SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN
MATERI KELOMPOK 2
“METODE PEMBAHASAN FILSAFAT DAN SISTEMATIKA FILSAFAT”
Dosen Pengampu:
Rifa Nurmilah, S.Pd.,M.Pd
Oleh Mahasiswa 2017-A
Nama:
1. Fitriana Alfi Royana (175002)
2. Yustika Astari (175018)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA JOMBANG
2020
Metode Pembahasan Filsafat
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju,
melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah). Kata
methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode
ialah cara bertindak menurut sistem aturan. (Anton Bakker, 1984, hlm. 10)
Menurut Stephen C. Pepper, dalam Sumaryono (1999), metode filsafat bukanlah
metode ‘ketergantungan’ atau ‘kepastian’, melainkan lebih merupakan ‘metode hipotesis’.
Pepper menyebut metode filsafat yaitu ‘hipotesis filsafat’ sebagai ‘hipotesis dunia’, yaitu
‘hipotesis yang sama sekali tidak mempunyai batas, dan yang memperhitungkan semua
kenyataan atau evidensi. Hipotesis dunia mencakup semua hal, baik yang khusus atau yang
abstrak sejauh hal itu mungkin ada. Jadi, hipotesis filsafat (metode filsafat) berbeda dengan
hipotesis ilmiah (bersifat spesifik, pasti, dan harus bisa teruji secara empirik). Hipotesis
filsafat bersifat spekulatif, mendalam dan komprehensif (hakikat sesuatu).
Ada beberapa macam metode filsafat, antara lain: (a) metode kritis; (b) metode empiris;
(c) metode intuisi; (d) metode skolastik; (e) metode rasional; (f) metode eksperimental; (g)
metode kritis transendental; (h) metode dialektika; (i) metode fenomenologi; dan (j) metode
hermeneutik (Bakker, A., 1984; Sumaryono, 1999). Berikut ini diuraikan pokok-pokok
pikiran dari beberapa metode filsafat tersebut secara singkat untuk membekali para pembaca
dalam melakukan kajian filsafat lebih lanjut pada sumber-sumber ilmiah.
a. Metode kritis
Tokoh utama metode kritis adalah Sokrates (470-399 SM) dan muridnya yaitu
Plato (427-347 SM). Beberapa pokok pikiran ‘metode kritis’ Sokrates antara lain:
1. Metode kritis merupakan analisis istilah dan pendapat dalam proses dialog dalam
kehidupan sehari-hari, baik menyangkut fenomena sosial atau fenomena alam.
2. Metode kritis merupakan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan, dan
memperlihatkan pertentangan dalam dialog. Dengan jalan bertanya atau berdialog
secara kritis, seseorang dapat membedakan, membersihkan, menyisihkan dan
menolak sesuatu dan akhirnya ditemukan hakikat dari sesuatu.
3. Sokrates, mengajarkan agar manusia selalu mengajukan pertanyaan baru tentang
segala sesuatu, ketika muncul jawaban dari pertanyaan tersebut, maka harus terus
dimunculkan pertanyaan lagi dari jawaban yang ada (proses dialektika), demikian
seterusnya. Jadi, dialektika itu menjadi suatu pemeriksaan teliti, semacam cross
examination, dengan membandingkan jawaban dalam dialog.
4. Bagi Sokrates, hakikat ‘kebijaksanaan’ adalah kesanggupan seseorang terus
bertanya dan berdialog untuk membuka hati-pikiran agar tetap mampu menerima
pengetahuan sejati, yaitu pengetahuan mengenai kebaikan susila atau
‘kebijaksanaan’ (sophrosyne). Kebijaksanaan itu bukan diperoleh melalui hapalan
dari diktat, melainkan melalui proses pencarian pribadi dan pengalaman
pribadi. Oleh karena itu manusia menjadi angry with himself and gentle to others.
Sedangkan beberapa pokok pikiran ‘metode kritis’ dari filosof Plato antara lain:
1. Metode filosofis paling utama adalah dialog, dan kemampuan berdialog merupakan
seni manusiawi yang paling tinggi. Sebenarnya metode Plato merupakan perluasan
atau penyempurnaan metode kritis gurunya yaitu Sokrates.
2. Plato memperkenalkan dialog-dialog dengan menyebut ‘dialog tengah’ atau
‘metode hipotesis’.
3. Menurut Plato, kebenaran umum (definisi) itu bukan dibuat dengan cara dialog
yang induktif (seperti pendapat Sokrates), pengertian umum (definisi) itu sudah
tersedia di ‘sana’ yaitu di ‘alam idea’.
4. Hakikat esensi itu mempunyai realitas, dan realitas itu di ‘alam idea’ itu. Jadi,
kebenaran umum itu bukan dibuat tetapi sudah ada di alam idea. Sebenarnya baik
Plato maupun gurunya yaitu Sokrates sama-sama mengakui kekuatan akal (reason)
dan kekuatan hati (rasa dan larsa) (Tafsir, A., 2003).
b. Metode empiris
Tokoh utama metode empiris adalah Aristoteles (384 SM). Aristoteles
merupakan murid dan teman Plato, tetapi warna filsafat Aristoteles berbeda dengan
Sokrates dan Plato. Aristoteles lebih sistematis dan sangat dipengaruhi oleh metode
empiris, dia dikenal sebagai Bapak logika, dan logika Aristoteles sering disebut logika
formal. Beberapa pokok pikiran Aristoteles antara lain:
1) Prinsip-prinsip ajaran Aristoteles menyangkut banyak aspek, yaitu prinsip-prinsip
sains, politik, retorika, dan dialektika.
2) Aristoteles sangat tertarik kepada natural sciences (ilmu-ilmu alam), oleh karena
itu ia mementingkan observasi ilmiah (metode empiris).
3) Bagi Aristoteles, manusia dapat mencapai kebenaran ilmiah. Setiap objek terdiri
atas matter dan form, keduanya bisa bersatu (hal ini yang membedakan dengan
Plato, yang menganggap matter dan form tidak bisa bersatu). Matter itu potentiality
atau potensial (memberikan substansi sesuatu), sedangkan form itu aktualitas
(memberikan pembungkusnya). Tetapi ada substansi yang ‘murni form’ tanpa
potentiality (tanpa matter) yaitu Tuhan. Menurut Aristoteles bukti adanya Tuhan
adalah ‘Tuhan sebagai penyebab gerak’ (a first cause of movement). Eksistensi
Tuhan dapat dicapai dengan akal. Jadi, Aristoteles filosof yang mampu mengakhiri
pertentangan antara akal dan hati (iman). Kekuasaan akal mulai dibatasi, ada
kebenaran yang umum. Tidak semua kebenaran itu relatif. Sains dapat dipegang
sebagian dan diperselisihkan sebagian.
4) Metode empiris Aristoletes telah meletakkan dasar-dasar sains dan logika formal
atau logika deduktif (Tafsir, A. 2003). Metode empiris inilah yang nantinya
menghasilkan aliran atau paham empirisme dalam filsafat.
c. Metode intuisi
Tokoh utama metode intuisi atau intuitif adalah Plotinos (204-270) dan Henri
Bergson (1859-1941). Sedangkan pokok-pokok pikiran Plotinos tentang metode intuisi
antara lain:
1. Pandangan Plotinos pada dasarnya merupakan suatu kulminasi atau sintesa
definitif dari beragam unsur filsafat Yunani. Plotinos mengaku penganut setia
pandangan Plato, tetapi sebenarnya pandangan Plotinos adalah integrasi dari
filsafat Plato, Aristoteles, Stoa dan Neo-Pythagoreanisme.
2. Metode Plotinos dalam filsafat disebut ‘intuitif’ atau ‘mistik’. Pola pemikiran
Plotinos sangat diwarnai oleh kondisi jaman waktu itu yang banyak dijumpai
kelompok-kelompok kontemplasi atau ‘mistik’.
3. Plotinos dianggap filosof pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta
dengan mengajukan ‘teori emanasi’. Tujuan filsafat menurut Plotinos adalah
mencapai pemahaman mistik, oleh karena itu metode intuisi ada yang menyamakan
dengan metode ‘mistik’.
4. Plotinos termasuk filosof yang menganut realitas idea, seperti Plato, hanya Plotinos
kurang memperhatikan masalah-masalah sosial seperti Plato. Sistem metafisika
Plotinos ditandai oleh konsep transendens atau mistik
5. Menurut Plotinos, di dalam pikiran manusia terdapat tiga realitas, yaitu: (1) The
One (Yang Esa, yaitu Tuhan). The One itu tidak dapat didekati melalui
penginderaan dan tidak dapat dipahami melalui pemikiran logis; (2) The Mind atau
Nous (idea-idea). Idea-Idea ini merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan
Mind adalah benar-benar kesatuan. Untuk bisa menghayati Mind manusia harus
melalui perenungan terdalam dalam hidupnya; dan (3) The Soul, yaitu realitas
ketiga dalam filsafat Plotinos. Soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak
dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu energi di belakang
dunia, dan bentuk-bentuk alam semesta.
Sedangkan Henri Bergson adalah filosof yang tertarik pada pandangan Plotinos.
Sedangkan pokok-pokok pikiran Bergson tentang metode intuisi antara lain:
1. Semua yang ada dalam kehidupan manusia adalah berakar pada dorongan hidup
I’elan vital, karena pada diri manusia terdapat ‘vitalitas naluri dan biologis’. Tetapi
hal yang paling kunci adalah ‘vitalitas spiritual’, oleh karena itu filsafat Henri
Bergson bersifat spiritualistis.
2. Bergson menyelami kegiatan spiritual intern di dalam individu kongkrit, dengan cara
ilmiah, yaitu cara atau metode yang dapat dipertanggungjawabkan (tidak seperti
Plotinus yang mistik).
3. Untuk mencairkan konsep-konsep dan untuk mengarahkan ‘visi’ dan ‘intuisi’
Bergson menggunakan banyak simbol. Simbol-simol itu tidak mematikan gerak.
Simbol itu mempunyai dua peranan, yaitu: (1) simbol itu menampakkan realitas
tersembunyi; dan (2) simbol-simbol yang mempunyai peran sebaliknya. Metode
Bergson bukan anti-intelektual, tetapi supra-intelektual (Bakker, A., 1984).
d. Metode skolastik
Filsafat skolastik terutama dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan
keuskupan. Diantara ciri utama metode filsafat skolastik antara lain: (1) filsafat menjadi
bagian integral dalam teologi; (2) para filosof utama yang mengajarkan integrasi filsafat
dengan agama adalah para imam dan biarawan; dan (3) mementingkan otonomi atau
mendasarkan akal budi manusia dan mengkaji hakikat kehadiran manusia di dunia.
Meskipun filsafat skolastik menyatukan antara filsafat dengan teologi, dia tidak sama
dengan pandangan-pandangan sebelumnya tentang eksistensi Tuhan. Filsafat skolastik
dengan tokoh utamanya Thomas Aquinas menjelaskan eksistensi Tuhan secara rasional,
sedangkan pandangan teologi sebelumnya dalam menjelaskan eksistensi Tuhan banyak
diwarnai oleh pemikiran mistik atau tidak rasional (Bakker, A., 1984).
Pokok-pokok pikiran dari filosof Thomas Aquinas (1225-1274) antara lain:
1. Hanya ada dua kekuatan yang menggerakkan dinamika perubahan dunia, yaitu agama
dan filsafat. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Tuhan bagi Aquinas
adalah Awal dan Akhir segala kebajikan.
2. Hakikat alam semesta ini adalah terdiri dari lima realitas kelas, yaitu: realitas anorganis,
realitas animal, realitas manusia, realitas malaikat, dan realitas Tuhan. Dan semua realitas
tersebut berpusat atau dibimbing oleh realitas Tuhan.
3. Filsafat Aquinas mendasarkan kepada eksistensi Tuhan, tetapi pandangannya tentang
eksistensi Tuhan berbeda dengan teolog sebelumnya. Menurut Aquinas eksistensi Tuhan
dapat dibuktikan dengan akal (rasional).
Ada empat dalil yang memperkuat pendapat Aquinas di atas, yaitu:
1) hakikat segala sesuatu di alam ini bergerak, dan sejatinya penggerak itu bukan benda
yang bergerak, tetapi ada Sang Penggerak Tunggal itulah Tuhan;
2) di dunia indrawi manusia terbukti ada sebab yang mencukupi (efficient cause)
(misalnya kebutuhan indra mata, dan sebagainya). Secara rasional tidak ada sesuatu
yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri. Jadi, ada Sumber Penyebab itulah
Tuhan;
3) logika kemungkinan dan keharusan (possibility and necessity). Di dunia ini hakikat
segala sesuatu itu bisa mungkin ada (possibility) dan harus ada (necessity). Penyebab
yang harus ada itulah Tuhan; dan
4) tentang hukum keteraturan alam. Manusia menyaksikan benda planet dalam sistem
tata surya dan benda-benda di alam ini bergerak dalam hukum keteraturan, padahal
benda-benda tersebut tidak mempunyai akal atau pengetahuan untuk bergerak
menuju keteraturan. Hal ini tentu membuktikan adanya Sang Pengatur Tunggal
itulah Tuhan.
e. Metode rasional
Tokoh utama metode geometris atau rasional modern adalah Rene Descartes
(1596-1650), dia adalah pendiri pemikiran modern atau tokoh besar dalam filsafat
rasionalisme, atau disebut sebagai ‘Bapak’ filsafat modern. Beberapa pokok pikiran
Descartes antara lain:
1. Akal (reason) adalah alat paling dasar dalam memperoleh pengetahuan (science) dan
menguji science serta untuk berpikir filsafat secara rasional. Sedangkan alat reason
dalam berpikir adalah kaidah-kaidah logis (logika).
2. Rasionalisme dalam filsafat sangat berguna sebagai teori pengetahuan (science).
Rasionalisme berpendapat bahwa pengetahuan itu datang dari penemuan akal atau
berpikir logis (logika). Jadi, dasar filsafat haruslah rasio (akal).
3. Menurut Descartes, basis (dasar) bagi filsafat itu bukan filsafat Sokrates-Plato (Filsafat
Yunani kuno atau Ancient philosophy), bukan filsafat abad pertengahan (middle ages
philosophy), dan bukan filsafat agama (religious philosophy), tetapi pondasi filsafat
adalah ‘aku yang berpikir’. Jadi, ketika saya berpikir adalah saya ada atau benar-benar
ada.
4. Descartes membangun kerangka berpikir dari ‘keraguan’ terhadap sesuatu, dari
‘keraguan’ terus berpikir logis menuju ke ‘kepastian’ untuk menemukan ‘keyakinan’
yang berada di balik keraguan itu, ketika keyakinan itu begitu jelas dan pasti (clear and
distinct) akhirnya diperoleh ‘keyakinan yang sempurna, yang disebut truths of
reason. Jadi, akal (reason) itulah basis (dasar) yang terpenting dalam berfilsafat.
f. Metode eksperimental
Tokoh metode eksperimental adalah David Hume ((1711-1776). Sedangkan pokok-
pokok pikiran Hume tentang pandangan eksperimentalnya antara lain:
1. Semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Semua pengertian dan kepastian
berasal dari observasi tingkah laku dan introspeksi tentang proses-proses psikologis.
2. Sikap objektif tanpa prasangka merupakan syarat mutlak bagi sikap ilmiah yang benar,
untuk mencapai hal itu manusia harus menggunakan ‘skeptis secara metodis’, yaitu
dengan cara menangguhkan segala pendapat tentang sesuatu dengan mengajukan
pertanyaan terlebih dahulu atau sanggahan (kontra) terhadap pendapat terdahulu. Hal
ini memunculkan paham skeptisisme.
3. Ada dua macam penalaran yang berkaitan dengan lingkup kajian dan pengertian ilmiah,
yaitu: (1) pemikiran abstrak tentang kuantitas (angka); dan (2) pemikiran eksperimental
mengenai fakta dan eksistensi. Selain dari kedua pemikiran tersebut dianggap tidak
ilmiah. Satu-satunya sumber bagi segala pengertian filosofis adalah ‘pengalaman
inderawi’.
4. Aspek progresif dalam metode Hume adalah bergerak dari yang sederhana menuju yang
kompleks (sintesa), disisi lain metode Hume juga bergerak dari pengalaman menuju ke
pengertian (induksi ala geometri). Pengalaman-pengalaman itu membentuk suatu
‘impresi’ (kesan umum), dari impresi itu dibentuk ide yang sederhana, contoh, impresi
sederhana tentang warna merah akan menghasilkan ide sederhana tentang warna merah,
contoh impresi kompleks tentang ‘metropolis’ akan menghasilkan ide yang kompleks
tentang metropolis. Jadi, impresi dan ide itu menyatu dalam imajinasi.
g. Metode kritisisme
Tokoh utama metode kritis atau aliran kritisisme adalah Immanuel Kant (1724-1804),
dia menilai bahwa abad ke 18 di Jerman mengalami masa atau era ‘Aufklarung’ atau jaman
pencerahan. Beberapa pokok pikiran Immanuel Kant tentang metode kritis atau aliran
kritisisme antara lain:
1. Kritisisme melakukan penyelidikan tentang batas-batas kemampuan rasio sebagai
sumber ilmu pengetahuan. Jadi, kritisisme berbeda dengan filsafat rasionalisme
sebelumnya yang mengakui kemampuan rasio secara mutlak.
2. Kritisisme Kant memandang bahwa: (1) objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan
bukan pada objek semata (subjek dan objek); (2) kemampuan rasio manusia itu terbatas
untuk mengetahui realitas atau hakikat realitas atau sesuatu, rasio hanya mampu
menjangkau gejala atau fenomena dari realitas; (3) pengenalan manusia atas sesuatu itu
diperoleh dari perpaduan antara apriori (berasal dari rasio dan kondisi objektif ruang
dan waktu) dan aposteriori (berasal dari pengalaman yang berupa materi dan bersifat
subjektif).
3. Tujuan kritisisme Kant adalah memugar sifat objektivisme dunia ilmu pengetahuan
yang bersumber dari rasionalisme; dan memugar sifat subjektivisme dunia ilmu
pengetahuan yang berumber dari empirisme. Oleh karena itu bagi Kant, syarat dasar
bagi semua ilmu pengetahuan adalah dua hal yaitu: (1) bersifat umum, mutlak, objektif;
dan (2) memberi pengetahuan yang baru berdasarkan realitas empiris. Jadi,
objektivisme (rasionalisme) dan subjektivisme (empirisme) adalah dua sisi yang saling
mengisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
4. Kritisisme Kant, mencoba mendamaikan antara rasionalisme (apriori) dengan
empirisme (aposteriori). Kritisisme Kant berusaha menjelaskan bahwa pengalaman
manusia merupakan sintesa dari unsur apriori dengan unsur aposteriori, keduanya
saling mengisi dan saling memberi makna kehidupan.
5. Tentang peran atau tugas ‘akal budi’ menurut Kant adalah menciptakan putusan-
putusan, oleh karena itu pengenalan akal budi adalah hasil sintesa dari ‘bentuk’ atau
kategori (apriori) dan ‘materi’ (aposteriori atau data-data inderawi).
6. Taraf rasio bagi Kant adalah, bahwa rasio membentuk argumentasi-argumentasi yang
dibimbing oleh tiga ide, yaitu: jiwa, dunia, dan Allah. Ide bagi Kant adalah ‘suatu cita-
cita yang menjamin adanya kesatuan terakhir dalam bidang: (1) gejala-gejala psikis
(jiwa); (2) kejadian-kejadian jasmani (dunia); dan (3) gejala-gejala hakikat Ada (Allah/
Tuhan)’. Menurut Kant, apa yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis (apriori)
harus diandaikan atas dasar rasio praktis (aposteriori). Tetapi tentang kebebasan
kehendak, immoralitas jiwa dan adanya Tuhan menurut Kant manusia tidak
mempunyai pengetahuan teoritis.
7. Kant berkesimpulan, bahwa kenyataan itu lebih luas daripada apa yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh manusia, dan Kant berusaha membangun
metafisika baru. Metafisika baru itu berdasarkan perpaduan keberadaan objektivisme
atau rasionalisme dengan keberadaan subjektivisme (empirisme) yang tidak saling
menafikan, tetapi saling mengisi dan menyempurnakan dalam memahami hakikat suatu
fenomena (Bakker, 1984; Praja.J.S.,2005).
h. Metode dialektika
Tokoh utama metode atau aliran dialektika adalah George Wilhelm Friedrich Hegel
(1770-1831). Beberapa pokok pikiran filsafat Hegel tentang metode dialektika antara lain:
a) Tentang Budi, ‘Budi’ memegang peran penting dalam proses sejarah kehidupan. Budi
itu aktif dalam dua bidang, yaitu: (1) sebagai ‘roh objektif’, maka budi menguasai hal-
hal dalam realitas objektif, yang bersifat tertib, teratur mengikuti hukum alam (unsur
apriori), memberi bentuk yang jelas; dan (2) sebagai ‘roh subjektif’, maka potensi budi
berperan untuk mengusai dirinya dan dapat mencari jalan di tengah-tengah kenyataan,
memberi isi. Atau roh subjektif itu berkaitan dengan akal budi subjek yang tahu (unsur
aposteriori).
Menurut Hegel, bahwa identifikasi antara ‘roh objektif’ dan ‘roh subjektif’ berlangsung
terus menerus (suatu proses sejarah). Jadi, proses sejarah kehidupan mengandung dua
aspek (roh objektif dan roh subjektif), keduanya saling koeksistensi, tindih-menindih,
saling mencerminkan, saling berjumpa dalam sintesa tertinggi yang disebut ‘Roh
Mutlak’, ketika roh mutlak tercapai maka sejarahpun tamat. Menurut Hegel, sejarah
merupakan suatu gerak menuju sebuah tujuan yang bersifat teleologis. Dalam filsafat
Hegel, unsur formal (objektif atau apriori) hampir tidak dapat dipisahkan dari unsur
material (subjektif atau aposteriori) (Ankersmit. 1987).
b) Tentang Dialektika. Menurut Hegel, dialektika adalah ‘susunan logis yang
menunjukkan bagaimana dalam perkembangan proses sejarah itu identifikasi diri Roh
atau ‘Budi terjadi’. Dasar dialektika Hegel adalah ‘penyangkalan setiap penegasan’.
Bagi Hegel, setiap konsep menimbulkan konsep yang berlawanan, atau setiap
pengertian seolah-olah tercermin dalam lawannya. Jadi, dialektika Hegel selalu secara
positif berbicara mengenai negasi atau penyangkalan. Contoh dialektika Hegel: pria
bukan wanita; absolut bukan relatif; makhluk (ciptaan) bukan khalik (pencipta); baik
bukan buruk; ide bukan alam (materi); beragam bukan satu; universal bukan singular;
aktif bukan pasif, dan seterusnya.
c) Hegel termasuk seorang filosof yang menganut aliran idealisme. Bagi Hegel kenyataan
identik dengan pikiran seseorang tentang kenyataan itu. Namun perlu dipahami
pandangan Hegel tentang idealisme, bahwa ‘idealisme bukan menjadi titik tolak atau
dasar utama dari segala sesuatu, melainkan hasil atau tugas yang diberikan oleh pikiran
(rasional) manusia’. Idealisme menurut Hegel akan mencapai perwujudannya yang
paripurna ketika Roh Subjektif dan Roh Objektif melaksanakan identifikasi diri secara
timbal balik (saling mengisi) di dalam Roh Mutlak. Proses saling mengisi antara Roh
Subjektif dan Roh Objektif adalah merupakan proses sejarah (proses kehidupan).
i. Metode fenomenologi
Tokoh metode atau aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938).
Beberapa pokok pikiran Husserl tentang fenomenologi antara lain:
1. Bagi Husserl, objek pertama bagi filsafat bukan dari ‘pengertian hasil rasionalistik’
tentang kenyataan, tetapi dari kenyataan itu sendiri.
2. Metode Husserl disebut metode fenomenologi, dengan beberapa ciri antara lain: (1)
titik tolak metodenya dalam objek dan subjek. Untuk mencapai objek pengertian
menurut keasliannya harus dilakukan metode reduksi (pembersihan) dari unsur-unsur
yang tidak nyata, misalnya membersihkan pengertian tentang sesuatu dari unsur-unsur
tradisi, manusia harus otonom. Jadi, yang dimaksud metode reduksi adalah ‘penundaan
segala pengetahuan yang ada tentang objek sebelum pengamatan intuisi dilakukan
berulang-ulang’; (2) objek penyelidikan adalah ‘fenomena’ atau gejala. Fenomena itu
adalah data dari gejala yang sederhana, tanpa ditambah hal lain (apa adanya); (3)
fenomena alam itu fakta (relasi) yang dapat diterapkan dalam observasi empiris, tetapi
fenomenologi Husserl juga dapat berupa pandangan ‘rohani’, namun fenomenologi
Husserl tidak sama dengan fenomenologi agama; (4) ‘metode reduksi’ merupakan salah
satu prinsip yang mendasari sikap fenomenologis. Untuk mengetahui sesuatu, seorang
fenomenologis harus bersikap netral atau otonom (tidak terpengaruh) dari teori atau
pandangan yang telah ada, artinya diberi kesempatan ‘berbicara tentang dirinya
sendiri’.
3. Ada tiga reduksi yang ditempuh untuk mencapai realitas fenomena dalam pendekatan
fenomenologis, yaitu: (1) reduksi fenomenologis, maksudnya adalah apa yang kita lihat
tentang segala sesuatu (misalnya ‘X’) dalam kehidupan sehari-hari kita yakini sebagai
kenyataan. Akan tetapi, karena yang dituju oleh fenomenologi adalah realitas dalam
arti yang ada diluar dirinya (di balik kenyataan ‘X’ yang nampak), dan pemahaman
dibalik yang nampak hanya dapat dicapai dengan ‘mengalami secara intuitif’, maka apa
yang kita anggap sebagai realitas dalam pandangan mata itu untuk sementara harus
‘ditinggalkan’, ‘segala subjektivitas disingkirkan’, ‘dibebaskan dari teori-teori yang
ada’, sehingga yang muncul dalam kesadaran adalah ‘fenomena itu sendiri’ (hal ini
disebut reduksi fenomenologis); (2) reduksi eidetis (inti sari), maksudnya adalah
dengan reduksi eidetis, semua segi, aspek dan profil dalam fenomena yang hanya
kebetulan dikesampingkan (karena aspek dan profil tersebut tidak menggambarkan
objek secara utuh). Setiap objek adalah kompleks mengandung aspek dan profil yang
tiada terhingga. Hakikat (realitas) yang dicari dalam reduksi eidetis adalah struktur
dasar yang fundamental dan hakiki. Dalam reduksi eidetis memberlakukan kriteria
kohersi, artinya, pengamatan yang terus menerus terhadap objek harus bisa dipadukan
dalam suatu horison yang konsisten; dan (3) reduksi fenomenologi transendental.
Reduksi ini tidak lagi mengenai objek, atau fenomena bukan mengenai hal-hal yang
menampakkan diri kepada kesadaran. Reduksi ini merupakan pengarahan ke subjek dan
mengenai hal-hal yang menampakkan diri dalam kesadaran. Kesadaran dalam
fenomenologi transendental, bukan kesadaran empiris (bendawi) lagi, melainkan
kesadaran yang bersifat murni atau transendental, yaitu sebagai ‘subjektivitas’ atau
‘aku transendental’. Dari reduksi fenomenologi transendental inilah yang menyebabkan
Husserl oleh para ahli dikategorikan penganut aliran idealisme (Rossides, 1978)
4. Tujuan dari adanya ketiga reduksi tersebut adalah menemukan bagaimana objek
dikonstitusi dengan fenomena asli dalam kesadaran. Namun para fenomenolog (murid-
murid Husserl) lebih banyak menggunakan reduksi fenomenologi (tidak menggunakan
reduksi fenomenologi transendental).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga reduksi tersebut
memberikan kejelasan bahwa metode fenomenologi itu menutut ‘manusia tidak begitu
saja menerima pengertian dan rumusan tentang sesuatu hal dari teori atau pandangan
sebelumnya, karena pengertian atau pemahaman tersebut belum menyentuh hakikat
dari apa yang kita tuju. Pandangan atau pengertian pertama tentang sesuatu perlu
dilanjutkan pada pandangan kedua untuk menghilangkan tabir yang menghalangi pada
pandangan pertama, pandangan kedua untuk menemukan hakikat objek’. Metode
fenomenologi ini di era sekarang banyak dipakai dalam studi filsafat, sosial budaya,
ideologi, dan politik (Praja, J.S., 2005).
j. Metode hermeneutik
Secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani ‘hermeneuein’ yang
berarti ‘menafsirkan’. Jadi, metode hermeneutik bisa diartikan sebagai ‘metode penafsiran
atau metode interpretasi’. Tokoh-tokoh dari metode hermeneutik antara lain
Schleiermacher (lahir di Breslau 1768); Wilhelm Dilthey (lahir di Jerman 1833); Jurgen
Habermas (lahir di Jerman 1929); Paul Ricoeur (lahir di Perancis 1913); dan Jacques
Derrida (lahir di Aljazair 1930), dan sebagainya. Ada beberapa konsep tentang metode
hermeneutik dalam studi filsafat antara lain:
a) Pada hakikatnya semua ilmu-ilmu pengetahuan tentang kehidupan (life sciences)
adalah memerlukan metode hermeneutik (cara penafsiran atau interpretasi). Karena
setiap pengetahuan selalu bersentuhan dengan pengalaman, dan setiap pengalaman
hidup akan diungkap dengan bahasa, dan sering bahasa yang digunakan untuk
menjelaskan pengalaman tersebut harus ditafsirkan agar bisa dimengerti oleh orang
lain.
b) Semua objek dalam hidup ini pada dasarnya adalah netral (objek adalah objek), yang
memberi ‘arti, fungsi dan makna’ suatu objek adalah subjek (manusia). Suatu benda
tertentu ‘X’ (objek) punya arti atau makna tertentu karena subjek (manusia) yang
manaruh perhatian atau memberi arti dan makna terhadap ‘X’ tersebut. Jadi, peran
‘penafsiran atau interpretasi’ seseorang tentang sesuatu adalah kunci dalam proses
hidup. Kadar kebenaran dari sesuatu hal sangat ditentukan oleh kualitas penafsiran atau
interpretasi terhadap sesuatu tersebut.
c) Semua interpretasi atau penafsiran mencakup ‘pemahaman’, namun sifat pemahaman
itu sangat kompleks dan luas. Oleh karena itu manusia tidak bisa memastikan kapan
sebenarnya seseorang itu mulai mengerti tentang sesuatu. Untuk dapat membuat
interpretasi (penafsiran) manusia harus lebih dahulu mengerti (understand) atau
memahami (comprehend) tentang sesuatu. Dan seseorang akan mengerti atau
memahami sesuatu dengan sungguh-sungguh harus berdasarkan pengetahuan yang
benar (correct), dari pengetahuan dan interpretasi yang benar kemudian manusia
merekonstruksi.
d) Seseorang yang melakukan penafsiran (interpretasi) tidak boleh bersifat pasif, ia harus
merekonstruksi ‘makna’ dibalik fenomena. Alat atau media dalam melakukan
rekonstruksi fenomena adalah: cakrawala intelektual penafsir dalam menganalisis suatu
fenomena; pengalaman historis penafsir; latar belakang sosial budaya penafsir; dan
kemampuan bahasa untuk mengkomunikasikan hasil interpretasi.
e) Metode hermeneutik, menegaskan bahwa manusia autentik selalu dilihat dalam konteks
waktu dan ruang (time and space) dimana manusia sendiri mengalami dan
menghayatinya. Artinya, memahami manusia dengan segala pola perilakunya hanya
bisa dilakukan dengan cara ‘memahami situasi sosal-budaya dan lingkungan sehari-
harinya dimana manusia itu hidup’.
f) Hermeneutik sebagai metode studi filsafat, mempunyai sifat dasar yaitu ‘luwes’ sesuai
dengan perkembangan jaman dan bersifat open-mindedness. Cara kerja hermeneutik
dalam memahami fenomena hidup adalah lebih menekankan pada penafsiran atau
interpretasi yang berbasis pada ‘manusia yang mengalami’ atau ‘individu dalam
situasinya’ sendiri (Sumaryono, 1999).
SISTEMATIKA FILSAFAT
A. Pengertian Sistematika Studi Filsafat Umum
Secara bahasa kata sistematika filsafat berasal dari dua kata yaitu sistematika dan
filsafat. Sistematika atau struktur, dalam bahasa inggris Systematic adalah susunan, dalam
kamus bahasa indonesia sistematika adalah susunan aturan ; pengetahuan mengenai
sesuatu sistem.
Sistematika filsafat adalah suatu uraian yang memuat atau mengenai seluruh bagian
atau komponen permasalahan filsafat, termasuk kaitan antar bagiannya, sejajar atau
bertingkat menurut sistem atau susunan tertentu.
Jadi sistematika studi filsafat umum adalah susunan atau urutan dalam mempelajari
permasalahan filsafat secara menyeluruh atau umum.
B. Sistematika Studi Filsafat Umum
1. Ontologi
Secara Etimologi ontologi berasal dari kata onto yang berarti organ dan logos yang
berarti perbincangan atau pemikiran. Secara terminologi ontologi adalah persoalan tentang
sesuatu yang ada.
Ontologi salah satu cabang filsafat yang membicarakan tentang suatu hal yang ada.
Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi mempersoalkan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakiki suatu ilmu, serta bagaimana hubungannya
dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang
membuahkan pengetahuan.
Objek pembahasan Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan
tertentu, tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap
kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu
merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-
benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.
Dari definisi tersebut, yang dipersoalkan adalah tentang ada, mengapa ada itu
dipermasalahkan, itu karena memang kata ada itu mengandung suatu permasalahan.
Misalnya adalah ketika seorang guru itu ada, maka untuk menentukan bahwa guru itu ada
adalah dengan adanya suatu tanda tangan dalam daftar hadir, meskipun fisiknya berada di
mall, kantin atau pasar itu tidak penting. Itulah yang menjadikan suatu kerumita n,
bagaimana kriteria ada? Apakah yang tidak ada itu ada? Lalu apakah tidak ada itu sama
dengan ada? Dari pertanyaan tersebut kata ada mennjukkan suatu permasalahan, bahwa
ada itu sama atau tidak.
Dari pembahasan ontologi tersebut, memunculkan beberapa pandangan yang
dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
a. Materialisme
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah
materi. Sesuatu yang ada hanya mungkin lahir dari yang ada. Dan seluruh yang ada di
dunia ini tidak ada selain materi atau alam dan dunia fisik adalah satu.
b. Idealisme
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, aliran ini memandang roh
sebagai kenyataan sejati, dan mengajarkan bahwa hakiat dunia fisik ini hanya dapat
dipahami dengan adanya jiwa dan ruh. Istilah Idealisme diambil dari kata idea, yakni
sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran yang
menganggap bahwa realitas dalam suatu kehidupan ini terdiri atas ruh-ruh atau jiwa, ide-
ide dan fikiran atau yang sejenis dengan hal tersebut.
c. Dualisme
Dualisme adalah suatu ajaran ataupun faham yang memandang atau menganggap
bahwa alam ini terdiri dari dua macam hakikat, yaitu hakikat materi dan ruhani. Kedua
hal tersebut saling berhubungan, namun keduanya saling berdiri sendiri.
d. Agnotisisme
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu
ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
e. Logika
Logika adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang dikembangkan oleh
Aristoteles. Logika membahas tentang norma-norma berfikir yang benar agar diperoleh
dan terbentuk suatu pengetahuan yang benar.
2. Epistemologi
Epistimologi adalah cabang filsafat yang mempersoalkan atau membicarakan tentang
suatu pengetahuan dan kebenaran suatu pengetahuan tersebut.
Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan
pengetahuan mistik. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia dari berbagai cara dan dengan
berbagai alat. Sehingga dalam epistemologi muncul beberapa aliran yang berbicara tentang itu.
a. Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria, artinya
pengalaman. Empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh dari suatu pengalaman
dalam observasi atau pengindraan.
Bapak aliran ini adalah John Locke (1632-1704), yang mana pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksutnya iaah bahwa
manusia itu pada mulanya kosong dari pegetahuan, lantas pegalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Jadi, pengalaman indra itulah sumber pengetahuan
yang benar.
Namun aliran ini memiliki banyak kelemahan yang disebabkan:
1) Indra sifatnya terbatas
2) Indra sering menipu
3) Objek juga menipu
4) Indra sekkaligus objeknya. Karena kelemahan dari empirisme ini disebabkan oleh
keterbatasan indramanusia sehingga muncullah aliran rasionalisme
b. Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasarkan rasio atau akal yang mana aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar
diperoleh dan diukur melalui akal.
Zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke-17 sampai akhir abad ke-18.
Pada zaman ini khas dari keilmuan adalah penggunaan daya eksklusif daya akal budi untuk
menemukan kebenaran.
c. Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran atau faham yang berorientasi kepada ilmu pengetahuan
alam, tetapi menolah metafisika.
Pada dasarnya positivisme bukanah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya
menyempurnakan gabungan empirisisme dan rasionalisme. Dengan kata lain, positivisme
menyempurnakan metode ilmiyah (scientific method) dengan memasukkan perlunya
eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisisme
dan rasionalisme.
d. Intuisionisme
Intuisionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap naluri/perasaan adalah
suatu sumber dari pengetahuan dan kebenaran.
3. Aksiologi
Aksiologi atau filsafat penilaian, secara formal baru muncul pada abad ke-19. Aksiologi
membahas tentang nilai dan penilaian yang mana menyangkut banyak pendapat didalamnya.
Menurut Nicolai Hartman, bahwa nilai adalah esensi dan ise platonik. Nilai selalu
berhubungan dengan benda yng menjadi penghubungnya. Hal ini berarti bahwa nilai itu tidak
nyata.
Langeveld mengemukakan pendapat bahwa aksiologi terdiri dari dua hal utama. Yaitu:
a. Etika
Etika adalah bagian filsafat nilai dan penilaian yang berhubungan atau yang
membicarakan tentang perilaku manusia. Semua perilaku itu memiliki nilai dan tidak bebas
dari penilaian. Tidak benar bila suatu perilaku itu dikatakan etis atau tidak etis, lebih tepatnya
prilaku itu adalah beretika baik dan tidak baik
Etika juga disebut dengan moral, istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek
material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah
kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak
masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi
bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana
suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan
Teologis.
1) Deontologis
Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku,
konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu
perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik
apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
2) Teologis
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari
perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari
indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan
utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 –
1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).
b. Estetika
Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel),
pertanyaan (Langer), Issue (Farber) mengenai keindahan, menyangkup ruang lingkup, nilai,
pengalaman, perilaku dan pemikiran seniman, seni, serta persoalan estetika dan seni dalam
kehidupan manusia.
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari
kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera
atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap
nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.
Estetika atau filsafat seni ini mencari landasan atau asumsi sehingga teori keindahanlebih
tepat dianggap sebagai kajian ilmiyah dalam membahas fenomena atau wujud kesenian
daripada dasar-dasar bagi wacana seni.
Hubungan etika dan estetika adalah diantara kedunya telah melahirkan objek estetika,
terutama berandaskan pada moralitas. Hal tersebut adalah mengenai moralitas sebagai
serentetan issu imperatif dalam hubungannya dengan perintah dan alasan.
Makalah filsafat kelompok 2

More Related Content

What's hot

Filsafat administrasi
Filsafat administrasiFilsafat administrasi
Filsafat administrasiAndi Irawan
 
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologiproblematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologiLtfltf
 
hubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafathubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafatrizkieriyanto
 
Sap filsafat umum imam mex 2012
Sap filsafat umum imam mex 2012Sap filsafat umum imam mex 2012
Sap filsafat umum imam mex 2012Dede Zhainztha
 
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat IlmuMakalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat Ilmusayid bukhari
 
Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)
Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)
Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)iin_sainah
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafatajibk
 
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanFilsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanEkoBowo2
 
Filsafat dan ilmu
Filsafat dan  ilmuFilsafat dan  ilmu
Filsafat dan ilmuifa lutfita
 
Makalah materialisme
Makalah materialismeMakalah materialisme
Makalah materialismeErna Mariana
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umumAyah Abeeb
 
Makalah pengantar filsafat
Makalah pengantar filsafatMakalah pengantar filsafat
Makalah pengantar filsafatnewskiem
 
Pertanyaan filsafat umum
Pertanyaan filsafat umum Pertanyaan filsafat umum
Pertanyaan filsafat umum Dion tomy
 
Presentasi ontologi
Presentasi ontologiPresentasi ontologi
Presentasi ontologiIbnu Fajar
 

What's hot (20)

Filsafat administrasi
Filsafat administrasiFilsafat administrasi
Filsafat administrasi
 
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologiproblematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
 
Ppt. objek filsafat
Ppt. objek filsafatPpt. objek filsafat
Ppt. objek filsafat
 
hubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafathubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafat
 
Definisi Filsafat Ilmu
Definisi Filsafat IlmuDefinisi Filsafat Ilmu
Definisi Filsafat Ilmu
 
Sap filsafat umum imam mex 2012
Sap filsafat umum imam mex 2012Sap filsafat umum imam mex 2012
Sap filsafat umum imam mex 2012
 
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat IlmuMakalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
 
Epistemologi
EpistemologiEpistemologi
Epistemologi
 
asrangeofisika
asrangeofisikaasrangeofisika
asrangeofisika
 
Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)
Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)
Aliran aliran dalam filsafat ilmu (aliran empirisme)
 
Filsafat ilmu
Filsafat ilmuFilsafat ilmu
Filsafat ilmu
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanFilsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
 
Filsafat dan ilmu
Filsafat dan  ilmuFilsafat dan  ilmu
Filsafat dan ilmu
 
Filsafat umum
Filsafat umumFilsafat umum
Filsafat umum
 
Makalah materialisme
Makalah materialismeMakalah materialisme
Makalah materialisme
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umum
 
Makalah pengantar filsafat
Makalah pengantar filsafatMakalah pengantar filsafat
Makalah pengantar filsafat
 
Pertanyaan filsafat umum
Pertanyaan filsafat umum Pertanyaan filsafat umum
Pertanyaan filsafat umum
 
Presentasi ontologi
Presentasi ontologiPresentasi ontologi
Presentasi ontologi
 

Similar to Makalah filsafat kelompok 2

Makalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanMakalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanTjoetnyak Izzatie
 
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1Grunge Cobain
 
[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPA[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPAIrma Fitriani
 
Annisa kusumaningrum dkk
Annisa kusumaningrum dkkAnnisa kusumaningrum dkk
Annisa kusumaningrum dkkDinda Tugas
 
Dasar dasar ilmu
Dasar dasar ilmuDasar dasar ilmu
Dasar dasar ilmuFery Zahuri
 
Tugas mandiri fki juliana rafiati
Tugas mandiri fki juliana rafiatiTugas mandiri fki juliana rafiati
Tugas mandiri fki juliana rafiatiJulianaRafiati
 
Makalah filsafat
Makalah filsafat Makalah filsafat
Makalah filsafat AnggiChaca
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie nothChie NoTh
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie nothChie NoTh
 
Bab iii pembahasan
Bab iii pembahasanBab iii pembahasan
Bab iii pembahasanCindar Tyas
 
Ppt hasbi filsafat olahraga
Ppt hasbi filsafat olahragaPpt hasbi filsafat olahraga
Ppt hasbi filsafat olahragaHasbi Asshiddiqi
 
Filsafat materialisme untuk materi kuliah
Filsafat materialisme untuk materi kuliahFilsafat materialisme untuk materi kuliah
Filsafat materialisme untuk materi kuliahMeylinLagi
 
Makalah filsafat pak sigit
Makalah filsafat pak sigitMakalah filsafat pak sigit
Makalah filsafat pak sigitDwiAyu41
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanvian rahayu
 

Similar to Makalah filsafat kelompok 2 (20)

Makalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanMakalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikan
 
Makalah filsafat pendidikan2
Makalah filsafat pendidikan2Makalah filsafat pendidikan2
Makalah filsafat pendidikan2
 
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
 
[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPA[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPA
 
Filsafat kelompok 3
Filsafat kelompok 3Filsafat kelompok 3
Filsafat kelompok 3
 
Annisa kusumaningrum dkk
Annisa kusumaningrum dkkAnnisa kusumaningrum dkk
Annisa kusumaningrum dkk
 
Dasar dasar ilmu
Dasar dasar ilmuDasar dasar ilmu
Dasar dasar ilmu
 
Tugas mandiri fki juliana rafiati
Tugas mandiri fki juliana rafiatiTugas mandiri fki juliana rafiati
Tugas mandiri fki juliana rafiati
 
Makalah filsafat
Makalah filsafat Makalah filsafat
Makalah filsafat
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Filsafat Pendidikan
Filsafat PendidikanFilsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan
 
Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie noth
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie noth
 
Bab iii pembahasan
Bab iii pembahasanBab iii pembahasan
Bab iii pembahasan
 
Ppt hasbi filsafat olahraga
Ppt hasbi filsafat olahragaPpt hasbi filsafat olahraga
Ppt hasbi filsafat olahraga
 
Filsafat materialisme untuk materi kuliah
Filsafat materialisme untuk materi kuliahFilsafat materialisme untuk materi kuliah
Filsafat materialisme untuk materi kuliah
 
Makalah filsafat pak sigit
Makalah filsafat pak sigitMakalah filsafat pak sigit
Makalah filsafat pak sigit
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasila
 

Recently uploaded

PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxPPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxsitifaiza3
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugaslisapalena
 
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxInstrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxZhardestiny
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 

Recently uploaded (9)

PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxPPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
 
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxInstrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 

Makalah filsafat kelompok 2

  • 1. MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATERI KELOMPOK 2 “METODE PEMBAHASAN FILSAFAT DAN SISTEMATIKA FILSAFAT” Dosen Pengampu: Rifa Nurmilah, S.Pd.,M.Pd Oleh Mahasiswa 2017-A Nama: 1. Fitriana Alfi Royana (175002) 2. Yustika Astari (175018) SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA JOMBANG 2020
  • 2. Metode Pembahasan Filsafat Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah). Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan. (Anton Bakker, 1984, hlm. 10) Menurut Stephen C. Pepper, dalam Sumaryono (1999), metode filsafat bukanlah metode ‘ketergantungan’ atau ‘kepastian’, melainkan lebih merupakan ‘metode hipotesis’. Pepper menyebut metode filsafat yaitu ‘hipotesis filsafat’ sebagai ‘hipotesis dunia’, yaitu ‘hipotesis yang sama sekali tidak mempunyai batas, dan yang memperhitungkan semua kenyataan atau evidensi. Hipotesis dunia mencakup semua hal, baik yang khusus atau yang abstrak sejauh hal itu mungkin ada. Jadi, hipotesis filsafat (metode filsafat) berbeda dengan hipotesis ilmiah (bersifat spesifik, pasti, dan harus bisa teruji secara empirik). Hipotesis filsafat bersifat spekulatif, mendalam dan komprehensif (hakikat sesuatu). Ada beberapa macam metode filsafat, antara lain: (a) metode kritis; (b) metode empiris; (c) metode intuisi; (d) metode skolastik; (e) metode rasional; (f) metode eksperimental; (g) metode kritis transendental; (h) metode dialektika; (i) metode fenomenologi; dan (j) metode hermeneutik (Bakker, A., 1984; Sumaryono, 1999). Berikut ini diuraikan pokok-pokok pikiran dari beberapa metode filsafat tersebut secara singkat untuk membekali para pembaca dalam melakukan kajian filsafat lebih lanjut pada sumber-sumber ilmiah. a. Metode kritis Tokoh utama metode kritis adalah Sokrates (470-399 SM) dan muridnya yaitu Plato (427-347 SM). Beberapa pokok pikiran ‘metode kritis’ Sokrates antara lain: 1. Metode kritis merupakan analisis istilah dan pendapat dalam proses dialog dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut fenomena sosial atau fenomena alam. 2. Metode kritis merupakan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan dalam dialog. Dengan jalan bertanya atau berdialog secara kritis, seseorang dapat membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak sesuatu dan akhirnya ditemukan hakikat dari sesuatu. 3. Sokrates, mengajarkan agar manusia selalu mengajukan pertanyaan baru tentang segala sesuatu, ketika muncul jawaban dari pertanyaan tersebut, maka harus terus dimunculkan pertanyaan lagi dari jawaban yang ada (proses dialektika), demikian seterusnya. Jadi, dialektika itu menjadi suatu pemeriksaan teliti, semacam cross examination, dengan membandingkan jawaban dalam dialog. 4. Bagi Sokrates, hakikat ‘kebijaksanaan’ adalah kesanggupan seseorang terus bertanya dan berdialog untuk membuka hati-pikiran agar tetap mampu menerima pengetahuan sejati, yaitu pengetahuan mengenai kebaikan susila atau ‘kebijaksanaan’ (sophrosyne). Kebijaksanaan itu bukan diperoleh melalui hapalan dari diktat, melainkan melalui proses pencarian pribadi dan pengalaman pribadi. Oleh karena itu manusia menjadi angry with himself and gentle to others. Sedangkan beberapa pokok pikiran ‘metode kritis’ dari filosof Plato antara lain:
  • 3. 1. Metode filosofis paling utama adalah dialog, dan kemampuan berdialog merupakan seni manusiawi yang paling tinggi. Sebenarnya metode Plato merupakan perluasan atau penyempurnaan metode kritis gurunya yaitu Sokrates. 2. Plato memperkenalkan dialog-dialog dengan menyebut ‘dialog tengah’ atau ‘metode hipotesis’. 3. Menurut Plato, kebenaran umum (definisi) itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif (seperti pendapat Sokrates), pengertian umum (definisi) itu sudah tersedia di ‘sana’ yaitu di ‘alam idea’. 4. Hakikat esensi itu mempunyai realitas, dan realitas itu di ‘alam idea’ itu. Jadi, kebenaran umum itu bukan dibuat tetapi sudah ada di alam idea. Sebenarnya baik Plato maupun gurunya yaitu Sokrates sama-sama mengakui kekuatan akal (reason) dan kekuatan hati (rasa dan larsa) (Tafsir, A., 2003). b. Metode empiris Tokoh utama metode empiris adalah Aristoteles (384 SM). Aristoteles merupakan murid dan teman Plato, tetapi warna filsafat Aristoteles berbeda dengan Sokrates dan Plato. Aristoteles lebih sistematis dan sangat dipengaruhi oleh metode empiris, dia dikenal sebagai Bapak logika, dan logika Aristoteles sering disebut logika formal. Beberapa pokok pikiran Aristoteles antara lain: 1) Prinsip-prinsip ajaran Aristoteles menyangkut banyak aspek, yaitu prinsip-prinsip sains, politik, retorika, dan dialektika. 2) Aristoteles sangat tertarik kepada natural sciences (ilmu-ilmu alam), oleh karena itu ia mementingkan observasi ilmiah (metode empiris). 3) Bagi Aristoteles, manusia dapat mencapai kebenaran ilmiah. Setiap objek terdiri atas matter dan form, keduanya bisa bersatu (hal ini yang membedakan dengan Plato, yang menganggap matter dan form tidak bisa bersatu). Matter itu potentiality atau potensial (memberikan substansi sesuatu), sedangkan form itu aktualitas (memberikan pembungkusnya). Tetapi ada substansi yang ‘murni form’ tanpa potentiality (tanpa matter) yaitu Tuhan. Menurut Aristoteles bukti adanya Tuhan adalah ‘Tuhan sebagai penyebab gerak’ (a first cause of movement). Eksistensi Tuhan dapat dicapai dengan akal. Jadi, Aristoteles filosof yang mampu mengakhiri pertentangan antara akal dan hati (iman). Kekuasaan akal mulai dibatasi, ada kebenaran yang umum. Tidak semua kebenaran itu relatif. Sains dapat dipegang sebagian dan diperselisihkan sebagian. 4) Metode empiris Aristoletes telah meletakkan dasar-dasar sains dan logika formal atau logika deduktif (Tafsir, A. 2003). Metode empiris inilah yang nantinya menghasilkan aliran atau paham empirisme dalam filsafat. c. Metode intuisi Tokoh utama metode intuisi atau intuitif adalah Plotinos (204-270) dan Henri Bergson (1859-1941). Sedangkan pokok-pokok pikiran Plotinos tentang metode intuisi antara lain: 1. Pandangan Plotinos pada dasarnya merupakan suatu kulminasi atau sintesa definitif dari beragam unsur filsafat Yunani. Plotinos mengaku penganut setia pandangan Plato, tetapi sebenarnya pandangan Plotinos adalah integrasi dari filsafat Plato, Aristoteles, Stoa dan Neo-Pythagoreanisme.
  • 4. 2. Metode Plotinos dalam filsafat disebut ‘intuitif’ atau ‘mistik’. Pola pemikiran Plotinos sangat diwarnai oleh kondisi jaman waktu itu yang banyak dijumpai kelompok-kelompok kontemplasi atau ‘mistik’. 3. Plotinos dianggap filosof pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta dengan mengajukan ‘teori emanasi’. Tujuan filsafat menurut Plotinos adalah mencapai pemahaman mistik, oleh karena itu metode intuisi ada yang menyamakan dengan metode ‘mistik’. 4. Plotinos termasuk filosof yang menganut realitas idea, seperti Plato, hanya Plotinos kurang memperhatikan masalah-masalah sosial seperti Plato. Sistem metafisika Plotinos ditandai oleh konsep transendens atau mistik 5. Menurut Plotinos, di dalam pikiran manusia terdapat tiga realitas, yaitu: (1) The One (Yang Esa, yaitu Tuhan). The One itu tidak dapat didekati melalui penginderaan dan tidak dapat dipahami melalui pemikiran logis; (2) The Mind atau Nous (idea-idea). Idea-Idea ini merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan Mind adalah benar-benar kesatuan. Untuk bisa menghayati Mind manusia harus melalui perenungan terdalam dalam hidupnya; dan (3) The Soul, yaitu realitas ketiga dalam filsafat Plotinos. Soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu energi di belakang dunia, dan bentuk-bentuk alam semesta. Sedangkan Henri Bergson adalah filosof yang tertarik pada pandangan Plotinos. Sedangkan pokok-pokok pikiran Bergson tentang metode intuisi antara lain: 1. Semua yang ada dalam kehidupan manusia adalah berakar pada dorongan hidup I’elan vital, karena pada diri manusia terdapat ‘vitalitas naluri dan biologis’. Tetapi hal yang paling kunci adalah ‘vitalitas spiritual’, oleh karena itu filsafat Henri Bergson bersifat spiritualistis. 2. Bergson menyelami kegiatan spiritual intern di dalam individu kongkrit, dengan cara ilmiah, yaitu cara atau metode yang dapat dipertanggungjawabkan (tidak seperti Plotinus yang mistik). 3. Untuk mencairkan konsep-konsep dan untuk mengarahkan ‘visi’ dan ‘intuisi’ Bergson menggunakan banyak simbol. Simbol-simol itu tidak mematikan gerak. Simbol itu mempunyai dua peranan, yaitu: (1) simbol itu menampakkan realitas tersembunyi; dan (2) simbol-simbol yang mempunyai peran sebaliknya. Metode Bergson bukan anti-intelektual, tetapi supra-intelektual (Bakker, A., 1984). d. Metode skolastik Filsafat skolastik terutama dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Diantara ciri utama metode filsafat skolastik antara lain: (1) filsafat menjadi bagian integral dalam teologi; (2) para filosof utama yang mengajarkan integrasi filsafat dengan agama adalah para imam dan biarawan; dan (3) mementingkan otonomi atau mendasarkan akal budi manusia dan mengkaji hakikat kehadiran manusia di dunia. Meskipun filsafat skolastik menyatukan antara filsafat dengan teologi, dia tidak sama dengan pandangan-pandangan sebelumnya tentang eksistensi Tuhan. Filsafat skolastik dengan tokoh utamanya Thomas Aquinas menjelaskan eksistensi Tuhan secara rasional, sedangkan pandangan teologi sebelumnya dalam menjelaskan eksistensi Tuhan banyak diwarnai oleh pemikiran mistik atau tidak rasional (Bakker, A., 1984). Pokok-pokok pikiran dari filosof Thomas Aquinas (1225-1274) antara lain:
  • 5. 1. Hanya ada dua kekuatan yang menggerakkan dinamika perubahan dunia, yaitu agama dan filsafat. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Tuhan bagi Aquinas adalah Awal dan Akhir segala kebajikan. 2. Hakikat alam semesta ini adalah terdiri dari lima realitas kelas, yaitu: realitas anorganis, realitas animal, realitas manusia, realitas malaikat, dan realitas Tuhan. Dan semua realitas tersebut berpusat atau dibimbing oleh realitas Tuhan. 3. Filsafat Aquinas mendasarkan kepada eksistensi Tuhan, tetapi pandangannya tentang eksistensi Tuhan berbeda dengan teolog sebelumnya. Menurut Aquinas eksistensi Tuhan dapat dibuktikan dengan akal (rasional). Ada empat dalil yang memperkuat pendapat Aquinas di atas, yaitu: 1) hakikat segala sesuatu di alam ini bergerak, dan sejatinya penggerak itu bukan benda yang bergerak, tetapi ada Sang Penggerak Tunggal itulah Tuhan; 2) di dunia indrawi manusia terbukti ada sebab yang mencukupi (efficient cause) (misalnya kebutuhan indra mata, dan sebagainya). Secara rasional tidak ada sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri. Jadi, ada Sumber Penyebab itulah Tuhan; 3) logika kemungkinan dan keharusan (possibility and necessity). Di dunia ini hakikat segala sesuatu itu bisa mungkin ada (possibility) dan harus ada (necessity). Penyebab yang harus ada itulah Tuhan; dan 4) tentang hukum keteraturan alam. Manusia menyaksikan benda planet dalam sistem tata surya dan benda-benda di alam ini bergerak dalam hukum keteraturan, padahal benda-benda tersebut tidak mempunyai akal atau pengetahuan untuk bergerak menuju keteraturan. Hal ini tentu membuktikan adanya Sang Pengatur Tunggal itulah Tuhan. e. Metode rasional Tokoh utama metode geometris atau rasional modern adalah Rene Descartes (1596-1650), dia adalah pendiri pemikiran modern atau tokoh besar dalam filsafat rasionalisme, atau disebut sebagai ‘Bapak’ filsafat modern. Beberapa pokok pikiran Descartes antara lain: 1. Akal (reason) adalah alat paling dasar dalam memperoleh pengetahuan (science) dan menguji science serta untuk berpikir filsafat secara rasional. Sedangkan alat reason dalam berpikir adalah kaidah-kaidah logis (logika). 2. Rasionalisme dalam filsafat sangat berguna sebagai teori pengetahuan (science). Rasionalisme berpendapat bahwa pengetahuan itu datang dari penemuan akal atau berpikir logis (logika). Jadi, dasar filsafat haruslah rasio (akal). 3. Menurut Descartes, basis (dasar) bagi filsafat itu bukan filsafat Sokrates-Plato (Filsafat Yunani kuno atau Ancient philosophy), bukan filsafat abad pertengahan (middle ages philosophy), dan bukan filsafat agama (religious philosophy), tetapi pondasi filsafat adalah ‘aku yang berpikir’. Jadi, ketika saya berpikir adalah saya ada atau benar-benar ada. 4. Descartes membangun kerangka berpikir dari ‘keraguan’ terhadap sesuatu, dari ‘keraguan’ terus berpikir logis menuju ke ‘kepastian’ untuk menemukan ‘keyakinan’ yang berada di balik keraguan itu, ketika keyakinan itu begitu jelas dan pasti (clear and distinct) akhirnya diperoleh ‘keyakinan yang sempurna, yang disebut truths of reason. Jadi, akal (reason) itulah basis (dasar) yang terpenting dalam berfilsafat.
  • 6. f. Metode eksperimental Tokoh metode eksperimental adalah David Hume ((1711-1776). Sedangkan pokok- pokok pikiran Hume tentang pandangan eksperimentalnya antara lain: 1. Semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Semua pengertian dan kepastian berasal dari observasi tingkah laku dan introspeksi tentang proses-proses psikologis. 2. Sikap objektif tanpa prasangka merupakan syarat mutlak bagi sikap ilmiah yang benar, untuk mencapai hal itu manusia harus menggunakan ‘skeptis secara metodis’, yaitu dengan cara menangguhkan segala pendapat tentang sesuatu dengan mengajukan pertanyaan terlebih dahulu atau sanggahan (kontra) terhadap pendapat terdahulu. Hal ini memunculkan paham skeptisisme. 3. Ada dua macam penalaran yang berkaitan dengan lingkup kajian dan pengertian ilmiah, yaitu: (1) pemikiran abstrak tentang kuantitas (angka); dan (2) pemikiran eksperimental mengenai fakta dan eksistensi. Selain dari kedua pemikiran tersebut dianggap tidak ilmiah. Satu-satunya sumber bagi segala pengertian filosofis adalah ‘pengalaman inderawi’. 4. Aspek progresif dalam metode Hume adalah bergerak dari yang sederhana menuju yang kompleks (sintesa), disisi lain metode Hume juga bergerak dari pengalaman menuju ke pengertian (induksi ala geometri). Pengalaman-pengalaman itu membentuk suatu ‘impresi’ (kesan umum), dari impresi itu dibentuk ide yang sederhana, contoh, impresi sederhana tentang warna merah akan menghasilkan ide sederhana tentang warna merah, contoh impresi kompleks tentang ‘metropolis’ akan menghasilkan ide yang kompleks tentang metropolis. Jadi, impresi dan ide itu menyatu dalam imajinasi. g. Metode kritisisme Tokoh utama metode kritis atau aliran kritisisme adalah Immanuel Kant (1724-1804), dia menilai bahwa abad ke 18 di Jerman mengalami masa atau era ‘Aufklarung’ atau jaman pencerahan. Beberapa pokok pikiran Immanuel Kant tentang metode kritis atau aliran kritisisme antara lain: 1. Kritisisme melakukan penyelidikan tentang batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber ilmu pengetahuan. Jadi, kritisisme berbeda dengan filsafat rasionalisme sebelumnya yang mengakui kemampuan rasio secara mutlak. 2. Kritisisme Kant memandang bahwa: (1) objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek semata (subjek dan objek); (2) kemampuan rasio manusia itu terbatas untuk mengetahui realitas atau hakikat realitas atau sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejala atau fenomena dari realitas; (3) pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh dari perpaduan antara apriori (berasal dari rasio dan kondisi objektif ruang dan waktu) dan aposteriori (berasal dari pengalaman yang berupa materi dan bersifat subjektif). 3. Tujuan kritisisme Kant adalah memugar sifat objektivisme dunia ilmu pengetahuan yang bersumber dari rasionalisme; dan memugar sifat subjektivisme dunia ilmu pengetahuan yang berumber dari empirisme. Oleh karena itu bagi Kant, syarat dasar bagi semua ilmu pengetahuan adalah dua hal yaitu: (1) bersifat umum, mutlak, objektif; dan (2) memberi pengetahuan yang baru berdasarkan realitas empiris. Jadi,
  • 7. objektivisme (rasionalisme) dan subjektivisme (empirisme) adalah dua sisi yang saling mengisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 4. Kritisisme Kant, mencoba mendamaikan antara rasionalisme (apriori) dengan empirisme (aposteriori). Kritisisme Kant berusaha menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan sintesa dari unsur apriori dengan unsur aposteriori, keduanya saling mengisi dan saling memberi makna kehidupan. 5. Tentang peran atau tugas ‘akal budi’ menurut Kant adalah menciptakan putusan- putusan, oleh karena itu pengenalan akal budi adalah hasil sintesa dari ‘bentuk’ atau kategori (apriori) dan ‘materi’ (aposteriori atau data-data inderawi). 6. Taraf rasio bagi Kant adalah, bahwa rasio membentuk argumentasi-argumentasi yang dibimbing oleh tiga ide, yaitu: jiwa, dunia, dan Allah. Ide bagi Kant adalah ‘suatu cita- cita yang menjamin adanya kesatuan terakhir dalam bidang: (1) gejala-gejala psikis (jiwa); (2) kejadian-kejadian jasmani (dunia); dan (3) gejala-gejala hakikat Ada (Allah/ Tuhan)’. Menurut Kant, apa yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis (apriori) harus diandaikan atas dasar rasio praktis (aposteriori). Tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa dan adanya Tuhan menurut Kant manusia tidak mempunyai pengetahuan teoritis. 7. Kant berkesimpulan, bahwa kenyataan itu lebih luas daripada apa yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh manusia, dan Kant berusaha membangun metafisika baru. Metafisika baru itu berdasarkan perpaduan keberadaan objektivisme atau rasionalisme dengan keberadaan subjektivisme (empirisme) yang tidak saling menafikan, tetapi saling mengisi dan menyempurnakan dalam memahami hakikat suatu fenomena (Bakker, 1984; Praja.J.S.,2005). h. Metode dialektika Tokoh utama metode atau aliran dialektika adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Beberapa pokok pikiran filsafat Hegel tentang metode dialektika antara lain: a) Tentang Budi, ‘Budi’ memegang peran penting dalam proses sejarah kehidupan. Budi itu aktif dalam dua bidang, yaitu: (1) sebagai ‘roh objektif’, maka budi menguasai hal- hal dalam realitas objektif, yang bersifat tertib, teratur mengikuti hukum alam (unsur apriori), memberi bentuk yang jelas; dan (2) sebagai ‘roh subjektif’, maka potensi budi berperan untuk mengusai dirinya dan dapat mencari jalan di tengah-tengah kenyataan, memberi isi. Atau roh subjektif itu berkaitan dengan akal budi subjek yang tahu (unsur aposteriori). Menurut Hegel, bahwa identifikasi antara ‘roh objektif’ dan ‘roh subjektif’ berlangsung terus menerus (suatu proses sejarah). Jadi, proses sejarah kehidupan mengandung dua aspek (roh objektif dan roh subjektif), keduanya saling koeksistensi, tindih-menindih, saling mencerminkan, saling berjumpa dalam sintesa tertinggi yang disebut ‘Roh Mutlak’, ketika roh mutlak tercapai maka sejarahpun tamat. Menurut Hegel, sejarah merupakan suatu gerak menuju sebuah tujuan yang bersifat teleologis. Dalam filsafat Hegel, unsur formal (objektif atau apriori) hampir tidak dapat dipisahkan dari unsur material (subjektif atau aposteriori) (Ankersmit. 1987). b) Tentang Dialektika. Menurut Hegel, dialektika adalah ‘susunan logis yang menunjukkan bagaimana dalam perkembangan proses sejarah itu identifikasi diri Roh atau ‘Budi terjadi’. Dasar dialektika Hegel adalah ‘penyangkalan setiap penegasan’.
  • 8. Bagi Hegel, setiap konsep menimbulkan konsep yang berlawanan, atau setiap pengertian seolah-olah tercermin dalam lawannya. Jadi, dialektika Hegel selalu secara positif berbicara mengenai negasi atau penyangkalan. Contoh dialektika Hegel: pria bukan wanita; absolut bukan relatif; makhluk (ciptaan) bukan khalik (pencipta); baik bukan buruk; ide bukan alam (materi); beragam bukan satu; universal bukan singular; aktif bukan pasif, dan seterusnya. c) Hegel termasuk seorang filosof yang menganut aliran idealisme. Bagi Hegel kenyataan identik dengan pikiran seseorang tentang kenyataan itu. Namun perlu dipahami pandangan Hegel tentang idealisme, bahwa ‘idealisme bukan menjadi titik tolak atau dasar utama dari segala sesuatu, melainkan hasil atau tugas yang diberikan oleh pikiran (rasional) manusia’. Idealisme menurut Hegel akan mencapai perwujudannya yang paripurna ketika Roh Subjektif dan Roh Objektif melaksanakan identifikasi diri secara timbal balik (saling mengisi) di dalam Roh Mutlak. Proses saling mengisi antara Roh Subjektif dan Roh Objektif adalah merupakan proses sejarah (proses kehidupan). i. Metode fenomenologi Tokoh metode atau aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938). Beberapa pokok pikiran Husserl tentang fenomenologi antara lain: 1. Bagi Husserl, objek pertama bagi filsafat bukan dari ‘pengertian hasil rasionalistik’ tentang kenyataan, tetapi dari kenyataan itu sendiri. 2. Metode Husserl disebut metode fenomenologi, dengan beberapa ciri antara lain: (1) titik tolak metodenya dalam objek dan subjek. Untuk mencapai objek pengertian menurut keasliannya harus dilakukan metode reduksi (pembersihan) dari unsur-unsur yang tidak nyata, misalnya membersihkan pengertian tentang sesuatu dari unsur-unsur tradisi, manusia harus otonom. Jadi, yang dimaksud metode reduksi adalah ‘penundaan segala pengetahuan yang ada tentang objek sebelum pengamatan intuisi dilakukan berulang-ulang’; (2) objek penyelidikan adalah ‘fenomena’ atau gejala. Fenomena itu adalah data dari gejala yang sederhana, tanpa ditambah hal lain (apa adanya); (3) fenomena alam itu fakta (relasi) yang dapat diterapkan dalam observasi empiris, tetapi fenomenologi Husserl juga dapat berupa pandangan ‘rohani’, namun fenomenologi Husserl tidak sama dengan fenomenologi agama; (4) ‘metode reduksi’ merupakan salah satu prinsip yang mendasari sikap fenomenologis. Untuk mengetahui sesuatu, seorang fenomenologis harus bersikap netral atau otonom (tidak terpengaruh) dari teori atau pandangan yang telah ada, artinya diberi kesempatan ‘berbicara tentang dirinya sendiri’. 3. Ada tiga reduksi yang ditempuh untuk mencapai realitas fenomena dalam pendekatan fenomenologis, yaitu: (1) reduksi fenomenologis, maksudnya adalah apa yang kita lihat tentang segala sesuatu (misalnya ‘X’) dalam kehidupan sehari-hari kita yakini sebagai kenyataan. Akan tetapi, karena yang dituju oleh fenomenologi adalah realitas dalam arti yang ada diluar dirinya (di balik kenyataan ‘X’ yang nampak), dan pemahaman dibalik yang nampak hanya dapat dicapai dengan ‘mengalami secara intuitif’, maka apa yang kita anggap sebagai realitas dalam pandangan mata itu untuk sementara harus ‘ditinggalkan’, ‘segala subjektivitas disingkirkan’, ‘dibebaskan dari teori-teori yang ada’, sehingga yang muncul dalam kesadaran adalah ‘fenomena itu sendiri’ (hal ini disebut reduksi fenomenologis); (2) reduksi eidetis (inti sari), maksudnya adalah
  • 9. dengan reduksi eidetis, semua segi, aspek dan profil dalam fenomena yang hanya kebetulan dikesampingkan (karena aspek dan profil tersebut tidak menggambarkan objek secara utuh). Setiap objek adalah kompleks mengandung aspek dan profil yang tiada terhingga. Hakikat (realitas) yang dicari dalam reduksi eidetis adalah struktur dasar yang fundamental dan hakiki. Dalam reduksi eidetis memberlakukan kriteria kohersi, artinya, pengamatan yang terus menerus terhadap objek harus bisa dipadukan dalam suatu horison yang konsisten; dan (3) reduksi fenomenologi transendental. Reduksi ini tidak lagi mengenai objek, atau fenomena bukan mengenai hal-hal yang menampakkan diri kepada kesadaran. Reduksi ini merupakan pengarahan ke subjek dan mengenai hal-hal yang menampakkan diri dalam kesadaran. Kesadaran dalam fenomenologi transendental, bukan kesadaran empiris (bendawi) lagi, melainkan kesadaran yang bersifat murni atau transendental, yaitu sebagai ‘subjektivitas’ atau ‘aku transendental’. Dari reduksi fenomenologi transendental inilah yang menyebabkan Husserl oleh para ahli dikategorikan penganut aliran idealisme (Rossides, 1978) 4. Tujuan dari adanya ketiga reduksi tersebut adalah menemukan bagaimana objek dikonstitusi dengan fenomena asli dalam kesadaran. Namun para fenomenolog (murid- murid Husserl) lebih banyak menggunakan reduksi fenomenologi (tidak menggunakan reduksi fenomenologi transendental). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga reduksi tersebut memberikan kejelasan bahwa metode fenomenologi itu menutut ‘manusia tidak begitu saja menerima pengertian dan rumusan tentang sesuatu hal dari teori atau pandangan sebelumnya, karena pengertian atau pemahaman tersebut belum menyentuh hakikat dari apa yang kita tuju. Pandangan atau pengertian pertama tentang sesuatu perlu dilanjutkan pada pandangan kedua untuk menghilangkan tabir yang menghalangi pada pandangan pertama, pandangan kedua untuk menemukan hakikat objek’. Metode fenomenologi ini di era sekarang banyak dipakai dalam studi filsafat, sosial budaya, ideologi, dan politik (Praja, J.S., 2005). j. Metode hermeneutik Secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani ‘hermeneuein’ yang berarti ‘menafsirkan’. Jadi, metode hermeneutik bisa diartikan sebagai ‘metode penafsiran atau metode interpretasi’. Tokoh-tokoh dari metode hermeneutik antara lain Schleiermacher (lahir di Breslau 1768); Wilhelm Dilthey (lahir di Jerman 1833); Jurgen Habermas (lahir di Jerman 1929); Paul Ricoeur (lahir di Perancis 1913); dan Jacques Derrida (lahir di Aljazair 1930), dan sebagainya. Ada beberapa konsep tentang metode hermeneutik dalam studi filsafat antara lain: a) Pada hakikatnya semua ilmu-ilmu pengetahuan tentang kehidupan (life sciences) adalah memerlukan metode hermeneutik (cara penafsiran atau interpretasi). Karena setiap pengetahuan selalu bersentuhan dengan pengalaman, dan setiap pengalaman hidup akan diungkap dengan bahasa, dan sering bahasa yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman tersebut harus ditafsirkan agar bisa dimengerti oleh orang lain. b) Semua objek dalam hidup ini pada dasarnya adalah netral (objek adalah objek), yang memberi ‘arti, fungsi dan makna’ suatu objek adalah subjek (manusia). Suatu benda tertentu ‘X’ (objek) punya arti atau makna tertentu karena subjek (manusia) yang
  • 10. manaruh perhatian atau memberi arti dan makna terhadap ‘X’ tersebut. Jadi, peran ‘penafsiran atau interpretasi’ seseorang tentang sesuatu adalah kunci dalam proses hidup. Kadar kebenaran dari sesuatu hal sangat ditentukan oleh kualitas penafsiran atau interpretasi terhadap sesuatu tersebut. c) Semua interpretasi atau penafsiran mencakup ‘pemahaman’, namun sifat pemahaman itu sangat kompleks dan luas. Oleh karena itu manusia tidak bisa memastikan kapan sebenarnya seseorang itu mulai mengerti tentang sesuatu. Untuk dapat membuat interpretasi (penafsiran) manusia harus lebih dahulu mengerti (understand) atau memahami (comprehend) tentang sesuatu. Dan seseorang akan mengerti atau memahami sesuatu dengan sungguh-sungguh harus berdasarkan pengetahuan yang benar (correct), dari pengetahuan dan interpretasi yang benar kemudian manusia merekonstruksi. d) Seseorang yang melakukan penafsiran (interpretasi) tidak boleh bersifat pasif, ia harus merekonstruksi ‘makna’ dibalik fenomena. Alat atau media dalam melakukan rekonstruksi fenomena adalah: cakrawala intelektual penafsir dalam menganalisis suatu fenomena; pengalaman historis penafsir; latar belakang sosial budaya penafsir; dan kemampuan bahasa untuk mengkomunikasikan hasil interpretasi. e) Metode hermeneutik, menegaskan bahwa manusia autentik selalu dilihat dalam konteks waktu dan ruang (time and space) dimana manusia sendiri mengalami dan menghayatinya. Artinya, memahami manusia dengan segala pola perilakunya hanya bisa dilakukan dengan cara ‘memahami situasi sosal-budaya dan lingkungan sehari- harinya dimana manusia itu hidup’. f) Hermeneutik sebagai metode studi filsafat, mempunyai sifat dasar yaitu ‘luwes’ sesuai dengan perkembangan jaman dan bersifat open-mindedness. Cara kerja hermeneutik dalam memahami fenomena hidup adalah lebih menekankan pada penafsiran atau interpretasi yang berbasis pada ‘manusia yang mengalami’ atau ‘individu dalam situasinya’ sendiri (Sumaryono, 1999).
  • 11. SISTEMATIKA FILSAFAT A. Pengertian Sistematika Studi Filsafat Umum Secara bahasa kata sistematika filsafat berasal dari dua kata yaitu sistematika dan filsafat. Sistematika atau struktur, dalam bahasa inggris Systematic adalah susunan, dalam kamus bahasa indonesia sistematika adalah susunan aturan ; pengetahuan mengenai sesuatu sistem. Sistematika filsafat adalah suatu uraian yang memuat atau mengenai seluruh bagian atau komponen permasalahan filsafat, termasuk kaitan antar bagiannya, sejajar atau bertingkat menurut sistem atau susunan tertentu. Jadi sistematika studi filsafat umum adalah susunan atau urutan dalam mempelajari permasalahan filsafat secara menyeluruh atau umum. B. Sistematika Studi Filsafat Umum 1. Ontologi Secara Etimologi ontologi berasal dari kata onto yang berarti organ dan logos yang berarti perbincangan atau pemikiran. Secara terminologi ontologi adalah persoalan tentang sesuatu yang ada. Ontologi salah satu cabang filsafat yang membicarakan tentang suatu hal yang ada. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi mempersoalkan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakiki suatu ilmu, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan. Objek pembahasan Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda- benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Dari definisi tersebut, yang dipersoalkan adalah tentang ada, mengapa ada itu dipermasalahkan, itu karena memang kata ada itu mengandung suatu permasalahan. Misalnya adalah ketika seorang guru itu ada, maka untuk menentukan bahwa guru itu ada adalah dengan adanya suatu tanda tangan dalam daftar hadir, meskipun fisiknya berada di mall, kantin atau pasar itu tidak penting. Itulah yang menjadikan suatu kerumita n, bagaimana kriteria ada? Apakah yang tidak ada itu ada? Lalu apakah tidak ada itu sama dengan ada? Dari pertanyaan tersebut kata ada mennjukkan suatu permasalahan, bahwa ada itu sama atau tidak. Dari pembahasan ontologi tersebut, memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
  • 12. a. Materialisme Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada hanya mungkin lahir dari yang ada. Dan seluruh yang ada di dunia ini tidak ada selain materi atau alam dan dunia fisik adalah satu. b. Idealisme Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, aliran ini memandang roh sebagai kenyataan sejati, dan mengajarkan bahwa hakiat dunia fisik ini hanya dapat dipahami dengan adanya jiwa dan ruh. Istilah Idealisme diambil dari kata idea, yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas dalam suatu kehidupan ini terdiri atas ruh-ruh atau jiwa, ide- ide dan fikiran atau yang sejenis dengan hal tersebut. c. Dualisme Dualisme adalah suatu ajaran ataupun faham yang memandang atau menganggap bahwa alam ini terdiri dari dua macam hakikat, yaitu hakikat materi dan ruhani. Kedua hal tersebut saling berhubungan, namun keduanya saling berdiri sendiri. d. Agnotisisme Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak. e. Logika Logika adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang dikembangkan oleh Aristoteles. Logika membahas tentang norma-norma berfikir yang benar agar diperoleh dan terbentuk suatu pengetahuan yang benar. 2. Epistemologi Epistimologi adalah cabang filsafat yang mempersoalkan atau membicarakan tentang suatu pengetahuan dan kebenaran suatu pengetahuan tersebut. Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia dari berbagai cara dan dengan berbagai alat. Sehingga dalam epistemologi muncul beberapa aliran yang berbicara tentang itu. a. Empirisme Empirisme berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria, artinya pengalaman. Empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh dari suatu pengalaman dalam observasi atau pengindraan. Bapak aliran ini adalah John Locke (1632-1704), yang mana pada zaman modern mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksutnya iaah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pegetahuan, lantas pegalamannya mengisi jiwa yang
  • 13. kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Jadi, pengalaman indra itulah sumber pengetahuan yang benar. Namun aliran ini memiliki banyak kelemahan yang disebabkan: 1) Indra sifatnya terbatas 2) Indra sering menipu 3) Objek juga menipu 4) Indra sekkaligus objeknya. Karena kelemahan dari empirisme ini disebabkan oleh keterbatasan indramanusia sehingga muncullah aliran rasionalisme b. Rasionalisme Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasarkan rasio atau akal yang mana aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur melalui akal. Zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke-17 sampai akhir abad ke-18. Pada zaman ini khas dari keilmuan adalah penggunaan daya eksklusif daya akal budi untuk menemukan kebenaran. c. Positivisme Positivisme adalah suatu aliran atau faham yang berorientasi kepada ilmu pengetahuan alam, tetapi menolah metafisika. Pada dasarnya positivisme bukanah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan gabungan empirisisme dan rasionalisme. Dengan kata lain, positivisme menyempurnakan metode ilmiyah (scientific method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisisme dan rasionalisme. d. Intuisionisme Intuisionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap naluri/perasaan adalah suatu sumber dari pengetahuan dan kebenaran. 3. Aksiologi Aksiologi atau filsafat penilaian, secara formal baru muncul pada abad ke-19. Aksiologi membahas tentang nilai dan penilaian yang mana menyangkut banyak pendapat didalamnya. Menurut Nicolai Hartman, bahwa nilai adalah esensi dan ise platonik. Nilai selalu berhubungan dengan benda yng menjadi penghubungnya. Hal ini berarti bahwa nilai itu tidak nyata. Langeveld mengemukakan pendapat bahwa aksiologi terdiri dari dua hal utama. Yaitu: a. Etika Etika adalah bagian filsafat nilai dan penilaian yang berhubungan atau yang membicarakan tentang perilaku manusia. Semua perilaku itu memiliki nilai dan tidak bebas
  • 14. dari penilaian. Tidak benar bila suatu perilaku itu dikatakan etis atau tidak etis, lebih tepatnya prilaku itu adalah beretika baik dan tidak baik Etika juga disebut dengan moral, istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral. Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis. 1) Deontologis Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada. 2) Teologis Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873). b. Estetika Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel), pertanyaan (Langer), Issue (Farber) mengenai keindahan, menyangkup ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku dan pemikiran seniman, seni, serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia. Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah. Estetika atau filsafat seni ini mencari landasan atau asumsi sehingga teori keindahanlebih tepat dianggap sebagai kajian ilmiyah dalam membahas fenomena atau wujud kesenian daripada dasar-dasar bagi wacana seni. Hubungan etika dan estetika adalah diantara kedunya telah melahirkan objek estetika, terutama berandaskan pada moralitas. Hal tersebut adalah mengenai moralitas sebagai serentetan issu imperatif dalam hubungannya dengan perintah dan alasan.