Dokumen ini membahas sistem demokrasi liberal di Indonesia antara tahun 1950-1959, termasuk kabinet-kabinet yang berkuasa, sistem multi partai, pemilihan umum 1955, dan kegagalan Konstituante menyusun UUD baru yang menyebabkan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Masa ini ditandai ketidakstabilan politik akibat persaingan antar partai dan seringnya pergantian kabinet.
sistem dan stuktur demokrasi terpimpin dan demokrasi liberalDian Dwiyanti
Dalam demokrasi liberal kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer.
Dalam Sistem pemerintahan presidensial kedaulatan negara dipisahkan menjadi tiga golongan kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan satu lagi yaitu yudikatif
1. Sistem pemerintahan pada awal kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sistem pemerintahan yang dianut sistem presidensial
Tugas MPR, DPR dan DPA dilaksanakan oleh presiden dibantu kommite nasional
Tugas MPR, DPR dan DPA dilaksanakan oleh presiden dibantu komite nasional
Tanggal 14 November 1945 dikeluarkanlah maklumat pemerintah tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer
2. Sistem pemerintahan masa berlakunya konstitusi RIS (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950)
Sistem pemerintahannya sistem pemerintahan parlementer
Dasar hukumnya:
Pasal 69 ayat 1 KRIS,”Presiden ialah kepala Negara”
Pasal 118 ayat 1 KRIS,” Presiden tidak dapat diganggu gugat”
Pasal 118 ayat 2 KRIS,” menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijakan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”
3. Sistem pemerintahan masa berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Sistem pemerintahannya sistem pemerintahan parlementer
Dasar hukumnya:
Pasal 45 ayat 1 UUDS 1950,”Presiden ialah kepala Negara”
Pasal 83 ayat 1 UUDS 1950,”Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat”
Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950,”Menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijakan pemerintahan baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”
Pasal 45 ayat 1 UUDS 1950,”Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran iyu memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari”
4. Sistem pemerintahan masa Demokrasi terpimpin (5 Juli 1959-11 Maret 1966)
Sistem pemerintahannya sistem pemerintahan presidensial
Mengalami penyimpangan antara lain:
Pimpinan MPR,DPR,BPK dan MA dibawah presiden
Presiden membubarkan DPR setelah menolak menyetujui RAPBNN yang diusulkan pemerintah
Presiden memperluaskan kekuasaanya melalui UU No.19/1964 antara lain demi kepentingan revolusi presiden berhak mencampuri proses peradilan
Demokrasi liberal (parlementer)
Kurun waktu 1945 – 1949
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR. Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti ya
7 kabinet indonesia_pada_masa_demokrasi_liberalAkhmad Akbar
7 kabinet indonesia_pada_masa_demokrasi_liberal
Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, sistem politik yang dimiliki oleh Indonesia telah berhasil mendorong munculnya berbagai macam partai politik. Hal tersebut disebabkan karena dalam sistem kepartaian, sistem politik Indonesia menganut sistem multipartai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer yang memiliki gaya barat dengan sistem multipartai yang dianut, maka partai-partai politik yang mulai muncul ini lah yang akan menjalankan pemerintahan Indonesia melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 sampai dengan tahun 1959.
Partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia mengalami masa berkiprahnya dalam jangka waktu antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1959. Pada masa tersebut terjadi banyak pergantian kabinet atau sering jatuh bangunnya kabinet dalam pemerintahan Indonesia karena keadaan pemerintahan Indonesia yang tidak stabil, sehingga partai-partai politik yang terkuat dapat mengambil alih kekuasaan pemerintahan Indonesia dengan mudah. Pada masa tersebut partai yang terkuat dalam DPR adalah PNI dan Masyumi. Dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun (tahun 1950 sampai dengan tahun 1955), PNI dan Masyumi silih berganti untuk memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan Indonesia, adalah sebagai berikut.
sistem dan stuktur demokrasi terpimpin dan demokrasi liberalDian Dwiyanti
Dalam demokrasi liberal kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer.
Dalam Sistem pemerintahan presidensial kedaulatan negara dipisahkan menjadi tiga golongan kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan satu lagi yaitu yudikatif
1. Sistem pemerintahan pada awal kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sistem pemerintahan yang dianut sistem presidensial
Tugas MPR, DPR dan DPA dilaksanakan oleh presiden dibantu kommite nasional
Tugas MPR, DPR dan DPA dilaksanakan oleh presiden dibantu komite nasional
Tanggal 14 November 1945 dikeluarkanlah maklumat pemerintah tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer
2. Sistem pemerintahan masa berlakunya konstitusi RIS (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950)
Sistem pemerintahannya sistem pemerintahan parlementer
Dasar hukumnya:
Pasal 69 ayat 1 KRIS,”Presiden ialah kepala Negara”
Pasal 118 ayat 1 KRIS,” Presiden tidak dapat diganggu gugat”
Pasal 118 ayat 2 KRIS,” menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijakan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”
3. Sistem pemerintahan masa berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Sistem pemerintahannya sistem pemerintahan parlementer
Dasar hukumnya:
Pasal 45 ayat 1 UUDS 1950,”Presiden ialah kepala Negara”
Pasal 83 ayat 1 UUDS 1950,”Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat”
Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950,”Menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijakan pemerintahan baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”
Pasal 45 ayat 1 UUDS 1950,”Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran iyu memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari”
4. Sistem pemerintahan masa Demokrasi terpimpin (5 Juli 1959-11 Maret 1966)
Sistem pemerintahannya sistem pemerintahan presidensial
Mengalami penyimpangan antara lain:
Pimpinan MPR,DPR,BPK dan MA dibawah presiden
Presiden membubarkan DPR setelah menolak menyetujui RAPBNN yang diusulkan pemerintah
Presiden memperluaskan kekuasaanya melalui UU No.19/1964 antara lain demi kepentingan revolusi presiden berhak mencampuri proses peradilan
Demokrasi liberal (parlementer)
Kurun waktu 1945 – 1949
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR. Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti ya
7 kabinet indonesia_pada_masa_demokrasi_liberalAkhmad Akbar
7 kabinet indonesia_pada_masa_demokrasi_liberal
Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, sistem politik yang dimiliki oleh Indonesia telah berhasil mendorong munculnya berbagai macam partai politik. Hal tersebut disebabkan karena dalam sistem kepartaian, sistem politik Indonesia menganut sistem multipartai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer yang memiliki gaya barat dengan sistem multipartai yang dianut, maka partai-partai politik yang mulai muncul ini lah yang akan menjalankan pemerintahan Indonesia melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 sampai dengan tahun 1959.
Partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia mengalami masa berkiprahnya dalam jangka waktu antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1959. Pada masa tersebut terjadi banyak pergantian kabinet atau sering jatuh bangunnya kabinet dalam pemerintahan Indonesia karena keadaan pemerintahan Indonesia yang tidak stabil, sehingga partai-partai politik yang terkuat dapat mengambil alih kekuasaan pemerintahan Indonesia dengan mudah. Pada masa tersebut partai yang terkuat dalam DPR adalah PNI dan Masyumi. Dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun (tahun 1950 sampai dengan tahun 1955), PNI dan Masyumi silih berganti untuk memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan Indonesia, adalah sebagai berikut.
3. • Pada masa berlakunya UUDS 1950, Negara
Kesatuan RI menganut sistem demokrasi
liberal dengan sistem kabinet parlementar.
Dalam kabinet parlementar, para mentri
bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh
karena itu, jatuh bangunyakabinet sangat
tergantung pada parlemen. Pada masa
demokrasi liberal jumlah partai politik ukup
banyak.
By Amelia Khomey 3
4. • Sejak tahun 1950 sampai dengan 1959, ketidak
stabilan politik juga di tunjukan dengan sering
bergantinya kabinet, dalam kurun waktu sekitar 9 tahun
telah berganti kabinet sebanyak 7 kali, di antaranya :
• Kabinet Masa Demokrasi Liberal :
1. Kabinet Natsir (September 1950 – Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952)
3. Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1993)
4. Kabinet Ali Sastromidjojo I (Juli 1953 – Juli 1955)
5. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955 – Maret
1956) dilaksanakan pemilu I
6. Kabinet Ali Sastromidjojo II (Maret 1956 – Maret 1957)
7. Kabinet Karya atau Juanda (April 1957 – Juli 1959)
By Amelia Khomey 4
6. • Pokok-pokok program kerja Natsir:
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
2. Konsolidasi dan menyempurnakan dan pemerintahan
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang RI
4. Mengembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi
rakyat
5. Memperjuangkan penyelesaian Irian Barat
Pada masa pemerintahan Natsir, hampir di seluruh
wilayah Indonesia tejadi pemberontakan, sehingga
muncul berbagai masalah dalam negri. Persoalan Irian
Barat yang dirintis oleh kabinet Natsir akhirnya menemui
jalan buntu. Akhirnya Natsir mengembalikan mandatnya
kepada presiden pada tanggal 21 maret 1951
By Amelia Khomey 6
8. Program sukiman hampir sama dengan
kabinet natsir. Hanya beberapa hal mengalami
perubahan skala prioritas. Misalnya mengenai
pemulihan keamanan dan ketertiban. Pada
masa kabinet sukiman terjadi krisis moral
yang ditandai oleh korupsi dan kegemaran
akan barang-barang mewah. Kabinet sukiman
dituduh telah memasukkan Indonesia ke
dalam blok barat. DPR menggugat kebijakan
itu sehingga kabinet Sukiman jatuh.
By Amelia Khomey 8
10. Program kerjanya lebih ditujukkan kepada
persiapan pemilihan umum, kemakmuran yang
ditekankan kepada peningkatan taraf hidup
rakyat. Walaupun demikian, kabinet wilopo
juga tidak luput dari berbagai masalah.
Masalah terberat yang dihadapi Kabinet Wilopo
adalah masalh yang menyangkut AD, atau yang
terkenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952.
Dan pada tanggal 2 Juni 1953 Perdana Menteri
Wilopo mengembalikkan mandatnya kepada
presiden.
By Amelia Khomey 10
12. • 4 pasal program kerja Ali Sastroamidjojo
1. Dalam negeri (meningkatkan keamanan, kemakmuran,
dan segera diadakan pemilihan umum)
2. Pembebasan Irian Barat
3. Luar negeri (pelaksanaan politik bebas-aktif,
peninjauan kembali persetujuan KMB)
4. Penyelesaian pertikaian politik
Namun dalam menjalankan tugasnya kabinet Ali
juga mendapatkan masalah dengan AD. Ada banyak
masalah dan kemelut dalam kabinetnya. Sehingga pada
tanggal 24 Juli1955 Ali mengembalikan mandatnya kepada
presiden. Namun disamping kegagalannya, Ali juga masih
mendapat kesuksesan yaitu dalam pemilu.
By Amelia Khomey 12
15. SISTEM MULTI PARTAI
• Dampak Positif :
1. Menghidupkan suasana demokratis di
Indonesia.
2. Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu
besar, karena wewenang pemerintah di
pegang oleh partai yang berkuasa
3. Menempatkan kalangan sipil sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat dan
pemerintahan.
By Amelia Khomey 15
16. • Dampak Negatif :
1.Sejumlah partai cenderung menyuarakan
kepentingan kelompok sendiri, bukan banyak
rakyat.
2. Ada kecenderungsn persaingan tidak sehat,
baik dalam parlemen maupun kabinet yang
berupa saling menjatuhkan.
By Amelia Khomey 16
17. PEMILIHAN UMUM
28 partai yang ikut serta dalam pemilu
pertama pada tahun 1955
By Amelia Khomey 17
18. • Hasil pemilu I memunculkan empat partai
terkemuka yang meraih kursi terbanyak di
DPR dan kontituante , yaitu :
perimbangan perolehan kursi DPR Hasil
Pemilu Tahun 1955 tahap I :
Masyumi : 60 kursi
PNI : 58 kursi
PKI : 32 kursi
NU : 47 kursi
Partai lainya memperebutkan sisa 75 kursi
By Amelia Khomey 18
19. Perimbangan perolehan kursi kontituante
Hasil pemilu tahun 1955 tahp II :
• PNI : 199 kursi
• Masyumi : 112 kursi
• NU : 91 kursi
• PKI : 80 kursi
• Partai lainnya memperebutkan sisa 118 kursi.
By Amelia Khomey 19
20. • Walaupun pemilu I dapat berlangsung dengan
aman, lancar dan tertib tetapi keadaan politik
dan keamanaan belum stabil,hal ini di sebabkan
oleh :
1. Sering terjadi pertentangan antar politik.
2. Partai politik hanya mempertahankan keyakinan
partainya.
3. Anggota DPR hasil pemilu belum dapat
memenuhi harapan rakyat.
4. Badan kontituante gagal menyusun UUD.
By Amelia Khomey 20
21. Kemacetan politik dalam kontituante, bagi militer
merupakan situasi yang membahayakan
kelangsungan bangsa dan negara, maka KSAD
Letjen AH Nasution (atas nama pemerintah /
PERPU) mengeluarkan larangan bagi semua
kegiatan politik mulai tanggal 3 Juni 1959. Larangan
itu ditindak launjuti oleh Presiden Soekarno,
dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
KEGAGALAN KONSTITUANTE MENYUSUN
UNDANG – UNDANG DASAR
By Amelia Khomey 21
22. • Pertimbangan Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Anjuran untuk kembali ke UUD 1945 tidak
memperoleh keputusan dari Konstituante.
2. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan
tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah
menolak menghadiri sidang.
3. Kemelu6 dalam konstituante membahayakan
prsatuan, mengancam keselamatan negara, dan
merintangi pembanggunan nasional.
DEKRIT PRESIDEN 5 Juli 1959
By Amelia Khomey 22
23. Keputusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Kontituante di bubarkan.
2. UUD 1945 kembali berlaku sebagai UUD
Republik Indonesia.
3. Segera membentuk MPRS dan DPAS.
By Amelia Khomey 23
25. Sisi Positif Dekrit Presiden :
1. Menyelamatkan dari perpecahan dan krisis
politik berkepanjangan.
2.Memberikan pedoman yang jelas (UD 1945)
bagi kelangsunggan negara.
3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi
negara (MPRS) dan lembaga tinggi (DPAS)
yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda
– tunda pembentukanya.
By Amelia Khomey 25
26. Sisi Negatif Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Memberikan kekuasaan yang besar kepada
Presiden baik terhadap MPR maupun lembaga
tinggi negara.
2. Memberi peluang bagi kalangan militer untuk
terjun dalam bidang politik.
By Amelia Khomey 26
27. Berlakunya masa
demokrasi liberal (1950-
1959), di dalam negeri
Indonesia masih
menimbulkan beberapa
gangguan keamanan,
diantaranya gangguan
keamanan dari dalam
negeri, seperti
pemberontakan
APRA
PPRI
dan
Permest
a
RMS
DI / TII
KETIDAKSTABILAN POLITIK
By Amelia Khomey 27