13 be & gg fatinah ghiyats hapzi ali globalization and business ethics universitas mercu buana 2019 dikonversi
1. Business Ethics & Good Governance
Globalization and Business Ethics
Disusun Oleh:
Fatinah Ghiyats 55118110042
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2019
2. A. Globalisasi dan Etika Bisnis
Bisnis merupakan sebuah kegiatan yang telah mengglobal. Dalam lingkup yang besar,
Negara pastinya terlibat dalam proses bisnis yang terjadi. Tiap-tiap Negara tidak
mungkin merasa tercukupi oleh semua sumber daya yang mereka miliki dan tidak dapat
bertahan hidup tanpa keberadaan bisnis dengan Negara lainnya.
Dewasa ini, pengaruh globalisasi juga menjadi faktor pendorong terciptanya
perdagangan internasional yang lebih luas. Seperti Ekspor-Impor multinasional yang
saat ini menjadi sesuatu yang biasa. Komoditi nasional dapat diekspor menjadi
pendapatan Negara, serta produk-produk asing dapat diimpor demi memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri. Setiap Negara terus mengeksplorasi bisnis ke luar negeri
selain untuk mendapatkan yang mereka inginkan, juga menaikkan tingkat ekonomi
yang ada.
Hal ini sangat menguntungkan bagi developing country yang mendapat keuntungan
dengan kemudahan untuk mengekspor barang ke luar dan kemudahan untuk
mendapatkan investor asing sebagai penanam dana serta modal bagi usaha-usaha dalam
negeri. Sedangkan lebih mudah bagi developed country dalam mendapatkan barang/jasa
yang mereka inginkan.
Globalisasi juga meningkatkan peluang yang bagi suatu perusahaan. Meningkatnya rasa
saling ketergantungan antara negara industri, kebutuhan dari negara-negara
memungkinkan globalisasi dan integrasi pasar internasional. Namun karena meluasnya
kesempatan bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan usahanya ke luar
negara, munculah pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya
penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah
kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah
mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir. Perlu adanya sanksi yang
tegas mengenai larangan prakti monopoli dan usaha yang tidak sehat agar dapat
mengurangi terjadinya pelenggaran etika bisnis.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu :
• Sistematik masalah dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul
mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis
beroperasi.
3. • Korporasi permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas,
kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai
keseluruhan.
• Individu permasalahan dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar
individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang
moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah:
1. Pengendalian diri
Artinya pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan Tanggungjawab sosial (Social Responsibility)
Artinya, pelaku bisnis disini diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab
terhadap sekitar tidak dilihat dari aspek "uang" saja melainkan dalam segala aspek.
Biasanya para pelaku bisnis hanya memberikan sumbangan saja dalam
memperlihatkan kepedulian terhadap masyarakat sekitar.
3. Mempertahankan jati diri dari pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya
tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan Yang Sehat
Artinya, dalam dunia bisnis tidak akan terlepas dari yang namanya persaingan, tapi
disini kita harus bisa membuat persaingan tersebut menjadi persaingan yang sehat,
tidak mematikan pelaku bisnis yang lain, serta menjalin hubungan yang erat.
4. 5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan
dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan
lingkungan dan keadaan di masa datang walaupun saat sekarang merupakan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelence, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Ketika pelaku bisnis telah menghindari sikap diatas maka tidak akan terjadi kasus
yang akan mencemarkan nama bangsa.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah
Artinya kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga
jangan memaksakan diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi”
kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha ke bawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling
percaya(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah
agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya
yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara
pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan
kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Konsekuensi dan konsistensi dengan aturan main menentukan konsep etika yang
telah dibuat. Percuma, jika tidak dijalankan dengan konsekuen dan konsisten.
5. 10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke Dalam Hukum Positif
Maksudnya adalah dengan memberikan peraturan-peraturan untuk menjamin
kepastan hukum dari etika bisnis.
Etika juga dapat mempererat kerjasama antara satu karyawan dengan karyawan yang
lain, antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lain maupun karyawan dengan
perusahaan serta tetap menjaga hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat
sekitar agar dapat mendukung bisnis yang sedang dijalani. Etika bisnis juga dapat
menghindari dari segala bentuk tindak kecurangan yang juga akan meningkatkan
kelancaran dan kelangsungan bisnis.
B. Etika Bisnis dalam Persaingan
Persaingan usaha yang sehat akan menjamin keseimbangan antara hak produsen dan
konsumen. Indikator dari persaingan yang sehat adalah tersedianya banyak produsen,
harga pasar yang terbentuk antara permintaan dan penawaran pasar, dan peluang yang
sama dari setiap usaha. Adanya persaingan yang sehat akan menguntungkan semua
pihak termasuk konsumen dan pengusaha kecil serta produsan sendiri, karena akan
menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha tertentu.
Dari segi etika bisnis, hal ini penting karena merupakan perwujudan dari nilai-nilai
moral. Pelaku bisnis sebagian menyadari bahwa bila ingin berhasil dalam kegiatan
bisnis, ia harus mengindahkan prinsip-prinsip etika. Penegakan etika bisnis makin
penting dalam upaya menegakkan persaingan sehat yang kondusif.
Dalam bisnis, Produsen harus memenuhi keinginan konsumen dalam pelayanan yang
lebih efisien dan mendapatkan keuntungan yang lebih baik dari pesaingnya. Produsen
akan memperoleh keuntungan dari konsumen apabila ia mampu melayani konsumen
secara efisien, namun sebaliknya apabila ia tidak mampu, maka ia akan mengalami
kerugian dan kebangkrutan.
Iklim persaingan yang demikian akan menyebabkan persaingan yang tidak sehat. Disini
persaingan sesama usaha akan semakin ketat dan cenderung tidak jujur, ditambah
6. dengan tidak adanya paranata hukum yang membatasi kegiatan bisnis. Sehubungan
dengan berlangsungnya era globalisasi, maka persaingan harus transparan dan
mengandalkan profesionalisme.
Perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang
memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan
tidak menolerir tindakan yang tidak etis seperti diskriminasi dalam jenjang karier.
Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh
karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan. Untuk memudahkan
penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang
terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni
dengan cara menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik, memperkuat sistem
pengawasan, menyelenggarakan pelatihan untuk karyawan secara terus menerus.
Manfaat umum dari proses persaingan ekonomi adalah terbentuknya harga yang
semurah mungkin bagi barang dan jasa yang disertai adanya bentuk pilihan maupun
kualitas barang dan jasa yang diinginkan. Dalam hal demikian, banyak produsen yang
member kontribusi pada perdagangan atau pasar. Dan harga-harga yang bersaing
ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Jika sejumlah penjual yang mau
menjual sama dengan jumlah pembeli yang mau membeli, maka disini adalah sisi positif
dari persaingan bisnis. Sedangkan sisi negatifnya adalah ketika terjadi persaingan yang
mutlak, dimana masing-masing perusahaan hanya menginginkan keuntungan
sebesarnya-sebesarnya. Dan dalam keadaan seperti itu, akan timbul ketidakmerataan
keuntungan dan hasil pendapatan. Pengusaha dengan modal kecil akan tersisih dengan
sendirinya. Dalam hal ini para pelaku ekonomi berhasrat menguasai berbagai sector
industry sekaligus, mulai dari industri hulu sampai industri hilir.
C. Contoh Kasus Oreo
Salah satu produk makanan jadi yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah
produk biskuit. Salah satu produk biskuit yang banyak digemari adalah produk Oreo
yang diproduksi oleh PT.Kraft Foods Inc. Menurut CEO Kraft, Irene Rosenfeld, Kraft
saat ini merupakan pemimpin pasar biskuit dunia, dengan portofolio luas dari merek-
merek ternama diseluruh dunia. Di Asia, Kraft saat ini memiliki portofolio lengkap
dengan merek-merek produk yang tersebar diseluruh kategori biskuit seperti Oreo, Ritz,
7. Chip's Ahoy, Jacob's, Chipsmore, Twisties, Biskuat, Milk Biscuit, Hi Calcium Soda,
Tuc, dan Tiki. Berdasarkan survei yang dilakukan AC Nielsen, pangsa pasar biskuit
susu dikuasai oleh biskuit Danone dan Oreo.
Berdasarkan hasil penelitian BPOM pada September 2008 ditemukan bahwa semua
produk yang mengandung susu dan berasal dari Cina positif mengandung melamin
sebesar 8.51 mg/kg sampai dengan 945.86 mg/kg, dan salah satu produk yang
mengandung melamin adalah produk Oreo Wafer Sticks produksi PT. Nabisco Food
(Suzhou) Co.Ltd, China dengan kandungan melamin sebesar 366.08 mg/kg dan sebesar
361.69 mg/kg. Namun adanya pemberitaan media massa yang kurang spesifik dan
informatif serta adanya kesalahan pemaknaan yang diterima masyarakat telah membuat
masyarakat Indonesia mencap bahwa semua produk Oreo berbahaya padahal produk
Oreo buatan dalam negeri (PT.Kraft Foods Indonesia) bebas melamin, hal ini tentunya
akan mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Oreo.
Keamanan pangan menjadi salah satu isu yang menyita perhatian beberapa organisasi
kesehatan di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Food and Agriculture
Organization (FAO) saat ini memberikan penekanan bagi seluruh negara agar
memperkuat sistem keamanan pangan. Negara-negara diminta untuk meningkatkan
kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang terlibat dalam industri pangan.
Kejadian terkait isu keamanan pangan baru-baru ini, seperti temuan melamin hasil
industri kimia pada produk makanan dan minuman, atau penggunaan tanpa izin obat-
obatan hewan tertentu pada peternakan ikan, dapat berpengaruh pada kesehatan dan
sering berakibat pada penolakan produk pangan dalam perdagangan nasional maupun
internasional.
Berdasarkan hasil penemuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terdapat 28
produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran yang diduga mengandung zat
berbahaya melamin. Melamin merupkan zat yang berbahaya jika dikonsumsi oleh
manusia. Konsumsi secara terus-menerus akan membahayakan kesehatan. Hal ini
terbukti dari adanya kasus 56 balita di China yang mengalami gagal ginjal bahkan
kematian setelah mengkonsumsi susu yang mengandung melamin. Bahaya lain yang
dapat ditimbulkan oleh konsumsi produk makanan dan minuman bermelamin seperti
serangan akut pada pernapasan, kerusakan berbagai organ tubuh, dan merusak sistem
kekebalan tubuh bayi dan anak-anak. Salah satu produk makanan yang diduga
mengandung melamin berdasarkan penemuan BPOM pada September 2008 adalah
produk Oreo.
8. Menurut produsen produk Oreo (PT Kraft Indonesia) produk Oreo yang beredar di
Indonesia ada dua macam yakni 90 persen Oreo yang dijual bebas yang merupakan
produk asli Indonesia dan hanya 10 persen produk Oreo yang diimpor dari Tiongkok
(China). Produk Oreo yang mengandung melamin merupakan produk Oreo wafer stick
yang diproduksi oleh PT. Nabisco Food ( Suzhou ) Co. Ltd., China dengan kandungan
melamin sebesar 366.08 mg/kg dan 361.69 mg/kg. sedangkan Oreo wafer, Oreo Coklat
Sandwich Cookies dan Oreo Vanila buatan Indonesia bukanlah produk Oreo yang
mengandung melamin. Hal ini menjadi suatu kerugian bagi pihak perusahaan PT Kraft
Foods Indonesia. Citra perusahaan yang selama ini telah dibangun selama
bertahuntahun di Indonesia menjadi menurun karena masalah tersebut. Menurut riset
yang dilakukan AC Nielsen, penjualan produk Oreo dari biskuit coklat berbagai rasa
hingga wafer mengalamin penurunan penjualan yang cukup signifikan setelah adanya
pengeluaran argumen dari BPOM dan menteri kesehatan, penjualan produk Oreo
menurun hingga 10 persen di pasar Indonesia. Melihat realita tersebut, bila pihak
perusahaan Kraft yang bertaraf Internasional tidak cepat melakukan pembaharuan
image, dapat diprediksikan bahwa masyarakat Indonesia dapat kehilangan kepercayaan
kepada Kraft. Adanya pemberitaan media massa baik elektronik maupun cetak yang
kurang spesifik dan kurang informatif, serta adanya kesalahan informasi yangditerima
oleh masyarakat yang diakibatkan adanya salah pemaknaan dalam menerima informasi
dari media telah membuat tingkat pengetahuan masyarakat terhadap daftar produk
bermelamin terutama produk Oreo menjadi berkurang. Hal ini berdampak pada sikap
masyarakat yang mencap semua produk Oreo sebagai produk yang mengandung
melamin. Padahal menurut hasil conference yang dilakukan oleh pihak Badan Pengawas
Obat Dan Makanan (BPOM) disebutkan bahwa produk-produk yang dilarang
peredarannya dan harus ditarik dari pasaran adalah produk-produk dengan kode ML
(makanan diproduksi di luar negeri), namun kenyataan diluar bahwa masyarakat
Indonesia salah mengartikan informasi tersebut, banyak dari masyarakat yang
mengartikan bahwa produk dengan merek-merek tersebut seperti Oreo baik di produksi
dalam negeri maupun luar negeri bagi mereka tidak aman dikonsumsi. Kondisi tersebut
ternyata membuat pihak PT.Kraft Indonesia mengalami goncangan karena hal tersebut
berdampak pada citra dari merek yang telah lama dibangun. Adanya pemberitaan media
massa telah mempengaruhi tingkat pengetahuan konsumen terhadap isu melamin.
Dampak langsung ataupun tidak langsung dari pemberitaan media massa akan
membentuk persepsi masyarakat tentang produk Oreo. Ada dua kemungkinan persepsi
9. yang terbentuk, yaitu persepsi yang benar dan salah. Jika yang terbentuk adalah persepsi
yang salah maka akan mempengaruhi sikap masyarakat, mereka akan merasa khawatir
untuk mengkonsumsi produk Oreo. Masyarakat akan mengurangi atau bahkan beralih
ke produk biskuit lain. Tentunya hal ini tidak diinginkan karena akan merugikan banyak
pihak terutama produsen yaitu PT. Kraft Indonesia. Sebagai perusahaan yang terkena
imbas kasus melamin, PT Kraft Indonesia memiliki kepentingan untuk mengetahui
persepsi konsumen terhadap merek yang dimilikinya.
Setelah BPOM melakukan tinjuan langsung pada pasar dan supermarket maka tidak
lama seluruh produk oreo langsung dicabut dari peredaran, karena dianggap tidak sesuai
dengan kandungan makanan yang semstinya dan terdapat zat kimia yang dapat
berdampak buruk pada tubuh apabla di konsumsi pada waktu yang lama. Hal tersebut
yang membuat oreo ditarik dari pasar. Akhirnya oreo mengalami kerugian yang sangat
besar. Krisis kepercayaan dan kerugian secara materiil dan immateriil.
Persepsi konsumen penting diketahui oleh produsen, karena persepsi merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. PT Kraft Indonesia
ingin mengembalikan citra perusahaannya serta mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap produk Oreo. Sebelum melakukan kebijakan pengembalian
citra/image serta kepercayaan masyarakat, PT Kraft Indonesia perlu mengetahui
persepsi konsumen terhadap produk Oreo, apa yang konsumen ketahui, konsumen
percayai dan konsumen pikirkan megenai produk Oreo. Dengan mengetahui persepsi
konsumen, maka dapat diketahui perilaku dari konsumen tersebut.
10. Daftar Pustaka
Karina Noviana, 2009. http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-
oktober-2009-makalah-etika.html, diakses pada 30 Juni 2019 pukul 23.20 WIB
Rina Pratiwi, 2013. http://rhynanana.blogspot.com/2013/10/etika-bisnis-di-era-
globalisasi.html, diakses pada 30 Juni 2019 pukul 23.13 WIB
Sifa Fauziah, 2016. https://sifafauziah692.wordpress.com/2016/01/14/peran-dan-
manfaat-etika-bisnis-dalam-era-globalisasi/, diakses pada 30 Juni 2019 pukul 23.25
WIB
Prihanita MJ, 2016. https://pirhanitamiranti.wordpress.com/2016/11/13/peran-etika-
bisnis-pada-pasar-globalisasi/, diakses pada 30 Juni 2019 pukul 23.29 WIB Alfian
Asmorojakti, 2017. https://alfianasmorojakti1.wordpress.com/2017/05/08/persaingan-
secara-sehat-dalam-etika-bisnis/, diakses pada 30 Juni 2019 pukul 23.00 WIB
Hapzi Ali, 2019. Business Ethics & GG: Globalization and Business Ethics. Jakarta:
Mercu Buana.