KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
Demokrasi liberal sampai reformasi
1. DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959
Perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi
parlementer yang ditandai dengan adanya Maklumat KNIP Nomor
5 tanggal 11 November 1945.
Perubahan fungsi KNIP yang semula sebagai pembantu presiden dan wakil
presiden menjadi majelis legislatif.
Perubahan fungsi KNIP yang semula sebagai pembantu presiden dan
wakil presiden menjadi majelis legislatif.Pada masa Demokrasi liberal
menggunakan sistem parlementer , artinya yang menjalankan
pemerintahan adalah perdana menteri sedangkan Presiden hanya sebagai
simbol dan pada masa ini Indonesia menggunakan sistem UUDS 1950
sebagai dasar konstitusional sesuai dengan konstitusi pemerintah RIS dan
RI 19 Mei 1950.
Kabinet sangat mudah di jatuhkan sehingga kabinet tidak mampu bekerja
secara maksimal hingga akhir masa kerjanya ( 4 - 5 tahun )
Pemberontakan masih sulit untuk di tumpas sehingga pemerintah masih
sangat di ganggu oleh bentuk perpecahan
2. KABINET TIDAK BERJALAN OPTIMAL
Dua hal penyebab jatuhnya kabinet di antaranya adanya :
1. Adanya perpecahan diantara partai-partai yang tergabung dalam koalisi
2. Dijatuhkan oleh partai oposisi dengan menggalang didalam parlemen untuk
memberikan dukungan pada kabinet yang memerintah atau mosi tidak
Nama-nama kabinet di masa Demokrasi Liberal :
a. Kabinet Natsir
b. Kabinet Sukiman
c. Kabinet Wilopo
d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I
e. Kabinet Burhanuddin Harahap
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II
g. Kabinet Djuanda
3. TERBENTUKNYA DEWAN DAERAH
Pada masa Kabinet Alisastroamidjojo II, pergolakan muncul di
Sumatera dan Sulawesi di picu oleh rasa ketidakpuasan terhadap
alokasi dana pembangunan yang di terima dari pemerintah pusat dan
juga menemui kesulitan untuk menyampaikan aspirasinya kepada
parlemen
1. Dewan Banteng Sumatera Tengah 20 Desember 1956 Letkol.
Achmad Husain
2. Dewan Gajah Sumatera Utara 22 Desember 1956 Kolonel. Maludin
3. Dewan Garuda Sumatera Selatan 24 Desember 1956 Letkol. Barlian
4. KESEPAKATAN DEWAN BANTENG 20-25 NOV 1956
1. Pembangunan daerah akan di lakukan dengan cara menggali potensi
daerah melalui pemerintahan otonomi
2. Menyusun buku sejarah perjuangan Sumatera Tengah
3. Membangun museum perjuangan
4. Mengutus para veteran yang cacat karena pertempuran, para janda
dan yatim piatu dan menyediakan lahan untuk makan para pahlawan
5. Merancang simbol dan lambang baru
6. Melakukan pengawasan terhadap penempatan pejabat daerah harus
merupakan tenaga produktif bagi daerah
Komando pertahanan daerah yang meliputi teritorial,operatif dan
administratif
5. KONSEPSI PRESIDEN 21 FEBRUARI 1957
1. Sistem Demokrasi liberal akan di ganti dengan Demokrasi
terpimpin
2. Akan segera di bentuk kabinet gotong royong yang
menteri-menterinya terdiri atas anggota dari partai-partai besar,
Partai Nasional Indonesia,Mejelis Syuro Muslimin
Indonesia,Nahdlatul Ulama dan PKI
3. Pembentukan Dewan Nasional dengan para anggotanya terdiri
atas golongan-golongan fungsional yang berasal dari masyarakat
Dewan Nasional ini bertugas memberikan nasihat kepada
Presidenbaik di minta maupun tidak
6. PERBEDAAN PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DAN TERPIMPIN
1. Keterkaitannya dengan masalah kedaulatan Rakyat
Pada Demokrasi liberal kedaulatan rakyat sepenuhnya oleh DPR. DPR dapat
membentuk dan membubarkan pemerintah dan kabinet ( eksekutif ).Pada
Demokrasi Terpimpin , secara normatif konstitusional dintetapkan kedaulatan rakyat
berada dan di laksanakan oleh MPR namun pelaksanaan nya ada di tangan
Presiden
2. Keterkaitannya dengan masalah pembagian kekuasaan
Pada Demokrasi liberal kekuasaan DPR lebih kuat dari
pemerintah/kabinet, DPR bisa memberhentikan pemerintah sedangkan di
Demokrasi Terpimpin kekuasaan Presiden bisa sangat dominan dan
Presiden di tetapkan seumur hidup dan tidak dapat di bubarkan oleh
MPRS
7. Pemilu 1955
• Pemilu pada 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR) dengan hasil
sebagai berikut.
• Pemilu pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante dengan hasil sebagai
berikut.
No. Nama Partai Jumlah Kursi
1. Partai Nasional Indonesia 57 kursi
2. Masyumi 57 kursi
3. Nahdatul Ulama 45 kursi
4. Partai Komunis Indonesia 39 kursi
No. Nama Partai Jumlah Kursi
1. Partai Nasional Indonesia 119 kursi
2. Masyumi 112kursi
3. Nahdatul Ulama 91 kursi
4. Partai Komunis Indonesia 60 kursi
8. Sistem Multipartai
Sistem multipartai didasari adanya Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945. Dalam
maklumat tersebut Moh. Hatta memberikan kebebasan pembentukan partai politik.
Pada perkembangannya, partai politik pada masa Demokorasi Liberal saling bersaing,
mencari kesalahan, dan saling menjatuhkan.
Menurut Moh. Hatta, sistem multipartai bertujuan untuk memudahkan kekuatan
perjuangan dan memudahkan dalam meminta pertanggung jawaban kepada barisan
perjuangan.
Perubahan fungsi KNIP yang
semula sebagai pembantu
presiden dan wakil presiden
menjadi majelis legislatif.
9. Konstituante hasil Pemilu 1955
gagal menyusun undang-undang
dasar
Apa penyebabnya?
• Perdebatan berlarut-larut dalam
konstituante.
• Adanya perselisihan antara partai.
• Adanya desakan untuk kembali kepada
UUD 1945.
Langkah
lanjutan
• Presiden Soekarno mengusulkan agar
UUD 1945 diberlakukan kembali
sebagai konstitusi negara.
• Presiden Soekarno membubarkan
konstituante melalui Dekret Presiden 5
Juli 1959.
10. Pemikiran Ekonomi Nasional pada Masa Demokrasi
Liberal
• Menurut Soemitro Djojohadikusumo,
pembangunan ekonomi pada masa
Demokrasi Liberal masih menemui
berbagai hambatan.
• Kondisi tersebut disebabkan sistem
ekonomi kolonial masih mengakar kuat di
Indonesia.
• Menghadapi kondisi tersebut, Soemitro
Djojohadikusumo menitikberatkan ekonomi
nasional dengan memperkuat sistem
perdagangan.
• Selain itu, pemerintah merangkul kaum
pribumi untuk mewujudkan kelas
pengusaha pribumi.
11. Upaya Mengatasi Masalah Ekonomi
pada Demokrasi Liberal
Gerakan Benteng Gunting Syafruddin
Nasionalisasi
perusahaan asing
Sistem ekonomi
Ali-Baba
Membentuk Biro
Perancang
Nasional
12. Bab III
Dinamika Politik–Ekonomi Indonesia
Masa Demokrasi Terpimpin (1959–1965)
Dinamika Politik Dinamika Ekonomi
Dekret Presiden
5 Juli 1959
Peta Kekuatan
Politik Nasional
Peran
Presiden Soekarno
Pembebasan
Irian Barat
Politik Luar Negeri
Sistem Ekonomi Terpimpin
Kebijakan
untuk Mengatasi Masalah
Ekonomi
Daftar Isi
13. ❑ Konsepsi Presiden 1957
❑ Kegagalan Dewan Konstituante
Dekret Presiden
5 Juli 1959
Latar Belakang
Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959
Pembubaran Konstituante
Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
Situasi Politik setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959
Kabinet Djuanda digantikan Kabinet Kerja pada 10 Juli 1959
Presiden Soekarno juga menetapkan pidatonya yang berjudul ”Penemuan Kembali
Revolusi Kita” menjadi Manifesto Politik
14. Peta Kekuatan Politik
Nasional
Undang-Undang Dasar 1945U
S
D
E
K
Sosialisme Indonesia
Demokrasi Terpimpin
Ekonomi Terpimpin
Kepribadian Bangsa
✔ Presiden Soekarno juga menyampaikan lima gagasan yang disebut
USDEK
✔ Gagasan tersebut kemudian dikenal dengan istilah Manipol-USDEK
✔ Dalam perkembangannya, Manipol-USDEK ditetapkan sebagai
ideologi resmi dan haluan negara
15. ▪ Indonesia berhasil meraih dukungan dari
negara peserta Konferensi Colombo 1954
dan Konferensi Asia Afrika 1955
▪ Indonesia mengangkat masalah Irian Barat
dalam sidang umum PBB hingga tahun
1960, tetapi mengalami kegagalan
Perjuangan Diplomasi Konfrontasi Politik
Perjuangan Pembebasan Irian Barat
✔ Pada 1956 Indonesia membatalkan
hasil KMB
✔ Pada 1960 pemerintah Indonesia
memutus hubungan diplomatik dengan
Belanda
16. Konfrontasi Ekonomi
Konfrontasi Militer
• Membatalkan utang-utang Indonesia kepada
Belanda senilai 3.661 juta gulden
• Menasionalisasi maskapai penerbangan Belanda
(KLM) dan perusahaan pelayaran (NHM) pada 1958
• Pada 19 Desember 1961 Presiden Soekarno
mengumumkan Trikora
• Pada 1962 pemerintah Indonesia membentuk
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
• Pasukan TNI dikerahkah melalui operasi-operasi
militer di wilayah Irian Barat
17. Pada 27 Mei 1961 Tengku Abdul Rahman
mencetuskan gagasan pembentukan
Federasi Malaysia
• Presiden Soekarno menganggap
pembentukan Federasi Malaysia adalah
proyek neokolonialisme Inggris yang
membahayakan negara-negara Nefo
• Pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dwikora yang menandai
konfrontasi Indonesia– Malaysia
Konfrontasi dengan Malaysia
23. Kronologi Pengunduran Diri Presiden Soekarno
❑ Pada Juni 1966 Presiden Soekarno menyampaikan pidato pertanggungjawabannya sebagai presiden yang
kemudian dikenal dengan nama pidato Nawaksara.
❑ Pada 20 Juni hingga 5 Juli 1966, melalui Ketetapan Nomor V/MPRS/1966, MPRS meminta Presiden
Soekarno melengkapi isi pidato Nawaksara.
❑ Presiden Soekarno pun menyampaikan kembali pidato pertanggungjawaban pada 10 Januari 1967 di
hadapan anggota MPRS dan DPR-GR. Pidato tersebut dituangkan dalam Surat Presiden RI Nomor
1/Pres/1967 dan diberi nama ”Pelengkap Nawaksara” (Pelnawaksara).
❑ Pada 9 Februari 1967 DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar mengadakan
sidang istimewa untuk mengatasi situasi politik yang memanas.
❑ Para pimpinan ABRI tersebut membujuk Presiden Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan pada
pengemban Ketetapan Nomor IX/MPRS/1966, yaitu Letjen Soeharto, sebelum sidang umum MPRS
dilaksanakan.
❑ Pada 22 Februari 1967 Presiden Soekarno secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya.
25. Stabilisasi Penyeragaman Orde Baru
• Pelarangan ideologi komunisme dan ideologi-ideologi yang dianggap radikal.
• Menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara.
• Menggagas mengenai pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila
melalui Ekaprasetya Pancakarsa.
• Melakukan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
• Mengharuskan semua partai politik menganut ideologi Pancasila.
28. Indonesia pada Masa Reformasi
Pemerintahan Joko Widodo
dan Jusuf Kalla
Pemerintahan Megawati Soekarnoputri
Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Pemerintahan B.J. Habibie
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf
Kalla
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Boediono
30. Pengunduran Diri Presiden
Soeharto
Presiden Soeharto bertemu dengan Wakil Presiden B. J. Habibie dan
sejumlah pejabat tinggi negara setelah pulang dari Kairo pada 15 Mei
1998.
Pada 16 Mei 1998 Presiden Soeharto bertemu dengan pimpinan
DPR, Harmoko. Harmoko menyampaikan sejumlah tuntutan
reformasi dari masyarakat Indonesia.
21 Mei 1998 Presiden Soeharto membacakan pidato pengunduran
dirinya di Istana Negara. Presiden Soeharto mengumumkan Wakil
Presiden B. J. Habibie akan melanjutkan masa jabatan presiden.