Dokumen tersebut membahas kasus anestesi epidural pada pasien kehamilan dengan stenosis mitral. Pasien berusia 29 tahun dengan kehamilan 36-37 minggu akan menjalani operasi sectio caesarea. Status fisik pasien baik dengan riwayat mitral stenosis sejak 2010. Tatalaksana anestesi yang direncanakan adalah epidural kontinu.
2. Pendahuluan
• Kehamilan dengan penyakit jantung adalah masalah yang meningkat di seluruh dunia.
• Penyebab gagal jantung pada kehamilan termasuk penyakit jantung struktural yang sudah ada
sebelumnya (bawaan/kongenital atau yang diperoleh), kardiomiopati peripartum, gangguan hipertensi,
penyakit arteri koroner, aritmia, penyakit jantung tiroid atau gangguan endokrin lainnya.
• Kelainan patologis stenosis mitral pada kehamilan berhubungan dengan adanya edema paru akut dan
penyakit katup aorta
• Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Angka mortalitas sendiri
sekitar 1% pada stenosis mitral ringan dan 5-15% pada stenosis mitral berat.
• Kehamilan dengan kelainan stenosis mitral masih menjadi tantangan bagi ahli anestesi dalam
memberikan tatalaksana anestesi yang sesuai. Laporan kasus ini melaporkan kasus seorang wanita yang
akan menjalani section caesarea dengan mitral stenosis.
3. STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. NL
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tambusai, Rohul
Status : Menikah
Nomor RM : 01-09-79-28
Tanggal Masuk RS : 20 Juni 2022
Tanggal Operasi : 23 Juni 2022
4. 2.2 Anamnesa
Keluhan Utama Pasien dari poliklinik kontrol kehamilan
Riwayat Penyakit sekarang
Pasien dikonsulkan ke Bagian Anestesi RSUD AA untuk menjalani operasi section secarea.
Pasien hamil anak pertama dengan usia kehamilan 36-37 minggu dengan janin tunggal hidup
intrauterine letak kepala dan mitral stenosis. Pasien tidak ada mengeluhkan kontraksi maupun keluar
darah dan cairan dari kemaluan. Pasien tidak ada sesak, demam, dan batuk.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien diketahui telah mengalami mitral stenosis pada tahun 2010.
Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis, atau penyakit metabolik lain.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Tidak
ada riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung pada keluarga.
Riwayat pekerjaan, social ekonomi dan kebiasaan : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Riwayat Anestesi dan Operasi : Pasien menjalani operasi katup jantung pada 2015 dan 2019.
AMPLE
A : Riwayat alergi makanan dan obat – obatan disangkal
M : Pasien sedang tidak mengonsumsi obat-obatan. Riwayat operasi katup jantung
P : Mitral stenosis
L : Pasien terakhir makan dan minum 7 jam sebelum operasi
E : Tidak ada keluhan
6. 2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
TD : 110/72 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Saturasi O2 : 98%
Suhu : 36,5oC
Status gizi
BB : 61 kg
TB : 154 cm
IMT :25,7kg/m2 (Normoweight)
7. Airway
Objective (Look Listen Feel)
Look : Pasien dapat menjawab pertanyaan dan berbicara lancar saat ditanya.
Tidak ada trauma maxillofasial atau jejas pada leher
Listen : Tidak ada suara nafas tambahan (gurgling, snoring, stridor)
Feel : Hembusan nafas (+).
Assessment: Kesan tidak ada sumbatan jalan nafas (benda padat, cairan)
Airway paten
8. Penilaian LEMON :
L (Look) : Tidak terdapat kelainan yang dapat menimbulkan kesulitan untuk intubasi atau
ventilasi.
E (Evaluation) : Jarak antara gigi seri atas - bawah 3 jari.
Jarak tulang hyoid dengan dagu 3 jari.
Jarak benjolan tiroid dengan dasar mulut 2 jari
M (Mallampati Score) : Grade 1
O (Obstruction) : Tidak ada trauma, dalam batas normal.
N (Neck Mobility) : Tidak terdapat keterbatasan gerakan leher.
9. Breathing
Objective :
Look : Pasien bernapas spontan, gerakan dinding dada simetris, Suara napas
vesikuler, tidak ada retraksi iga, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan,
frekuensi napas 20 kali/menit
Feel : Tidak ada nyeri tekan di daerah dada
Assessment : Ventilasi dan ekspansi paru baik
10. Circulation
Objective
Akral hangat, capillary refill time (CRT) <2 detik
Nadi teraba, frekuensi nadi 75 kali/menit, isi dan tegangan cukup
Tekanan darah 130/70 mmHg
Sudah terpasang IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Assessment: Sirkulasi baik
Action : IVFD Ringer Laktat 20 tpm teruskan
11. Disability
Objective
Pemeriksaan mini neurologis
Glasglow coma scale (GCS) 15
(E4V5M6)
Pupil isokor ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
Motorik : Paresis (-)
Assessment : Hasil pemeriksaan mini
neurologis baik
• Pasien memakai baju operasi dan diselimuti
Exposure
12. Pemeriksaan generalis
Pemeriksaan Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Hidung : Tidak tampak adanya deviasi septum nasal
Mulut : Sianosis (-), mukosa kering (-), bibir pucat (-), gigipalsu (-)
Mandibula : Gerakan sendi temporomandibular tidak terbatas
Leher : Thorak inline, JVP tidak ada distensi
13. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Dinding dada simetris, gerakan
dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus simteris kanan dan
kiri
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan
paru, batas jantung dbn
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung S1
dan S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Abdomen cembung, tidak tampak
pembesaran atau scar, terdapat luka bekas operasi pada
pinggang kiri
Auskultasi : Bising usus (+) 7 kali/menit
Perkusi : Terdengar suara timpani pada
lapangan abdomen
Palpasi : Abdomen supel.
Pemeriksaan ekstremitas : CRT < 2 detik, akral
hangat, tidak ada edema , tidak ada sianosis
16. Asesmen dan Tatalaksana Anestesi
Diagnosis Kerja
G1 Gravida 36-37 minggu JTHIU Letak Kepala
Mitral Stenosis mild moderate
PS ASA III
Penatalaksanaan
Sectio Caesarea
17. Kesimpulan
Wanita 29 tahun dengan G1P0A0 hamil 37 minggu, dengan janin tunggal hidup
intrauterine letak kepala dan mitral stenosis, rencana anestesi dengan Epidural kontinu
Anestesi, status fisik ASA III
Saran :
- Informed consent dengan resiko tinggi
- Puasa dilanjutkan sampai dengan operasi
- Pasang IV line G 18 dgn transfusi set
- Sedia darah sesuai TS operator
- Post operasi ICU
18. Tahapan anestesi
1. Tahapan persiapan
Persiapan sebelum dilakukan Epidural Anestesi pukul 08.00 WIB
Pemeriksaan Fisik
KU : tampak sakit sedang, kesadaran CM, GCS E4V5M6
Tekanan darah : 120/78 mmHg
HR : 100 x/menit
Nadi : 100 x/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 20x/menit, thorakoabdominal
SpO2 : 99 %
EKG : sinus takikardi, HR 100 x/menit
VAS : 3
Teknik anesthesia : Epidural kontinu anestesia
19. Premedikasi : inj. Ondancetrone 4 mg
Tindakan Anestesi
Insisi : Th.10 – Th12
Target : Th.8 – L2
Puncture : Interspace VL2 - VL3
Identifikasi epidural : Loss of resistance air to
air
Test dose : 3ml lidokain 15 mg dan
adrenalin 5 mcg/cc
Agen Epidural : 0,5% Bupivacain 10 mL
Maintenance O2 : NC 5 L/menit
Obat masuk durante op:
- Drip oksitosin 20 IU
- Ketorolac 30 mg
20. Perhitungan kebutuhan cairan perioperatif (BB 60 kg)
Pengganti puasa = 2 ml/kgBB/jam x 60 kg x 6 jam = 720 mL
Pemeliharaan = 2 mL/kgBB/jam x 60 kg = 120 mL/jam
Stres operasi sedang = 6 mL/kgBB/jam x 60 kg = 360 mL/jam
Sehingga rencana pemberian cairan:
• Jam I = (210 + 120 + 360)mL = 690 mL
• Jam II = (105 + 120 + 360)mL = 585 mL
• Jam III = (105 + 120 + 360)mL = 585 mL
21. Perhitungan kebutuhan transfusi (BB 60 kg)
1. Estimated blood volume
EBV = 65ml/kgBB x 50 kg = 3900 mL
2. Red blood cel volume
a. Pra operasi (Hct 39%)
RBCV = EBV x Hct = 3900 mL x 39% = 1521 mL
a. Allowable blood lost (Hct 30%)
RBCV = EBV x Hct = 3900 mL x 30% = 1170 mL
3. RBCV lost dari Hct 38% menjadi 30% adalah :
RBCV lost = (1521 – 1170 )mL = 351 mL
ABL = 3 x RBCV lost = 3 x 351 mL = 1053 mL
22. Kondisi umum selama operasi
- Tensi berkisar 106/62 – 128/73 mmHg
- Heart rate berkisar 75 – 100 x/menit
- SpO2 berkisar 99 – 100%
- Perdarahan sekitar 300 mL
- Urin sekitar 100 mL
- Pengganti cairan durante operasi dengan infus kristaloid 400 mL
23. Lahir bayi perempuan pukul 08.30 WIB, dengan APGAR Score 6/7/9. Pukul 09.05 WIB
operasi selesai, TD: 110/72, HR: 82x/menit, SpO2 99%. Pasien pindah ke ruang recovery
room, kemudian ditransfer ke Ruangan
KU baik, GCS E4V5M6
Vital sign
TD =122/74mmHg : HR = 76x/menit : RR = 18x/menit : SpO2 = 98%
Urin : 0,8 ml/kg/jam
Analgetik: Epidural : 0,125% Bupivacain + Fentanyl 100 mcg 5 ml tiap 8 jam
VAS : 1
25. Fisiologi Jantung Selama Masa Kehamilan
Kehamilan dikaitkan dengan perubahan hemodinamik fisiologis yang signifikan, termasuk 30-
50% peningkatan curah jantung dan volume darah
Periode resiko terbesar untuk kejadian jantung selama kehamilan adalah awal trimester ketiga,
persalinan dan saat post-partum segera.
Penyakit jantung bawaan adalah penyebab utama dari penyakit jantung maternal dalam
kehamilan, berjumlah hingga 75%. Stenosis mitral rematik masih menjadi penyebab utama
kematian ibu.
Telah ada bukti bahwa wanita hamil dengan stenosis mitral yang moderat hingga berat dengan
hipertensi pulmonal berat dan atrial fibrilasi beresiko gagal jantung dan hasil janin yang
merugikan
Kardiomiopati peripartum adalah gagal jantung kongestif yang terjadi di akhir kehamilan atau
awal postpartum, terjadi pada 1 dari 1500-3000 kehamilan
27. Penyakit hipertensi dapat mempersulit 12-22% dari kehamilan dan merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas maternal. Ini termasuk hipertensi kronis, hipertensi
gestasional dan preeklampsia.
Iskemia plasenta sebagai akibat dari invasi sitotrofoblas abnormal dari arteriol spiralis
menyebabkan aktivasi luas dan disfungsi endotel vaskular maternal pembentukan
endotelin dan tromboksan ,peningkatan sensitivitas vaskular menjadi angiotensin II dan
penurunan pembentukan vasodilator
Perubahan CO pada kehamilan dan persalinan
28. Defenisi : suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui
katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral yang menyebabkan gangguan
pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastole.
Penyebab tersering mitral stenosis adalah demam rematik
Patogenesis : adanya antigen protein M yang terdapat antara jantung dan streptokokus
hemolitikus grup A menyebabkan serangan autoimun pada jantung dalam respon terhadap
infeksi streptokokus
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu : stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic
lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis
(RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi
annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif
Mitral Stenosis
29. Gejala stenosis mitral kebanyakan asimtomatis . Pada stenosis mitral yang bergejala dapat
mengalami sesak padnapas, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada
stenosis mitral, yaitu 30-40%.
30. EKG : adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS
kompleks yang normal
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis pasien
dengan MS.
Stenosis mitral yang murni (isolated) dapat terdengarnya bising mid diastolik yang bersifat
kasar, bising menggenderang (rumble), aksentuasi presistolik.
Jika terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup masih relative lemas (pliable)
sehingga waktu terbuka mendadak saat diastole menimbulkan bunyi yang menyentak
(seperti tali putus)
31. Anestesi Epidural
Anestesi epidural adalah salah satu bentuk teknik blok neuroaksial.
Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servikal atau sacral (yang
lazim disebut blok caudal). Ruang epidural berada diluar selaput dura
Onset dari epidural anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan dengan anestesi
spinal
Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang relatif lebih encer dan
dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih
sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik.
Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia post operasi
32. Lumbal Epidural daerah anatomis yang paling sering menjadi tempat insersi atau
tempat memasukan epidural anestesia dan analgesia. Dikerjakan untuk tindakan dibawah
diafragma.
Torakal Epidural teknik lebih sulit, banyak digunakan untuk intra atau post operatif
analgesia.
Cervikal Epidural terutama untuk penanganan nyeri, biasanya dikerjakan dengan posisi
pasien duduk, leher ditekuk dan menggunakan pendekatan median
33. Teknik Anestesi Epidural
Dengan pendekatan median atau
paramedian, jarum epidural dimasukan
melalui kulit sampai menembus
ligamentum flavum.
Dua teknik yang ada untuk mengetahui
apakah ujung jarum telah mencapai ruang
epidural adalah teknik “loss of resistance”
dan “hanging drop”. teknik “loss of
resistance” lebih banyak dipilih oleh para
klinisi
Kateter dimasukkan melalui jarum khusus
yang diarahkan di antara prosesus spinosus
vertebralis (biasanya di segmen lumbal
bawah, L3 sampai L5).
Jarum melintasi kulit dan jaringan
subkutan, ligamentum supraspinous,
ligamentum interspinous, dan ligamentum
flavum dan masuk ke dalam ruang epidural
Lokasi tusukan blok epidural
34. Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan untuk anestesi
epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi spinal
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke ruang subaraknoid
atau intravaskuler. Dengan menggunakan kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin, 3 ml
lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL epineprin 1:200.000.
45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid timbulkan anestesi spinal secara
cepat. 15 g epineprin disuntikan intravaskuler sebabkan kenaikan nadi 20% atau lebih
35. Obat-Obat Anestesi Epidural
Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan, apakah sebagai obat
anestesi primer, untuk suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia.
Obat dengan durasi kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-
2%, kloroprokain 3%, dan mevipakain 2%.
Obat dengan durasi kerja lama termasuk bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan
etidokain.
Bupivakain mempunyai potensi menimbulkan toksisitas sistemik. Konsentrasi 0,75 %
tidak dianjurkan pada anestesi obstetric. Penggunaannya dilaporkan menimbulkan cardiac
arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena.
Ropivakain kurang toksik dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas
blok sama dengan bupivakain
36. Kegagalan Blok Epidural
anestesi epidural sangat tergantung pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance (atau
hanging drop)
Ligamentum spinalis lembut dan perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan pada
beberapa dewasa muda, menjadi kekeliruan dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri
Demikian juga bila masuk ke muskulus paraspinosus dapat menimbulkan kekeliruan loss of
resistance.
blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar dari ruang
epidural, dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien
diposisikan dengan bagian yang belum terblok berada disisi bawah
pasien mengeluh akibat nyeri viseral pada blok epidural , sehingga diperlukan pemberian
suplementasi opioid intravena
37. Indikasi Anestesi Epidural
Bedah Daerah Panggul dan Lutut
Revaskularisasi Ekstremitas Bawah : pada pasien dengan penyakit pembuluh darah
perifer, dimana oklusi pembuluh darah post operatif juga menunjukkan angka
yang lebih kecil dibandingkan dengan anestesi umum
Persalinan : proses persalinan yang sulit, apabila dilakukan dengan teknik epidural
anestesi menyebabkan stress peripartum berkurang
Post Operatif Manajemen: Pasien dengan gangguan paru, misalnya PPOK
menunjukkan maintenance fungsi paru lebih bagus dengan teknik epidural
anestesi .
38. Kontra indikasi
1. Kontraindikasi relatif
• pasien dengan neuropati perifer
• demensia / psikosis,
• penyakit demielisasi sistem saraf
pusat (SSP),
• stenosis aorta
• pasien tidak kooperatif
2. Kontraindikasi absolut
• sepsis,bakteremia
• infeksi kulit di lokasi injeksi
• hipovolemia berat
• gangguan koagulasi,
• menggunakan obat anti koagulasi,
• peningkatan TIK
39. Komplikasi Anestesi Epidural
Dikarenakan Dosis anestesi lokal dibutuhkan lebih besar untuk anestesi epidural
dibandingkan anestesi subaraknoid spinalis Kadarnya tinggi dalam darah sebabkan
gangguan fungsi jantung dan pengurangan curah jantung pada penderita yang lanjut usia
dengan keadaan otot jantung yang tidak sempurna
Jarum atau kateter pada anestesi subaraknoid dapat memasuki pembuluh darah dan
suntikan sistemik sehingga dapat menyebabkan hipotensi, blok spinal menyeluruh,
ketidaksadaran, dan apnue
40. PEMBAHASAN
Pasien perempuan dengan kehamilan pertama dan mitral stenosis menjalani
operasi SC dengan menggunakan anestesi epidural.
Sampai saat ini anestesi spinal pada pasien dengan stenosis mitral masih
merupakan kontraindikasi
Anestesi epidural merupakan teknik berbasis kateter yang memberikan analgesia
terus menerus melalui pemberian obat ke dalam ruang epidural.
Teknik taktil yang disebut "loss of resistance" digunakan untuk menentukan ruang
epidural. Test dose dilakukan dengan menggunakan lidokain (misalnya, 45 mg)
dan epinefrin (misalnya, 15 µg).
41. Agen farmakologis yang digunakan dapat bupivacaine 0,5% 5 mg
Bupivakain hiperbarik dosis rendah dikombinasikan dengan fentanyl (opioid)
menghasilkan blok yang adekuat dengan efek samping sistemik yang minimal
berupa penurunan tahanan sistemik vaskular dan mencegah timbulnya hipotensi
Kombinasi bupivakain dosis rendah yang dikombinasikan dengan ajuvan opioid
strategi untuk mempertahankan hemodinamik yang stabil selama epidural
anestesi pada operasi sesar
Aliran darah uterus tidak bersifat autoregulasi, sehingga perfusi uteroplasental
berhubungan secara langsung dengan tekanan darah ibu. Hal ini membuat
penurunan tekanan darah ibu masih dapat ditoleransi oleh ibu.
Laporan kasus ini tidak menunjukkan adanya episode hipotensi dan desaturasi
42. Opioid yang diberikan ke ruang intratekal secara selektif akan menghasilkan efek
analgesia dengan melalui interaksi dengan reseptor opioid di cornu dorsalis
medula spinalis dengan membentuk ikatan pada reseptor opioid di prasinaps dan
pascasinaps
Pada pascasinaps, opioid akan meningkatkan konduksi ion kalium, meningkatkan
hiperosmolaritas neuronneuron asendens tanpa membangkitkan efek
somatosensorik maupun motorik
Efek prasinaps antara lain pelepasan adenosin spinal yang berperan penting
sebagai mediator spesifik analgetik
43. penelitian sebelumnya membuktikan bahwa opioid lipofilik contohnya fentanyl
dapat mempercepat awitan dan memperpanjang durasi blok bupivakain, serta
memperpanjang durasi analgesia pascaoperasi.
Fentanyl bekerja secara sinergis dengan bupivakain dalam menurunkan ambang
nyeri tanpa meningkatkan blokade simpatis dan motorik
Kombinasi keduanya memiliki kecepatan awitan 5 menit secara intratekal dan 10
menit melalui epidural dan secara relatif memiliki durasi aksi yang lebih pendek
dikarenakan oleh adanya redistribusi (2- 4 jam intratekal dan epidural)
44. Fluktuasi hemodinamik sangat minimal dan sesuai dengan hemodinamik awal dari
pasien.
Saturasi pasien dengan udara ruangan sebelum epidural 94-95% dan selama
operasi berlangsung pasien menggunakan nasal kanul 3 L/menit dan saturasi 98-
100%
Kenaikan nadi setelah bayi lahir disebabkan oleh pemberian oksitosin. Selama
operasi dan pascaoperasi tidak didapatkan keluhan sesak nafas, mual, muntah dan
pusing serta tidak terjadi hipotensi sehingga tidak digunakan obat-obatan untuk
menaikkan tekanan darah