Desain sistem pembelajaran membahas tentang kompetensi yang dibutuhkan untuk menyusun desain sistem pembelajaran secara sistematis dan sistemik serta pentingnya mempertimbangkan sosiomotivasi dan kemampuan peserta didik dalam menyusun desain tersebut.
1. 1
Kompetensi
DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN
Dr. Sujarwo, M.Pd sujarwo@uny,ac,id
PLS FIP UNY
Peserta didik mampu memahami dan menyusun desain system pembelajaran secara sitematis
dan sistemik
Sosiomotivasi
Setiap individu memiliki kemampuan yang terbaik bagi dirinya, dan kemampuan tersebut akan
berkembang secara optimal jika diberi kesempatan. Peran pendidik sebagai fasilitator dan
motivator dalam proses pengembangan kemampuan peserta didk, Melihat kemampuan masing-
masing individu peserta didik memiliki kemampuan yang bervariatif, maka dalam menyusun
desain system pembelajaran hendaknya diawali dengan analisis kondisi dan kemampuan awal
peserta didik dan faktor pendukung lainnya. Hal ini dimaksudkan agar disain system
pembelajaran yang disusun efektif, efisien dan produktif.
Uraian Materi
Konsep Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif menekankan pentingnya belajar sebagai suatu proses personal,
di mana setiap siswa membangun pengetahuan dan pengalaman personalnya (Marzano, 1992).
Pengetahuan dan pengalaman personal dibangun oleh setiap siswa melalui interaksi dengan
lingkungannya. Siswa sendirilah mengkonstruksi makna tentang hal yang dipelajarinya (Brooks
& Brooks, 1993). Dalam hal ini pembelajaran harus mampu mengorientasikan siswa untuk dapat
memainkan peranannya dalam kehidupan yang akan datang dengan kemampuan, pengetahuan,
sikap dan berbagai keterampilan yang telah diberikan lebih bermakna.
Dalam paradigma baru pembelajaran Indra (2001: 25) menyatakan paradigma
teaching (mengajar) seperti yang selama ini dominan harus diubah menjadi paradigma learning
(belajar). Melalui perubahan ini, proses pendidikan menjadi ”proses bagaimana belajar
bersama antara guru dan murid”. Dalam konteks ini, guru termasuk individu yang terlibat dalam
proses belajar, bukan orang yang serba tahu dalamsegala hal. Siswa dipandang sebagai individu
aktif yang terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Uno (2008) menyatakan bahwa siswa
yang belajar harus berperan secara aktif dalam menyusun pengetahuannya. Belajar dilihat
sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman kongkrit, aktivitas kolaboratif, reflektif dan
interpretatif (Brooks & Brooks, 1993; Degeng, 1997). Untuk pembelajaran yang dibangun
dengan paradigma teaching, telah menempatkan siswa sebagai obyek semata. Guru
2. 2
menempatkan siswa sebagai botol kosong yang harus diisi (Freire, 1999). Siswa tidak dapat
menemukan celah untuk mengaktualisasikan dirinya selama proses pembelajaran berlangsung.
Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran rendah. Kondisi tersebut mempengaruhi
pencapaian hasil belajar.
Menurut Mayer (2008: 7) pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh pendidik
dan tujuan pembelajaran adalah memajukan cara belajar peserta didik. Dalam pembelajaran
tersebut lebih lanjut dijelaskan bahwa termasuk di dalamnya yaitu pendidik/dosen, metode,
strategi, permainan pendidikan, buku, proyek penelitian dan bahan presentasi berupa WEB.
Proses pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar, sehingga
situasi tersebut merupakan peristiwa belajar (event of learning) yaitu usaha untuk terjadinya
perubahan tingkah laku dari peserta didik (Gagne,1998: 72). Perubahan tingkah laku dapat
terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkunganya.
Selanjutnya Gagne (1998: 119-120) menjelaskan bahwa terjadinya perubahan
tingkah laku tergantung pada dua (2) faktor, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.
Sementara Chayhan (1979: 4) mengatakan bahwa pembelajaran adalah upaya dalam
memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada peserta didik
agar terjadi proses belajar, lebih lanjut Chayhan, (1979: 4) mengungkapkan bahwa, ”learning is
the process by which behavior (in the broader sense) is or changed through practice or
training,” (belajar adalah proses perubahan tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau
diubah melalui praktek atau latihan.
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor (Mayer, 2008; 7). Belajar memegang peranan
penting dalam pembelajaran, karena dalam pembelajaran terdapat peristiwa belajar dan
peristiwa mengajar. Belajar adalah aktivitas psychofisik yang ditimbulkan karena adanya
aktivitas pembelajaran.
Dari beberapa definisi tentang belajar di atas dapat disimpulkan belajar sebagai
proses berubahnya tingkah laku (change in behavior), yang disebabkan karena pengalaman
dan latihan, pengalaman dan latihan adalah aktivitas pendidik sebagai pembelajar dan aktivitas
peserta didik/peserta didik sebagai peserta didik. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa
mental maupun fisik.
Dalam kegiatan pembelajaran terdapat aktivitas mengajar pendidik dan aktivitas
belajar peserta didik, antara aktivitas mengajar pendidik dan aktivitas belajar peserta didik inilah
yang sering disebut interaksi pembelajaran. Adapun pengertian pembelajaran itu sendiri adalah
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
3. 3
prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Gerry & Kingsley
dalam Snelbecker, 1980: 12).
Pengertian lain pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh pendidik
untuk membelajarkan peserta didik dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan
memproses pengetahuan, ketrampilan dan sikap (Gagne & Briggs,1979: 3).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan aktifitas
interaksi edukatif antara pembelajar dengan peserta didik dengan di dasari oleh adanya tujuan
baik berupa pengetahuan, sikap maupun ketrampilan.
Selanjutnya berbicara tentang pembelajaran tidak akan sempurna jika tidak
membicarakan juga tentang mengajar itu sendiri. Defnisi mengajar banyak dikemukakan para
ahli dengan pengertian yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan
titik pandang terhadap makna dan hakekat mengajar itu sendiri, ada yang menekankan dari
segi peserta didik dan ada juga yang menekankan dari segi pendidik.
Pengertian Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran adalah pengembangan secara sistematis dari spesifikasi
pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dan pembelajaran untuk menjamin kualitas
pembelajaran. Proses perancangan dan pengembangan ini meliputi segala proses analisis
kebutuhan pembelajaran, tujuan dan pengembangan sistem untuk mencapai tujuan,.
pengembangan bahan dan aktivitas pembelajaran, uji coba dan evaluasi dari seluruh
pembelajaran dan aktivitas peserta didik. Desain pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai
berikut: instructional design is the practice of maximizing the effectiveness, efficiency and
appeal of instruction and other learning experiences. The process consists broadly of
determining the current state and needs of the learner, defining the end goal of instruction, and
creating some "intervention" to assist in the transition.
(en.wikipedia.org/wiki/Instructional_design) (Desain pembelajaran merupakan kegiatan
memaksimalkan keefektifan, efisiensi dan hasil pembelajaran dan pengalaman pembelajaran
lainnya. Kegiatan tersebut meliputi penentuan keadaan awal, kebutuhan peserta didik,
menentukan tujuan akhir dan menciptakan beberapa perlakuan untuk membantu dalam masa
transisi tersebut. Di bagian lain dijelaskan desain pembelajaran adalah pengembangan
pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk
menjamin kualitas pembelajaran. Gagne (1985) menyatakan bahwa desain pembelajaran
disusun untuk membantu proses belajar peserta didik, proses belajar tersebut memiliki tahapan
saat ini dan tahapan jangka panjang. Shambaugh dalam (Wina Sanjaya, 2009 : 67)
menjelaskan tentang desain pembelajaran sebagai berikut. An intellectual process to help
teachers systematically learners needs and construct structures possibilities to responsively
4. 4
addres those needs. (Sebuah proses intelektual untuk membantu pendidik menganalisis
kebutuhan peserta didik dan membangun berbagai kemungkinan untuk merespon kebutuhan
tersebut). Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh Gentry (1985: 67), bahwa desain
pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik
untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk keefektifan
pencapaian tujuan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa desain pembelajaran adalah
pengembangan pembelajaran secara sistematis untuk memaksimalkan keefektifan dan efisiensi
pembelajaran. Kegiatan mendesain pembelajaran diawali dengan menganalisis kebutuhan
peserta didik, menentukan tujuan pembelajaran, mengembangkan bahan dan aktivitas
pembelajaran, yang di dalamnya mencakup penentuan sumber belajar, strategi pembelajaran,
langkah-langkah pembelajaran, media pembelajaran dan penilaian (evaluasi) untuk mengukur
tingkat keberhasilan pembelajaran. Hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan produktivitas proses pembelajaran..
Desain Sistem Pembelajaran
Sistem pembelajaran merupakan satu kesatuan dari beberapa komponen pembelajaran
yang saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Komponen pembelajaran meliputi; peserta didik, pendidik, kurikulum,
bahan ajar, media pembelajaran, sumber belajar, proses pembelajaran, fasilitas, lingkungan
dan tujuan. Komponen-komponen tersebut hendaknya dipersiapkan atau dirancang (desain)
sesuai dengan program pembelajaran yang akan dikembangkan. Reigeluth (1999: 11)
menjelaskan bahwa “desain pembelajaran sebagai ilmu kadang disamakan dengan ilmu
pembelajaran”. Kedua disiplin ini menaruh perhatian yang sama pada perbaikan kualitas
pembelajaran. Namun para ilmuwan pembelajaran lebih menfokuskan pada pengamatan hasil
pembelajaran yang muncul akibat manipulasi suatu metode dalam kondisi tertentu, hal ini
dilakukan untuk memperoleh teori-teori pembelajaran (preskriptif). Bagi perancang lebih
menaruh perhatian pada upaya untuk menggunakan teori-teori pembelajaran yang dihasilkan
oleh ilmuwan pembelajaran untuk memperoleh hasil yang optimal memalui proses yang
sistematis dan sistemik.
Untuk mendesain pembelajaran harus memahami asumsi-asumsi tentang hakekat
desain sistem pembelajaran, Asumsi-asumsi yang perlu diperhatikan dalam mendesain system
pembelajaran sebagai berikut: (1) desain sistem pembelajaran didasarkan pada pengetahuan
tentang bagaimana seseorang belajar, (2) desain sistem pembelajaran diarahkan kepada
peserta didik secara individual dan kelompok, (3) hasil pembelajaran mencakup hasil langsung
dan pengiring, (4) sasaran terakhir desain sistem pembelajaran adalah memudahkan belajar,
5. 5
(5) desain sistem pembelajaran mencakup semua variabel yang mempengaruhi belajar, (6) inti
desain sistem pembelajaran adalah penetapan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran,
(metode, media, skenario, sumber belajar, sistem penilaian) yang optimal untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Penyusunan desain sistem pembelajaran berpijak pada teori preskriptif. Teori preskriptif
adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free maksudnya bahwa teori
pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran
deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya bahwa yang diamati dalam
pengembangan teori pembelajaran preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai
tujuan (I Nyoman Sudana Degeng, 1997 : 6-8).
Komponen Utama Desain Pembelajaran
Komponen-komponen yang terdapat di dalam desain sistem pembelajaran biasanya
digambarkan dalam bentuk yang direpresentasikan dalam bentuk grafis atau flow chart. Model
desain sistem pembelajaran menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang perlu
ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Menurut
Morisson, Ross, dan Kemp (2001) desain sistem pembelajaran ini akan membantu pendidik
sebagai perancang program atau pelaksana kegiatan pembelajaran dalam memahami
kerangka teori lebih baik dan menerapkan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas
pembelajaran yang lebih efektif, efisien, produktif dan menarik. Desain sistem pembelajaran
berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk menganalisis, merancang,
menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran, dan program pelatihan.
Setiap desain sistem pembelajaran memiliki keunikan dan perbedaan dalam langkah-
langkah dan prosedur yang diterapkan. Perbedaan pemahaman terletak pada istilah-istilah
yang digunakan. Namun demikian, model-model desain tersebut memiliki dasar prinsip yang
sama dalam upaya merancang program pembelajaran yang berkualitas. Fausner (2006)
berpandangan bahwa seorang perancang program pembelajaran tidak dapat menciptakan
program pembelajaran yang efektif, jika hanya mengenal satu model desain pembelajaran.
Perancang program pembelajaran hendaknya mampu memilih desain yang tepat sesuai
dengan situasi atau setting pembelajaran yang spesifik. Untuk itu diperlukan adanya
pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang model-model desain sistem pembelajaran dan
cara mengimplementasikannya.
Untuk merancang dan mengembangkan sistem pembelajaran, dipengaruhi oleh beberapa
komponen sebagai berikut:
6. 6
1) Kemampuan awal peserta didik dan potensi yang dimiliki
2) Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) adalah penjabaran kompetensi yang akan
dikuasai oleh peserta didik
3) Analisis materi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4) Analisis aktivitas pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang
akan dipelajari
5) Pengembangan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi pembelajaran dan
kemampuan peserta didik
6) Strategi pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro
dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
7) Sumber belajar, adalah sumber-sumber yang dapat diakses untuk memperoleh materi yang
akan dipelajari
8) Penilaian belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang dikuasai oleh
peserta didik.
Kedudukan Desain Sistem Pembelajaran
Setiap komponen memiliki peran dan fungsi sesuai dengan konteksnya. Untuk
membuat rancangan dan pengembangan sistem pembelajaran harus memahami posisi dan
perannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Kedudukan desain sistem pembelajaran dalam
kegiatan pembelajaran, merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran. Proses kegiatan
pembelajaran secara umum meliputi tiga tahap, yaitu tahap pertama; merancang dan
mengembangkan system pembelajaran, kedua penerapan desain sistem pembelajaran dan
ketiga evaluasi pembelajaran/.
Tahap 1
Mendesain
Tahap 2
Penerapan
Tahap 3
Evaluasi
Sistem
Pembelajaran
Desain Sistem
Pembelajaran
Pembelajaran
Gambar Siklus kegiatan Pembelajaran (Atwi Suparman, 1997 : 33)
7. 7
Klasifikasi Model Desain Sistem Pembelajaran
Dalam memahami model desain sistem pembelajaran perlu mengenal dan memahami
pengelompokan model desain system pembelajaran. Menurut Gustafson dan Branch (2002)
model desain sistem pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pembagian
klasifikasi ini didasarkan pada orientasi penggunaan model, yaitu; 1) Classrooms oriented
model, 2) Product oriented model, 3) System oriented model
Model pertama merupakan model desain sistem pembelajaran yang diimplementasikan di
dalam kelas. Model desain sistem pembelajaran kedua merupakan model yang dapat
diaplikasikan unutk menciptakan produk dan program pembelajran. Model ketiga adalah model
desain sistem pembelajaran yang ditujukan untuk merancang program dan desain sistem
pembelajaran dengan skala besar. Berikut ini deskripsi secara rinci dari ketiga model tersebut:
1. Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi kelas (Classrooms oriented
model)
Model ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pendidik dan peserta didik akan aktivitas
pembelajaran yang efektif, efisien, produktif dan menarik. Model-model desain sistem
pembelajaran yang termasuk klasifikasi ini dapat diimplementasikan mulai dari jenjang sekolah
dasar sampai jenjang pendidikan tinggi. Pendidik, widyaiswara, instruktur, dan dosen perlu
memiliki pemahaman yang baik tentang desain sistem pembelajaran yang efektif, efisien, dan
menarik.
Penggunaan model berorientasi kelas ini didasarkan pada asumsi adanya sejumlah
aktivitas pembelajaran yang diselenggarakan di dalam kelas dengan waktu belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, tugas pendidik memilih isi/materi pelajaran yang tepat,
merencanakan strategi pembelajaran, menyampaikan isi/materi pelajaran, dan mengevaluasi
hasil belajar. Para pendidik biasanya menganggap bahawa model desain sistem pembelajaran
pada dasarnya berisi langkah-langkah yang harus diikuti.
2. Model desain pembelajaran yang berorientasi produk (Product oriented model)
Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada produk, pada umumnya
didasarkan pada asumsi adanya program pembelajaran yang dikembangkan dalam kurun
waktu tertentu. Model-model desain sistem pembelajaran ini menerapkan proses analisis
kebutuhan yang sangat ketat.
Para pengguna produk/program pembelajaran yanga dihasilkan melalui penerapan desain
sistem pembelajaran pada model ini biasanya tidak memiliki kontak langsung dengan
8. 8
pengembang programnya. Kontak langsung antara pengguna program dan pengembang
program hanya terjadi pada saat proses evaluasi terhadap prototipe program.
Model-model yang berorientasi pada produk biasanya ditandai dengan empat asumsi
pokok, yaitu: 1) Produk atau program pembelajaran memang sangat diperlukan, 2) Produk atau
program pembelajaran baru perlu diproduksi, 3) Produk atau program pembelajaran
memerlukan proses uji coba dan revisi, 4) Produk atau program pembelajaran dapat digunakan
walaupun hanya dengan bimbingan dari fasilitator.
3. Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi sistem(System oriented model)
Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem dilakukan untuk
mengembangkan sistem dalam skala besar seperti keseluruhan mata pelajaran atau kurikulum.
Implementasi model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem memerlukan
dukungan sumber daya besar dan tenaga ahli yang berpengalaman.
Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem dimulai dari tahap
pengumpulan data untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan implementasi solusi yang
diperlukan untuk mengatasi masalah yang terdapat dalam suatu sistem pembelajaran. Analisis
kebutuhan dan front-end analysis dilakukan secara intensif untuk mencari solusi yang akurat.
Perbedaan pokok antara model yang berorientasi sistem dengan produk terletak pada tahap
atau fase desain, pengembangan, dan evaluasi. Ketiga fase ini dilakukan dalam skala yang
lebih besar pada model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem.
Model-modelDesainPembelajaran
Model desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan,
komunikasi untuk menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program
pembelajaran, dan program pelatihan. Pada umumnya, setiap desain sistem pembelajaran
memiliki keunikan dan perbedaan dalam langkah-langkah dan prosedur yang digunakan.
Perbedaan juga kerap terdapat pada istilah-istilah yang digunakan. Namun demikian, model-
model desain tersebut memiliki dasar prinsip yang sama dalam upaya merancang program
pembelajaran yang berkualitas. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang
dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh dari model desain pembelajaran diuraikan
secara lebih jelas berikut ini:
1) Model Dick and Carey
Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem terhadap
komponen-komponen dasar desain pembelajaran yang meliputi analisis desain
9. 9
pengembangan, implementasi dan evaluasi. Adapun komponen dan sekaligus merupakan
langkah-langkah utama dari model desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick, Carey &
Carey (2009) adalah:
1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2. Melakukan analisis instruksional.
3. Menganalisis karakteristik peserta didik dan konteks pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus.
5. Mengembangkan instrumen penilaian.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran.
7. Mengembangkan dan memilih bahan ajar.
8. Merancang dan mengembangkan evaluasi formatif.
9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran.
10.Merancang dan mengembangkan evaluasi sumatif.
Adapun Model Dick,Carey & Carey diilustrasikan melalui Bagan berikut
Analisis terhadap
kecakapan yang
harus dimilikiPD
setelahpemb
tematik
integratifdengan
Melakukan
analisis
pembelajaran
Revisi Program
Pembelajaran
Mengidenti Merumuskan Mengemba Mengemb Mengem Evaluasi
fikasi tujuan ngkantes angkan bangkan formatif
tujuan pembelajara penilaian strategi bahan
pembelajar n pembelaja ajar
Menganalisis Evaluasi
kemampuan Merumus Menyusun Menentuk Memilih sumatif
awal peserta kan
indikator
instrumen
t tes untuk
an strategi
pemb PAI
materi PAI
yang relevan
pemb PAI mengukur tematik dengan
Analisis
tujuan pemb
PAI tematik
integratif
dengan Sains
Entry
behavior
peserta
didik yang
akan
mengikuti
tematik
integratif
dengan
Sains
tujuan integratif
dengan
Sains
tema Sains
untuk di
integrasikan
Melakukan
evaluasi
sumatifpemb
PAI tematik
integratif
dengan Sains
Gambar: DesainPembelajaranmodelDick, Carey & Carey (2009)
10. 10
Keterangan Model :
1. Identifikasi tujuan pembelajaran khusus
Langkah pertama yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran ini, adalah
menentukuan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik setelah
menempuh program pembelajaran. Hal ini kompetensi yang harus dimiliki peserta
didik adalah pemahaman tentang materi perkuliahan.
2. Analisis instruksional
Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis instruksional yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk
menentukan ketrampilan dan pengetahuan yang relevan dan diperlukan oleh
peserta didik untuk mencapai kompetensi. Antara lain pengetahuan, ketrampilan
dan sikap yang perlu dimiliki peserta didik setelah mengikuti pembelajaran..
2. Analisis peserta didik dan konteks
Selanjutnya analisis terhadap karakteristik peserta didik yang akan belajar dan
konteks pembelajaran. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan
ketrampilan yang dipelajari peserta didik dan situasi tugas yang dihadapi peserta
didik untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari, sedang
analisis karakteristik peserta didik adalah kemampuan aktual yang dimiliki peserta
didik.
4. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus
Dengan dasar analisis instruksional tersebut, maka dirumuskan tujuan pembelajaran
khusus yang akan menjadi harapan/gambaran dari perilaku peserta didik setelah
menerima pelajaran. Dalam pengembanganya tujuan pembelajaran khusus/indikator
ini adalah perubahan perilaku pengetahuan mengenai materi perkuliahan.
5. Mengembangkan alat penilaian
Alat penilaian ini menjadi salah satu feedback dalam pembelajaran untuk
mengetahui ketercapain tujuan dan kompetensi khusus yang telah dirumuskanya.
Dalam pengembangnya alat evaluasi ini adalah performance peserta didik setelah
menerima pelajaran. Apakah tingkat pemahaman peserta didik meningkat atau
tidak.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran yang dapat
dijadikan jembatan/media transformasi apakah mendukung ketercapaian
kompetensi yang telah dirumuskan.
7.Pengembangan bahan ajar
11. 11
Dalam langkah ini, pengembangan bahan ajar disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran/kompetensi yang telah dirumuskan, serta disesuaikan dengan strategi
pembelajaran yang digunakan..
8.Merancang evaluasi formatif
Setelah draft rancangan tentang program pembelajaran selesai dikembangkan,
maka evaluasi formatif ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data
kekuatan dan kelemahan program pembelajaran yang telah dirancang. Model ini
dikembangkan dengan menguji cobakan pada kelas kelompok kecil misalnya 2 atau
3 peserta didik atau 10 orang peserta didik dalam diskusi terbatas.
9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran
Langkah ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dari evaluasi formatif
terhadap draf program. Pada langkah ini, tidak hanya mengevaluasi terhadap draf
program saja, akan tetapi pada semua sistem pembelajaran mulai dari analisis
instruksional sampai evaluasi formatif.
10. Melakukan evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif merupakan evaluasi puncak terhadap program pembelajaran yang
telah dirancang, setelah program tersebut dilakukan evaluasi formatif dan dilakukan
revisi-revisi terhadap produk, maka evaluasi sumatif dilakukan.
2). Model Kemp
Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (2004), model desain sistem pembelajaran ini akan
membantu pendidik sebagai perancang program atau kegiatan pembelajaran dalam memahami
kerangka teori dengan lebih baik dan menerapakan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas
pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Desain pembelajaran model Kemp dapat dijelaskan
dengan sebuah bagan berikut:
12. 12
Gambar Model Desain Pembelajaran Kemp
(Morrison, Ross & Kemp 2004 :29)
Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah, yaitu:
a) Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap
topiknya;
b) Menganalisis karakteristik peserta didik, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;
c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat
dijadikan tolok ukur perilaku peserta didik;
d) Menentukan isi materi pelajar yang dapat mendukung tiap tujuan;
e) Pengembangan penilaian awal untuk menentukan latar belakang peserta didik dan
pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
f) Memilih aktivitas dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan
strategi pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah menyelesaikan tujuan yang
diharapkan;
g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia,
fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran;
h) Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan syarat mereka menyelesaikan
pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa
fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi
yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
3). Model ADDIE
Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik yaitu model
ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an
13. 13
yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi
pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif,
dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Model ini menggunakan lima tahap pengembangan yakni: a) Analysis (analisa), b)
Design (disain/perancangan), c) Development (pengembangan), d) Implementation
(implementasi/eksekusi), e) Evaluation (evaluasi/umpan balik). Masing-masing langkah
dideskripsikan sebagai berikut:
Langkah 1: Analisis
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh
peserta didik, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi
masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output
yang akan dihasilkan adalah berupa karakteristik atau profil calon peserta didik, identifikasi
kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
Langkah 2: Desain
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan,
maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) di atas kertas harus ada terlebih
dahulu. Pada tahap desain ini diperlukan: pertama merumuskan tujuan pembelajaran yang
SMART (spesific, measurable, applicable, realistic, dan Times ). Selanjutnya menyusun tes
yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan tadi. Kemudian menentukan
strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam
hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat dipilih dan tentukan yang
paling relevan. Di samping itu, perlu dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain,
semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-
lain. Semua itu tertuang dalam suatu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.
Langkah 3: Pengembangan
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print atau desain yang dibuat menjadi
kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia
pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan, misal diperlukan modul cetak,
maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain
yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu
langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan.
Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi.
Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem
pembelajaran yang sedang dikembangkan.
Langkah 4: Implementasi
14. 14
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang
dibuat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan dipersiapkan sesuai dengan
peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu
maka software tersebut harus sudah diinstall. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka
lingkungan atau setting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai
skenario atau desain awal.
Langkah 5: Evaluasi
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang
dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa
terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas
itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap
rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli
untuk memberikan input terhadap rancangan yang sedang dibuat. Pada tahap pengembangan,
mungkin perlu uji coba dari produk yang dikembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok
kecil dan lain-lain.
4. Model Hanafin and Peck
Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri daripada tiga fase,
yaitu fase analisis kebutuhan, fase desain dan fase pengembangan atau implementasi. Dalam
model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah
model desain pembelajaran berorientasi produk. Gambar di bawah ini menunjukkan tiga fase
utama dalam model Hannafin dan Peck.
Phases 1 :
Need Asses
Phases 2 :
Design
Phases 3 :
Develop/
Implement
START
EVALUATION / REVISION
Gambar Model Desain Pembelajaran Hannafin dan Peck
(Supriatna & Mulyadi, 2009 : 18)
15. 15
Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media
pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan
media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck menekankan
untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan pembangunan ke fase
desain.
Fasa yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam fase ini
informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan
pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14)
menyatakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah
yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen yang
dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran
berdasarkan keperluan pelajar dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam
fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan dalam
fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.
Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan
implementasi. Hannafin dan Peck mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah
penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen
story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses
pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti
kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses
penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas
media yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14)
menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses
pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara
berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14)
menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian
formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan
penilaian sumatif dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan. Dengan berpedoman
pada sebuah desain pembelajaran yang telah tersusun, maka pembelajaran di kelas dapat
dilaksanakan dengan lebih terarah dan terencana.
Model Isman
Pembelajaran disain model Isman dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)input (identifikasi kebutuhan, isi, tujuan, metode, materi dan media), 2) proses (protootipe
16. 16
test, disain ulang pembelajaran, kegiatan pembelajaran), 3) output (testing dan analisis hasil),
4) umpan balik, 5) pembelajaran.
Implementasi Disain Pembelajaran
Analisa (Kebutuhan, Karakteristik, Tugas)
Kompon
en
Desain
pembelajara
n
Teaching
Learning
Process
Evaluasi
PERENCANAAN IMPLEMENTASI
1, Penjelasan
EVALUASI
Formatif
Isi Model
desain
Silabus:
SK
KD
IP
Pokok Materi
SkenarioPemb.
Alat & Sumber
Evaluasi
RPP:
KD
IP
Pokok materi
Strategi
Skenario
Pemb.
Alat &
Sumber
Evaluasi
prosedur
pembelajaran
2. Menyajikan
masalah
3.Pengumpulan
data dan
pengajuan
Hipotesis
4. Menguji
Hipotesis
5.Menformulasi
kan penjelasan
6 Membuat
Kesimpulan
Penilaian
Sumatif
Sasaran
Tujuan pembelajaran
(output) Out comes
17. 17
Bagan 2.5 Model PengembanganHipotetik
DAFTAR PUSTAKA
Atwi Suparman, 1997. Desain Instruksional. Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka
Dick, Walter, Lou Carey., & James O. Carey. 2003. The Systematic Design Of Instruction.
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Addison –Welswey Educational
Publisher Inc.
Johnson, David W., Roger T Johnson., & Edythe Johnson Holubec. 1994. Cooperative Learning
in the Classroom. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum
Development
I Nyoman Sudana Degeng. 1997. Ilmu Pengajaran : Taksonomi Variabel. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, P2LPTK
Morrison, Gary R., Steven M. Ross, & Jerrold E. Kemp. (2004). Design effective instruction, (4th
Ed.). New York: John Wiley & Sons
Reigeluth, Charles M. 1999. Instructional Design : Theories and Model. London: Lowrence
Earlbown Associates Publishers.
Robert M. Gagne, Marcy Parkins Driscoll. 1989. Essentials of learning for instructional. Florida:
State University.
Sri Anitah, 2009. Media Pembelajaran.Surakarta : UNS Press
18. 18
Supriatna, D dan Mulyadi, M. 2009. Konsep Dasar Desain Pembelajaran. Jakarta : Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Suwarji Suwandi. 2011. Model-model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka
Syaiful Sagala. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung : Alfabeta
Winkel, W.S. 1989. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia
Wina Sanjaya. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana
19. 19
Ada satu sifat menonjol yang ada pada pribadi para pemimpin sukses, yaitu mereka tidak pernah berhenti untuk
belajar. Mereka tahu tidak ada garis finish untuk belajar. Ada pengetahuan dan ilmu yang baru dan selalu
berkembang untuk dipahami lebih baik lagi.
Dengan pemahaman seperti itu, mereka kemudian membentuk sebuah kebiasaan. Suatu kebiasaan yang ditujukan
untuk membentuk diri lebih baik lagi dengan mencari sumber ilmu yang bisa membantu mereka menjadi
pemimpin yang lebih baik dalam proses perjalanannya.
Apapun hasilnya, apakah menjadi pemimpin yang paling pintar dan sarat ilmu pengetahuan, pemimpin yang
sangat berpengalaman dalam industri yang ditekuni atau pemimpin yang memiliki jenis keahlian langka,
pemimpin yang baik akan selalu belajar tentang banyak hal.
Jika tidak menjadi pemimpin bagi orang lain, setidaknya bisa menjadi pemimpin bagi diri sendiri dengan menjadi
pembelajar yang lebih baik setiap harinya. Berikut beberapa tips yang bisa Anda pelajari untuk naik tingkat
menjadi pembelajar yang lebih baik lagi:
1. Pahami cara belajar terbaik untuk Anda
Belajar, sama halnya dengan berolahraga, memiliki teknik tertentu yang mampu mendorong Anda tumbuh dan
belajar lebih cepat. Tapi, Anda harus memahami bagaimana cara belajar yang paling cocok untuk Anda sehingga
bisa menyerap ilmu dengan lebih cepat.
Misalnya, Anda lebih suka membaca dan memahami isi buku terlebih dulu daripada langsung praktek. Ada lagi
individu yang lebih suka belajar langsung meski tanpa pengalaman, namun dalam perjalanannya keberanian
untuk langsung beraksi itu akan memberikan ilmu dan pengalaman yang terbaik.
2. Membuat agenda belajar
Membuat agenda belajar adalah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh Anda dalambelajar, kemudian
meluangkan waktu dan mencari sumber pengetahuan untuk pembelajaran tersebut. Karena selepas dari
pendidikan akademik, maka Anda harus membuat kurikulum sendiri. Jangan bergantung pada orang lain, buatlah
agenda belajar sendiri karena sebagian besar proses pembelajaran justru terjadi di luar kelas formal, namun
melalui pengalaman dan pengembangan hubungan baik dengan orang lain.
3. Mengembangkan dasar pembelajaran
Belajar itu kumulatif, dimana Anda menambah terus pengetahuan dan pengalaman sepanjang Anda belajar,
kapanpun, dimanapun. Setelah itu, Anda membuat koneksi dan mengaitkan hal baru dengan yang lama untuk
mencari ide atau gagasan baru yang lebih segar. Evaluasi adalah penting untuk melihat kembali tentang
perubahan yang ada, apa yang mungkin tidak setujui, atau hal apa yang mungkin perlu dibenahi.
4. Ajarkan dan aplikasikan yang Anda tahu
Ada perbedaan antara mengetahui suatu informasi dan mengaplikasikannya dalam sebuah situasi. Mengambil
inisiatif tidak hanya untuk belajar tetapi juga mengajar orang lain adalah kemampuan yang jarang dilakukan. Jadi,
ketika Anda sudah memahami suatu pengetahuan, Anda kemudian bersedia untuk mengajari hal tersebut pada
rekan kerja, maka cara ini akan membantu Anda belajar tentang hal lain, yaitu hubungan pertemanan yang baik di
tempat kerja.
20. 20
Seorang pembelajar yang baik itu bagaikan sungai yang mengalir melalui diri kita, menambah pengetahuan,
memahami dan membentuk sudut pandang lain yang bertujuan untuk memberi manfaat tak hanya bagi diri
sendiri tetapi juga bagi orang lain.
Pembelajaran yang baik bisa dimulai dari sebuah ide atau konsep, namun ketika diaplikasikan dengan tepat secara
konsisten maka hasil yang konkrit akan terlihat dengan jelas.
Maksimalkan potensi diri Anda dengan bantuan Self-Growth Coach kami
KATA 'belajar'acap kali diasosiasikan atau diarahkan kepada anak/murid dan seakan menjadi kosakata yang hanya
berlaku untuk mereka.Padahal,belajar seharusnya menjadi bagian dari kehidupan murid dan guru.Bagi guru -pendidik
belajar semestinya merupakan 'roh'dari 'mengajar'.Dalam kajian tentang pengembangan sekolah,teori reformasi
pendidikan atau teori perubahan dalam pendidikan dikenal istilah teachers as learners (Dalin:1994;Hopkins:2004;
Persson:2004) dan educators as learners (Wald,Castleberry:2000),yang secara konseptual memiliki makna
esensial.Apa makna esensial guru-pendidik pembelajar? Bagaimana menjadi seorang guru-pendidik pembelajar?
Makna esensial Guru pembelajar memiliki makna esensial yang terkaitdengan dua hal. Pertama,peran substantif
guru-dalam pendidikan dan kedua,terkaitdengan bagaimana guru menghadapi tantangan global (menjadi globally
competentteacher).Peran substantifguru merujuk pada peran guru/pendidik pada tataran makro dan mikro.Pada
tataran makro,karya-karya keilmuan pendidikan pendidikan menyebutkan guru-pendidik ialah pembawa obor
pendidikan (Pushpanadham:2020).Guru merupakan faktor penentu keberhasilan setiap upaya reformasi atau
implementasi kebijakan,usaha-usaha inovatif,atau demokratisasi pendidikan.Kesediaan guru untuk melakukan
perubahan (will-to change) dan mutu guru menjadi penentu keberhasilannya (Villega-Reimer:2004;Hopkins:2004;
Pushpanadham,2020),sedangkan pada tataran mikro (belajar),guru-pendidik merupakan faktor penentu terhadap
keberhasilan belajar (students’achivement)(Sean:2002;Creemers:1994;Hanushek dan Kain:2005).Tulisan tentang
kajian pengembangan sekolah atau reformasi pendidikan menunjukan fasilitas material atau fisik yang baik (seperti
gedung,laboratorium,dan perpustakaan) ialah penting,tetapi tidak cukup mencerminkan mutu yang dihasilkan.Faktor
penentunya ialah guru (Hopkins:2004) atau teacher masterydalam istilah Fullan (Fullan:2007).Pembelajaran
bermutu mempunyai hubungan dengan belajar guru-pendidik dan komitmen seluruh pemangku kepentingan sekolah
terhadap peningkatkan mutu pembelajaran atau membangun budaya belajar (Louis dan Marks:1998;McLaughlin dan
Talbert: 2002;Moore: 1996).Oleh sebab itu, pengetahuan dan kereampilan guru-pendidik harus selalu dikembangkan
melalui proses pembelajaran sistematik di sekolah,yang mampu mendorong refleksi melalui in-service training,
supervisi,dan coaching dalam atmosfer kologial.Beberapa hal tersebutmerupakan penentu peningkatan mutu
(Hopkins:2004;Wald,Castleberry: 2000). Tantangan global Tak dapatdisangkal,globalisasi memberi pengaruh
terhadap tatanan kehidupan,seperti ekonomi,politik,budaya,teknologi,dan pendidikan (Sholte,2000;Cohen
&Kennedy, 2000;Steger, 2001). Dalam ranah pendidikan,globalisasi memberi pengaruh kuatterhadap kebijakan,
praktik, dan kelembagaan pendidikan.Pendidikan dihadapkan kepada tuntutan seperti fleksibilitas dan adaptasi,
misalnya,untuk merespons tuntutan dan kesempatan dunia kerja.Dengan kata lain,pendidikan harus memenuhi
kebutuhan masa kini sembari mengantisipasi tren dan tantangan mendatang.Sekolah perlu menggunakan paradigma
belajar yang berbeda.Guru sebagai faktor yang sangatberpengaruh dalam meyiapkan murid perlu dibekali dengan
kompetensi baru dan mindsetyang diperlukan untuk menjadi fasilitator dalam konteks mengajar-belajar.Seorang guru
global kini dan ke depan diharapkan dapatmenggabungkan isu-isu global,seperti multikulturalisme,isu ekonomi,
lingkungan,dan sosial (Pushpanadham:2020).
Karenanya, guru memerlukan kemampuan cara berfikir ganda (multiple thinking),memecahkan masalah secara
inovatif, dan bekerja sama.Guru perlu mengembangkan tidak hanya materi belajar dan menguasai pedagogi,tetapi
juga memahami para murid dan memfasilitasi mereka belajar (learn to learn).Penguasaan ilmu-ilmu pokok (fondasi)
untuk profesi diperlukan bagi guru pemula untuk membantu m ereka merespons tugas (mengajar) yang cenderung
kompleks dan menantang (Tan,Liu,Low: 2017).Bagaimana perwujudan konsep 'guru pembelajar'? Pedagogi yang
berpusatpada pemberdayaan murid dan menciptakan budaya belajar akan memberi dampak positifterhadap seluruh
peserta didik dalam belajar dan mengantarkan mereka menjadi kontributor dan pemimpin masyarakatke depan
(Moore: 1996;Castleberry:2000). Hal ini tidak dapatdilepaskan dari budaya belajar (culture oflearning).Budaya
belajar ialah perilaku yang mendukung seorang dan atau kelompok menjadi pembelajar.Ada beberapa nilai atau
perilaku yang dibutuhkan seseorang atau kelompok untuk menjadi pembelajar,berpikir terbuka,ketertarikan akan
minatdan cara pandang baru,rasa ingin tahu,penggalian dan pencarian makna dalam setting kelas,keberanian,
percaya diri, dan perhatian.Perilaku tersebutharus teranam pada guru-pendidik karena guru ialah contoh role model.
Dengannya,akan terlahir banyak kegiatan belajar yang dilakukan tiap-tiap guru untuk meningkatkan kapasitasnya dan
komitmen terhadap profesi.Kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas profesional tidak langsung (indirectmodel of
professional development) yang berkesinambungan,dilakukan dengan menumbuhkan situasi yang kondusifdalam
mewujudkan kesadaran diri untuk selalu belajar sebagai tuntutan dari era global.Selanjutnya,sikap-sikap tersebut
ditanamkan di kelas untuk menumbuhkan budaya belajar kelas/sekolah.Guru sebagai role model bagi muridnya
21. 21
mencarikan pendekatan dan cara yang inovatif dalam menumbuhkan sikap-sikap yang diperlukan untuk menjadi
pembelajar di kalangan peserta didiknya,mengadakan hari membaca,belajar bersama dengan tutor sejawat,dan
menetapkan satu hari wajib membaca dalam sepekan merupakan contoh-contoh untuk menciptakan keadaan
mendorong budaya belajar di kelas dan sekolah.Pengembangan budaya belajar dalam kelas/sekolah,menurutWeek
(2012),dimaksudkan untuk menyiapkan peserta didik menghadapi 'dunia yang berubah cepat'dan menyiapkan
generasi ke depan dalam menghadapi tantangan.Oleh karena itu, menciptakan budaya belajar dan mengajar yang
kuat menjadi penting.Selain itu,diperlukan kerja sama,semangatberbagi,interaksi,dan komunikasi dengan pihak
lain yang tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan profesional dirinya dan memberdayakan pihak lain (Persson:
2004).Pada abad ke-21,pembelajaran bermutu memerlukan kerja sama antara guru,manajemen sekolah,dan
masyatakatyang secara bersama-sama menjadikan sekolah sebagai organisasi belajar (learning organization) dan
guru sebagai pembelajar.Masyarakatbelajar yang profesional mempunyai potensi sebagai katalis utama dalam
mentransformasi proses belajar-mengajar.Guru sebagai anggota masyarakatbelajar (communityof learning) akan
mengalami belajar sebagaimana peserta didiknya.Guru akan mendapatkan pemahaman baru secara langsung
tentang cooperative learning dalam kelompok yang heterogen,pengajaran berpusatpada murid,dan the inquiry-based
approach to learning sebagai bagian dari masyarakatbelajar (Wald;Castleberry:2000).Sebagai anggota masyarakat
belajar,guru memberi kontribusi terhadap keberhasilan sekolah melalui kerja sama dengan kaum profesional lainnya
tentang kebijakan pembelajaran,pengembangan kurikulum,dan staf.Mereka dapat mengevaluasi kemajuan dan
alokasi sumber sekolah dengan mengacu kepada tujuan nasional dan setempat(sekolah).Mereka mengetahui betul
sumber-sumber yang ada dalam sekolah dan dari masyarakatyang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peserta
didik dan terampil dalam menggunakan sumber yang dibutuhkan.Para guru yang kompeten menemukan cara-cara
untuk membangun kerja sama dengan orangtua secara kreatifdan terlibatsecara produktifdalam kerangka kerja
sekolah (Fullan:2007).Masyarakat sekolah adalah sebuah masyarakatyang syarat terpenting dari keanggotaannya
adalah menjadi a learner—apakah ia peserta didik,guru,kepala sekolah,orangtua,stafpendukung,atau stafahli.
Sekolah hadir untuk mempromosikan belajar mendalam (deep learning) bagi seluruh warga.Peran sekolah ialah
menemukan dan menyiapkan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mewujudkan pembelajaran mendalam.Guru
sebagai pembelajar tidak sekadar memberikan/menawarkan sebuah lesson plan kepada anak didiknya,tetapi
mewujudkan:masyarakatbelajar (Wald;Castleberry:2000).
Sumber:https://mediaindonesia.com/opini/393917/guru-pembelajar