bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
0 filsafat ilmu
1. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/326414170
0-Filsafat Ilmu
Chapter · July 2018
CITATIONS
0
READS
42
1 author:
Herispon Herispon
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Riau, Pekanbaru
20 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Herispon Herispon on 16 July 2018.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
2. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
1
TUGAS
WORKING PAPER
FILSAFAT ILMU
OLEH
Herispon
1430512002
Program S.3 Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas
Padang 2015
3. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
2
Kata Pengantar
Puji Syukur penulis kepada Allh SWT, yang telah memberikan karunia kesehatan dan
kemampuan kepada penulis dalam menyelesaikan kertas kerja (work paper) ini. Penulisan kertas
kerja ini berkaitan dengan mata kuliah Filsafat Ilmu yang diasuh oleh Prof. Niki Lukviarman,
SE., MBA., DBA., Ak., C.A., dalam perkuliahan semester genap T.A 2014/2015 program S.3
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Niki Lukviarman, SE., MBA., DBA., Ak.,
C.A., selaku dosen pengasuh mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan bimbingan,
arahan, sekaligus pencerahan khususnya selama proses perkuliahan dan berguna, serta dapat
penulis aplikasikan dalam penulisan kertas kerja ini, yang mana telah membuka mata hati, mata
pikiran penulis tentang begitu luasnya ilmu-ilmu yang harus dipelajari, dipahami, dimaknai
dalam kehidupan ini, dan menurut hemat penulis pemahaman filsafat ; filsafat ilmu tersebut
dapat digunakan dalam setiap tindakan, perkataan, dan perbuatan, baik untuk kemaslahatan diri
sendiri, orang lain mapun lingkungan dimana kita berada, yang intinya menjadikan diri kita
“orang bijaksana” dan atau “orang bijaksini”.
Penulis menyadari, hasil dari tulisan ini masih jauh kata sempurna yang antara lain sebab
yaitu keterbatasan waktu, keterbatasan literature, maupun keterbatasan telaah dari penulis sendiri.
Untuk itu dengan hati terbuka dan ikhlas penulis menerima kritikan dan masukan yang sifatnya
konstruktif dari pembaca dan pemerhati yang berkaitan dengan tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, terutama kepada para pembaca dalam kajian-kajian
filsafat dan filsafat ilmu, demikian terima kasih.
Padang, Agustus 2015
Penulis,
HERISPON
NIM 1430512002
4. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
3
Daftar Isi
Bagian I
Sekilas Tentang Filsafat, 1
A. Pengantar, 1
B. Rumusan Masalah, 3
C. Tujuan Pembahasan, 3
D. Sistematika Penulisan 3
Bagian II
Filsafat ; Sejarah dan Perkembangannya
A. Pengertian Filsafat, 5
B. Filsafat Dari Mitos ke Logos, 7
C. Sejarah dan Munculnya Filsafat, 8
C.1. Klasifikasi Filsafat, 9
C.2. Filsafat Barat, 9
C.3. Filsafat Timur, 23
C.4. Filsafat Islam, 23
D. Pemetaan Cabang Filsafat, 26
E. Metode Filsafat, 27
F. Objek Filsafat, 37
G. Sistematika Filsafat, 38
Bagian III
Filsafat ; Filsafat Ilmu dan Kaitan Dengan Ilmu Pengetahuan
A. Pengertian Filsafat Ilmu, 43
B. Perkembangan Filsafat Ilmu, 55
C. Ciri-Ciri Ilmu Modern, 59
D. Paradigma Ilmu Modern Menurut Beberapa Aliran, 60
E. Bidang Kajian dan Masalah-Masalah Dalam Filsafat Ilmu, 62
F. Kebenaran Ilmu, 64
G. Keterbatasan Ilmu, 66
H. Hubungan Filsafat dengan Ilmu, 68
I. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu, 70
J. Pengaruh Filsafat Terhadap Perkembangan Ilmu dan Teknologi 71
5. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
4
Bagian IV
Filsafat Dalam Perspektif Ilmu Manajemen
A. Latar Belakang, 74
B. Dimensi Filosofis Manajemen, 80
C. Manajemen Yang Filosofis, 82
D. Perumusan Lebih Jauh Dalam Praktek Manajemen, 83
Bagian V
Filsafat : Masa Sekarang dan Masa Datang, 87
Bagian VI
Manfaat Mempelajari Filsafat dan Filsafat Ilmu, 96
Bagian VII
Penutup ; Kesimpulan, 98
Daftar Pustaka, 101
6. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
5
Bagian I
Sekilas Tentang Filsafat
A. Pengantar
Filsafat / filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan),
yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti : mencintai kebijaksanaan, tetapi arti kata
ini belum menampakkan arti filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif.
Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif. Filsafat adalah pandangan
tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir
untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau
suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal : etika/moral, estetika/seni,
sosial dan politik, epistemology/tentang asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dan lainnya.
Menetapkan suatu definisi nampaknya sulit untuk dilakukan. kenapa? Persoalannya bukan
terletak pada soal bagaimana untuk mengemukakan definisi itu, melainkan soal mengerti atau
tidaknya orang menerima definisi tersebut. Ini adalah persoalan yang tidak bisa dianggap sepele.
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan rasional juga memiliki objek material dan objek
formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak
dan ada yang tidak tampak.
Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam
pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun objek formal,dan rasional adalah sudut pandang
yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama
kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga
menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya
ilmu secara berkesinambungan. Maka seiring dengan berkembangnya zaman, makin berkembanglah
ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Kemajuan pesat ilmu pengetahuan yang dicapai manusia pada ujung pertengahan kedua
abad ke-20, memungkinkan arus informasi menjadi serba cepat; apa dan oleh siapa dari seluruh
muka bumi (bahkan sebagian jagat raya) - menembus ke seluruh lapisan masyarakat dengan bebas
tanpa membedakan siapa dia si penerima. Tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas
ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran. Pengaruh
7. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
6
perkembangan ilmu pengetahuan terhadap pola kemasyarakatan alienasi adalah suatu kondisi
psikologis seorang individu yang dinafasi oleh kesadaran semu (tentang misteri keabadian termasuk
Tuhan), keberadaan, dan dirinya sendiri sebagai individu serta komunitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat dan cenderung meniru budaya barat
bisa jadi menciptakan sebuah alienasi budaya. Orang merasa asing dengan budayanya sendiri.
Kaum muda tidak lagi at home dengan kebudayaan yang telah membentuk identitas sosialnya.
Kemajuan-kemajuan memungkinkan banyaknya pilihan (multiple options) dan membuka
kesempatan tumbuhnya materialisme dan rasionalisme dengan luar biasa. Tuntutan hidup begitu
tinggi. Kemakmuran yang dicapai tidak terkendali, gaya hidup menjadi konsumtif dan hedonistik.
Manusia pribadi yang menjadi begitu sibuk untuk mempertahankan hidup menyuburkan sosok
individualistik. Kaya dan sukses dari segi materi jadi satu-satunya tujuan hidup. Persaingan
demikian ketat, sehingga penghargaan manusia terhadap waktu mencapai titik tertinggi
dibandingkan masa sebelumnya. Yang tersisa hanya wajah kehidupan tidak manusiawi dimana
bahaya masa depan ialah manusia menjadi robot karena terjadi alienasi diri. Ini merupakan
pengaruh negatif dari kemjuan ilmu jika tidak di dasari dengan akhlak, norma, moral dan landasan
agama yang ada. Jangan sampai perkembangan ilmu menjadikan manusia sebagai objek, menyeret
dan memaksanya pada model kehidupan yang menyimpang.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang ada pada saat ini
merupakan bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa lalu.
Manusia dengan alam pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya memberikan
efek saling tular serta membentuk sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini akan membawa
kita kepada masa depan manusia yang berbeda dan lebih kompleks. Prediksi pada ilmuwan Barat
yang menyatakan bahwa agama formal (organized religion) akan lenyap, atau setidaknya akan
menjadi urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat semakin berkembang, ternyata tidak terbukti.
Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi peran agama (formal) dalam berbagai jalur
sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam teknologi. Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa
memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara
menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang
ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat
Demikian juga filsafat, sulit sekali untuk memberikan suatu batasan yang benar (pasti)
tentang kata filsafat. Buktinya para filsuf selalu berbeda-beda dalam medefinisikan filsafat.
8. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
7
Layaknya seperti ilmu pengetahuan, filsafat juga mempunyai metode yang digunakan untuk
memecahkan problema-problema filsafat. Selain itu filsafat juga mempunyai obyek dan
sistematika/struktur. Tidak kalah pentingnya dengan cabang ilmu pengetahuan, filsafat juga
mempunyai manfaat dalam mempelajarinya.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang di atas dapat di ketahui beberapa rumusan masalah di antara sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengertian filsafat secara etimologis dan terminologis serta menurut para ahli ?.
2. Metode apa saja yang digunakan dalam filsafat ?
3. Apa saja objek dalam filsafat ?
4. Bagaimana sistematika/ stuktur dalam filsafat ?
5. Apakah itu filsafat Ilmu ?
6. Apa manfaat mempelajari filsafat dan filsafat ilmu ?
C. Tujuan Pembahasan
Dari Rumusan Masalah di atas dapat diketahui tujuan dari pembahasan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami pengertian filsafat secara etimologis dan terminologis serta menurut
para ahli.
2. Mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam filsafat.
3. Mengetahui dan memahami objek dalam filsafat.
4. Mengetahui dan memahami sistematika/ stuktur dalam filsafat.
5. Mengetahui filsafat dan filsafat ilmu
6. Mengetahui dan memahami manfaat mempelajari filsafat.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan kerja kerja ini (work paper) penulis bagi dalam 6 bagian, yang terdiri dari bagian :
Bagian I : Sekilas tentang filsafat, berisikan ; Pengantar, Rumusan Masalah, Tujuan
Pembahasan, dan Sistematika Penulisan.
Bagian II : Filsafat ; Sejarah dan Perkembangannya
Bagian III : Filsafat ; Filsafat Ilmu dan Kaitan Dengan Ilmu Pengetahuan
9. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
8
Bagian IV : Filsafat Dalam Perspektif Ilmu Manajemen
Bagian V : Filsafat ; Masa Sekarang dan Masa Datang
Bagian VI : Manfaat Mempelajari Filsafat dan Filsafat Ilmu
Bagian VII : Penutup ; Kesimpulan
Daftar Pustaka
10. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
9
Bagian II
Filsafat ; Sejarah dan Perkembangannya
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologis, dalam bahasa Inggris disebut philosophy, dalam bahasa Arab disebut
filsafat, dalam bahasa Yunani disebut falsafah atau philosophia, kata majemuk yang berasal dari
kata Philos yang artinya cinta atau suka, dan kata Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian
secara etimologis, filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Di dalam Encyclopedia of
philosophy (1967 : 216) ada penjelasan sebagai berikut: “The creek word Sophia is ordinary
translated as „wisdom‟, and the compound philosophia, from wich philosophy derives, is translated
as the „love of wisdom.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian
yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal
sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Abu Bakar Atjeh (1982 : 6)
juga mengutip seperti itu. Berdasarkan kutipan tersebut dapat di ketahui bahwa filsafat ialah
keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau untuk menjadi bijak. Secara
terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan
pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi tentang filsafat tersebut :
Definisi filsafat oleh para Filsuf / pemikir
Para Filsuf / pemikir Uraian / definisi / pendapat
Plato (477 SM-347 SM) Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia
sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada,
ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli
Aristoteles (381SM-322SM) Bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran
yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika,
logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika
Marcus Tulius Cicero (106SM-
43SM)
Seorang politikus dan ahli pidato Romawi merumuskan
filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha
agung dan usaha-usaha untuk mencapainya
Immanuel Kant (1724M-1804M) yang sering dijuluki raksasa pemikir barat, mengatakan
bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dari segala ilmu
pengetahuan yang meliputi empat persoalan, yaitu:
“Apakah Yang Dapat Kita Ketahui” ? pertanyaan ini
11. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
10
dijawab oleh Metafisika. “Apakah Yang Boleh Kita
Kerjakan” ? pertanyaan ini dijawab oleh Etika.
“Sampai Di Manakah Pengharapan Kita” ?
pertanyaan ini dijawab oleh Agama. “Apakah Manusia
Itu” ? pertanyaan ini dijawab oleh Antropologi.
Al-Farabi (wafat 950M) Seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah
ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat yang sebenarnya
Cicero (106 – 43 SM ) Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the
mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat
sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Rene Descartes (1596–1650) Pelopor filsafat modern dan pelopor pembaruan dalam
abad ke-17 yang terkenal dengan ucapannya: “Cogito
ergo Sum” (karena berpikir, maka saya ada) sebagai
landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal
kepada suatu kebenaran yang fundamental atau
pengalaman yang asasi
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-
ilmu, yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu.
Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan.
Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh
jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan
Paul Nartorp (1854 – 1924) Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan
menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul
sekaliannya
Harold H. Titus (1979 ) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan
terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima
secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
dijunjung tinggi
Bertrand Russel Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah
antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat
berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-
masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai
sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains,
filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada
otoritas tradisi maupun otoritas wahyu
Dalam filsafat, pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dilakukan secara terus
menerus (hingga akhirnya membuahkan jawaban yang semakin lama semakin mendekati
kebenaran). Karena itu sering pula disebut bahwa filsafat dalah sebuah “tanda tanya”, dan bukan
“tanda seru”. Artinya filsafat adalah sebagai upaya pencarian akan kebijaksanaan atau pencarian
12. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
11
pengetahuan yang tidak pernah selesai. Dengan cara ini pemahaman kita tentang segala sesuatu
sebetulnya semakin diperluas dan diperdalam (Akhyar Yusuf Lubis ; 2014, hal 2)
B. Filsafat Dari Mitos ke Logos
Sebelum filsafat lahir dan berkembang pesat, di Yunani telah berkembang mitos-mitos.
Bahkan kalau di pikirkan secara seksama lagi, ternyata filsafat sendiri dilahirkan dan dikembangkan
melalui jalan mitologis, mitos-mitos yang berkembang sendiri merupakan metode yang dilakukan
untuk memahami segala sesuatu yang ada, karena ketidaktahuan dan penasarannya manusia
terhadap alam semesta ini dan pada saat itu jawabannya hanya ada didalam mitos sehingga muncul
anggapan bahwa bumi ini bisa gelap karena ada raksasa yang menggemgam bumi ini, dan menjadi
terang kembali setelah raksasa melepas genggamannya. Khayalan-khayalan itu menjadi
“keyakinan” yang selanjutnya membentuk pemahaman normatif tentang setiap keberadaan dan
kekuatan yang ada didalamnya. Kemudian setelah berkembang jaman manusia pun mulai mencari
kebenaran yang bisa dibuktikan secara rasional yang melahirkan sebuah ilmu pengetahuan, mereka
berhasil mengubah masyarakat yang mitos menjadi logos yang sekarang dikenal dengan “filsafat”.
Bertanya dan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan telah dilakukan oleh para
filsuf sepanjang sejarah pemikiran selama ribuan tahun. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti :
- Dari manakah asal mula alam ?
- Apakah alam ini dengan segala isinya terjadi dari materi belaka ?
- Apakah manusia secara prinsip sama dengan binatang ?
- Ataukah manusia makhluk rasional yang diciptakan Tuhan untuk bertanggung jawab atas
tindakan dan pilihan hidupnya ?
- Apakah bumi ini bulat ?
- Mengapa matahari terbit di Timur, benarkah demikian ?
Pertanyaan-pertanyaan filosofis ini muncul ketika manusia sudah mulai menyadari bahwa
dirinya, keberadaannya dibumi ini berbeda dengan alam dan lingkungan sekitarnya, maka
muncullah tahap-tahap sebagai berikut :
13. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
12
Tahap Uraian / Keterangan
Pra Logis (hylozoisme) Pada alam pikiran mistis (pra logis), manusia, alam, tumbuhan,
dan binatang digolongkan dalam satu kelas, artinya tidak ada
perbedaan antara manusia dengan objek lain. Dan alam dianggap
memiliki kekuatan (jiwa) yang disebut anima. Hal-hal yang berbau
mistis seperti :
- Matahari adalah dewa yang sedang menunggangi ketera
kudanya yang melintas dilangit.
- Bumi dianggap seperti meja dan diatasnya ada sebuah mangkok
setengah lingkaran
Logis Pada tahap ini manusia sudah mulai menyadari keberadaannya di
alam dunia, manusia sudah melihat perbedaan dengan alam
(ontology), manusia sudah mempertanyakan alam dan dirinya,
seperti ; Thales, Anaximenes, Heracleitos, Pythagoras (pra
Scorates), mulai mempertanyakan asal muasal alam semesta ini
(kosmologi). Disinilah filsafat mulcul karena ketidak puasan para
filsuf atas penjelasan mitos tentang berbagai hal yang tidak dapat
dijustifikasi baik oleh rasio maupun pengalaman.
(Disarikan dari Akhyar Yusuf Lubis ; 2014, hal 4-5)
Penjelasan mitos (mitologi) ini dirasa kurang dan tidak memenuhi tuntutan rasio atau logos,
karena itu para filsuf mencari jawaban yang lebih rasional sehingga lebih dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Karena penjelasan mitologi tidak dapat dijelaskan atau dikontrol oleh
rasio, maka tokoh filsafat Yunani abab ke 6 SM mulai memberikan penjelasan tentang berbagai
masalah yang didasarkan atas penjelasan atau argumen yang rasional, karena itu sering disebut
filsafat lahir ketika logos (akal budi atau rasio) menggantikan mitos.
C. Sejarah dan Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai berpikirpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di
Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta
sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof
ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar
14. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
13
tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles
adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah
“komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar
pada sejarah filsafat.
C.1. Klasifikasi Filsafat
Filsafat sebagai induk pemikiran ilmiah selalu berada dibelakang kemajuan suatu peradaban.
Langkah ini dimulai dengan cara coba-coba (trial and error). Cara ini membimbing manusia pada
kemampuan menemukan pengetahuan ilmiah yang melibatkan observasi dan eksperimen.
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun
tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu
filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa
dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Islam”.
C.2. Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di
Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani
kuno. Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis,
radikal, dan kritis seringkali merujuk pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis.
Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran
dianggap filosofis jika mengadung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni
sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh jika
pernyataan ”Saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita menangkap hujan turun, jika
kenyataannya tidak maka pernyataannya dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan
dinilai benar jika pernyataan itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni: (a) bagian
filsafat yang mengkaji tentang ada (being), (b) bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan
(epistimologi dalam arti luas), (c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang
seharusnya dilakukan manusia (aksiologi). Dalam perkembangannya filsafat barat ini dibagi lagi dalam
beberapa era atau masa yaitu ; Pra Socrates, Sofis, Yunani Klasik, Periode Helenitas-Romawi , Abad
15. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
14
pertengahan, Periode modern, Periode postmodern / Kontemporer. Adapun para filsuf yang terkenal
pada era atau masanya adalah :
Para Filsuf / pemikir Uraian / definisi / pendapat
1. Periode Yunani
(600 SM = 400M)
Pra Socrates
Ciri ; Kosmosentris
Bahwa alam itu merupakan suatu susunan yang teratur dan harmonis.
Pada zaman Yunani kuno terdapat 3 masa perkembangan yaitu masa
awal, masa kaum sofis serta masa keemasan (masa Socrates). Pada
masa awal ini, filsafat hanya membahas tentang alam dan kejadian
alamiah terutama dalam hubungannya dalam perubahan-perubahan
yang terjadi. Namun mereka yakin bahwa perubahan-perubahan ini
terdapat suatu unsur yang menentukan, tapi mereka punya perbedaan
pendapat tentang perbedaan unsur-unsur tersebut
Masa awal dengan Filsuf :
- Thales
Bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan manusia
berkembang dari ikan, karena ada satu substansi (zat) tunggal
(monisme) pertama serta hukum alam yang berlaku didunia yang
berfungsi mempertahankan keseimbangan antara berbagai unsur
(multiplicity) fenomena alam yang berbeda. Anaximandros
dengan unsur yang tidak terbatas (to apeiron), Anaximenes dengan
unsur udara. Anaximandros dan Anaximenes adalah kedua murid
Thales namun berbeda pendapat dalam pemahamannya tentang
unsur-unsur tersebut (sumber ; http/www.philosophers.co.uk)
- Pythagoras
Pemikiran Phytaghoras berbeda dengan filosof pada masanya
kecuali Anaximandros dalam memahami unsur tersebut.
Menurutnya unsur tersebut tidak dapat ditentukan dengan
pengenalan indrawi, melainkan dapat diterangkan dengan
perbandingan dasar antar bilangan, karena Phytaghoras terkenal
sebagai pengembang ilmu pasti dengan dalil terkenalnya yaitu
“dalil Phyitaghoras”. Perminides dari Elea mengemukakan
unsure “metafisika”, yaitu mempersoalkan “ada” yang
berkembang menjadi “yang ada, sejauh ada” (being as being,
being as such). Dari yang ada, ada,dan yang tak ada, mempunyai
arti bahwa prulalitas itu tidak ada.
Filosof berikutnya kembali kepada pengalaman indrawi, antara lain
Demokritos dan Leucippus yang bersama-sama memuat teori
“atomisme”. Mereka berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada
terdiri atas bagian-bagian kecil yang tidak bisa dibagi-bagi lagi,
meskipun bentuk atom itu sendiri sangat kecil dan tidak Nampak
oleh indra namun atom selalu bergerak membentuk realitas yang
tampak oleh indra manusia
Bahwa adanya harmoni pada alam karena alam atau benda-benda
dibuat atas dasar prinsip bilangan (matematika).
16. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
15
Jiwa tidak dapat mati, bila seseorang mati, jiwa akan tetap abadi
dan akan berubah menjadi makhlk lain.
Segala sesuatu pada akhirnya dapat direduksi kedalam perhitungan
angka-angka. (sumber; http/www.tsemrinpoche-.com)
- Heraclitos (orang yang tidak jelas)
Terkenal dengan pernyataannya “panta rhei kai udai menei”
artinya segala sesuatu berada dalam perubahan, dalam pemahaman
bahwa segala sesuatu mengalir dan dalam proses menjadi.
Heraklitos mengatakan unsur tersebut adalah api, menurutnya api
adalah lambang perubahan. Karena tidak ada didunia yang tetap,
definitif dan sempurna, tetapi berubah. Segala sesuatu berada
dalam status “menjadi” kemudian berubah.
Seseorang tidaklah bergerak dalam kehidupan, akan tetapi
kehidupan itulah yang mengalir melalui kita. Kita bukanlah berada
dalam dunia, namun kita adalah bagian dari dunia. Batas-batas
antara diri (self) dan dunia tidaklah absolut akan tetapi mengalir
dalam proses yang saling berhubungan (Howard, 2005 : 13-23.)
Masa Sofis :
Di lanjutkan pada masa kaum sofis, yaitu kaum yang pandai
berpidato yang tidak lagi menaruh perhatian utama kepada alam,
tetapi menjadikan manusia sebagai pusat perhatian studinya.
Tokohnya adalah Protagoras, dia memperlihatkan sifat-sifat
relativisme (kebenaran bersifat relative), tidak ada kebenaran yang
tetap, universal dan definitif. Benar, baik dan bagus selalu
berhubungan dengan manusia, tidak mandiri sebagai kebenaran
mutlak
Masa keemasan (Yunani Klasik) :
- Socrates (470SM-399SM)
Socrates menentang kaum sofis yang mengatakan bahwa
kebenaran adalah sifatnya relative dan tidak mutlak. Namun
menurut Socrates, kebenaran itu sifatnya mutlak, universal dan
obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Metode
yang digunakan olehnya adalah dengan bertanya secara radikal dan
kritis kepada orang yang bersangkutan sampai orang yang ditanya
dapat menemukan apa yan baik dan benar didalam dirinya sendiri.
Dari caranya bersifat, ia mengembangkan secara de facto menjadi
suatu metode yang dikenal dengan metode Induktif. Dalam metode
ini dikumpulkan contoh dari peristiwa khusus yang diambil ciri-
ciri khususnya kemudian dicari ciri-ciri umumnya hingga
memperoleh suatu definisi terhadap sesuatu. Jasa Socrates yang
paling besar adalah mengembalikan tradisi filsafat Yunani yang
sempat digoyahkan oleh kaum sofis.
Ucapannya yang terkenal adalah “Kenalilah Dirimu Sendiri”,
Pengenalan diri menjadi permasalahan penting dalam filsafat
17. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
16
manusia dan psikologi modern. Dalam diskusi dan mengajar
Socrates menggunakan metode / tehnik kebidanan (maieutikos)
dengan asumsi bahwa manusia pada dasarnya sebelum lahir telah
membawa/memiliki pengetahuan bawaan. Karena itu menurut
Socrates bagaimana menarik dan mengeluarkan pengetahuan yang
ada dalam kesadaran itu, dengan kata lain dia bertugas seperti
seorang bidan yang membantu seorang ibu melahirkan bayi dari
rahim sewaktu persalinan.
Karena ajarannya, keberanian, kejujuran dan keteguhannya dalam
bersifat harus dibayar mahal olehnya, Socrates dituduh meracuni
generasi muda pada waktu itu yang membuat mereka tidak percaya
pada dewa-dewa yang diagungkan oleh masyarakat Yunani.
Kemudian pengadilan Yunani menjatuhkan vonis mati kepada
Socrates, dan ajarannya dilanjutkan oleh Plato dan Aristoteles.
- Plato (427SM-347SM).
Plato mendirikan sekolah filsafat yang disebut Akademia. Dia
mengubah metode Socrates menjadi teori Idea. Menurutnya idea
adalah bentuk mula jadi atau model yang bersifat umum dan
sempurna yang disebut prototypa, sedangkan benda individual
dunia hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak sempurna/kekal.
Oleh karena itu dalam filsafatnya Plato menentang realisme karena
yang dianggap benar menurut realisme adalah yang dapat diindra
dan ada begitu saja, tapi kata Plato obyek tersebut sebenarnya
sudah ada di dalam idea yang nyata sedangkan objek duniawi
hanyalah tiruan dari dunia idea saja. Gagasan plato ini banyak
memberikan dasar pada perkembangan logika.
- Aristoteles (384SM-322SM)
Namun demikian logika ilmiah sesungguhnya baru saja terwujud
oleh muridnya yaitu Aristoteles, karena dia lebih sistematis dalam
berfilsafat. Dalam berfilsafat dia menggarap masalah kategori,
struktur bahasa, hokum formal konsistensi proposisi, silogisme
kategoris, pembuktian ilmiah, perbedaan atribut hakiki dengan
bukan hakiki, kesatuan pemikiran, metode berdebat, kesalahan
berpikir sampai menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme
(sumber ; http ://classicalwisdom.com)
2. Periode Helenitas-
Romawi
Masa ini tidak lepas dari peranan Raja Alexander Agung, uang
membuat kebudayaan Yunani menjadi kebudayaan Helenitas.
Diera ini dibuka juga sekolah-sekolah baru mengalahkan
Akademia plato dan Lykeion aristoteles, sehingga memunculkan
banyak aliran-aliran baru seperti stoisisme, epikurisme,
skeptisisme, ekletisisme, dan neoplatoisme, pemikir yang terkenal
pada era ini adalah :
- Stoisme adalah mazhab yang didirikan oleh Zeno dari Kition di
Athena sekitar 300 SM. Nama “stoa” mengacu dari serambi
bertiang empat tempat Zeno mengajar. Menurut stoisme jagat raya
di ditentukan oleh “logos” yang berarti rasio dengan begitu seluruh
18. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
17
kejadian jagat raya ini telah ditentukan dan tidak bisa dielakan dan
jiwa manusia merupakan bagian dari logos sehingga mampu
mengenali jagat raya. Manusia dapat hidup bahagia dan bijaksana
jika menggunakan rasionya dalam mengendalikan diri nafsu-
nafsunya secara sempurna. Mati dan hidup merupakan kejadian
yang sudah ditentukan dan sifatnya mutlak.
- Epikurisme dibangun Epikueros (341SM-270SM) yang kembali
memunculkan “Atomisme demokritos” bahwa segala hal terdiri
atas atom yang senantiasa bergerak dan bertabrakan secara
kebetulan sehingga terciptanya segala sesuatu. Dalam ajarannya
terhadap manusia, dia berpendapat manusia bisa bahagia jika
mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakut-takuti oleh dewa.
Dengan begini manusia bebas dalam berkehendak untuk mencari
kesenangan sepuas-puasnya tanpa harus memperdulikan dewa.
Namun jika kesenangan yang manusia dapat terlalu banyak maka
ia akan gelisah dan tidak tenang, oleh karena itu yang manusia itu
sendiri harus bisa membatasi diri dalam mencari kesenangan itu
sendiri agar memperoleh kesenangan yang hakiki yaitu kesenangan
rohani.
- Skeptisisme dipelopori oleh Pyrrho (365SM-275SM), aliran ini
mengajarkan keragu-raguan dan kesangsian terhadap sesuatu yang
ada, walaupun sesuatu itu nyata adanya. Karena mereka menyakini
bahwa kemampuan manusia tidak akan sampai bisa menemukan
kebenaran yang mutlak.
- Ekletisisme, Cicero (106SM-43SM). Aliran ini hanya sebagai
penengah berbagai aliran filsafat bagi masyarakat dalam
menghadapi berbagai permasalahan namun tidak sampai
menggabungkan segala aliran filsafat itu kedalam satu pemikiran
namun hanya menggunakan aliran-aliran tertentu pada kondisi
tertentu dan tidak memihak kepada aliran apapun.
- Neoplatoisme,sesuai dengan namanya aliran ini mencoba
menghidupkan kembali filsafat Plato, tetapi dipengaruhi juga oleh
aliran filsafat setelahnya seperti Aristoteles dan Stoa, oleh karena
itu tidaklah heran jika aliran ini mensintesiskan semua aliran
filsafat saat itu. Tokoh nya adalah Plotinos, aliran ini mengajarkan
tentang hakikat adanya “yang satu” yaitu Allah. Artinya semuanya
berasal dan kembali kepada “yang satu” sehingga menimbulkan
gerakan dari atas kebawah dan dari bawah keatas. Pada gerakan
dari atas kebawah, artinya taraf yang paling tinggi yaitu Allah
mengelurkan taraf-taraf yang ada dibawahnya melalui jalan
emanasi yang berarti tidak merubah dan mengurangi
kesempurnaan “yang satu”. Prosesnya adalah seperti ini, dari yang
satu dikeluarkan akal budi sesuai dengan gagasan Plato. Didalam
akal budi ada dualitas yaitu yang memikirkan dan yang dipikirkan.
Dari akal budi melahirkan jiwa dunia (psyche) dan darinya
dikeluarkan materi (hyle) bersama dengan psykhe terciptalaj jagat
19. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
18
raya. Sebagai taraf terendah, materi yang paling tidak sempurna
dan merupakan pusat kejahatan.
Pada gerakan dari bawah keatas, setiap taraf-taraf yang
dikeluarkan yang satu akan kembali menuju Allah, karena manusia
memiliki tiga taraf (akal budi, psyche, dan hyle) maka hanya
manusialah yang mampu kembali pada yang satu. Cara kembalinya
ada tiga cara yaitu: penyucian manusia dari materi ketika bertapa,
penyatuan manusia dengan Tuhan melebihi pengetahuan dan
eksistensi.
3. Periode abab perte-
ngahan (400- 1500
M)
Periode ini dibagi dua :
a. Zaman Patristik
Istilah patristic berasal dari kata latin “patres” yg berarti bapak
dalam lingkungan gereja. Dalam era ini, filsafat mulai disusupi
oleh teologi kristiani, bahkan terjadi pertentangan juga dikalangan
para pemuka agama Kristen ini dalam menanggapi filsafat. Ada
tiga pendapat para bapak gereja dalam menanggapinya, pertama,
setelah adanya wahyu ilahi melalui roh kudus seharusnya
pemikiran filsafat di stop bahkan dihilangkan sama sekali karena
dianggap menyalahi alkitab dan dianggap “kafir”. Kedua,
berusaha untuk menengahi dan menggabungkan kedua pemikiran
tersebut. Ketiga, filsafat merupakan langkah awal menuju
pemahaman agama yang harus diterima dan dikembangkan.
Tokoh utama dalam filsafat ini adalah Augustinus, ia mengatakan
bahwa pemikiran merupakan integrasi dari teologi Kristen dan
pemikiran filsafatnya dan filsafat itu sendiri tidak bisa lepas dari
iman Kristen. Inti dari filsafat ini hanya membahas 2 aspek yaitu
Tuhan dan manusia. Oleh karena itu maka pembahasannya
mencakup hal-hal yang berhubungan dengan manusia,
kepribadian, kesusilaan dan sifat-sifat tuhan. Menurutnya manusia
tidak akan sanggup mencapai kebenaran tanpa terang (lumens)
dari Allah, meskipun demikian dalam diri manusia sendiri sudah
tertanam benih kebenaran yang merupakan pantulan terang Allah
sendiri yaitu hati nurani.
Sebenarnya para bapak gereja menggunakan pemikiran filsafat
adalah guna memudahkan agama Kristen diterima oleh manusia
dan mengembangkan agama Kristen irtu sendiri. Namun pada
pelaksanaannya agama Kristen itu sendiri yang mengurung dan
mengekang pola pikir manusia dalam berfilsafat karena jika ada
pemikiran yang ridak sesuai dengan alkitab maka akan langsung
dihukum. Dari situlah nantinya akan muncul sekulerisme
dikalangan Eropa pada abad pertengahan yang memisahkan
antara agama dan filsafat bahkan mereka melawan ajaran-ajaran
Kristen dan menjadikan akal sebagai Tuhan
Pada masa ini kebebasan berpikir yang telah berkembang melalui
tradisi Yunani mengalami kemerosotan. Orang hanya boleh
berfikir sejauh mengikuti rambu-rambu yang ditentukan
20. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
19
pemimpin-pemimpin Gereja. Pada masa ini bapak-bapak gereja
(patres) atau ahli-ahli agama Kristen menguasai pemikiran filsafat
sehingga filsafat masa ini disebut dengan zaman Patristik
Filsuf yang terkenal pada masa ini ;
- Justinus de Martyr (abad 2 M)
- Tertulianis (160-220M)
Terkenal dengan pernyataannya “credo qua absurdum est” ;
saya percaya karena tidak masuk akal
- Origenes (184-254M)
- Augustinus (354-430M)
Mencoba menyatukan antara pemikiran filsafat dengan agama
b. Zaman Skolastik
Filsafat ini mempunyai corak semata-mata agama yang mengabdi
kepada teologi yang mencoba mensintesa kan antara kepercayaan
dan akal. Berbeda dengan patristic, skolastik hanya mengkaji
teologi dan menggunakan filsafat sebagai pembuktiannya.
Tokohnya adalah Thomas Aquinas (1225-1274M), menurutnya
pengetahuan didapat melalui indra dan diolah akal tapi akal tidak
mampu mencapai relitas tertinggi yang ada pada daerah Tuhan.
Nah, filsafat inilah yang bisa memperkuat dalil-dali agama guna
lebih mengabdi kepada Tuhan.
Pembuktian Aquinas tentang adanya Tuhan, pertama, dari sifat
alam ini yang selalu bergerak dengan teratur membuktikan bahwa
ada yang mengatur semua ini yaitu tuhan. kedua, allah itu maha
besar, sehingga tidak terpikirkan sesuatu yang lebih besar lagi,
ketiga, hal yang terbesar tentulah berada dalam kenyataan karena
apa yang ada dalam pikiran saja tidak mungkin lebih besar,
keempat, Allah tidak hanya berada dalam pikiran tetapi dalam
kenyataan juga, jadi Allah benar-benar ada.
Pandangan etika Aquinas menekankan superioritas kebaikan
keagamaan. dasar kebaikan adalah kemurahan hati yang lebih dari
sekedar kedermawanan dan belas kasih melainkan terdapat
didalam jiwa yang penuh cinta. Cinta kepada Tuhan yang harus
diutamakan baru cinta kepada sesama manusia.
Filsuf yang terkenal pada masa ini ;
- Abelardus (1079-1142 )
Terkenal dengan pemikiranya yang berusaha menyatukan
pertentangan antara universalia dengan individualia
(particular) yang terjadi antara pendukung nominalisme
dengan realism yang sangat menguasai filsafat abab
pertengahan. ( Bagus, 1996 : 76-77)
- Anselmus (1093-1109)
Terkenal dengan pembuktian ontologisnya dengan Tuhan
(dalam tulisannya Proslogion). Menurutnya, Tuhan adalah
suatu yang paling besar untuk dipikirkan, dan sesuatu yang
terbesar untuk dipikirkan itu, pastilah ada. Ia menyatakan
21. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
20
bahwa untuk mengerti Tuhan pertama-tama orang harus
percaya “credo ut intelligam” artinya saya percaya supaya
saya mengerti
- Duns Scotus (1270-1308)
Duns Scotus (Scotisisme) tidak setuju dengan pendapat
Thomas Aquinas, dengan kesesuaian antara agama dengan
filsafat, karena menurutnya keduanya adalah dua bidang yang
berbeda.
- William Ockham (1290-1349), filsuf Inggris.
Terkenal dengan “Occam‟s Razor” (pisau cukur Okcham)
yang disebut juga prinsip kehematan, maksudnya keharusan
untuk bersahaja dalam menguji teori. Prinsip kebersahajaan
itu adalah “apapun jangan dilipatgandakan tanpa alasan” Jika
ada hipotesis yang sederhana, maka hipotesis yang rumit
menjadi irrasional.
- Thomas Aquinas (1225-1274)
Terkenal dengan “Summa Theologia” (1266), ia membedakan
tugas antara ilmu pengetahuan dengan agama, akan tetapi
diantara keduanya tida ada pertentangan.
Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari
pengalaman (empirik) kemudian pengalaman itu diolah rasio
kita (bandingkan dengan Immanuel Kant).
Ia berpendapat bahwa masalah agama harus diselesaikan
melalui kepercayaan, namun rasio/akal tetap dibutuhkan,
sebagaimana ia mengemukakan bukti tentang adanya Tuhan
melalui argumentasi rasionalnya yang dikenal dengan “lima
jalan” (dipelajari pada filsafat Ketuhanan). Sumber :
www.rosarychurch.ne
4. Periode Modern
(abad 14 s/d abad
17)
Setelah hampir sepuluh abad Eropa diselimuti paham teologis
yang memanipulasi kebenaran dan mematikan pemikiran bebas.
Akhirnya munculnya suatu gerakan cultural yang bertujuan
menggulingkan paham gereja yang selama ini mengekang mereka
dalam mencari kebenaran dan berpikir bebas, gerakan ini disebut
“renaisans” yang artinya kelahiran kembali. Semangat renaisans
ini menimbulkan rasa kepercayaan pada otonomi manusia dalam
mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan yang tadinya tidak
berkembang akibat dominasi gereja mulai berkembang dengan
pesatnya dimasa renaisans.
Kebenaran tidak lagi bersumber dari alkitab tetapi pada
pengalaman empiris dan perumusan hipotesis yang rasional. Oleh
karena itu, sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah
dapat dipakai oleh manusia yaitu, akal (rasio) dan pengalaman
(empiris). Maka pada abad ini muncul dua aliran yang saling
bertentangan yaitu antara aliran rasionalisme dan aliran
empirisme. Perdebatan antara kedua aliran ini terus berlangsung
dan mempengaruhi pemikiran filsafat setelahnya.
22. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
21
Tokoh dari aliran rasionalisme adalah Rene Descartes (1596-
1650), aliran ini menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang
mencukupi dan dapat dipercaya adalah rasio, hanya pengetahuan
yang diperoleh akal-lah yang memenuhi syarat untuk dijadikan
sumber pengetahuan. Pengalaman inderawi selalu diragukan,
selalu berubah dan tidak pasti. Bisa saja kursi yang kita duduki
adalah tidak nyata dan hanya mimpi belaka. Bahkan dia sendiri
meragukan akan kebenaran adanya dirinya sendiri. Makanya
munculah “karena saya berpikir maka saya ada”. Kaum
rasionalis selalu meragukan segala sesuatu dan tidak percaya akan
pengalamannya sendiri. Pengalaman hanya bisa dipakai untuk
meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal. Akal
tidak memerlukan pengalaman, karena akal mampu menurunkan
kebenaran dari akal sendiri. Dan metode yang digunakan adalah
deduktif. Namun meskipun begitu, Descartes tidak menafikan
tentang adanya Tuhan karena menurut dia Tuhan adalah
“matematikawan agung” yang begitu rasional dalam menciptakan
dunia ini secara terstruktur dan wajib ditemukan oleh akal
manusia dalam penciptaannya itu.
Aliran empirisme dengan tokohnya adalah David Hume (1711-
1776) mengatakan bahwa, pengalamanlah yang menjadi sumber
ilmu pengetahuan baik pengalaman batiniah maupun lahiriah.
Akal hanyalah mengolah bahan-bahan pengalaman yang
diperoleh inderawi. Karena tidak ada satupun ada dalam
pemikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data
inderawi. Contohnya, kita tidak akan mengetahui bahwa api itu
panas jika kita sendiri belum mencoba dan membuktikannya
bahwa api itu panas. Oleh akal lalu disimpulkan bahwa api itu
panas. Lalu munculah pengetahuan baru berdasarkan pengalaman.
Metode yang digunakan adalah induktif.
Periode ini dibagi dua :
a. Masa Renaisans (abad 14 hingga abad 17)
Pada masa renaisans muncul kembali upaya membangkitkan
kebebasan berpikir seperti pada masa Yunani. Kombinasi filsafat
Yunani dan humanism telah melahirkan kebebasan individu pada
zaman itu. Manusia sebagai individu menjadi pusat dari
segalanya.
b. Masa Pencerahan / era baru (abad 18)
Adalah pemikiran yang menjadi dasar spiritual (pandangan dunia)
bagi zaman modern. Melalui para pemikir zaman ini terjadi
perubahan minat yang besar dari permasalahan metafisika, abad
pertengahan ke fisika, dari metode berpikir spekulatif ke
eksperimental matematis, dari pemikiran sosial-politik ke
pemikiran antroposentris (humanis).
Renaisans dan Pencerahan adalah pintu masuk ke zaman modern
yang ditandai oleh :
23. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
22
1) Penduniawian ajaran/pemikiran (sekulerisme)
2) Keyakinan akan kemampuan akal rasio
3) Berkembangnya paham utilitarianisme
4) Optimism dan percaya diri
Pemikir-pemikir besar yang melahirkan zaman renaisans antara lain :
- Roger Bacon (1214-1294)
- Machiavelli (1469-1527)
- Copernicus 1473-1543)
- Francis Bacon (1561-1626)
- Thomas Hobbes (1588-1679)
- Rene Descartes (1596-1650)
- John Locke (1632-1704)
- George Berkeley (1685-1753)
- David Hume (1711-1776)
- Wittgenstein
- Imanuel Kant
Inti yang dilahirkan oleh pemikir-pemikir ini adalah “mengubah
paradigma berpikir teologis ke paradigm ilmiah”. Pada awal zaman
renaisans telah lahir satu keyakinan akan munculnya kebudayaan
baru dan kepercayaan bahwa manusia dapat melakukan apapun kalau
ia mau. Kebudayaan baru itu didasarkan pada prinsip ; kapitalisme
dalam ekonomi, klasik dalam seni dan sastra, metode ilmiah dalam
pendekatan atau pemecahan terhadap berbagai fenomena alam dan
kehidupan.
Berbagai pemikiran yang berkembang pada zaman renaisans dan
pencerahan pada akhirnya terpadu dalam cara berpikir dan
menyelesaikan masalah dengan menekankan pada : pengamatan, pola
argument yang rasional, metode presentasi dan kalkulasi (empiris-
eksperimental dan kuantitatif). Pekembangan paradigm berpikir
ilmiah itu melahirkan tiga gerakan baru yang memacu perkembangan
dinamis masyarakat modern yaitu :
1) Berkembangnya kapitalisme
2) Penemuan subjectivitas manusia modern
3) Rasionalisme
(Soeseno, 1992)
Wittgenstein ; mempunyai aliran analitik (filsafat analitik) yang
dikembangkan di negara-negara yang berbahasa Inggris, tetapi juga
diteruskan di Polandia. Filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat
yang berbau ″metafisik”. Filsafat analitik menyerupai ilmu-ilmu alam
yang empiris, sehingga kriteria yang berlaku dalam ilmu eksata juga
harus dapat diterapkan pada filsafat. Yang menjadi obyek penelitian
filsafat analitik sebetulnya bukan barang-barang, peristiwa-peristiwa,
melainkan pernyataan, aksioma, prinsip. Filsafat analitik menggali
dasar-dasar teori ilmu yang berlaku bagi setiap ilmu tersendiri. Yang
menjadi pokok perhatian filsafat analitik ialah analisa logika bahasa
sehari-hari, maupun dalam mengembangkan sistem bahasa buatan.
24. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
23
Imanuel Kant ; mempunyai aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak
mau melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi.
Rasionalisme dan empirisme ingin disintesakannya. Untuk itu ia
membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman inderawi.
Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman indrawi
yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. Struktur
pengetahuan harus kita teliti. Kant terkenal karena tiga tulisan: (1)
Kritik atas rasio murni, apa yang saya dapat ketahui. Ding an sich,
hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia hanya dapat
mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal terus ditampung
oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu. Kemudian diperinci
lagi misalnya menurut kategori sebab dan akibat dst. Seluruh
pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan, jiwa, dan dunia. (2) Kritik
atas rasio praktis, apa yang harus saya buat. Kelakuan manusia
ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan mutlak: kau harus
begini dan begitu. Ini mengandaikan tiga postulat: kebebasan, jiwa
yang tak dapat mati, adanya Tuhan. (3) Kritik atas daya
pertimbangan. Di sini Kant membicarakan peranan perasaan dan
fantasi, jembatan antara yang umum dan yang khusus.
Rene Descartes ; Berpendapat bahwa kebenaran terletak pada diri
subyek. Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan pengetahuan
manusia, khusus dalam ilmu alam. Metode untuk memperoleh
kepastian ialah menyangsikan segala sesuatu. Hanya satu kenyataan
tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir, jadi aku ada. Dalam
mencari proses kebenaran hendaknya kita pergunakan ide-ide yang
jelas dan tajam. Setiap orang, sejak ia dilahirkan, dilengkapi dengan
ide-ide tertentu, khusus mengenai adanya Tuhan dan dalil-dalil
matematika. Pandangannya tentang alam bersifat mekanistik dan
kuantitatif. Kenyataan dibaginya menjadi dua yaitu: “res extensa dan
res copgitans”.
5. Periode Postmodern
atau Kontemporer
(abad 18)
Secara kebahasaan post (atau beyond) berarti sesudah, lepas.
Sedangkan beyond berarti diluar atau mengatasi modern. Dengan
demikia postmodern berarti filsafat atau pemikiran yang berkembang
sesudah era modern.
Era baru ini dimulai dengan “Kritisisme” Immanuel Kant (1724-
1804) yang berusaha mendamaikan antara aliran rasionalisme dan
empirisme. Ia mengatakan bahwa pengenalan manusia merupakan
perpaduan antara unsur apriori dgn unsur aposteriori. Kant
berpendapat bahwa pada taraf inderawi unsur apriori hanyalah kesan
yang diterima oleh inderawi sebagai gejala-gejala. Kemudian data-
data inderawi tersebut diolah oleh sesuatu yang disebut “akal budi”.
Peran akal budi disini adalah memberi putusan-putusan yang
kemudian ditransmisikan kedalam otak. Dan oleh otak lah yang akan
memilih dan mengesahkan putusan-putusan yang dibuat akal budi.
Ibaratnya pengalaman adalah suatu soal pilihan ganda, pilhan-pilihan
ganda itu adalah putusan-putusan yang dibuat akal budi kemudian
25. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
24
yang bertugas memilih jawaban yang paling benarnya adalah rasio
kita.
Selanjutnya adalah Idealisme yang Tokohnya adalaha G. W. F. Hegel
(1770-1831). Menyatakan bahwa “setiap Tesa pasti ada Antitesa nya
dan dari keduanya akan mengahasilkan Sintesa yang memiliki
gabungan sifat dari tesa dan antitesanya tapi sintesa bukanlah tesa
maupun antitesa”. Sebagai contohnya, suatu golongan menginginkan
Negara menguasi segala urusan agama. Pandangan ini mempunyai
dampak positif yaitu adanya kesatuan antara kekuatan dan kekuasaan
politik karena tidak ada batasan agama sehingga ketertiban suatu
Negara bisa terwujud, ini yang disebut tesa. Antitesa dari pernyataan
ini ialah kebebasan agama ditiadakan karena agama harus tunduk
kepada pemerintah. Lalu sintesa bagi kedua pendapat tersebut adalah
memisahkan antara agam dan pemerintah, baik agama maupun
pemerintah harus diberi bagiannya masing-masing, sehingga
ketertiban nasional terjamin dan kebebasan agama pun terjamin juga
karena tidak tercampur antara kepentingan agama dengan
kepentingan politik.
Era ini dilanjutkan dengan munculnya paham Positivisme yang
dipopulerkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Dia menganggap
hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala sosial
dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan -
pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-
institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu. Sehingga Auguste
Comte menemukan ilmu baru tentang masyarakat yaitu “sosiologi”.
Positivism erat kaitannya dengan empirisme namun berbeda dengan
empirisme yang menjadikan pengalaman batiniah dan lahiriah
sebagai sumber pengetahuan. Positivism hanya mengambil yang
berdasarkan fakta saja. Sebagai contoh, air mendidih 100° C dan besi
ini panjangnya 10 meter. Ukuran-ukuran ini perasional, kuantitatif
dan tidak mungkin adanya perbedaan pendapat. Positivisme
merupakan aliran tertinggi dari kehidupan manusia karena manusia
tidak perlu lagi mencari penyebab-penyebab dari suatu fakta.
Manusia hanya berusaha menetapkan relasi-relasi atau hubungan
persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Dan disinilah
ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Aliran yang muncul kemudian adalah Fenomenologi dipelopori oleh
Edmund Husserl (1859-1938), inti filsafatnya adalah bahwa untuk
menemukan pemikiran yang benar seseorang harus kembali kepada
“benda-benda” sendiri yaitu hakikat dirinya sendiri. Akan tetapi
benda-benda itu tidak langsung meperlihatkan hakikat sendirinya,
karena pemikiran pertama tidak membuka tabir yang menutupi
hakikat maka diperlukannya pemikiran kedua yang berupa “intuisi”.
Dalam menggunakan intuisi digunakan suatu metode yang disebut
reduksi yaitu penempatan sesuatu diantara dua kurung. Maksudnya,
melupakan pengertian-pengertian tentang objek untuk sementara dan
26. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
25
berusaha melihat objek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan
pengertian-pengertian yang ada sebelumnya. Tujuannya adalah
menemukan bagaimana objek dikonstitusi sebagai fenomena asli
dalam kesadaran manusia. Namun fenomenologi mempunyai
kelemahan karena dalam menentukan pengetahuan yang murni
objektif tanpa ada pengaruh apapun, tapi fenomenologi sendiri
mengakui bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak bebas nilai
tetapi bermuatan nilai dengan kata lain status seluruh pengetahuan
adalah sementara dan relatif.
Aliran selanjutnya adalah Eksistensialisme, tokohnya adalah
Friedrich Wilhelm Nietzsche ( 1844-1900). Gagasan utama dari dia
adalah kehendak berkuasa (will to power) dimana ditunjukan menjadi
ubermensch atau manusia super. Ubermensch adalah cara manusia
memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan
menengok keseberang dunia, dengan kata lain tidak lagi percaya akan
bentuk nilai adikodrati dari manusia dan dunia. Sedangkan eksistensi
itu sendiri adalah cara manusia berada didalam dunia dan
keberadaannya karena setiap orang mempunyai tempatnya sendiri
dalam kehidupan ini yaitu sesuai dengan kemampuannya masing-
masing. Jadi jangan menghendaki sesuatu yang melebihi
kemampuanmu, karena melakukan sesuatu yang melebihi
kemampuan sendiri mengandung cirri kepalsuan yang menjijikan.
Doktrin aliran ini adalah “eksistensi mendahului esensi” yg berarti
setelah manusia berada didunia ini, dia sendiri yang harus
menentukan siapa dirinya ini. Karena pada awalnya manusia
bukanlah apa-apa tanpa bereksistensi.
Cara mencapai manusia super adalah dengan cara mereka harus
berani menghadapi kehidupan ini baik saat bahagia maupun sedih.
Mereka harus cerdas dalam menjadikan penderitaan itu sebagai titik
balik untuk memunculkan potensi maksimal dirinya, terakhir dia
harus bangga terhadap potensi apa yang dimilikinya.
Jurgen Habermas mengartikan postmodern bukan sebagai
kebudayaan atau pemikiran yang berbeda atau terputus dari budaya
dan pemikiran modern dengan mencoba mengatasi berbagai
kekurangan yang timbul dari budaya dan pemikiran modern itu.
Pemikiran lain menganggap bahwa postmodern itu sebagai pemikiran
dan budaya yang mencoba mengambil dari kebudayaan klasik,
modern, dan postmodern berbagai hal yang dianggap baik, sebagai
dasar untuk pemkiran dan budaya postmodern itu. Dalam pandangan
ini postmodern dapat disebut sebagai sintesa atau perpaduan
pemikiran dan kebudayaan klasik, modern, dan postmodern kedalam
cara berpikir atau kebudayaan baru (Lubis : 2003)
27. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
26
Pemikir-pemikir besar
Postmodern atau Kon
temporer :
Francois Lyotard
Jacques Derrida
Michel Foucault
Gillez Deleuze
Felix Guattari
Jean Baudrillard
(mereka ini pemikir-
pemikir postmodern
radikal (dekonstruksi
onis)
Francois Lyotard, mengemukakan ;
- Pembahasan tentang postmodern secara filosofis dan ilmiah, telah
terjadi pergeseran dalam ilmu pengetahuan dan budaya dari era
modern ke era postmodern.
- Ia mengemukakan penilaian tentang tidak memadainya model
“pengkotak-kotakan otak” (cara berpikir) dan spesialisasi
intelektual, untuk menghadapi watak baru ilmu pengetahuan
seperti pemrosesan informasi cyberspace yang mengukur ilmu
pengetahuan berdasarkan logika computer yang berkembang akhir-
akhir ini.
Francois Lyotard, menolak ; metanarasi modernis tentang sains yang
menekankan “kesatuan spekulatif dari semua ilmu pengetahuan”.
Francois Lyotard, menyatakan ; bahwa perubahan besar dalam dunia
ilmiah terjdai dengan perkembangan teknologi tinggi (teknologi
informasi) yang mau tidak mau mengubah cara berpikir kita.
Gillez Deleuze, Felix Guattari, menyatakan bahwa ;
Dalam era informasi sekarang ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang
satu sama lain saling berkaitan dan demikian pula otak (mind) dan
cara bepikir kita memilki jaringan yang hampir tak ada batas.
Gillez Deleuze, Felix Guattari ( 1983, 1987) menyebut istilah ini
dengan “rhizomatic” atau rizhome yang berarti ; akar dan batang
tumbuh dan menjalar kesemua arah, dan masing-masing memiliki
fungsi yang sama.
Penggunaan istilah rhizomatic berkaitan dengan penolakan pemikir
postmodern pada cara berpikir ilmiah lama (era modern) yang
dikemukakan melalui metafor “pohon ilmu”. Pohon ilmu adalah cara
pandang yang melihat ilmu pengetahuan bersumber dan ditunjang
oleh akar tunggang tempat akar-akar lainnya tumbuh untuk
menunjang batang yang berdiri kokoh, pada batang tumbuh cabang,
ranting dan lainnya. Metafor pohon ilmu yang kini kurang tepat
digunakan untuk ilmu pengetahuan dan memahami masalah sosial-
budaya (globalisasi).
Pada era informasi dunia justru dilihat sebagai jaringan, yang
memerlukan keterbukaan, model berpikir kritis, dan menuntut
pendekatan baru yaitu pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
(Appignanesi & Chri Garrat, 1998 : 106-107)
28. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
27
C.3. Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India,
Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat
timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bias
dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ‟an sich‟
masih lebih menonjol dari pada agama. Nama-nama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu,
Zhuang Zi, dan lain-lain. Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak
rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap agama
dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat.
Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya berdasarkan pada konstrusksi kronologis mulai dari
penciptaan alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001).
Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat timur, misalnya Fritjop
Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk membangun kembali bangunan ilmu
pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme (Bagir, 2005).
Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat dipelopori oleh Rene Descartes dan William Ockham.
C.4. Filsafat Islam
Filsafat islam muncul akibat imbas dari gerakan penerjemahan besar-besaran buku-buku
peradaban Yunani dan peradaban lainnya pada masa Daulat Abasiah dimana pemerintah
memberikan sokongan penuh terhadap gerakan penerjemahan kedalam bahasa arab ini, dan prestasi
yang paling spektakuler adalah ulama berhasil menerjemahkan ilmu filsafat sebagai mascot
peradaban Yunani saat itu, baik Socrates, Plato, Aristoteles maupun lainnya.
Namun filsafat islam bukanlah filsafat Aristoteles atau Plato yang di bahasa Arab-kan, akan
tetapi independen yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan filsafat Yunani. Hal ini
dibuktikannya dari upaya para ahli ilmu kalam antara mu‟tazilah dengan asy‟ariah yang
menjelaskan bahwa agama islam adalah agama yang rasional sehingga mereka membungkus filsafat
dalam baju keagamaan. Dan adanya batasan filsafat masuk ke dalam agama yaitu filsafat tidak
boleh dan haram hukumnya mengobrak-abrik akidah agama islam, namun hanya boleh menguatkan
akidah dengan cara memikirkan makhluknya saja dan tidak boleh memikirkan tentang dzatnya
ALLAH SWT.
29. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
28
Tokoh-tokoh filosof ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Rusyd (averros), Ibnu Sina (avicenna),
dan Al-Farabi. Imbas filsafat masuk ke lingkungan islam adalah munculnya ilmu-ilmu pengatahuan
baru seperti ilmu falak, astronomi, pengobatan bahkan para ulama ahli dalam bidang tersebut
berhasil membuat karya yang sangat berguna bagi manusia sampai saat ini. Bahkan Ibnu Sina dan
Ibnu Rusyd terkenal di kalangan dunia barat.
Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah,
para filosof dari tradisi ini sebenarnya bias dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat
Barat (Yunani).
Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang
Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh
St. Agustine (354–430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480–524 M)
dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang
Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof
Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas
menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories, dan
Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap
Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya
dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di
Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari
terjemahanterjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam (Haerudin, 2003).
Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat Islam sebagai mata rantai yang menghubungkan
Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini disebut europosentris yang berpendapat filsafat
Islam telah berakhir sejak kematian Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis
Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Menurut Kartanegara (2006) dalam
filsafat Islam ada empat aliran yakni:
1. Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan
mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau
epistimologis adalah menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme),
serta penekanan yang kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: Al Kindi
30. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
29
(w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din
Thusi (w.1274).
2. Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191).
Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini
terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas
sejati (nur al anwar), cahaya di atas cahaya.
3. Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat supra-
rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada
hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
4. Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili oleh seorang filosof syi‟ah
yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al
Syirazi, Atau yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang berhasil
mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam Al Quran kata al-ilm dan
kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadist juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi
setiap muslim. Dalam pandangan Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu yang
diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat,
dan mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan Allah,
pemimpin Islam, sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa relasi dan
relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari alam berarti akan mempelajari dan mengenal dari
dekat cara kerja Tuhan. Dengan demikian penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan
mendorong kita untuk mengenal Tuhan dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam
bukanlah realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam adalah
ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat qauliyah. Oleh
karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai obyek ilmu.
31. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
30
D. Pemetaan Cabang Filsafat
Pembidangan atau pencabangan filsafat terkait juga dengan perkembangan sejarah serta
prinsip pembagian yang dilakukan oleh para filsuf (Bagus : 1992) antara lain :
Aristoteles : memasukan ke dalam bidang filsafat misalnya ; logika, estetika,
psikologi, filsafat politik, fisika, dan matematika. Kemudian ia
mengelompokan bidang filsafat ini pada tiga bagian yakni ; 1) filsafat
spekulatif/ilmu-ilmu teoritis. Filsafat ini dikembangkan demi tujuan pada
dirinya atau filsafat demi filsafat itu sendiri, yang termasuk bagian ini
adalah metafisika, biopsikologi, fisika. 2) filsafat praktis/ilmu-ilmu
praktis. Adalah filsafat yang berfungsi untuk memberikan pedoman bagi
tingkah laku yang baik dan rasional bagi manusia sebagai manusia, yang
termasuk bidang ini adalah etika dan politik. 3) filsafat/ilmu produktif,
adalah bidang filsafat yang mendorong manusia untuk menjadi lebih
produktif melalui keterampilan-keterampilan khusus, yang termasuk
bagina ini adalah retorika dan estetika
Christian Wolff : mengemukakan pembidangan filsafat menjadi beberapa bagian yakni ;
logika, filsafat pertama, ontology, teologi, kosmologi, psikologi rasional,
etika dan teori pengetahuan (Bagus , 1992 : 246-247)
Ted Honderich (1995): mengemukakan beberapa bidang filsafat, Honderich memetakan flsafat
melalui bentuk lingkaran (circle) yaknik : Lingkaran pertama/lingkaran
dalam adalah metafisika, epistemology, dan logika. Lingkaran
kedua/lingkaran tengah adalah filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pikiran
(mind), filsafat moral (etika), dan filsafat bahasa. Lingkaran
ketiga/lingkaran luar adalah filsafat matematika, filsafat politik, filsafat
ketuhanan, filsafat sosial, filsafat keindahan, filsafat hokum, filsafat
pendidikan, filsafat agama dan lainnya. Dimana hubungan antara
lingkaran ini adalah bersifat longgar, artinya akan selalu terdapat kaitan
antara unsur yang satu dengan unsur lainnya dalam lingkaran tersebut.
Immanuel Kant : menempatkan pembahasan metafisika terkait dengan pembahasan filsafat
moral dan etika. Contoh lain keterkaitan antara satu lingkaran dengan
lingkaran lain, misal pada Moral Philosophy (etika) yang kini banyak
32. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
31
menjadi perhatian kita seperti biomedis, etika lingkungan, etika bisnis,
etika profesi, dan lainnya.
Secara umum : pembagian atau pemetaan bidang filsafat tersebut dalam kajian filsafat
secara garis besar bias dikelmpokkan menjadi tiga bagian yakni : 1)
Ontologi, adalah cabang filsafat yang membahas masalah “ada”/realitas”.
Adapun yang dibahas adalah “ada” dalam pengertian umum dan bukan
“ada” dalam arti khusus. 2) Epistemology, adalah cabang filsafat yang
mengkaji tentang hakekat pengetahuan atau membahas persoalan-
persoalan tentang dari manakah pengetahuan itu berasal atau apakah
pengetahuan itu, bagaimanakah manusia mengetahui dan pelbagai
persoalan lainnya. 3) Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas
tentang “nilai”, nilai yang dimaksud tidak hanya mengacu kepada
pengertian etis, namun juga estetis.
E. Metode Filsafat
Ada tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat,
yaitu: metode deduksi, induksi dan dialektika.
1) Metode Deduktif
adalah, suatu metode berpikir dimana kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan kemudian
diterapkan kepada semua yang bersifat khusus. Contohnya sebagai berikut:
- Semua manusia adalah fana (prinsip umum)
- Semua raja adalah manusia (peristiwa khusus)
- Karena itu semua raja adalah fana (kesimpulan)
2) Metode Induksi
adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip khusus kemudian
diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum. Contoh:
- Bagus adalah manusia (prinsip khusus)
- Dia akan mati (prinsip umum)
- Seluruh manusia akan mati (kesimpulan)
33. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
32
3) Metode Dialektika
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang penalaran:
tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh argument
yang didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi
argument tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak menyajikan pemahaman yang
sempurna tentang kebenaran.
Dengan demikian, timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Pada setiap tahap dari
dialektik ini kita memasuki lebih dalam pada problema asli. Dan dengan demikian ada ada
kemungkinan untuk mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dialektik merupakan metode berpikir yang benar ia
maksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kehidupan sehari-hari kerap kali kita mengalami perlunya mendamaikan hal-hal yang bertentangan.
Tidak jarang terjadi bahwa kita mesti mengusahakan kompromi antara beberapa pandapat atau
keadaan yang berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan pengalaman kata itu.
Hegel sangat mengagumi filsuf Yunani Herakleitos yang mengatakan bahwa “pertentangan
adalah bapak segala sesuatu”. Proses dialektik selalu tradisi dari tiga fase. Fase pertama disebut
tesis yang menampilkan “lawan” dari fase kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut fase ketiga
disebut sintesis, yang mendamaikan antara tesis dan antitesis yang saling berlawanan. Sintesis yang
telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-
duanya dinamakan menjadi sintesis baru. Demikian selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan sintesis.
Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat berupa tesis dan
antitesis. Bagi suami, anak dapat merupakan bagian dari dirinya sendiri. Demikian juga dari sang
istri, dengan demikian si anak merupakan sintesis bagi suami istri tadi.
Karya G.W Frendrich Hegel
Dalam karya besarnya, salah satunya ialah The Encyclopedia of the Philosophical
Sciences, Hegel membagi sistem filosofisnya ke dalam tiga bagian: logika, filsafat alam, dan
filsafat roh. Dalam logika bukan dalam pengertian tradisional dia menjelaskan struktur kategorial
idea yang mendasari segala yang ada. Dua bagian yang lain merupakan penjelasan dari struktur
konseptual yang lebih spesifik yang mewujud dalam alam dan roh; dimana keduanya adalah area
manifestasi idea.
34. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
33
Metode yang digunakan Hegel untuk membuktikan tesisnya tentang pengetahuan rasional
tentang yang absolut adalah metode dialektika. Metode ini muncul sebagai reaksi atas pembatasan
Kant atas pengetahuan hanya pada yang sensible dan pendapat Kant yang memustahilkan
pengetahuan rasional murni atas yang absolut. Tidak seperti Kant yang membatasi pengetahuan
pada pengalaman (phenomena), Hegel memilih untuk memahami keseluruhan yang menjadi dasar
semua pengalaman. Metode dialektik yang diadopsi Hegel berbeda dengan dialektika yang dikenal
sebelumnya. Karena, bagi Hegel, dialektika Plato, misalnya, tidaklah murni dialektik karena ia
bermula dari proposisi yang telah diasumsikan, yang karenanya tidak bersumber dari masing-
masing elemen dialektik.
Menurut Hegel, dialektik terdiri dari tiga aspek secara berurutan. Yang pertama adalah
aspek abstraksi, dimana pemahaman mengasumsikan bahwa sebuah konsep adalah tidak terikat dan
sepenuhnya terlepas dari hal lain. Aspek kedua adalah aspek negasi ketika pemahaman menemukan
bahwa ternyata konsepnya tidaklah sepenuhnya terlepas dari yang lain, ia harus dipahami dalam
kaitannya dengan hal lain. Pada titik ini, pemahaman terperangkap dalam kontradiksi; disatu sisi ia
harus mengasumsikan ada yang tak terikat untuk mengakhiri rangkaian ikatan-ikatan, tapi disisi lain
ia tidak bisa mengasumsikan yang tak terikat karena ia selalu menemukan batasan yang
mengikatnya. Tahap ketiga adalah tahap spekulatif atau rasional yang mengakhiri kontradiksi antar
dua tahapan sebelumnya dengan memandang bahwa yang tak terikat bukanlah sesuatu yang
tersendiri melainkan keseluruhan dimana segala yang terbatas hanyalah bagian darinya.
Dengan demikian bagi Hegel, keseluruhan mendahului bagian-bagiannya. Dalam kaitannya
dengan agama, Hegel meyakini bahwa filsafat adalah pemahaman rasional terhadap keimanan
keagamaan. Sesuatu yang oleh seni dan agama dipahami pada tingkat intuisi, oleh filsafat dipahami
pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu level konsep atau pemikiran sistematis. Konsep Hegel tentang
yang absolut dalam batas tertentu setara dengan konsep Tuhan dalam konsep agama tradisional.
Bahkan Hegel sering merujuk pada yang absolut dengan kata Tuhan.
Beberapa segi konsep Hegel juga mendukung konsep yang dikenal dalam agama tradisional, seperti
konsep teleologinya yang merestorasi konsep perhatian ilahiah (providence) dalam agama Kristen.
Konsep perkembangan yang dijabarkan Hegel mendukung doktrin trinitas, yang baginya sang bapa
merepresentasikan momen kesatuan, sang anak momen perbedaan, dan roh kudus momen kesatuan
dalam perbedaan. Tapi dalam beberapa hal yang lain, Hegel juga menolak beberapa aspek agama
Kristen. Misalnya, dia menolak doktrin Tuhan transenden yang melampaui alam dan sejarah.
35. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
34
Baginya, yang absolut tidak dapat melampaui alam dan sejarah karena ia mewujud hanya di dalam
dan melalui keduanya.
Filsafat idealisme & Pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel.
a) Filsafat Idealisme Hegel.
Tokoh idealisme Jerman terbesar pasca Kant adalah Hegel dengan idealisme absolutnya, satu
generasi lebih muda dari Kant. Hegel dikenal dengan idealisme absolut yang dengannya dia
mencoba merehabilitasi metafisika.
Tulisan ini akan secara singkat memaparkan idealisme absolut menurut Hegel disertai beberapa
penjelasan konsep kunci yang terkait dengannya. Penjelasan Istilah Menurut sebuah kamus
filsafat, idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa objek pengetahuan yang
sebenarnya adalah ide (idea); bahwa ide-ide ada sebelum keberadaan sesuatu yang lain; bahwa
ide-ide merupakan dasar dari ke-ada-an sesuatu. Dalam kamus lain dijelaskan bahwa idealisme
adalah sistem atau doktrin yang dasar penafsirannya yang fundamental adalah ideal. Berlawanan
dengan materialisme yang menekankan ruang, sensibilitas, fakta, dan hal yang bersifat
mekanistik, idealisme menekankan supra-ruang, non-sensibilitas, penilaian, dan ideologis.
Dalam tataran epistemologis, idealisme berpendapat bahwa dunia eksternal hanya dapat
dipahami hanya dengan merujuk pada ide-ide dan bahwa pandangan kita tentang alam eksternal
selalu dimediasi oleh tindakan pikiran.
b) Dialektika.
Dalam menjelaskan sistem filsafat Hegel, kurang begitu lengkap jika tidak menyinggung triadik
Hegel : tesa, antitesa, dan sintesa. Namun, sebelum menjelaskan lebih jauh tentang ketiga hal
ini, ada baiknya kita pahami walau selintas, istilah “ide” dan “dialektika” sebagai dasar
pemahaman awal kita menuju pengertian tiga istilah di atas.
Sebagaimana tersirat dalam uraian sebelumnya, dialektika merupakan suatu “irama” yang
memerintahkan seluruh filsafat Hegel. Menurut Llyod Spencer dan Andrzej Krauze, dialektika
bukan merupakan “metode” atau suatu sistem yang prinsip, sebab yang menyebabkan ia begitu
rumit untuk dijelaskan karena proses dialektika hanya mudah dimengerti dalam hal yang
bersifat konkret . Barangkali karena alasan demikian , Hegel tetap bersikukuh pada
keyakinannya bahwa antara “idealitas” dan “realitas” tidak ada perbedaan. Pengertian ini, oleh
Hadiwijono, justru dipahami sebagai pengertian ontologis dialektika itu sendiri. Bahwa
36. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
35
pengertian-pengertian dan kategori-kategori sebenarnya bukan hanya yang menyusun pemikiran
kita, melainkan suatu kenyataan sebagai kerangka dan hakikat dunia dalam pikiran.
Dengan demikian, dialektika dapat kita pahami sebagai usaha mendamaikan dan
mengompromikan hal-hal yang berlawanan. Kendatipun lalu akan kita ketahui, bahwa sistem
inilah yang akhirnya menjadi kelemahan Hegel karena terlalu memaksakan dialektika terhadap
segala sesuatu. Dan dari sini, semakin nampak bahwa suatu perbedaan, pada hakikatnya akan
menjadi ancaman serius dalam filsafat Hegel.
Hal yang membedakan dialektika Hegel dengan logika Klasik adalah pada logika klasik tidak
dipercayainya prinsip kontradiksi, sedangkan dalam konsep dialektika Hegel dimungkinkan.
Hegel percaya bahwa kontradiksi dialektik adalah titik sentral dalam pemahaman alam. Dan
kontradiksi itu ia simbolkan melalui triadik dealektik: tesis, antitesis, dan sintesis.
Proses dialektika terdiri atas tiga fase:
1. Tesis
2. Antitesis
3. Sintesis
Contoh aplikasi dialektika (diambil dari Bertrens, 1979:69): Ada tiga bentuk Negara:
(1) Diktator. Disini hidup warga negara diatur dengan baik, tetapi warga negara tidak memiliki
kebebasan (tesis).
(2) Keadaan ini menampilkan lawannya, Negara anarkis (antitesis). Dalam bentuk ini warga negara
memiliki kebebasan tanpa batas, tetapi kehidupan kacau.
(3) Tesis dan Antitesis ini di-sintesis, yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga
negara dibatasi oleh undang-undang, dan hidup masyarakat tidak kacau.
Uraian di atas dapat kita jelaskan dengan menyimak masing-masing pengertian tiga istilah
triade tersebut. Pertama, tesis, merupakan “yang ada”. Sebagai pengertian umum, maka ia lepas dari
segala isi yang konkret. Tidak memuat apa-apa dan tidak dapat dijelaskan bagaimanana. Ketiadaan
pengertian yang jelas dari tesis ini melahirkan triade kedua, sintesis, atau “yang tidak ada”. Triade
terakhir ini mengandung pengertian yang sama dengan tesis, artinya perngertian yang tidak dapat
dimengerti bagaimana. Begitu kebuntuan terjadi di masing-masing triade, maka
muncullah sintesis atau “yang menjadi” sebagai titik sentuh dari tesis dan sintesis. Namun ternyata
proses dialektika itu tidak berhenti sampai titik ini. Pengertian “menjadi” ini mengandung
pengertian “yang menjadikan”. Karenanya, “yang ada”, karena “menjadi”, berada sebagai “yang
37. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
36
terbatas”. Adanya sesuatu “yang terbatas” ini bisa menjadi tesis baru, dan karenanya mengandaikan
suatu “yang tidak terbatas”, atau antitesis baru. Dengan demikian, keduanya akan mengahasilkan
sistesis baru sebagai aufhebung.
Kata aufhebung atau aufheben dari Hegel berkaitan dengan fase ketiga dari dialektika yang
dikenal dengan fase sintesis itu. Di dalam fase ini, terjadi aufheben yang berarti terjadinya negasi
dan pengangkatan. Terjadinya negasi berarti bahwa tesis dan antitesis sudah lewat dan tidak ada
lagi, sedangkan pengangkatan memiliki arti bahwa walaupun tesis dan antitesis dinegasikan, tetapi
kebenaran daripada tesis dan antitesis tetap dipertahankan dan disimpan di dalam sintesis dengan
bentuk yang lebih sempurna.
Pengertian dialektika
Dialektika adalah Ilmu Pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur
perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Sedangkan metode dialektis berarti investigasi dan
interaksi dengan alam, masyarakat dan pemikiran.
Pengertian dialektika menurut Aristoteles dalam buku Cecep Sumarna (2006:132) adalah
“Menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak
pasti kebenarannya” Cecep Sumarna (2006 : 132).
Pada dasarnya menurut K. Bertens (1989:137-138) logika dimaknai sebagai seni berdebat
dan muncul pada era Zeno da Citium. (Cecep Sumarna, 2006: 131). Logika pada masa Aritoteles
belum dikenal namun, logika pada masa ini sering disebut dengan analitik dan istilah lainnya adalah
dialektika.
Dialektik adalah “ theori and practice of weighing and reconciling jucta posedoe
contratoctory argument for the purpose of arriving at truth, espescially throught discussion and
debate”... Aristotelenism adalah “ method of arguing with probability on any given problems as an
art intermediate between rhetoric and strict demonstration”. (Webster, 1993:1993 dalam Joko
Suwarno.)
Metode dialektika-dialog dari Socrates merupakan metode atau cara memahami suatu
dengan melakukan dialog. Dialog berarti komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara dan ada
seseorang lain yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan mendalam
diharapkan orang dapat menyelesaikan probelem yang ada. Ada proses pemikiran seseorang yang
mengalami perkembangan karena mempertemukan ide yang satu dengan ide yang lain antara orang
38. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
37
yang berdialog. Tujuannya mengembangkan cara berargumentasi agar posisi yang bersifat dua arah
dapat diketahui dan diharapkan satu sama lain.
Metode dialektika menurut Hegel adalah suatu metode atau cara memahami dan
memecahkan persoalan atau problem berdasarkan tiga elemen yaitu tesa, antitesa dan sintesa. Tesa
adalah suatu persoalan atau problem tertentu, sedangkan antitesa adalah suatu reaksi, tanggapan,
ataupun komentar kritis terhadap tesa (argumen dari tesa). Dari dua elemen tersebut diharapkan
akan muncul sintesa, yaitu suatu kesimpulan. Metode ini bertujuan untuk mengembangkan proses
berfikir yang dinamis dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya argumen yang
kontradiktif atau berhadapan sehingga dicapai kesepakatan yang rasional (Irmayanti, M Budianto,
2002:14 dalam Joko Suwarno).
Dialektika tumbuh dari logika formal di dalam perkembangan sejarah. Logika formal adalah
sistem pengetahuan ilmiah besar pertama dari proses pemikiran. Adalah puncak karya filosofis dari
Yunani Kuno, mahkota kejayaan pemikiran bangsa Yunani. Pemikir- pemikir Yunani awal
membuat banyak penemuan penting tentang alam dari proses berpikir dan hasil-hasilnya. Pesintesa
pemikiran Yunani, Aristoteles, mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengkritik, mensistematiskan
hasil-hasil positif dari pemikiran tentang pikiran, dan lalu menciptakan logika formal. Euclides
melakukan hal yang sama untuk geometri dasar. Archimedes untuk mekanik dasar. Ptolomeus dari
Alexandria kemudian untuk astronomi dan geografi.
Untuk mendapat pengetahuan yang dikemukakan benar atau logis ada tiga faktor yang
diperhatikan yaitu memiliki pengetahuan (menguasai masalah), mengambil keputusan
(menyampaikan pikiran dengan lancar), memberi pembuktian (argumentasi atas pendapat). Ketiga
faktor diatas merupakan bagian dari filsafat yang disebut logika formal atau berpikir logik. Logika
formal disebut juga logika minor atau dialektika.
Dialektika materialisme
Dialektika dimulai dengan materialisme, oleh karenanya, sangat tidak mungkin untuk
mengerti dialektika tanpa mengerti dulu pandangan materialis. Dan tidak mungkin untuk mengerti
cara berfungsi suatu materi tanpa mengerti dialektika. Dan tanpa dialektika, materialisme tidak
dapat menerangkan dunia realis yang tidak idealis.
39. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
38
Dialektika menjelaskan alam suatu materi (benda). Khususnya mempelajari fenomena akan
'pergerakan' dan 'interelasi' mereka, bukannya keterasingan dan kestatisannya. 'Pergerakan' dan
'interrelasi' (saling berhubungan) adalah dua prinsip paling general dari dialektika.
Konsep 'interelasi' adalah prinsip paling umum untuk menerangkan tentang perkembangan dan
fungsi suatu materi. Bahwa sifat saling bergantungan adalah bentuk universal dari semua kenyataan.
Semua yang nampak di dunia ini merupakan rangkaian dari satu materi. Misalnya, perbedaan
fenomena alam atau sosial, saling bergantung dengan perbedaan alam atau masyarakatnya.
Baru pada abad 19, seorang filsuf Jerman, Hegel, Berhasil menemukan semua hukum dasar
dialektika, dengan studinya tentang Logika. Dan dipakainya untuk menyerang metode Metafisik dan
kaum borjuis dan feodal.
Metafisik dapat digunakan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam
(ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian
dan penghayatan terhadap metafisika, manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas
hidup. Oleh karena itu tidak salah jika K. Bertens (1975:154) menyebut metafisika sebagai
kebijaksanaan (Sophia) tertinggi (Cecep Sumarna, 2006:64-65).
Yaitu tentang perubahan hukum kwantitatif menjadi kwalitatif, hukum kontradiksi sebagai
motif prinsip untuk semua perkembangan dan hukum spiral, yang menangkap semua arah maju dari
proses sejarah dunia. Menurut Engels, tentang penemuan Hegel: “untuk pertama kali di seluruh
dunia, alam, sejarah, intelektual, dinyatakan sebagai proses, misalnya, seperti dalam gerakan,
perubahan, transformasi, perkembangan yang konstan dan kecenderungan untuk dibuat untuk
menemukan hubungan internal yang membentuk keseluruhan gerakan dan perkembangan yang
berkesinambungan.” (Engels, anti-Duhring, p. 37-38) sebenarnya Hegel seorang Idealis, dan tidak
pernah mengungkapkan ini secara eksplisit. Dia percaya bahwa dasar pergerakan dan interelasi
adalah konsep pikiran (mind), yang pada akhirnya menjadi gerakan perkembangan alam dan
masyarakat. Tapi ide ini justru akhirnya bertentangan dengan pandangan idealis. Yang pada
akhirnya, dipakai oleh Marx dan Engels untuk membangun dasar metode dialektika dan fondasi
materialis.
Marx dan Engels mampu mengkritik Metode dialektis Hegel. Mereka menunjukkan bahwa
hukum dialektik pertama-tama beroperasi dalam alam, termasuk masyarakat, lalu kemudian pikiran
manusia sebagai refleksi akan realitas material. Engels menyimpulkan : "Tidak akan ada pertanyaan
lagi tentang pembangunan hukum-hukum dialektik kedalam alam (seperti yang dilakukan Hegel),
40. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
39
tapi adalah penemuan mereka didalam alam dan keterlibatan mereka dari alam". Maka metode
dialektis dari Marx dan Engels disebut Dialektis “Materialis”.
Marx berpendapat bahwa dialektika merujuk pada pertentangan, kontadiksi, anagonism, atau
konflik antara tesis dengan antitesis yang kemudian melahirkan sintesis. Pandangan Karl Marx
hampir sama dengan Hegel, perbedaannya bahwa proses dialektis itu terjadi bukan di dunia gagasan
atau ide melainkan di dunia material.
Ciri Dialektika Material
Perubahan Kuantitatif Ke Perubahan Kualitatif
Hukum umum Dialektika yang kedua ini menyatakan, bahwa proses perkembangan dunia
material atau dunia kenyataan objektip terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah perubahan
kuantitatif yang berlangsung secara perlahan, berangsur atau evolusioner. Kemudian meningkat
ketahap kedua, yaitu perubahan kualitatif yang berlangsung dengan cepat, mendadak dalam bentuk
lompatan dari satu keadaan ke keadaan lain, atau revolusioner. Perubahan kuantitatif dan perubahan
kualitatif merupakan dua macam bentuk dasar dari segala perubahan. Segala perubahan yang terjadi
dalam dunia kenyataan objektif itu kalau bukan dalam bentuk perubahan kuantitatif, maka dalam
bentuk kualitatif.
Materialisme Dialektika
Berbarengan dengan cara pandang materialis dan pengetahuan ilmiah bergerak maju dan
menjadi penting pada waktu kebangkitan kapitalisme (abad 17 dan 18). Materialisme mengambil
bentuk Materialisme mekanis. Yakni bahwa alam dan masyarakat dilihat sebagai sebuah mesin
raksasa dimana bagian-bagiannya bekerja secara mekanis. Pandangan ini memudahkan orang
memahami bagian-bagian dari suatu hal dan bagaimana mereka bekerja, tetapi hal ini tidak mampu
menjelaskan asal-usul perkembangan suatu hal.
Kegunaan dialektika
Plato terkesan sangat idealistik dan meyakini sejatinya esksistensi berada diluar aspek fisik.
Sementara bagi muridnya, Aristoteles sejatinya eksistensi itu melekat pada sesuatu yang fisik. Bagi
Plato kebenaran yang ditangkap oleh pancaindera dan dibenarkan secara rasional oleh rasio, tidak
lebih dari jarak sebuah bayang-bayang yang bukan saja memiliki nilai jarak dengan sejatinya
kebenaran, tetapi bahkan bukan kebenaran itu sendiri. (Cecep Sumarna, 2006:11-12)
41. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
40
Dialektika antara Plato dan Aristoteles, penting untuk disebut sebagai pendorong lahirnya
ilmu di Yunani, sebab melalui dialektika ini, ilmu bukan saja menjadi lebih dinamis, tetapi juga dari
setiap wacana dialektik, pasti akan menghasilkan sesuatu yang baru. Sifat ini pula dalam
perkembangannya akan melahirkan wacana keilmuan. Tinggi rendahnya dialektika keilmuan dalam
suatu negara, akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemungkinan suatu negara yang
dimaksud dalam melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. (Cecep Sumarna 2006:12)
“Georg Wilhelm Friederich Hegel menggunakan metode dialektis yang berupaya memahami
realitas dengan mengikuti gerakan pikiran atau konsep asal berpangkal pada pemikiran yang benar
sehingga pemahaman akan dibawa oleh dinamika pikiran itu sendiri” (Hakim, A.A. & Saebani,
B.A. 2008: 38)
Pemikiran Hegel yang senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya
realitas mutlak atau roh mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan, sangat mempengaruhi
dalam memandang sejarah secara global. Hal itu terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan
pertentangan di dalam sejarah.
Pada dasarnya dialektika digunakan untuk mencari kebenaran dalam teori Socrates maupun
Aristoteles. Namun dalam perkembangannya dialektika digunakan oleh Hegel untuk menentang
ajaran metafisika. Ajaran Hegel kemudian ditentang oleh Marx dan melahirkan dialektika
materialisme.
Pentingnya dialektika
Dialektika digunakan untuk mencari kebenaran melalui diskusi atau tanya jawab. Dialektika
berguna sebagai pemerdalam dalam memahami masalah dan dalam pemecahan masalah.
Dialektika menghasilkan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan penambahan-penambahan
dialog. Dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dari yang belum mengerti menjadi mengerti.
Metode yang digunakan memecahkan problem-problem filsafat, berbeda dengan metode
yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Ada tiga macam metode untuk mempelajari filsafat,
diantaranya :
Metode Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh
atau pada metode. Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa menghadapi teori pengetahuan
yang berdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari teori hakikat, teori nilai atau
42. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
41
filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat untuk membahas
setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
Metode Histories
Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya dapat
dibicarakan dengan demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misal dimulai dari
pembicarakan filsafat thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori
pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam membicarakan
Anaxr mandios Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
Metode Kritis
Metod ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Sebaiknya metode
ini digunakan pada tingkat sarjana. Disini pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan
sistematis ataupun histories. Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar
mencoba mengajukan kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga berupa
dukungan. Ia mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri ataupun menggunakan
pendapat filusuf lain. Jadi, jadi jelas tatkala memulai pelajaran amat diperlukan dalam belajar
filsafat dengan metode ini.
F. Objek Filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Ada dua objek apa yang dipikirkan. Ada
dua objek dalam filsafat diantaranya : Objek material filsafat yaitu segala yang ada dan mungkin
ada, jadi luas sekali dan tidak terbatas. Objek material antara filsafat dengan sains (ilmu
pengetahuan) sama, yaitu sama-sama menyelidiki segala yang ada dan mungkin ada. Tapi ada dua
hal yang membedakan diantaranya:
a. Sains menyelidiki objek material yang empiris. Sedangkan filsafat menyelidiki bagian yang
abstraknya.
b. Ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains seperti Tuhan, hari akhir
(hal-hal yang tidak empiris). Jadi objek material filsafat lebih luas daripada sains. Objek Formal
(sikap penyelidikan) Objek formal filsafat adalah penyelidikan yang mendalam atau ingin
mengetahui bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak
empiris. Objek ini hanya dimiliki oleh filsafat saja. Sains tidak mempunyai objek forma. Karena
objek sains hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika tidak
43. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
42
dapat diselidiki maka akan terhenti sampai disitu. Tetapi filsafat tidaklah demikian, filsafat akan
terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai akar-akarnya.
G. Sistematika Filsafat
Hasil berpikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada telah banyak terkumpul dan
disusun secara teratur dan sistematis dikenal dengan istilah sistematika filsafat atau struktur filsafat.
Struktur filsafat berkisar pada tiga cabang filsafat yaitu teori pengetahuan, teori hakikat dan teori
nilai. Berikut ini akan diuraikan lebih rinci lagi.
Teori Pengetahuan
Teori pengetahuan membicarakan cara memperoleh pengetahuan (norma-norma atau teori-
teorinya) dan membicarakan pula tentang bagaimana cara mengatur pengetahuan yang benar dan
berarti. Posisi terpenting dari pengetahuan telah membicarakan tentang apa sebenarnya hakikat
pengetahuan itu, cara berpikir dan hukum berpikir agar mendapatkan hasil yang sebenar-benarnya.
Cabang teori pengetahuan yaitu Epistimologi dan logika.
Epistimologi
Epistimologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme yang berarti Knowledge atau pengetahuan
dan logy berarti pengetahuan atau filsafat ilmu. Terdapat empat persoalan pokok dalam bidang ini:
1. Apa pengetahuan itu?
2. Apa sumber-sumber pengetahuan itu?
3. Darimanakah sumber yang benar itu datang dan bagaimana mengaturnya?
4. Apakah pengetahuan tersebut benar? Persoalan pertama (tentang definisi pengetahuan) sudah
dibahas pada uraian sebelumnya. Sekarang pada persoalan berikutnya yaitu sumber pengetahuan
manusia.
Lours Q. Kattsof mengatakan bahwa sumber pengetahuan ada lima macam yaitu: Empiris,
rasionalisme, fenomena, intuisi dan metode ilmiah.
1) Empirisme
Kata ini berasal dari bahasa yunani empeirikos dari kata emperra, artinya pengalaman menurut
aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman inderawi, manusia tahu es dingin karena menyentuhnya, gula
manis karena mencicipinya. Jhonh Locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rasa. Maksudnya bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
44. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
43
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, dan akhirnya ia memiliki
pengetahuan. Tidak terasa, uraian tadi sudah menjawab pertanyaan yang ke-3. Dari manakah
pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimanakah mengetahuinya? Pengetahuan diperoleh
dari pengalaman dan dengan perantara panca indera. Kelemahan aliran ini cukup banyak ,
diantaranya ; Keterbatasan indra, Indera Menipu, Objek yang menipu dan Kelemahan yang
berasal dari indra dan objek sekaligus. Kesimpulannya adalah empirisme lemah karena
keterbatasan indera manusia.
2) Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan terletak pada akal. Rasionalisme
memandang pengalaman sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Jika kebenaran mengandung
makna dan mempunyai ide yang sesuai dengan kenyataan. Maka kebenaran hanya ada di dalam
pikiran dan hanya diperoleh dengan akal budi saja. Descartes adalah bapak dari rasionalisme. Ia
berusaha menemukan kebenaran yang tidak dapat diragukan, sehingga dengan memakai metode
deduktif dapat disimpulkan semua pengetahuan kita. Bagi rasionalisme, kekeliruan pada aliran
emperisme yang disebabkan kelmahan alat indra tadi, dapat dikoreksi seandainya akal
digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan,
pengalaman indera dilakukan untuk merangsang akal dan memberikan objek sehingga
kebenaran adalah seman-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan
bahan yang belum jelas, kacau. Bajan ini kemudian dipertimbangkan dengan teratur oleh akal
dalam pengalaman berpikir sehingga terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi, akal bekerja
karena ada bahan dari indera. Akan tetapi, akal dapat juga mengahasilkan pengetahuan yang
tidak berdasarkan inderawi sama sekali. Jadi akal dapat juga menghasilkan penetahuan tentang
objek yang betul-betul abstrak. Gabungan antara emperis dan rasionalisme melahirkan suatu
metode baru yaitu metode sains dan dari metode ilmiah ini melahirkan pengetahuan sains yang
disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sains/ilmu pengetahuan ialah
jenis pengetahuan yang logis dan memiliki bukti empiris (pengetahuan yang logis-empiris). Jika
hanya digunakan rasio (akal) maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan filsafat.
3) Positivisme
Tokoh aliran ini adalah August Compete (1798-1857). Ia penganut empiris. Ia berpendapat
bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan
alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen seperti panas di ukur dengan derajat panas,jauh
45. Working Paper filsafat ilmu by Herispon 2015
44
diukur dengan meteran, berat dengan timbangan neraca, dan sebagainya. Kita tidak cukup
mengatakan.
4) Fenomenalis
Tokoh aliran ini adalah Immanuel kant, seorang filsuf jerman abad ke-18. Dia berpendapat
bahwa sebab-akibat tentu mruapakan hubungan yang bersifat niscaya. Kant membuat uraian
lebih lanjut tentang pengalaman. Barang sesuatu bagimana terdapat dalam dirinya sendiri
merangsang alat inderawi kita dengan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman
dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Bagi Kant para penganut emperisme
benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman. Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksa bentuknya sendiri terhadap barang
sesuatu serta pengalaman.
5) Intersionisme (intuisi)
Herin Bergson (1859-1941) adalah tokok aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang
terbatas, akal juga terbatas aliran ini mengkritik aliran empirisme dan rasionalisme. Objek-objek
yang kita tangkap adalah objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentunya tidak tetap.
Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia
mengkonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal seperti itu manusiatidak mengetahui
keseluruhan (unique) tidak juga memahami sifat tetap pada objek. Dengan menyadari
keterbatasn indera dan akal, Bergson mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang
dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil evolusi pemahaman tertinggi. Pengembangan
kemampuan ini (intiusi) memerlukan suatu usaha, kemampuan ini dapat memahami kebenaran
yang utuh, tetap dan unique.
6) Metode Ilmiah
Gabungan antara empirisme dan rasionalisme melahirkan suatu metode baru yaitu metode sains
(metode imiah) dari metode ini melahirkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ialah jenis
pengetahuan yang logis dan memiliki bukti empiris (pengetauan yang logis-empiris). Jika hanya
menggunakan rasio (akal) maka pengetahuan yang diperoleh ialah pengetahuan filsafat.
Teori Hakikat
Teori hakikat membicarakan pengetahuan itu sendiri disebut ontologis. Apa itu hakikat?
Hakikat ialah realist. Realitas ialah ke-real-an; real artinya kenyataan yang sebenarnya; jadi hakikat
adalah keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara atas kesadaran sementara atau