Dokumen tersebut membahas tentang implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). BPJS Kesehatan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pelaksanaannya dimulai pada Januari 2014 meskipun menghadapi tantangan infrastruktur
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita
bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa
Indonesia.Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan social. Untuk
mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan.
Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua
bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik daripada keadaan yang
sebelumnya. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesuai dengan
amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas
pembantuan (medebewind), diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
2. 2
kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Widjaja, 2005:37). Sedangkan kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM)
dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non-diskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa serta pembangunan nasional.
Sesuai dengan visi Kementerian Kesehatan yaitu masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan. Indonesia memiliki program Milenium Development
Goals (MDG’s 2015) dan Indonesia Sehat 2025 yang dicanangkan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Dinas Kesehatan untuk
peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang perlu dijabarkan
oleh Pemerintah Daerah karena kesehatan merupakan kunci penting bagi
produktifitas penduduk.
Pada tahun 2014, pemerintah menempatkan pelaksanaan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan sebagai prioritas utama, jauh
mengalahkan program-program kesehatan lainnya. Sasaran yang ingin dicapai
dengan implementasi SJSN tersebut adalah meningkatnya jumlah penduduk yang
mendapat subsidi bantuan iuran jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta jiwa.
Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit,
3. 3
apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti
hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada
penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada
umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain
lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun
keluarga. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang,
dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap
kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang
dideritanya. Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa
yang tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana
kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun
kematian karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun
permanen. Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia
dimasa datang semakin bertambah.
Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah 270 juta
orang, 70 juta diantaranya diprediksi berumur lebih dari 60 tahun. Dapat
disimpulkan bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk Indonesia adalah
lanjut usia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai penyakit degeneratif
yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya.
Apabila tidak ada yang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini mungkin dapat
menjadi masalah yang besar. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan
program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
4. 4
28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, Presiden
ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka
memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan
terpadu.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki Sistem Jaminan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan
Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk Badan
Hukum Publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat,
dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta.
Pembentukan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan kepastian hukum
bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh
Indonesia. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek
5. 5
(Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan
peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.Dengan
Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua
BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas
secara bertahap.Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia
memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan
terpercaya.Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan,
adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat.
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan
berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah
satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan
sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
yang tertuang dalam TAP Nomor X/MPR/2001, yang menugaskan Presiden untuk
membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan
6. 6
perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Namun, pembentukan Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial menimbulkan banyak masalah. Sebagian
berpendapat mendukung jalannya BPJS sebagai jaminan terhadap hak-hak pekerja
dan masyarakat miskin, namun terdapat juga masyarakat yang tidak mendukung
jalannya BPJS ini dikarenakan pemerintah belum siap dalam pelaksanaan BPJS
baik dari segi finansial maupun infrasktrukrural.
Dikarenakan pelaksanaan BPJS memang harus bertahap, jika pada tahun
2011 baru dibentuk regulasi melalui UU No.24 Tahun 2011, kemudian setahun
berselang pada 2012 dibentuk peraturan pelaksanaannya yaitu melalui Peraturan
Pemerintah (PP) No.101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan
Peraturan Presiden (Perpres) No.12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
(Jamkes).Selanjutnya pemerintah pada tahun 2013 akan mengoptimalkan pada
bidang pembangunan struktur dan infrastruktur diseluruh Indonesia mulai dari
pusat, daerah hingga ke Kabupaten/Kota, kebutuhan tempat tidur di puskesmas
plus, rumah sakit rujukan, tenaga dokter dan lainnya. Untuk memperluas
kemampuan pelayanan, Kementerian Kesehatan (Kemkes) sendiri akan diberikan
anggaran tambahan sebesar Rp 1 triliun pada anggaran tahun 2013. Minimnya
fasilitas kesehatan dan tenaga di daerah juga menjadi kendala utama operasional
BPJS. Akan tetapi, prinsip BPJS adalah tidak merugikan peserta karena mereka
memberi iuran setiap bulannya.Artinya jika ada pasien yang sakit namun di
daerahnya tidak memiliki fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatannya, BPJS
wajib memberikan uang kepada peserta tersebut.
7. 7
Dalam implementasi program-program pelayanan publik di bidang
apapun, para administrator publik jelas tidak hanya dituntut untuk mampu bekerja
secara lebih profesional, efisien, ekonomis dan efektif, tetapi juga mampu
mengembangkan pendekatan-pendekatan yang lebih inovatif guna menjawab
tantangan-tantangan baru yang timbul pada perkembangan global baik yang
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada lingkungan tugasnya. Dari
program-program kesehatan yang sedang gencar dicanangkan dan disosialisasikan
adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS kesehatan). BPJS kesehatan merupakan badan
hukum dengan tujuan yaitu mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan
kesehatan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.
Pada tanggal 1 januari 2014 mulai diberlakukan BPJS kesehatan di seluruh
pelayanan kesehatan di Indonesia. Ujicoba BPJS sudah mulai dilaksanakan sejak
tahun 2012 dengan rencana aksi dilakukan pengembangan fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan dan perbaikan pada sistem rujukan dan infrastruktur. Evaluasi
jalannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini direncanakan setiap tahun dengan
periode per enam bulan dengan kajian berkala tahunan elitabilitas fasilitas
kesehatan, kredensialing, kualitas pelayanan dan penyesuaian besaran pembayaran
harga keekonomian. Diharapkan pada tahun 2019 jumlah fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan mencukupi, distribusi merata, sistem rujukan berfungsi optimal,
pembayaran dengan cara prospektif dan harga keekonomian untuk semua
penduduk. Pelaksanaan UU BPJS melibatkan PT ASKES, PT ASABRI, PT
8. 8
JAMSOSTEK dan PT TASPEN.Dimana PT ASKES dan PT JAMSOSTEK
beralih dari Perseroan menjadi Badan Publik mulai 1 januari 2014.Sedangkan PT
ASABRI dan PT TASPEN pada tahun 2029 beralih menjadi badan publik dengan
bergabung ke dalam BPJS ketenagakerjaan.
Di Provinsi Banten saat ini tercatat sebanyak 3.221.969 jiwa sebagai
penerima bantuan iuran (PBI) secara gratis karena tercatat sebagai peserta
jamkesmas. Sebelumnya sebanyak 565.782 jiwa non kuota, yang biaya
kepesertaannya harus ditangung oleh Pemerintah Daerah, baik di tingkat Provinsi
maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan peserta mandiri yang sudah
tercatat sampai dengan bulan Juni 2014 sebanyak 1.136.216 jiwa yang mendaftar
di kantor cabang BPJS Kesehatan.
Tabel 1.1
Data Kapitasi RJPT Peserta BPJS
Provinsi Banten Tahun 2014
Bulan : Juni 2014
No Kabupaten/Kota
Jenis
Kepesertaan
Jumlah Kapitasi
PBI
Non
PBI
1 Kabupaten Lebak 680101 79081 759182 4078854000
2 Kabupaten Pandeglang 63584 772300 835884 3639819500
3 Kabupaten Serang 436889 115034 551923 3062390000
4 Kota Cilegon 90868 85392 176260 1312824000
5 Kota Serang 121221 84409 205630 1316326000
6 Kabupaten Tangerang 0 0 0 0
7 Kota Tangerang 0 0 0 0
8 Kota Tangerang Selatan 0 0 0 0
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2014
9. 9
Saat ini banyak masalah yang muncul dari implementasi BPJS (Gunawan,
2014) yaitu:
1. Sistem pelayanan kesehatan(Health Care Delivery System)
a. Penolakan pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan hal ini
dikarenakan PP No. 101/2012 tentang PBI jo. Perpres 111/2013 tentang
Jaminan kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai
PBI padahal menurut BPS (2011) orang miskin ada 96,7 juta. Pelaksanaan
BPJS tahun 2014 didukung pendanaan dari pemerintah sebesar Rp. 26
triliun yang dianggarkan di RAPBN 2014. Anggaran tersebut
dipergunakan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp. 16.07
triliun bagi 86,4 juta masyarakat miskin sedangkan sisanya bagi PNS, TNI
dan Polri. Pemerintah harus secepatnya menganggarkan biaya kesehatan
Rp. 400 milyar untuk gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan,
panti jompo dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Dan
tentunya jumlah orang miskin yang discover BPJS kesehatan harus
dinaikkan menjadi 96,7 juta dengan konsekuensi menambah anggaran dari
APBN.
b. Pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
PPK I (Puskesmas, klinik) maupun PPK II (Rumah Sakit) sampai saat ini
masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS
lainnya karena dibilang penuh oleh RS
10. 10
2. System pembayaran kesehatan (Health Care Payment System)
a. Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real cost,
terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi yang
dikebiri oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No. 31 dan
32 tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan untuk memperkuat Permenkes
No.69 ternyata belum bisa mengurangi masalah di lapangan.
b. Kejelasan area pengawasan masih lemah, baik dari segi internal
maupun eksternal. Pengawasan internal seperti melalui peningkatan
jumlah peserta dari 20 juta (dulu dikelola PT Askes) hingga lebih dari
111 juta peserta, perlu diantisipasi dengan perubahan sistem dan pola
pengawasan agar tidak terjadi korupsi.
c. Pengawasan eksternal, melalui pengawasan Otoritas jasa Keuangan
(OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Pengawas
Keuangan (BPK) masih belum jelas area pengawasannya.
3. Sistem mutu pelayanan kesehatan (Health Care Quality System)
a. Keharusan perusahaan BUMN dan swasta nasional, menengah dan
kecil masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan belum terealisasi
mengingat manfaat tambahan yang diterima pekerja BUMN atau swasta
lainnya melalui regulasi turunan belum selesai dibuat. Hal ini belum
sesuai dengan amanat Perpres No. 111/2013 (pasal 24 dan 27)
mengenai keharusan pekerja BUMN dan swasta menjadi peserta BPJS
Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015. Dan regulasi tambahan ini
harus dikomunikasikan secara transparan dengan asuransi kesehatan
11. 11
swasta, serikat pekerja dan Apindo sehingga soal Manfaat tambahan
tidak lagi menjadi masalah.
b. Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas kesehatan
sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat.
UU Kesehatan memang tidak menjelaskan secara khusus tentang jaminan
kesehatan, dan hanya disinggung tentang pembiayaan kesehatan. Pemerintah
diwajibkan untuk mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal 10% APBD
untuk kesehatan (diluar gaji tenaga kesehatan). Sekurang-kurangnya 2/3 anggaran
tersebut dipiroritaskan untuk kepentingan pelayanan publik, terutama bagi
penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.
Pembangunan kesehatan di Kota Serang sendiri secara umum bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan indikator meningkatnya
sumber daya manusia, meningkatnya kesejahteraan keluarga dan meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Selain itu, pembangunan kesehatan juga
diarahkan untuk mencapai Milenium Development Goals (MDG’s) yang langsung
terkait dengan bidang kesehatan yaitu menurunkan Angka Kematian Anak
(AKA), meningkatkan kesehatan ibu, mengurangi HIV-AIDS, TB dan Malaria
serta penyakit lainnya dan yang tidak berkaitan langsung yaitu menanggulangi
kemiskinan dan kelaparan serta mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan.Derajat kesehatan masyarakat Kota Serang yang merupakan hasil
kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur dari indikator–indikator utama kesehatan
yang meliputi Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Kematian Bayi dan Ibu
Melahirkan (AKI dan AKB), tingkat kesakitan serta status gizi masyarakat.
12. 12
Besarnya derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup
serta unsur moralitas dan yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas dan status
gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikatornya adalah Angka
Harapan Hidup Waktu Lahir (Lo), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka
Kematian Pneumonia Pada Balita, Angka Kematian Diare Pada Balita dan Angka
Kematian Ibu Melahirkan (AKI). Untuk morbiditas, yaitu Angka Kesakitan
Demam Berdarah Dengue (DBD), Angka Kesakitan Malaria, persentase
Kesembuhan TB Paru, persentase Penderita HIV/AIDS.
Tabel 1.2
Indeks Kesehatan Kota Serang
2008-2012
NO TAHUN
INDEKS KESEHATAN
AHH (THN) IK
1 2008 64.12 61.67
2 2009 64.62 66.03
3 2010 65.13 66.87
4 2011 65.47 67.45
5 2012 65.81 68.02
Sumber : BAPPEDA Kota Serang, 2014
Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematian Ibu (AKI) sudah
mengalami penurunan, namun angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun
2015 yakni 102/100.000 KH, diperlukan upaya yang luar biasa untuk pencapian
target tersebut. Demikian pula halnya dengan Angka Kematian Bayi (AKB),
masih jauh dari target MDG’s 23/1.000 KH.Jika dilihat dari potensi untuk
menurunkan AKB maka masih on track walaupun diperlukan sumber daya
manusia yang kompeten.Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar
sudah meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah Puskesmas,
13. 13
dibentuknya Pos Kesehatan Desa dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat miskin di Puskesmas dan Rumah Sakit oleh Pemerintah. Namun,
akses terhadap pelayanan ini belum merata di seluruh kota karena masih
terbatasnya sarana dan prasarana pendukung dalam layanan ini.
Tabel 1.3
Data Statistik Kesehatan Kota Serang (Persen)
Uraian 2010 2011 2012
Tempat Berobat
Rumah Sakit 13.17 9.82 12.15
Praktek Dokter 26.83 28.31 34.17
Puskesmas 38.93 31.88 24.91
Petugas Kesehatan 17.99 23.06 24.71
Pengobatan Tradisional 1.48 4.14 1.3
Lainnya 1.6 2.77 2.76
Penolong Kelahiran
Dokter 19.25 21.43 18.59
Bidan 44.93 52.19 56.5
Tenaga Paramedis 0.92 0 0.91
Dukun Bersalin 34.6 26.38 23.55
Famili Keluarga 0.3 0 0
Sumber :Susenas, 2012
Dalam melaksanakan fungsi pelayanannya, Pemerintah Kota Serang
disusun berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kota Serang melaksanakan penyelenggaraan
urusan Pemerintah Daerah berdasarkan dua puluh enam (26) urusan wajib dan
delapan (8) urusan pilihan (LAKIP Kota Serang Tahun 2012, DPKD Kota
Serang).Kota Serang melakukan otonomi daerah pada tahun 2007. Banyak
14. 14
perbaikan dan kemajuan didalamnya. Namun, dibalik itu semua masih terdapat
banyak kekurangan terutama dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan
masyarakatnya. Layaknya sebuah kota yang menjadi pusat perkembangan dan
aktifitas guna menunjang kemajuan suatu daerahnya. Hal pokok yang menjadi
dampak besar dalam menilai majunya dan sejahteranya suatu daerah dilihat atas
tiga unsur yaitu pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya.
Masalah lainnya adalah masih terdapat empat masalah kesehatan yang
masih menjadi momok menakutkan di Kota Serang yang belum tuntas yakni
masalah gizi buruk, kekurangan vitamin A, anemia, dan gangguan kesehatan
akibat kurang yodium. Selain masalah gizi dan keempat masalah di atas,
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu maupun
masyarakat yang tidak mempunyai jaminan kesehatan merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang wajib diperhatikan. Sebagaimana
data yang peneliti dapat bahwa pemerintah daerah sudah membiayai masyarakat
miskin dan yang tidak mempunyai jaminan kesehatan yakni sebanyak 23.000 jiwa
pada tahun 2010 dan 26.000 jiwa pada tahun 2011. Seharusnya jika pemerintah
melakukan sesuai dengan porsi anggaran pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, masalah-masalah terkait jaminan kesehatan dan penanggulangan
penyakit dapat diatasi. Dilihat pada data-data dan fakta yang peneliti temukan
dilapangan yang menjadi fokus dalam melaksanakan program-program
pengimplementasian kebijakan adalah adanya sumber-sumber kebijakan yang
minim, yakni dana/uang. Seringkali dalam setiap wawancara peneliti dengan
narasumber menyatakan tidak mempunyai cukup dana untuk membiayai program-
15. 15
program yang telah direncanakan apalagi jika berkaitan dengan fisik, ini terjadi
karena prosesnya yang cukup lama yakni harus melalui sistem lelang pada pihak
ketiga. Penganggaran pembangunan kesehatan perlu lebih difokuskan pada upaya
promotif dan preventif dengan tetap memperhatikan besaran satuan anggaran
kuratif yang relatif lebih besar.
Namun setelah adanya BPJS Kesehatan dalam program Jaminan
Kesehatan, di Kota Serang tercatat dari 29 (Dua Puluh Sembilan) fasilitas
kesehatan yang tersedia berupa Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik dan Fasilitas
lain, jumlah PBI sebanyak 121.221 orang, Non PBI 84.409 orang jumlah total
205.630 orang dengan total kapitasi 1.316.326.000 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Berdasarkan pada data-data diatas, hal ini tentunya tidak hanya melihat
pencapaian angka semata, namun ini sebuah hasil karya nyata bahwa
keseriusan seluruh elemen Pemerintah Kota Serang dalam mengemban amanat
telah ditunjukan dengan sungguh-sungguh. Namun, semua pencapaian baik
tersebut tentunya masih membutuhkan upaya perbaikan dan pembenahan di
segala lini dan bidang untuk mencapai kinerja yang optimal seperti yang
diharapkan. Maka atas dasar tersebut, peneliti ingin meneliti sejauhmana
implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi Masyarakat
Miskin di Kota Serang pada semester pertama yakni bulan Januari sampai bulan
Juni 2014 dalam program tersebut.
16. 16
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang peneliti temukan dari latar belakang dan
penelitian awal ke lapangan adalah sebagai berikut:
1. Sistem pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System); Sistem
pembayaran (Health Care Payment System); Sistem mutu pelayanan
kesehatan (Health Care Quality System) yang masih terdapat masalah
seperti masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas
kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat; Penolakan
pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan; Pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas, klinik) maupun PPK II
(Rumah Sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien harus mencari-
cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena dibilang penuh oleh RS
2. Kejelasan area pengawasan masih lemah, baik dari segi internal maupun
eksternal
3. Kurangnya koordinasi antar pemangku kebijakan, baik pusat dan daerah
maupun di internal SKPD yang bersangkutan atau antar SKPD terkait
4. Masih terdapat ketidaksesuaian perhitungan anggaran yang dilakukan
pemerintah yakni anggaran kesehatan yang ditetapkan dalam Undang-
undang nomor 36 Tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan yang tidak
mencapai 10 %. Di Kota Serang nyatanya yang terjadi hanya baru
mencapai 1,7 %.
17. 17
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian dapat lebih terarah, maka penelitian akan dibatasi yakni
berfokus pada bagaimana implementasi yang dilakukan pada Program Jaminan
Kesehatan Nasional Bagi Masyarakat Miskin di Kota Serang pada semester
pertama yakni bulan Januari sampai Juni 2014 dengan waktu penelitian awal
September 2013 – Oktober2014.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul adalah Bagaimana implementasi
Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Masyarakat Miskin pada periode
Januari-Juni 2014 di Kota Serang?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang penulis lakukan secara umum adalah untuk
mengetahui bagaimana implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
bagi Masyarakat Miskin di Kota Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dalam penyelenggaraan
penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan dunia
akademik.
18. 18
1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang mengkaji
implementasi kebijakan program pada masa yang akan datang.
2. Mempertajam dan mengembangkan teori-teori yang ada dalam dunia
akademik khususnya teori mengenai implementasi kebijakan public
dankesehatan.
3. Untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana penulis telah menguasai
ilmu-ilmu yang diperoleh selama mengikuti program pendidikan dan
sejauhmana penulis dapat memecahkan masalah yang sedang diteliti.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dalam
penyelenggaraan penelitian terhadap objek penelitian.
1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang
akan dicapai (directly linkages between performance and budget).
2. Memberikan informasi atau masukan dan bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan dan evaluasi.
3. Dapat dijadikan acuan atau sumber bacaan yang dapat
dipertimbangkan selama meneliti dan memecahkan masalah yang
relevan.