaya-terkait akuisisi dalam kombinasi bisnis ke dalam laporan laba rugi, bahwa:
a) Pembebanan biaya-terkait akuisisi sebagai biaya periode berjalan, jelas
berbeda dengan standar-standar lainnya dan praktik yang umum diterima yang
mewajibkan atau memperbolehkan biaya-terkait akuisisi (tertentu) untuk
dimasukkan ke dalam nilai tercatat akuisisi aset; dan
b) Semua akuisisi aset pada dasarnya adalah transaksi yang sama, dan secara
konsep, semestinya dicatat dengan cara yang sama, terlepas apakah aset
tersebut diperoleh secara terpisah atau sendiri-sendiri, atau bagian dari
sekelompok aset yang dapat saja memenuhi definisi bisnis.
Namun untuk sementara waktu, IASB memutuskan untuk tidak mau memperluas ruang
lingkup IFRS 3 ke semua akuisisi atas sekelompok aset, dan bisa menerima perbedaan
yang ada, yaitu apakah prinsip akuntansi kombinasi bisnis yang dipakai atau standar
lainnya, dan bukan apakah itu merupakan akuisisi bisnis atau akuisisi aset.
www.futurumcorfinan.com
Page 39
Di samping itu, memang inilah yang juga dihendaki oleh IASB, karena dari pengamatan
dalam praktik atas IFRS 3 (versi 2004), sebagian besar biaya-terkait akuisisi dicatat
dan digabungkan dengan goodwill, yang jelas juga tidak konsisten dengan akuntansi
untuk akuisisi aset, dimana biaya-terkait akuisisi dikapitalisasi ke dalam nilai tercatat
aset yang bersangkutan (paragraf BC360 dari IFRS 3). Akuisisi atas bisnis, bukan
berarti hanya akuisisi atas goodwill, jadi memang jadi pertanyaan, mengapa biaya-
terkait akuisisi hanya dimasukkan ke dalam goodwill.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 40
Bahan Bacaan
PWC. In Depth On IFRS 11. Measurement of Joint Operations: Reading Between The Lines.
2014.
KPMG. In the Headlines. May 2014, Issue 2014/07. Business Combination Accounting for
Interests in a Joint Operation: Amendments Answer Long-Standing Question.
IASB Meeting Staff Paper or IFRS Interpretations Committee Meeting with Project/Topic: IFRS
11 Joint Arrangements – Acquisition of an Interest in a Joint Operation or Accounting for
Acquisitions of Interests in Joint Operations.
 Agenda Ref. 12C (January 2014)
 Agenda Ref 12BC (28 October – 1 November 2013)
 Agenda Ref. 12BB (28 October – 1 November 2013)
 Agenda Ref. 12B (28 October – 1 November 2013)
 Agenda Ref. AP12BA App A (28 October – 1 November 2013)
 Agenda Ref. 12BA (28 October – 1 November 2013)
 Agenda Ref. 04 (16-17 July 2013)
 Agenda Ref. 9 (July 2011)
 Agenda Ref. 5 (17-18 January 2012)
International Accounting Standards Board. Exposure Draft ED/2012/7 (December 2012).
Acquisition of an Interest in a Joint Operation: Proposed Amendment to IFRS 11.
International Financial Reporting Standard. Accounting for Acquisitions of Interests in Joint
Operations: Amendment to IFRS 11. May 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 41
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been
compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not
intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors
for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved

More Related Content

What's hot

Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...
Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...
Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...Futurum2
 
Psak39 akuntansikerjasamaoperasi
Psak39 akuntansikerjasamaoperasiPsak39 akuntansikerjasamaoperasi
Psak39 akuntansikerjasamaoperasiEdhi Sebayang
 
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaPsak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaSri Apriyanti Husain
 
Psak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan perusahaan asosiasi
Psak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan   perusahaan asosiasiPsak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan   perusahaan asosiasi
Psak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan perusahaan asosiasiMelissa Oktaviani
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Sri Apriyanti Husain
 
Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015
Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015
Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015PPA FEUI
 
19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansi19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansiSalma Dilisnawati
 
Makalah Entrepreneurship
Makalah EntrepreneurshipMakalah Entrepreneurship
Makalah EntrepreneurshipAswin Gumilar
 
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation   governance aspect of a group company - telkom approachLegal presentation   governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approachwisnu wardhana, i nyoman
 
Persekutuan ak dl 1
Persekutuan ak dl 1Persekutuan ak dl 1
Persekutuan ak dl 1meiwahyuni
 
Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indon...
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indon...Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indon...
Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indon...wisnu wardhana, i nyoman
 
Bab 13 persekutuan (1)
Bab 13 persekutuan (1)Bab 13 persekutuan (1)
Bab 13 persekutuan (1)Bayu Bayu
 
Jawaban pertanyaan dewa
Jawaban pertanyaan dewaJawaban pertanyaan dewa
Jawaban pertanyaan dewaAyu Wikan
 
Bab empat belas pt
Bab empat belas ptBab empat belas pt
Bab empat belas ptBayu Bayu
 
Risk and governance presentation telkom indonesia
Risk and governance presentation   telkom indonesia Risk and governance presentation   telkom indonesia
Risk and governance presentation telkom indonesia wisnu wardhana, i nyoman
 
Persekutuan likuidasi dan persekutuan joint venture
Persekutuan likuidasi dan persekutuan joint venturePersekutuan likuidasi dan persekutuan joint venture
Persekutuan likuidasi dan persekutuan joint ventureitong22
 

What's hot (19)

Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...
Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...
Menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non o...
 
Psak39 akuntansikerjasamaoperasi
Psak39 akuntansikerjasamaoperasiPsak39 akuntansikerjasamaoperasi
Psak39 akuntansikerjasamaoperasi
 
Psak 62-kontrak-asuransi-140212
Psak 62-kontrak-asuransi-140212Psak 62-kontrak-asuransi-140212
Psak 62-kontrak-asuransi-140212
 
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaPsak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
 
Psak12
Psak12Psak12
Psak12
 
Psak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan perusahaan asosiasi
Psak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan   perusahaan asosiasiPsak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan   perusahaan asosiasi
Psak 40 perubahan ekuitas anak perusahaan perusahaan asosiasi
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
 
Laporan Keuangan Konsolidasi
Laporan Keuangan KonsolidasiLaporan Keuangan Konsolidasi
Laporan Keuangan Konsolidasi
 
Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015
Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015
Psak 65 laporan keuangan konsolidasian 05032015
 
19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansi19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansi
 
Makalah Entrepreneurship
Makalah EntrepreneurshipMakalah Entrepreneurship
Makalah Entrepreneurship
 
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation   governance aspect of a group company - telkom approachLegal presentation   governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approach
 
Persekutuan ak dl 1
Persekutuan ak dl 1Persekutuan ak dl 1
Persekutuan ak dl 1
 
Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indon...
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indon...Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indon...
Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indon...
 
Bab 13 persekutuan (1)
Bab 13 persekutuan (1)Bab 13 persekutuan (1)
Bab 13 persekutuan (1)
 
Jawaban pertanyaan dewa
Jawaban pertanyaan dewaJawaban pertanyaan dewa
Jawaban pertanyaan dewa
 
Bab empat belas pt
Bab empat belas ptBab empat belas pt
Bab empat belas pt
 
Risk and governance presentation telkom indonesia
Risk and governance presentation   telkom indonesia Risk and governance presentation   telkom indonesia
Risk and governance presentation telkom indonesia
 
Persekutuan likuidasi dan persekutuan joint venture
Persekutuan likuidasi dan persekutuan joint venturePersekutuan likuidasi dan persekutuan joint venture
Persekutuan likuidasi dan persekutuan joint venture
 

Similar to Akuisisi JO Bisnis

PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarPSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarFuturum2
 
Teaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersama
Teaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersamaTeaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersama
Teaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersamaFuturum2
 
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)Futurum2
 
PSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptx
PSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptxPSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptx
PSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptxCodeBill
 
PELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptx
PELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptxPELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptx
PELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptxAZZANABILARAHMA
 
Softskill 1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)
Softskill  1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)Softskill  1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)
Softskill 1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)Awallin Oktavia
 
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...dhoan Evridho
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Futurum2
 
Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5Diah Fitri
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Sri Apriyanti Husain
 
Pembentukan persekutuan
Pembentukan persekutuanPembentukan persekutuan
Pembentukan persekutuanSepthinnn
 

Similar to Akuisisi JO Bisnis (17)

PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarPSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
 
Teaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersama
Teaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersamaTeaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersama
Teaser buku - panduan akuntansi untuk bagian partisipasi dalam ventura bersama
 
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
 
PSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptx
PSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptxPSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptx
PSAK-38-Resktrukturisasi-Entitas-Sepengendali.pptx
 
Psak04
Psak04Psak04
Psak04
 
PELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptx
PELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptxPELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptx
PELAKOR KEL 4 INVESTASI PADA ENTITAS LAIN.pptx
 
Softskill 1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)
Softskill  1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)Softskill  1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)
Softskill 1 Perbandingan PSAK dengan IFRS(IAS)
 
Psak15
Psak15Psak15
Psak15
 
Contoh laporan keuangan 2015
Contoh laporan keuangan 2015Contoh laporan keuangan 2015
Contoh laporan keuangan 2015
 
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
 
perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1
perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1
perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
 
Modul akuntansi keuangan
Modul akuntansi keuanganModul akuntansi keuangan
Modul akuntansi keuangan
 
Konsep laba
Konsep labaKonsep laba
Konsep laba
 
Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5Makalah segmen operasi psak 5
Makalah segmen operasi psak 5
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
 
Pembentukan persekutuan
Pembentukan persekutuanPembentukan persekutuan
Pembentukan persekutuan
 

More from Futurum2

Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Futurum2
 
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionFuturum2
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionFuturum2
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Futurum2
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Futurum2
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftFuturum2
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiFuturum2
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Futurum2
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryFuturum2
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estatFuturum2
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Futurum2
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapFuturum2
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationFuturum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...Futurum2
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)Futurum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangFuturum2
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Futurum2
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npvFuturum2
 

More from Futurum2 (20)

Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
 
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv
 

Recently uploaded

KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfNizeAckerman
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...OknaRyana1
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptatiakirana1
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 

Recently uploaded (17)

KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 

Akuisisi JO Bisnis

  • 1. www.futurumcorfinan.com Page 1 AKUISISI ATAS JOINT OPERATIONS (JO): IASB Memutuskan Menggunakan “Analogi” Prinsip-Prinsip Akuntansi Kombinasi Bisnis menurut IFRS 3 Business Combinations Pendahuluan Pada tanggal 6 Mei 2014, International Accounting Standards Board (IASB) menerbitkan Amandemen atas IFRS 11 Joint Arrangement (di Indonesia, diadopsi menjadi PSAK 66: Pengaturan Bersama), berjudul “Accounting for Acquisitions of Interests in Joint Operations” (Akuntansi Akuisisi Kepentingan Dalam Operasi Bersama). Untuk selanjutnya, dalam tulisan ini, disingkat Amandemen IFRS 11 (2014), dan teks lengkapnya dilampirkan dalam tulisan ini. Dalam tulisan di sini, penulis menggunakan acuan ke IFRS/IAS, yaitu:  IFRS 11 Joint Arrangements (2011)  IFRS 12 Disclosure of Interests in Other Entities (2011)  IFRS 10 Consolidated Financial Statements (2011)  IFRS 9 Financial Instruments Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
  • 2. www.futurumcorfinan.com Page 2  IFRS 3 Business Combinations (2008)  IAS 28 Investments in Associates and Joint Ventures (2011)  IAS 12 Income Taxes  IAS 31 Interests in Joint Ventures (yang sudah digantikan dengan IFRS 11 di atas)  IAS 36 Impairment of Assets  IAS 38 Intangible Assets  IAS 32 Financial Instruments : Presentation Pembaca diharapkan membaca disamping hal-hal yang penulis uraikan dalam tulisan ini. 1) Dasar pengambilan kesimpulan di belakang penerbitan Amandemen IFRS 11 (2014) dalam bagian “Basis for Conclusions”, atau yang diberi kode BC oleh IASB), 2) Contoh Ilustrasi (Illustrative Examples) yang disertakan dalam Amandemen IFRS 11 (2014) supaya pembaca mendapat gambaran bagaimana penerapan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis ke dalam akuisisi Joint Operation oleh pihak investor/Joint Operator. IFRS 11 sendiri pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur akuntansi bagi pihak investor (Joint Venturer, Joint Operator, dan pihak lain yang tidak memiliki pengendalian bersama dalam joint arrangement), yang memiliki bagian partisipasi/kepentingan dalam joint arrangement1 . Permasalahan dengan IFRS 11 adalah lebih menitikberatkan pada klasifikasi joint arrangement dan kemudian mengacu ke IFRS/IAS lainnya terkait pengukurannya, sebagaimana ditunjukkan dalam diagram di bawah ini, yang diambil dari paragraf B21 IFRS 11. 1 Penulis sengaja masih mempertahankan kata-kata “bagian partisipasi” (sesuai PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama) karena penulis melihat bahwa kata “kepentingan” sendiri tidak selalu tepat digunakan terkait bahwa begitu banyak motif di belakang keterlibatan suatu pihak dalam joint arrangement, misalnya sekedar ingin memperoleh output dari JO, atau ingin berbagi pengetahuan dengan pengalaman dengan para joint operator atau joint venturer. Kata “partisipasi” justru digunakan dalam IFRS 11 paragraf 23 dan 25 untuk menyebut pihak yang tidak berbagi pengendalian bersama, namun tetap “berpartisipasi” dalam joint arrangement, apakah berbentuk joint operations atau joint venture. Baca juga: IASB Meeting Staff Paper Agenda Reference 8A. Juni 2009. Proyek: Joint Venture. Topik: Parties to Joint Arrangements that do not share in ‘joint control’.
  • 3. www.futurumcorfinan.com Page 3 Tujuan utama IFRS 11 lebih terkait penentuan kapan adalah tepat untuk memperhitungkan kepentingan/ bagian partisipasi dalam suatu joint arrangement oleh pihak investor, dengan: a) Mengakui dan mengukur aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait bagian kepentingan dalam joint arrangement sesuai dengan IFRS yang berlaku atau dapat diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu (dalam kaitannya dengan Joint Operations atau disingkat JO, lihat paragraf 20 dan seterusnya dari IFRS 11)2 ; dan b) Menggunakan metode ekuitas menurut IAS 28 (2011): Investments in Associates and Joint Ventures (dalam kaitannya dengan Joint Venture, atau disingkat JV, lihat paragraf 24 dan seterusnya dari IFRS 11). 2 Lihat paragraf BC25 dan BC39 dari IFRS 11. BC adalah Basis for Conclusions.
  • 4. www.futurumcorfinan.com Page 4 Namun demikian, IFRS 11 sendiri tidak memberikan petunjuk terkait bagaimana penggunaan metode ekuitas terkait JV, atau bagaimana mengakui dan mengukur aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait JO (dengan sangat sedikit pengecualian, lihat paragraph B34- B37 IFRS 11), dimana IFRS 11 justru hanya menggunakan acuan ke IFRS/IAS lainnya, sebagai berikut: a) Untuk penggunaan metode ekuitas, paragraf 24 IFRS 11 hanya mengacu ke IAS 28 Investments in Associates and Joint Ventures; dan b) Untuk pencatatan aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, paragraf 21 IFRS 11 hanya mengacu ke IFRS lainnya yang berlaku atau dapat diterapkan pada aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu. Amandemen IFRS 11 (2014) menambahkan petunjuk baru terkait bagaimana mencatat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO tersebut memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 33 . Atau dengan kata lain, Amandemen IFRS 11 (2014) memberikan petunjuk terkait prinsip akuntansi yang perlu digunakan, karena saat ini ada praktik yang berbeda-beda terkait pendekatan konseptual mana yang perlu digunakan untuk akuntansi untuk akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, yaitu apakah menggunakan pendekatan IFRS 3, pendekatan biaya, atau kombinasi pendekatan. IASB memutuskan melalui Amandemen IFRS 11 (2014) untuk menerapkan prinsip-prinsip [yang relevan] dari akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya4 untuk mencatat transaksi atau kejadian: 3 Walaupun akuisisi JO dapat dilakukan oleh pihak investor manapun (termasuk akuisisi yang tidak memperoleh joint control, namun di sini, pihak investor yang melakukan akuisisi JO pada umumnya adalah Joint Operator, atau yang memang bermaksud memperoleh joint control atas JO. 4 Penggunaan prinsip akuntansi kombinasi bisnis bukan merupakan hal baru, karena paragraf 26 IAS 28 (2011) mewajibkan penggunaan konsep yang mendasari prosedur yang digunakan untuk akuntansi akuisisi atas entitas anak ketika menggunakan metode ekuitas untuk mencatat akuisisi suatu investasi dalam entitas asosiasi atau ventura bersama (JV). Dengan kata lain, paragraph 26 IAS 28 (2011) juga menggunakan acuan secara umum kepada prinsip-prinsip yang umum dari akuntansi kombinasi bisnis ketika menggunakan metode ekuitas.Selengkapnya, paragraf 26 IAS 28 (2011): Many of the procedures that are appropriate for the application of the equity method are similar to the consolidation procedures described in IFRS 10. Furthermore, the concepts underlying the procedures used in accounting for the acquisition of a subsidiary are also adopted in accounting for the acquisition of an investment in an associate or a joint venture.
  • 5. www.futurumcorfinan.com Page 5  Akuisisi atas bagian partisipasi/kepentingan dalam JO; atau  Akuisisi atas tambahan bagian partisipasi/kepentingan dalam JO. Ruang Lingkup Yang dibahas di sini hanya akuisisi terkait dengan Joint Arrangement yang berbentuk JO. Perlu ditekankan bahwa yang dicakup oleh IFRS 11, yaitu JO, dan bukan joint arrangement dimana di dalamnya ada “collective control” (pengendalian kolektif), dimana pengaturan demikian tidak memenuhi definisi “joint control” (pengendalian bersama) dimana bisa lebih dari satu kombinasi pihak-pihak yang dapat mengambil keputusan terkait aktivitas yang relevan. Jadi perlu dibedakan antara:  JO dimana aktivitas JO adalah bisnis;  Pengaturan “collective control” dimana aktivitasnya juga merupakan bisnis. Dalam praktik, bisa terjadi, pengaturan “collective control” secara substansi, ekonomis dan praktik, sangat mirip, dengan JO, dan bisa jadi, kedua bentuk tersebut dikelola dengan cara- cara yang sama. IFRS memang pada saat ini belum mengatur: a) Akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang aktivitasnya bisnis; b) Akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam pengaturan “collective control” dimana (i) aktivitasnya bisnis; dan (ii) kepentingan/bagian partisipasi tersebut memberikan para pihak, hak terhadap aset dan kewajiban terhadap liabilitas, terkait pengaturan “collective control” tersebut. Amandemen IFRS 11 (2014) ini hanya mengatur poin a) di atas. Pembahasan Baik IFRS 11/PSAK 66 hanya mengatur klasifikasi JO dan JV, serta bagaimana pihak entitas yang memiliki kepentingan (interest) dalam pengaturan bersama (joint arrangement, yang bisa berbentuk JO atau JV) mencatat kepentingan/bagian partisipasi dalam JO atau JV. Pihak entitas yang dimaksud di atas dapat berupa: a) Dalam kaitannya dengan Joint Arrangement yang berbentuk JO:
  • 6. www.futurumcorfinan.com Page 6  Joint Operator: pihak dalam JO yang memiliki joint control atas JO, dan berbagi joint control dengan Joint Operator lainnya dalam JO.  Pihak lainnya yang berpartisipasi dalam, tetapi tidak memiliki atau berbagi joint control atas, JO. b) Dalam kaitannya dengan Joint Arrangement yang berbentuk JV:  Joint Venturer: pihak dalam Joint Operation yang memiliki joint control atas JV, dan berbagi joint control dengan pihak Joint Venturer lainnya dalam JV.  Pihak lainnya yang berpartisipasi dalam, tetapi tidak memiliki atau berbagi joint control atas, JV. Paragraf 20 IFRS 11 mengatur bahwa Joint Operator mengakui hal berikut terkait dengan kepentingannya dalam JO: (a) aset, mencakup bagiannya atas aset apapun yang dimiliki bersama; (b) liabilitas, mencakup bagiannya atas liabilitas apapun yang terjadi bersama; (c) pendapatan dari penjualan bagiannya atas output yang dihasilkan dari JO; (d) bagiannya atas pendapatan dari penjualan output oleh JO; dan (e) beban, mencakup bagiannya atas beban apapun yang terjadi secara bersama- sama. Paragraf 21 IFRS 11 menyatakan bahwa Joint Operator mencatat aset, liabilitas, pendapatan dan beban terkait dengan kepentingannya dalam operasi bersama sesuai dengan IFRS [atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK)] yang dapat diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan dan beban tertentu. Paragraf 22 IFRS 11 mengatur bahwa pencatatan untuk transaksi seperti penjualan, kontribusi atau pembelian aset antara entitas dengan operasi bersama yang entitas merupakan operator bersama, ditentukan dalam paragraph B34-B37 [atau PP34–PP37 dalam PSAK 66]. Bagaimana dengan pencatatan pihak non-Joint Operator? Dalam Paragraf 23 IFRS 11 disebutkan bahwa pihak yang berpartisipasi dalam, tetapi tidak memiliki pengendalian bersama atas, JO juga mencatat kepentingannya dalam pengaturan:  sesuai dengan paragraf 20-22 jika pihak tersebut memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, terkait dengan JO.
  • 7. www.futurumcorfinan.com Page 7  Jika pihak yang berpartisipasi, tetapi tidak memiliki pengendalian bersama atas suatu JO, tidak memiliki hak atas aset dan kewajiban terhadap liabilitas, terkait dengan JO tersebut, maka pihak yang berpartisipasi tersebut harus mencatat kepentingannya dalam JO sesuai dengan IFRS/SAK yang dapat diterapkan kepada kepentingan tersebut. Apabila diperhatikan isi IFRS 11/PSAK 66 terkait Pihak Joint-Operator maupun non-Joint Operator, di sini JO-nya sudah terbentuk, dan IFRS 11/PSAK 66 “hanya” mengatur bagaimana Joint Operator dan/atau non-Joint Operator mencatat bagian partisipasinya atau kepentingannya dalam JO tersebut. Penting diperhatikan bahwa akuisisi ini bukan berarti memperoleh “pengendalian [penuh] (control)” atas JO, tetapi yaitu memperoleh “interest” (bagian partisipasi, atau kepentingan) dalam JO. “Interest in another entity” diterjemahkan dalam IFRS 12 sebagai: For the purposes of this IFRS, an interest in another entity refers to contractual and non- contractual involvement that exposes an entity to variability of returns from the performance of the other entity. An interest in another entity can be evidenced by, but is not limited to, the holding of equity or debt instruments as well as other forms of involvement such as the provision of funding, liquidity support, credit enhancement and guarantees. It includes the means by which an entity has control or joint control of, or significant influence over, another entity. An entity does not necessarily have an interest in another entity solely because of a typical customer supplier relationship. Dari definisi “interest” di atas, tampak untuk sederhananya, “interest” tersebut bisa berwujud berupa:  Pengendalian (control): an investor controls an investee when the investor is exposed, or has rights, to variable returns from its involvement with the investee and has the ability to affect those returns through its power over the investee (Appendix A Defined Terms of IFRS 10).  Pengendalian bersama (joint control): the contractually agreed sharing of control of an arrangement, which exists only when decisions about the relevant activities require the unanimous consent of the parties sharing control (Appendix A Defined Terms of IFRS 11).
  • 8. www.futurumcorfinan.com Page 8  Pengaruh signifikan (significant influence): the power to participate in the financial and operating policy decisions of the investee but is not control or joint control of those policies (paragraf 3 Definitions of IAS 28). Ada beberapa hal yang mungkin terjadi terkait transaksi akuisisi JO: 1) Pertama, fokus pada aktivitas JO (focus on activity). Aktivitas JO bisa merupakan “bisnis” (menurut definisi “bisnis” dalam IFRS 3) atau “aset atau sekumpulan aset yang bukan “bisnis”, pada saat akuisisi dilakukan, oleh pihak yang membeli kepentingan/bagian partisipasi dalam JO. Jadi di sini, fokusnya adalah apakah aktivitas JO pada saat akuisisi dilakukan oleh pihak eksternal, sudah memiliki “bisnis” atau “bukan bisnis, atau baru berupa aset atau sekumpulan aset, tanpa bisnis”. Tentunya pada saat pembentukan JO, masing-masing pihak yang berbagi pengendalian, dapat “memasukkan” atau “menyetor” sesuatu ke dalam JO yang dibentuk tersebut. Apa yang disetorkan ke dalam JO, bisa berupa: a. Aset atau sekumpulan aset, yang bukan “bisnis”, misalnya uang tunai, peralatan kerja, tanah, bangunan, dan lain-lain. b. “bisnis” ke dalam JO tersebut, misalnya, kedua belah pihak memasukkan bisnis travel yang sudah mereka jalankan selama ini ke dalam JO, guna kerjasama bersama, dalam bidang joint marketing, dan lain-lain. 2) Kedua, fokus pada waktu akuisisi JO dilakukan (“when” focus) Akuisisi JO juga dapat dilakukan pada saat pembentukan JO, dimana pada saat pembentukan JO, pihak yang bekerjasama dapat memperoleh kepentingan/bagian partisipasi dalam JO. Berbicara akuisisi JO ini, JO bisa jadi sudah terbentuk terlebih dahulu (existing JO), dan pihak Joint-Operator atau Non-Joint Operator kemudian melakukan akuisisi atas kepentingan tersebut dari Joint-Operator atau Non-Joint Operator lainnya.
  • 9. www.futurumcorfinan.com Page 9 Karena yang kita bicarakan adalah akuisisi JO, maka fokus pada aktivitas JO itu sendiri menjadi lebih penting, yaitu apakah ada ‘bisnis” yang terlibat dalam proses akuisisi JO tersebut:  Pada saat akuisisi JO yang sudah terbentuk sebelumnya (existing JO) dilakukan, JO tersebut sudah memiliki aktivitas “bisnis”, atau  Pada saat pembentukan JO baru (newly formed JO), Joint Operator (salah satu atau semua pihak JO) mentransfer “bisnisnya” ke dalam JO yang dibentuk. Kata kuncinya:  sudah ada aktivitas “bisnis” yang dijalankan oleh salah satu pihak JO dan lalu ditransfer ke JO, atau  JO yang diakuisisi tersebut sudah menjalankan aktivitas “bisnis”. Fokus pada “bisnis” menjadi menarik. Pertama, karena IASB sendiri sempat mempertimbangkan hadirnya “bisnis” sebagai pembeda JV dan JO, sebagaimana diakui dalam BC29 IFRS 11 (2011): The Board considered whether the definition of a “business”, as defined in IFRS 3 Business Combinations, would be helpful in distinguishing between a joint venture and a joint operation. Because a “business” can be found in all types of joint arrangement, the Board decided not to pursue this approach. Paragraf Exposure Draft 9 Joint Arrangements (2007) mengusulkan penggunaan “business” untuk kategori “joint ventures” sebagai berikut: A business usually involves assets and resources working together to achieve an outcome, which requires decisions of a financial and operating nature. A business that is subject to joint control is, therefore, a joint venture, unless circumstances indicate otherwise. Such circumstances would indicate that the parties have contractual rights to assets of the business and have contractual obligations for the expenses of the business. Penolakan bahwa “bisnis” digunakan sebagai pembeda “JO” dan “JV” sudah dibicarakan dalam pertemuan IASB di bulan Mei 2009 dan kemudian diputuskan tidak dipakai lagi5 . 5 Diakses tanggal 19 Mei 2015 dari http://www.ifrs.org/Current-Projects/IASB- Projects/JointVentures/Summaries/Documents/JV0905b08Aobs.pdf
  • 10. www.futurumcorfinan.com Page 10 Kedua, kata “JO” dan “Bisnis” bisa merupakan pemahaman saling meniadakan (mutually exclusive), artinya JO bukan merupakan bisnis, sedangkan bisnis lebih cenderung hadir dalam bentuk JV. Apakah demikian? Aset dan aktivitas joint arrangement tetap dapat saja memenuhi definisi baik “JO” dan “bisnis”, artinya, kalau serangkaian aktivitas dan aset yang terintegrasi (lihat tulisan penulis berjudul “Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis: Kemungkinan “Asset Deal” adalah “Business Deal” atau Bukan?”), memiliki kemampuan untuk diolah dan dikelola guna mendatangkan imbal hasil dalam bentuk, misalnya, biaya yang lebih rendah, kepada pihak-pihak yang berbagi pengendalian dalam suatu joint arrangement, maka “JO” dan “bisnis” bisa hadir bersamaan, dan bukannya saling meniadakan. Amandemen IFRS 11 (2014) mencoba mengkombinasikan fokus pada “bisnis” dengan fokus pada “kapan” bisnis itu ada. Apakah aktivitas “bisnis” tersebut sudah ada pada saat “akuisisi JO” dilakukan? Tampaknya kehadiran “bisnis” yang sudah ada sebelum akuisisi atas kepentingan dalam JO dilakukan, menjadi penting, karena bisa jadi “bisnis” tersebut baru akan dibentuk bersamaan dengan bentuk JO didirikan. Artinya, pada saat pembentukan JO, belum ada bisnis yang terbentuk. Hal “kapan” bisnis itu ada menjadi sangat krusial, karena Amandemen IFRS 11 (2014) menggunakan analogi prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 untuk mencatat transaksi atau kejadian akuisisi JO. Kalau kita definisi “kombinasi bisnis” menurut IFRS 3: Business combination: a transaction or other event in which an acquirer obtains control of one or more businesses. Transactions sometimes referred to as “true mergers” or “mergers of equals” are also business combinations as that term in used in this IFRS. (Appendix A Defined Terms of IFRS 3) Perhatikan bahwa: a. Pertama, transaksi atau kejadian6 kombinasi bisnis hanya terjadi pada saat “bisnis” tersebut sudah ada terlebih dahulu, makanya disebut “akuisisi”, akuisisi atas “bisnis yang sudah ada”. 6 Di sini digunakan kata “kejadian (event)”, jadi tidak harus selalu ada “transaksi’. Ini juga salah satu sebab dimana Metode Pembelian (purchase method) kemudian diganti Metode Akuisisi (acquisition method) dalam IFRS 3 (2008) karena akuisisi dalam kombinasi bisnis dapat dilakukan tanpa harus
  • 11. www.futurumcorfinan.com Page 11 b. Kedua, yang menarik, digunakan kata “bisnis” yang diakuisisi, dan bukan memperoleh pengendalian atau akuisisi atas ‘entitas”. Bisnis sendiri diartikan sebagai: An integrated set of activities and assets that is capable of being conducted and managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. (Appendix A Defined Terms of IFRS 3) Jadi akuisisi menurut IFRS 3 dilakukan atas “bisnis” dan bukan harus pada “entitas”. Aktivitas bisnis ini bisa dijalankan dalam suatu “entitas” atau tanpa “entitas”. Basis for Conclusions BC15 IFRS 3 menyatakan secara jelas, pihak yang diakuisisi, yaitu acquiree, adalah “bisnis” dan bukan harus “entitas”, yaitu: The definition of a business combination in the revised standards provides that a transaction or other event is a business combination only if the assets acquired and liabilities assumed constitute a business (an acquiree), and Appendix A defines a business. Jadi tidak mengherankan bahwa Amandemen IFRS 11 (2014) mengharuskan kehadiran bisnis yang sudah ada terlebih dahulu. Kalau tidak demikian, penggunaan analogi prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 menjadi relatif sulit untuk diterapkan. Jadi kalau bisa kita hubungkan: akuisisi atas kepentingan (interest) dalam JO, diartikan sebagai akuisisi atas “bisnis”. namun hal ini tampak membingungkan juga, karena “kepentingan” itu sendiri identik dengan (i) pengendalian; (ii) pengendalian bersama; dan (iii) pengaruh signifikan namun tampaknya yang diartikan adalah: (i) Pengendalian atas “bisnis”; (ii) Pengendalian bersama atas “bisnis”; atau selalu ada transaksi, misalnya yang timbul dari kontrak beberapa pihak yang mengakibatkan salah satu pihak memperoleh “pengendalian” atas bisnis tersebut.
  • 12. www.futurumcorfinan.com Page 12 (iii) Pengaruh signifikan atas “bisnis”. Jadi kata kuncinya, apakah “kepentingan” yang diakuisisi itu adalah suatu aktivitas bisnis, dan bukan “bisnis”, yaitu hanya berupa aset atau sekumpulan aset yang bukan merupakan aktivitas “bisnis”. Jadi, boleh kita simpulkan bahwa IASB menggunakan pendekatan konsep “bisnis” (business concept) untuk mengidentifikasi bagaimana pencatatan/akuntansi atas akuisisi yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam JO atas kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO. Suatu pendekatan yang sebelumnya ini tidak dapat kita temukan dalam IFRS 11, ataupun IAS 31. Pembahasan Kedua Pertanyaan yang relevan berikutnya, sesudah kita mengenali bahwa IASB menggunakan konsep “bisnis” untuk menentukan apakah transaksi atau kejadian akuisisi JO menggunakan prinsip-prinsip akuntansi , kombinasi bisnis menurut IFRS 3, adalah bagaimana mencatat transaksi atau kejadian “akuisisi JO” ini? Permasalahan dengan IAS 31 (yang digantikan dengan IFRS 11) maupun IFRS 11 itu sendiri tidak memberikan suatu pedoman mengenai bagaimana mencatat “akuisisi” yang dilakukan oleh pihak investor atau Joint Operator atas suatu “interest” (bagian partisipasi, kepentingan) dalam suatu JO. JO ini bisa memiliki aktivitas “bisnis”, atau ada aktivitas “bisnis” yang ditransfer ke dalam JO pada saat akuisisi dilakukan oleh pihak investor atau Joint Operator. Paragraf 20 IFRS 11 hanya menyebutkan bahwa Joint Operator wajib mengakui terkait dengan kepentingan dalam suatu JO, antara lain: (a) its assets, including its share of any assets held jointly; and (b) its liabilities, including its share of any liabilities incurred jointly. Lebih lanjut paragraf 21 IFRS 11 mewajibkan Joint Operator mencatat aset dan liabilitas di atas sesuai dengan IFRS [atau SAK] yang berlaku atau dapat diterapkan. Baik paragraf 20 dan 21 IFRS 11 tidak menyatakan secara jelas, (i) bagaimana pencatatan/akuntansi atas aset dan liabilitas yang diakui pihak Joint Operator, dan bagian Joint Operator atas aset yang dimiliki (atau dikendalikan) bersama atau liabilitas yang terutang bersama, dan
  • 13. www.futurumcorfinan.com Page 13 (ii) standar [akuntansi] mana yang dimaksud, terutama dalam kaitan “akuisisi JO”. Tidak adanya petunjuk yang jelas dalam IFRS 11, telah mengakibatkan adanya praktik yang berbeda-beda terkait akuntansi yang dipergunakan oleh pihak Joint Operator atas transaksi “akuisisi” kepentingan dalam JO. Sebagian besar, perbedaan perlakuan akuntansi adalah apakah “akuisisi JO” ini masuk sebagai “akuisisi bisnis” atau “akuisisi aset”. Beberapa hal yang ditemukan dalam praktek perlakuan akuntansi atas “akuisisi JO”: Keterangan Akuisisi Bisnis Akuisisi Aset Harga premium (selisih lebih), yaitu harga beli yang dibayarkan di atas nilai wajar aset neto yang dapat diidentifikasi, misalnya ini untuk pembayaran sinergi. Harga premium ini diakui sebagai “goodwill”, yaitu suatu aset yang terpisah Harga premium dialokasikan ke aset individual yang teridentifikasi berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset individual Aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal atas aset dan liabilitas, kecuali liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal atas goodwill Ada yang diakui pada saat akuisisi kepentingan dalam JO karena aktivitas JO adalah suatu bisnis Tidak diakui karena adanya pengecualian pengakuan awal dalam paragraf 15 dan 24 dari IAS 12 Biaya-biaya terkait akuisisi, atau Ada yang dibebankan sebagai biaya dalam periode berjalan Ada yang dikapitalisasi ke dalam nilai perolehan aset yang diakuisisi Atas adanya perbedaan perlakuan akuntansi “transaksi JO” di atas inilah, maka IASB menerbitkan Amandemen IFRS 11 (2014)7 , yang kemudian difinalisasi pada bulan Mei 2014. 7 Amandemen IFRS 11 (2014) yang difinalisasi pada bulan Mei 2014 diawali dengan penerbitan Exposure Draft ED/2012/7 Acquisition of an Interest in a Joint Operation (Proposed Amendment to IFRS 11) pada bulan December 2012.
  • 14. www.futurumcorfinan.com Page 14 Amandemen IFRS 11 (2014) pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan suatu petunjuk jelas terkait bagaimana pihak investor/Joint Operator membukukan akuisisi atas kepentingan dalam suatu JO, dimana aktivitas JO ini merupakan aktivitas “bisnis” atau memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Hal ini juga supaya konsisten dengan IFRS 3, bahwa akuisisi “bisnis” tidak harus merupakan akuisisi atas “entitas”. Dengan demikian, apabila aktivitas JO memenuhi definisi “bisnis” menurut IFRS 3, maka akuisisi JO tersebut akan menggunakan prinsip-prinsip [yang relevan] terkait akuntansi kombinasi bisnis sebagaimana diatur oleh IFRS 3, dan standar lainnya, termasuk pengungkapan (disclosure) yang diwajibkan oleh IFRS 3. Prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis secara umum mencakup:  Mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada nilai wajar, kecuali item-item yang dikecualikan dari pengukuran nilai wajar sebagaimana ditentukan dalam IFRS 3 dan IFRS/IAS lainnya (lihat Paragraf IN9 IFRS 3 terkait pengecualian pengakuan dan pengukuran pada nilai wajar).  Mengakui biaya-biaya terkait akuisisi sebagai biaya periode berjalan dimana biaya tersebut terjadi dan jasa telah diterima atau dikerjakan, kecuali biaya-biaya yang terkait dengan penerbitan efek hutang atau efek ekuitas, yang diakui sesuai dengan IAS 32 Financial Instruments: Presentation dan IFRS 9 Financial Instruments.  Mengakui aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal atas aset dan liabilitas, kecuali liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal goodwill.  Mengakui selisih lebih jumlah imbalan (consideration) yang dialihkan di atas jumlah neto aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih sebagai goodwill, jika ada. Kalau kita gabungkan dengan Pembahasan Pertama, kita bisa melihat bahwa ada 2 (dua) situasi di sini: 1) Akuisisi atas suatu bagian partisipasi/kepentingan dalam suatu JO yang sudah ada (existing JO), dengan aktivitas JO merupakan suatu bisnis menurut IFRS 3. 2) Akuisisi atas suatu bagian partisipasi/kepentingan dalam suatu JO berbarengan dengan pembentukan JO bersangkutan:  Hadirnya bisnis berbarengan dengan pembentukan JO. Artinya tidak ada bisnis yang ditransfer ke JO. Pada saat didirikan, praktis, JO belum memiliki bisnis, dan baru akan menjalankan bisnis.
  • 15. www.futurumcorfinan.com Page 15  Hadirnya bisnis sudah ada sebelum pembentukan JO, dimana bisnis tersebut dijalankan oleh salah satu Joint Operator, dan bisnis tersebut turut ditransfer ke dalam JO yang dibentuk. Fokusnya adalah pada aktivitas JO, yaitu apakah merupakan bisnis menurut IFRS 3, dan bisnis tersebut sudah ada pada saat akuisisi dilakukan atas bagian partisipasi/kepentingan atas JO. Sudah ada di sini, bisa berarti, sudah dijalankan oleh pihak Joint Operator sebelum akuisisi, atau ada dalam JO itu sendiri. Ini menarik karena in berarti, melalaui Amandemen IFRS 11 (2014), IASB dapat menerima bahwa prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 diperluas menjadi akuisisi atas JO, sepanjang yang diakuisisi adalah memenuhi definisi “bisnis” menurut IFRS 3. Di sini, yang awalnya akuisisi pengendalian ([full] control) atas bisnis, menjadi diperluas, menjadi akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, sepanjang:  sudah ada aktivitas bisnis yang ditransfer ke JO; atau  aktivitas JO itu sendiri sudah merupakan bisnis. Pembahasan Ketiga Namun perluasan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 untuk mencatat transaksi “akuisisi JO”, bukannya tanpa pertanyaan, yaitu apakah memang tepat. IASB melihat bahwa karena transaksi ini melibatkan akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO, maka terlepas apakah Joint Operator tidak memperoleh “pengendalian [penuh]” tetapi hanya “interest”, maka sepanjang bahwa aktivitas JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3, maka perlakuan akuntansinya akan sama, karena fokusnya adalah transaksi “akuisisi” itu sendiri dan bukan semata-mata pada “bentuk (form)” dari “pengendalian” atau “interest” itu sendiri. Ini akan mengakibatkan transaksi atau kejadian: i. kombinasi “bisnis” dan ii. akuisisi suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO yang aktivitas JO adalah “bisnis”, maka kedua transaksi atau kejadian tersebut di atas, perlakuan akuntansinya akan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis yang identik (bukan mutlak sama) dan akan disajikan relatif konsisten dalam laporan keuangan pihak Joint Operator atau pihak Pengakuisisi.
  • 16. www.futurumcorfinan.com Page 16 Analogi menggunakan pendekatan akuisisi atas anak perusahaan bukan sesuatu yang baru dalam IFRS/IAS, karena kalau diperhatikan Paragraf 26 IAS 28 Investments in Associates and Joint Ventures mengatur demikian: bahwa prinsip-prinsip yang mendasari prosedur-prosedur yang digunakan dalam akuntansi untuk akuisisi entitas anak perusahaan wajib digunakan untuk akuisisi atas entitas asosiasi dan ventura bersama (JV). Atau selengkapnya dalam teks aslinya: Many of the procedures that are appropriate for the application of the equity method are similar to the consolidation procedures described in IFRS 10. Furthermore, the concepts underlying the procedures used in accounting for the acquisition of a subsidiary are also adopted in accounting for the acquisition of an investment in an associate or a joint venture. Jadi dapat kita lihat, prinsip yang sama digunakan untuk 3 (tiga) jenis akuisisi:  Akuisisi yang mengakibatkan pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas bisnis.  Akuisisi yang mengakibatkan pihak investor memperoleh pengaruh signifikan dalam entitas asosiasi atau pengendalian bersama dalam JV [catatan: tidak ada penekanan terkait apakah “aktivitas” entitas asosiasi atau JV mesti memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3].  Akuisisi yang mengakibatkan pihak investor memperoleh suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang aktivitas JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Kalau kita perhatikan dari ketiga jenis akuisisi di atas, tampak bahwa goodwill (yaitu harga premium di atas nilai wajar aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih) diakui secara terpisah, walaupun dalam akuisisi tipe (2) di atas, goodwill yang diperoleh dicatat sebagai bagian dari nilai tercatat investasi pada entitas asosiasi atau JV, akan tetapi, secara eksplisit, IAS 28 mengakui kehadiran goodwill ini, dan penurunan nilai (impairment)-nya saja disebut khusus dalam paragraf tersendiri (lihat paragraf 40-43 IAS 28). Kita akan lihat beberapa pertanyaan di sini.  Pertama: Akuisisi atas suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam suatu JO dimana aktivitas JO adalah suatu bisnis, tidak tepat diperlakukan sebagai akuisisi “aset”. Menggunakan pendekatan “akuisisi aset” untuk akuisisi JO akan mengakibatkan nilai wajar dari imbalan (consideration) yang memang digunakan untuk membayar akuisisi JO, namun masalahnya nilai wajar dari imbalan tersebut dialokasikan ke nilai wajar dari
  • 17. www.futurumcorfinan.com Page 17 aset yang diakuisisi dan liabilitas yang diambil alih, dengan tidak pengakuan atas goodwill yang diakuisisi. (lihat tulisan penulis berjudul “PSAK 22 (revisi 2010) Tentang Kombinasi Bisnis: Biaya-Terkait Akuisisi Bisnis” terkait teknik alokasi biaya untuk akuisisi aset). Pengalokasian harga premium (yang merupakan goodwill) menggunakan perbandingan nilai wajar masing-masing aset teridentifikasi juga kemungkinan bisa mengakibatkan bahwa nilai tercatat aset individual melebihi nilai wajar aset tersebut. Penggunaan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 untuk akuisisi JO dimana aktivitas JO adalah “bisnis” akan menghendaki pengakuan terpisah atas goodwill8 , jika ada, dibandingkan dengan mengalokasikan harga premium ke masing- masing aset [dan liabilitas] teridentifikasi yang diperoleh berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset [dan liabilitas] tersebut. Pengguna laporan keuangan cenderung menghendaki bahwa kalau ada goodwill hadir dalam suatu transaksi (dimana sebagian besar, pada saat suatu bisnis diakuisisi), untuk diakui secara terpisah. Ini juga bisa berarti, dalam hal terjadi akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam JO dimana walaupun pihak Joint Operator tidak memperoleh “pengendalian”, namun pada intinya, ada goodwill yang hadir karena aktivitas JO sendiri memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Dengan demikian, perlakuan akuntansinya akan konsisten, yaitu sepanjang melibatkan akuisisi atas ‘bisnis”, maka akan diperlakukan dengan cara yang sama dalam laporan keuangan pihak pengakuisisi. Namun pengakuan goodwill secara terpisah juga menimbulkan permasalahan tersendiri, karena berbeda dengan akuisisi atas “bisnis” dalam transaksi atau kejadian kombinasi bisnis, maupun dalam akuisisi atas entitas asosiasi atau JV, JO pada 8 Mengingat bahwa goodwill diakui dalam akuisisi JO, perlu diperhatikan bahwa seharusnya definisi goodwill dalam Appendix A Defined Terms of IFRS 3 menjadi: An asset representing the future economic benefit arising from other assets acquired in a business combination or an acquisition of an interest in a joint operation in which the activity of the joint operation constitutes a business and the acquisitions of interests in joint ventures and associates, which are not individually identified and separately recognized. Namun IASB tidak berpikir definisi goodwill perlu diubah mengingat bahwa Amandemen IFRS 11 (2014) terkait akuisisi JO hanya menggunakan pemikiran “analogi” prinsip-prinsip yang ada dalam akuntansi kombinasi bisnis.
  • 18. www.futurumcorfinan.com Page 18 umumnya dibentuk dengan tujuan tertentu, dan kalau tujuan tersebut sudah tercapai, JO akan bubar dengan sendirinya. Dengan kata lain, JO memiliki jangka waktu atau “masa hidup” yang telah ditentukan atau terbatas. Di lain pihak, goodwill yang diakui dalam akuisisi JO selalu diasumsikan memiliki masa manfaat yang tidak dapat ditentukan (indefinite), bukan tidak terbatas (infinite) (lihat IAS 36 Impairment of Assets) sehingga goodwill tidak boleh diamortisasi tetapi wajib diuji apakah mengalami penurunan nilai atau tidak (impairment testing) (lihat paragraf 10(b) IAS 36). Karena usia JO umumnya terbatas, maka bisa jadi, pengakuan goodwill secara terpisah pada akuisisi JO akan mengakibatkan kemungkinan dilakukannya pengakuan penurunan nilai atas goodwill menjelang akhir periode kerjasama JO. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan dari pengguna laporan keuangan Joint Operator karena walaupun kerjasama JO tersebut mencetak laba, namun kerugian akibat penurunan nilai goodwill tetap diakui, semata-mata karena kerjasama JO telah berakhir. Jadi penurunan nilai goodwill lebih terkait dengan jangka waktu JO dan bukan pada indikator sebagaimana disebutkan dalam IAS 36. Sayangnya pada saat ini IAS/IFRS hanya memiliki 1 pendekatan terhadap goodwill, yaitu impairment testing, sesuatu yang sulit dihindari.  Kedua: IASB memutuskan menggunakan penerapan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 ke dalam akuisisi JO, padahal yang diakuisisi bukan JO, tetapi “kepentingan/bagian partisipasi” dalam JO. Akuisisi “kepentingan/bagian partisipasi dalam JO” ini berbeda dengan kombinasi bisnis, dimana akuisisi “pengendalian” atas suatu bisnis mengakibatkan pengakuan SELURUH aset dan liabilitas bisnis tersebut, sedangkan dalam akuisisi JO, Joint Operator:  hanya memperoleh suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dan  akan mengakui bagian atas aset dan liabilitas hanya jika Joint Operator memperoleh bagian atas aset dan liabilitas [yang berbagi pengendalian bersama dan tanggungjawab bersama]. Jadi bisa jadi, pihak Joint Operator hanya: Mengakui aset dan liabilitas yang memang milik Joint Operator, dan tidak ada pengakuan atas bagian atas aset atau liabilitas JO, karena misalnya, perjanjian
  • 19. www.futurumcorfinan.com Page 19 kontraktual JO hanya memberikan hak Joint Operator yang bersangkutan atas bagiannya dalam pendapatan, biaya, atau output dari JO. Penggunaan prinsip-prinsip IFRS 3 untuk akuntansi “akuisisi JO” ini agak membingungkan karena apakah ini berarti “kepentingan/bagian partisipasi dalam JO” perlu diartikan sama dengan “bisnis”, sehingga akuisisi JO perlu menggunakan prinsip- prinsip dalam IFRS 3? Coba kita lihat lebih jauh:  Pertama, suatu “kepentingan atau bagian partisipasi” dalam JO jelas tidak mempunyai input dan proses yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan output, sebagaimana dipersyaratkan dalam definisi bisnis menurut IFRS 3.  Kedua, memperoleh suatu “kepentingan atau bagian partisipasi dalam JO” apakah ini lebih merupakan akuisisi atas “aset” dan bukan akuisisi atas “bisnis”? Lalu mengapa digunakan IFRS 3? Walaupun ada beberapa catatan sebagaimana disebutkan di atas, IASB lebih menekankan pada pendekatan holistik atau komprehensif, dan bukan hanya parsial, yaitu: Paragraf 21A Amandemen IFRS 11 (2014) menyebutkan bahwa: When an entity acquires an interest in a joint operation in which the activity of the joint operation constitutes a business, as defined in IFRS 3, it shall apply, to the extent of its share in accordance with paragraph 20, all of the principles on business combinations accounting in IFRS 3, and other IFRSs, that do not conflict with the guidance in this IFRS and disclose the information that is required in those IFRSs in relation to business combinations. This applies to the acquisition of both the initial interest and additional interests in a joint operation in which the activity of the joint operation constitutes a business. The accounting for the acquisition of an interest in such a joint operation is specified in paragraphs B33A–B33D. Pemikiran di belakang Paragraf 21A di atas secara tidak langsung mengharuskan pihak investor (sebagai pihak pengakuisisi) wajib melihat aktivitas JO secara keseluruhan guna menentukan apakah ia merupakan suatu bisnis dan guna menentukan apakah relevan untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3 dan standar lainnya. Jadi di sini, penggunaan prinsip-prinsip dalam IFRS 3 tidak hanya semata-mata melihat apakah sepotong “kepentingan/bagian partisipasi individual”
  • 20. www.futurumcorfinan.com Page 20 dalam JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Pendekatan komprehensif atau holistik dirasakan jauh lebih baik daripada pendekatan hanya melihat “sepotong kepentingan/bagian partisipasi dalam JO”, karena pendekatan ini perlu melihat semua fakta relevan yang ada, yaitu apakah aktivitas dan aset dari JO itu sendiri secara keseluruhan memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3. Kalau kita tilik paragraf 20 IFRS 11 sendiri mewajibkan pihak Joint Operator untuk mengakui terkait kepentingan/bagian partisipasinya dalam JO: Bagiannya (its share) atas aset, liabilitas, pendapatan dan biaya. Hal ini secara tidak langsung, sebelum pihak Joint Operator dapat mengakui bagiannya di atas, pihak Joint Operator mau tidak mau, perlu terlebih dahulu, mengidentifikasi SEMUA aset, liabilitas, pendapatan dan biaya-biaya JO. Artinya, seluruh aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO perlu diidentifikasi dan ditentukan terlebih dahulu, dan sesudah itu, pihak Joint Operator baru bisa mengakui dan mengukur bagiannya dari seluruh aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO. Jelas, secara logika, pihak Joint Operator lebih “concern” atau peduli terlebih dahulu dengan JO itu sendiri, mencakup aset, liabilitas, pendapatan dan biaya, serta aktivitas JO, , dibandingkan dengan hanya semata-mata melihat sepotong “bagiannya”. Artinya, pihak Joint Operator akan berusaha melihat seberapa besar dan apa saja yang ada di JO terlebih dahulu, sebelum menentukan apakah Joint Operator mempunyai “bagian” dalam apa saja dalam JO. Jangan lupa, bahwa inti IFRS 11 adalah keharusan mencerminkan “hak” dan “kewajiban” dari seorang pihak yang berbagi joint control dalam suatu “pengaturan bersama (joint arrangement)”. Jadi di sini hadir pengertian, bahwa “sebagian” ada karena “seluruhnya” ada. Keseluruhan aktivitas dan aset JO itu sendiri perlu ada dan di-assess, sebelum pihak Joint Operator dapat menentukan “hak” dan “kewajiban”-nya atas “sebagian” aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO.  Ketiga: IFRS 11, berbeda dengan IAS 31, sudah tidak memperbolehkan penggunaan “konsolidasi proporsional”, dan IFRS 3 sendirinya sebagian besar didasarkan pada konsep entitas (entity concept), sedangkan JO sendiri juga bukan merupakan bagian dari “entitas grup”. Hanya perusahaan induk dan anak perusahaan yang merupakan
  • 21. www.futurumcorfinan.com Page 21 bagian dari suatu “entitas grup” (Group is parent and its subsidiaries, menurut Appendix A Defined Terms of IFRS 10). Apakah ini berarti bahwa penggunaan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3 dan standar lainnya atas akuntansi akuisisi JO, secara tidak langsung, terjadi penerapan akuntansi konsolidasi proporsional, suatu pendekatan yang telah ditiadakan dalam IFRS 11. IASB mencatat bahwa ada 2 (dua) perbedaan utama antara akuntansi untuk JO dan konsolidasi proporsional (lihat paragraf BC38 IFRS 11): a) IFRS 11 mewajibkan pihak JO untuk mengakui aset, liabilitas, pendapatan dan biaya sesuai dengan bagian Joint Operator atas aset, liabilitas, pendapatan dan biaya JO sebagaimana ditentukan dan diuraikan dalam kesepakatan kontraktual, dan tidak semata-mata didasarkan pada pengakuan porsi kepemilikan (ownership interest) pihak Joint Operator dalam JO; dan b) Tidak ada perbedaan akuntansi untuk bagian partisipasi/kepentingan pihak Joint Operator dalam JO antara laporan keuangan terpisah (separate financial statements) yang diterbitkan oleh pihak Joint Operator dengan laporan keuangan konsolidasi Joint Operator. Akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya pada umumnya didasarkan pada konsep entitas (entity concept)9 , dimana entitas induk dan entitas anak dianggap sebagai satu kesatuan entitas pelaporan (reporting entity) sebagaimana tercermin dalam laporan keuangan konsolidasi, meskipun kedua entitas tersebut dalam kenyataannya merupakan entitas yang terpisah secara legal. Penerapan konsep entitas ini berimplikasi pada:  Penerapan akuntansi kombinasi bisnis hanya satu kali, yaitu pada saat diperolehnya pengendalian atas bisnis (dalam hal ini entitas anak);  Pengakuan atas seluruh aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih; dan  Pengakuan kepentingan non-pengendali (dalam hal kepemilikan tidak 100%). 9 Pembaca bisa membaca perbedaan Entity (Economic Unit) Theory, Parent Theory dan Proprietary Theory terkait teori konsolidasi, dalam buku Advanced Financial Accounting : An IAS and IFRS Approach (Updated Edition), tulisan Pearl Tan Hock Neo dan Peter Lee Lip Nyean. Singapore: McGraw- Hill Education (Asia). 2009. Bab 2: Group Reporting I: Concepts and Context. Halaman 46-48.
  • 22. www.futurumcorfinan.com Page 22 Namun ini tidak sama dengan apa yang diakui oleh pihak Joint Operator. Pihak Joint Operator hanya mengakui “bagiannya” atas aset dan liabilitas (dan tidak mencakup bagian pihak Joint Operator atau non-Joint Operator dalam JO), dan menerapkan paragraph 20 dan 21 IFRS 11, yaitu: Mengakui “[tambahan] bagiannya” dalam aset yang dimiliki bersama dan liabilitas yang ditanggung bersama pada saat pihak Joint Operator meningkatkan kepentingan atau bagian partisipasi-nya dalam JO. Jadi, dapat kita lihat, pada waktu dikatakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya diterapkan bagi pihak Joint Operator pada saat melakukan akuisisi [tambahan] kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah suatu bisnis, hal ini tidak berarti konsep entitas sebagaimana banyak diacu dalam IFRS 3 atau standar lainnya menjadi berlaku. Ada 2 hal yang berbeda:  IFRS 3 yang banyak menggunakan konsep entitas; dengan  Konsep entitas itu sendiri Prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 digunakan, namun tidak serta merta, sama konsep entitas itu sendiri itu sendiri digunakan. Artinya, prinsip- prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tetap bisa digunakan oleh pihak JO pada saat melakukan akuisisi JO dengan aktivitas bisnis. Konsep entitas sendiri lebih relevan pada saat persentase kepemilikan entitas induk dalam entitas anak, kurang dari 100%, dimana situasi ini memunculkan adanya kepentingan non-pengendali dalam entitas anak. Konsep entitas melihat bahwa kepentingan non-pengendali dianggap merupakan pemegang saham yang sama pentingnya dalam entitas grup (atau combined entity), sama kedudukannya seperti pemegang saham pengendali. Artinya, berdasarkan konsep entitas, perbedaan antara entitas induk dan kepentingan non-pengendali tidaklah penting, keduanya disajikan sebagai bagian dari ekuitas entitas grup. Konsep entitas sendiri tidak dipakai oleh pihak Joint Operator pada saat mencatat transaksi “akuisisi JO” karena pengakuannya atas “bagiannya” dalam aset dan liabilitas JO, tidak mencakup bagian pihak Joint Operator atau non-Joint Operator dalam JO.
  • 23. www.futurumcorfinan.com Page 23 Hal yang sama dapat kita temukan, dimana pada saat konsolidasi proporsional diterapkan, prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis mengalami penyesuaian ketika pihak Joint Venturer memperoleh bagian partisipasi/kepentingan dalam Jointly Controlled Entity, seperti nyata dalam paragraf 33 IAS 31: The application of proportionate consolidation means that the statement of financial position of the venturer includes its share of the assets that it controls jointly and its share of the liabilities for which it is jointly responsible. The statement of comprehensive income of the venturer includes its share of the income and expenses of the jointly controlled entity. Many of the procedures appropriate for the application of proportionate consolidation are similar to the procedures for the consolidation of investments in subsidiaries, which are set out in IAS 27. Jadi dapat kita lihat bahwa walaupun ada perbedaan dalam penerapannya, bukan berarti prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tidak dapat dipergunakan.  Keempat: Akuisisi “kepentingan/bagian partisipasi dalam JO” bukankah ia merupakan akuisisi aset10 dan bukan akuisisi bisnis, mengingat IFRS 11 pada intinya menghendaki pengakuan hak dan kewajiban pihak Joint Operator (ataupun non-Joint Operator) atas aset dan liabilitas JO? IASB tetap berpendapat bahwa memperoleh “hak atas aset dan kewajiban atas liabilitas” tidak berarti ini otomatis merupakan akuisisi aset. Argumennya demikian: Dalam kombinasi bisnis, yang merupakan akuisisi bisnis, walaupun pihak pengakuisisi “hanya” memperoleh hak atas aset dan kewajiban atas liabilitas, namun kita tahu bahwa dari IFRS 3, pihak pengakuisisi, pada saat memperoleh pengendalian atas suatu bisnis, ia juga mengakui bagian dari pihak kepentingan non-pengendali, dan menyajikan bagian pihak kepentingan non-pengendali sebagai bagian dari ekuitas entitas “grup” dalam laporan keuangan konsolidasi. Hal yang berbeda, kita dapatkan bahwa pada saat pihak pengakuisisi (investor/Joint Operator) bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, “hanya” mengakui bagiannya sendiri dari aset dan liabilitas. 10 Dalam perusahaan-perusahaan yang memproduksi minyak dan gas, akuisisi suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah suatu bisnis, umum diperlakukan sebagai akuisisi aset.
  • 24. www.futurumcorfinan.com Page 24 Jadi kita lihat perbedaan antara: (i) suatu kombinasi bisnis (yang adalah akuisisi juga atas pengendalian atas aset dan liabilitas, makanya diakui seluruhnya dalam laporan keuangan konsolidasi) dengan (ii) akuisisi atas suatu bagian partisipasi/kepentingan dalam JO yang aktivitasnya adalah bisnis, bahwa pihak pengakuisisi/investor tidak mengakui seluruh aset tetapi hanya bagiannya sendiri atas aset tersebut dalam JO. Secara prinsip, sama saja. Yang pertama, yaitu dalam kombinasi bisnis, mengakui seluruh aset dan liabilitas, dan yang kedua, yaitu dalam akuisisi JO yang aktivitas JO adalah bisnis, mengakui sebagian aset dan liabilitas JO, sesuai hak kepemilikannya yang diatur dalam kesepakatan kontraktural. Jadi di sini, penekanan pada substansi ekonomis dari pengaturan (arrangement) dan bukan pada bentuk legal (legal form). Pengakuan, baik seluruh, atau sebagian, ha katas aset dan kewajiban atas liabilitas, tidaklah serta merta merupakan akuisisi aset. Mengapa prinsip ini bisa kita terima dalam kombinasi bisnis menurut IFRS 3, dan lalu tidak bisa diterapkan pada transaksi atau kejadian akuisisi JO yang aktivitas JO adalah bisnis? Untuk itulah Amandemen IFRS 11 (2014) menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 ke dalam akuntansi akuisisi JO dimana aktivitas JO adalah bisnis. Walaupun JO bukan merupakan bagian dari grup (yang terdiri dari induk perusahaan dan anak perusahaan), komposisi grup itu sendiri diakui mengalami perubahan akibat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO. Hal ini terjadi karena pihak Joint Operator:  mengakui bagiannya atas aset yang diperoleh dan liabilitas yang turut ditanggung; dan/atau  melepas (derecognize) aset dan liabilitas yang diberikan sebagai imbalan/pembayaran (consideration).
  • 25. www.futurumcorfinan.com Page 25 Mengakui bagian atas aset (dan liabilitas, pendapatan dan biaya) dalam JO, apakah ini mirip akuisisi atas aset? Apakah memperoleh hak atas aset dan timbul kewajiban atas liabilitas mirip dengan akuisisi aset? Rasanya, tidak. Isunya, sebetulnya, bukan bahwa “memperoleh hak atas aset dan liabilitas”, apakah ini akuisisi bisnis atau akuisisi aset, tetapi lebih kepada apakah aset dan liabilitas itu membentuk bisnis menurut definisi bisnis dalam IFRS 311 .  Keenam: Mengapa prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tetap dipakai untuk akuntansi akuisisi tambahan kepentingan atau bagian partisipasi dalam JO12 , padahal prinsip yang sama tidak dipakai untuk akuntansi akuisisi atas tambahan kepentingan dalam suatu bisnis (atau entitas anak) dimana pihak pengakuisisi sudah memiliki pengendalian? IFRS 3 (revised 2008) dan IFRS 10 menggunakan argumen konsep entitas untuk tidak menggunakan prinsip yang sama. Menurut konsep entitas, entitas induk dan anak perusahaan dianggap sebagai satu entitas dalam laporan keuangan konsolidasi. Ini berarti bahwa pihak pengakuisisi bisnis: a) Mengakui seluruh aset teridentifikasi dan liabilitas, yaitu mencakup juga bagian kepentingan non-pengendali; dan b) Akuisisi atas tambahan kepentingan dalam bisnis akan dianggap sebagai transaksi antara para pemegang saham dalam kapasitas mereka sebagai pemegang saham dan akuisisi tambahan kepentingan dalam “grup” ini akan dianggap sebagai transaksi antar para pemegang saham. JO sebaliknya dianggap bukan merupakan bagian dari suatu entitas “grup” (lihat definisi “grup”, yaitu hanya terdiri dari entitas induk dan entitas anak, dalam Appendix A Defined Terms of IFRS 10), karena ia merupakan “pengaturan kontraktual” (contractual arrangement) dengan grup/entitas lainnya. Dengan demikian, pihak Joint Operator hanya mengakui bagiannya dalam aset yang dimiliki bersama dan liabilitas yang ditanggung bersama dan transaksi dengan pihak lainnya yang juga memiliki 11 Definisi bisnis sendiri tidak mengharuskan pihak pengakuisisi untuk memperoleh hak atas arus kas neto dari bisnis. 12 Umum yang terjadi adalah akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, dan jarang terjadi, akuisisi tambahan kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang sudah berjalan.
  • 26. www.futurumcorfinan.com Page 26 kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, adalah transaksi dengan pihak ketiga (lihat paragraf 20 IFRS 11). Namun perlu diperhatikan bahwa kebanyakan prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3 dan standar lainnya tidak seluruhnya didasarkan pada konsep entitas, misalnya digunakannya pengukuran nilai wajar untuk aset teridentifikasi dan liabilitas, pengakuan terpisah atas goodwill, pembebanan biaya terkait akuisisi sebagai biaya periode berjalan, dan lain-lain. Perbedaan ini berarti bahwa prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3 dan standar lainnya dimana ada sebagian yang didasarkan pada konsep entitas dan sebagian tidak didasarkan pada konsep entitas, tetap dapat dipergunakan. Permasalahan terhadap akuisisi tambahan kepentingan dalam JO yang aktivitasnya adalah bisnis adalah, kalau dibandingkan dengan IFRS 3, unsur yang tidak ada, adalah bahwa akuisisi ini tidak berakhir pada diperolehnya pengendalian. Namun demikian, amandemen IFRS 11 tetap berlaku juga untuk akuisisi tambahan kepentingan dalam JO karena yang dilihat bukan pada tambahan kepentingan yang diperoleh, akan tetapi pada fakta bahwa telah terjadi akuisisi kepentingan, terlepas apakah ini kepentingan awal (initial interest) atau kepentingan tambahan (additional interest) dalam JO, dimana aktivitas JO itu sendiri sudah merupakan bisnis. IASB ingin memastikan bahwa akuisisi atas kepentingan awal maupun tambahannya, tetap mewajibkan terjadinya: a) Terjadinya pengukuran nilai wajar atas aset teridentifikasi dan liabilitas (selain item-item yang dikecualikan dari pengukuran nilai wajar, yang disebutkan oleh IFRS 3 dan standar lainnya). b) Biaya-terkait akuisisi dibebankan pada periode terjadinya biaya dan jasa diterima pihak pengakuisisi, kecuali kalau biaya tersebut terkait dengan penerbitan efek hutang atau efek ekuitas, yang diakui sesuai dengan IAS 32 Financial Instruments: Presentation, dan IFRS 9 Financial Instruments. c) Pengakuan atas aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal atas aset dan liabilitas, kecuali liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal goodwill; dan
  • 27. www.futurumcorfinan.com Page 27 d) Pengakuan goodwill, atas “selisih lebih” imbalan (consideration) yang dibayarkan, di atas nilai aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih, pada tanggal akuisisi. Yang perlu diatur lebih lanjut, adalah pada saat diperolehnya tambahan kepentingan dalam JO, apakah kepentingan sebelumnya perlu dilakukan pengukuran ulang (remeasurement) ke nilai wajarnya pada tanggal diperolehnya tambahan kepentingan tersebut? Paragraf 33C Amandemen IFRS 11 (2014) mengatakan bahwa pengukuran kembali ke nilai wajar tidak perlu dilakukan, sepanjang tidak perubahan pada joint control yang sudah dimiliki oleh pihak investor/pengakuisisi13 . Selengkapnya: A joint operator might increase its interest in a joint operation in which the activity of the joint operation constitutes a business, as defined in IFRS 3, by acquiring an additional interest in the joint operation. In such cases, previously held interests in the joint operation are not remeasured if the joint operator retains joint control.  Ketujuh: Pembentukan JO berbarengan dengan pembentukan bisnis atau timbulnya Bisnis Paragraph B33B dari Amandemen IFRS 11 (2014) menyebutkan bahwa: 13 Tidak adanya pengukuran kembali “kepentingan sebelumnya” bukan merupakan pendekatan baru karena pendekatan yang sama juga sudah diterapkan pada saat investasi pada entitas asosiasi berubah menjadi entitas JV atau investasi pada entitas JV berubah menjadi investasi pada entitas asosiasi, sepanjang metode ekuitas tetap dipergunakan, kepentingan yang masih dimiliki (retained interest) pada entitas yang sama tidak perlu dilakukan pengukuran ulang ke nilai wajarnya. Jadi walaupun hilangnya joint control atau hilangnya pengaruh signifikan merupakan suatu kejadian ekonomi yang signifikan atau penting (significant economic event), sama seperti hilangnya pengendalian, IASB dalam proyek Joint Venture (lihat paragraph 24 IAS 28 (2011)), memutuskan bahwa hilangnya joint control atau hilangnya pengaruh signifikan, tidaklah sama kadar pentingnya seperti hilangnya pengendalian dalam suatu grup. Mempertimbangkan hal di atas, dapat dimengerti mengapa IASB lalu memutuskan bahwa hilangnya joint control tidak mengakibatkan pengukuran kembali ke nilai wajar, apalagi kalau tidak terjadi perubahan joint control.
  • 28. www.futurumcorfinan.com Page 28 Paragraphs 21A and B33A also apply to the formation of a joint operation if, and only if, an existing business, as defined in IFRS 3, is contributed to the joint operation on its formation by one of the parties that participate in the joint operation. However, those paragraphs do not apply to the formation of a joint operation if all of the parties that participate in the joint operation only contribute assets or groups of assets that do not constitute businesses to the joint operation on its formation. Paragraf di atas mengatur bahwa prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut Amandemen IFRS 11 (2014) terkait akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO pada saat pembentukan JO hanya berlaku kalau bisnis JO tersebut sudah ada, baik bisnis sudah dijalankan oleh JO, atau bisnis yang ada dikontribusikan oleh Joint Operator pada saat akuisisi terjadi. Kalau tidak ada bisnis (yang sudah ada terlebih dahulu) turut dikontribusikan ke JO, berarti tidak ada bisnis yang diakuisisi, dan transaksi atau kejadian akuisisi JO ini dianggap merupakan akuisisi aset. Secara logika, kalau tidak ada bisnis yang dikontribusikan ke dalam JO, berarti, pihak pengakuisisi tidak akan membayar harga premium (=goodwill) di atas nilai wajar aset neto teridentifikasi atau turut mengambil bagian dalam goodwill. Namun di lain pihak, sebetulnya prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya seharusnya tetap dapat digunakan walaupun pada saat pembentukan JO, tidak ada bisnis yang dikontribusikan ke JO yang bersangkutan. Hal ini mengingat bahwa pada saat pembentukan JO, tidak menutup kemungkinan, munculnya sinergi bisnis dari aset-aset yang tidak teridentifikasi lainnya, dan dengan turut mengambil bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, pihak Joint Operator secara langsung juga mengambil bagian dalam aset-aset tersebut walaupun tidak teridentifikasi. Mengakui goodwill pada saat pembentukan JO yang berbarengan dengan pembentukan bisnis, yaitu titik waktu terjadinya bisnis dan titik waktu pembentukan JO berbarengan, akan bisa meniadakan adanya pengakuan atas internally generated goodwill, sesuatu yang dilarang dalam IAS 38. Tampaknya pendekatan ini ditolak oleh IASB, karena tidak jelas, apakah ada perbedaan praktik perlakuan akuntansi terkait pembentukan JO bersamaan dengan pembentukan bisnis. Perbedaan perlakuan akuntansi justru banyak ditemukan untuk situasi dimana:
  • 29. www.futurumcorfinan.com Page 29  JO sudah terbentuk dan ada bisnisnya, dan lalu pihak investor mengambil bagian partisipasi/kepentingan dalam JO dari pihak Joint Operator lainnya, atau pihak investor lainnya; atau  Pihak investor pada saat mengambil bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, mengkontribusikan bisnisnya ke dalam JO. Jadi kalau kita perhatikan, digunakan kata “existing business”, dan bukan pada “existing JO”, yang berarti:  Akuisisi atas “existing” JO dimana sudah ada bisnisnya dalam JO.  Demikian juga, JO yang baru dibentuk (jadi tidak ada “existing” JO), namun sudah ada “existing” bisnis yang dikontribusikan ke dalam JO, berbarengan dengan pembentukan JO. Jadi di sini, Amandemen IFRS 11 (2014) lebih berfokus atau menekankan bahwa aktivitas JO sudah merupakan bisnis pada tanggal akuisisi atau pada saat akuisisi terjadi, dimana pendekatan ini konsisten dengan prinsip-prinsip menurut IFRS 3 yaitu akuisisi mesti memenuhi definisi kombinasi bisnis pada tanggal akuisisi, karena akuisisi dilakukan atas “bisnis” dan bukan atas “entitas”.  Kedelapan: Kata-kata “Standar lainnya”, yang tidak bertentangan dengan IFRS 3, atau sejalan dengan akuntansi kombinasi bisnis. Amandemen IFRS 11 (2014) menggunakan kata-kata “all of the principles on business combinations accounting in IFRS 3, and other IFRSs, that do not conflict with the guidance in this IFRS”, ini menurut penulis tepat, karena penggunaan IFRS 3 secara total dan tidak semata-mata prinsip-prinsip yang relevan, akan berakibat, bahwa pihak investor/Joint Operator mengakui “seluruh” aset dan liabilitas, termasuk bagian pihak investor lainnya dalam JO, dan hal-hal yang diharuskan konsep entitas. Selengkapnya paragraf B33A dari Amandemen IFRS 11 (2014): When an entity acquires an interest in a joint operation in which the activity of the joint operation constitutes a business, as defined in IFRS 3, it shall apply, to the extent of its share in accordance with paragraph 20, all of the principles on business combinations
  • 30. www.futurumcorfinan.com Page 30 accounting in IFRS 3, and other IFRSs, that do not conflict with the guidance in this IFRS and disclose the information required by those IFRSs in relation to business combinations. The principles on business combinations accounting that do not conflict with the guidance in this IFRS include but are not limited to: (a) measuring identifiable assets and liabilities at fair value, other than items for which exceptions are given in IFRS 3 and other IFRSs; (b) recognizing acquisition-related costs as expenses in the periods in which the costs are incurred and the services are received, with the exception that the costs to issue debt or equity securities are recognized in accordance with IAS 32 Financial Instruments: Presentation and IFRS 9 Financial Instruments (IAS 39 Financial Instruments: Recognition and Measurement). (c) recognizing deferred tax assets and deferred tax liabilities that arise from the initial recognition of assets or liabilities, except for deferred tax liabilities that arise from the initial recognition of goodwill, as required by IFRS 3 and IAS 12 Income Taxes for business combinations; (d) recognizing the excess of the consideration transferred over the net of the acquisition-date amounts of the identifiable assets acquired and the liabilities assumed, if any, as goodwill; and (e) testing for impairment a cash-generating unit to which goodwill has been allocated at least annually, and whenever there is an indication that the unit may be impaired, as required by IAS 36 Impairment of Assets for goodwill acquired in a business combination Di sini, IASB memutuskan untuk menggunakan semua prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dan standar lainnya, guna mencatat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi [dan tambahannya], oleh pihak investor atau Joint Operator dalam suatu JO, yang aktivitas JO tersebut adalah bisnis menurut definisi bisnis menurut IFRS 3. Sekilas kita lihat bahwa berbeda dengan akuisisi atau kombinasi bisnis, transaksi atau kejadian akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam suatu JO tidak memenuhi definisi kombinasi bisnis menurut IFRS 3. Definisi “kombinasi bisnis” menurut IFRS 3:
  • 31. www.futurumcorfinan.com Page 31 A transaction or other event in which an acquirer obtains control of one or more businesses. Transactions sometimes referred to as ‘true mergers’ or ‘mergers of equals’ are also business combinations as that term is used in this IFRS. Hal ini mengingat bahwa hanya aset dan aktivitas JO secara keseluruhan yang dapat merupakan bisnis, dan pihak pengakuisisi (yaitu pihak investor atau Joint Operator) jelas tidak memperoleh “pengendalian” atas bisnis tersebut. Di sini ada 2 (dua) perbedaan cara melihatnya:  JO secara keseluruhan, berikut aset dan aktivitasnya; atau  “Bagian” Joint Operator dalam JO. Ya, JO secara keseluruhan dapat memenuhi definisi “bisnis” menurut IFRS 3, namun tetap saja akuisisi JO bukan merupakan atau tidak memenuhi definisi “kombinasi bisnis” menurut IFRS 3, karena pihak pengakuisisi hanya mengakuisisi “[se-]bagian” partisipasi/kepentingan dalam JO, dan tidak serta-merta berarti pihak pengakuisisi memperoleh “pengendalian” atas bisnis JO secara keseluruhan. Kalau pihak pengakuisisi hanya memperoleh “bagian partisipasi/kepentingan” dalam JO, lalu apa yang dikendalikan? Bagian partisipasi/kepentingan dalam JO jelas bukan merupakan “bisnis” menurut IFRS 3. Dengan demikian, dengan hanya memperoleh “bagian partisipasi/kepentingan” dalam JO yang jelas bukan “bisnis” maka transaksi atau kejadian akuisisi tersebut bukan merupakan transaksi atau kejadian “kombinasi bisnis” sehingga mestinya, prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis IFRS 3 tidak dapat dipergunakan. Dengan kata lain, walaupun aset dan aktivitas JO secara keseluruhan memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3, namun transaksi atau kejadian akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam JO, bukan merupakan transaksi atau kejadian “kombinasi bisnis”. Namun demikian, menurut IASB, hal-hal di atas tidak berarti serta-merta bahwa prinsip- prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 tidak dapat dipergunakan untuk mencatat transaksi atau kejadian “akuisisi bagian partisipasi/kepentingan dalam JO dimana aktivitas JO memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3”, oleh pihak investor atau Joint Operator.
  • 32. www.futurumcorfinan.com Page 32 Pertama, secara definisi, seorang Joint Operator memiliki joint control atas “aktivitas yang relevan” dari JO. Definisi menurut Appendix A Defined Terms of IFRS 11:  Joint Control : The contractually agreed sharing of control of an arrangement, which exists only when decisions about the relevant activities require the unanimous consent of the parties sharing control  Joint Operation: A joint arrangement whereby the parties that have joint control of the arrangement have rights to the assets, and obligations for the liabilities, relating to the arrangement.  Joint Operator: A party to a joint operation that has joint control of that joint operation. Definisi menurut Appendix A Defined Terms of IFRS 10:  Control over an investee: An investor controls an investee when the investor is exposed, or has rights, to variable returns from its involvement with the investee and has the ability to affect those returns through its power over the investee.  Power: Existing rights that give the current ability to direct the relevant activities.  Relevant activities: For the purpose of this IFRS, relevant activities are activities of the investee that significantly affect the investee’s returns. Jadi benang merahnya, melalui joint control, akarnya adalah control, dan control ini berlaku untuk aktivitas yang relevan dari pihak investee. Akan tetapi, bukankah ada perbedaan antara “control” dengan “joint control”? IASB tetap memutuskan untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dalam mencatat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi atas JO yang aktivitasnya adalah bisnis, padahal diketahui bahwa memperoleh control dan memperoleh joint control atas bisnis, ada dua hal yang berbeda Hal ini tampak bahwa pada akuisisi JO, bisnis JO tidak serta-merta berarti digabungkan atau diintegrasikan dengan bisnis pihak pengakuisisi. Namun demikian, IASB tidak melihat bahwa dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 ke pencatatan akuisisi JO akan
  • 33. www.futurumcorfinan.com Page 33 menimbulkan banyak kesulitan. Walaupun tidak semua prinsip (terutama berdasarkan konsep entitas) bisa digunakan, namun sebagian besar, tetap tepat untuk diterapkan. Kedua, pendekatan analogi, yang sudah dipakai juga, dalam metode ekuitas, dimana prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis menurut IFRS 3 dipergunakan (lihat paragraf 26 IAS 28 (2011)). IFRS 11 membedakan JO dan JV berdasarkan hak dan kewajiban terkait joint arrangement, terlepas apakah aset dan aktivitas joint arrangement tersebut memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3 atau tidak. Tujuan utama IFRS 11 sendiri adalah guna menentukan kapan adalah tepat untuk (i) mengakui dan mengukur aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait kepentingan dalam joint arrangement sesuai dengan IFRSs yang berlaku atau dapat diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu (untuk JO) atau (ii) kapan menggunakan metode ekuitas menurut IAS 28 Investments in Associates and Joint Ventures (untuk JV). Namun demikian, IFRS 11 tidak memberikan petunjuk terkait bagaimana penggunaan metode ekuitas atau bagaimana mengakui dan mengukur aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait JO, kecuali ia hanya mengacu ke IAS 28 Investments in Associates and Joint Ventures untuk metode ekuitas; dan untuk pencatatan aset, liabilitas, pendapatan dan biaya terkait suatu kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, paragraf 21 IFRS 11 hanya mengacu ke IFRS lainnya yang berlaku atau dapat diterapkan pada aset, liabilitas, pendapatan dan biaya tertentu. Perlu dicatat bahwa cara-cara standar-standar lainnya (yaitu IFRS/IAS) lainnya membedakan antara aset dan liabilitas yang merupakan bagian dari bisnis dan lainnya, tidak berarti ia tidak konsisten dengan prinsip-prinsip dalam IFRS 11 terkait bagaimana membedakan JV dan JO. Ini merupakan 2 hal yang berbeda. Di samping itu, seperti telah dijelaskan pada bagian di atas, kata “JO” dan “Bisnis” bukan merupakan pemahaman saling meniadakan (mutually exclusive), artinya “JO” bisa hadir bersamaan dengan “bisnis”.  Kesembilan: Amandemen IFRS 11 (2014) ini yang terkait akuisisi atas bagian partisipasi/kepentingan dalam JO didasarkan pada konsep bisnis (business concept), dan ini tampak bahwa melalui amandemen ini, prinsip-prinsip dalam IFRS 3 telah
  • 34. www.futurumcorfinan.com Page 34 diperluas di luar transaksi atau kejadian “kombinasi bisnis”, namun tidak berarti IFRS 3 diperluas ke semua akuisisi sekelompok aset (paragraf BC20 of IFRS 3)14 . Akuisisi sebagian dari manfaat ekonomis dalam sekelompok aset bukanlah merupakan yang membedakan:  akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO, dengan  akuisisi atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JV, dengan  kombinasi bisnis Kombinasi bisnis sendiri dapat dikatakan merupakan akuisisi baik seluruh atau sebagian dari manfaat ekonomis dalam total aset suatu bisnis, tapi bukan berarti ia merupakan “akuisisi aset”. Apakah akuisisi atas “bagian” partisipasi/kepentingan dalam JO merupakan akuisisi atas “sebagian” manfaat ekonomi dalam total aset suatu JO? Standar Akuntansi Keuangan di Amerika Serikat sendiri pada umumnya menerapkan akuntansi kombinasi bisnis untuk mencatat akuisisi atas kepentingan (dan tambahan kepentingan) dalam aktivitas mineral yang sudah terbukti dengan aktivitas produksi minyak dan gas yang sudah ada15 . Sebetulnya kalau dilihat, prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis tetap hadir, terlepas apakah joint arrangement diklasifikasikan sebagai JV atau JO, yaitu:  Dalam hal joint arrangement adalah JO, Amandemen IFRS 11 (2014) mewajibkan pihak pengakuisisi (bisa pihak investor atau Joint Operator) untuk menerapkan prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis dalam IFRS 3 dan standar lainnya.  Dalam hal joint arrangement adalah JV, maka penggunaan prinsip yang sama, dapat ditemukan pada paragraf 24 IFRS 11 dan paragraf 26 IAS 28. Dengan demikian, IASB tetap melihat bahwa adalah tepat untuk menggunakan prinsip dari akuntansi kombinasi bisnis dari IFRS 3 untuk dipakai dalam pencatatan akuisisi 14 Kemungkinan ini akan masuk dalam proyek Post-Implementation Review of IFRS 3, yang bertujuan untuk mereview implementasi dari IFRS 3 (revised 2008) dan IAS 27 Consolidated and Separate Financial Statements (amended 2008). 15 Akuisisi atas aset eksplorasi dan evaluasi dalam industri ekstraktif, apakah aset itu dan aktivitasnya adalah “bisnis”, tetap akan mengacu ke IFRS 3.
  • 35. www.futurumcorfinan.com Page 35 atas kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah memenuhi definisi bisnis menurut IFRS 3, yang diharapkan akan mampu menggambarkan secara tepat transaksi akuisisi tersebut dalam laporan keuangan pihak pengakuisisi. Prinsip IFRS 3 dirasa tepat karena ia dikembangkan juga dalam konteks akuisisi atas “sebagian” maupun “seluruh” bisnis.  Kesepuluh: Sebagai konsekuensi digunakannya analogi akuntansi kombinasi bisnis, Amandemen IFRS 11 (2014) mewajibkan:  adanya pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan, jika akuisisi JO dilakukan atas JO dengan aktivitas JO merupakan bisnis16 .  Tidak adanya pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan, jika akuisisi JO dilakukan atas JO dengan aktivitas JO yang bukan merupakan bisnis. Padahal basis pajak (tax bases) atas aset atau liabilitas terkait JO tidak berubah atau berbeda, terlepas apakah akuisisi tersebut merupakan akuisisi atas “bisnis” atau tidak. Lalu mengapa akuntansi pajak tangguhannya berbeda? Alasan diwajibkannya pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan pada saat akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO yang aktivitas JO adalah bisnis, tidak terkait sama sekali dengan hal basis pajak dari aset dan liabilitas. Pengakuan itu justru terkait dengan fakta bahwa pengaruh dari pajak tangguhan dapat disesuaikan terhadap goodwill atau terhadap “bargain purchase” (pembelian dengan diskon) yang diakui pada laporan laba rugi. Bisa dibaca bahwa pengecualian pengakuan awal dalam paragraf 15 dan 24 IAS 12 tidak berlaku untuk aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari aset dan liabilitas yang diakui dalam kombinasi bisnis. Hanya liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari pengakuan awal goodwill yang tidak diakui dalam kombinasi bisnis (lihat paragraf 15(a) IAS 12). Tetapi apakah memang perlu disamakan perlakuan pajak tangguhan untuk:  kombinasi bisnis dengan 16 Diakuinya aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dari suatu akuisisi JO akan juga mengakibatkan masalah komparabilitas laporan keuangan pihak Joint Operator.
  • 36. www.futurumcorfinan.com Page 36  akuisisi kepentingan/bagian partisipasi dalam JO dimana aktivitas JO adalah bisnis? Dalam kombinasi bisnis, pada umumnya, melibatkan akuisisi atas entitas legal yang terpisah, yang bagi pihak kantor pajak, merupakan masing-masing pihak, yaitu pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi, merupakan masing-masing subjek pajak tersendiri, dengan laporan perpajakan menunjukkan nilai tercatat historis aset, liabilitas dan ekuitas masing-masing pihak. Hal yang sama belum tentu ditemui dalam investasi pada JO, karena entitas legal terpisah tidak selalu dibentuk untuk JO. Paragraf B16 IFRS 11 menyatakan bahwa: A joint arrangement that is not structured through a separate vehicle is a joint operation. Paragraf B19 IFRS 11 menyatakan bahwa: A joint arrangement in which the assets and liabilities relating to the arrangement are held in a separate vehicle can be either a joint venture or a joint operation. Dari kedua paragraf di atas, jelas bahwa suatu joint arrangement yang dibentuk tanpa kendaraan terpisah dari Joint Operator, jelas-jelas langsung dikatakan sebagai suatu JO. Sedangkan suatu joint arrangement yang dibentuk dengan kendaraan terpisah, bisa termasuk JO atau JV (lihat paragraf B15 IFRS 11 terkait bagaimana membedakan JO atau JV dalam situasi demikian). Kembali ke perlakuan akuntansi pajak tangguhan, apabila menilik ke ketentuan pengecualiaan pengakuan awal aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan menurut paragraf 15 dan 24 dari IAS 12, perbedaan apakah investasi dilakukan melalui entitas (atau “vehicle”) terpisah atau bukan, tidak relevan. Konsekuensi perlakuan perpajakan yang berbeda bukanlah alasan di belakang bahwa aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan wajib diakui pada saat pengakuan awal aset dan liabilitas hanya jika transaksi tersebut merupakan: i. Kombinasi bisnis; dan ii. Pada saat transaksi, mempengaruhi laba akuntansi atau laba kena pajak (atau rugi pajak) Tujuan dari pengecualian pengakuan awal dalam paragraf 15 dan 24 IAS 12 memang dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyesuaian atas nilai tercatat aset
  • 37. www.futurumcorfinan.com Page 37 teridentifikasi dan liabilitas terkait pengakuan aset pajak tangguhan atau liabilitas pajak tangguhan. Di sini IASC (International Accounting Standard Committee, badan sebelum IASB) memang tidak bermaksud bahwa pengecualian pengakuan awal dihadirkan dalam akuntansi pajak tangguhan guna mencerminkan konsekuensi perpajakan yang berbeda akibat hukum perpajakan. Sebaliknya, IASB kuatir bahwa dengan melakukan penyesuaian atas nilai tercatat aset teridentifikasi dan liabilitas untuk pajak tangguhan, akan mengakibatkan tingkat transparansi laporan keuangan menjadi turun. Jadi adanya fakta bahwa suatu investasi tidak dilakukan melalui entitas/”vehicle” terpisah bukanlah alasan guna apakah pengecualian pengakuan awal (sesuai paragraph 15 dan 24 IAS 12) dapat digunakan atau tidak. Alasan utama pengecualian, adalah agar pengaruh dari pengakuan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan apakah diakui dalam laba atau rugi, atau sebagai penyesuaian atas goodwill, dan bukan disesuaikan ke nilai tercatat aset atau liabilitas.  Kesebelas: Biaya-terkait akuisisi IASB mengakui bahwa pada saat ini, masih ada perbedaan terkait perlakuan akuntansi untuk biaya-terkait akuisisi. Terkait metode ekuitas dalam akuntansi untuk investasi pada entitas asosiasi atau JV, biaya-terkait akuisisi pada umumnya dikapitalisasi ke dalam nilai tercatat investasi yang bersangkutan. Di lain pihak, sesuai paragraf 53 IFRS 3, biaya-terkait akuisisi yang terjadi dalam kombinasi bisnis, wajib untuk diakui sebagai biaya periode berjalan pada saat biaya tersebut terjadi dan jasa-jasa terkait biaya tersebut telah diterima, dengan pengecualian biaya-biaya yang terkait dengan penerbitan efek hutang atau efek ekuitas, yang diakui sesuai dengan IAS 32 dan IFRS 9: a) Biaya-biaya berkenaan dengan penerbitan efek hutang yang diukur berikutnya pada “amortized cost”, akan dikapitalisasi dan diamortisasi ke [laporan] laba rugi sepanjang usia efek hutang menggunakan metode bunga efektif (effective interest method) (paragraf 5.1.1 dari IFRS 9). b) Biaya-biaya berkenaan dengan penerbitan efek hutang yang diklasifikasi sebagai pengukuran pada nilai wajar melalui [laporan] laba atau rugi, akan
  • 38. www.futurumcorfinan.com Page 38 diakui segera pada [laporan] laba rugi periode berjalan pada saat pengakuan awal (paragraf 5.1.1 dari IFRS 9). c) Biaya-biaya berkenaan dengan penerbitan efek ekuitas, akan mengurangi uang yang diterima (proceeds) dari penerbitan efek tersebut, dan dibukukan dalam bagian ekuitas (paragraf 35 dan 37 dari IAS 32). Standar yang lainnya, mewajibkan kapitalisasi atas biaya transaksi sebagai bagian dari pengukuran awal aset yang bersangkutan, misalnya:  paragraf 21 IAS 40 Investment Property, dan  akuisisi atas aset atau sekelompok aset yang tidak merupakan bisnis (sebagaimana diatur dalam paragraf 2(b) IFRS 3). Jadi kita lihat ada praktik yang berbeda, apakah ia masuk dalam akuntansi kombinasi bisnis yang digunakan, atau standar lainnya yang digunakan. Jadi masalah apakah biaya-biaya terkait akuisisi dibiayakan atau tidak, tidak berasal dari apakah akuisisi tersebut adalah akuisisi bisnis atau akuisisi atas aset. IASB jelas lebih melihat apakah prinsip-prinsip akuntansi kombinasi bisnis yang dipakai atau standar lainnya. IASB jelas-jelas mengakui dalam paragraf BC369 dari IFRS 3 terkait pembenaran biaya-terkait akuisisi dalam kombinasi bisnis ke dalam laporan laba rugi, bahwa: a) Pembebanan biaya-terkait akuisisi sebagai biaya periode berjalan, jelas berbeda dengan standar-standar lainnya dan praktik yang umum diterima yang mewajibkan atau memperbolehkan biaya-terkait akuisisi (tertentu) untuk dimasukkan ke dalam nilai tercatat akuisisi aset; dan b) Semua akuisisi aset pada dasarnya adalah transaksi yang sama, dan secara konsep, semestinya dicatat dengan cara yang sama, terlepas apakah aset tersebut diperoleh secara terpisah atau sendiri-sendiri, atau bagian dari sekelompok aset yang dapat saja memenuhi definisi bisnis. Namun untuk sementara waktu, IASB memutuskan untuk tidak mau memperluas ruang lingkup IFRS 3 ke semua akuisisi atas sekelompok aset, dan bisa menerima perbedaan yang ada, yaitu apakah prinsip akuntansi kombinasi bisnis yang dipakai atau standar lainnya, dan bukan apakah itu merupakan akuisisi bisnis atau akuisisi aset.
  • 39. www.futurumcorfinan.com Page 39 Di samping itu, memang inilah yang juga dihendaki oleh IASB, karena dari pengamatan dalam praktik atas IFRS 3 (versi 2004), sebagian besar biaya-terkait akuisisi dicatat dan digabungkan dengan goodwill, yang jelas juga tidak konsisten dengan akuntansi untuk akuisisi aset, dimana biaya-terkait akuisisi dikapitalisasi ke dalam nilai tercatat aset yang bersangkutan (paragraf BC360 dari IFRS 3). Akuisisi atas bisnis, bukan berarti hanya akuisisi atas goodwill, jadi memang jadi pertanyaan, mengapa biaya- terkait akuisisi hanya dimasukkan ke dalam goodwill. ~~~~~~ ####### ~~~~~~
  • 40. www.futurumcorfinan.com Page 40 Bahan Bacaan PWC. In Depth On IFRS 11. Measurement of Joint Operations: Reading Between The Lines. 2014. KPMG. In the Headlines. May 2014, Issue 2014/07. Business Combination Accounting for Interests in a Joint Operation: Amendments Answer Long-Standing Question. IASB Meeting Staff Paper or IFRS Interpretations Committee Meeting with Project/Topic: IFRS 11 Joint Arrangements – Acquisition of an Interest in a Joint Operation or Accounting for Acquisitions of Interests in Joint Operations.  Agenda Ref. 12C (January 2014)  Agenda Ref 12BC (28 October – 1 November 2013)  Agenda Ref. 12BB (28 October – 1 November 2013)  Agenda Ref. 12B (28 October – 1 November 2013)  Agenda Ref. AP12BA App A (28 October – 1 November 2013)  Agenda Ref. 12BA (28 October – 1 November 2013)  Agenda Ref. 04 (16-17 July 2013)  Agenda Ref. 9 (July 2011)  Agenda Ref. 5 (17-18 January 2012) International Accounting Standards Board. Exposure Draft ED/2012/7 (December 2012). Acquisition of an Interest in a Joint Operation: Proposed Amendment to IFRS 11. International Financial Reporting Standard. Accounting for Acquisitions of Interests in Joint Operations: Amendment to IFRS 11. May 2014.
  • 41. www.futurumcorfinan.com Page 41 Disclaimer This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors for specific advice. This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com © FUTURUM. All Rights Reserved