1. Deskripsi Singkat
Pikir memikir cara formal;
deduksi,
induksi,
argumen kumulatif dalam
konteks rasionalitas;
identifikasi bentukbentuk
pikiran yang valid;
sebab- sebab kekeliruan
berfikir;
2. identifikasi nama-nama
kesalahan berfikir
TIU/Tujuan indnstruksional
Umum
Mengerti dan memahami
posisi dan pentingnya logika
dalam kehidupan sehari-hari
dan kehidupan ilmu.
Menguasai fase-fase berpikir,
prinsip-prinsip berpikir,
hukum-hukum berpikir dan
3. metode berpikir sehingga
mampu mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari
dan kehidupan ilmu.
Mampu mengenali faktor-
faktor dan jenis-jenis
kesalahan berpikir sehingga
berupaya untuk
menghindarinya.
4. Tujuan Instruksional Khuss
No Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan keterangan
1 Mahasiswa mengerti
introduksi
Introduksi Introduksi Kontrak
Belajar & GBPP
2 Posisi logika Posisi logika sebagai
cabang filsafat
Hakikat manusia
Peran logika dalam
kehidupan
Berfikir logis dan
dialektis
Elements of
philosophy Louis
O.Kattsoff
Logika Filsafat Berpikir
Poedjawidjatna.
Advertisement
Poespoprodjo
3 Mahasiswa
memahami
Pengertian Logika Pengertian Logika-
Definisi Logika
Obyek material & obyek
formal
5. Perbedaan logika
alamiah & logika ilmiah
Pembagian ilmu
Pengantar logika
Jan Hendreik Rapar
Buku 2,3
4 Mahasiswa
memahami
Sejarah logika Sejarah logika buku i,3
5 Mahasiswa
memahami
Berpikir baik dan
benar
Berpikir baik dan
benar
-Syarat berpikir baik
-Syarat berpikir logis
dan benar
Buku 3
Logika ilmu menalar
Poespoprodjo &
T.Gilarso
6 Mahasiswa
mengertiLogika dan
bahasa
Logika dan
Bahasa
-Pengertian & Fungsi
Bahasa
-Hubungan Realitas,
Buku 3
7 Mahasiswa mengerti
Pemi Pemikiran
Pemikiran Pem
bagia
n
pemi
kiran
Prinsi
p
dasar
berpi
kir
Buku
3mu
ndiri
6. 8 Ujian tengah
semester
9 Mahasiswa
memahami
Term
Term-pengertian Term -Komprehensi dan
ekstensi
-Nilai rasa berbahasa
Buku 3
10 Mahasiswa
memahami
Proposisi
Proposisi Proposisi-Proposal
kategoris
-Proposisi hipotesis
-Macam macamLogika
praktis
Noor M.Bakti
Buku 3
11 Mahasiswa
memahami
Pemikiran
Pemikiran -Bentuk-bentuk
pemikiran
-Pemikiran langsung
-Pemikiran tidak
langsung
Buku 3. Buku 5
12 Mahasiswa
memahami
Silogisme
Silogisme Pengertian Silogisme
-Ketentuan dalam
silogisme
Buku 3,6 dan 7
13 Mahasiswa
memahami
Kesalahan Berpikir
Kesalahan berpikir Berpikir
-Faktor-faktor
kesalahan berpikir
-Jenis-jenis kesalahan
berpikir
Buku 3 dan 5
1
4..
Mengerti RESUME-
RESUME
14 Ujian Akhir
SemesterUjian Akhir
7. Semester
LOGIKA
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu
cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika
(ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur.[1]
Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis
yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Logika sebagai ilmu pengetahuan
8. Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana objek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan objek formal logika adalah berpikir/penalaran
yang ditinjau dari segi ketepatannya.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika
(ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur.[1]
Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis
yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana objek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan objek formal logika adalah berpikir/penalaran
yang ditinjau dari segi ketepatannya
Pengetahun (knowledge)
Adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah
pikiran dengan kenyataan atau dengan,pikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-
ulang tanpa pemahaman mengenai sebab-akibat (kausalitas) yang hakiki dan universal.
Pengetahuan atau (knowledge) sesuatu yang dikejar manusia untuk memenuhi
keingintauannya (curiosity) maka lahirlah folk-wisdem (kearifan rakyat) meliputi sebaga
bidang kehidupan (kemasyarakatan, kesehatan, hukum, sejarah dsb) antara lain dituangkan
dalambetuk pepatah, petitih, peribahasa, perumpamaan dsb)
Dapat dilihat bahwa didalamnya terdapat keterangan tentang
“Apa” maupun maupun hubungan sebab-akibat (kausalitas) misalnya :
Bila tiada rotan, akarpun berguna (substitusi)
Bila tiada elang, belalang adalah elang (substitusi)
Air beriak tanda tak dalam (indikator, juga kausalitas)
Barang siapa menggali lubang , ia sendiri terperosok kedalamnya (kausalitas)
Ilmu (scince)
Adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan sebab-akibat (kausalitas) yang hakiki dan
universal, dari suatu obyek menurut metode-metode tertentu yang merupakan kesatuan
sistematis.
9. Ilmu (science) adalah pengetahuan keilmuan adalah pengetahuan keilmuan yang diperoleh
dari pengetahuan melalui metode ilmu yang ditandai dengan “presisi” (tingkat ketepatan)
baik tentang “apa” maupungtentang”mengapa” (kausalitas) sehingga menetapkan mana
yang kausalitas,mana yang bukan kausalitas,misalnya :
Banyak burung bangau,maka banyak istri nelayan yang hamil (itu tidak berarti bahwa bayi
dibawa oleh burung bangau) hubungan burung bangau dengan istri nelayan merupakan
hubungan yang kabur (spourious coorelation)
Hasil-hasil kegiatan keilmuan merupakan alat meramalkan (prediksi) dan mengendalikan
(control) gejala-gejala alam
Pengetahuan keilmuan (ilmu) merupakan sari penjelasan tentang kejadian-kejadian di alam,
yang bersifat umum dan impersonal.
Perbedaan antara pengetahuan keilmuan dengan pengetahuan lainnya. Misalnya : seni dan
agama, yang dapat dilihat dari upaya-upaya memperolehnya.
Pada Prinsipnya adalah sebagai berikut :
Gejala-gejala yang ada di alam semesta ini ditangkap oleh manusia melalui pancainderanya,
bahkan adapula yang ditangkap oleh indera keenamnya (exstra censory) berupa intuisi
Segala yang ditangkap oleh indera-inderanya itu dimasukkan pikiran dan perasaannya.
Dengan segala keyakinan atau kepercayaannya ditariknya kesimpulan, kesimpulan yang
benar.
Kesimpulan-kesimpulan yang benar ini dijadikan pengetahuannya (ilmu, seni dan agama itu)
Dalam upaya memperoleh pengetahuan itu dapat dibedakan antara upaya yang bersifat
aktif dan pasifn perasaan.
Sedangkan upaya fasif adalah upaya dengan mempergunakan keyakinan atau kepercayaan
terhadap kebenaran sesuatu yang diwartakan (misalkan: wahyu Tuhan melalui nabi dan
pengetahuan lainnya)
Baik secara aktif maupun pasif, keyakinan atau kepercayaan itu memegang peranan
penting.
Bedanya adalah kesimpulan benar yang diperolehnya melalui penalaran pikiran (secar aktif)
adalah bersifat logis dan analitis
Upaya yang aktif yaitu upaya dengan mempergunakan penalaran pikiran dan perasaan
10. Sedangkan yang diperoleh secara pasif berlandaskan pada empathy, ialah meletakkan
perasaan pada “obyek” yang ingin diketahuinya atau dimengertinya, hal ini terdapat
pada seni, agama dan kepercayaan
Dari ilmu diperoleh pengetahuan tentang suatu obyek”dari luar” artinya kita sebagai
pengamat berusaha mengerti dari kaca mata kita selaku orang luar, sedangkan melalui
agama, seni, kepercayaan yang berlandaskan emphaty itu,berarti kita berusaha kita
memahami” dari dalam”
Keterangan lain menyatakan bahwa upaya aktif untuk memperoleh pengetahuan
keilmuan,itu tidak dilakukan semena-mena, melainkan menurut aturan-aturan atau
metode-metode dan teknik-teknik tertentu.
Upaya semacam ini disebut penyelidikikan (inquiry), baik empirik maupun non empirik.
secara empirik dapat dilakukan dengan penelitlitian (research) atau dengan pemeriksaan
(investigation),dimana kedua-keduanya dilakukan dengan mempergunakan prinsip-prinsip
pengamatan (observation)
sifat-sifat dan Asumsi Dasar Ilmu
ilmu dapat
1. menjelaskan
2. menerngkan segal kemampuan inderaa yang adadi alam semesta ini
sifat dari ilmu
1. ilmu menjelajah dunia empirik tanpa batas, sejauh dapat ditangkap oleh indera
manusia terbatas
2. ilmu adalah bahwa tingkat kebenaran yang dicapainya adalah relatif atau tidak
sampai kepada kebenaran yang mutlak
3. ilmu menemukan proposisi-proposisi (ungkapan yang terdiri dua variabel atau lebih
yang menyatakan kausalitas) yang teruji secara empirik
Sebagai asumsi dasar dari ilmu
1. Ialah bahwa dunia ini ada (manipulable)
2. Ialah percaya kepada kemampuan indera manusia yang menagkap fenomena-
fenomena itu
3. Bahwa fenomena-fenomena yang terjadi di dunia”manipulable” itu berhubungan satu
sama lain
11. Lebih lanjut diterangkan sehubungan dengan ketiga asumsi dasar ketiga itu, bahwa ilmu
merupakan “belief system” artinya imu itu kebenarannya didasarkan kepada keyakinan atau
kepercayaan, measkipun kebenarannya bersifat relatif.
Selain itu telah dikatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang sistematis, atau dikatakan
ilmu sebagai sistem.karena ilmu mempunyai unsur-unsur sistematika yang berupa tindakan-
tindakan fungsionl:
1. Merumuskan masalah
2. Mengamati dan mendeskripsi
3. Menjelaskan atau menerangkan
4. Meramalkan
5. Mengontrol gejala-gejala yang terjadi di alam semesta ini
Unsur-unsur yang membangun ilmu,merupakan komponen dari anatomi ilmu
Anatomi/Komponen Ilmu
Anatomi / Komponen ilmu dibangun dari realita alam semesta. Dikatakan komponen-
komponen itu mer upakan aspek dinamis dari perwujudan ilmu yang bersifat abstrak tetapi
general (berlaku umum)
Komponen-komponen ilmu merupakan :
Seolah-olah perkembangan dari alam konkrit (realita) sampai pada alam abstrak (ilmu).
Komponen-komponen yang menjembataninya adalah :
1. Fenomena
2. Konsep
3. Variabel
4. Proposisi
5. is
6. Teori
Penjelasan-penjelasan setiap komponen, disajikan pada bagan bawah ini
12. dari bagan skematis dapat diuraikan bahwa :
fenomena dapat ditangkap oleh indera manusia dari alam nyata itu diabstraksikan
pada konsep-konsep (fenomena menyumbangkan ide, materi, atau tenaga pada suatu
kegiatan bagi kepentingan umum dianstraksikan kepada konsep partisipasi.
Proses terjadinya gula dan oksigen dari karbondioksida dan air pada hijau daun
dengan bantuan matahari diabstraksikan dalam konsep assimilasi.
Penelaahan mendasar dari konsep-konsep akan sampai pada variabel-variabel yaitu:
1. variasi sifat
2. Jumlah atau besaran yang bernilai katagorial
Jika variabel-variabel (dua variabel atau lebih) digolongkan pada golongan penentu
(determinant) dan golongan yang ditentukan (result) kemudian dihubungkan (korelasi atau
relationship) maka terjalin ungkapan-ungkapan atau kalimat yang menyatakan hubungan
sebab-akibat hal ini disebut proposisi
13. Proposisi merupakan kesimpilan penalaran pikiran yang tingkat kebenarannya masih
sementara (hipotesis)
Jika proposisi teruji (dengan data) empiris, maka proposisi hipotesis itu menjadi fakta.
Jalinan fakta dalam kerangka penuh arti atau makna (meaningfull construct) disebut teori
Teori-teori inilah yang sebenarnya yang nerupakan ilmu (ingat bahwa ilmu penuh dengan
teori-teori)
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa teori itu adalah seperangkat konsep-konsep dan
atau variabel-variabel dari suatu fenomena, dan proposisi-proposisi yang berhubungan satu
sama lain yang tersusun secara sistematis.
Dan bertujuan dapat menjelaskan atau menerangkan (explanation) dan meramalkan
(prediction) ataupun mengendalikan (control) fenomena-fenomena itu.
Kesimpulan teori-teori adalah ilmu yang bersifat general (berlaku umum) dan abstract
Metode ilmiah
Merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematik dalam mendapatkan pengetahuan
Ilmiah atau ilmu itu
Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui : sesuatu dengan langkah-langkah
sistematis. Jika metode ilmiah itu disangkutpautkan dengan anatomi/ komponen ilmu, maka
metode ilmiah ini adalah proses mendapatkan komponen-komponen ilmu.
Garis besar langkah-langkah sistematik ilmiah itu adalah :
1. Menetapkan,merumuskan dan mengidentifikasi masalah
2. Menyususn Kerangka Pikiran (Logical Construct)
3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah)
4. Menguji Hipotesis secara empirik (jawaban empiris)
5. Membahas jawaban rasional dengan jawaban empiris
6. Menarik Kesimpulan
Dari enam langkah metode ilmiah, tiga langkah pertama merupakan pengkajian rasional
Tiga langkah berikutnya disebut pengkajian deduktif, dan pengkajian empiris disebut
pengkajian induktif.
Pengkajian rasional, atau pengkajian deduktif dan pengkajian empirik atau pengkajian
induktif harus dibahas tersendiri sebagai reflektif thinking
14. Metode ilmiah merupakan proses mendapatkan komponen-komponen ilmu dalam
membangun ilmu, maka hal ini menunjuk pada adanya kesejajaran antara komponen ilmu
dengan metode ilmu itu
Kesejajaran antara metode ilmiah dan komponen-komponen Ilmu
Logika sebagai cabang filsafat
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana objek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan objek formal logika adalah berpikir/penalaran
yang ditinjau dari segi ketepatannya
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis di sini berarti logika dapat
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan
pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba
membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang
berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga
15. bisa dianggap sebagai cabang matematika. Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup
mencari kebenaran
Dasar-dasar Logika
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas)
sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika
menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau
bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik
modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.
Penalaran deduktif
Pembuktian melalui deduksi
Penalaran deduktif, kadang disebut logika deduktif, adalah penalaran yang membangun atau
mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan
ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan
valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika
dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
2. Semua kuda adalah mamalia
3. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktif
Pembuktian melalui induksi
Penalaran induktif, kadang disebut logika induktif, adalah penalaran yang berangkat dari
serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
2. Kuda Australia punya sebuah jantung
3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
5. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
16. Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan
dedukti
Deduktif Induktif
Jika semua premis benar maka
kesimpulan pasti benar.
Jika premis benar, kesimpulan mungkin
benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada
kesimpulan sudah ada, sekurangnya
secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak
ada, bahkan secara implisit, dalam
premis.
Sejarah Logika
Masa Yunani Kuno
Thales (624–625 SM)
Thales adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM.[1][2][3]
Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala
sesuatu.[1]
Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama karena mencoba
menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada
rasio manusia.[1]
Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam
bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'.[2]
Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik.[2]
Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Mazhab
Miletos.[1][4]
Thales tidak meninggalkan bukti-bukti tertulis mengenai pemikiran filsafatnya.[2]
Pemikiran
Thales terutama didapatkan melalui tulisan Aristoteles tentang dirinya.[2]
Aristoteles mengatakan
bahwa Thales adalah orang yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam
semesta.[2]
Karena itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat alam (natural
philosophy).[5]
Riwayat Hidup
17. Gerhana Matahari total
Thales (624-546 SM) lahir di kota Miletus yang merupakan tanah perantauan orang-orang
Yunani di Asia Kecil.[2]
Situasi Miletos yang makmur memungkinkan orang-orang di sana untuk
mengisi waktu dengan berdiskusi dan berpikir tentang segala sesuatu.[2]
Hal itu merupakan awal
dari kegiatan berfilsafat sehingga tidak mengherankan bahwa para filsuf Yunani pertama lahir di
tempat ini.[2]
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir.[2]
Di Mesir, Thales mempelajari
ilmu ukur dan membawanya ke Yunani.[2][5]
Ia dikatakan dapat mengukur piramida dari
bayangannya saja.[2]
Selain itu, ia juga dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai.[2]
Kemudian Thales menjadi terkenal setelah berhail memprediksi terjadinya gerhana matahari
pada tanggal 28 Mei tahun 585 SM.[2][5][6]
Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia
mempelajari catatan-catatan astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.[5]
Di dalam bidang politik, Thales pernah menjadi penasihat militer dan teknik dari Raja Krosus di
Lydia.[5]
Selain itu, ia juga pernah menjadi penasihat politik bagi dua belas kota Iona.[5][4]
Pemikiran
Air sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala
sesuatu.[1][2][4]
Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam
semesta.[2]
Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air
mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan.[1]
Argumentasi Thales
terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup
mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup.[7]
Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi
berkurang.[4]
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air.[4]
Bumi dipandang
sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.[4]
18. Pandangan tentang Jiwa
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa.[7][2][4]
Jiwa tidak hanya
terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati.[7][2][4]
Teori tentang materi yang berjiwa ini
disebut hylezoisme.[2][4]
Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki
jiwa karena mampu menggerakkan besi.[7][4]
Teorema Thales
Di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales,
kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya.[8]
Teorema Thales berisi
sebagai berikut:
Jika AC adalah sebuah diameter, maka sudut B adalah selalu sudut siku-siku
Teorema Thales :
1. Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya.[8]
2. Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga samakaki adalah sama besar.[8]
3. Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan
sama.[8]
4. Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.[8]
5. Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan
bagian dasar tersebut telah ditentukan.[8]
19. Pandangan Politik
Iona
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales pernah memberikan nasihat kepada orang-orang Ionia
yang sedang terancam oleh serangan dari Kerajaan Persia pada pertengahan abad ke-6 SM.[9]
Thales menyarankan orang-orang Ionia untuk membentuk pusat pemerintahan dan administrasi
bersama di kota Teos yang memiliki posisi sentral di seluruh Ionia.[9]
Di dalam sistem tersebut,
kota-kota lain di Ionia dapat dianggap seperti distrik dari keseluruhan sistem pemerintahan
Ionia.[9]
Dengan demikian, Ionia telah menjadi sebuah polis yang bersatu dan tersentralisasi.[9]
Anaximenes
Anaximenes adalah seorang filsuf yang berasal dari kota Miletos, sama seperti Thales dan
Anaximandros.[1]
Anaximenes hidup sezaman dengan kedua filsuf tersebut, kendati ia lebih
muda dari Anaximandros.[2][1]
Ia disebut di dalam tradisi filsafat Barat, bersama dengan Thales
dan Anaximandros, sebagai anggota Mazhab Miletos.[2][3]
Anaximenes adalah teman, murid, dan
20. pengganti dari Anaximandros.[4][5]
Sebagaimana kedua filsuf Miletos yang lain, ia berbicara
tentang filsafat alam, yakni apa yang menjadi prinsip dasar (arche) segala sesuatu.[2]
Riwayat Hidup
Tentang riwayat hidupnya, tidak banyak yang diketahui.[1]
Anaximenes mulai terkenal sekitar
tahun 545 SM, sedangkan tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 528/526 SM.[3]
Ia
diketahui lebih muda dari Anaximandros.[1]
Ia menulis satu buku, dan dari buku tersebut hanya
satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.[1]
Pemikiran
Udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat
memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak
dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampilkan] di bagian kanan.[tampilkan]
Salah satu kesulitan untuk menerima filsafat Anaximandros tentang to apeiron yang metafisik
adalah bagaimana menjelaskan hubungan saling memengaruhi antara yang metafisik dengan
yang fisik.[2]
Karena itulah, Anaximenes tidak lagi melihat sesuatu yang metafisik sebagai
prinsip dasar segala sesuatu, melainkan kembali pada zat yang bersifat fisik yakni udara.[2][1][3]
Tidak seperti air yang tidak terdapat di api (pemikiran Thales), udara merupakan zat yang
terdapat di dalam semua hal, baik air, api, manusia, maupun segala sesuatu.[2]
Karena itu,
Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu.[2]
Udara adalah zat
yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai bentuk
lain.[3][1][4]
Perubahan-perubahan tersebut berproses dengan prinsip "pemadatan dan
pengenceran" (condensation and rarefaction.[3][1][5]
Bila udara bertambah kepadatannya maka
muncullah berturut-turut angin, air, tanah, dan kemudian batu.[1][6]
Sebaliknya, bila udara
mengalami pengenceran, maka yang timbul adalah api.[1][6]
Proses pemadatan dan pengenceran
tersebut meliputi seluruh kejadian alam, sebagaimana air dapat berubah menjadi es dan uap, dan
bagaimana seluruh substansi lain dibentuk dari kombinasi perubahan udara.[6]
Tentang Alam Semesta
Pembentukan alam semesta menurut Anaximenes adalah dari proses pemadatan dan pengenceran
udara yang membentuk air, tanah, batu, dan sebagainya.[1]
Bumi, menurut Anaximenes,
berbentuk datar, luas, dan tipis, hampir seperti sebuah meja.[1][6]
Bumi dikatakan melayang di
udara sebagaimana daun melayang di udara.[1][5]
Benda-benda langit seperti bulan, bintang, dan
matahari juga melayang di udara dan mengelilingi bumi.[1]
Benda-benda langit tersebut
merupakan api yang berada di langit, yang muncul karena pernapasan basah dari bumi.[3]
Bintang-bintang tidak memproduksi panas karena jaraknya yang jauh dari bumi.[3]
Ketika
21. bintang, bulan, dan matahari tidak terlihat pada waktu malam, itu disebabkan mereka
tersembunyi di belakang bagian-bagian tinggi dari bumi ketika mereka mengitari bumi.[1][3]
Kemudian awan-awan, hujan, salju, dan fenomena alam lainnya terjadi karena pemadatan
udara.[3]
Tentang Jiwa
Jiwa manusia dipandang sebagai kumpulan udara saja.[1]
Buktinya, manusia perlu bernapas
untuk mempertahankan hidupnya.[1]
Jiwa adalah yang mengontrol tubuh dan menjaga segala
sesuatu pada tubuh manusia bergerak sesuai dengan yang seharusnya.[6]
Karena itu, untuk
menjaga kelangsungan jiwa dan tubuh.[6]
Di sini, Anaximenes mengemukakan persamaan antara
tubuh manusiawi dengan jagat raya berdasarkan kesatuan prinsip dasar yang sama, yakni
udara.[1]
Tema tubuh sebagai mikrokosmos (jagat raya kecil) yang mencerminkan jagat raya
sebagai makrokosmos adalah tema yang akan sering dibicarakan di dalam Filsafat Yunani.[1]
Akan tetapi, Anaximenes belum menggunakan istilah-istilah tersebut di dalam pemikiran
filsafatnya.[1]
anaximandros
Anaximandros (Άναξίμανδρος)
Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari
Thales.[1][2][3][4][5]
Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari
Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat.[1]
Anaximandros adalah filsuf pertama yang
meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa.[3]
Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya
satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.[3]
Riwayat Hidup
22. Peta Bumi menurut Anaximandros[6]
Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah
berumur 63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM.[2]
Karena
itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM.[2]
Kemudian disebutkan pula bahwa
Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu
kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.[2]
Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan
geografi.[3]
Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat
peta bumi.[3][5][2]
Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat ketika ia memimpin ekspedisi
dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru ke Apollonia di Laut Hitam.[3][7]
Selain itu,
Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang
dinamakan gnomon.[7]
Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi.[7][4]
Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga
mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia.[4][2]
Kendati ia lebih muda 15 tahun
dari Thales, namun ia meninggal dua tahun sebelum gurunya itu.[5]
Pemikiran
To Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena
mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu.[1]
Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di
dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya.[1][3]
Namun
kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala
sesuatu.[1]
Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar
tersebut dari zat yang empiris.[3]
Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam
dan tidak dapat diamati oleh panca indera.[3]
Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar
segala sesuatu adalah to apeiron.[1]
23. To apeiron berasal dari bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas.[1]
Ia merupakan suatu prinsip
abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu.[1][3]
Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan,
dan meliputi segala sesuatu.[1][3]
Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam
jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang
basah, malam dan terang).[1]
Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan
kembali.[1]
Pandangan tentang Alam Semesta
Gambaran Alam Semesta menurut Anaximandros
Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam semesta.[3]
Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus
berperang satu sama lain.[3][4][5]
Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu
terkandung di dalamnya.[5]
Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku.[5]
Yang beku
inilah yang kemudian menjadi bumi.[5]
Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-
pecah pula.[5]
Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga
terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang.[5]
Bumi dikatakan berbentuk silinder, yang
lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya.[3]
Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada
pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.[3]
Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan.[3]
Akan tetapi,
perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan.[3]
Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada
awalnya dibalut oleh udara yang basah.[5]
Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-
angsur bumi menjadi kering.[5]
Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada
bumi.[5]
24. Pandangan tentang Makhluk Hidup
Mengenai terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya
bumi diliputi air semata-mata.[3]
Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi adalah
manusia.[3][5][2][4]
Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi
daratan.[3][5]
Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai
berkembang di darat.[5][3]
Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi
makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang lain pada
fase awal kehidupannya.[5][3]
Karena itu, pastilah makhluk pertama yang naik ke darat adalah
sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian menjadi manusia.[3][5]
manusia adalah suatu bagian dalam dunia ini yang ada setealah dunia dan segala makhluk hidup
yang ada, itu dikarenakan tidak mungkin manusia dapat hidup tanpa adanya bahan makanan dan
lainnya.
Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala
dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk
memecahkan rahasia alam semesta.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam
semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica.
Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam
semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
Air jugalah uap
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.
Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran
dalam bidang ini.
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti
berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara
khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan
kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
25. Aristoteles
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Aristotélēs
Ἀριστοτέλης
Lahir 384 SM Stagira, Chalcidice
Meninggal 322 SM (umur 61 atau 62) Euboea
Era Filsafat kuno
Tradisi
Sekolah Peripatetik
Aristotelianisme
Minat utama
Fisika
Metafisika
Puisi
Teater
Musik
Retorika
Politik
Pemerintahan
Etika
Biologi
27. Aristoteles menurut Raphael, dalam lukisan Sekolah Athena (Akademia Athena) School of Athens.
Aristoteles (bahasa Yunani: ‘Aριστοτέλης Aristotélēs), (384 SM – 322 SM) adalah seorang
filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung.[1]
Ia menulis tentang
berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik,
pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi.[1]
Bersama dengan Socrates dan Plato, ia dianggap
menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran Barat.[rujukan?]
Riwayat hidup
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk
wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM.[1]
Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari
Makedonia.[rujukan?]
Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato.[2]
Belakangan ia
meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun.[rujukan?]
Aristoteles
meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari
Makedonia.[rujukan?]
Saat Alexander berkuasa pada tahun 336 SM, ia kembali ke Athena.[rujukan?]
Dengan dukungan
dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama
Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.[rujukan?]
Perubahan politik seiring jatuhnya
Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas
sebagaimana dulu dialami Socrates.[rujukan?]
Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian
tersebut.[rujukan?]
Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan
pengetahuan.[rujukan?]
Pemikiran
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di
Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia
mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang
membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain
kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan
karya seni.[rujukan?]
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan
spesies-spesies biologi secara sistematis.[rujukan?]
Karyanya ini menggambarkan
kecenderungannya akan analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan
pada alam.[rujukan?]
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles
menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis).[rujukan?]
Pemikiran
lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan,
sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis.[rujukan?]
Karena benda tidak dapat bergerak
28. dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak
lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan
theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti
Tuhan.[rujukan?]
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning),
yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika
formal.[rujukan?]
Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya
observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).[rujukan?]
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme
yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang
telah ada.[rujukan?]
Misalkan ada dua pernyataan (premis)[rujukan?]
:
Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
Sokrates adalah manusia (premis minor)
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari
bentuk demokrasi dan monarki.[rujukan?]
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi
dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat
beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang
prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan
bahkan teori retorika dan puisi.[rujukan?]
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike.[2]
Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.[2]
Ia mengatakan
bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.[2]
Menurut Aristoteles
keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material.[2]
Menurut Aristoteles
sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai
dengan estetika.[2]
Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke
luar.[3]
Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif.[3]
Dorongan normatif yang dimaksud
adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut.[3]
Wujud itu
ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan.[3]
.aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah
yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam
bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa
masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Pengaruh
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan
penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya
yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya.[rujukan?]
Hal ini terjadi karena teori-
teori tersebut dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya,
meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada
asumsi-asumsi yang keliru.[rujukan?]
29. Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan
pemikiran keagamaan lain pada umumnya.[rujukan?]
Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan
teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi
oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 –
1198).[rujukan?]
Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber
yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama
dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian
dikatakan oleh Dante Alighieri.[rujukan?]
.
Plato
Plato
Plato (plateau) juga dapat berarti dataran tinggi
Plato
Lahir
c. 428–427 SM[1]
Athena
Meninggal
c. 348–347 SM (berusia kr. 80)
Athena
Kebangsaan Yunani
Era Filsafat kuno
Tradisi Platonisme
Minat utama Retorika, seni, literatur, epistemologi,
keadilan, kebajikan, politik, pendidikan,
30. keluarga, militarisme
Gagasan
penting
Teori Bentuk atau Teori Ide, Idealisme
Platonik, Realisme Platonik,
hyperuranion, metaxy, khôra
Dipengaruhi[tampilkan]
Mempengaruhi[tampilkan]
Plato (bahasa Yunani: Πλάτων) (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah
seorang filsuf dan matematikawan Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari
Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat.[2]
Ia adalah murid
Socrates.[2]
Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates.[3]
. Plato adalah guru dari
Aristoteles.[2]
Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau
Politeia, "negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal".[rujukan?]
Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta
utama.[rujukan?]
Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang
di gua.[2]
Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang
menulis).[2]
Ciri-ciri Karya-karya Plato
Plato dan Socrates dalam lukisan abad pertengahan.
Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan
karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya.[2]
31. Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog.[2]
Dalam Surat VII, Plato berpendapat
bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang
membisu.[2]
Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling
cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.[2]
Adanya mite-mite
Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi[2]
Verhaak menggolongkan tulisan Platon ke dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang
sistematis karena dua ciri yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan
berbentuk dialog.[4]
Pandangan Plato tentang Ide-ide, Dunia Ide dan Dunia
Indrawi
Idea-idea
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea.[5]
Pandangan Plato
terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi.[5]
Idea yang dimaksud
oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern.[5]
Orang-orang modern berpendapat
ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.[rujukan?]
Menurut Plato idea
tidak diciptakan oleh pemikiran manusia.[5]
Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia,
melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea.[5]
Idea adalah citra pokok dan perdana
dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah.[2]
Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar
pemikiran kita.[2]
. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.[2]
Misalnya, idea
tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat
terpisah dengan idea genap.[2]
Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di
antara hubungan idea-idea tersebut.[2]
Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”.[2]
Idea ini
melampaui segala idea yang ada.[2]
Dunia Indrawi
Dunia indrawi adalah dunia hitam yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang
dapat dirasakan oleh panca indera kita.[2]
Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau
bayangan daripada dunia ideal.[5]
Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini.[5]
Segala
sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.[5]
Dunia Idea
Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita.[2]
Dalam dunia ini tidak ada
perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah.[2]
Hanya ada satu idea “yang
bagus”, “yang indah”.[3]
Di dunia idea semuanya sangat sempurna.[3]
Hal ini tidak hanya merujuk
32. kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep
pikiran, hasil buah intelektual.[3]
Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".[3]
Pandangan Uphy tentang Karya Seni dan Keindahan
Pandangan Cippe Plato tentang Karya Seni
Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide.[6]
Sikapnya
terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik).[6]
Plato memandang negatif
karya seni.[6]
Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos.[6]
Menurut Plato, karya seni
hanyalah tiruan dari realita yang ada.[6]
Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli.[6]
Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide.[6]
Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah
daripada yang nyata ini.[6]
Pandangan Plato tentang Keindahan
Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi,
yang terdapat dalam Philebus.[rujukan?]
Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya
terletak pada dunia ide.[rujukan?]
Ia berpendapat bahwa Kesederhanaan adalah ciri khas dari
keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni.[rujukan?]
Namun, tetap saja,
keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan
keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.[6]
Dialog-dialog Plato
Papirus Oxyrhynchus, potongan tulisan dari karya Plato yang berjudul Republic.
Dialog awal[rujukan?]
:
33. Apologi
Kharmides
Krito
Euthyphro
Alcibiades Pertama
Hippias Mayor
Hippias Minor
Ion
Lakhes
Lysis
Dialog awal/pertengahan[rujukan?]
:
Euthydemus
Socrates
Socrates
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Socrates
Σωκράτης
Socrates
Lahir c. 469 / 470 SM
34. Deme Alopece, Athena
Meninggal
399 SM (umur sekitar 71)
Athena
Kebangsaan Yunani
Era Filsafat kuno
Tradisi Yunani klasik
Minat utama Epistemologi, Etika
Gagasan penting Metode Sokrates, Ironi
Socrates (Yunani: Σωκράτης, Sǒcratēs) (469 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani
dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di
Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates,
Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar
Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah meninggalkan karya tulisan apapun
sehingga sumber utama mengenai pemikiran Socrates berasal dari tulisan muridnya, Plato.[1]
Daftar isi
1 Riwayat hidup
2 Filosofi
3 Pengaruh
4 Referensi
5 Daftar pustaka
6 Lihat pula
Riwayat hidup
Socrates[2]
diperkirakan lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu
(stone mason) bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete berprofesi sebagai seorang
bidan, dari sinilah Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan
nantinya. Socrates beristri seorang perempuan bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak.
Secara historis, filsafat Socrates mengandung pertanyaan karena Socrates sediri tidak pernah
diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates pada
dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya.
Yang paling terkenal diantaranya adalah penggambaran Socrates dalam dialog-dialog yang
ditulis oleh Plato. Dalam karya-karyanya, Plato selalu menggunakan nama gurunya sebagai
tokoh utama sehingga sangat sulit memisahkan gagasan Socrates yang sesungguhnya dengan
35. gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga
kali dalam karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.[3]
Socrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan
berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada
awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang
kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari
Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia
datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia
ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut
sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran
seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi
panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-
orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal
melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar
satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak
bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka
tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Socrates karena setelah
penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata
tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya
akan berujung pada kematian Socrates melalui peradilan dengan tuduhan merusak generasi
muda. Sebuah tuduhan yang sebenarnya bisa dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya
sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato. Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh
puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari
pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Socrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalam Krito, dengan bantuan
para sahabatnya namun dia menolak atas dasar kepatuhannya pada satu "kontrak" yang telah dia
jalani dengan hukum di kota Athena. Keberaniannya dalam menghadapi maut digambarkan
dengan indah dalam Phaedo karya Plato. Kematian Socrates dalam ketidakadilan peradilan
menjadi salah satu peristiwa peradilan paling bersejarah dalam masyarakat Barat di samping
peradilan Yesus Kristus.
Filosofi
36. Kematian Socrates, lukisan karya pelukis Jacques-Louis David (1787).
Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan
mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran
pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf
selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan
sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya
dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi
landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari.
Pengaruh
Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya,
yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral
yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan
juga filsafat secara umum
Buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu:
1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
4. Analytica Priora tentang Silogisme.
5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum,
melanjutkan pengembangn logika.
Theophrastus
Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
37. Patung Theophrastus
Theophrastus (Bahasa Yunani Θεόφραστος, lahir 370 SM — mati 285 SM), adalah seorang
ahli falsafah Yunani purba. Beliau merupakan penerus Aristotles di sekolah Peripatetik, dan ia
sendiri berasal dari Eressos di Pulau Lesbos. Kisah hidup dan biografinya diceritakan dalam
Lives of the Philosophers (Hidup Ahli Falsafah) karangan Diogenes Laertius. Nama depannya
adalah Tyrtamus, namun kemudian beliau dipanggil dengan nama "Theosprastos", yang
diberikan oleh Aristotles kepadanya. Menurut beberapa sumber, nama ayahnya adalah
Messapus, yang berkahwin dengan Argiope dan juga ayah dari Cecyron, tapi masih belum
dipastikan.
Beliau pertama kali mempelajari falsafah dari Leucippus atau Alcippus di Lesbos. Setelah itu,
beliau pergi ke Athena, dan menjadi anggota kelompok Plato. Setelah meninggalnya Plato,
Theophrastus mengikuti Aristotles, dan menemaninya ke Stagira. Di sana, beliau berkawan rapat
dengan Callisthenes, yang kemudian belajar bersama-sama Alexander Agung.
Aristotles menjadikannya sebagai wali dari anak-anaknya, serta mewariskan perpustakaan dan
karya-karya aslinya pada Theophrastus[1]
dan mengangkatnya sebagai warisnya di Lyceum
(sekolah Yunani). Eudemus dari Rhodes juga menginginkan jawatan tersebut, dan Aristoxenus
disebutkan marah atas pilihan Aristoteles. Dalam pimpinannya sekolah tersebut menjadi sangat
maju, menurut Diogenes, jumlah siswa pernah mencapai 2000. Menander merupakan salah satu
muridnya. Theosprastus sangat terkenal pada zamannya, ia dihormati oleh Philip II, Cassander
dan Ptolemy.
38. Theophrastus memimpin sekolah Peripatetic selama 35 tahun, dan meninggal pada umur 85,
menurut Diogenes. Kononnya beliau berkata "Kita meninggal ketika kita baru mula hidup." Ia
lalu dikebumikan secara besar-besaran, dan "seluruh rakyat Athena, amat menghormatinya,
menghantarnya ke kuburnya" (Diogenes Laertius).
Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor
Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus
Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan
metode geometri.
Zeno dari Citium
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Zeno dari Citium.
Zeno Citium (bahasa Yunani: Ζήνων ὁ Κιτιεύς, Zēnōn ho Kitieŭs) (334 SM - 262 SM) adalah
filsuf Yunani dari Citium (bahasa Yunani: Κίτιον), Siprus.[1]
Zeno lahir pada tahun 334
39. SM.[2]
Zeno adalah pendiri sekolah filsafat Stoa.[1] [3] [4][5]
Zeno datang dari Citium ke Athena
pada tahun 312/311 SM untuk mempelajari filsafat di bawah Xenocrates, murid dan keponakan
Plato.[4]
Para pengikut ajaran Zeno disebut Zenonians..[4]
Zeno dan dua rekannya, Chrisippus,
dan Cleanthes dari Assos dijuluki sebagai Stoa mula-mula (Early Stoa).[5]
Daftar isi
1 Perjalanan Intelektual Zeno
2 Kematian dan Kenangan atas Zeno
3 Pranala luar
4 Referensi
Perjalanan Intelektual Zeno
Zeno sangat terinspirasi oleh Socrates dalam hal etika dan keberanian, terutama dipengaruhi oleh
peristiwa kematian sukarela Socrates yang ia anggap sebagai martir.[3]
Hal ini akan
mempengaruhi cara berpikir mazhab Stoikisme, sebuah sekolah yang ia dirikan, yaitu bahwa
kematian bukan sesuatu yang harus ditakuti, terlebih jika kematian yang dilakukan dengan
sukarela demi kebaikan.[3]
Selain itu, Zeno sangat dipengaruhi oleh filsafat Sinisisme atau Cynic
yang dikembangkan Crates dalam hal kemerdekaan manusia memilih cara hidup, bukan patuh
pada aturan hukum, melainkan taat pada keteraturan alam, sebab hukum yang tertinggi adalah
hukum alam yang diatur oleh sang ilahi.[4]
Dalam pengaruh Crates, Zeno menuliskan gagasan
bagaimana hidup dalam dunia politik saat itu, bukunya berjudul Republik.[4]
Ciri dari ajaran
sinisisme itu adalah anti-kemapanan, yaitu jalan hidup yang menyatu dengan alam, mirip seperti
cara hidup anjing (canine).[4]
Warisan mazhab Sinisisme dalam diri Zeno tampak dalam beberapa proposal, misalnya
membolehkan incest, manusia tidak perlu senjata dalam hidup bernegara, dan beberapa gagasan
lainnya.[6]
:
Ia membuktikan tidak bergunanya pendidikan umum[6]
;
Ia mengatakan semua yang bukan orang baik adalah musuh-musuh pribadi dan publik, budak,
orang yang memisahkan satu sama lain, orang tua dari anaknya, saudara dari saudaranya, sanak
saudara dari sanak saudaranya, ketika - sekali lagi, dalam Republik- ia hanya memuji warga
negara, sahabat, keluarga, dan kebebasan (hasilnya adalah bahwa, berdasarkan premis Stoa,
orang tua dan anak adalah saling memusuhi; karena mereka tidak bijak)[6]
;
Ia menetapkan doktrin, seperti dalam Republik, bahwa wanita seharusnya dimiliki bersama[6]
;
Bahwa kuil dan pengadilan atau gimnastik seharusnya tidak dibangun di kota[6]
;
Tentang penciptaan uang ia mengatakan, "tidak boleh dianggap bahwa pembuatan uang akan
dipakai untuk pertukaran atau perjalanan ke luar negeri[6]
;
Ia juga meminta agar para wanita mengenakan baju yang seragam, yaitu tidak menutupi satu
pun bagian tubuhnya.[6]
40. Pedoman atau prinsip hidup menuju kebahagiaan dan kebaikan diukur dari kebajikan dan
moralitas, bukan dari sistem hukum sebuah negara atau pemerintahan.[4]
Ada pun gagasan lain
yang mempengaruhi pilihan hidup anti-kemapanan Zeno, adalah dari Deodorus Cronus dan
Stilpo, seorang pemimpin sekolah Megarian.[4]
Warisan dari keduanya, seorang yang bijak
adalah yang merasa cukup-diri (self-sufficient), tidak membutuhkan kawan (sangat mandiri),
terbebas dari hasrat memiliki, dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang dapat mengambil
kebahagiaanya dari hidup bijak, dia tidak dapat diombang-ambingkan oleh peristiwa buruk yang
biasanya disebut sebagai kejahatan..[4]
Sistmatika berpikir Zeno yang tertuang dalam ajaran Stoikisme dipengaruhi oleh tradisi
Akademia Aristoteles, sekaligus kembali pada prinsip Heraklitos, yaitu berdasar pada logika,
fisika (gerak alam), dan etika.[7]
Seperti kata Herakilos, bahwa yang dari fisik (materi, alam),
selalu menariknya melalui pekerjaan tanpa kompromi dan keluar dari gagasan bahwa semua
makhluk individu di dunia ini hanya manifestasi dari satu dan substansi utama yang sama dan
bahwa ada hukum yang mengatur jalannya alam dan yang seharusnya mengatur tindakan
manusia.[7]
Hal ini bertolak belakang dengan pemikiran Plato dan Aristoteles yang memuja dunia
ide, sebab bagi Zeno, ukuran pertama adalah alam, materi yang diatur oleh Sang Ilahi.[7]
Nyata
bahwa ajaran Stoa sangat mendasarkan kehidupan manusia pada alam dan Allah sebagai acuan
tindakan manusia.[7]
Dalam beberapa hal, Zeno tampak tidak setuju dengan ajaran Sinisme (Cynic), ia tampak lebih
dekat dengan Plato, yaitu di mana ia mendukung cita-cita Plato dalam politik persahabatan dan
kerukunan, yang menonjolkan pendidikan kebaikan moral, bahwa orang bijak akan mencintai
orang muda yang berdasarkan penampilannya memanifestasikan anugerah kebaikan.[6]
Zeno
menganggap cinta sebagai tuhan yang melahirkan persahabatan dan kebebasan, dan juga
kerukunan, namun hanya itu saja.[6]
Itulah mengapa dalam Republik ia mengatakan bahwa cinta
adalah Tuhan, sebagai penolong keamanan kota. (Aethenus 561)[6]
Zeno memandang bahwa
pengetahuan hanya dimiliki oleh orang bijak, dan membentuk kerukunan- di dalam kondisi
persahabatan.[6]
Zeno menjawab tantangan pergumulan manusia pada zamannya, yang tampak jelas bertentangan
dengan Plato, sebab ia sangat dipengaruhi mazhab Sinisisme yang mengatakan, "Anda tidak
perlu pendidikan filsafat yang luas; obat dari penyakit bagi manusia ada di tangan Anda,
praktekkan kebaikan![6]
41. Zeno, portrayed as a medieval scholar in the Nuremberg Chronicle
Karya Zeno menunjukkan beberapa prinsip dalam etika yang mendasarkan diri pada keteraturan
dunia yang diperintah langsung oleh Allah[4]
,
On Universe, On Substance, On Vision;
On Life that Accords with Nature;
On Impulse;
On Human Nature;
On Passions;
On Appropriate Actions;
On Law;
On Greek Education
Lima Buku tentang Homeric Problems, Hesiod's Theogony.[4]
Dia juga terkenal sebagai orang yang fasih dalam karya sastra puisi dan guru.[7]
Salah satu
anekdot kepada orang yang senang bicara ketimbang mendengar adalah, "Kita ini memiliki dua
telinga dan satu mulut, jadi sudah seharusnya kita mendengar lebih banyak dari pada bicara!"[4]
Kematian dan Kenangan atas Zeno
Zeno mencetuskan Stoa sebagai tempat belajar yang menerima siapa saja sebagai warga, bahkan
orang asing.[4]
Banyak juga orang Athena yang menjadi pendengarnya.[4]
Ketika ia meninggal,
diperkirakan tahun 262 SM, penghormatan yang ditujukan kepadanya berupa kumuran di
halaman Akademi dan Lyceum, tempat orang-orang menimba ilmu dan berolah raga.[4]
Surat
keputusan penghormatan itu berbunyi,
42. “
Semenjak Zeno dari Citium, anak Mnaseas, telah menghabiskan bertahun-tahun hidupnya
bergulat dengan filsafat, dan dalam segala hal, ia jalani sebagai orang baik, khususnya dalam
mendesakkan perilaku bajik dan baik, orang-orang muda yang datang dan terhubung
dengannya telah dirangsangnya kepada perilaku terbaik, menunjukkan apa yang ia katakan
dalam setiap bicara, oleh karena itu dia tampil cemerlang di hadapan orang yang kini
mendoakannya, anak Mnaeseas, dan menyematkan sebuah karangan bunga emas.... dst.
”
—Thraso seorang agen dari of Athens
Sistem Stoa yang Zeno wariskan dijuluki sebagai "tenda dari badai", artinya, ajaran Zeno
dianggap sebagai pemberi keteduhan hidup di saat masyarakat Yunani didera banyak kekuatiran
terkait runtuhnya sistem kota-negara (city-state) sebagai dampak dari kekalahan Athena kepada
Antigonus dari Macedonia.[4]
Sat itu tatanan masyarakat menjadi kacau, warganya menjadi
kehilangan jaminan keselamatan, hidup sebagai warga kelas dua, Seperti dikutip oleh C.
Broadford Welles[4]
,
“
It is fantasy and perversion to see in Stoicism a new personal doctrin invented to sustain the
Greeks in a cityless world of great empires, for Hellenism was a world of cities, and Hellenistic
Greeks were making money, not worrying about their souls.
Terjemahan
Ini adalah fantasi dan penyimpangan untuk melihat di Stoicisme a doctrin pribadi yang baru
diciptakan untuk mempertahankan Yunani dalam dunia cityless kerajaan besar, untuk
Hellenisme adalah dunia kota, dan Helenistik Yunani sedang membuat uang, tidak khawatir
tentang jiwa mereka
Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku
Aristoteles.
Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan
menambahkan komentar- komentarnya.
43. Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.
Abad pertengahan dan logika modern
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh
Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.
Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.[2]
Thomas Aquinas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Thomas Aquinas
44. Thomas Aquinas memegang bukunya: Summa
Theologiae.
Pekerjaan Biarawan, Filsuf, Teolog
Aliran sastra Scholasticism, Thomism
Tema
Metafisika, Logic, Mind,
Epistemology, Ethics, Politik
Karya terkenal Summa Theologica
Dipengaruhi[tampilkan]
Mempengaruhi[tampilkan]
Thomas Aquinas (1225-1274) adalah seorang filsuf dan teolog dari Italia yang sangat
berpengaruh pada abad pertengahan.[1]
Karya Thomas Aquinas yang terkenal adalah Summa
Theologiae (1273), yaitu sebuah buku yang merupakan sintesis dari filsafat Aristoteles dan
ajaran Gereja Kristen.[2]
Pada tahun 1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah
45. dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus Leo XIII.[1]
Thomas Aquinas juga disebut Thomas dari
Aquino (bahasa Italia: Tommaso d’Aquino).[1]
Daftar isi
1 Kehidupan Thomas Aquinas
2 Ajaran Thomas Aquinas
o 2.1 Allah
o 2.2 Manusia dan dunia
2.2.1 Dosa
o 2.3 Sakramen
o 2.4 Kritik Terhadap Aquinas
2.4.1 Ajaran Thomas Tentang Akal Budi
2.4.1.1 Kritik Hume
2.4.1.2 Kritik Gordon H. Clark
3 Referensi
4 Pranala luar
Kehidupan Thomas Aquinas
Aquinas dilahirkan di Roccasecca dekat Napoli, Italia.[3]
dalam keluarga bangsawan Aquino.[4]
Ayahnya ialah Pangeran Landulf dari Aquino dan ibunya bernama Countess Teodora
Carracciolo.[5]
Kedua orang tuanya adalah orang Kristen Katolik yang saleh. Pada umur lima
tahun Thomas diserahkan ke biara Benedictus di Monte Cassino agar dibina untuk menjadi
seorang biarawan.[5]
Setelah sepuluh tahun Thomas berada di Monte Cassino, ia dipindahkan ke
Naples. Di sana ia belajar mengenai kesenian dan filsafat (1239-1244). [6]
Selama di sana, ia
mulai tertarik pada pekerjaan kerasulan gereja, dan berusaha untuk pindah ke Ordo Dominikan,
yakni suatu ordo yang sangat dominan pada abad itu. Keinginannya tidak direstui oleh orang
tuanya sehingga ia harus tinggal di Roccasecca setahun lebih lamanya. Namun, karena tekadnya
pada tahun 1245, Thomas resmi menjadi anggota Ordo Dominikan.[1]
Sebagai anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah
universitas yang sangat terkemuka pada masa itu. Ia belajar di sana selama tiga tahun (1245 -
1248).[6]
Di sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat
Aristoteles kepadanya.[7]
Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium
Generale di Cologne, Perancis, pada tahun 1248 - 1252.[7]
Pada tahun 1252, ia kembali ke Paris dan mulai memberi kuliah Biblika (1252-1254) dan
Sentences, karangan Petrus Abelardus (1254-1256) di Konven St. Jacques, Paris. Thomas
ditugaskan untuk memberikan kuliah-kuliah dalam bidang filsafat dan teologia di beberapa kota
di Italia, seperti di Anagni, Orvieto, Roma, dan Viterbo, selama sepuluh tahun lamanya. Pada
tahun 1269, Thomas dipanggil kembali ke Paris untuk tiga tahun karena pada tahun 1272 ia
ditugaskan untuk membuka sebuah sekolah Dominikan di Naples.[5]
46. Dalam perjalanan menuju ke Konsili Lyons, tiba-tiba Thomas sakit dan meninggal di biara
Fossanuova, 7 Maret 1274.[6]
Paus Yohanes XXII mengangkat Thomas sebagai orang kudus
pada tahun 1323
Kastil Monte San Giovanni Campano
Ajaran Thomas Aquinas
Santo Thomas Aquinas
St. Thomas Aquinas, by Fra Angelico, O.P.
Doktor Gereja
47. Lahir c. 1225, Aquino, Kerajaan Sisilia
Wafat
7 Maret 1274, Fossanuova Abbey,
Kerajaan Sisilia
Dihormati di
Gereja Katolik Roma
Komuni Anglikan
Dikanonisasikan
1323, Avignon, Perancis oleh Paus
Yohanes XXII
Tempat ziarah utama
Church of the Jacobins, Toulouse,
Perancis
Hari peringatan
28 Januari (baru),
7 Maret (lama)
Atribut
The Summa Theologica, a model
church, the Sun
Pelindung All Catholic educational institutions
Allah
Thomas mengajarkan Allah dalam pandangannya yang mencerminkan pengaruh filsafat
Aristoteles dari zaman Yunani klasik: sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens).[2]
Allah adalah "zat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi.
Allah adalah penggerak yang tidak bergerak.
Manusia dan dunia
Dunia dan hidup manusia menurut Thomas terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan
kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan
mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau
disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati).[2]
“
Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat
”
48. Thomas mengajarkan bahwa pada mulanya manusia memunyai hidup kodrati yang sempurna
dan diberi rahmat Allah.[2]
Dosa
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, rahmat Allah (rahmat adikodrati) itu hilang dan tabiat
kodrati manusia menjadi kurang sempurna. Manusia tidak dapat lagi memenuhi hukum kasih
tanpa bantuan rahmat adikodrati. Rahmat adikodrati itu ditawarkan kepada manusia lewat gereja.
Dengan bantuan rahmat adikodrati itu manusia dikuatkan untuk mengerjakan keselamatannya
dan memungkinkan manusia dimenangkan oleh Kristus.[2]
Sakramen
Mengenai sakramen, ia berpendapat bahwa terdapat tujuh sakramen yang diperintahkan oleh
Kristus, dan sakramen yang terpenting adalah Ekaristi (sacramentum sacramentorum). Rahmat
adikodrati itu disalurkan kepada orang percaya lewat sakramen. Dengan menerima sakramen,
orang mulai berjalan menuju kepada suatu kehidupan yang baru dan melakukan perbuatan-
perbuatan baik yang menjadikan ia berkenan kepada Allah. Dengan demikian, rahmat adikodrati
sangat penting karena manusia tidak bisa berbuat apa-apa yang baik tanpa rahmat yang
dikaruniakan oleh Allah.[2]
Gereja dipandangnya sebagai lembaga keselamatan yang tidak dapat berbuat salah dalam
ajarannya. Paus memiliki kuasa yang tertinggi dalam gereja dan Pauslah satu-satunya pengajar
yang tertinggi dalam gereja. Karya teologis Thomas yang sangat terkenal adalah "Summa Contra
Gentiles" dan "Summa Theologia".[2]
Kritik Terhadap Aquinas
Salah satu filsuf Kristen yang mengkritik pemikiran Thomas Aquinas adalah Gordon H. Clark.
Bukunya "God's Hammer" halaman 67 sampai 71 berisi kritikan beliau terhadap Thomas.[2]
Dalam sejarah pemikiran Kristen, antithesis antara iman dan akal budi (reason) telah didekati
dengan berbagai metode. Perdebatan antara sesama Kristen dan antara Kristen dengan kaum
sekuler kadang-kadang mengakibatkan kebingungan karena istilah yang dipakai tidak selalu
didefinisikan dengan jelas. Bukan hanya Agustinus dan Kant memiliki pandangan yang berbeda
tentang natur iman, namun istilah akal budi (reason) sendiri mengandung arti yang bermacam-
macam. Setelah memberikan gambaran singkat tentang latar belakang historis, penulis berharap
menghindari kebingungan seperti itu dengan mengemukakan definisi akal budi (reason) yang
mungkin membantu pembelaan terhadap wahyu sebagai sesuatu yang rasional.[2]
Ajaran Thomas Tentang Akal Budi
Dalam gambaran historis singkat ini, metode untuk menghubungkan iman dan rasio yang
pertama dibahas adalah filsafat Thomistik Gereja Roma Katolik. Selain persetujuan (assent)
49. pribadi orang percaya, dalam system ini iman artinya informasi yang diwahyukan yang ada
dalam Alkitab, tradisi, dan suara hidup dari gereja Roma. Akal budi artinya informasi yang dapat
diperoleh melalui pengamatan inderawi terhadap alam dan diinterpretasi intelek. Rasionalis abad
ketujuhbelas membedakan akal budi (reason) dengan sensasi [inderawi], Thomas membedakan
akal budi (reason) dan wahyu. Kebenaran akal budi adalah kebenaran yang dapat diperoleh
melalui kemampuan indera dan intelek alamiah manusia tanpa bantuan anugerah supranatural.
Definisi iman dan akal budi ini mengakibatkan wahyu hanya “tidak masuk akal” (unreasonable)
secara verbal; wahyu tidak dapat disebut tidak masuk akal atau irasional dalam pengertian yang
merendahkan. Kadang-kadang kita curiga kaum sekuler menggunakan verbalisme untuk
memberikan kesan yang menakutkan.
Thomisme memang menekankan ketiadaan kompatibilitas antara iman dan akal budi, namun
ketiadaan kompatibilitas itu bersifat psikologis semata. Kalau Alkitab mewahyukan bahwa Allah
ada dan kita percaya Alkitab, maka kita memiliki kebenaran iman. Namun demikian, menurut
Thomisme adalah memungkinkan untuk mendemonstrasikan keberadaan Allah melalui
pengamatan terhadap alam. Aristoteles berhasil melakukannya. Namun, kalau seseorang telah
secara rasional mendemonstrasikan proposisi ini, orang itu tidak lagi “percaya”, dia tidak lagi
menerima proposisi itu berdasarkan otoritas; dia “mengetahui” proposisi itu. Secara psikologis
tidak mungkin pada saat yang sama “percaya” dan “mengetahui” satu proposisi. Seorang guru
mungkin memberitahu siswanya bahwa segitiga memiliki 180o dan sang siswa percaya
perkataan sang guru; namun setelah si siswa mempelajari buktinya, maka dia tidak lagi
menerima teorema berdasarkan kata-kata guru. Si siswa sudah mengetahui sendiri. Tidak semua
proposisi wahyu dapat didemonstrasikan dengan filsafat rasional; tetapi ada kebenaran-
kebenaran yang dapat didemonstrasikan yang juga telah diwahyukan kepada manusia, karena
Allah tahu bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan intelektual seperti Aristotle; karena
itu Allah mewahyukan beberapa kebenaran itu, walaupun dapat didemonstrasikan, demi
kebanyakan umat manusia.
Muatan (content) wahyu yang tidak dapat didemonstrasikan (seperti doktrin Trinitas dan
sakramen), walaupun berada di luar jangkauan akal budi seperti definisi di atas, tidaklah
irasional atau nonsensical. Kaum Muhammadean (Islam) Abad Pertengahan dan kaum humanis
modern dapat saja mengklaim bahwa doktrin Trinitas tidak rasional, namun akal budi cukup
mampu untuk mendemonstrasikan bahwa keberatan yang dikemukakan keliru/salah (fallacious).
Kebenaran iman yang lebih tinggi tidak bertentangan dengan kesimpulan akal budi manapun;
sebaliknya doktrin wahyu melengkapi apa yang tidak dapat dicapai oleh akal budi. Kedua
rangkaian kebenaran ini, atau lebih tepatnya kebenaran yang diperoleh dari dua metode berbeda
ini saling melengkapi. Bukannya menjadi penghalang bagi akal budi, iman berfungsi memberi
peringatan kepada seorang pemikir bahwa dia melakukan kesalahan. Kita tidak boleh
memandang seorang percaya sebagai seorang yang harus dibebaskan dari penjara imannya; iman
hanya membatasi dari kesalahan. Dengan demikian iman dan akal budi serasi satu dengan yang
lain.
50. Kritik Hume
Hanya satu kritik yang akan penulis kemukakan tentang sistem ini, tetapi kritik ini dipandang
sangat penting oleh kaum Thomist dan penentangnya. Kalau argumun kosmologis bagi
keberadaan Allah merupakan kesalahan logika, maka Thomisme dan pandangannya tentang
hubungan antara iman dan akal budi tidak dapat dipertahankan .
Kesulitan yang dialami argumen kosmologis adalah ketidakmemadaian wahyu umum seperti
dibahas sebelumnya. Kalau diasumsikan bahwa semua pengetahuan (knowledge) dimulai dengan
pengalaman inderawi dan karena itu pada saat orang memandang alam tanpa pengetahuan
tentang Allah, maka segala kemalangan (calamities) manusia dan keterbatasan serta perubahan di
alam semesta – seberapapun luasnya galaksi-galaksi yang ada – menghalangi kesimpulan tentang
satu pribadi Allah yang Mahakuasa dan juga Baik.
Terhadap keberatan-keberatan ini, yang dikemukakan dengan tajam oleh David Hume, dapat
ditambahkan kritik khusus formulasi Aristotelian Thomas Aquinas. Tiga keberatan akan
dikemukakan. Pertama, Thomisme tidak dapat bertahan tanpa konsep potentialitas (potentiality)
dan aktualitas (actuality), namun Aristotle tidak pernah berhasil mendefinisikannya. Sebaliknya
dia [Aristotle] mengilustrasikannya dengan perubahan fenomena lalu mendefinisikan perubahan
atau gerak (motion) dalam hal aktualitas (actuality) dan potentialitas (potentiality). Untuk
memberikan justifikasi terhadap keberatan ini, diperlukan terlalu banyak apparatus teknis yang
tidak bisa diakomodasi dalam tulisan ini. Dan kalau pembaca menghendaki, dia tidak perlu
memberi penekakan pada keberatan pertama.
Kritik Gordon H. Clark
Kedua, Thomas berargumentasi bahwa kalau kita melacak penyebab gerak (motion), kita tidak
dapat meneruskan berjalan mundur tanpa batas. Alasan yang secara eksplisit diberikan dalam
Summa Theologica untuk menyangkali hal itu adalah kalau hal itu terjadi maka tidak akan ada
Penggerak/Penyebab Pertama (First Mover). Namun alasan yang digunakan sebagai premis ini
jugalah yang digunakan sebagai kesimpulan di akhir argumen. Argumen ini dimaksudkan untuk
membuktikan keberadaan First Mover, namun First Mover ini diasumsikan dulu sebagai sesuatu
yang ada untuk menolak infinite regress (mundur tidak terbatas). Karena itu jelas argumen ini
adalah sebuah kekeliruan (fallacy).
Alasan ketiga yang akan kita bahas lebih rumit. Namun karena terkait dengan hal yang banyak
diperdebatkan saat ini, maka pantas diberikan perhatian lebih.
Bagi Thomas Aquinas, ada dua cara mengenal Allah. Pertama melalui teologi negatif. Hal itu
tidak akan kita bahas di sini. Kedua melalui metode analogi. Karena Allah adalah pure being,
tanpa bagian, yang esensiNya identik dengan keberadaanNya, maka istilah-istilah yang
diterapkan pada Allah tidak dapat digunakan tepat dengan cara yang sama dengan pada saat
diterapkan pada ciptaan. Kalau dikatakan bahwa seorang manusia bijaksana dan Allah bijaksana,
harus diingat bahwa kebijaksanaan manusia adalah kebijaksanaan yang diperoleh/dipelajari,
sementara itu Allah tidak pernah belajar. Pikiran manusia tunduk kepada kebenaran; kebenaran
adalah pimpinannya. Namun pikiran Allah adalah penyebab kebenaran karena Allah
51. memikirkannya, atau mungkin lebih baik diformulasikan, Allah adalah kebenaran. Karena itu
istilah pikiran tidak memiliki arti yang tepat sama pada manusia dan pada Allah. Hal ini tidak
hanya berlaku untuk istilah-istilah di atas, tetapi juga pada gagasan tentang eksistensi. Karena
keberadaan Allah adalah esensiNya – identitas yang tidak dapat diduplikasikan- maka bahkan
kata keberadaan (existence) tidak berlaku sama (univocal) pada Allah dan pada ciptaan.
Pada saat yang sama, Thomas tidak mengakui bahwa istilah-istilah itu juga memiliki arti berbeda
sama sekali (equivocal). Pada saat dikatakan bahwa playboys lead fast lives, while ascetics fast,
kata [fast] dalam kedua anak kalimat itu tidak memiliki arti yang sama. Walaupun huruf-huruf
dan pengucapannya sama, kandungan intelektual dalam kedua anak kalimat itu berbeda sama
sekali. Thomas memilih jalan tengah antara perbedaan makna (equivocation) dan kesatuan
makna ketat (strict univocity) dengan mengatakan bahwa kata-kata bisa digunakan secara
analogis; dan dalam hal Allah dan manusia, predikat yang digunakan diterapkan secara analogis.
Jika makna analogis dari bijaksana atau keberadaan memiliki bidang arti yang sama [bagi
manusia dan Allah], maka bidang arti ini pasti dapat dikemukakan dengan menggunakan satu
istilah yang berlaku untuk keduanya. Istilah ini dapat digunakan untuk Allah dan untuk manusia.
Namun Thomas menekankan bahwa tidak ada istilah yang dapat diterapkan demikian.
Implikasinya adalah semua sisa kemungkinan makna identik di antara keadaan terhapus. Namun
kalau memang demikian adanya, bagaimanasebuah argument – argument kosmologis – secara
formal syah kalau premis menggunakan satu istilah dengan pengertian tertentu dan dalam
kesimpulannya menggunakan istilah yang sama dengan arti yang berbeda sama sekali? Premis
argument kosmologis berbicara tentang eksistensi penggerak/penyebab (mover) dalam kisaran
pengalaman manusia; kesimpulannya terkait dengan keberadaan Penggerak/Penyebab Pertama.
Namun, jika istilah ini tidak dapat dipahami dengan pengertian yang sama, maka argument
tersebut keliru/salah (fallacious).
Karena itu, upaya untuk secara Thomistik menghubungkan iman dan akal budi gagal – lebih
karena pandangannya tentang akal budi dari pada terhadap iman-; perlu ada upaya lain untuk
membela rasionalitas wahyu. [8]
Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
Petrus Hispanus (1210 - 1278)
Roger Bacon (1214-1292)
Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan
Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
William Ocham (1295 - 1349)
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas
Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay
Concerning Human Understanding
Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam
bukunya Novum Organum Scientiarum.
52. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam
bukunya System of Logic
Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
Gottfried Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari
Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih
mempertajam kepastian.
George Boole (1815-1864)
John Venn (1834-1923)
Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di
John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia
memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum
mengenai tanda (general theory of signs)
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia
Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914)
dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).
Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-
1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.
Logika sebagai matematika murni
Logika masuk ke dalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang
tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang
menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika
tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus
Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica
tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand
Arthur William Russel (1872 - 1970).
Kegunaan logika
1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
53. 4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir,
kekeliruan, serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik, tahayul, atau kepercayaan turun-temurun (bahasa Jawa: gugon-
tuhon)
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana
tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Macam-macam logika
Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif.
Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ini bisa dipelajari dengan memberi
contoh penerapan dalam kehidupan nyata.
Dalam filsafat bahasa, bahasa alami atau bahasa natural adalah suatu bahasa yang diucapkan,
ditulis, atau diisyaratkan (secara visual atau isyarat lain) oleh manusia untuk komunikasi umum.
Bahasa jenis ini dibedakan dengan bahasa formal – seperti bahasa pemrograman komputer atau
"bahasa" yang digunakan dalam kajian logika formal, terutama logika matematika – serta bahasa
buatan.
Logika ilmiah
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu
khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih
mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau,
paling tidak, dikurangi.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika
(ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.[1]
Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada
kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.