Dokumen tersebut membahas tentang populasi, sampel, dan teknik sampling. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan pengertian populasi dan sampel, teknik random sampling seperti simple random sampling, systematic sampling, dan stratified sampling, serta teknik non-random sampling seperti purposive sampling dan snowball sampling. Dokumen tersebut juga membahas penetapan jumlah sampel yang mempertimbangkan tingkat kemaknaan statistik dan kuasa statistik.
2. MATERI BAHASAN:
1. Pengertian Populasi
2. Sampel
3. Teknik Sampling
4. Jenis-jenis Teknik Sampling
- Random Sampling
- Non Random Sampling
5. Penetapan Jumlah Sampel
6. Ukuran Sampel
2
3. PENGERTIAN
Populasi
Jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang
karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit
analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, bendabenda, dll.
Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran
kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai semua
objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Sampel
Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya
hendak diteliti. Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada
populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat
menggambarkan karakteristik populasi.
3
4. TEKNIK SAMPLING
1. Pengertian teknik sampling
Teknik pengambilan sample atau teknik sampling adalah
teknik pengambilan sampel dari populasi. Sampel yang
merupakan sebagaian dari populasi tsb. kemudian diteliti
dan hasil penelitian (kesimpulan) kemudian dikenakan
pada populasi (generalisasi).
4
5. 2) Manfaat sampling
❖ Menghemat biaya penelitian.
❖ Menghemat waktu untuk penelitian.
❖ Dapat menghasilkan data yang lebih akurat.
❖ Memperluas ruang lingkup penelitian.
3) Syarat-syarat teknik sampling Teknik sampling boleh
dilakukan bila populasi bersifat homogen atau memiliki
karakteristik yang sama atau setidak-tidaknya hampir
sama. Bila keadaan populasi bersifat heterogen, sampel
yang dihasilkannya dapat bersifat tidak representatif
atau tidak dapat menggambarkan karakteristik populasi.
5
7. D. JENIS-JENIS TEKNIK SAMPLING
a. Random sampling
Teknik sampling yang dilakukan dengan
memberikan peluang atau kesempatan kepada
seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel.
Sampel yang diperoleh diharapkan merupakan
sampel yang representatif. Teknik sampling
semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
7
8. CARA-CARA RANDOM SAMPLING
1) Teknik sampling secara rambang sederhana
Paling populer yang dipakai dalam proses penarikan
sampel rambang sederhana adalah dengan undian.
Setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan
sama untuk diseleksi sebagai subyek dalam sampel.
Penting, peneliti harus mengetahui jumlah responden
yang ada dalam populasi penelitian. Sampling ini
memiliki bias terkecil dan generalisasi
8
9. CARA-CARA RANDOM SAMPLING
1) Teknik sampling secara rambang sederhana
Syarat yang harus dipenuhi untuk rambang sederhana adalah:
a. Ukuran populasi harus terhingga, populasi yang bersifat
konseptual atau teoretis dapat dikategorikan pada populasi tak
terhingga.
b. Anggota populasi harus homogen, anggota populasi yang
mempunyai karakteristik yang dianggap sama atau pada
umumnya sama (homogen) samplingnya dapat dilakukan
dengan sampling acak. Populasi yang anggotanya mempunyai
karakteristik berbeda-beda sampelnya tidak dapat diambil
dengan cara sampling acak.
c. Cara lain mengambil sampel secara acak ialah dengan
menggunakan tabel bilangan acak.
9
10. CARA-CARA RANDOM SAMPLING
2) Teknik sampling secara sistematis (systematic
sampling)
Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara
mengambil setiap kasus (nomor urut) yang kesekian dari
daftar populasi.
Setiap elemen populasi dipilih dengan suatu jarak interval
(tiap ke n elemen) dan dimulai secara random dan
selanjutnya dipilih sampelnya pada setiap jarak interval
tertentu. Jarak interval misalnya ditentukan angka
pembagi 5,6 atau 10. Atau dapat menggunakan dasar
urutan abjad.
Syarat yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah
adanya daftar semua anggota populasi
Sampling ini bisa dilakukan dengan cepat dan
menghemat biaya, tapi bisa menimbulkan bias
10
11. Cara Pengambilan Sampel
➢ Suatu populasi yang mempunyai anggota 500 individu, akan diambil sampelnya
sebanyak 50 individu, Peneliti memberi nomor urut pada setiap anggota
populasi dengan urutan nomor 1, 2, 3,….., 500.
➢ Dibuat interval pada nomor-nomor anggota populasi misalnya dengan interval
10 angka, sehingga diperoleh 50 kelompok bilangan (kelas interval).
➢ Setiap kelas interval secara acak ditetapkan bilangan mana akan diambil
anggotanya untuk dijadikan sampel yang mewakili interval tersebut.
➢ Misalnya ditetapkan 7 sebagai nomor yang mewakili kelas interval pertama ( 1
s.d. 10), maka selanjutnya akan didapati 17 untuk mewakili kelas interval kedua
(11 s.d. 20).
➢ Selanjutnya 27 mewakili kelas interval ketiga, dan seterusnya, sampai 497
untuk mewakili kelas interval terakhir atau kelima puluh (491 s.d. 500).
➢ Dengan demikian diperoleh jumlah sampel sebanyak 50. 11
12. Cara-cara random sampling (lanjutan)
3) Teknik sampling secara rambang proporsional.
Jika populasi terdiri dari subpopulasi- subpopulasi
maka sample penelitian diambil dari setiap
subpopulasi. Adapun cara pengambilannya dapat
dilakukan secara undian maupun sistematis.
12
13. Cara-cara random sampling (lanjutan)
4) Teknik sampling secara rambang bertingkat (stratified sampling)
Bila subpopulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel
sama seperti pada teknik sampling secara proporsional.
Digunakan untuk mengurangi pengaruh faktor heterogen dan melakukan
pembagian elemen-elemen populasi ke dalam strata. Selanjutnya dari
masing-masing strata dipilih sampelnya secara random sesuai proporsinya.
Sampling ini banyak digunakan untuk mempelajari karakteristik yang
berbeda, misalnya, di sekolah ada kls I, kls II, dan kls III. Atau responden
dapat dibedakan menurut jenis kelamin; laki-laki dan perempuan, dll.
Keadaan populasi yang heterogen tidak akan terwakili, bila menggunakan
teknik random. Karena hasilnya mungkin satu kelompok terlalu banyak yang
terpilih menjadi sampel.
13
14. Cara pengambilan sampel
Pertama mengidentifikasi karakteristik umum anggota
populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan
dari jenis karakteristik unit-unit tersebut.
Setelah ditentukan stratanya, baru dari masing-masing
strata diambil sampel yang mewakilinya.
Pengambilan sampel tahap kedua ini, biasanya
dilakukan dengan cara acak, karenanya disebut
stratified random sampling.
Agar perimbangan sampel dari masing-masing strata
memadai, maka dalam teknik ini sering pula dilakukan
perimbangan antara jumlah anggota populasi
berdasarkan masing-masing strata.
Apabila sampling memperhatikan daerah (sampling
area) maka dalam hal ini setiap wilayah harus
pulaterwakili dalam sampel.
14
16. Cara-cara random sampling (lanjutan)
5) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)
Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi
yang ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi
tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti
hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa
kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap. Teknik
pengambilan sampel semacam ini disebut cluster sampling
atau multi-stage sampling.
16
17. Cara-cara random sampling(lanjutan)
5) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)
Elemen-elemen dalam populasi dibagi ke dalam cluster
atau kelompok, jika ada beberapa kelompok dengan
heterogenitas dalam kelompoknya dan homogenitas
antar kelompok. Teknik cluster sering digunakan oleh
para peneliti di lapangan yang mungkin wilayahnya
luas.
Sampling ini mudah dan murah, tapi tidak efisien dalam
hal ketepatan serta tidak umum
17
18. b. Non-random sampling
1) Purposive sampling atau judgmental sampling
➢ Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample
yang dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang
ditetapkan peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
➢Pelaksanaan pengambilan sampel yang menggunakan teknik ini,
mulamula peneliti harus mengidentifikasi semua karakteristik populasi,
maupun dengan cara lain dalam mempelajari berbagai hal yang
berhubungan dengan populasi.
➢Setelah itu barulah peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangannya,
sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian.
➢Jadi teknik pengambilan sampel dengan pupossive sampling berdasarkan
pada pertimbangan pribadi peneliti.
18
19. b. Nonrandom sampling
2) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola
salju)
Proses pengambilan sample dengan cara sambung
menyambung informasi dari unit satu dengan unit lain
sehingga menjadi satu kesatuan unit yang banyak.
Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan
sample pertama. Sampel berikutnya ditentukan
berdasarkan informasi dari sampel pertama, sampel ketiga
ditentukan berdasarkan informasi dari sample kedua, dan
seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar,
seolah-olah terjadi efek bola salju
19
20. b. Nonrandom sampling
3) Quota sampling (penarikan sample secara jatah).
Teknik sampling ini dilakukan dengan cara pertama-tama
menetapkan berapa besarnya jumlah sampel yang
diperlukan.
Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek
yang mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses
pengumpulan data.
Kemudian menetapkan banyaknya jatah atau quotum, maka
jatah atau quotum itulah yang dijadikan dasar untuk
mengambil unit sampel yang diperlukan.
Anggota populasi manapun yang akan diambil, tidak menjadi
masalah, yang penting jumlah quotum yang sudah ditetapkan
dapat dipenuhi. 20
21. b. Nonrandom sampling
4) Accidental sampling atau convenience sampling
Metode yang proses pengambilan sampelnya cukup
dengan mengambil siapa saja yang kebetulan ditemui
oleh observer di lapangan sesuai kebutuhan studi.
Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel
yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan
secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi
peneliti saat pengumpulan data dilakukan
21
22. PENETAPAN JUMLAH SAMPEL
Berapakah besar jumlah yang dinyatakan
memenuhi syarat untuk penelitian ?
Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam
menetapkan jumlah sampel ?
22
23. PENETAPAN JUMLAH SAMPEL
Ada beberapa pertimbangan untuk penetapan
jumlah sampel :
1. Sejauh mana homogenitas populasi. Jika
populasi 100 persen homogen besar sampel tak
jadi persolan (misal menen-tukan golongan
darah). Namun jika populasi kurang homogen
besar jumlah sampel harus dipertimbangkan.
2. Apakah sampel memenuhi jumlah mini-mum
untuk analisis statistik (untuk penelitian kuantitatif
analitik) 23
24. Ukuran Sampel
Kuantitatif :
dapat ditaksir dengan akurat, berdasar analisis
yang akan dilakukan, presisi estimasi yang
diinginkan, kesalahan random yang masih bisa
ditoleransi, kuasa statistik yang diharapkan
Kualitatif :
Ukuran sampel cukup besar jika peneliti telah puas
bahwa data yang diperoleh cukup kaya dan cukup
meliput dimensi yang diteliti.
Umumnya sekitar 40 responden, jarang >200 24
25. SAMPLE SIZE / BESAR
SAMPEL
Tergantung pada :
Pertimbangan representative
Adanya sumber-sumber yang dapat digunakan
untuk menentukan batas maksimal dari besarnya
sampel.
Pertimbangan analisis
Kebutuhan rencana analisis yang menentukan
batas minimal besar sampel.
25
26. Variabel-variabel yang akan menentukan jumlah
sampel
Tingkat kemaknaan statistik (a)
Kuasa statistik (1-ß)
Besarnya pengaruh variabel terhadap efek
Proporsi efek pada populasi tak terpapar (kohort)
Proporsi paparan pada populasi normal (kasus kontrol)
Perbandingan ukuran sampel antar kelompok studi
yang dikehendaki
26
27. Peneliti menentukan a dan ß berdasar
pertimbangan resiko yang masih dapat diterima
dari penelitian (0.05, 0.01, 0.001 dst)
Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap efek
ditetapkan oleh peneliti berdasar hasil penelitian
sebelumnya
27
30. PENENTUAN BESARNYA SAMPEL (SAMPLE SIZE)
Penetapan jumlah sampel tergantung pada:
1. Adanya sumber data yang dapat digunakan untuk menetapkan
batas maksimal dari besarnya sample
2. Kebutuhan dari rencana analisis yang menentukan batas
minimal dari besarnya sampel:
a. Angka perkiraan dari proporsi yang mau diukur (misal:
penelitianpenyakit jantung koroner ditetapkan 50%)
b. Tetapkan tingkat kepercayaan (misal: 5%, atau 1%)
c. Tetapkan derajat kepercayaan (Confidence levels) misal:
95%, atau 99%.
3. Hitung jumlah/besar sampel
30
32. Contoh:
Penelitian tentang status gizi anak balita di kelurahan
X N=923.000, prevalensi gizi kurang tidak
diketahui.Tentukan besar sampel (n) yang harus
diambil bila dikehendaki derajat kemaknaan(1- a
=95% dengan estimasi penyimpangan(a=0,05)
Bila dimasukan ke dalam formula di atas diperoleh
besarnya sampel n = 480
32
38. Beberapa contoh menentukan sample size
Hair et al (1998) Rasio antara jumlah subjek dan
jumlah variabel independen dalam analisis
multivariat dianjurkan sekitar 15 sampai 20 subjek
per variabel independen
Pada penelitian dengan teknik analisis regresi
multivariat
38
39. Menentukan Ukuran Sampel
Tabel Krecjie
Berdasarkan atas kesalahan 5%, atau kepercayaan
95%
Makin besar populasi, makin kecil persentase sampel
Jumlah populasi sampai100.000 Nomogram Harry King
Berdasarkan atas kesalahan bervariasi 5% s/d 15%
Jumlah populasi hanya sampai 2000
Semakin besar kesalahan maka makin kecil jumlah
sampel
39
42. Menentukan Jumlah Subjek Eksperimental (Pra-
Klinis)
Rumus Federer adalah rumus jumlah subjek untuk
penelitian eksperimental.
42
43. Menentukan Jumlah Subjek Eksperimental
Contoh penggunaan Rumus Federer
Sebagai contoh, jika penelitian terdiri dari lima
kelompok perlakukan, maka jumlah subjek per
kelompok dihitung dengan proses berikut.
(n - 1) (5 - 1) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75
43
45. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama
kalinya pada manusia. Hal yang diteliti di sini ialah keamanan
obat, bukan efetivitasnya dan dilakukan pada sukarelawan sehat.
Tujuan fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang
dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping
serius. Dosis oral (lewat mulut) yang diberikan pertama kali pada
manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek
pada hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan,
dosis berikutnya ditingkatkan sedikit-sedikit atau dengan
kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai
timbul efek yang tidak diinginkan. 45
46. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE I
Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa
pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subjek
dengan pengamatan intensif oleh orang-orang ahli dibidangnya,
dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total
jumlah subjek pada fase ini bervariasi antara 20-50 orang.
46
47. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE II
Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada
sekelompok kecil penderita yang kelak akan diobati dengan
calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologik
yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan.
Fase II ini dilaksanakan oleh orangorang yang ahli dalam
masing-masing bidang yang terlibat. Mereka harus ikut berperan
dalam membuat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih
dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti
dengan dengan ketat, seleksi penderita harus cermat, dan setiap
penderita harus dimonitor dengan intensif.
47
48. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE II
Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara
terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada
tahap ini biasanya belum dapat diambil kesimpulan yang definitif
mengenai efek obat yang bersangkutan karena terdapat
berbagai factor yang mempengaruhi hasil pengobatan, misalnya
perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek placebo dan
lainlain. (2) Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat,
perlu dilakukan uji klinik komparatif yang membandingkannya
dengan placebo, atau bila penggunaan plasebo tidak memenuhi
syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard yang telah
dikenal. 48
49. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE II
Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III, tergantung dari
siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan monitoring
penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik komparatif ini,
alokasi penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan
secara tersamar ganda. Ini disebut uji klinik acak tersamar ganda
berpembanding. (2) Pada fase II ini tercakup juga penelitian
dosis-efek untuk menentukan dosis optimal yang akan
digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai
eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang
mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200 penderita.
49
50. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE III
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru
benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II)
dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat
standar. Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas dan
diberikan oleh para dokter yang „kurang ahli‟; (2) efek samping lain
yang belum terlihat pada fase II; (3) dan dampak penggunaannya
pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat. (2) Uji klinik fase III
dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak terseleksi ketat
dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga
menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari di
masyarakat.
50
51. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE III
Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan
dengan plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat
standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain yang
indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian
dilakukan secara acak dan tersamar ganda. (1,4) Bila hasil uji
klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini cukup aman dan
efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah
penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500
orang.
51
52. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE IV
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena
merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan.
Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di
masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada
penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak tidak terikat pada
protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan
penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada
fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah.
(1,2) Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi
menyangkut efek samping maupun efektifitas obat.
52
53. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)
UJI KLINIK FASE IV
Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang
frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat
bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita
berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atau
usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkali dalam jangka
panjang, dan (3) masalah penggunaan berlebihan,
penyalahgunaan, dan lainlain. Studi fase IV dapat juga berupa uji
klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek
obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga datanya
menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi.
53
54. KOMPONEN UJI KLINIK
Bukti ilmiah adanya kemanfaatan klinik suatu obat tidak saja didasarkan
pada hasil yang diperoleh dari uji klinik, tetapi juga perlu mengingat
faktor - faktor lain yang secara objektif dapat mempengaruhi
pelaksanaan suatu uji klinik. Idealnya, suatu uji klinik hendaknya
mencakup beberapa komponen berikut :
1. Seleksi/pemilihan subjek
2. Rancangan
3. Perlakuan pengobatan yang diteliti dan pembandingnya
4. Pengacakan perlakuan
5. Besar sampel
6. Penyamaran (blinding)
7. Penilaian respons
8. Analisis data
9. Protokol uji klinik
10. Etika uji klinik
54