Perbedaan antara logika akal dan pemikiran bebas terletak pada cara berfikirnya. Logika akal bersifat sistematis dan teratur sehingga rasional, sedang pemikiran bebas bersifat spekulatif dan tidak sistematis sehingga hasilnya relatif. Keduanya sering bercampur dalam filsafat sehingga penting untuk memilah mana yang logis dan mana yang tidak.
1. perbedaan mendasar antara logika akal dengan pemikiran bebas (spekulatif)
Logika akal dan pemikiran bebas-spekulatif adalah dua hal yang berbeda dan jangan pernah
disama ratakan tapi dalam kehidupan keduanya sering tercampur baur dan sering menimbulkan
kerancuan sehingga orang sering tidak bisa memilah dan membedakan antara keduanya,sehingga
sering yang hanya berupa pemikiran bebas-spekulatif malah dianggap sebagai suatu pemikiran
yang ‘rasional’.
Kebenaran berdasar logika dan ‘kebenaran’ berdasar pemikiran bebas spekulatif adalah dua hal
yang berbeda jauh,sebab kebenaran berdasar logika itu memiliki struktur atau konstruksi yang
jelas tertata sedang ‘kebenaran’ berdasar pemikiran bebas itu bersifat spekulatif - meraba raba
dan karenanya hasilnya adalah kebenaran yang bersifat relative.
Keduanya berbeda karena memiliki essensi atau konstruksi yang berbeda,dimana konstruksi dari
cara berfikir logika akal adalah suatu yang tertata-beraturan-terpola-sistematis-mekanistis
(konstruktif) dalam arti dari sisi yang satu ke sisi yang lain saling berhubungan secara
sistematis,dimana satu sisi menerangkan sisi yang lain dalam tatanan pola fikir yang
teratur,sehingga hal itu bisa diibaratkan dengan konstruksi kerja sebuah kesatuan unit mesin
apakah itu mesin mobil,mesin komputer,mesin jam dlsb. dimana semua element yang ada
didalamnya saling berhubungan satu sama lain secara tertata dan beraturan.
Sebaliknya pemikiran bebas-spekulatif memiliki konstruksi yang tak beraturan - tidak sistematis
(tidak konstruktif) dimana ciri khas yang menjadi kelemahan dasarnya adalah ia mudah
berantakan kala diserang oleh argumentasi yang berlandaskan kepada cara berfikir logika
akal.sebaliknya konsep yang berasal dari logika akal itu akan kuat kokoh manakala diserang oleh
berbagai bentuk pemikiran bebas yang bagaimanapun,sebagai contoh : lima bukti rasional
keharusan adanya Tuhan yang disusun Thomas Aquinas tetap kokoh hingga saat ini walau
diserang dengan berbagai pemikiran bebas yang bagaimanapun,mengapa (?) karena bangunan
konsepnya mengikuti cara berfikir logika akal yang tertata sehingga walaupun berbagai fihak
dengan berbagai pemikiran bebasnya berusaha untuk menolak serta meruntuhkannya tapi hingga
saat ini logika akal fikiran atau cara berfikir sistematis mana yang bisa menolak atau
meruntuhkannya ?
jadi bila konsep Aquinas ini nampak menimbulkan penolakan maka itu adalah pasti penolakan
yang datang dari bentuk pemikiran bebas spekulatif dan pasti bukan dari cara berfikir logika
akal,karena sebuah konsep yang dibuat berdasar kepada cara berfikir logika akal yang sistematis
akan diterima oleh logika akal manusia dimanapun secara keseluruhan karena karakter akal
fikiran manusia dimanapun diciptakan sama dan seragam oleh Tuhan yaitu berkarakter
sistematis.
Bagaimana sebenarnya mengurai dan memecahkan ke serba rancuan itu (?) tiada lain ibarat kita
harus mencari emas diantara berbagai logam lain yang tercampur dengannya maka kita harus
menggunakan alat yang bisa memilah beragam logam yang berbeda itu serta menentukan secara
pasti identitas masing masing logam itu.begitu pula untuk menentukan mana bentuk pemikiran
bebas yang spekulatif serta mana bentuk kebenaran yang rasional maka kita harus menggunakan
alat yang alat itu harus bersifat hakiki tak boleh berubah ubah dan satu satu nya alat itu adalah
2. konsep hukum kehidupan yang serba pasti.sehingga siapa yang lari atau mengingkari konsep
hukum kehidupan ia akan jatuh ke dalam bentuk pemikiran bebas yang spekulatif yang derajat
kebenarannya bersifat relative,sedang bentuk kebenaran logis yang bisa diterima oleh logika akal
selalu cenderung tidak akan berlawanan dengan konsep hukum kehidupan.
Sebagai contoh : seorang yang terlena dengan kesenangan berwacana pemikiran bebas spekulatif
memiliki kecenderungan serupa dengan orang yang hidup didunia khayal dimana dengan
pemikiran bebas nya ia sering melahirkan pandangan pandangan yang bila dikorelasikan dengan
konsep hukum kehidupan akan nampak ganjil.sebagai contoh : pemikiran bebas yang berpijak
pada faham liberalisme sebenarnya bila kita kaji kemudian kita korelasikan dengan konsep
hukum kehidupan serba pasti maka dasar pandangannya akan nampak bersifat ganjil,karena
sebagai contoh faham liberalisme mengajarkan kebebasan tanpa mengindahkan batasan yang
telah ditentukan Tuhan sehingga bentuk pemikiran seperti itu sebenarnya tidak logis mengingat
manusia sama sekali bukan makhluk yang bebas secara mutlak ia ditentukan oleh berbagai
batasan yang hakiki : akan tua - akan mati dan akan mempertanggungkan perbuatannya di
pengadilan akhirat.
Dua cara berfikir yang berbeda itu ada dalam dunia filsafat sehingga kita tak bisa mengkultuskan
filsafat sebagai : ‘cara berfikir logis’ karena didalam dunia filsafat cara berfikir logis dan cara
berfikir yang bebas-spekulatif kedua duanya ada dan tercampur baur.di masa silam era filsafat
klasik cara berfikir yang logis-tertata masih kuat mewarnai dunia filsafat kemudian seiring
berjalannya zaman dimana para pemikir di dunia filsafat lebih menyukai bentuk pemikiran bebas
spekulatif maka beragam bentuk ‘kebenaran’ versi pemikiran bebas spekulatif lebih
mendominasi dunia filsafat.dan ujungnya pada era filsafat ‘kontemporer’ ciri khas filsafat
sebagai wacana kebenaran rasional mulai meredup dan wacana filsafat di era ini seperti lebih
banyak dikuasai oleh para pemikir bebas spekulatif yang seperti sudah tak mau lagi orientasi
pada tata cara berfikir logika akal yang sistematis,karena semua yang bernuansa ‘kebenaran
rasional’ justru kemudian seperti digugat dengan dalih di ‘dekontruksi’.
Wacana filsafat adalah tempat kebenaran yang rasional dan spekulatif bercampur baur itulah
sebab wacana filsafat harus kita bagi antara yang benar dan yang salah.mengapa filsafat sering
jatuh kepada bentuk pemikiran bebas spekulatif (?) jawabnya adalah karena berbeda dengan
agama filsafat tidak berpegang kepada hal hal yang bersifat hakiki.dalam agama ‘kebenaran’
yang berasal dari pemikiran spekulatif itu tidak ada sebab landasan dasar konsep kebenaran
agama berangkat atau bersandar pada hal hal yang bersifat hakiki (hal hal yang sudah ditetapkan
Tuhan sebagai ketentuan atau kepastian yang tidak bisa dirubah lagi).jadi perbedaan mendasar
antara agama dan filsafat adalah yang satu sering berpijak pada hal hal yang bersifat hakiki
sedang yang satu berpijak hanya pada hal hal yang bersifat spekulatif.
Dunia filsafat adalah dunia yang didalamnya penuh dengan pemikiran spekulatif yang sebagian
mengkristal menjadi mazhab pemikiran atau ‘isme’ tertentu dan demikian pula dalam dunia sains
kita melihat banyak teori atau pemikiran yang oleh sebagian orang dianggap ‘ilmiah’ tapi
sebenarnya bersifat spekulatif malah lebih mendekati khayal,sebab itu untuk mendeteksi mana
teori-pemikiran negative serta mana kebenaran yang rasional maka kita harus membawa
kacamata konsep hukum kehidupan kedalamnya sebagai alat deteksi.
3. Logika adalah cara berfikir akal yang sistematik dan ilmu logika adalah ilmu yang dibangun oleh
metodologi cara berfikir sistematis,dan itu sudah pasti berbeda dengan apa yang disebut sebagai
pemikiran bebas spekulatif yang tidak terikat kepada metodologi tata cara berfikir yang
sistematis.dengan kata lain apa yang datang dari pemikiran bebas belum tentu bersesuaian
dengan logika akal fikiran manusia.tetapi bagaimana cara memilah dua kutub yang berbeda jauh
itu secara jelas dan terang (konstruktif) mengingat dua kutub itu dalam kehidupan manusia
sangat mudah untuk tercampur baur sebagaimana yang juga terjadi dalam dunia filsafat bahkan
hal itu bisa terjadi pada kelompok yang menggumuli agama sekalipun.
Kita sering disuguhi pernyataan bahwa filsafat adalah ‘cara berfikir logis’ dan itu tertera pada
buku buku textbook pengantar filsafat,benarkah pernyataan itu (?)
Kalau kita rekonstruksi pernyataan itu sebenarnya kita harus menyangsikan kebenarannya,sebab
memang sudah merupakan fakta bahwa dalam wacana filsafat banyak konsep yang berasal dari
cara berfikir yang logis dan melahirkan pernyataan yang logis artinya cara berfikir yang akal
fikiran manusia secara umum bisa memahaminya, tapi jangan lupa wacana filsafat pun dipenuhi
oleh banyak pemikiran bebas spekulatif bahkan yang berbau khayali.dan pemikiran spekulatif itu
tak bisa didefinisikan sebagai sebuah konsep yang logis sebab belum tentu logika akal fikiran
manusia secara umum bisa memahaminya.sebab ukuran kebenaran yang bersifat logis adalah
sebuah bentuk kebenaran yang akal fikiran manusia secara umum bisa menerima serta
memahaminya serta tidak bertentangan dengan konsep hukum kehidupan dualistik.sebab istilah
‘logis’ itu sendiri identik dengan makna ‘masuk akal’ atau ‘bisa difahami oleh cara berfikir akal
fikiran’ sedang sesuatu disebut tidak logis artinya kurang lebih sama dengan ‘tidak masuk akal’
atau ‘akal fikiran manusia umum tidak bisa menerimanya’.
Apa sebab banyak lahir pemikiran yang bersifat spekulatif disamping yang logis (?) pertama ;
bisa difahami sebab akal fikiran manusia yang sangat terbatas sehingga terkadang ketika
berhadapan dengan problematika yang bersifat kompleks maka logika akal fikirannya tak bisa
lagi mengandalkan metodologi berfikir yang sistematis sehingga manusia lari kepada sebuah
cara berfikir yang disebut : cara berfikir spekulatif.kedua ; manusia sangat mudah terjatuh
kepada mengikuti rasa perasaan manusiawi dalam berfikir sehingga tanpa terasa jatuh kepada
bentuk khayal dan pemikiran negative,dan salah satu bentuk pemikiran negative itu adalah
pemikiran yang bersifat spekulatif artinya bentuk pemikiran yang belum tentu bersesuaian
dengan kebenaran yang berasas logika dan belum tentu bersesuaian dengan konsep hukum
kehidupan dualistik.
Dunia filsafat-sains adalah dunia yang penuh dengan konsep-teori yang rasional yang lahir dari
cara berfikir sistematis dan juga yang irrasional yang lahir dari cara berfikir bebas yang tidak
tertata-spekulatif.
Itulah kini saatnya terbuka mata dan fikiran kita untuk tidak lagi menganggap atau
mengkultuskan filsafat sebagai ‘ibu kebenaran’ atau wacana yang selalu dianggap ‘rasional’
karena nyata nya dalam dunia filsafat yang benar dan yang salah bercampur baur dan menjadi
tugas kita untuk bisa memilahnya,karena itu apapun yang datang dari dunia filsafat tidak layak
bila kita telan secara langsung tanpa dikunyah terlebih dahulu
4. Jadi untuk kelak tidak terjadi penyesatan paradigma maka manusia harus bisa membedakan
secara konseptual apa itu cara berfikir logis dan apa itu cara berfikir spekulatif serta apa itu
kebenaran yang bersifat logis dan kebenaran yang bersifat spekulatif ,sebab bila direkonstruksi
keduanya akan berbeda jauh bak bumi dan langit.dan sekaligus kita juga harus membongkar
kembali anggapan klasik yang keliru yang bisa menyesatkan yang selalu mengidentikkan filsafat
dengan ‘cara berfikir logis’,sebab faktanya dalam filsafat didalamnya tercampur baur antara
fikiran yang logis dan yang tidak logis.
Artinya manusia harus bisa membuat perbedaan konstruktif antara kebenaran yang berasas
logika atau bentuk kebenaran ‘rasional’ dengan bentuk pernyataan yang berasal dari bentuk
pemikiran spekulatif. tiada lain agar manusia bisa memahami problematika kebenaran secara
jelas dan terang - tidak rancu sebab banyak kebenaran di dunia ini yang dinyatakan atau
dideskripsikan oleh berbagai golongan manusia dimana masing masing seolah ingin
memposisikan diri sebagai ‘kebenaran’ dan sebagian mengklaim ‘bersifat logis’.
Problematika seputar perbedaan diantara kebenaran yang bersifat logis dan ‘kebenaran’ yang
berlandaskan pemikiran negative-spekulatif harus ditela’ah secara seksama lalu dibuat definisi
perbedaan yang jelas-konstruktif agar umat manusia juga tidak tersesat oleh pernyataan yang
mengatas namakan logika atau ‘rasio’ tapi sebenarnya sesuatu yang hakikatnya berasal dari
sebuah bentuk pemikiran negative belaka.
Sebab agama pun mengkonsepsikan manusia agar menggunakan akal semaksimal mungkin dan
itu berarti agar manusia menggunakan cara berfikir akal yang : matematis - konseptual -
mekanistik,karakter serta metodologi cara berfikir akal yang serba bersifat dualistik tiada lain
agar manusia tidak jatuh kepada bentuk khayal dan pemikiran negative.sebab khayal dan
pemikiran negative adalah sebuah bentuk ‘kebenaran’ atau sudut pandang manusiawi yang
essensi nya bertentangan dengan prinsip dualisme yang Tuhan tetapkan sebagai hukum
kehidupan.
Bila prinsip dualisme senantiasa bisa direkonstruksi dan difahami oleh akal karena akal memang
diciptakan sebagai alat berfikir yang berkarakter dualistik dan untuk tujuan agar manusia bisa
membaca prinsip konsep dualistime yang Tuhan ciptakan khususnya yang ada dalam konsep
hukum kehidupan. sehingga ketika agama direkonstruksi oleh konsep dualisme maka kita akan
melihat bahwa agama adalah konsep yang sudah diselaraskan dengan cara berfikir akal manusia.
Tetapi cara berfikir pemikiran bebas spekulatif sebagaimana yang bermunculan dalam dunia
filsafat memang jauh berbeda dengan struktur cara berfikir akal yang sistematik sebab cenderung
bersandar pada prinsip meraba raba dan berspekulasi.sedang konsep kebenaran agama bersandar
pada segala suatu yang serba pasti, dimana salah satu artinya adalah pasti akal fikiran bisa
menerima dan memahaminya,sebab itulah tak ada sifat spekulatif dalam konsep agama.
Sehingga kala bentuk bentuk khayal dan pemikiran negative itu merajalela dan bahkan
mendominasi budaya hidup dan cara berfikir manusia maka agama selalu menyeru kepada
manusia untuk mengenal benar - salah,baik - buruk secara konstruktif tiada lain agar manusia
bisa selalu berpegang pada prinsip dualisme yang ada dalam konsep hukum kehidupan dan
menelikung seluruh peri kehidupan manusia.sedang ciri khas dari khayal dan pemikiran bebas
5. (negative) adalah yang diikuti bukan prinsip dualisme atau prinsip benar - salah yang akal fikiran
manusia secara umum bisa menerimanya tapi seringkali merupakan keinginan keinginan yang
hakikatnya berasal dari rasa perasaan nafsu manusiawi yang memang cenderung suka kepada
bentuk pemikiran yang meraba raba atau spekulatif.
Bangunan kebenaran yang berkonstruksi hukum kehidupan dan berkarakter dualistik (serba
berpasangan,karena Tuhan menciptakan segala suatu dengan serba berpasangan) itu melahirkan
bentuk kebenaran yang disebut ‘rasioal’ artinya bentuk kebenaran yang akal fikiran manusia
secara umum bisa memahami dan menerimanya nya,sedang ‘kebenaran’ yang bersifat spekulatif
yang berasal dari bentuk pemikiran bebas negative seringkali jatuh kepada bentuk pemikiran
yang irrasional sebab seringkali sudah meninggalkan prinsip dualisme yang merupakan rel dasar
dari ilmu logika sehingga akal fikiran manusia yang bersifat umum sudah tak bisa lagi
memahami serta menerimanya sehingga bagi akal statement yang berasal dari bentuk pemikiran
negative seringkali nampak ganjil.
Sebab itu sungguh merupakan suatu yang aneh dan sangat ironis bila kemudian sebagian
manusia sering beranggapan agama sebagai suatu yang ‘irrasional’ hanya karena deskripsinya
tak bisa tertangkap mata sehingga tak bisa dibuktikan secara empirik.padahal apapun yang
dinyatakan agama itu bukan untuk dilihat atau dibuktikan dengan mata telanjang tapi untuk
difahami oleh akal ( rasional atau tidak nya),dan sama sekali tak ada keterkaitan serta keterikatan
langsung antara akal dan penglihatan mata (sehingga yang dianggap ‘rasional’ mesti ‘yang
tertangkap mata’).
Jadi anggapan bahwa agama adalah suatu yang irrasional musti berasal dari orang orang yang
beranggapan bahwa ‘yang rasional adalah segala suatu yang pada dasarnya memiliki bukti
langsung yang tertangkap panca indera’ dan itu adalah sebuah prinsip yang menyalahi asas dasar
ilmu logika,sebab ilmu logika tidak berdiri diatas prinsip keharusan bukti fisik atau empirik yang
langsung.
Tapi itulah pengaruh besar pemikiran bebas negative manusia yang seringkali seperti bisa
menjungkir balikkan yang logis menjadi tampak irrasional dan yang irrasional menjadi dianggap
‘logis’,dan hal demikian sudah biasa terjadi dalam dunia filsafat dan itu terjadi karena manusia
tidak mengenal apa itu ilmu logika dan apa itu pengertian ‘akal’ yang bersifat utuh-menyeluruh
atau pemahaman manusia terhadap semua itu bersifat rancu-tidak konstruktif sehingga yang
merupakan bentuk pemikiran negative yang kebenarannya bersifat spekulatif sering dianggap
sebagai suatu yang logis - rasional.
Tentu sangat berbeda jauh dan manusia harus bisa membedakannya secara konseptual antara
bangunan ilmu logika yang memiliki konstruksi yang serba sistematis dengan dunia khayal yang
tidak memiliki sifat konstruktif dan sering keluar dari asas prinsip hukum kehidupan atau dengan
pemikiran bebas negative yang bentuk kebenarannya serba bersifat spekulatif.karena itu ilmu
logika dijadikan Tuhan sebagai alat untuk mengkonsepsikan kebenaran Nya,sedang khayal dan
pemikiran bebas negative pada dasarnya sering hanya merupakan alat bagi eksistensi rasa
perasaan nafsu manusia.
6. Karena karakter ilmiahnya yang konstruktif itulah maka Ilmu logika berfungsi untuk memilah
antara fikiran fikiran manusia yang masih bisa dikategorikan sebagai ‘rasional’ dengan fikiran
yang sudah berada dalam pengaruh khayal atau bentuk pemikiran negative.
Perbedaan konseptual antara kebenaran berasas logika dengan bentuk teori atau pemikiran bebas
negative bisa dibedah pada konstruksi bagian dalamnya,dimana cara berfikir logika akal yang
sistematis akan menghasilkan bentuk kebenaran yang dikategorikan sebagai ‘logis’ ( bisa
difahami oleh mekanisme ilmu logika) atau ‘rasional’ ( bisa difahami oleh cara berfikir logika
akal ) serta bersifat konstruktif (bisa disusun dalam bentuk konsep ilmu yang tertata - runtut
).sebaliknya kesimpulan dari cara berfikir ganjil atau yang tidak orientasi pada prinsip dualisme
akan melahirkan suatu yang bisa dikategorikan sebagai ‘tidak logis’ ( tidak bisa difahami oleh
mekanisme ilmu logika) atau ‘irrasional (tidak bisa difahami oleh cara berfikir logika akal) serta
bersifat spekulatif (tidak bisa disusun dalam bentuk konsep ilmu yang tertata - runtut ).itulah
perbedaan itu harus diketahui sampai kepada konstruksi bagian dalamnya agar manusia bisa
memilah keduanya secara jelas dan terang (konstruktif).
Sebagai contoh bila prinsip dualisme hukum kehidupan menempatkan manusia dan hewan pada
dua kutub yang terpisah baik fisik - fikiran serta hakikatnya secara jelas dan tegas,dan artinya
ketika kita membicarakan tentang hubungan manusia dan hewan maka kita bersandar kepada
perbedaan asasi yang telah ditetapkan oleh hukum kehidupan itu. kemudian bila ada ilmuwan
yang merancukan bentuk hubungan antara manusia dan hewan dengan mengemukakan teori
bahwa manusia berasal dari hewan maka kita harus memeriksa konstruksi bagian dalam dari
teorinya itu apakah masuk kategori logis atau tidak logis, konstruktif atau spekulatif (?)
Contoh lain bila ada yang menyatakan ‘Tuhan itu tidak ada’ sedang disisi lain logika akal kita
melihat keserba teraturan semesta yang mengindikasikan keharusan akan adanya hanya satu
maha pengatur,maka kita harus merekonstruksi pernyataan ‘Tuhan tidak ada’ itu apakah masuk
kepada pernyataan yang kebenarannya ber asas ilmu logika atau ber asas pemikiran bebas
spekulatif (?)
Tetapi dari ‘permukaan’ memang terkadang sulit untuk menilai mana yang merupakan hasil
mekanisme cara berfikir yang logis dan mana yang merupakan bentuk pemikiran bebas
spekulatif yang ganjil.dan satu satunya cara terbaik adalah dengan melakukan anlisis yang
sistematis dengan berpegang kepada prinsip dasar ilmu logika yaitu : mekanisme berfikir
dualistik dan keterhubungan cara berfikir akal yang dualistik itu secara paralel dengan
mekanisme konsep hukum kehidupan.tapi bila kita tidak mengukurkan ilmu logika itu pada
prinsip dualisme sebagai parameter maka mana yang dinilai sebagai ‘logis’ dan mana yang tidak
akan menjadi rancu. apalagi bagi public yang terkadang lebih banyak melihat kepada ‘kulit luar’
sehingga mudah untuk jatuh kepada ‘pengkultusan’, sehingga pernyataan dari seorang yang
dianggap ilmuwan atau filosof sering dikultuskan sebagai teori atau pemikiran yang ‘rasional’
walau bila ditela’ah bagian dalamnya sangat jauh dengan prinsip asas rasional.
Sebagian manusia sering mengidentikan agama dengan hal hal yang irrasional,hal demikian tentu
tidak benar sebab agama Ilahi dikonsep agar bersesuaian dengan cara berfikir logika akal
manusia,
7. bila dalam agama terdapat hal hal yang nampak ‘irrasional’ atau diluar jangkauan akal untuk
memahaminya maka itu adalah jalan Tuhan agar akal manusia tunduk pada kebenaran versi
Tuhan sehingga manusia tidak menjadikan akalnya sebagai Tuhan.jadi prinsipnya dalam konsep
Tuhan akal adalah alat - bukan tujuan,serta hamba yang bekerja untuk majikannya dan sama
sekali bukan ‘Tuhan’.
Dengan merekonstruksikan agama lewat jalur mekanisme ilmu logika dan kemudian
menghubungkannya dengan konsep hukum kehidupan maka kita akan melihat kesatu paduan
yang konstruktif antara agama dengan akal sebagai alat berfikir yang berkarakter dualistik dan
hukum kehidupan yang bersifat hakiki, sehingga dengan cara demikian agama tidak harus
difahami sebagai dogma demi dogma semata.cara demikian juga akan bisa memilah antara
agama yang benar dan agama khayali sebab agama khayali didalamnya tidak akan memiliki
konstruksi ketersaling hubungan yang konstruktif dengan konsep hukum kehidupan dan karena
nya sulit direkonstruksi serta difahami oleh karakter cara berfikir akal yang dualistik.
Hanya segolongan manusia yang memilah agama dengan rasio yaitu kelompok manusia yang
melekatkan rasio dengan bukti empirik atau orang yang bersudut pandang materialist,sehingga
prinsip dasar mereka adalah ‘yang rasional adalah yang berpijak pada bukti mata telanjang yang
langsung’,dan karena deskripsi agama tidak selalu menyertakan bukti fisik-empirik yang
langsung maka karena itu pada dasarnya agama mereka definisikan sebagai ‘tidak rasional’.nah
masalahnya adalah disatu sisi orang orang bersudut pandang materialist ini sering
mendeskripsikan hal hal yang sebenarnya sesuatu yang lebih merupakan khayal dan pemikiran
spekulatif sebagai ‘rasional’ yang membuat istilah ‘rasional’ ini menjadi kabur dan makin
menjauh dari konstruksi yang sebenarnya dan seharusnya yang berpijak pada asas dualisme.
Itulah sebab istilah ‘logis’ atau ‘rasional’ itu sering jadi rebutan antara dua kubu antara sudut
pandang kaum materialist dan sudut pandang golongan universalist ( orang yang melihat realitas
lahiriah dan abstrak secara menyatu) atau antara orang yang antipati terhadap agama dengan para
pembela agama.dan ini adalah masalah umat manusia yang akut yang seperti benang kusut yang
harus kita urai dan kita selesaikan. dan cara yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah ini
secara konstruktif adalah tentu menyelesaikannya secara konsep keilmuan diantaranya dengan
mendeskripsikan rahasia konsep ilmu logika secara utuh-menyeluruh.
Pertama ; kita harus menempatkan makna istilah ‘rasional’ ini ditengah tengah yaitu dengan
menyandarkan atau memparalelkannya dengan prinsip dualisme sebab istilah dualisme adalah
suatu yang berlawanan atau selalu harus dilawankan dengan pengertian ‘ganjil’.sehingga bila
pengertian ‘rasional’ paralel dengan karakter dualistik maka pengertian ‘irrasional’ berarti
paralel dengan karakter ‘ganjil’. kemudian dengan mengukurkan pengertian ‘logis’ serta
‘rasional’ kepada mekanisme cara berfikir dualistik dan prinsip dualisme maka kita akan bisa
menilai mana yang lebih sesuai dengan cara berfikir logika akal : konsep agama atau pemikiran
pemikiran kaum materialist (?).
Kedua ; kita harus membersihkan ilmu logika serta istilah ‘rasional’ itu dengan jalan
mengembalikan ilmu logika sebagai cara berfikir matematis yang murni tidak disertai prinsip
keharusan untuk selalu menghadirkan bukti fisik,sebab faham yang selalu menyertakan
keharusan bukti fisik bukan aliran rasionalistik tapi aliran ‘empiristik’ dimana keduanya harus
8. difahami secara berbeda atau ‘hitam - putih’ untuk tidak menimbulkan kerancuan,sebab dalam
filsafat kedua bentuk faham ini pada akhirnya seperti saling tumpang tindih,dimana pada ujung
sejarahnya filsafat tidak memperlihatkan keberfihakan kepada prinsip cara berfikir kogika murni
tapi lebih condong memihak pada prinsip empirisme,karena para filosof tertentu lebih melihat
kesuksesan sains sebagai ilmu material.
Karena itu suatu yang sebenarnya sangat keliru bila ada yang mengklaim sebagai ‘rasionalist’
tapi selalu menyertakan syarat bukti fisik,karena sebenarnya bila harus jujur kepada akal maka
seluruh pemikir diseluruh dunia seharusnya bersepakat dengan prinsip ini : bahwa bagi akal pada
dasar nya yang benar itu bukan yang terlihat mata tapi yang bisa difahami oleh cara berfikir
logika akal.artinya kita harus memilah dengan jelas dan tegas antara prinsip rasional yang
orientasi pada cara berfikir murni akal dengan prinsip empiris yang orientasi pada bukti
fisik,sehingga tidak tumpang tindih sebagaimana terjadi dalam filsafat dan sains,sebab bila tidak
kita luruskan maka akan teramat banyak deskripsi agama yang divonis sebagai ‘irrasional’ hanya
karena dianggap tidak bisa menyertakan bukti empiric yang langsung,dan kasus demikian
menjadi bukti nyata adanya kerancuan pemahaman antara prinsip rasionalistik dengan prinsip
empiristik.
Dan ketiga kita harus membersihkan ilmu logika dan istilah ‘rasional’ itu dari ekspansi
pemikiran bebas negative manusia jangan sampai hal hal yang sebenarnya lebih merupakan
bentuk khayal dan pemikiran negative tapi di klaim sebagai ‘rasional’ hanya karena dianggap
berasal dari pemikir besar.ambil contoh pernyataan yang berasal dari seorang Descartes : ‘aku
berfikir karena itu ada’ sering dianggap orang sebagai salah satu bentuk pernyataan ‘rasional’
padahal sebenarnya itu hanya sebuah bentuk pemikiran spekulatif yang dijadikan ‘filosofi’
tersendiri oleh sang pemikir dalam melihat keberadaan dirinya. sebab bila kita bedah pernyataan
itu dengan mekanisme ilmu logika maka kita harus tunduk pada kenyataan bahwa secara logika
‘ada’nya seseorang atau sesuatu itu tidaklah bergantung pada disadari atau tidaknya keberadaan
nya itu baik oleh dirinya maupun oleh orang lain,sama dengan seorang bayi itu harus disebut
‘ada’ walau ia tidak menyadari dirinya ada,atau seorang yang tengah tertidur tak bisa dikatakan
‘tidak ada’ hanya karena ia tidak menyadari dirinya ada,atau sama dengan planet itu sejak dulu
‘ada’ walau keberadaannya belum diketahui manusia.jadi sangat tidak logis kalau unsur manusia
atau kesadaran manusiawi menjadi tolok ukur yang menentukan ada atau tidak adanya sesuatu.
Dan banyak pernyataan para pemikir besar yang bila ditela’ah sebenarnya hanya bentuk
pemikiran bebas spekulatif semata tapi sering dianggap sebagai suatu yang ‘rasional’ hanya
karena berasal dari filosof tertentu atau karena berasal dari wacana filsafat. sehingga secara
umum filsafat atau pemikiran yang datang dari para filosof sering di definisikan orang sebagai
‘pemikiran rasional’ suatu yang sebenarnya salah besar dan bisa menyesatkan sebab yang datang
dari filsafat itu selalu sesuatu yang senantiasa bersifat relative : ada yang rasional - ada yang
tidak,sebagaimana juga ada yang benar dan ada juga yang salah,dan karena itu tak bisa
dikultuskan sebagai ‘selalu rasional’ apalagi dikultuskan sebagai ‘selalu benar’.
Karena itu kita harus merekonstruksikan apa itu ilmu logika se konstruksif mungkin agar tak ada
jalan bagi teori atau pemikiran bebas atau isme tertentu yang sebenarnya bila dikaji dengan
prinsip ilmu logika bertentangan dengan konsep dasar logika tapi sering mengatas namakan
sebagai suatu yang ‘logis’ atau ‘bersesuaian dengan rasio’.ambil contoh : faham atheisme sering
9. beranggapan bahwa pandangan mereka berlandaskan kepada prinsip ‘rasional’ tapi coba kaji
pandangan pandangan dasar atheisme maka akan kita temukan bahwa cara berfikir faham ini
pada dasarnya sangat bertentangan dengan cara berfikir logika akal.contoh : ketidak percayaan
pada adanya Tuhan itu sama sekali bukan keputusan rasio karena itu sama dengan beranggapan
bahwa segala keteraturan bisa berasal dari kebetulan,padahal menurut logika akal tak akan
pernah ada kebetulan yang bisa melahirkan keserba teraturan bahkan bila seluruh ilmuwan
melakukan uji coba atas prinsip demikian. keteraturan secara logika hanya bisa berasal dari
adanya maha pengatur yang menurut logika hanya harus satu sebab bila lebih maka akan ada
pertentangan diantara dua atau lebih pengatur.itulah deskripsi rasional atas keharusan adanya
Tuhan yang harus satu.dan terlalu banyak pemikir besar yang berhasil mengkonsepsikan
kebenaran agama dengan rasio tapi sebagian manusia malah tetap beranggapan agama sebagai
bertentangan dengan rasio apa sebab (?) sebab dasarnya sebenarnya hanya satu yaitu adanya
sudut pandang materialist dalam diri manusia.
Karena itu bila kita kaji dengan asas asas metodologi cara berfikir logika yang benar maka kita
akan temukan bahwa keimanan adalah suatu yang rasional dan atheisme justru adalah suatu yang
irrasional. tapi mengapa orang atheis sering mengatakan bahwa dasar pemikirannya adalah suatu
yang ‘rasional’ (?) atau mengapa banyak teori ilmiah yang sama sekali jauh dari logis tapi sering
merasa bahwa itu suatu yang ‘rasional’ (?) itu bukan berasal dari pandangan logika tapi dari
pandangan materialist yang beranggapan ‘yang rasional’ pada dasarnya adalah sesuatu yang
‘tertangkap dunia indera’ padahal menurut logika teramat banyak realitas yang tak terlihat
mata,dan sebab asas logika adalah dualisme yang salah satunya adalah keniscayaan akan
keberadaan yang abstrak disamping yang lahiriah sebagaimana keharusan adanya jiwa dibalik
raga.
Itulah landasan dasar dari tidak difahaminya ilmu logika secara benar adalah manusia lebih
memahami logika sebagai permainan tekhnik berfikir semata sehingga sering jadi permainan
sebagian orang untuk ‘merasionalisasikan’ pemikiran atau teorinya yang justru tidak
rasional.atau tidak memahami ilmu logika dari asas atau fundament dasarnya yaitu prinsip
dualisme yang Tuhan tetapkan sebagai hukum kehidupan serba pasti.juga tidak memahami
karakter dasar cara berfikir akal yang selalu paralel dengan prinsip dualisme itu sehingga sampai
manapun berjalan cara berfikir akal itu akan selalu berkarakter dualistik yg dicirikan melalui
karakter berfikir : mekanistik - analitis -matematis dlsb.yang semua itu melahirkan hal hal yang
rasional dan mustahil melahirkan hal hal yang ganjil.
Jadi hanya apabila manusia berpijak diatas pemahaman terhadap prinsip asas dualisme yang
benar maka cara berfikir akalnya akan benar dan juga ilmu logika yang difahaminya akan benar.
sebaliknya bila seorang tidak berpijak diatas pemahaman terhadap prinsip dualisme maka cara
berfikir akalnya akan pincang,misal bila ia lebih condong orientasi ke dunia alam lahiriah,misal :
bila seorang beranggapan bahwa yang disebut realitas adalah yang tampak mata dan
beranggapan bahwa yang gaib atau yang abstrak adalah bukan realitas sehingga dari sudut
pandang demikian terciptalah apa yang disebut sudut pandang ‘materialist’ atau ‘faham
materialisme’ yang dalam tiap argumentasinya cenderung selalu berpegang pada atau
menjadikan dunia alam lahiriah sebagai ‘ukuran kebenaran’,maka pemahamannya terhadap ilmu
logika akan pincang.
10. Dan celakanya itulah yang justru jadi prinsip sebagian besar ilmuwan yang mendeklarasikan
terbentuknya konsep ‘saintisme’ yang berasas pada sudut pandang materialist.dan efeknya ia
memperlakukan dunia gaib secara pincang misal tidak menganggap apapun yang datang dari
dunia abstrak-gaib sebagai bagian konsep ilmu, maka dengan menjadi seorang materialist pada
dasarnya ia telah keluar dari pijakan dasar ilmu logika yaitu prinsip dualisme. sebab salah satu
pijakan dasar prinsip dualisme dalam hubungannya dengan realitas adalah keharusan untuk
memahami bahwa realitas itu terdiri dari dua alam : yang lahiriah-material dan yang abstrak-
gaib, dan prinsip dualisme itu berdiri diatas dua kaki dimana satu kaki berpijak di alam lahiriah
dan satu kaki berpijak di alam abstrak. dengan kata lain sudut pandang materialist beranggapan
bahwa dunia abstrak-gaib bukan dunia yang bisa difahami oleh akal, padahal agama
mengkonsepsikan bahwa realitas secara keseluruhan harus direkonsrtusi oleh cara berfikir akal
dengan kata lain dalam konsep agama akal adalah alat untuk membaca realitas secara
keseluruhan bukan hanya realitas yang bersifat lahiriah - material semata.
Dengan kata lain realitas keseluruhan harus dipandang oleh sudut pandang yang berimbang -
tidak ganjil atau oleh sudut pandang ‘bermata dua’ maka dari sudut pandang berimbang itu akan
lahir deskripsi serta pemahaman terhadp realitas menyeluruh yang rasionalistik.sehingga ketika
agama mengkonsepsikan sorga - neraka maka tak ada yang menganggapnya sebagai suatu yang
‘irrasional’ hanya karena tidak bisa tertangkap mata sebab manusia bisa memahami landasan
dasar mekanisme hukum kausalistik yang berada dibelakangnya.
Sebab itu memasukkan dunia material tapi meminggirkan yang gaib dari konsep ilmu maka itu
adalah perilaku berfikir yang tidak jujur sebab itu sama dengan tidak mau menerima realitas
kenyataan.dan inilah yang melahirkan definisi ‘rasional’ yang keliru yang bertentangan dengan
prinsip dasar ilmu logika itu sendiri yaitu asas dualisme.dan kelak definisi ‘rasional’ versi kaum
materialist inilah yang akan bertentangan dengan konsep kebenaran agama yang menyatu
padukan keseluruhan realitas ( yang lahiriah-gaib) dalam kesatu paduan konstruktif.
Itulah teramat banyak faham atau isme atau teori ilmiah yang tidak berangkat dari pemahaman
yang benar terhadap asas dualisme khususnya dualisme yang berasal dari realitas antara yang
lahiriah dan yang abstrak.dengan kata lain banyak teori atau pemikiran yang lahir dari sudut
pandang yang ‘ganjil’ padahal asas logika dan sekaligus asas dasar cara berfikir akal yang logic
adalah prinsip dualisme bukan berangkat dari hal hal yang ganjil.
Contoh teori ilmiah yang berangkat dari hal yang ganjil karena ke tidak percayaan kepada
hakikat yang bersifat abstrak adalah teori Darwin.ketidak logisannya terdapat pada pandangan
dasar tentang manusia dan binatang,sebab asas dualisme membedakan dengan jelas segala suatu
yang ada dalam kehidupan ini termasuk antara manusia dan binatang dan itu harus berbeda dari
hakikat atau dari asal permulaannya.kedua,teori tentang evolusinya sendiri yang ganjil bagi akal
sebab yang disebut evolusi adalah suatu yang terjadi berbarengan dengan kata lain mustahil yang
satu ber evolusi dan yang lain tidak.maka suatu yang ganjil bila sebagian ber evolusi menjadi
manusia dan sebagian masih tetap jadi hewan sampai saat ini.sedang dalam asas ilmu logika
untuk difahami sebagai ‘logis’ maka hal hal yang ganjil mesti disingkirkan.
‘Pembersihan’ terhadap ilmu logika termasuk membersihkan istilah ‘rasional’ dari definisi atau
tafsiran orang bersudut pandang materialist adalah suatu yang urgent - sangat diperlukan untuk
11. difahami umat manusia.sebab definisi atau argumentasi mereka yang selalu menggunakan istilah
‘rasional’ termasuk pada hal yang sebenarnya ‘tidak rasional’ membuat pemahaman manusia
terhadap apa itu ‘kebenaran’ (khusus nya bentuk kebenaran yang harus difahami oleh akal)
menjadi ‘rancu’.sebab istilah ‘rasional’ itu harus ditegakkan diatas ke seluruh an realitas baik
yang abstrak maupun yang gaib,sehingga mekanisme cara berfikir logika akal manusia akan
memiliki wilayah jelajah yang luas.sedang bila istilah ‘rasional’ hanya dilandaskan pada dunia
lahiriah maka wilayah jelajah akal akan menjadi sempit dan akan serba gamang terutama kala
kita berhadapan dengan problematika yang sudah mengarah kepada dimensi yang serba bersifat
abstrak.
Kita harus membersihkan ilmu logika dari bentuk khayal dan pemikiran bebas negative yang
ingin membawa pengertian istilah ‘logika’ untuk melegitimasi bentuk pemikiran spekulatif yang
sebenarnya jauh dari logis. sehingga kelak kita akan mendapat ‘ilmu logika murni’ yaitu ilmu
logika yang tidak dibingkai oleh sudut pandang materialist yang bermata satu.ilmu logika murni
itulah yang akan bisa merekonstruksikan realitas secara menyeluruh sehingga apa yang
dideskripsikan agama akan bisa dibaca dan difahami oleh logika akal.sebab memang ada kendala
untuk membaca agama dengan logika diakhir zaman seolah keduanya berada dalam kotak yang
terpisah yang tidak bisa disatu padukan.dan itu terjadi karena kaum materialist membuat batasan
pengertian ‘logika’ dan pengertian ‘rasio’ dengan prinsip saintisme yang selalu mensyaratkan
bukti fisik-empirik yang langsung,sehingga apapun yang datang dari agama selalu nampak ‘tidak
rasional’.
Jadi pada dasarnya kaum materialist terkadang seperti belum bisa memilah antara apa itu realitas
yang harus terbukti secara fisik-empirik dengan apa itu cara berfikir akal.
Karena itu kita mesti bertanya sisi mana dari konsep kebenaran Ilahi yang ada dalam agama yang
tidak bisa difahami oleh logika akal (?) sebab soal realitas yang abstrak itu bisa saja diketahui
belakangan sebagaimana kasus planet planet (yang dulu belum diketahui keberadaannya itu),dan
bukankah bisa saja bahwa pada akhir nya Tuhan akan memperlihatkan segala suatu yang di alam
dunia manusia menyebutnya sebagai ‘gaib’ kepada seluruh umat manusia di akhir kehidupannya
(?) karena itu keliru besar bila ditengah ke serba terbatasan dunia inderawi nya manusia
membatasai pengertian ‘ilmu’ pengertian’rasio’ dan pengertian’logika’ sebatas segala suatu yang
bisa masuk wilayah pengalaman indera,sebab kita seluruh umat manusia tidak pernah tahu
realitas apalagi yang akan kita saksikan esok - lusa atau masa yang akan datang,termasuk setelah
kita mati,sebab itu pandangan mata itu tak bisa jadi ukuran kebenaran.
Posisi kita di zaman ini menuju ke masa depan sama persis dengan orang orang dimasa silam
yang tidak tahu realitas yang manusia hadapi saat ini.karena itu yang harus kita pegang adalah
konstruksi hukum kehidupan pasti karena itu abadi dan tak mungkin berubah oleh realitas yang
bagimanapun,serta tentu cara berfikir akal yang berlandaskan kepadanya.
Karena itu bila segala konsep yang bersifat abstrak tidak difahami oleh akal sebenarnya bukan
konsep Tuhan nya yang salah tapi kacamata akal nya yang sempit karena wilayah jelajah nya
dibatasi oleh prinsip sudut pandang materialistik.sedang agama mengkonsepsikan agar akal
digunakan semaksimal mungkin bukan hanya untuk membaca realitas dunia lahiriah yang mudah
disertai bukti fisik tapi juga terhadap realitas dunia abstrak, sehingga kedua alam itu difahami
12. sebagai realitas keseluruhan yang menyatu padu yang bisa direkonstruksi oleh ilmu pengetahuan
yang bersifat konstruktif (tertata).
Itulah kita harus membersihkan ilmu logika dari sudut pandang materialist yang selalu ingin
menggunakan istilah ‘logika’ untuk melegitimasikan teori atau pemikiran mereka yang
sebenarnya jauh dari logis atau bertentangan dengan prinsip prinsip dasar ilmu logika.karena
agama mengkonsepsikan agar manusia menggunakan akal semaksimal mungkin itu artinya
Tuhan ingin agar segala suatu bisa difahami oleh cara berfikir logika akal atau tidak melihat dan
memahami sesuatu dari kacamata sudut pandang materialistik yang bersandar pada kekuatan
dunia inderawi.
Dengan kata lain dengan ilmu logika murni sebagaimana matematika maka kita akan membaca
atau merekonstruksikan kebenaran agama secara konseptual sehingga bisa serba difahami oleh
logika akal tapi dengan ilmu logika yang sudah dikonsep oleh sudut pandang materialist yang
bersandar pada paradigma ‘yang rasional adalah yang tertangkap mata’ maka sudah jelas
kebenaran agama tak akan bisa direkonstruksi oleh prinsip logika seperti itu. ambil contoh :
persoalan sorga dan neraka bila kita menyelesaikannya dengan logika murni atau logika yang tak
terikat dengan keharusan bukti fisik maka sebenarnya mudah untuk memahami keberadaan sorga
dan neraka bahkan orang awam pun mudah untuk diajari bahwasanya sorga - neraka ada karena
sebab - akibat dari adanya kebaikan dan kejahatan didunia,titik.tapi bila kita melihatnya dengan
sudut pandang logika kaum materialist yang selalu menuntut bukti fisik untuk disebut ‘benar’
maka persoalan sorga - neraka bisa berubah menjadi rumit dan akhirnya akan tampak seperti
‘dogma moral’ semata.
Tapi itulah perbedaan faham antara ilmu logika versi Tuhan dan ilmu logika versi kaum
materialist.sebab ilmu logika versi Tuhan adalah ilmu logika murni sebagaimana halnya
matematika yang tak memerlukan syarat bukti fisik sehingga pada dasarnya sesuatu yang
dianggap masuk akal maka itu bisa disebut sebagai ‘benar’ tanpa harus dengan syarat bukti fisik
yang langsung.dan dengan ilmu logika murni versi Tuhan maka element konsep dualisme yang
ada di alam abstrak bisa dijangkau oleh kekuatan cara berfikir logika akal,artinya logika murni
akan bisa berjalan di wilayah dunia abstrak lain dengan logika versi kaum materialist yang selalu
mensyaratkan bukti empirik maka logika seperti itu jelas tidak akan jalan didunia abstrak-gaib.
Karena itu istilah ‘logis’ atau ‘rasional’ versi agamawan dengan logis’ atau rasional versi kaum
materialist akan selalu sering bertubrukan atau bertolak belakang karena perbedaan sudut
pandang yang mendasar dasar terhadap apa itu realitas itu tadi,dimana dalam pandangan kaum
materialist yang disebut ‘realitas’ adalah semua yang bisa dialami dunia inderawi sedang bagi
agamawan yang disebut ‘realitas’ itu terdiri dari dua alam : yang bisa di inderai dan yang tidak
dimana pada yang tidak bisa diinderai itulah manusia memerlukan deskripsi Ilahi sebagai
penciptanya.
Perbedaan tentang prengertian ‘logis’ dan ‘rasional’ ini melebar ke masyarakat umum sehingga
di masyarakat ada dua versi tentang pengertian ‘logis’ dan ‘rasional’ ini. sebagai contoh seorang
sering beranggapan bahwa orientasi kepada kesenangan hidup didunia sebagai suatu yang ‘logis’
mengingat itu adalah hasil jerih payahnya.disisi lain orang beriman berpandangan bahwa itu
adalah sikap yang ‘tidak logis’ mengingat dunia adalah ajang perjuangan dan manusia akan
13. dihadapkan kepada pengadilan akhirat dimana ada sorga dan neraka didalamnya.karena itu orang
beriman menyatakan bahwa pemikiran yang membenarkan orientasi kepada kesenangan dunia
tidak bisa di katakan sebagai suatu yang rasional tetapi merupakan sebuah bentuk ‘pemikiran
negatif’ semata sebab yang rasional mesti yang paralel dengan prinsip dualisme.
Itulah salah satu fungsi utama dari ilmu logika adalah menjadi penyaring bagi seluruh bentuk
kreativitas berfikir manusia,dimana ilmu logika akan menyaring serta merekonstruksi mana cara
atau jalan berfikir yang lurus dan mana cara atau jalan berfikir yang salah.ilmu logika akan
menyaring tiap bentuk teori dan pemikiran manusia mana yang harus dikategorikan sebagai
’ganjil’ dan mana yang bisa dikategorikan logis atau rasional.bagaimana ilmu logika menyaring
beragam bentuk khayal serta teori dan pemikiran bebas spekulatif yang banyak bertebaran
didunia filsafat - sains serta beragam bentuk isme itu akan seperti mesin pabrik yang harus
memilah beragam bahan olahan dimana yang berkategori ‘sampah’ akan dibuang.
Bentuk kebenaran rasional hasil olahan ilmu logika bisa dibawa ke jenjang ilmu berikutnya yang
lebih tinggi tapi bentuk pemikiran spekulatif hanya melahirkan beragam kebenaran versi sudut
pandang manusia dan tidak bisa dibawa kejenjang ilmu berikutnya yang memiliki derajat lebih
tinggi.sebab bila ditelusuri bentuk pemikiran negative (yang berpijak pada prinsip spekulasi-
relativitas) hanya akan membawa manusia kepada bentuk cara berfikir dan kesimpulan yang
tidak bersesuaian dengan prinsip dualisme hukum kehidupan.sebagai contoh prinsip : ‘hidup
untuk mencari kesenangan’ tampak sebagai sebuah pernyataan yang logis bagi banyak orang
yang tidak mengenal agama,tapi bila ditelusuri lebih dalam secara konstruktif mengikuti logika
murni serta diparalelkan dengan hukum kehidupan maka prinsip itu adalah bentuk pemikiran
yang ganjil sebab menurut hukum kehidupan disamping dunia ada akhirat disamping sebab ada
akibat dan disamping perbuatan akan ada balasan yang setimpal.
Jadi logis atau tidaknya sebuah pernyataan terkadang bergantung pada sudut pandang manusia
dalam cara berfikir,sebagai contoh pernyataan : ‘dunia tempat untuk bersenang senang’ akan
seperti ‘logis’ bagi orang tak beriman tetapi akan menjadi suatu yang tampak ganjil bagi orang
beriman sebab orang tak beriman tidak melihat adanya element dunia abstrak dibalik yang
lahiriah sebaliknya orang beriman melihat adanya element dunia abstrak dibalik yang bersifat
lahiriah.
Itulah manusia dalam berhadapan dengan problem seputar kebenaran yang berasas logika atau
kebenaran rasional akan dihadapkan pada memilih logika murni sebagai cara berfikir matematis-
sistematis atau ia memilih bentuk logika yang dibingkai oleh sudut pandang materialist.dan
kedua pilihan itu memiliki konsekuensi tersendiri tentunya,sebab yang pertama akan bisa
menembus dunia abstrak dan memasukan element dunia abstrak dalam mekanisme ber
logika,dan kedua tidak akan bisa menembus dunia abstrak sehingga ia akan mengkotakkan dunia
abstrak pada ‘kotak tersendiri’ yang terpisah misal pada kotak ’moral’- ’ilusi’ dlsb. dimana
kekuatan logika murni bersifat essensial karena memiliki akar kepada yang bersifat hakiki sebab
paralel dengan prinsip dualisme sedang yang serba bergantung pada bukti fisik akan menjadi
kebenaran yang bersifat relative dan temporer sebab realitas lahiriah sering berganti rupa dan
warna dari zaman ke zaman.
14. Artinya prinsip berfikir yang berasal dari logika murni itu tak bisa dihentikan oleh keterbatasan
indera manusia sebab logika murni itu seperti matematika yang yang dalam membuat atau
memahami konsep kebenaran ia menembus batas batas dunia alam material.sebab itu bila ingin
memahami logika yang betul betul murni manusia tak bisa menjadi seorang materialist yang
membatasi metodiologi ilmiah nya sebatas wilayah pengalaman inderawi.
Adanya begitu banyak pemikiran manusia yang antara lain dikonsepsikan dalam berbagai bentuk
isme membuat konsep tentang nilai dan kebenaran menjadi beragam dan bahkan satu sama lain
bisa saling berbeda bahkan saling bertentangan atau saling menjatuhkan dimana masing masing
bisa sama sama mengatas namakan logika,dan inilah salah satu kelemahan mendasar dari ilmu
logika yang bisa dipakai untuk beragam tujuan dan sudut pandang yang berlainan.dan banyaknya
pandangan yang berasal dari pemikiran manusiawi membuat nilai nilai yang semula sudah baku-
mapan karena sudah disesuaikan dengan nilai yang bersifat hakiki bisa dijungkir balikkan
menjadi seperti ‘tidak benar’ dan itupun bisa dengan mengatas namakan logika.
Karena itu suatu konsep yang konstruktif tentang ilmu logika yang dimulai dari dasar dan
diparalelkan dengan konsep dualisme yang ada dalam hukum kehidupan setidaknya akan
menghindarkan ilmu logika dari penggunaan yang salah atau mengatas namakan logika untuk
melegitimasi suatu bentuk teori atau pemikiran yang sebenarnya jauh dari bersifat logis atau
hanya bersifat spekulatif belaka.sedang logika yang disandarkan pada hukum kehidupan adalah
logika murni yang harus dibedakan essensi dan derajatnya dengan kebenaran yang bersifat
spekulatif.
Pada dasarnya semua umat manusia harus bersepakat bahwa logika adalah cara berfikir dualistik
sebab relevan dengan karakter cara berfikir akal yang dualistik pula.tapi coba tela’ah dalam teori
atau bentuk pemikiran spekulatif sifat dualistik itu sering diabaikan hanya untuk mengikuti sudut
pandang manusia yang orientasi pada menyukai kebebasan atau suka pada bentuk meraba - raba
dan itu semua faktor yang sering melahirkan statement yang terkadang dinilai sebagai
‘ganjil’.sedang ilmu logika murni tak akan pernah membuat kesimpulan yang ganjil sebab ganjil
itu bukan karakter akal dan otomatis bukan karakter ilmu logika.
Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai
ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan)
yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur . Ilmu di sini mengacu pada
kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk
mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan
dengan masuk akal.
15. Kegunaan logika
1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir,
kekeliruan, serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana
tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif.
Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ini bisa dipelajari dengan memberi
contoh penerapan dalam kehidupan nyata.
Logika ilmiah
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran, serta akal budi.
Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat,
lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau, paling tidak, dikurangi
Rasional
Rasional diambil dari kata bahasa inggris rational yang mempunyai definisi yaitu dapat diterima
oleh akal dan pikiran dapat dipahami sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal yang rasional
adalah suatu hal yang di dalam prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas
yang ada. Biasanya kata rasional ditujukan untuk suatu hal atau kegiatan yang masuk diakal dan
diterima dengan baik oleh masyarakat. Rasional juga berarti norma - norma yang sudah baku di
dalam masyarakat dan telah menjadi suatu hal yang biasa dan permanen.
16. Contoh Tindakan rasional
Contoh dari tindakan rasional antara lain seperti:
Seorang penjahat diadili karena kejahatannya
Seseorang diberi hadiah karena sudah menolong orang lain
Seseorang harus menabung agar menjadi orang kaya
Seseorang tidak mempercayai hal - hal yang belum dilihatnya
Seseorang akan lebih berhati hati pada malam hari