SlideShare a Scribd company logo
Korupsi Elite Politik dari Zaman
Kerajaan ke Era Reformasi
Oleh Satrio Arismunandar

Perilaku korusi elite politik sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di
Nusantara. Praktik korupsi itu semakin memuncak dari segi skala,
kecanggihan, dan dampak kerusakannya di bawah rezim Orde Baru.
Kemudian, korupsi semakin terdesentralisasi di era reformasi.
Saat ini terdapat kesepakatan meluas bahwa korupsi telah menjadi salah
satu problem global dan etis yang paling mendesak. Berbagai kerugian ekonomi,
politik, budaya yang nyata, ditambah dengan rusaknya mentalitas anak bangsa,
tak bisa dipisahkan dari fenomena korupsi yang sudah membudaya.
Perilaku korupsi di kalangan elite politik sendiri bukanlah fenomena baru
di Indonesia. Bahkan jika dirunut, perilaku korupsi sebagai suatu fenomena sosial
dan

budaya

sudah

ada

pada

zaman

pra-kolonial,

saat

keberadaan

kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan zaman kolonial Hindia Belanda di
Nusantara.
Sebelum berdirinya Republik Indonesia, budaya atau tradisi korupsi sudah
mewarnai kehidupan elite politik kerajaan-kerajaan di Nusantara, yang berkonflik
di antara sesama mereka karena motif perebutan kekuasaan, kekayaan, dan wanita.
Perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari berlangsung sampai tujuh keturunan,
mulai dari Anusopati, Tohjoyo, Ranggawuni, Mahesa Wongateleng, dan
seterusnya. Kerajaan Majapahit, Demak, Banten, juga mengalami sejumlah
pemberontakan. Dalam kasus Banten, Sultan Haji bahkan merebut tahta dari
ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa.
Perilaku korupsi merupakan gejala yang berakar pada watak dan perilaku
para pembesar pada zaman kerajaan di Nusantara. Perpecahan dalam tubuh
kerajaan atau pemberontakan memperebutkan tahta kerajaan, yang melibatkan

1
kerabat kerajaan sepanjang sejarah kerajaan atau kesultanan di seluruh Nusantara,
adalah periode awal budaya korupsi. Para elite politik saat itu lebih
mementingkan upaya memperkaya diri atau golongan daripada menjaga
keutuhan dan kepentingan bangsa dan negara.
Perilaku korupsi menurut ukuran modern saat ini dianggap sebagai
pelanggaran hukum atau kejahatan. Namun, pada waktu dulu itu adalah bagian
dari budaya feodal yang ada, sehingga oleh rakyat maupun penguasa dianggap
sebagai hal yang wajar. Perilaku korupsi itu, misalnya, terlihat dari
dipekerjakannya dan dieksploitasinya rakyat untuk hal-hal yang menjadi
kepentingan para bangsawan, seringkali tanpa upah sama sekali.
***
Sistem feodalisme sebagaimana berkembang di Eropa dan bagian dunia
lain adalah sistem di mana rakyat tunduk dan berperang untuk para bangsawan
pemilik tanah, di mana sebagai imbalan rakyat mendapat proteksi dan dibolehkan
bercocok tanam di tanah para bangsawan. Para bangsawan sendiri pada
gilirannya mengabdi dan menyatakan kesetiaan pada raja, dengan imbalan
direstui status kebangsawanan dan penguasaannya atas tanah tersebut.
Pada zaman kerajaan Mataram di Jawa sekitar tahun 1600, selain terdapat
desa-desa

yang memenuhi kebutuhan sendiri, terdapat kebudayaan keraton

yang tersendiri, yang –berbeda dari zaman Majapahit— relatif terpisah dari
segala hubungan internasional. Dalam proses keterisolasian itu dimulailah
pemfeodalan yang ekstrem, yang berdampak besar pada peradaban di Jawa.
Pemfeodalan ini menjadi latar belakang kejahatan korupsi, yang mengeksploitasi
kebodohan dan perhambaan penduduk.
Selain adanya golongan bangsawan yang gemar menumpuk harta, mereka
juga memelihara sanak (abdi dalem) yang lebih suka mencari muka pada tuannya
dan berperilaku oportunistik. Budaya kekuasaan di Nusantara, khususnya Jawa,
cenderung otoriter. Kritik atau penolakan terhadap praktik kekuasaan yang korup
dan menindas akan dianggap sebagai tantangan atau perlawanan terhadap
penguasa.
Dalam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan mendominasi
sumber-sumber ekonomi di masyarakat. Sedangkan rakyat umumnya dalam

2
kondisi miskin, tertindas, tunduk, dan harus menuruti kemauan atau kehendak
penguasa. Kondisi seperti ini ikut menyuburkan budaya korupsi.
Tak jarang para abdi dalem juga melakukan korupsi ketika menarik ―upeti‖
(pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada demang (lurah), yang selanjutnya
oleh

demang

akan

diserahkan

kepada

tumenggung.

Abdi

dalem

di

katumenggungan --setingkat kabupaten atau provinsi-- pada gilirannya juga ikut
mengorupsi harta yang akan diserahkan kepada raja atau sultan. Para pengumpul
pajak ini cenderung berperilaku ―memaksa‖ rakyat kecil, dan dengan demikian
menambah beban kewajiban rakyat terhadap jenis atau volume komoditi pertanian,
yang harus diserahkan sebagai pajak.
Pakar Indonesianis, Wertheim, menyatakan, korupsi di Indonesia antara
lain

bersumber pada warisan pandangan feodal, yang sekarang menimbulkan

―pertentangan kesetiaan‖ antara kewajiban terhadap keluarga dan kewajiban
terhadap negara. Perilaku korupsi menunjukkan kurangnya keterikatan positif
pada Pemerintah dan cita-citanya. Wertheim intinya menghubungkan korupsi
dengan sejarah, dengan sikap hidup, yang erat hubungannya dengan masa lampau,
dan dengan struktur sosial.
Pola budaya feodal yang mengatur hubungan atas dengan bawahan telah
terbentuk sempurna, dan luluh dalam kepribadian orang-orang waktu itu. Pola
budaya itu telah memungkinkan diterimanya beberapa bentuk kejahatan sebagai
bukan kejahatan. Maka perilaku korupsi elite politik pun dianggap sebagai hal
biasa oleh penduduk, bukan dipandang sebagai ketidakadilan dan bukan pula
sebagai kejahatan.
Baik raja-raja Jawa, maupun pemerintah Belanda kemudian, berkuasa
atas dasar petani. Raja-raja menerima hasil bumi dari petani sebagai upeti, dan
memakai tenaga petani guna pembangunan dan pemeliharaan istana, jalan raya,
irigasi, dan lain-lain. Kerajaan Jawa tradisional tidak terlalu besar membebani
petani jika dibandingkan dengan kekuasaan kolonial moderen kemudian, karena
memang keperluan raja dan golongan priyayi tidak seluas keperluan pemerintah
kolonial. Namun, yang sangat membebani para petani, adalah kerja bakti setiap
tahun di keraton dengan membawa upeti, yang dapat menggagalkan panen sawah
di daerahnya karena harus tinggal terlalu lama di keraton.

3
Pemerintah kolonial Belanda mempertahankan budaya feodal di
kerajaan-kerajaan yang sudah ada, untuk mempertahankan kekuasaannya.
Hubungan berat sebelah dan tidak adil antara penguasa feodal kerajaan dan
rakyat pribumi dibiarkan saja dan malah dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda
untuk memajukan kepentingan politik dan ekonominya.
Sementara itu, pemerintah kolonial Belanda sendiri juga tidak kebal dari
perilaku

korupsi.

Penyebab

hancur

dan

runtuhnya

maskapai

dagang

Hindia-Belanda (VOC) bisa dibilang juga akibat perilaku korupsi. Lebih dari 200
orang pengumpul Liverantie dan Contingenten di Batavia pernah ketahuan
melakukan korupsi dan dipulangkan ke negeri Belanda. Lebih dari ratusan, bahkan
kalau diperkirakan termasuk yang belum diketahui oleh pimpinan Belanda, hampir
mencapai ribuan orang Belanda di Hindia Belanda saat itu juga terlibat korupsi.
***
Perilaku korupsi elite politik sebagai produk budaya ini terus berlanjut,
diwariskan ke generasi-generasi berikutnya, dalam berbagai bentuk yang berbeda.
Maka tidak luar biasa, jika dikatakan bahwa perilaku korupsi elite politik juga
sudah ada di pemerintahan sejak awal kemerdekaan, 17 Agustus 1945.
Pada periode demokrasi liberal parlementer (1950-59) dan selama
Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno (1959-65), perilaku korupsi
elite politik dan penyalahgunaan kekuasaan biasa dilakukan lewat aliansi di
antara patron-patron politis dan klien-klien bisnis, yang secara reguler diberi
perlakuan khusus dalam bentuk perizinan dan peluang-peluang bisnis yang tidak
transparan.
Perilaku korupsi elite politik ini dipandang telah memuncak

--baik dari

segi skala, kecanggihan, dan dampak kerusakannya-- ketika di bawah
pemerintahan Orde Baru, yang bermula pada 1965. Pola-pola korupsi era
sebelumnya telah ditiru oleh Orde Baru, bahkan dengan lebih sistematis.
Selama era Orde Baru, perilaku korupsi elite politik berlangsung dalam
bentuk negara patrimonial yang diorganisasikan dalam konteks masyarakat Jawa.
Banyak literatur menyatakan, Jawa telah menjadi faktor sosio-politik penting
dalam memahami politik di Indonesia.
Budaya Jawa adalah unsur yang paling berpengaruh dalam membentuk

4
pola-pola kebijakan di Indonesia era Orde Baru. Faktanya, sebagian besar
pemimpin Indonesia adalah orang Jawa, yang cenderung mempraktikkan
hubungan patron-klien, yang muncul dari tradisi negara patrimonial, di mana
para pemimpin adalah pusat kekuasaan.
Hubungan patron-klien atau patronase awalnya ditemukan dalam
masyarakat non-birokratis, di mana ia merupakan hubungan informal antara
orang yang berbeda status sosial-ekonominya. "Patron" adalah pihak yang
makmur dan berkuasa, sedangkan klien adalah pengikut atau orang bimbingan
yang tergantung pada patron. Jenis hubungan ini biasanya dicirikan dengan posisi
yang tidak berimbang antara kedua pihak, yang mencerminkan peran-peran
mereka yang tidak simetris.
Dalam hubungan patron-klien, sebagai sebuah hubungan pertukaran
antara peran-peran, individu yang memiliki status sosio-ekonomi lebih tinggi
(patron)

menggunakan sumberdaya dan pengaruhnya untuk memberikan

perlindungan atau manfaat, atau kedua-duanya, kepada orang yang statusnya
lebih rendah (klien). Sebaliknya, klien ini membalas dengan menawarkan
dukungan umum dan bantuan, termasuk pelayanan pribadi, buat sang patron.
Konsep negara patrimonial merujuk ke model politik di mana struktur
birokrasi pemerintah bersifat hirarkis dan berlapis-lapis, sedangkan para pejabat
tingkat tingginya memperoleh posisinya lebih atas dasar loyalitas mereka kepada
penguasa ketimbang kompetensi administratif, kinerja, atau prestasi.
Dalam sistem ini, kedekatan dengan penguasa adalah pertimbangan utama
dalam menunjuk seseorang ke posisi-posisi di pemerintahan. Para pejabat itu lalu
menjadi agen personal dan orang kepercayaan dari penguasa bersangkutan dalam
hubungan patronase.
Dalam konteks era Orde Baru, Presiden Soeharto memposisikan dirinya
sebagai patron, yang memberi perlindungan politik dan manfaat ekonomi kepada
para pengikutnya, yang pada gilirannya memberikan dukungan politik, dana,
kesetiaan, pelayanan, dan lain-lain kepada Soeharto dan keluarganya. Sebagian
dari klien ini adalah pengusaha dan konglomerat yang bisnisnya berkembang
pesat karena difasilitasi dan diproteksi oleh negara, di bawah pemerintahan
Soeharto. Mereka mendapat perlakuan pengistimewaan lewat berbagai proyek

5
bisnis yang sangat menguntungkan.
Berkat pertumbuhan ekonomi yang pesat lewat masuknya investasi asing,
pinjaman luar negeri, dan boom minyak bumi pada 1970-an, kue ekonomi di era
Orde Baru menjadi jauh lebih besar. Akibatnya, skala sumber-sumber yang bisa
dikorupsi juga membesar. Di era Soeharto, begawan ekonomi Indonesia, Prof. Dr.
Sumitro Djojohadikusumo, pernah menyatakan, diperkirakan sampai 30 persen
anggaran negara telah "menguap" karena perilaku korupsi.
Bukan sekadar memelihara hubungan loyalitas, saat itu sudah terbentuk
jejaring hubungan saling mendukung yang kuat antara elite politik dan kalangan
bisnis yang dekat dengan penguasa, membentuk apa yang secara populer disebut
sebagai KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).
***
Berhentinya Presiden Soeharto lewat gerakan reformasi pada Mei 1998,
tidak otomatis melenyapkan perilaku korupsi di kalangan elite politik. Perilaku
korupsi elite politik di era reformasi malah memiliki pola baru.
Selama era Orde Baru yang panjang, adanya pemerintah yang otoriter dan
sangat tersentralisasi berarti memberikan tingkat prediktibilitas tertentu tentang
korupsi. Korupsi masuk ke sistem kekuasaan patrimonial yang sangat
terpersonalisasi, yang berpusat pada presiden.
Dengan runtuhnya rezim Orde Baru, kekuasaan pun menjadi lebih
tersebar dan terdesentralisasi. Seiring dengan itu, pola dan dinamika perilaku
korupsi elite politik juga mengalami hal yang sama. Korupsi tidak cuma terfokus
ke lingkaran pusat kekuasaan, presiden dan para kroni, tetapi menyebar ke
berbagai daerah dan tingkatan.
Terungkapnya berbagai kasus korupsi ini menunjukkan betapa parahnya
perilaku korupsi elite politik, khususnya yang terjadi di jajaran birokrasi
–eksekutif, legislatif, dan yudikatif-- dan aparat pemerintah. Perilaku korupsi
sudah begitu merajalela dan dilakukan oleh begitu banyak orang, sehingga
perilaku korupsi dipandang sudah membudaya dan dianggap sebagai hal yang
wajar dan biasa-biasa saja.
Bedanya dengan era pra-kolonial dan era kolonial adalah waktu itu rakyat
belum diperkenalkan pada sistem pemerintahan modern, yang secara jelas

6
memposisikan perilaku korupsi sebagai suatu kejahatan. Sedangkan dalam
kondisi sekarang, secara yuridis formal, peraturan, dan undang-undang, korupsi
secara tegas dinyatakan sebagai tindak kejahatan.
Jadi, mungkin bisa dibilang bahwa dalam konteks perilaku korupsi, elite
politik era Orde Baru dan era reformasi sekarang lebih tidak tahu malu dan lebih
tidak bermoral dibandingkan era kerajaan di Nusantara. (Diolah dari berbagai
sumber)

Jakarta, 7 Desember 2013

Ditulis untuk dimuat di Majalah AKTUAL dan www.aktual.co

Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994),
Sekjen AJI (1995-97), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita
(1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia
(2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan
Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2
Pengkajian Ketahanan Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik
Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061

7

More Related Content

What's hot

Birokrasi menurut Max weber
Birokrasi menurut Max weberBirokrasi menurut Max weber
Birokrasi menurut Max weber
afifahdhaniyah
 
4 analisis konflik dasar
4  analisis konflik dasar4  analisis konflik dasar
4 analisis konflik dasar
Wahono Syahida
 
Kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remajaKesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remaja
natalia veerman
 

What's hot (20)

SEJARAH AKIBAT / DAMPAK (POSITIF & NEGATIF) ORDE BARU
SEJARAH AKIBAT / DAMPAK (POSITIF & NEGATIF) ORDE BARUSEJARAH AKIBAT / DAMPAK (POSITIF & NEGATIF) ORDE BARU
SEJARAH AKIBAT / DAMPAK (POSITIF & NEGATIF) ORDE BARU
 
Makalah sistem ekonomi
Makalah sistem ekonomiMakalah sistem ekonomi
Makalah sistem ekonomi
 
Birokrasi menurut Max weber
Birokrasi menurut Max weberBirokrasi menurut Max weber
Birokrasi menurut Max weber
 
Memahami Gender
Memahami GenderMemahami Gender
Memahami Gender
 
PPT SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA.pptx
PPT SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA.pptxPPT SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA.pptx
PPT SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA.pptx
 
PPT PKN Otonomi daerah
PPT PKN Otonomi daerah PPT PKN Otonomi daerah
PPT PKN Otonomi daerah
 
Makalah polybius
Makalah polybiusMakalah polybius
Makalah polybius
 
Ketidakadilan gender
Ketidakadilan genderKetidakadilan gender
Ketidakadilan gender
 
Etika pemerintahan dalam praktek
Etika pemerintahan dalam praktekEtika pemerintahan dalam praktek
Etika pemerintahan dalam praktek
 
Lingkup korupsi
Lingkup korupsiLingkup korupsi
Lingkup korupsi
 
" INDIVIDUALISME MASYARAKAT PERKOTAAN "
" INDIVIDUALISME MASYARAKAT PERKOTAAN "" INDIVIDUALISME MASYARAKAT PERKOTAAN "
" INDIVIDUALISME MASYARAKAT PERKOTAAN "
 
Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi Fenti Anita Sari
Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi Fenti Anita SariKorupsi dan Pendidikan Anti Korupsi Fenti Anita Sari
Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi Fenti Anita Sari
 
Materi Analisis sosial
Materi Analisis sosialMateri Analisis sosial
Materi Analisis sosial
 
4 analisis konflik dasar
4  analisis konflik dasar4  analisis konflik dasar
4 analisis konflik dasar
 
sistem politik di indonesia
sistem politik di indonesiasistem politik di indonesia
sistem politik di indonesia
 
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia  revisi
Makalah upaya pemberantasan korupsi di indonesia revisi
 
Kesehatan reproduksi pada lansia
Kesehatan reproduksi pada lansiaKesehatan reproduksi pada lansia
Kesehatan reproduksi pada lansia
 
Kumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiKumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomi
 
Konsep gender dds
Konsep gender ddsKonsep gender dds
Konsep gender dds
 
Kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remajaKesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remaja
 

Viewers also liked

Elinore Wright Work Sample
Elinore Wright Work SampleElinore Wright Work Sample
Elinore Wright Work Sample
Elinore Wright
 
Foreign investment in saudi arabia
Foreign investment in saudi arabiaForeign investment in saudi arabia
Foreign investment in saudi arabia
The Institute of Finance
 

Viewers also liked (6)

ULM-Brochure
ULM-BrochureULM-Brochure
ULM-Brochure
 
BAFSPPT
BAFSPPTBAFSPPT
BAFSPPT
 
UF13
UF13UF13
UF13
 
Elinore Wright Work Sample
Elinore Wright Work SampleElinore Wright Work Sample
Elinore Wright Work Sample
 
Foreign investment in saudi arabia
Foreign investment in saudi arabiaForeign investment in saudi arabia
Foreign investment in saudi arabia
 
Seni teater jilid 1
Seni teater jilid 1Seni teater jilid 1
Seni teater jilid 1
 

Similar to Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi

ciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahulu
ciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahuluciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahulu
ciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahulu
Nur Hidayah
 
Pengaruh barat dari aspek politik
Pengaruh barat dari aspek politikPengaruh barat dari aspek politik
Pengaruh barat dari aspek politik
Mohammad Yaqin
 
Pengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian Bangsa
Pengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian BangsaPengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian Bangsa
Pengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian Bangsa
Istiqomah Aisyiyah
 
KEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISI
KEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISIKEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISI
KEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISI
Nur Fareha
 

Similar to Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi (20)

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
PENDIDIKAN ANTI KORUPSIPENDIDIKAN ANTI KORUPSI
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
 
Teori oligarki
Teori oligarki Teori oligarki
Teori oligarki
 
92816410 sistem-pemerintahan-negara
92816410 sistem-pemerintahan-negara92816410 sistem-pemerintahan-negara
92816410 sistem-pemerintahan-negara
 
ciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahulu
ciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahuluciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahulu
ciri -ciri universal tamadun kini dan perbandingan tamadun dahulu
 
Artikel ilmiah sni
Artikel ilmiah sniArtikel ilmiah sni
Artikel ilmiah sni
 
Arnhy makalah
Arnhy makalahArnhy makalah
Arnhy makalah
 
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
Konsep Korupsi & Kondisi saat ini di Indonesia
 
Arnhy makalah
Arnhy makalahArnhy makalah
Arnhy makalah
 
Budaya korupsi
Budaya korupsiBudaya korupsi
Budaya korupsi
 
Arnhy makalah
Arnhy makalahArnhy makalah
Arnhy makalah
 
Peradaban jawa
Peradaban jawaPeradaban jawa
Peradaban jawa
 
Buku sejarah pemuda muslimin
Buku sejarah pemuda musliminBuku sejarah pemuda muslimin
Buku sejarah pemuda muslimin
 
Pengaruh barat dari aspek politik
Pengaruh barat dari aspek politikPengaruh barat dari aspek politik
Pengaruh barat dari aspek politik
 
Menyelami makna syair orang wuna
Menyelami makna syair orang wunaMenyelami makna syair orang wuna
Menyelami makna syair orang wuna
 
Menyelami makna syair orang wuna
Menyelami makna syair orang wunaMenyelami makna syair orang wuna
Menyelami makna syair orang wuna
 
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
Be gg, basrizal, prof dr ir hapzi ali mm cma, coruption dan froud. univ. merc...
 
Pengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian Bangsa
Pengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian BangsaPengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian Bangsa
Pengantar Antropologi Korupsi Kebudayaan dan Kepribadian Bangsa
 
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIRKORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
KORUPTOR YANG KEHILANGAN RASA CINTA TANAH AIR
 
KEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISI
KEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISIKEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISI
KEPENTINGAN SISTEM MASYARAKAT MELAYU TRADISI
 
Pemerintahan yang tidak transparan
Pemerintahan yang tidak transparanPemerintahan yang tidak transparan
Pemerintahan yang tidak transparan
 

More from Satrio Arismunandar

More from Satrio Arismunandar (20)

Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaKepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
 
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaMemahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
 
Mass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsMass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic Concepts
 
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
 
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelTerciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
 
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
 
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
 
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
 
Sejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat YunaniSejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat Yunani
 
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiRetaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
 
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikPierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
 
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisPemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
 
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaKebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
 
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasIndonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
 
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
 
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiKetika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
 
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami IPertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
 
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RIHati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
 

Recently uploaded

Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 

Recently uploaded (20)

KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANGKERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis JurnalRepi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
Konflik dan Negosiasi dalam perilaku organisai
Konflik dan Negosiasi dalam perilaku organisaiKonflik dan Negosiasi dalam perilaku organisai
Konflik dan Negosiasi dalam perilaku organisai
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptxSejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
 
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptxPresentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud
1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud
1. Standar Operasional Prosedur PPDB Pada paud
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 

Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi

  • 1. Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi Oleh Satrio Arismunandar Perilaku korusi elite politik sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara. Praktik korupsi itu semakin memuncak dari segi skala, kecanggihan, dan dampak kerusakannya di bawah rezim Orde Baru. Kemudian, korupsi semakin terdesentralisasi di era reformasi. Saat ini terdapat kesepakatan meluas bahwa korupsi telah menjadi salah satu problem global dan etis yang paling mendesak. Berbagai kerugian ekonomi, politik, budaya yang nyata, ditambah dengan rusaknya mentalitas anak bangsa, tak bisa dipisahkan dari fenomena korupsi yang sudah membudaya. Perilaku korupsi di kalangan elite politik sendiri bukanlah fenomena baru di Indonesia. Bahkan jika dirunut, perilaku korupsi sebagai suatu fenomena sosial dan budaya sudah ada pada zaman pra-kolonial, saat keberadaan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan zaman kolonial Hindia Belanda di Nusantara. Sebelum berdirinya Republik Indonesia, budaya atau tradisi korupsi sudah mewarnai kehidupan elite politik kerajaan-kerajaan di Nusantara, yang berkonflik di antara sesama mereka karena motif perebutan kekuasaan, kekayaan, dan wanita. Perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari berlangsung sampai tujuh keturunan, mulai dari Anusopati, Tohjoyo, Ranggawuni, Mahesa Wongateleng, dan seterusnya. Kerajaan Majapahit, Demak, Banten, juga mengalami sejumlah pemberontakan. Dalam kasus Banten, Sultan Haji bahkan merebut tahta dari ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa. Perilaku korupsi merupakan gejala yang berakar pada watak dan perilaku para pembesar pada zaman kerajaan di Nusantara. Perpecahan dalam tubuh kerajaan atau pemberontakan memperebutkan tahta kerajaan, yang melibatkan 1
  • 2. kerabat kerajaan sepanjang sejarah kerajaan atau kesultanan di seluruh Nusantara, adalah periode awal budaya korupsi. Para elite politik saat itu lebih mementingkan upaya memperkaya diri atau golongan daripada menjaga keutuhan dan kepentingan bangsa dan negara. Perilaku korupsi menurut ukuran modern saat ini dianggap sebagai pelanggaran hukum atau kejahatan. Namun, pada waktu dulu itu adalah bagian dari budaya feodal yang ada, sehingga oleh rakyat maupun penguasa dianggap sebagai hal yang wajar. Perilaku korupsi itu, misalnya, terlihat dari dipekerjakannya dan dieksploitasinya rakyat untuk hal-hal yang menjadi kepentingan para bangsawan, seringkali tanpa upah sama sekali. *** Sistem feodalisme sebagaimana berkembang di Eropa dan bagian dunia lain adalah sistem di mana rakyat tunduk dan berperang untuk para bangsawan pemilik tanah, di mana sebagai imbalan rakyat mendapat proteksi dan dibolehkan bercocok tanam di tanah para bangsawan. Para bangsawan sendiri pada gilirannya mengabdi dan menyatakan kesetiaan pada raja, dengan imbalan direstui status kebangsawanan dan penguasaannya atas tanah tersebut. Pada zaman kerajaan Mataram di Jawa sekitar tahun 1600, selain terdapat desa-desa yang memenuhi kebutuhan sendiri, terdapat kebudayaan keraton yang tersendiri, yang –berbeda dari zaman Majapahit— relatif terpisah dari segala hubungan internasional. Dalam proses keterisolasian itu dimulailah pemfeodalan yang ekstrem, yang berdampak besar pada peradaban di Jawa. Pemfeodalan ini menjadi latar belakang kejahatan korupsi, yang mengeksploitasi kebodohan dan perhambaan penduduk. Selain adanya golongan bangsawan yang gemar menumpuk harta, mereka juga memelihara sanak (abdi dalem) yang lebih suka mencari muka pada tuannya dan berperilaku oportunistik. Budaya kekuasaan di Nusantara, khususnya Jawa, cenderung otoriter. Kritik atau penolakan terhadap praktik kekuasaan yang korup dan menindas akan dianggap sebagai tantangan atau perlawanan terhadap penguasa. Dalam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan mendominasi sumber-sumber ekonomi di masyarakat. Sedangkan rakyat umumnya dalam 2
  • 3. kondisi miskin, tertindas, tunduk, dan harus menuruti kemauan atau kehendak penguasa. Kondisi seperti ini ikut menyuburkan budaya korupsi. Tak jarang para abdi dalem juga melakukan korupsi ketika menarik ―upeti‖ (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada demang (lurah), yang selanjutnya oleh demang akan diserahkan kepada tumenggung. Abdi dalem di katumenggungan --setingkat kabupaten atau provinsi-- pada gilirannya juga ikut mengorupsi harta yang akan diserahkan kepada raja atau sultan. Para pengumpul pajak ini cenderung berperilaku ―memaksa‖ rakyat kecil, dan dengan demikian menambah beban kewajiban rakyat terhadap jenis atau volume komoditi pertanian, yang harus diserahkan sebagai pajak. Pakar Indonesianis, Wertheim, menyatakan, korupsi di Indonesia antara lain bersumber pada warisan pandangan feodal, yang sekarang menimbulkan ―pertentangan kesetiaan‖ antara kewajiban terhadap keluarga dan kewajiban terhadap negara. Perilaku korupsi menunjukkan kurangnya keterikatan positif pada Pemerintah dan cita-citanya. Wertheim intinya menghubungkan korupsi dengan sejarah, dengan sikap hidup, yang erat hubungannya dengan masa lampau, dan dengan struktur sosial. Pola budaya feodal yang mengatur hubungan atas dengan bawahan telah terbentuk sempurna, dan luluh dalam kepribadian orang-orang waktu itu. Pola budaya itu telah memungkinkan diterimanya beberapa bentuk kejahatan sebagai bukan kejahatan. Maka perilaku korupsi elite politik pun dianggap sebagai hal biasa oleh penduduk, bukan dipandang sebagai ketidakadilan dan bukan pula sebagai kejahatan. Baik raja-raja Jawa, maupun pemerintah Belanda kemudian, berkuasa atas dasar petani. Raja-raja menerima hasil bumi dari petani sebagai upeti, dan memakai tenaga petani guna pembangunan dan pemeliharaan istana, jalan raya, irigasi, dan lain-lain. Kerajaan Jawa tradisional tidak terlalu besar membebani petani jika dibandingkan dengan kekuasaan kolonial moderen kemudian, karena memang keperluan raja dan golongan priyayi tidak seluas keperluan pemerintah kolonial. Namun, yang sangat membebani para petani, adalah kerja bakti setiap tahun di keraton dengan membawa upeti, yang dapat menggagalkan panen sawah di daerahnya karena harus tinggal terlalu lama di keraton. 3
  • 4. Pemerintah kolonial Belanda mempertahankan budaya feodal di kerajaan-kerajaan yang sudah ada, untuk mempertahankan kekuasaannya. Hubungan berat sebelah dan tidak adil antara penguasa feodal kerajaan dan rakyat pribumi dibiarkan saja dan malah dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk memajukan kepentingan politik dan ekonominya. Sementara itu, pemerintah kolonial Belanda sendiri juga tidak kebal dari perilaku korupsi. Penyebab hancur dan runtuhnya maskapai dagang Hindia-Belanda (VOC) bisa dibilang juga akibat perilaku korupsi. Lebih dari 200 orang pengumpul Liverantie dan Contingenten di Batavia pernah ketahuan melakukan korupsi dan dipulangkan ke negeri Belanda. Lebih dari ratusan, bahkan kalau diperkirakan termasuk yang belum diketahui oleh pimpinan Belanda, hampir mencapai ribuan orang Belanda di Hindia Belanda saat itu juga terlibat korupsi. *** Perilaku korupsi elite politik sebagai produk budaya ini terus berlanjut, diwariskan ke generasi-generasi berikutnya, dalam berbagai bentuk yang berbeda. Maka tidak luar biasa, jika dikatakan bahwa perilaku korupsi elite politik juga sudah ada di pemerintahan sejak awal kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Pada periode demokrasi liberal parlementer (1950-59) dan selama Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno (1959-65), perilaku korupsi elite politik dan penyalahgunaan kekuasaan biasa dilakukan lewat aliansi di antara patron-patron politis dan klien-klien bisnis, yang secara reguler diberi perlakuan khusus dalam bentuk perizinan dan peluang-peluang bisnis yang tidak transparan. Perilaku korupsi elite politik ini dipandang telah memuncak --baik dari segi skala, kecanggihan, dan dampak kerusakannya-- ketika di bawah pemerintahan Orde Baru, yang bermula pada 1965. Pola-pola korupsi era sebelumnya telah ditiru oleh Orde Baru, bahkan dengan lebih sistematis. Selama era Orde Baru, perilaku korupsi elite politik berlangsung dalam bentuk negara patrimonial yang diorganisasikan dalam konteks masyarakat Jawa. Banyak literatur menyatakan, Jawa telah menjadi faktor sosio-politik penting dalam memahami politik di Indonesia. Budaya Jawa adalah unsur yang paling berpengaruh dalam membentuk 4
  • 5. pola-pola kebijakan di Indonesia era Orde Baru. Faktanya, sebagian besar pemimpin Indonesia adalah orang Jawa, yang cenderung mempraktikkan hubungan patron-klien, yang muncul dari tradisi negara patrimonial, di mana para pemimpin adalah pusat kekuasaan. Hubungan patron-klien atau patronase awalnya ditemukan dalam masyarakat non-birokratis, di mana ia merupakan hubungan informal antara orang yang berbeda status sosial-ekonominya. "Patron" adalah pihak yang makmur dan berkuasa, sedangkan klien adalah pengikut atau orang bimbingan yang tergantung pada patron. Jenis hubungan ini biasanya dicirikan dengan posisi yang tidak berimbang antara kedua pihak, yang mencerminkan peran-peran mereka yang tidak simetris. Dalam hubungan patron-klien, sebagai sebuah hubungan pertukaran antara peran-peran, individu yang memiliki status sosio-ekonomi lebih tinggi (patron) menggunakan sumberdaya dan pengaruhnya untuk memberikan perlindungan atau manfaat, atau kedua-duanya, kepada orang yang statusnya lebih rendah (klien). Sebaliknya, klien ini membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan, termasuk pelayanan pribadi, buat sang patron. Konsep negara patrimonial merujuk ke model politik di mana struktur birokrasi pemerintah bersifat hirarkis dan berlapis-lapis, sedangkan para pejabat tingkat tingginya memperoleh posisinya lebih atas dasar loyalitas mereka kepada penguasa ketimbang kompetensi administratif, kinerja, atau prestasi. Dalam sistem ini, kedekatan dengan penguasa adalah pertimbangan utama dalam menunjuk seseorang ke posisi-posisi di pemerintahan. Para pejabat itu lalu menjadi agen personal dan orang kepercayaan dari penguasa bersangkutan dalam hubungan patronase. Dalam konteks era Orde Baru, Presiden Soeharto memposisikan dirinya sebagai patron, yang memberi perlindungan politik dan manfaat ekonomi kepada para pengikutnya, yang pada gilirannya memberikan dukungan politik, dana, kesetiaan, pelayanan, dan lain-lain kepada Soeharto dan keluarganya. Sebagian dari klien ini adalah pengusaha dan konglomerat yang bisnisnya berkembang pesat karena difasilitasi dan diproteksi oleh negara, di bawah pemerintahan Soeharto. Mereka mendapat perlakuan pengistimewaan lewat berbagai proyek 5
  • 6. bisnis yang sangat menguntungkan. Berkat pertumbuhan ekonomi yang pesat lewat masuknya investasi asing, pinjaman luar negeri, dan boom minyak bumi pada 1970-an, kue ekonomi di era Orde Baru menjadi jauh lebih besar. Akibatnya, skala sumber-sumber yang bisa dikorupsi juga membesar. Di era Soeharto, begawan ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, pernah menyatakan, diperkirakan sampai 30 persen anggaran negara telah "menguap" karena perilaku korupsi. Bukan sekadar memelihara hubungan loyalitas, saat itu sudah terbentuk jejaring hubungan saling mendukung yang kuat antara elite politik dan kalangan bisnis yang dekat dengan penguasa, membentuk apa yang secara populer disebut sebagai KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). *** Berhentinya Presiden Soeharto lewat gerakan reformasi pada Mei 1998, tidak otomatis melenyapkan perilaku korupsi di kalangan elite politik. Perilaku korupsi elite politik di era reformasi malah memiliki pola baru. Selama era Orde Baru yang panjang, adanya pemerintah yang otoriter dan sangat tersentralisasi berarti memberikan tingkat prediktibilitas tertentu tentang korupsi. Korupsi masuk ke sistem kekuasaan patrimonial yang sangat terpersonalisasi, yang berpusat pada presiden. Dengan runtuhnya rezim Orde Baru, kekuasaan pun menjadi lebih tersebar dan terdesentralisasi. Seiring dengan itu, pola dan dinamika perilaku korupsi elite politik juga mengalami hal yang sama. Korupsi tidak cuma terfokus ke lingkaran pusat kekuasaan, presiden dan para kroni, tetapi menyebar ke berbagai daerah dan tingkatan. Terungkapnya berbagai kasus korupsi ini menunjukkan betapa parahnya perilaku korupsi elite politik, khususnya yang terjadi di jajaran birokrasi –eksekutif, legislatif, dan yudikatif-- dan aparat pemerintah. Perilaku korupsi sudah begitu merajalela dan dilakukan oleh begitu banyak orang, sehingga perilaku korupsi dipandang sudah membudaya dan dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa-biasa saja. Bedanya dengan era pra-kolonial dan era kolonial adalah waktu itu rakyat belum diperkenalkan pada sistem pemerintahan modern, yang secara jelas 6
  • 7. memposisikan perilaku korupsi sebagai suatu kejahatan. Sedangkan dalam kondisi sekarang, secara yuridis formal, peraturan, dan undang-undang, korupsi secara tegas dinyatakan sebagai tindak kejahatan. Jadi, mungkin bisa dibilang bahwa dalam konteks perilaku korupsi, elite politik era Orde Baru dan era reformasi sekarang lebih tidak tahu malu dan lebih tidak bermoral dibandingkan era kerajaan di Nusantara. (Diolah dari berbagai sumber) Jakarta, 7 Desember 2013 Ditulis untuk dimuat di Majalah AKTUAL dan www.aktual.co Biodata Penulis: * Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI (1995-97), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011. Kontak Satrio Arismunandar: E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com Mobile: 081286299061 7